Anda di halaman 1dari 22

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang
Katarak kongenital adalah kekeruhan dari lensa yang mulai terjadi
sebelum atau segera setelah lahir dan bayi berusia kurang dari 1 tahun. Kekeruhan
pada lensa ini akan menggangu perkembangan fungsi penglihatan normal bila
tidak terdeteksi saat bayi lahir dan dapat menyebabkan kebutaan yang cukup
berarti akibat penanganannya yang kurang tepat.
4,5,11
Katarak kongenital bisa disebabkan oleh infeksi pada waktu kehamilan
oleh virus, gangguan metabolik maupun karena janin mengalami gangguan
genetika oleh karena suatu sindroma. Infeksi yang paling sering menyebabkan
katarak kongenital ialah rubella, chicken pox, cytomegalovirus, herpes simpleks,
herpes zoster, poliomyelitis, influenza, Eipstein-Barr virus, syphilis dan
toxoplasmosis
7
.
Insiden katarak kongenital di Amerika Serikat sebesar 1.2 6.0 per
10.000 kasus, WHO memperkirakan tingkat kejadian katarak kongenital lebih
tinggi pada negaranegara berkembang.
5
Di Singapura, insiden katarak kongenital
diperkirakan 1:5.000 sampai 1:10,000 lahir hidup, pada negara-negara
berkembang insiden sampai 1:1.000 lahir hidup, terjadinya peningkatan insiden
katarak kongenital disebabkan oleh infeksi intra uterin dan program imunisasi
yang jelek.
8

Di negara-negara berkembang seperti Indonesia, pasien datang berobat
biasanya sudah dalam keadaan terlambat, dengan berbagai komplikasi seperti
nistagmus, ambliopia dan strabismus. Hal ini juga dipengaruhi oleh faktor
ekonomi yang rendah, pendidikan orangtua yang rendah, perhatian orang tua
terhadap perkembangan anak dan terbatasnya pelayanan kesehatan spesialis mata
di daerah-daerah. Di samping itu belum dilaksanakan skrining terhadap semua
bayi baru lahir yang sangat membantu menegakkan diagnosis dini katarak
kongenital.
15



2

1.2. Rumusan Masalah
Dalam makalah Meet The Expert (MTE) ini akan dibahas yang berkaitan
dengan katarak kongenital.

1.3. Tujuan Penulisan
Penulisan makalah ini bertujuan untuk memahami dan menambah
pengetahuan tentang katarak kongenital

1.4. Metode Penulisan
Metode yang dipakai adalah tinjauan kepustakaan dengan merujuk kepada
beberapa literatur berupa buku teks, jurnal dan makalah ilmiah.














3

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Anatomi Lensa
Lensa adalah suatu struktur bikonveks avaskular tidak bewarna dan
hampir transparan sempurna yang berasal dari ektoderm permukaan serta dapat
menebal dan menipis pada saat terjadinya akomodasi, pada lensa juga tidak
terdapat serat nyeri, pembuluh darah atau saraf.
4
Tebalnya sekitar 4 mm dengan diameter 9 mm. Di belakang iris, lensa
digantung oleh zonula zinnii, yang menghubungkan lensa dengan korpus siliare.
Di sebelah anterior lensa terdapat humor aquaeus dan di sebelah posterior
terdapat vitreus. Kapsul lensa adalah suatu membran semipermeabel (sedikit
lebih permeabel dari dinding kapiler) dimana air dan elektrolit dapat masuk.
Kapsul ini terdiri dari zat kolagen yang terdiri dari kapsul anterior dan posterior.
Di bagian bawah kapsul anterior terdapat satu lapis sel epitel (epitel subkapsuler)
yang ke arah ekuator menghasilkan serabut (serat lamellae) lensa yang terus
diproduksi sehingga lama kelamaan lensa menjadi lebih besar dan kurang
elastik.
5
Serabut yang usianya tertua ditemukan di sentral dan membentuk
nukleus lensa sedangkan yang lebih muda terletak di perifer (di bagian luar
nukleus) membentuk korteks lensa. Korteks yang terletak di depan nukleus lensa
disebut korteks anterior, sedangkan yang terletak dibelakangnya disebut korteks
posterior. Nukleus lensa mempunyai konsistensi yang lebih keras berbanding
korteks lensa. Nukleus dan korteks terbentuk dari serabut atau serat lamellae
konsentris yang panjang. Garis persambungan yang terbentuk dengan
persambungan lamallae ini ujung ke ujung di anterior dan posterior di sebut
sutura lensa yang berbentuk Y bila dilihat dengan slitlamp. Bentuk Y ini
tegak di anterior dan terbalik di posterior.
5
4



Gambar 2.1 Anatomi Bola Mata Bagian Depan

Lensa ditahan ditempatnya oleh ligamentum yang disebut zonula zinnii,
yang tersusun dari banyak fibril dari permukaan korpus siliare dan menyisip ke
dalam ekuator lensa. Lensa terdiri dari 65% air, sekitar 35% protein
(kandungan protein yang tertinggi di antara jaringan tubuh), dan sedikit sekali
mineral yang biasa ada di jaringan tubuh yang lainnya. Kandungan kalium lebih
tinggi daripada di kebanyakan jaringan lain. Asam askorbat dan glutation
terdapat dalam bentuk teroksidasi ataupun tereduksi.
Bagian depan bola mata: Kornea , Trabekula dan kanal Schlemm di
sudut BMD Cairan akuos, di BMD BMB (Bilik mata depan
/belakang, ruang retro-lensa,
Iris , Korpus siliar Lensa, Zonula Zinn, Korpus vitreum
Konjungtiva
bulbi
5


Gambar 2.2 Anatomi Lensa

2.2 Fisiologi dan Fungsi Lensa
Fisiologi yang penting pada lensa adalah perannya pada keseimbangan
air dan elektrolit. Sel-sel epidermis pada superfisial lensa melakukan transpor
aktif elektrolit, karbohidrat dan asam amino dengan bantuan oksigen dan
glukosa. Mekanisme yang mengontrol keseimbangan air dan elektrolit ini
penting untuk derajat transparansi lensa. Perubahan yang berlaku pada
mekanisme ini bisa menyebabkan opak pada lensa terutama pada nukleus lensa.
Seumur hidup, hanya sel-sel di tepi luar lensa yang diganti. Sel-sel di bagian
tengah lensa mengalami kesulitan ganda. Sel-sel tersebut tidak saja merupakan
sel tertua, tetapi terletak paling jauh dari aqueous humor.
Lensa terdiri dari air, sekitar 33% protein dan sedikit sekali mineral yang
biasa ada di jaringan tubuh lainnya. Kandungan kalium lebih tinggi di lensa
daripada kebanyakan jaringan lain. Ikatan yang kuat antara protein membantu
meningkatkan transparansi lensa. Jenis protein yang lain adalah protein
sitoskeletal contohnya vimentin.
13

Fungsi utama lensa adalah sebagai media refraksi dan terlibat dalam
akomodasi. Lensa memfokuskan berkas cahaya ke retina melalui kemampuan
refraktifnya.
12
Untuk memfokuskan cahaya yang datang dari jauh, otot-otot
Lapisan lensa
Kapsul
korteks
Perinukleus
Nukleus
akomodasi
6

siliaris relaksasi, menegangkan serat zonula dan memperkecil diameter antero-
posterior lensa sampai ukuran terkecil, dalam posisi ini daya refraksi lensa
diperkecil sehingga berkas cahaya paralel akan terfokus ke retina. Untuk
memfokuskan cahaya dari benda dekat, otot siliaris berkontraksi sehingga
tegangan zonula berkurang. Kapsul lensa yang elastik kemudian mempengaruhi
lensa menjadi lebih sferis diiringi oleh peningkatan daya biasnya
5,12
. Kerjasama
fisiologik antara korpus siliaris, zonula zinii dan lensa umuk mefokuskan benda
dekat ke retina dikenal sebagai akomodasi. Otot siliaris dikontrol oleh sistem
saraf otonom. Serat-serat saraf simpatis menginduksi relaksasi otot siliaris untuk
penglihatan jauh, sementara sistem saraf parasimpatis menyebabkan kontraksi
otot untuk penglihatan dekat. Seiring pertambahan usia, kemampuan refraksi
lensa perlahan-lahan mulai berkurang.
12

Lensa bayi baru lahir lebih mendekati bulat daripada lensa orang dewasa,
daya refraksinya yang lebih besar membantu mengkompensasi mata bayi yang
diameter antero-posteriornya relatif pendek. Kosistensi materi lensa berubah
selama kehidupan. Saat lahir, lensa dapat dibandingkan dengan plastik lunak.
Pada usia lanjut, kosistensirrya mirip kaca. Inilah sebabnya mengapa makin tua
seseorang, makin sukar mengubah bentuknya saat akomodasi.

2.3 Embriologi Lensa
Mata berasal dari tonjolan otak (optik vesikel) atau piala mata lensanya
berasal dari ektoderm permukaan yang kemudian mengadakan invaginasi dan
melepaskan diri dari ektoderm pemukaan pada minggu 5 membentuk vesikel
atau gelembung lensa dan selanjutnya terletak di dalam mulut optik vesikel.
Segera setelah vesikel lensa terlepas dari ektoderm pemukaan mata. Vesikel
bagian posterior memanjang dan menutupi bagian yang kosong. Pada stadium
ini, kapsul hialin dikeluarkan oleh sel-sel lensa. Serat-serat sekunder
memanjangkan diri dari daerah ekuator dan tumbuh ke depan di bawah epitel
subkapsuler yang hanya selapis dan ke belakang di bawah kapsul lentis. Serat-
serat ini saling bertemu dan membentuk saluran lentus yang membentuk huruf
Y yang tegak di anterior dan terbalik di posterior. Inilah yang membentuk
susbstansia yang terdiri dari korteks dan nukleus. Pembentukan lensa selesai
7

pada umur 7 bulan kehidupan fetus tetapi pertumbuhan dan proliferasi serta
serat-serat sekunder berlangsung terus selama hidup tetapi lebih lambat karena
lensa menjadi bertambah besar secara perlahan. Kemudian terjadi kompresi dari
serat-serat tersebut disusul oleh proses sklerosis.
5,3

Gambar 2.3 Embrio berumur 21 hari

2.4 Katarak Kongenital
2.4.1 Pengertian
Katarak berasal dari bahasa Yunani Katarrhakies dan bahasa Latin
Cataracta yang berarti air terjun. Katarak adalah setiap keadaan kekeruhan pada
lensa yang dapat terjadi akibat hidrasi (penambahan cairan) lensa, denaturasi
protein lensa, atau terjadi akibat kedua-duanya.
Katarak kongenital adalah kekeruhan lensa yang terlihat segera setelah
lahir dan bayi berusia kurang dari 1 tahun
7
. Kekeruhan lensa yang terjadi pada
tahun pertama kehidupan disebut katarak infantil. Katarak kongenital sering kali
luput dari deteksi saat lahir sehingga baru diketahui pada tahun pertama kelahiran
sehingga para klinisi sulit membedakan antara katarak kongenital dan katarak
infantil. Tatalaksana yang diterapkan tidak berbeda antara katarak kongenital dan
infantil. Oleh sebab itu katarak kongenital dan katarak infantil sering
disamakan.
11,14

8





Gambar 2.4 Katarak pada Anak

2.4.2 Epidemiologi
Katarak kongenital merupakan penyebab hampir 10 % kebutaan pada
anak-anak diseluruh dunia. Frekuensi atau jumlah kejadian total katarak
kongenital di seluruh dunia belum diketahui pasti. Di Amerika Serikat disebutkan
sekitar 500-1500 bayi lahir dengan katarak kongenital tiap tahunnya dengan
insiden 1,2-6 kasus per 10.000 kelahiran. Sedangkan di Inggris, kurang lebih 200
bayi tiap tahunnya lahir dengan katarak kongenital dengan insiden 2,46 kasus per
10.000 kelahiran.
13,12
Kemala S dan Hafid A dalam suatu penelitian di RSUP Dr. M Djamil
Padang dari tahun 1993-1999, terdapat 30 pasien katarak kongenital yang telah
dioperasi. Sebagian besar pasien-pasien katarak kongenital ini dioperasi pada usia
diatas 6 bulan (73 %). Katarak kongenital bilateral ditemukan lebih banyak dari
pada katarak kongenital unilateral dengan perbandingan 63 % : 37 %.
7,15

Pada penelitian Khalilul R, katarak kongenital merupakan urutan ke 8 (16
kasus atau 3,4 %) dari 10 penyakit mata terbanyak pada anak-anak yang berobat
ke Poliklinik Mata RSUP Dr. M Djamil Padang pada tahun 1994.
10

2.4.3 Etiologi
Katarak pada dewasa sering dihubungkan dengan proses penuaan
(degeneratif). Tetapi berbeda dengan katarak kongenital, kekeruhan lensa yang
terjadi dapat akibat kelainan lokal intraokular atau kelainan umum yang
merupakan proses penyakit pada janin atau bersamaan dengan proses penyakit ibu
yang sedang mengandung.
4,5
Hampir 50% dari katarak kongenital bersifat sporadik dan tidak diketahui
penyebabnya. Dua puluh tiga persen dari katarak kongenital merupakan penyakit
9

keturunan yang diwariskan secara autosomal dominan. Penyakit penyerta katarak
kongenital yang merupakan penyakit herediter adalah mikroftalmus, aniridia,
kolobama iris, keratokonus, lensa ektopik, displasia retina dan megalokornea.
Selain itu katarak kongenital dapat ditemukan pada bayi yang dilahirkan oleh ibu
yang menderita infeksi seperti rubella, rubeola, chiken pox, cytomegalo virus,
herpes simpleks, herpes zoster, poliomyelitis, influenza, Epstein-Barr virus, sifilis
dan toxoplasmosis saat kehamilan terutama pada trimester I. Sementara yang
behubungan dengan penyakit metabolik adalah galaktosemia, homosisteinuria,
diabetes mellitus dan hipoparatiroidisme.
5,13,12

Katarak kongenital juga ditemukan pada bayi prematur dan gangguan
sistem saraf seperti retardasi mental. Katarak kongenital juga mungkin bisa
disebabkan oleh Chondrodysplasia syndrome, Down syndrome (trisomi 21),
Pierre-Robin syndrome, Hallerman-Streiff syndrome, Lowe syndrome, Trisomi
13, Conradi syndrome, Ectodermal dysplasia syndrome dan Marinesco-Sjogren
syndrome.
5,17
Tabel 2.1 Etiologi Katarak Pada Anak
Etiologi katarak pada anak
4
Katarak bilateral
Idiopatik
Katarak herediter (paling banyak autosomal dominan, juga autosomal
resesif atau X-link
Penyakit genetic dan metabolic
Sindrom down
Sindrom Hallermann-Streiff syndrome
Lowe syndrome
Galactosemia
Marfan syndrome
Trisomy 13-15
Hipoglikemia
Sindrom Alport
Myotonic dystrophy
Fabry disease
10

Hypoparathyroidism
Sindrom Conradi
Infeksi Maternal
Rubella
Sitomegalovirus
Varicella
Sifilis
Toxoplasmosis
Ocular anomalies
Aniridia
Anterior segment dysgenesis syndrome
Toxic
Corticosteroids
Radiation

Katarak Unilateral
Idiopatik
Anomali congenital
Persistent fetal vasculature (PFV)
Anterior segment dysgenesis
Posterior Lenticonus
Posterior pole tumor
Traumatik
Rubella
Masked bilateral cataract

2.4.4 Patogenesis
Katarak kongenital merupakan kekeruhan lensa yang didapatkan sejak
lahir, dan terjadi akibat gangguan perkembangan embrio intrauterin. Biasanya
kelainan ini tidak meluas mengenai seluruh lensa. Letak kekeruhan sangat
tergantung pada saat terjadinya gangguan metabolisme serat lensa. Katarak
kongenital yang terjadi sejak perkembangan serat lensa terlihat segera setelah bayi
11

lahir sampai berusia 1 tahun. Katarak ini terjadi karena gangguan metabolisme
serat-serat lensa pada saat pembentukan serat lensa akibat infeksi virus atau
gangguan metabolisme jaringan lensa pada saat bayi masih di dalam kandungan
dan gangguan metabolisme oksigen. Pada katarak kongenital, kelainan utama
terjadi di nukleus fetal atau nukleus embrional (tergantung pada waktu stimulus
kataraktogenik), atau di kutub anterior atau posterior lensa apabila kelainannya
terletak di kapsul lensa. Stimulasi faktor-fakator kataraktogenik (seperti infeksi
intrauterin, trauma, penyakit metabolik) ke nukleus atau serat lentikuler, dapat
menyebabkan kekeruhan pada media lentikuler yang jernih. Kekeruhan pada
katarak kongenital jarang sekali mengakibatkan keruhnya seluruh lensa. Letak
kekeruhannya tergantung saat terjadinya gangguan pada kehidupan janin, sesuai
dengan perkembangan embriologik lensa. Bentuk katarak kongenital memberikan
kesan tentang perkembangan embriologik lensa, juga saat terjadinya gangguan
pada perkembangan tersebut. Katarak yang terjadi pada infeksi intrauterine
kekeruhannya sentral dan bisa bilateral atau unilateral.
2.4.5 Klasifikasi
Dikenal bentuk-bentuk katarak kongenital sebagai berikut :
a. Katarak Piramidalis Polaris Anterior
Ada beberapa pendapat mengenai penyebab kekeruhan lensa pada
polaris anterior. Mungkin terjadi akibat uveitis anterior intra uterin, ada
juga yang berpendapat kekeruhan lensa terjadi akibat ketidaksempurnaan
pelepasan kornea terhadap lensa dalam perkembangan embrional dan
lainnya berpendapat terjadi akibat sisa dari vesikulosa lentis yang
persisten. Letaknya terbatas pada polaris anterior. Biasanya ukurannya 1
mm, namun dapat lebih kecil tapi jarang lebih besar. Berbentuk piramid
yang mempunyai dasar dan puncak karena ini disebut katarak piramidalis
anterior. Puncaknya dapat ke dalam atau keluar. Kekeruhan lensa dapat
unilateral atau bilateral. Keluhan tidak berat, stasioner dan penglihatan
kabur waktu terkena sinar karena pada waktu ini pupil mengecil, sehingga
sinar terhalang oleh kekeruhan di polus anterior. Sinar yang redup tidak
terlalu mengganggu, karena pada saat cahaya redup, pupil melebar,
sehingga lebih banyak cahaya yang dapat masuk. Pada umumnya tidak
12

menimbulkan gangguan stasioner, sehingga tidak memerlukan tindakan
operatif. Dengan pemberian midriatika seperti sulfas atropin 1 % atau
homatropin 2% dapat memperbaiki visus, karena pupil menjadi lebih
lebar. Bila timbul gangguan visus yang hebat dan tidak terlihat fundus
pada pemeriksaan oftalmoskop maka dilakukan pembedahan. Dapat
dipertimbangkan iridektomi optis yang dapat dilakukan pada daerah lensa
yang masih jernih. Sering terjadi anisometropi, sehingga perlu
diperhatikan refraksi pada penderita.
18,3



Gambar 2.5 Katarak Piramidalis Polaris Anterior

b. Katarak Piramidalis Polaris Posterior
Katarak jenis ini terjadi karena resorbsi selubung vaskuler yang
tidak sempurna sehingga menimbulkan kekeruhan di belakang lensa.
Kadang-kadang terdapat arteri hialoiea menetap. Arteri hialoiea
merupakan cabang dari arteri centralis yang memberi suplai nutrisi pada
lensa. Pada umur 6 bulan dalam kandungan, arteri ini mulai diserap,
sehingga pada keadaan normal pada waktu lahir arteri ini sudah tak
tampak lagi. Kadang-kadang penyerapan tidak berlangsung sempurna
sehingga masih tertinggal bintik putih di belakang lensa, berbentuk ekor di
posterior lensa. Gangguan terhadap visus tak banyak, kekeruahannya
13

stasioner sehingga tak memerlukan tindakan. Kelainan ini bersifat
unilateral dan biasanya diikuti ukuran mata yang lebih kecil
(mikroftalmia).
8


Gambar. 2.6 Katarak Piramidalis Polaris Posterior

c. Katarak Zonularis atau Lamelaris
Mengenai daerah tertentu dan biasanya disertai kekeruhan yang
lebih padat, tersususn sebagai garis-garis yang mengelilingi bagian yang
keruh dan disebut riders, merupakan tanda khas untuk katarak zonularis.
Katarak ini paling sering didapatkan pada anak-anak. Kadang-kadang
bersifat herediter. Kekeruhannya berupa cakram dengan diameter lebih
dari nukleus lensa, biasanya 5 mm, mengelilingi bagian tengah yang
jernih, korteks diluarnya juga jernih. Biasanya progresif tapi lambat.
Kelainan ini selalu bilateral, tetapi dapat dengan kepadatan yang berbeda
dan dapat menyebabkan ambliopia. Ukuran mata dan diameter kornea
normal. Kadang-kadang keluhan sangat ringan tapi dapat juga
kekeruhannya bertambah, sehingga visus sangat terganggu. Bila kekeruhan
14

sangat tebal sehingga fundus tidak terlihat pada pemeriksaan
ophtalmoskop maka perlu dilakukan aspirasi dan irigasi lensa.
6,9

Gambar 2.7 Katarak Zonularis atau Lamelaris

d. Katarak Nukleus
Katarak ini jarang ditemukan. Terjadi akibat adanya gangguan
kehamilan pada 3 bulan pertama. Kekeruhan biasanya pada nukleus lensa,
biasanya berdiameter 3 mm, dengan densitas yang bervariasi. Kepadatan
biasanya bersifat stabil tetapi dapat juga bersifat progresif dan menjadi
lebih besar dalam ukurannya. Dapat unilateral atau bilateral. Kelainan ini
biasanya disertai oleh mikrokornea, terutama pada kasus yang unilateral.
6

Gambar 2.8 Katarak Nukleus

2.4.6 Gambaran Klinis
Tanda yang sangat mudah untuk mengenali katarak kongenital adalah bila
pupil terlihat berwana putih atau abu-abu. Hal ini disebut dengan leukoria, pada
setiap leukoria diperlukan pemeriksaan yang teliti untuk menyingkirkan diagnosis
banding lainnya. Walaupun 60 % pasien dengan leukoria adalah katarak
15

kongenital. Leukoria juga terdapat pada retiboblastoma, ablasio retina, fibroplasti
retrolensa dan lain-lain.
5,13
Pada katarak kongenital total penyulit yang dapat terjadi adalah makula
lutea yang tidak cukup mendapatkan rangsangan. Proses masuknya sinar pada
saraf mata sangat penting bagi penglihatan bayi pada masa mendatang, karena bila
terdapat gangguan masuknya sinar setelah 2 bulan pertama kehidupan, maka saraf
mata akan menjadi malas dan berkurang fungsinya. Makula tidak akan
berkembang sempurna hingga walaupun dilakukan ekstraksi katarak maka
biasanya visus tidak akan mencapai 5/5. Hal ini disebut ambliopia sensoris.
12,18
Selain itu katarak kongenital dapat menimbulkan gejala nistagmus,
strabismus dan fotofobia. Apabila katarak dibiarkan maka bayi akan mencari-cari
sinar melalui lubang pupil yang gelap dan akhirnya bola mata akan bergerak-
gerak terus karena sinar tetap tidak ditemukan.
3

2.4.7 Diagnosa
Diagnosa katarak kongenital dapat ditegakkan dari anamnesa mengenai
keluhan utama, riwayat keluarga dan riwayat kelahiran yang berkaitan dengan
prematuritas, infeksi maternal dan pemakaian obat-obatan selama kehamilan
2
.
Pemeriksaan lain untuk menegakkan diagnosa katarak kongenital ialah :
- Pemeriksaan dengan menggunakan slit lamp. Tujuannya ialah untuk
menilai morfologi dari katarak dan menemukan adanya kelainan lain pada
kornea, iris, lensa, dan kamera okuli anterior.
- Evaluasi langsung kejernihan lensa dengan menggunakan oftalmoskop
dengan pengaturan kekuatan lensa plus tinggi. Material lensa biasanya
kelihatan putih atau terang, sehingga konfigurasi katarak dapat dilihat.
Penilaian ini hanya memberikan informasi tidak langsung. Penilaian ini
hanya memberikan informasi tidak langsung mengenai seberapa baik
pasien dapat melihat.
- Retinoskop dapat digunakan untuk retroiluminasi. Dengan cahaya
retinoskop difokuskan di retina, katarak akan kelihatan seperti bayangan
hitam yang dikelilingi refleks retina. Penilaian ini memberikan perkiraan
yang baik mengenai seberapa besar halangan yang dihasilkan oleh katarak.
16

- Penilaian retina dengan oftalmoskop langsung dan tidak langsung juga
dapat memberikan informasi tentang seberapa efektif cahaya dapat melalui
media sampai retina.
Pemeriksaan laboratorium pada katarak sangat diperlukan untuk
menegakkan etiologi seperti laboratorium rutin, TORCH titer, urin reduksi.

2.5 Penatalaksanaan Katarak Kongenital
2.5.1 Konservatif
Pada katarak yang belum memerlukan tindakan operasi, pada tahap awal
dapat diberikan obat untuk dilatasi pupil seperti Atropin ED 1%, Midriasil ED
1%, dan Homatropin ED. Pemberian obat ini hanya bersifat sementara, karena
jika kekeruhan lensa sudah tebal sehingga fundus tidak dapat dilihat maka dapat
harus di operasi. Oleh karena itu katarak congenital dengan tingkat kekruhan
sedikit atau parsial perl dilakukan follw-up yang teratur dan pemantauan yang
cermat terhadap visusnya.
4,18,3

2.5.2 Operatif
Pada beberapa kasus, katarak kongenital dapat ringan dan tidak
menyebabkan gangguan penglihatan yang signifikan, dan pada kasus seperti ini
tidak memerlukan tindakan operatif. Pada kasus yang sedang hingga berat, yang
menyebabkan gangguan pada penglihatan, operasi katarak merupakan terapi
pilihan.
12
Tindakan bedah pada katarak congenital yang umum dikenal adalah disisio
lensa, ekstraksi linear, dan ekstraksi dengan aspirasi. Pengobatan katarak
kongenital bergantung pada:
1. Katarak total bilateral, sebaiknya dilakukan pembedahan
secepatnya segera setelah katarak terlihat.
2. Katarak total unilateral, dilakukan pembedahan 6 bulan sesudah
terlihat atau segera sebelum terjadinya juling; Pada katarak kongenital total
unilateral, mudah sekali terjadi ambliopia. Karena itu sebaiknya dilakukan
17

pembedahan secepat mungkin dan diberikan kacamata segera dengan latihan
bebat mata.
3. Katarak bilateral parsial, biasanya pengobatan lebih konservatif,
sehingga sementara dapat dicoba dengan kacamata atau midriatika. Bila terjadi
kekeruhan yang progresif disertai dengan mulainya tanda-tanda juling dan
ambliopia, maka dilakukan pembedahan, biasanya mempunyai prognosis yang
lebih baik.
Operasi katarak harus dilakukan sebelum pasien berumur 17 minggu guna
meminimalkan atau meniadakan deprivasi. Para ahli mata memilih untuk
melakukan operasi lebih awal, idealnya sebelum pasien berumur 2 bulan, untuk
mencegah terjadinya ambliopia yang reversible dan nistagmus sensoris.
5

Ekstraksi Katarak Ekstra Kapsular (EKEK) merupakan terapi operasi
pilihan. Berbeda dengan ekstraksi lensa dewasa, sebagian besar ahli bedah
mengangkat kapsul posterior dan korpus vitreum anterior dengan menggunakan
alat mekanis dan pemotong korpus vitreum. Hal ini untuk mencegah pembentukan
kekeruhan kapsul sekunder, atau katarak ikutan, oleh karena pada mata yang
muda kekeruhan lensa terjadi sangat cepat.
5,15
Tindakan bedah pada disisio lentis adalah dengan menusuk atau merobek
kapsul anterior lensa dengan harapan badan lensa yang cair keluar. Badan lensa
yang keluar akan mengalir bersama cairan mata (aquos humor), atau difagositosis
oleh makrofag. Setelah terjadi absorbsi sempurna, maka mata menjadi afakia atau
tidak mempunyai lensa lagi.
Disisio lensa sebaiknya dilakukan sedini mungkin, karena fovea
sentralisnya harus berkembang waktu bayi lahir sampai umur 7 bulan.
Kemungkinan perkembangan terbaik adalah pada umur 3-7 bulan. Syarat untuk
perkembangan ini fovea sentralis harus mendapatkaan rangsangan cahaya yang
cukup. Jika katarak dibiarkan sampai anak berumur lebih dari 7 bulan, biasanya
fovea sentralisnya tidak dapat berkembang 100%, visusnya tidak akan mencapai
5/5 walaupun dioperasi. Operasi dilakukan pada satu mata dahulu. Bila mata ini
sudah tenang, mata sebelahnya dapat dioperasi pula.

18

Fakoemulsifikasi jarang diperlukan, karena nukleus lensa pada mata bayi
dan anak lebih lunak. Ekstraksi Katarak Intra Kapsular di kontra indikasikan pada
katarak kongenital, karena menyebabkan traksi korpus vitreum dan hilangnya
ligamen Wieger kapsul hyaloid.
5
Komplikasi pasca operasi yang dapat terjadi
antara lain adalah glaukoma, infeksi mata dan ablasio retina.
12
Koreksi optis sangat penting bagi bayi dan anak. Koreksi tersebut dapat
dilakukan dengan beberapa cara, antara lain dengan implantasi lensa buatan (IOL)
setelah dilakukan ekstraksi lensa, pemberian kacamata atau lensa kontak.
5,14
Beberapa pakar lebih menganjurkan penggunaan lensa kontak dan kacamata
sebagai koreksi optis pada anak dan bayi setelah bedah katarak.
12

2.5.3 Konsultasi
Konsultasi dengan ahli mata diperlukan untuk mencegah hilangnya
penglihatan, sekurang-kurangnya untuk menetapkan tipe dari kataraknya. Selain
itu juga perlu dilakukan evaluasi genetik jika katarak bilateral dan atau diseratai
kelainan lainnya.
5

2.6 Prognosis Katarak Kongenital
Katarak kongenital total atau unilateral mempunyai prognosis yang buruk
dibandingkan dengan katarak kongenital bilateral parsial, karena mudah sekali
terjadi ambliopia, oleh karena itu sebaiknya dilakukan pembedahan secepat
mungkin, dan dilakukan koreksi optik segera.
7
Pasien dengan katarak kongenital
unilateral, 40% menghasilkan visus 20/60 atau lebih baik, sedangkan pasien
dengan katarak kongenital bilateral, 70% menghasilkan visus 20/60 atau lebih
baik. Prognosis akan lebih buruk pada pasien dengan adanya kelainan mata lain
atau penyakit sistemik.
5

2.7 Pencegahan Katarak Kongenital
Pencegahan katarak kongenital merupakan prioritas utama secara
internasional untuk menghindari gangguan penglihatan yang diakibatkannya.
Pencegahan primer dapat dilakukan dengan memodifikasi faktor risiko
lingkungan seperti teratogen terutama infeksi rubella dengan memberikan
19

imunisasi. Konseling genetik pra-nikah juga dianjurkan pada pasien yang berisiko.
Pencegahan sekunder yang dapat dilakukan adalah memberikan terapi sesegera
mungkin untuk mencegah gangguan penglihatan yang diakibatkannya.
11






























20

BAB 3
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Dari hal di atas mengenai katarak kongenital maka dapat diambil
kesimpulan sebagai berikut :
1.
Katarak kongenital merupakan penyebab hampir 10 % kebutaan pada
anak-anak diseluruh dunia. Di Indonesia sendiri belum terdapat data
mengenai jumlah kejadian katarak kongenital, tetapi angka kejadian
katarak kongenital pada negara berkembang adalah lebih tinggi yaitu
sekitar 0,4 % dari angka kelahiran.

2. Dua puluh tiga persen dari katarak kongenital merupakan penyakit
keturunan yang diwariskan secara autosomal dominan. Selain itu
katarak kongenital dapat ditemukan pada bayi yang dilahirkan oleh ibu
yang menderita infeksi seperti rubella.
3. Kekeruhan pada katarak kongenital dapat dijumpai dalam berbagai
bentuk yaitu katarak polaris anterior, polaris posterior, katarak
lamelaris dan katarak nukleus.
4. Gambaran klinis dari katarak kongenital sebagian besar adalah
leukoria.
5. Tindakan bedah diindikasikan apabila reflek fundus tidak tampak.
6. Prognosis untuk perbaikan ketajaman penglihatan setelah operasi
paling buruk pada katarak kongenital unilateral dan paling baik pada
bilateral inkomplit yang progresif lambat

3.2 Saran
Saran untuk hal di atas ialah :
1. Perlunya penatalaksanaan katarak kongenital yang baik untuk
mencegah kebutaan pada anak-anak
2. Diperlukan penelitian mengenai prevalensi katarak kongenital di
Indonesia.

21

DAFTAR PUSTAKA

1. American Academy of Opthalmology. Lens and Cataract. Basic and Clinical
Science Course, Section 11. The Foundation of AAO. San Francisco.
USA: LEO framework. 2001-2002: 6-8, 36-48.

2.American Academy of Opthalmology. Pediatric Ophthalmology and
Strabismus. Basic and Clinical Science Course, Section 6. The Foundation
of AAO. San Francisco. 2004: 242 250.

3. American Academy of Opthalmology . Pediatric and Strabismus, Basic and
Clinical Science Course, Section 6. The Foundation of The AAO . San
Francisco. 2004 : 21-32, 96-37, 153-154 , 282

4. American Academy of Opthalmology . Lens and Cataract. Basic and Clinical
Science Course, Section 11. San Fransisco: The Foundation of AAO.
2004 : 30 31, 187 190

5.Bashour M. 2006. Cataract Congenital. Diakses dari:
www.emedicine.Com/oph/TopicCataractCongenital .

6. Chia A, Balakhrisnan V.Congenital Cataract Chapter 9.7 .Clinical
Ophthalmology An Asia Perspective.Ed Ang CL, Chee SP, Jap AH, Tan
D, Wong TY.Sauders.Singapore, Edinburgh,London,New Delhi,New
York, Oxford, Philadelphia,Sydney,Tokyo,Toronto.2005: 699 70

7. Ilyas Sidarta. Penglihatan Perlahan Tanpa Mata Merah (dalam: Ilmu Penyakit
Mata). Ed 3. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. 2005 : 200-210.

8. Kanski J.J Congenital Cataract chapter 8.Clinical Ophthalmology Fifth edition.
Butterworth Heinemann. Edinburgh, London,New Yurk, Oxford,
Philadelpia, Sydney, Toronto. 2003. 183 189

9. Kunimoto D Y, Kanitkar K D, Makar M S.Pediatrics chapter 8. The Wills Eye
Manual. Lippincott Williams and Wilkins. Philadelpia, Baltimore,New
York, London, Buenos Aires, Hongkong,Sydney, Tokyo 2004: 150 152

10. Lee David A . Higginbotham Eve J . Clinical Guide to Comprehensive
Ophthalmology. Thieme. New York. 1999 : 303-331.

11. Rahl JS. Congenital and Infantile Cataract. Evidence Based Ophtalmology.
Chapter 8. Wormald. Diakses dari www.wormaldChapter8/htm pada
tanggal 31 Mei 2008. 47-51.

12. Royal National Institute of Blind People (RNIB). 2007. Cataract Congenital.
Diakses dari http://www.eyehealth@rnib.org.uk.

22

13. Sayuti K , Ardy H . 2000. Katarak Kongenital di RSUP Dr M Djamil
Padang. Padang : Fakultas Kedokteran Universitas Andalas .

14.Subramanian Manju. 2006. Cataract Congenital. Diakses dari
http://www.MedlinePlus MedicalEncyclopedia.htm.

15. Vaughan DG, Asbury T, Riordan-Eva P. Lensa (dalam: Oftalmologi Umum,
Suyono JK, ed). Ed 14. Jakarta: Widya Medika. 2000: 175-184.

16. Walton DS. Surgical Management Of Pediatric Cataracts. Chapter 220. Albert
DM, Jacobiec FA. Principles and Practice of Opthalmology Vol 4. WB
Saunders Company. Philadelphia. 1994: 2767 2769

17. Wong TY . The Ophthalmology Examination Review. World Scientific.
Singapore. 2001 : 9-12

18. Wright KW et al . Pediatric Opthalmology and Strabismus. Mosby. St Louis.
2004 : 367-384

Anda mungkin juga menyukai