Anda di halaman 1dari 84

1

II. NUMERIK
1. Pendahuluan
Analisa numerik merupakan teknik penyelesaian masalah matematika sedemikian rupa sehingga dapat
diselesaikan secara operasi aritmatika dasar. Dalam penyelesaian analisa numerik menggunakan
perangkat hitung yaitu komputer sehingga analisa numerik sering disebut juga sebagai matematika
komputer. Seringkali beberapa persoalan matematika yang ada tidak selalu dapat diselesaikan oleh
program aplikasi.
Persoalan yang melibatkan model matematika yang rumit banyak muncul dalam berbagai disiplin ilmu
pengetahuan, seperti dalam bidang fisika, kimia, ekonomi, atau pada persoalan rekayasa (engineering),
seperti Teknik Sipil, Teknik Mesin, Elektro, dan sebagainya. Hal ini ada kalanya tidak dapat diselesaikan
dengan metode analitik yang sudah umum untuk mendapatkan solusi sebenarnya (exact solution).
Solusi angka yang didapatkan dari metode numerik adalah solusi yang mendekati nilai sebenarnya /
solusi pendekatan (approximation) dengan tingkat ketelitian yang kita inginkan. Karena tidak tepat
sama dengan solusi sebenarnya, ada selisih diantara keduanya yang kemudian disebut galat / error.
Metode numerik dapat menyelesaikan persoalan didunia nyata yang seringkali non linier, dalam bentuk
dan proses yang sulit diselesaikan dengan metode analitik.
Analisa numerik tidak mengutamakan diperolehnya hasil jawaban yang eksak tetapi mengusahakan agar
hasil pendekatan mendekati jawaban eksak dan memberikan gambaran terhadap permasalahan yang ada.
Metode numerik ini disajikan dalam bentuk algoritma algoritma yang dapat dihitung secara cepat dan
mudah. Pendekatan yang digunakan dalam metode numerik merupakan pendekatan analisis matematis,
dengan tambah angrafis dan teknik perhitungan yang mudah. Algoritma pada metode numerik adalah
algoritma pendekatan maka dalam algoritma tersebut akan muncul istilah iterasi yaitu pengulangan
proses perhtungan. Dengan metode pendekatan, tentunya setiap nilai hasil perhitungan akan mempunyai
nilai error (nilai kesalahan).
Kesalahan
Kesalahan dapat terjadi karena :
1. Kesalahan pemodelan
contoh: penggunaan hukum Newton asumsi benda adalah partikel
2. Kesalahan bawaan
contoh: kekeliruan dalam menyalin data
3. Salah membaca skala
contoh: kekeliruan dalam membaca skala meter menjadi centimeter
4. Ketidak tepatan data
contoh: kekeliruan pengambilan data, misal seharusnya mengolah data lalu lintas tahun 2012
tetapi data yang diolah adalah data tahun 2011
5. Kesalahan pemotongan (truncation error)
contoh: misal fungsi eksponen dinyatakan dalam ...
! 3
x
! 2
x
x 1 e
3 2
x
+ + + + = nilai eksak
diperoleh dari hasil perhitungan sampai dengan suku tak terhingga, sehingga bila
perhitungan hanya beberapa suku pertama saja maka hasilnya tidak akan sama dengan nilai
eksak
2


6. Kesalahan pembulatan (round-off error)
contoh: pembulatan data 4,23 menjadi 4,3
Kesalahan Absolut Dan Relatif
Hubungan antara nilai eksak, nilai perkiraan, dan kesalahan dapat direpresentasikan dalam bentuk
berikut persamaan berikut:
p = p* + E
e
(1.1)
di mana:
p = nilai eksak.
p* = nilai perkiraan.
E
e
= kesalahan terhadap nilai eksak.
Indeks e adalah kesalahan dibandingkan nilai eksak, sehingga dapat disimpulkan bahwa kesalahan
adalah perbedaan antara nilai eksak dan nilai perkiraan, yaitu:
E
e
= p p* (1.2)
Persamaan di atas disebut juga kesalahan absolut, karena tidak menunjukkan besarnya tingkat
kesalahan. Sebagai contoh, kesalahan satu cm pada pengukuran panjang pena, akan sangat terasa
dibandingkan dengan kesalahan yang sama nilainya pada pengukuran panjang jembatan.
Sedang kesalahan relatif, yaitu besarnya tingkat kesalahan dengan membandingkan kesalahan yang
terjadi dengan nilai eksak.

e
=
p
E
e
(1.3)
dengan
e
adalah kesalahan relatif terhadap nilai eksak. Kesalahan relatif sering diberikan dalam bentuk
persen.
Dalam metode numerik, biasanya nilai eksak tidak diketahui, untuk itu kesalahan dinyatakan
berdasarkan nilai perkiraan terbaik dari nilai eksak, sehingga kesalahan mempunyai bentuk berikut:

a
=

p
E
a
x 100 % (1.4)
di mana:
p
*
= nilai perkiraan terbaik.
E
a
= kesalahan terhadap nilai perkiraan terbaik.
Indeks a menunjukkan kesalahan dibandingkan terhadap nilai perkiraan (approximate value).
Pada metode numerik, sering dilakukan pendekatan secara iteratif, pada pendekatan tersebut perkiraan
sekarang dibuat berdasarkan perkiraan sebelumnya. Dalam hal ini, kesalahan adalah perbedaan antara
perkiraan sebelumnya dengan perkiraan sekarang, dan kesalahan relatif diberikan dalam bentuk berikut:

a
=
1 n
n 1 n
+


p
p p
x 100 % (1.5)
di mana:
n

p = nilai perkiraan pada iterasi ke n.


1 n +

p = nilai perkiraan pada iterasi ke n+1.



3

Contoh 1 :
Hasil pengukuran tinggi anak tangga dan sebuah kolom masing-masing 24 cm dan 399 cm. Jika panjang
sebenarnya (eksak) adalah 25 cm dan 400 cm. Hitung kesalahan absolut dan relatif.
Penyelesaian :
a) Kesalahan absolut,
anak tangga : E
t
= 25-24 = 1 cm
kolom : E
t
= 400-399 = 1 cm
b) Kesalahan relatif terhadap nilai eksak :
anak tangga :
t
=
25
1
x 100 % = 4 %
kolom :
t
=
400
1
x 100 % = 0.25 %
Contoh tersebut menunjukan kesalahan relatif untuk pengukuran tinggi anak tangga lebih besar
dibandingkan dengan tinggi kolom, walaupun nilai kesalahan absolutnya sama dengan 1 cm.
Kesimpulannya bahwa pengukuran pada tinggi kolom memberikan hasil yang baik (memuaskan),
sementara hasil pengukuran tinggi anak tangga masih perlu dipertanyakan.

Contoh 2 :
Hitung kesalahan yang terjadi dari nilai e
x
dengan x = 1,5, berdasarkan fungsi deret (Maclaurin) berikut
e
x
= 1 + x +
! n
x
...
! 3
x
! 2
x
n 3 2
+ + + . Dimana nilai eksak e
1,5
= 4.48168907
Penyelesaian :
iterasi suku hasil
e
%
a
%
1 1 1 77.6870% --
2 2 2.5 44.2175% 60.0000%
3 3 3.625 19.1153% 31.0345%
4 4 4.1875 6.5642% 13.4328%
5 5 4.398438 1.8576% 4.7957%
6 6 4.461719 0.4456% 1.4183%
7 7 4.477539 0.0926% 0.3533%
8 8 4.480929 0.0170% 0.0757%
9 9 4.481565 0.0028% 0.0142%
10 10 4.481671 0.0004% 0.0024%

Deret Taylor
Deret Taylor merupakan deret yang sangat berguna dalam menyelesaikan masalah numerik.Pada
dasarnya deret ini menjadi sarana untuk memperkirakan nilai fungsi pada satu titik dalam bentuk nilai
fungsi dan turunan-turunannya pada titik lain. Jika suatu fungsi (x) diketahui di titik x
i
dan semua
turunan dari terhadap x diketahui pada titik tersebut, maka dengan deret Taylor dapat dinyatakan nilai
pada titik x
i+1
yang terletak pada jarak x dari titik x
i
.
4

(x
i+1
) = (x
i
) + (x
i
)
! 1
x
+ (x
i
)
! 2
x
2

+ (x
i
)
! 3
x
3

+ ... +
n
(x
i
)
! n
x
n

+ Rn (1.6)
Deret Taylor akan memberikan perkiraan suatu fungsi dengan benar jika semua suku dari deret tersebut
diperhitungkan, tetapi pada kenyataannya sering diperhitungkan hanya beberapa suku pertama saja
sehingga hasilnya tidak tepat seperti perhitungan analitisnya.
a. Bila yang dipakai hanya sampai suku kesatu (orde nol) maka persamaannya :
(x
i+1
) = (x
i
)
Perkiraan tersebut benar apabila fungsi yang diperkirakan adalah suatu konstantan.
b. Bila yang dipakai hanya sampai suku kedua (orde satu), maka persamaannya :
(x
i+1
) = (x
i
) + (x
i
)
x
1!

ini merupakan bentuk garis lurus (naik atau turun)
c. Bila yang dipakai hanya sampai suku ketiga (orde dua), maka persamaannya :
(x
i+1
) = (x
i
) + (x
i
)
x
1!
+ (x
i
)
x
2
2!

Maka bentuknya sudah mulai lengkung.
y










i i + 1 x
Gambar 1.1. Perkiraan suatu fungsi dengan deret Taylor

Contoh 3 :
Perkirakan dengan menggunakan deret Taylor dari orde 0 sampai orde 4 untuk fungsi f(x) = e
x
di x
i+1
=
1.5 berdasarkan nilai f(x) dan turunannya di x
i
= 1. Nilai eksak e
1.5
= 4.48168907.
Penyelesaian :
(x
i+1
) = (x
i
) + (x
i
)
! 1
x
+ (x
i
)
! 2
x
2

+ (x
i
)
! 3
x
3

+ ... +
n
(x
i
)
! n
x
n

+ Rn
orde hasil Ee
e
%
a
%
0 2.718282 1.7634 39.35% --
1 4.077423 0.4043 9.02% 33.33%
2 4.417208 0.0645 1.44% 7.69%
3 4.473839 0.0079 0.18% 1.27%
4 4.480918 0.0008 0.02% 0.16%
f(x)
orde 2
orde 1
orde 0
5


Sampai dengan orde ke-4 diperoleh nilai e
1.5
= 4.480918 dengan nilai kesalahan absolut 0.0008,
kesalahan relatif 0.02%, dan kesalahan perkiraan 0.16%.
Diferensial Numerik
Diferensial numerik digunakan untuk memperkirakan bentuk diferensial kontinu menjadi bentuk diskrit.
Cara ini banyak digunakan untuk menyelesaikan persamaan diferensial, yang dapat diturunkan berdasar
deret Taylor.
Diferensial turunan pertama
Deret Taylor pada persamaan (1.6) dapat ditulis dalam bentuk:
f (x
i + 1
) = f (x
i
) + f (x
i
) x (1.7)
atau
x
) x ( f ) x ( f
) x ( ' f
x
f
i 1 i
i


= =

+
(1.8)
Bentuk diferensial di atas disebut diferensial maju orde satu karena menggunakan data pada titik x
i
dan
x
i+1
. Jika menggunakan data x
i-1
dan x
i
maka disebut diferensial mundur. Sedangkan diferensial terpusat
dengan menggunakan data x
i-1
dan x
i+1
.

Gambar 1.2. Perkiraan garis singgung suatu fungsi

Bentuk diferensial mundur :
f (x
i 1
) = f (x
i
) f (x
i
)
! 1
x
(1.9)
atau
f (x
i 1
) = f (x
i
) f (x
i
) x (1.10)
atau
x
) x ( f ) x ( f
) x ( ' f
x
f
1 i i
i

= =


(1.11)
Bentuk diferensial terpusat
! 1
x
) x ( ' f 2 ) x ( f ) x ( f
i 1 i 1 i

=
+
(1.12)
6

atau
x 2
) x ( f ) x ( f
) x ( ' f
x
f
1 i 1 i
i

= =

+
(1.13)
atau

x 2
) x ( f ) x ( f
) x ( ' f
x
f
1 i 1 i
i

= =

+
(1.14)

Diferensial turunan kedua
Turunan kedua dari suatu fungsi dapat diperoleh dengan menambahkan persamaan (1.7) dengan
persamaan (1.9):

! 2
x
) x ( ' ' f 2 ) x ( f 2 ) x ( f ) x ( f
2
i i 1 i 1 i

+ = +
+
(1.15)
atau

2
1 i i 1 i
i
x
) x ( f ) x ( f 2 ) x ( f
) x ( ' ' f

+
=
+
(1.16)
atau

2
1 i i 1 i
i
2
2
x
) x ( f ) x ( f 2 ) x ( f
) x ( ' ' f
x
f

+
= =

+
(1.17)

Contoh 4 :
Diketahui suatu fungsi f (x) = 0,25x
3
+ 0,5x
2
+ 0,25x + 0,5. Perkirakan turunan pertama (kemiringan
kurva) dan turunan kedua dari persamaan tersebut di titik x = 0,5 dengan menggunakan ukuran langkah
x = 0,5.
Penyelesaian:
Secara analitis turunan pertama dan kedua dari fungsi adalah (nilai eksak) :
f (x
i
= 0,5) = 0,75x
2
+ x + 0,25 = 0,75 (0,5
2
) + 0,5 + 0,25 = 0,9375.
f (x
i
= 0,5) = 1,5x + 1 = 1,5 (0,5) + 1 = 1,75.
Dengan x = 0,5 dapat dihitung nilai fungsi pada titik x
i 1
, x
i
, dan x
i + 1
:
x
i 1
= 0 f (x
i 1
) = 0,5.
x
i
= 0,5 f (x
i
) = 0,78125.
x
i + 1
= 1,0 f (x
i + 1
) = 1,5.
Perkiraan turunan pertama dengan diferensial mundur:
5625 , 0
5 , 0
5 , 0 78125 , 0
) ( ) (
) 5 , 0 (
1 i i
=

= =

x
x f x f
x f
Kesalahan terhadap nilai eksak:

e
=
p
E
e
x 100 % =
9375 0
5625 0 9375 0
,
, ,
x 100 % = 40 %.
Perkiraan turunan pertama dengan diferensial maju:
7

4375 1
5 0
78125 0 5 1
5 0
1
,
,
, ,
x
) x ( f ) x ( f
) , x ( f
i i
=

= =
+


Kesalahan terhadap nilai eksak:

e
=
9375 , 0
4375 , 1 9375 , 0
x 100 % = 53,3 %.
Perkiraan turunan pertama dengan diferensial terpusat:
0 1
5 0 2
5 0 5 1
2
5 0
1 1
,
) , (
, ,
x
) x ( f ) x ( f
) , x ( f
i i
=

= =
+


Kesalahan terhadap nilai eksak:

e
=
9375 , 0
0 , 1 9375 , 0
x 100 % = 6,7 %.
Perkiraan turunan kedua:
75 1
5 0
5 0 78125 0 2 5 1
2
5 0
2 2
1 1
,
) , (
, ) , ( ,
x
) x ( f ) x ( f ) x ( f
) , x ( ' ' f
i i i
=
+
=
+
= =
+


Kesalahan terhadap nilai eksak:

e
=
75 , 1
75 , 1 75 , 1
x 100 % = 0,0 %.

Gambar 1.3. Perkiraan kemiringan fungsi

Latihan
1. Perkirakan dengan menggunakan deret Taylor dari orde 0 sampai orde 5 untuk fungsi f(x) = sin
x di x
i+1
= /6 berdasarkan nilai f(x) dan turunannya di x
i
= /8. Nilai eksak sin(/6) = 0.5
2. Diketahui suatu fungsi f (x) =
4
1
x
4
+
3
2
x
3
+ 5.x + 4. Perkirakan turunan pertama (kemiringan
kurva) dan turunan kedua dari persamaan tersebut di titik x = 1 dengan menggunakan ukuran
langkah x = 0,25. Hitung kesalahan relatifnya.
8

2. Akar Persamaan
Pendahuluan
Di dalam matematika menentukan akar persamaan sering dijumpai (f(x)=0). Biasanya jawaban analitis
dari persamaan yang ada tidak dapat ditentukan maka perlu dicari dengan menggunakan metode
numerik, hal ini dapat dilaksanakan dengan cara iterasi.
Untuk akar persamaan kuadrat (polinomial orde 2) dapat dengan mudah dicari yaitu dengan
menggunakan rumus berikut ini :
a . 2
c . a . 4 b b
x
2
2 , 1

= (2.1)
Sedangkan untuk polinomial orde lebih tinggi akan kesulitan dalam menentukan hasil penyelesaian akar
persamaan tersebut. Apalagi bila persamaan yang ada merupakan persamaan non linier. Oleh karena itu
metode numerik dapat digunakan. Analisa numerik memberikan cara penyelesaian yang mendekati nilai
eksak dengan toleransi kesalahan yang diijinkan.
Bisection Method (Metode Setengah Interval)
Metode bagi dua merupakan metode analisis numerik paling sederhana diantara metode-metode analisis
lainnya. Metode ini termasuk metode yang robust atau tangguh. Artinya, meskipun metode ini idenya
sangat sederhana namun selalu dapat menemukan akar persamaan yang dicari. Salah satu kekurangan
yang dimiliki oleh metode ini adalah bahwa kita harus menentukan dua terkaan awal, yaitu x
n
dan x
n+1

yang mengurung sebuah akar persamaan yang dicari.
Taksiran akar ditentukan oleh persamaan berikut :
2
x x
x
1 n n
r
+
+
= (2.2)


Gambar 2.1. Metode Bisection
9

Contoh 1 :
Carilah akar persamaan dari f(x) = x
3
x 1 dengan menggunakan metode bisection. Dengan
perhitungan sebanyak 5 kali iterasi.
Penyelesaian:
Menentukan x
1
dan x
2
:
x 0 1 2 3
f(x) -1 -1 5 23

Pilih x
1
= 1 dan x
2
= 2. Karena f(1) negatif dan f(2) positif, maka salah satu akar terletak diantara 1 dan
2.
Iterasi x1 x2 xr f(x1) f(x2) f(xr)
1 1 2 1.5 -1 5 0.875
2 1 1.5 1.25 -1 0.875 -0.29688
3 1.25 1.5 1.375 -0.29688 0.875 0.224609
4 1.25 1.375 1.3125 -0.29688 0.224609 -0.05151
5 1.3125 1.375 1.34375 -0.05151 0.224609 0.082611

Diperoleh hasil akar persamaan x = 1.34375

Contoh 2 :
Sebuah tangga yang panjangnya 20m bersandar saling berlawanan dengan tangga lain yang panjangnya
30 m pada sebuah gang (lihat gambar). Jika titik di mana tangga saling berpotongan berjarak 8 m di atas
tanah dan y
4
16.y
3
+ 500.y
2
8000.y + 32000 = 0 tentukan lebar gang tersebut (x =
2
y 400 )
dengan menggunakan metode setengah interval (bisection).

Gambar 2.2. Tangga
Penyelesaian:
Menentukan x
1
dan x
2
:
y 4 5 6 7 8 9 10 11 12
f(y) 7232 3125 -160 -2587 -4096 -4603 -4000 -2155 1088

10

Pilih x
1
= 11 dan x
2
= 12. Karena f(11) positif dan f(12) negatif, maka salah satu akar terletak diantara
11 dan 12. Nilai 5 dan 6 tidak dipilih karena tinggi tembok lebih dari 8 m (lihat gambar).

Iterasi x1 x2 xr f(x1) f(x2) f(xr) a%
1 11 12 11.5 -2155 1088 -718.938 --
2 11.5 12 11.75 -718.938 1088 136.7539 2.13%
3 11.5 11.75 11.625 -718.938 136.7539 -302.855 -1.08%
4 11.625 11.75 11.6875 -302.855 136.7539 -86.0139 0.53%
5 11.6875 11.75 11.71875 -86.0139 136.7539 24.62637 0.27%

Diperoleh y = 11.71875 m , sehingga lebar gang x = 16.2071m, dengan kesalahan relatif terhadap nilai
perkiraan 0.27%.
False Position Method (Metode Interpolasi Linier)
Metode ini dikenal juga dengan metode false position, metode ini ada untuk menutupi kekurangan pada
metode setengah interval yang mudah tetapi tidak efisien (untuk mendapatkan hasil yang mendekati nilai
eksak diperlukan langkah iterasi cukup panjang). Dengan metode ini nilai akar dari suatu fungsi dapat
lebih cepat diperoleh daripada dengan metode setengah interval, metode ini didasarkan pada interpolasi
antara dua nilai dari fungsi yang mempunyai tanda berlawanan.
Mula-mula dicari nilai fungsi untuk setiap interval x, yang sama hingga didapat dua nilai fungsi f (x
n
)
dan f (x
n + 1
) berurutan dengan tanda berlawanan (Gambar 2.3). Kedua nilai fungsi tersebut ditarik garis
lurus hingga terbentuk suatu segitiga, dengan menggunakan sifat segitiga sebangun didapat persamaan
berikut:
n r
n
x x
) x ( f

=
1 n r
1 n
x x
) x ( f
+
+

(2.3)
) x ( f ) x ( f
) x x ).( x ( f
x x
1 n n
1 n n 1 n
1 n r
+
+ +
+


= (2.4)

Gambar 2.3. Metode Interpolasi Linier
Nilai x
r
yang diperoleh dari persamaan 2.4. menggantikan salah satu perkiraan awal x
n
atau x
n+1
yang
menghasilkan nilai fungsi yang bertanda sama dengan f(x
r
).
11


Contoh 3:
Carilah akar persamaan dari f(x) = x
3
x 1 dengan menggunakan metode interpolasi linier. Dengan
perhitungan sebanyak 5 kali iterasi.
Penyelesaian:
Menentukan x
1
dan x
2
:
x
0 1 2 3
f(x)
-1 -1 5 23

Pilih x
1
= 1 dan x
2
= 2. Karena f(1) negatif dan f(2) positif, maka salah satu akar terletak diantara 1 dan
2.
Iterasi x
n
x
n+1
x
r
f(x
n
) f(x
n+1
) f(x
r
) a %
1 1 2 1.166667 -1 5 -0.5787 --
2 1.166667 2 1.253112 -0.5787 5 -0.28536 6.90%
3 1.253112 2 1.293437 -0.28536 5 -0.12954 3.12%
4 1.293437 2 1.311281 -0.12954 5 -0.05659 1.36%
5 1.311281 2 1.318989 -0.05659 5 -0.0243 0.58%

Diperoleh akar persamaan = 1.318989

Contoh 4:
Sebuah tangga yang panjangnya 20m bersandar saling berlawanan dengan tangga lain yang panjangnya
30 m pada sebuah gang (lihat gambar). Jika titik di mana tangga saling berpotongan berjarak 8 m di atas
tanah dan y
4
16.y
3
+ 500.y
2
8000.y + 32000 = 0 tentukan lebar gang tersebut (x =
2
y 400 )
dengan menggunakan metode interpolasi linier.

Gambar 2.4. Tangga
Penyelesaian:
Menentukan x
1
dan x
2
:
y 4 5 6 7 8 9 10 11 12
f(y) 7232 3125 -160 -2587 -4096 -4603 -4000 -2155 1088

12

Pilih x
1
= 11 dan x
2
= 12. Karena f(11) positif dan f(12) negatif, maka salah satu akar terletak diantara
11 dan 12. Nilai 5 dan 6 tidak dipilih karena tinggi tembok lebih dari 8 m (lihat gambar).

Iterasi x
n
x
n+1
x
r
f(x
n
) f(x
n+1
) f(x
r
) a %
1 11 12 11.66451 -2155 1088 -166.47 --
2 11.66451 12 11.70903 -166.47 1088 -9.95198 0.38%
3 11.70903 12 11.71167 -9.95198 1088 -0.58533 0.02%
4 11.71167 12 11.71182 -0.58533 1088 -0.03439 0.00%
5 11.71182 12 11.71183 -0.03439 1088 -0.00202 0.00%

Diperoleh y = 11.71183 m , sehingga lebar gang x = 16.2121m, dengan kesalahan relatif terhadap nilai
perkiraan 0.00%.
Metode Newton-Raphson
Metode ini paling banyak digunakan dalam mencari akar-akar persamaan, jika perkiraan awal dari akar
adalah x
i
, maka suatu garis singgung dapat dibuat dari titik (x
i
, f (x
i
)). Titik dari garis singgung tersebut
memotong sumbu-x, biasanya memberikan perkiraan yang lebih dekat dari nilai akar.
Pada Gambar 2.5, nampak bahwa turunan pertama pada x
i
adalah ekivalen dengan kemiringan, yaitu:
Gambar 2.5. Metode Newton Raphson
( )
( )
1 i i
i
i
x x
0 x f
x ' f
+


= atau
( )
( )
i
i
i 1 i
x ' f
x f
x x =
+
(2.5)
Contoh 5:
Carilah akar persamaan dari f(x) = x
3
x 1 dengan menggunakan metode newton-raphson. Dengan
perhitungan sebanyak 5 kali iterasi.
Penyelesaian:
Menentukan x
1
dan x
2
:
x
0 1 2 3
f(x)
-1 -1 5 23
13


Pilih x
1
= 1 karena f(1) negatif dan f(2) positif, maka salah satu akar terletak diantara 1 dan 2.

iterasi x
i
x
i+1
f(x
i
) f'(x
i
) a %
1 1 1.5 -1 2 --
2 1.5 1.294118 0.875 4.25 33.33%
3 1.294118 1.340565 -0.12681 2.730104 -15.91%
4 1.340565 1.318084 0.068584 3.050779 3.46%
5 1.318084 1.3278 -0.02812 2.893954 -1.71%

Diperoleh akar persamaan = 1.3278

Contoh 6:
Sebuah tangga yang panjangnya 20m bersandar saling berlawanan dengan tangga lain yang panjangnya
30 m pada sebuah gang (lihat gambar). Jika titik di mana tangga saling berpotongan berjarak 8 m di atas
tanah dan y
4
16.y
3
+ 500.y
2
8000.y + 32000 = 0 tentukan lebar gang tersebut (x =
2
y 400 )
dengan menggunakan metode newton-raphson.

Gambar 2.6. Tangga
Menentukan x
1
dan x
2
:
y 4 5 6 7 8 9 10 11 12
f(y) 7232 3125 -160 -2587 -4096 -4603 -4000 -2155 1088

Pilih x
1
= 11 karena f(11) positif dan f(12) negatif, maka salah satu akar terletak diantara 11 dan 12.
Nilai 5 dan 6 tidak dipilih karena tinggi tembok lebih dari 8 m (lihat gambar).

iterasi x
i
x
i+1
f(x
i
) f'(x
i
) a %
1 11 11.85652 -2155 2516 --
2 11.85652 11.7161 530.2016 3775.837 -1.20%
3 11.7161 11.71183 15.18174 3560.218 -0.04%
4 11.71183 11.71183 0.01384 3553.727 0.00%
Diperoleh y = 11.71183 m , sehingga lebar gang x = 16.2121m, dengan kesalahan relatif terhadap nilai
perkiraan 0.00%.
14

Metode Secant
Kekurangan metode Newton-Raphson adalah diperlukannya turunan pertama (diferensial) dari f (x)
dalam hitungan, mungkin sulit untuk mencari turunan dari persamaan yang diselesaikan, maka bentuk
diferensial didekati dengan nilai perkiraan berdasarkan diferensial beda hingga.

Gambar 2.7. Metode Secant

Nampak pada Gambar 2.7. , garis singgung di titik x
i
didekati oleh bentuk berikut:
( )
( ) ( )
1 i i
1 i i
i
x x
x f x f
x ' f

= (2.6)
Apabila disubstitusikan ke dalam persamaan 2.5. maka didapat:
( ) ( )
( ) ( )
1 i i
1 i i i
i 1 i
x f x f
x x x f
x x


= (2.7)
Pada metode ini pendekatan memerlukan dua nilai awal dari x, yang digunakan untuk memperkirakan
kemiringan dari fungsi.

Contoh 7:
Carilah akar persamaan dari f(x) = x
3
x 1 dengan menggunakan metode secant. Dengan perhitungan
sebanyak 5 kali iterasi.
Penyelesaian:
Menentukan x
1
dan x
2
:
x
0 1 2 3
f(x)
-1 -1 5 23

Pilih x
1
= 1 dan x
2
= 2 karena f(1) negatif dan f(2) positif, maka salah satu akar terletak diantara 1 dan 2.
Iterasi x
1
x
2
x
3
f(x
1
) f(x
2
) f(x
3
) a %
1 1.0000 2.0000 1.1667 -1.0000 5.0000 -0.5787 --
2 2.0000 1.1667 1.2531 5.0000 -0.5787 -0.2854 6.90%
3 1.1667 1.2531 1.3372 -0.5787 -0.2854 0.0539 6.29%
4 1.2531 1.3372 1.3239 -0.2854 0.0539 -0.0037 -1.01%
5 1.3372 1.3239 1.3247 0.0539 -0.0037 0.0000 0.06%

Diperoleh akar persamaan = 1.3247
15

Contoh 8:
Sebuah tangga yang panjangnya 20m bersandar saling berlawanan dengan tangga lain yang panjangnya
30 m pada sebuah gang (lihat gambar). Jika titik di mana tangga saling berpotongan berjarak 8 m di atas
tanah dan y
4
16.y
3
+ 500.y
2
8000.y + 32000 = 0 tentukan lebar gang tersebut (x =
2
y 400 )
dengan menggunakan metode secant.

Gambar 2.8. Tangga
Menentukan x
1
dan x
2
:
y 4 5 6 7 8 9 10 11 12
f(y) 7232 3125 -160 -2587 -4096 -4603 -4000 -2155 1088

Pilih x
1
= 11 dan x
2
= 12 karena f(11) positif dan f(12) negatif, maka salah satu akar terletak diantara 11
dan 12. Nilai 5 dan 6 tidak dipilih karena tinggi tembok lebih dari 8 m (lihat gambar).
Iterasi x
1
x
2
x
3
f(x
1
) f(x
2
) f(x
3
) a %
1 11.0000 12.0000 11.6645 -2155.0000 1088.0000 -166.4698 --
2 12.0000 11.6645 11.7090 1088.0000 -166.4698 -9.9520 0.38%
3 11.6645 11.7090 11.7119 -166.4698 -9.9520 0.1018 0.02%
4 11.7090 11.7119 11.7118 -9.9520 0.1018 -0.0001 0.00%

Diperoleh y = 11.7118 m , sehingga lebar gang x = 16.2121m, dengan kesalahan relatif terhadap nilai
perkiraan 0.00%.
Metode Iterasi
Metode ini menggunakan suatu persamaan untuk memperkirakan nilai akar persamaan. Persamaan
tersebut dikembangkan dari fungsi f (x) = 0, sehingga parameter x berada pada sisi kiri dari persamaan,
yaitu:
x = g(x) (2.8)
Transformasi ini dapat dilakukan dengan manipulasi aljabar atau dengan menambahkan parameter x
pada kedua sisi dari persamaan aslinya.
x
3
+ x
2
3x 3 = 0, dapat ditulis menjadi bentuk
3
3
2 3
+
=
x x
x
Persamaan (2.8) menunjukkan bahwa nilai x merupakan fungsi dari x, sehingga dengan memberi nilai
perkiraan awal dari akar x
i
dapat dihitung perkiraan baru x
i + 1
dengan rumus iteratif berikut:
16

x
i + 1
= g(x
i
) (2.9)
Besarnya kesalahan dihitung dengan rumus berikut:
% 100
x
x x
1 i
i 1 i
a

=
+
+


Contoh 9:
Hitung akar dari persamaan berikut ini, dengan metode iterasi.
f (x) = x
3
+ x
2
3x 3 = 0.

Penyelesaian:
Persamaan tersebut dapat ditulis dalam bentuk:
x
3
= x
2
+ 3x + 3 x = (x
2
+ 3x + 3)
1/3

Dalam bentuk persamaan (2.9), persamaan diatas menjadi:
x
i + 1
= (x
i
2
+ 3x
i
+ 3)
1/3

Apabila ditentukan perkiraan awal x
1
= 2, didapat:
x
2
= (x
1
2
+ 3x
1
+ 3)
1/3
= (2
2
+ 3(2) + 3)
1/3
= 1,70998.
Besar kesalahan:
% 100
2
1 2
a

=
x
x x
% 100
70998 , 1
2 70998 , 1

= = 16,96 %.
Selanjutnya, nilai x
2
= 1,70998 tersebut digunakan untuk menghitung nilai x
3
pada iterasi berikutnya,
sehingga:

x
3
= (x
2
2
+ 3x
2
+ 3)
1/3
= ((1,70998
2
) + 3(1,70998) + 3)
1/3
= 1,73313.
% 100
3
2 3
a

=
x
x x
% 100
73313 , 1
70998 , 1 73313 , 1

= = 1,34 %.
Hasil hitungan berdasarkan program komputer untuk metode iterasi ini sperti tabel berikut dengan hasil
diperoleh pada iterasi ke 5, yaitu x = 1.73205.
I x
i
x
i + 1

a
(%)
1 2.00000 1.70998 16.96
2 1.70998 1.73313 1.33622
3 1.73313 1.73199 0.06579
4 1.73199 1.73205 0.00340

Terlihat bahwa hasil hitungan pada iterasi yang lebih tinggi semakin dekat dengan akar persamaan yang
benar, dengan kata lain kesalahan yang terjadi semakin kecil. Penyelesaian persamaan seperti ini disebut
konvergen.
Persamaan x
3
+ x
2
3x 3 = 0, dapat pula diubah dalam bentuk berikut:
3
3 x x
x
2 3
+
=
17

Dalam bentuk iterasi persamaan diatas menjadi:
3
3 x x
x
2
i
3
i
1 i
+
=
+

Untuk perkiraan awal x
1
= 2, didapat:
3
3 x x
x
2
1
3
1
2
+
=
3
3 2 2
2 3
+
= = 3.
Besar kesalahan:
% 100
2
1 2
a

=
x
x x
% 100
3
2 3

= = 33,3333 %.
Hitungan dilanjutkan dengan program yang sama yaitu program metode iterasi, dengan menggantikan
bentuk fungsi yang diselesaikan, dan hasilnya diberikan pada tabel berikut.
I x
i

a
(%)
1 2.00000 -
2 3.00000 33.3333
3 11.00000 72.7273
4 483.00000 97.7226
5 37637290.0 99.9987

Nampak bahwa hasil hitungan pada iterasi yang lebih tinggi semakin menjauhi nilai akar persamaan
yang benar, keadaan hitungan seperti ini disebut divergen.
Mengenai konvergen dan divergen pada metode iterasi yaitu, persamaan (2.9) dapat ditulis menjadi satu
pasang persamaan yaitu y
1
= x dan y
2
= g (x). Kedua persamaan itu dapat digambarkan bersama-sama
dalam satu sistem koordinat, akar persamaan adalah sama dengan nilai absis dari titik potong antara
kedua kurva. Fungsi y
1
= x dan empat macam bentuk dari y
2
= g (x) nampak pada Gambar 2.9. Pada
keadaan pertama (Gambar 2.9a), perkiraan awal x
0
digunakan untuk menentukan titik pada kurva y
2

yaitu A. Panjang garis OA adalah g (x
0
). Garis y
1
= x membentuk sudut 45
0
terhadap kedua sumbu,
sehingga titik pada kedua garis tersebut mempunyai koordinat x dan y yang sama. Dari titik A bergerak
secara horisontal ke kanan sehingga memotong titik B. Absis dari titik B, yaitu (x
1
), adalah sama dengan
g (x
0
); atau (x
1
) = g (x
0
), dengan demikian nilai awal x
0
digunakan untuk mencari perkiraan berikutnya
yaitu x
1
.
Selanjutnya, dari titik x
1
bergerak vertikal sehingga memotong kurva y
2
= g (x), dan kemudian bergerak
horisontal ke kanan memotong kurva y
1
= x di suatu titik yang mempunyai absis x
2
. Demikian seterusnya
hingga akhirnya penyelesaian pada Gambar 2.9a. adalah konvergen, karena perkiraan x bergerak
mendekati perpotongan kedua kurva.
Keadaan yang sama terjadi pada Gambar 2.9b, sebaliknya pada Gambar 3.6c dan 3.6d, penyelesaian
iterasi semakin menjauhi nilai akar yang benar (divergen). Dari penjelasan Gambar 3.6, dapat
disimpulkan bahwa konvergensi akan terjadi apabila nilai absolut dari kemiringan y
2
= g (x) adalah lebih
kecil dari kemiringan y
1
= x, atau: g (x)< 1.

18

Gambar 2.9. Penjelasan konvergensi dan divergensi pada metode Iterasi

Latihan
1. Hitung salah satu akar persamaan -2,1 + 6,21.x 3,9.x
2
0,667.x
3
=0 sampai f(x
r
) < 0,05 dengan
menggunakan cara : metode setengah interval, metode interpolasi liner, metode newton raphson,
metode secant, metode iterasi
2. Pada bendungan Kedung Paras diperoleh hubungan antara tinggi muka air dan volume air yang
dapat masuk ke dalam pintu air bendungan mengikuti persamaan sebagai berikut :
V(h) = h
3
30.h
2
+ 100.h 30 =0
di mana : h = tinggi muka air h (m)
V = volume air dalam bendungan V (juta m
3
)
a. Tentukan salah satu akar nyata (h)
b. Hitunglah kesalahan relatif (a) pada iterasi ke 4
3. Hubungan antara volume air dalam bendungan V(m
3
) dan tinggi air terukur (m) mengikuti
persamaan V(h) = h
3
6.h
2
+ 11.h 6. Untuk menentukan ketinggian pintu air pengambilan
pada bendungan tersebut maka perlu dicari akar persamaan di atas dengan ketentuan :
a. Menggunakan metode Newton Raphson dengan pendekatan awal h=4m (minimal 4 iterasi)
b. Hitunglah a
4. Perpindahan sebuah struktur didefinisikan oleh persamaan berikut untuk sebuah osilasi redam.
y = 10.e
-kt
.cos t
di mana : k = 0,5
= 2
19

a. Gunakan metode setengah interval sampai dengan 5 kali iterasi untuk menentukan t (waktu)
yang diperlukan untuk pengurangan perpindahan menjadi 2 (y = 2) dengan waktu
pendekatan 2 dan 2,5.
b. Tentukan kesalahan relatif (a %) pada iterasi ke 5
5. Seorang ahli transportasi meneliti pertumbuhan populasi penduduk di daerah pedesaan yang
menurun terhadap waktu dengan persamaan :
Pu(t) = Pu
max
.e
-ku.t
+ Pu
min

Populasi daerah pinggiran bertambah menurut :
t . ks max
max
e . 1
Po
Ps
1
Ps
) t ( Ps

+
=
Tentukan waktu (t) bila populasi pedesaan dan pinggiran nilainya bersesuaian :
Pu
max
= 60.000 Ps
max
= 300.000
Ku = 0,04/th Po = 5000
Pu
min
= 120.000 ks = 0,06/th
6. Sebuah kanal terbuka berdimensi tetap dengan penampang persegi empat seluas A dengan
kondisi saluran seragam. Diketahui persamaan Manning :
3 / 1
3 / 2
S .
yn . 2 B
B . yn
n
B . yn
Q

+
=
Dengan : Q = debit air, yn = kedalaman normal, B = lebar kanal, n = koefisien kekasaran
gesekan material kanal, S =kemiringan kanal (slope).
Bila diketahui : Q = 14,15m
2
/dt , B = 4,572m, n = 0,017, S = 0,0015. Hitung kedalaman normal
kanal tersebut dengan menggunakan metode bagi 2 (setengah interfal/bisection) sampai 5 kali
iterasi.
7. Untuk mengihitung kedalaman pemancangan dinding turap baja menggunakan rumus :
Kp.D
3
K
A
(H+D)
3
= 0
Dengan : K
A
= koefisien tegangan aktif tanah = tg
2
(45 - /2)
K
P
= koefisien tegangan pasif tanah = tg
2
(45 + /2)
H = tinggi turap
D = kedalaman pemancangan
= sudut geser tanah
Bila diketahui H = 15m dan = 28 dengan menggunakan metode Neton Raphson hitung
kedalaman pemcangan dinding turap dengan nilai tebakan awal 20m.
3. Sistem Persamaan
Untuk menyelesaikan suatu sistem persamaan linier Ax = b, terdapat pilihan antara metode langsung
atau metode iterasi. Contoh dari metode langsung yaitu metode invers, eliminasi Gauss, dan dekomposisi
LU. Metode iterasi dimulai dari penentuan nilai awal vektor x sebagai suatu penyelesaian awal untuk x.
Terdapat beberapa metode iterasi seperti eliminasi Gauss, eliminasi Gauss-Jordan, iterasi Jacobi, iterasi
Gauss, iterasi Gauss-Seidel, dan iterasi Sapuan Ganda Choleski.
Bentuk umum sistem persamaan linier :

n n nn 2 2 n 1 1 n
2 n n 2 2 22 1 21
1 n n 1 2 12 1 11
b x a ... x a x a
b x a ... x a x a
b x a ... x a x a
= + + +
= + + +
= + + +
M
(3.1)
20

Dengan a konstanta koefisien pengali x, b adalah konstanta , n jumlah persamaan, x
1
, x
2
, x
3
, x
n
adalah
bilangan tidak diketahui.
Metode penyelesaian system persamaan dengan cara eliminasi Gauss dan Eliminasi Gauss-Jordan telah
dipelajari pada bab awal (matriks), maka pada sub bab ini hanya akan menjelaskan cara diluar cara
Eliminasi Gauss dan Eliminasi Gaus Jordan.
Iterasi Jacobi
Iterasi Jacobi menggunakan rumus rekursif untuk menghitung nilai pendekatan solusi persamaan. Proses
iterasi dilakukan sampai dicapai nilai konvergen dari toleransi kesalahan yang diberikan. Persamaan
untuk Metode iterasi Jacobi adalah sebagai berikut :
a
i1
x
1
+ a
i2
x
2
+ ... + a
ii
x
i
+ ... + a
in
x
n
= b
i
, dimana i = 1, 2, 3, ..., n. (3.2)
dapat diekspresikan sebagai
(3.3)
dapat diperoleh penyelesaian persamaan ke-i yaitu
(3.4)
Persamaan di atas dapat dinyatakan dalam bentuk lain (contoh untuk 3 persamaan) :

33
2 32 1 31 3
3
22
3 23 1 21 2
2
11
3 13 2 12 1
1
) (
) (
) (
a
x a x a b
x
a
x a x a b
x
a
x a x a b
x

=

=

=
(3.5)
Penyelesaian persamaan dimulai dengan nilai perkiraan awal sembarang untuk variabel yang dicari
(biasanya semua variabel diambil sama dengan nol). Nilai perkiraan awal disubstitusikan ke dalam ruas
kanan dari sistem persamaan (3.5). Selanjutnya nilai variabel yang didapat tersebut disubstitusikan ke
ruas kanan dari sistem (3.5) lagi untuk mendapatkan nilai perkiraan kedua. Prosedur tersebut diulangi
lagi sampai nilai setiap variabel pada iterasi ke n mendekati nilai pada iterasi ke n 1. Apabila indeks n
menunjukkan jumlah iterasi, maka persamaan (3.5) dapat ditulis menjadi:

33
1 n
2 32
1 n
1 31 3 n
3
22
1 n
3 23
1 n
1 21 2 n
2
11
1 n
3 13
1 n
2 12 1 n
1
) (
) (
) (
a
x a x a b
x
a
x a x a b
x
a
x a x a b
x




=

=

=
(3.6)
Iterasi hitungan berakhir setelah:
21

, ,
n
2
1 n
2
n
1
1 n
1
x x x x

dan ,
n
3
1 n
3
x x


atau telah dipenuhi kriteria berikut:

s
n
i
1 n
i
n
i
a
% 100 <

=

x
x x

dengan
s
adalah batasan ketelitian yang dikehendaki.

Contoh 1.
Selesaikan persamaan simultan di bawah ini, dengan kesalahan
a
< 1%
2x + y z = 6 ; 5x + 8y 4z = 22 ; x y + 4z = 9
Penyelesaian.
2x + y z = 6 menjadi :
2
z y 6
x
+
=
5x + 8y 4z = 22 menjadi :
8
z . 4 x 5. 2 2
y
+
=
x y + 4z = 9 menjadi :

4
y x 9
z
+
=

Hasil hitungan dalam tabel berikut.
Iterasi x y z a,x, % a, y,% a, x,%
1 0 0 0 -- -- --
2 3 2,75 2,25 100,00% 100,00% 100,00%
3 2,75 2 2,3125 -9,09% -37,50% 2,70%
4 3,15625 2,1875 2,4375 12,87% 8,57% 5,13%
5 3,125 1,996094 2,492188 -1,00% -9,59% 2,19%
6 3,248047 2,042969 2,532227 3,79% 2,29% 1,58%
7 3,244629 1,986084 2,55127 -0,11% -2,86% 0,75%
8 3,282593 1,997742 2,564636 1,16% 0,58% 0,52%
9 3,283447 1,980698 2,571213 0,03% -0,86% 0,26%
Dengan tingkat ketelitian sebesar 1%, maka hasil hitungan adalah x

= 3,283447; y = 1,980698 ; z =
2,571213.
Iterasi Gauss-Seidel
Di dalam metode iterasi Jacobi, nilai x
1
yang dihitung dari persamaan pertama tidak digunakan untuk
menghitung nilai x
2
dengan persamaan kedua. Demikian juga nilai x
2
tidak digunakan untuk mencari x
3
,
sehingga nilai-nilai tersebut tidak dimanfaatkan. Sebenarnya nilai-nilai baru tersebut lebih baik dari
nilai-nilai yang lama. Di dalam metode Gauss-Seidel nilai-nilai tersebut dimanfaatkan untuk menghitung
variabel berikutnya.
Seperti dalam metode Jacobi sistem persamaan (3.6) diubah menjadi sistem persamaan (3.7). Kemudian
ke dalam persamaan pertama dari sistem, disubstitusikan nilai sembarang
0
3
0
2
, x x (biasanya diambil nol ),
sehingga:
22


11
0
3 13
0
2 12 1 1
1
) (
a
x a x a b
x

= (3.7a)
Nilai baru dari
1
1
x tersebut kemudian disubstitusikan ke dalam persamaan kedua dari sistem (2.23),
sehingga:

22
0
3 23
1
1 21 2 1
2
) (
a
x a x a b
x

= (3.7b)
Demikian juga ke dalam persamaan ketiga dari sistem (2.23) disubstitusikan nilai baru
1
1
x dan
1
2
x ,
sehingga didapat:

33
1
2 32
1
1 31 3 1
3
) (
a
x a x a b
x

= (3.7c)
Dengan cara seperti ini nilai x
1,
x
2
, x
3
akan diperoleh lebih cepat dari pada metode Jacobi.

Contoh 2
Selesaikan persamaan simultan di bawah ini, dengan kesalahan
a
< 1%
2x + y z = 6 ; 5x + 8y 4z = 22 ; x y + 4z = 9
Penyelesaian.
2x + y z = 6 menjadi :
2
z y 6
x
+
=
5x + 8y 4z = 22 menjadi :
8
z . 4 x 5. 2 2
y
+
=
x y + 4z = 9 menjadi :

4
y x 9
z
+
=

Hasil hitungan dalam tabel berikut.
iterasi x y z a,x, % a, y,% a, x,%
1 0 0 0 -- -- --
2 3 0,875 2,78125 100,00% 100,00% 100,00%
3 3,953125 1,669922 2,820801 24,11% 47,60% 1,40%
4 3,575439 1,925751 2,662422 -10,56% 13,28% -5,95%
5 3,368336 1,976001 2,598084 -6,15% 2,54% -2,48%
6 3,311041 1,979641 2,58285 -1,73% 0,18% -0,59%
7 3,301604 1,977922 2,580921 -0,29% -0,09% -0,07%

Matriks Tridiagonal (Metode Sapuan Ganda Choleski)
Matriks tridiagonal/metode sapuan ganda choleski disebut juga metode penyelesaian langsung, karena
pemakaiannya mudah dan matriks tridiagonal banyak dijumpai dalam berbagai permasalahan terutama
dalam penyelesaian persamaan diferensial order dua. Metode ini digunakan untuk menyelesaiakan
permasalahan sistem persamaan yang berbentuk matriks tridiagonal (matriks pita dengan 3 diagonal
utama).
23

Bentuk umum matriks tridiagonal :

n n n 1 n n
i 1 i i i i 1 i i
3 4 3 3 3 2 3
2 3 2 2 2 1 2
1 2 1 1 1
d x b x a
d x c x b x a
d x c x b x a
d x c x b x a
d x c x b
= +
=
=
= + +
=
= + +
= + +
= +

+
(3.8)
Baris pertama pada persamaan (3.8) dimungkinkan untuk ditulis x
1
sebagai fungsi dengan bilangan tak
diketahui x
2
dalam bentuk:
x
1
=
1
1
b
c
x
2
+
1
1
b
d
atau x
1
= P
1
x
2
+ Q
1
(3.9)
dengan P
1
=
1
1
b
c
dan Q
1
=
1
1
b
d
, bila nilai x
1
disubstitusikan ke dalam baris kedua persamaan (3.8),
maka didapat:

a
2
(
1
1
b
c
x
2
+
1
1
b
d
) + b
2
x
2
+ c
2
x
3
= d
2
atau (
1
1 2
b
c a
+ b
2
) x
2
= c
2
x
3
+ (d
2
a
2
1
1
b
d
) (3.10)
dapat pula ditulis sebagai: x
2
= P
2
x
3
+ Q
2

dengan P
2
=

+
2
1
1 2
2
b
b
c a
c
dan Q
2
=

2
1
1 2
1
1
2 2
b
b
c a
b
d
a d
, persamaan ini menunjukkan bahwa x
2

merupakan fungsi dari x
3
, langkah seperti tadi dapat diulangi lagi untuk semua baris pada persamaan
berikutnya. Dengan demikian setiap bilangan tak diketahui dapat dinyatakan sebagai bilangan tak
diketahui berikutnya.
Misalnya telah diperoleh persamaan sebagai berikut:
x
i 1
= P
i 1
x
i
+ Q
i 1
(3.11)
Apabila nilai x
i 1
disubstitusikan ke dalam baris ke i dari sistem persamaan (3.8), maka:
a
i
(P
i 1
x
i
+ Q
i 1
) + b
i
x
i
+ c
i
x
i + 1
= d
i
(a
i
P
i 1
+ b
i
) x
i
+ c
i
x
i + 1
= d
i
(a
i
Q
i 1
)
x
i
=
1 i
i 1 i i
i
) (
+

+
x
b P a
c
+
) (
i 1 i i
1 i i i
b P a
Q a d
+

(3.12)

24

Persamaan tersebut diatas dapat ditulis dalam bentuk:
x
i
= P
i
x
i + 1
+ Q
i
(3.12a)
dengan: P
i
=
) (
i 1 i i
i
b P a
c
+

dan (3.12b)
Q
i
=
) (
i 1 i i
1 i i i
b P a
Q a d
+

(3.12c)
Untuk i = 1, maka persamaan (3.12a), menjadi:
x
1
= P
1
x
2
+ Q
1
(3.13a)
dengan: P
1
=
) (
1 0 1
1
b P a
c
+
dan (3.13b)
Q
1
=
) (
1 0 1
0 1 1
b P a
Q a d
+

(3.13c)
Perbandingan persamaan menunjukkan bahwa:
P
0
= 0 dan Q
0
= 0 (3.13d)
Persamaan (3.12b) dan (3.12c), memungkinkan untuk menghitung koefisien P
i
serta Q
i
dari nilai i = 1
sampai i = n, langkah ini merupakan sapuan pertama. Setelah sampai titik ke n hitungan dilakukan dalam
arah kebalikannya, yaitu dari n ke 1, untuk menghitung bilangan tak diketahui x
i
.
Untuk itu persamaan terakhir dari sistem persamaan (3.8) ditulis dalam bentuk:
a
n
x
n 1
+ b
n
x
n
= d
n
(3.14)
Pada sistem persamaan (3.13a), apabila i = n 1, maka:
x
n 1
= P
n 1
x
n
+ Q
n 1
(3.15)
Substitusi dari persamaan (3.15) ke dalam persamaan (3.14), akan memberikan:
a
n
(P
n 1
x
n
+ Q
n 1
) + b
n
x
n
= d
n
(a
n
P
n 1
+ b
n
) x
n
= d
n
a
n
Q
n 1

x
n
=
) (
n 1 n n
1 n n n
b P a
Q a d
+

(3.16)

Sesuai dengan persamaan (3.13a), maka: x
n
= Q
n.

Nilai x
n
dapat diperoleh, berdasarkan nilai x
n
yang didapat maka nilai x
n 1
dapat dihitung pula dengan
persamaan sebagai berikut: x
n 1
= P
n 1
x
n
+ Q
n 1.

Dari nilai x
n 1
kemudian dihitung nilai x
n 2,
x
n 3,
dan seterusnya hingga ke nilai x
1.
Contoh 3
25

Selesaikan sistem persamaan berikut ini dengan menggunakan metode sapuan ganda.
13 x 3 x 2
7 x x 2 x 6
10 x 3 x x
7 x x 2
4 3
4 3 2
3 2 1
2 1
=
= +
= +
= +

Penyelesaian:
Sistem persamaan diatas dapat ditulis dalam bentuk matriks tridiagonal, yang penyelesaiannya dapat
dilakukan dengan menggunakan persamaan berikut:

x
i
= P
i
x
i + 1
+ Q
i

dengan: P
i
=
) (
i 1 i i
i
b P a
c
+

dan Q
i
=
) (
i 1 i i
1 i i i
b P a
Q a d
+


Skema penyelesaian sistem persamaan dengan metode sapuan ganda sebagai berikut:






Langkah pertama dihitung nilai P
i
dan Q
i
(i = 1, 2, 3, 4) dari kiri ke kanan. Setelah sampai ke titik i = n =
4, dihitung nilai x
n
= Q
n
. Berdasarkan nilai x
n
tersebut, kemudian hitungan dilanjutkan dari kanan ke kiri
untuk mendapatkan nilai x
i
(i = 4, 3, 2, 1).
a) Menghitung koefisien P
i
dan Q
i
(i = 1, 2, 3, 4)
Untuk i = 1, P
0
= 0 dan Q
0
= 0.
P
1
=
( )
1 0 1
1
b P a
c
+
=
1
1
b
c
=
2
1
= 0,5.
Q
1
=
( )
1 0 1
0 1 1
b P a
Q a d
+

=
( ) 2 0
0 7
+

=
2
7
= 3,5.
Untuk i = 2, P
1
= 0,5 dan Q
1
= 3,5.
P
2
=
( )
2 1 2
2
b P a
c
+
=
( ) ( ) 1 5 , 0 1
3
+

= 6.
Q
2
=
( )
2 1 2
1 2 2
b P a
Q a d
+

=
( ) 1 ) 5 , 0 ( 1
) 5 , 3 ( 1 ) 10 (
+

=
5 , 0
5 , 13
= 27.
Untuk i = 3, P
2
= 6 dan Q
2
= 27.

x
1

i = 4
i = 3 i = 2 i = 1
P
4
, Q
4
P
3
, Q
3
P
2
, Q
2
P
1
, Q
1

P
i
, Q
i
(i = 1,2,3,4)
x
2
x
3

x
4

x
i
(i = 4,3,2,1)
26

P
3
=
( )
3 2 3
3
b P a
c
+
=
( ) ( ) 2 6 6
1
+
=
34
1
= 0,02941.
Q
3
=
( )
3 2 3
2 3 3
b P a
Q a d
+

=
( ) ) 2 ( ) 6 ( 6
)) 27 ( 6 ( 7
+

=
34
169
= 4,97059.
Untuk i = n = 4, P
n
= 0 dan Q
n
=
) (
n 1 n n
1 n n n
b P a
Q a d
+

, maka:
x
4
= Q
4
=
( )
4 3 4
3 4 4
b P a
Q a d
+

=
( ) ) 3 ( ) 02941 , 0 ( 2
)) 97059 , 4 ( 2 ( 13
+

=
05882 , 3
05882 , 3

= 1,00.
Setelah nilai P
i
dan Q
i
(i = 1, 2, 3, 4) didapat, lalu dihitung nilai x
i
(i = 4, 3, 2, 1).

b) Menghitung x
i
(i = 4, 3, 2, 1)
Variabel x
i
(i = 4, 3, 2, 1) x
i
= P
i
x
i + 1
+ Q
i
Untuk i = 4, maka x
4
= Q
4
= 1,00.
Untuk i = 3, maka x
3
= P
3
x
4
+ Q
3
= (0,02941(1,00)) + 4,97059 = 5,00.
Untuk i = 2, maka x
2
= P
2
x
3
+ Q
2
= (6(5,00)) + (27) = 3,00.
Untuk i = 1, maka x
1
= P
1
x
2
+ Q
1
= (0,5(3,00)) + 3,5 = 2,00.
Dengan demikian hasil yang diperoleh adalah : x
1
= 2,00; x
2
= 3,00; x
3
= 5,00; x
4
= 1,00.
Untuk mengetahui benar atau tidaknya hasil yang diperoleh, maka nilai-nilai tersebut dimasukkan ke
dalam persamaan yang telah diselesaikan.
2 (2,00) + 3,00 = 7
2,00 + 3,00 3 (5,00) = 10
6 (3,00) 2 (5,00) + (1,00) = 7
2 (5,00) 3 (1,00) = 13
4. Analisis Regresi
Dalam analisis data sering dilakukan pembuatan suatu kurva yang dapat mewakili suatu rangkaian data
yang diberikan dalam suatu sistem koordinat x-y. Data tersebut dapat berupa hasil percobaan di
laboratorium atau pengamatan di lapangan. Karena adanya kesalahan-kesalahan atau ketidakpastian
dalam pengujian, pengukuran atau variasi perubahan data dari waktu ke waktu, maka titik-titik data
tersebar dalam koordinat x-y.
27

Dalam analisis regresi akan dibuat kurva atau fungsi berdasarkan sebaran titik data. Kurva yang
terbentuk diharapkan dapat mewakili titik-titik data tersebut. Seringkali, setelah kurva terbentuk,
dilakukan pula ekstrapolasi untuk mendapatkan nilai y yang berkaitan dengan nilai x yang berada di luar
rangkaian data yang ada.
Gambar 4.1. Plot data pengukuran
Gambar 4.1, adalah penyebaran titik-titik data hasil dari suatu percobaan pada sistem koordinat x-y.
Penetapan bentuk kurva, apakah linier (garis lurus) atau lengkung (logaritmik atau berpangkat),
tergantung dari kecenderungan (trend) dari penyebaran titik data. Seringkali dijumpai adanya beberapa
data yang mempunyai kesalahan sangat besar seperti titik A dan titik B pada Gambar 4.1. Pembuatan
kurva dengan menggunakan titik A dan B pada gambar akan menghasilkan nilai yang juga mempunyai
kesalahan, oleh karena itu data A dan B dapat dihilangkan.
Metode Kuadrat Terkecil
Gambar 4.2, adalah hasil plotting data pengukuran/percobaan. Selanjutnya dicari suatu kurva g (x) yang
dapat mewakili titik percobaan tersebut. Untuk mendapatkan kurva yang mewakili titik-titik tersebut
digunakan metode yaitu dengan membuat kurva yang meminimumkan perbedaan (selisih) antara titik-
titik data dan kurva yaitu dengan regresi kuadrat terkecil.


Gambar 4.2. Kurva mewakili titik-titik data

28

Teknik tersebut dilakukan dengan prosedur berikut ini:
1) Titik-titik percobaan digambar pada suatu sistem koordinat. Dari gambar sebaran titik data tersebut
dapat diketahui trend (pola) secara umum dari kumpulan titik data, sehingga dapat ditentukan
apakah kurva yang mewakili berupa garis lurus (linier) atau lengkung.
2) Dipilih suatu fungsi g (x) yang dianggap bisa mewakili f (x) yang mempunyai bentuk umum berikut
ini:
g (x) = a
0
+ a
1
x + a
2
x
2
+ + a
n
x
n
(4.1)
Fungsi tersebut tergantung pada parameter a
0
, a
1
, , a
n
.
3) Ditentukan parameter a
0
, a
1
, , a
n
sedemikian rupa sehingga g (x
i
; a
0
, a
1
, , a
n
) melalui sedekat
mungkin titik-titik data. Bentuk g (x
i
; a
0
, a
1
, , a
n
) mempunyai arti fungsi g (x
i
) dengan parameter
a
0
, a
1
, , a
n.

4) Apabila koordinat dari titik-titik percobaan adalah M (x
i
, y
i
), dengan nilai i = 1, 2, , n maka selisih
ordinat antara titik-titik tersebut dengan fungsi g (x
i
; a
0
, a
1
, , a
n
) adalah:
E
i
= M
i
G
i
= y
i
g (x
i
; a
0
, a
1
, , a
n
)
= y
i
(a
0
+ a
1
x
i
+ a
2
x
i
2
+ a
3
x
i
3
+ + a
n
x
i
n
)
5) Dipilih suatu fungsi g (x) yang mempunyai kesalahan E
i
terkecil. Dalam metode ini jumlah kuadrat
dari kesalahan adalah terkecil.
= =
= =
n
1 i
n
1 i
2
i i
2
i
2
)} ( { x g y E D (4.2)
6) Dicari parameter a
0
, a
1
, , a
n
sedemikian sehingga D
2
adalah minimum. Nilai D
2
akan minimum
apabila turunan pertamanya terhadap a
0
, a
1
, , a
n
adalah nol, sehingga:
0
0
2
=

a
D

0
1
2
=

a
D

M (4.3)
0
r
2
=

a
D

7) Penyelesaian dari persamaan (4.3) akan memberikan hasil parameter a
0
, a
1
, , a
n.
Dengan demikian
persamaan kurva terbaik yang mewakili titik-titik data telah diperoleh.
Metode Kuadrat Terkecil Untuk Kurva Linear
Bentuk paling sederhana dari regresi kuadrat terkecil adalah apabila kurva yang mewakili titik-titik data
merupakan garis lurus, maka persamaannya adalah:
g (x) = a + bx (4.4)
Jumlah kuadrat dari kesalahan dihitung dengan persamaan (4.2):
= =
= =
n
1 i
n
1 i
2
i i
2
i
2
} { x b a y E D (4.5)
29

Agar nilai D
2
adalah minimum, maka persamaan (4.5) diturunkan terhadap parameter a dan b, kemudian
disama-dengankan nol.
Turunan pertama terhadap parameter a adalah:
0
2
=

a
D

=

=
n
1 i
2
i i
0 ) ( x b a y
a

=
=
n
1 i
i i
0 ) ( 2 x b a y
= 0
i i
x b a y (4.6)
Turunan pertama terhadap parameter b adalah:
0
2
=

b
D

=

=
n
1 i
2
i i
0 ) ( x b a y
b

=
=
n
1 i
i i i
0 ] ) ( [ 2 x x b a y
= 0
2
i i i i
x b x a x y (4.7)
Penjumlahan masing-masing suku persamaan (4.6) dan (4.7) adalah dari 1 hingga n.
Persamaan (4.6) dan (4.7) dapat ditulis dalam bentuk:

i i
y b x a n = + (4.8)

i i
2
i i
y x b x a x = + (4.9)
dengan a = n a
Selanjutnya persamaan (4.8) dapat ditulis menjadi:
n a = y
i
x
i
b
a = ) (
1
i i
b x y
n
(4.10)
a = b x
n
y
n
i i

1

1


atau
a = x b y (4.11)
Interpolasi persamaan (4.10) ke dalam persamaan (4.9),
30


i i
2
i i i i
) (
1
y x b x b x y
n
x = +

i i
2
i
2
i i i
) ( y x n b x n b x y x = +
=
i i i i
2
i
2
i
] ) ( [ y x y x n x x n b
atau



=
2
i
2
i
i i i i
) ( x x n
y x y x n
b (4.12)
Dengan menggunakan persamaan (4.11) dan persamaan (4.12) untuk menghitung koefisien a dan b,
maka fungsi g (x) dapat dicari.
Persamaan garis lain, selain persamaan (4.4) memberikan jumlah kuadrat kesalahan yang lebih besar,
namun persamaan (4.4) adalah perkiraan terbaik dari data. Untuk mengetahui derajat kesesuaian dari
persamaan yang didapat, dihitung nilai koefisien korelasi yang berbentuk:

2
t
2 2
t
D
D D
r

= (4.13)
dengan r adalah koefisien korelasi, sedang D
2
dan D
t
2
diberikan oleh bentuk:

2
n
1 i
i
2
t
) ( =
=
y y D
=
=
n
1 i
2
1 0 i
2
) ( x a a y D
Nilai r bervariasi antara 0 dan 1, untuk perkiraan yang sempurna nilai r = 1, bila r = 0 perkiraan suatu
fungsi sangat jelek. Koefisien korelasi ini juga dapat digunakan untuk memilih suatu persamaan dari
beberapa alternatif yang ada, terutama di dalam regresi garis tidak lurus. Kurva lengkung dapat didekati
dengan beberapa tipe persamaan, misalnya bentuk y = a

x
b
; y = a e
b
; y = a
0
+ a
1
x + a
2
x
2
, atau
persamaan lain. Dari beberapa alternatif tersebut dipilih persamaan yang mempunyai nilai koefisien
korelasi terbesar (paling mendekati 1).

Contoh 1.
Tentukan persamaan garis yang mewakili data berikut.
X 4 6 8 10 14 16 20 22 24 28
Y 30 18 22 28 14 22 16 8 20 8
Penyelesaian
Penggambaran titik-titik data pada sistem koordinat x-y diberikan dalam Gambar 5.3, yang dapat
diwakili oleh garis lurus. Penyelesaian dilakukan dengan menggunakan Tabel 5.1.
31


Gambar 4.3. Sebaran titik-titik data pada sistem koordinat
no x y xy x
2
g(x) Dt
2
D
2

1 4 30 120 16 25,9573 129,96 16,34342
2 6 18 108 36 24,6435 0,36 44,13609
3 8 22 176 64 23,3297 11,56 1,768102
4 10 28 280 100 22,0159 88,36 35,80945
5 14 14 196 196 19,3883 21,16 29,03378
6 16 22 352 256 18,0745 11,56 15,40955
7 20 16 320 400 15,4469 6,76 0,30592
8 22 8 176 484 14,1331 112,36 37,61492
9 24 20 480 576 12,8193 1,96 51,56245
10 28 8 224 784 10,1917 112,36 4,803549
152 186 2432 2912 496,4 236,7872

Nilai rerata dari x dan y adalah:
2 , 15
10
152
= =

=
n
x
x dan 6 , 18
10
186
= =

=
n
y
y
Persamaan garis yang mewakili titik-titik data adalah: y = a + bx
dengan:

2
i
2
i
i i i i
) ( ) (

x x n
y x y x n
b

=
6569 , 0
6016
3952
) 152 ( ) 2912 10 (
) 186 152 ( ) 2432 10 (
2
= =


=
5849 , 28 ) 2 , 15 6569 , 0 ( 6 , 18 = = = x b y a
Jadi persamaan garis adalah: x y 6569 , 0 5849 , 28 =
Dengan derajad kesesuaian :
723 , 0
4 , 496
78 , 235 4 , 496
D
D D
r
2
t
2 2
t
=

=

Hasil perhitungan derajad kesesuaian menunjukkan hasil yang kurang baik, nilai terlalu jauh dari angka
1.
Regresi Polinomial
Untuk kurva lengkung persamaannya dapat diturunkan dengan melakukan transformasi data asli ke
bentuk lain yang sesuai. Selain dengan menggunakan regresi polinomial. Penurunan persamaan
dilakukan dengan menggunakan metode kuadrat terkecil.
Persamaan polinomial order r mempunyai bentuk:
32

y = a
0
+ a
1
x + a
2
x
2
+ + a
r
x
r
(4.14)
Jumlah kuadrat dari kesalahan adalah:
+ + + + =
=
n
1 i
2 r
i r
2
i 2 i 1 0 i
2
)) ... ( ( x a x a x a a y D (4.15)
Persamaan diatas diturunkan terhadap tiap koefisien dari polinomial dan kemudian disamadengankan
nol, sehingga diperoleh:

= + + + + =

=
n
1 i
r
i r
2
i 2 i 1 0 i
0
2
0 )) ... ( ( 2 x a x a x a a y
a
D

= + + + + =

=
n
1 i
r
i r
2
i 2 i 1 0 i i
1
2
0 )) ... ( ( 2 x a x a x a a y x
a
D

= + + + + =

=
n
1 i
r
i r
2
i 2 i 1 0 i
2
i
2
2
0 )) ... ( ( 2 x a x a x a a y x
a
D

M (4.16)
= + + + + =

=
n
1 i
r
i r
2
i 2 i 1 0 i
r
i
r
2
0 )) ... ( ( 2 x a x a x a a y x
a
D

Persamaan (5.18) dapat ditulis dalam bentuk:

+ + +
+
+
r r
i
2 r
i
1 r
i
r
i
2 r
i
4
i
3
i
2
i
1 r
i
3
i
2
i i
r
i
2
i i




x x x x
x x x x
x x x x
x x x n
L
M M M M
L
L
L

r
2
1
0
a
a
a
a
M
=

i
r
i
i
2
i
i i
i

y x
y x
y x
y
M
(4.17)
Dengan semua penjumlahan adalah dari i = 1 sampai n. Dari r + 1 persamaan tersebut akan dicari
bilangan tak diketahui a
0
, a
1
, a
2
, , a
r
dengan metode yang telah dibicarakan dalam pembahasan sistem
persamaan linier. Koefisien matriks dari persamaan tersebut biasanya sangat padat (sangat sedikit
koefisien nol) dan masing-masing koefisien sangat berbeda. Namun demikian biasanya nilai r adalah
kecil sehingga sistem persamaan tersebut masih mudah diselesaikan.
Contoh 2
Cari persamaan kurva polinomial order dua yang mewakili data berikut:
x
i
0 1 2 3 4 5
y
i
2,1 7,7 13,6 27,2 40,9 61,1

Penyelesaian:
Persamaan polinomial dari order 2 mempunyai bentuk:
g (x) = a
0
+ a
1
x + a
2
x
2

E
i
= y
i
g (x)
33

E
i
2
= ( y
i
a
0
a
1
x a
2
x
2
)
2

D
2
= E
i
2

Untuk polinomial order dua, diferensial dari D
2
terhadap tiap koefisien dari polinomial dan
kemudian disama-dengankan nol menghasilkan bentuk:

4
i
3
i
2
i
3
i
2
i i
2
i i



x x x
x x x
x x n

2
1
0
a
a
a
=

i
2
i
i i
i

y x
y x
y

Tabel hitungan regresi polinomial.
No x
i
y
i
x
i
2
x
i
3
x
i
4
x
i
y
i
x
i
2
y
i

1
2
3
4
5
6
0
1
2
3
4
5
2,1
7,7
13,6
27,2
40,9
61,1
0
1
4
9
16
25
0
1
8
27
64
125
0
1
16
81
256
625
0
7,7
27,2
81,6
163,6
305,5
0
7,7
54,4
244,8
654,4
1527,5
15 152,6 55 225 979 585,6 2488,8

Dengan melakukan hitungan dalam tabel, maka diperoleh sistem persamaan:
6 a
0
+ 15 a
1
+ 55 a
2
= 152,6
15 a
0
+ 55 a
1
+ 225 a
2
= 585,6
55 a
0
+ 225 a
1
+ 979 a
2
= 2488,8
Dengan menggunakan sistem persamaan linier, maka penyelesaian dari persamaan diatas adalah
a
2
= 1,860714; a
1
= 2,359286; dan a
0
= 2,478571.
Dengan demikian persamaan kurva adalah:
y = 2,478571 + 2,359286 x + 1,860714 x
2

Linierisasi Kurva Tidak Linier
Dalam praktek sering dijumpai bahwa sebaran titik-titik pada sistem koordinat mempunyai
kecenderungan (trend) yang berupa kurva lengkung (gambar 4.4), sehingga persamaan kurva linier
tidak bisa digunakan. Agar persamaan regresi linier dapat digunakan untuk mempresentasikan kurva
lengkung, maka perlu dilakukan transformasi koordinat sedemikian rupa sehingga sebaran titik data
bisa dipresentasikan dalam kurva linier.
Berikut ini diberikan dua fungsi transformasi data yang bisa digunakan, yaitu fungsi eksponensial
dan fungsi berpangkat.

1) Persamaan berpangkat
Persamaan berpangkat diberikan oleh bentuk berikut ini.

2
b
2
x a y = (4.18)
34

dengan a
2
dan b
2
adalah koefisien konstan.

Gambar 4.4. Titik data didekati dengan garis lurus dan lengkung
Persamaan tersebut dapat dilinier-kan dengan menggunakan fungsi logaritmik sehingga didapat:
log y = b
2
log x + log a
2
(4.19)
yang merupakan hubungan log-log antara log y dan log x. Persamaan tersebut mempunyai
bentuk garis lurus dengan kemiringan b
2
dan memotong sumbu log y pada log a
2
. Gambar 4.4,
menunjukkan transformasi dari fungsi asli menjadi fungsi logaritmik.
2) Fungsi exponensial
Contoh lain dari kurva tak linier adalah fungsi eksponensial seperti diberikan oleh bentuk
berikut:

x b
1
1
e a y = (4.20)
dengan a
1
dan b
1
adalah konstanta.
Persamaan tersebut dapat dilinier-kan dengan menggunakan logaritma natural sehingga menjadi:

ln y = ln a
1
+ b
1
x ln e
Karena ln e = 1, maka:
ln y = ln a
1
+ b
1
x (4.21)
Persamaan (4.21) merupakan hubungan semi logaritmik antara ln y dan x. Persamaan tersebut
mempunyai bentuk garis lurus dengan kemiringan b
1
dan memotong sumbu ln y pada ln a
1
.
Gambar 4.5, menunjukkan transformasi dari fungsi asli menjadi fungsi logaritmik.

Gambar 4.5. Transformasi fungsi logaritma
35


Gambar 4.6. Transformasi fungsi eksponensial

Contoh 3
Tentukan persamaan kurva lengkung yang mewakili data berikut ini.
x 1 2 3 4 5
y 0,5 1,7 3,4 5,7 8,4

Penyelesaian:
Gambar 4.7, menunjukkan sebaran titik data pada sistem koordinat x-y, untuk mencari kurva
dengan menggunakan dua bentuk transformasi, yaitu transformasi log dan ln.


Gambar 4.7. Sebaran data dan kurva lengkung
a). Transformasi log
Misalkan persamaan kurva yang dicari adalah:
y = a x
b

Transformasi dengan menggunakan fungsi log, sehingga:
log y = log a x
b
log y = log a + b log x
Dilakukan transformasi berikut:
p = log y B = b
A = log a q = log x
Sehingga persamaan diatas dapat ditulis dalam bentuk:
36

p = A + B q
Hitungan dilakukan dengan menggunakan di bawah ini, dari hitungan dalam Tabel tersebut
didapat beberapa parameter berikut ini.

4158 , 0
5
0791 , 2 log
i
= = =
n
x
q
42822 , 0
5
1411 , 2 log
i
= = =
n
y
p
Tabel Hitungan regresi linier dengan transformasi log
No x
i
y
i
q
i
= log x
i
p
i
= log y
i
q
i
p
i
q
i
2

1
2
3
4
5
1
2
3
4
5
0,5
1,7
3,4
5,7
8,4
0
0,3010
0,4771
0,6020
0,6990
-0,3010
0,2304
0,5315
0,7559
0,9243
0
0,0693
0,2536
0,4550
0,6461
0
0,0906
0,2276
0,3624
0,4886
15 19,7 2,0791 2,1411 1,4240 1,1692

Koefisien A dan B dihitung dengan persamaan (5.11) dan (5.12).

2
i
2
i
i i i i
) (

q q n
p q p q n
B

=
7517 , 1
5233 , 1
6684 , 2
) 0791 , 2 0791 , 2 ( ) 1692 , 1 5 (
) 1411 , 2 )( 0791 , 2 ( ) 4240 , 1 ( 5
= =


=
Setelah nilai B didapat kemudian dicari nilai A:
3001 , 0 ) 4158 , 0 7517 , 1 ( 42822 , 0 = = = q B p A
Dengan demikian persamaan transformasi adalah:
q p 7517 , 1 3001 , 0 + =
Mengingat:
A = log a 0,3001 = log a a = 0,5011
B = b b = 1,7517
maka persamaan yang dicari adalah:
y = 0,5011 x
1,7517

b). Transformasi In
37

Misalkan persamaan kurva mempunyai bentuk:
y = a e
bx
Transformasi dengan menggunakan fungsi ln, sehingga persamaan diatas menjadi:

ln y = ln a e
bx
= ln a + ln e
bx

ln y = ln a + bx
Dilakukan transformasi berikut:
p = ln y A = ln a
q = x B = b
Sehingga persamaan diatas dapat ditulis dalam bentuk:
p = A + B q
Hitungan dilakukan dengan menggunakan Tabel 5.3.
Dari hitungan Tabel 5.3, didapat beberapa parameter berikut ini:

3
5
15
i
= = =
n
q
q
986 , 0
5
93 , 4
i
= = =
n
p
p
Tabel Hitungan regresi linier dengan trasnformasi ln
No x
i
= q
i
y
i
q
i
2
= x
i
2
p
i
= ln y
i
q
i
p
i

1
2
3
4
5
1
2
3
4
5
0,5
1,7
3,4
5,7
8,4
1
4
9
16
25
-0,6931
0,5306
1,2238
1,7405
2,1282
-0,6931
1,0612
3,6714
6,962
10,641
15 19,7 55 4,93 21,6425

Koefisien A dan B dihitung dengan persamaan :

2
i
2
i
i i i i
) ( ) (

q q n
p q p q n
B

=
68525 , 0
50
2625 , 34
) 15 ( ) 55 5 (
) 93 , 4 15 ( ) 6425 , 21 5 (
2
= =


=
Setelah nilai B didapat kemudian dicari nilai A, yaitu:
38

06975 , 1 ) 0 , 3 68525 , 0 ( 986 , 0 = = = q B p A
Dengan demikian persamaan transformasi adalah:
P = 1,06975 + 0,68525 q
Mengingat:
A = ln a 1,06975 = ln a a = 0,3431
B = b b = 0,68525
Maka persamaan yang dicari adalah:
y = 0,3431 e
0,68525x

Latihan
1. Data hasil produksi batako adalah sebagai berikut :
Tahun ke 1 2 3 4 5
Produksi (m
3
) 25 50 67 88 102
a. Buatlah persamaan hubungan antara tahun dan jumlah produksi batako dalam bentuk persamaan
kurva linier.
b. Hitunglah nilai korelasinya (r).

2. Suatu penelitian mengenai hubungan kuat desak beton dan kuat geser balok menghasilkan data
sebagai berikut :
Kuat desak beton (MPa) 13 17 22 25 27
Kuat geser balok (kN) 60 85 130 140 150
a. Buatlah persamaan hubungan kuat desak beton dan kuat geser balok menggunakan analisis
regresi polynomial order dua (hitung sampai 3 desimal)
b. Hitung koefesien korelasi (r)
x = kuat desak beton (MPa), y = kuat geser balok (kN)

3. Pada perencanaan proyek pengadaan air bersih kota Bojonegoro air diambil (treatment) dari
Bengawan Sala. Diketahui standar WHO, kebutuhan air bersih 1liter/detik/1000 orang. Data
populasi penduduk kota Bojonegoro yang perlu air bersih dalam kurun waktu 5 tahun (tahun 2006
s.d 2010) sbb :
Tahun ke 1 2 3 4 5
Jumlah (dlm ribuan orang) 2 4 7 12 16

a. Buatlah persamaan hubungan antara tahun dan jumlah penduduk, pilih salah satu bentuk
persamaan, yaitu: 1).kurva linier, 2).polinomial order 2, 3). Fungsi pangkat, 4). Fungsi
ekponensial. (Sebagai sumbu X tahun dan sumbu Y jumlah orang).
b. Hitunglah r (koefisien korelasi)
c. Berapa jumlah penduduk yang perlu air bersih pada tahun 2020.

4. Hasil penelitian hubungan antara kuat tekan beton dengan suhu kebakaran adalah sebagai berikut.

39

Suhu kebakaran (C) 200 250 300 350 400 450 500 550 600
Kuat tekan (MPa) 24 22 20 15 14 13 12 10 8

a. Buatlah persamaan hubungan antara suhu kebakaran dengan kuat tekan beton dengan persamaan
kurva linier.
b. Hitung r (koefisien korelasi)
c. Berapa perkiraan nilai kuat tekan beton setelah beton mengalami kebakaran sampai dengan
suhu 700C?

5. Suatu penelitian mengenai hubungan kuat desak beton dan porositas beton menghasilkan data
sebagai berikut :

Kuat tekan beton, MPa 22 25 27 29 33
Porositas beton, (%) 5.8 4.9 4.5 4 3.5

a. Buatlah persamaan hubungan antara kuat tekan beton dan porositas beton berdasarkan hasil
penelitian tersebut di atas dengan metode kurva linier. Dengan kuat tekan beton sebagai data x
dan porositas beton sebagai data y.
b. Hitung koefisien korelasinya (R)
c. Perkirakanlah porositas beton bila kuat tekan betonnya 40 MPa
5. Interpolasi
Interpolasi adalah suatu cara untuk mencari nilai di antara beberapa titik data yang telah diketahui.
Dalam kehidupan sehari- hari ,interpolasi dapat digunakan untuk memperkirakan suatu fungsi dimana
fungsi tersebut tidak terdefinisi dengan suatu formula, tetapi didefinisikan hanya dengan data-data atau
tabel yang tersedia.
Pada analisis regresi, kurva atau fungsi yang dibuat digunakan untuk mempresentasikan suatu rangkaian
titik data dalam koordinat x-y. Kurva atau garis lurus yang terbentuk tidak melalui semua titik data akan
tetapi hanya kecenderungan (trend) saja dari sebaran data, sedang pada interpolasi dicari suatu nilai yang
berada diantara beberapa titik data yang telah diketahui nilainya. Untuk dapat memperkirakan nilai
tersebut, pertama kali dibuat suatu fungsi atau persamaan yang melalui titik-titik data, setelah persamaan
garis atau kurva terbentuk, kemudian dihitung nilai fungsi yang berada di antara titik-titik data.
Gambar 5.1. Perbedaan antara regresi (a) dan interpolasi (b, c)
40

Metode interpolasi yang sering digunakan adalah interpolasi polinomial. Persamaan polinomial adalah
persamaan aljabar yang hanya mengandung jumlah dari variabel x berpangkat bilangan bulat (integer).
Bentuk umum persamaan polinomial order n adalah:
f (x) = a
0
+ a
1
x + a
2
x
2
+ + a
n
x
n
(5.1)
dengan a
0,
a
1
, a
2
, , a
n
adalah parameter yang akan dicari berdasarkan titik data, n adalah derajat (order)
dari persamaan polinomial, dan x adalah variabel bebas.
Untuk (n + 1) titik data, hanya terdapat satu atau kurang polinomial order n yang melalui semua titik.
Misalnya, hanya ada satu garis lurus (polinomial order 1) yang menghubungkan dua titik (Gambar 5.2a),
demikian juga tiga buah titik dapat dihubungkan oleh fungsi parabola (polinomial order 2), sedang untuk
4 titik dapat dilalui kurve polinomial order 3, seperti terlihat dalam Gambar 5.2b dan Gambar 5.2c. Di
dalam operasi interpolasi ditentukan suatu persamaan polinomial order n yang melalui (n + 1) titik data,
yang kemudian digunakan untuk menentukan suatu nilai diantara titik data tersebut.
Pada polinomial berderajat satu, diperoleh bentuk interpolasi linier yang sudah banyak dikenal.
Interpolasi linier memberikan hasil yang kurang teliti, sedang interpolasi polinomial dengan derajat lebih
besar dari satu yang merupakan fungsi tidak linier memberikan hasil yang lebih baik.

Gambar 5.2. Interpolasi polinomial
Interpolasi Linier
Bentuk paling sederhana dari interpolasi adalah menghubungkan dua buah titik data dengan garis lurus.
Metode ini disebut dengan interpolasi linier yang dapat dijelaskan dengan Gambar 5.3.

Gambar 5.3. Interpolasi linier
41

Diketahui nilai suatu fungsi di titik x
0
dan x
1
, yaitu f (x
0
) dan f (x
1
). Dengan metode interpolasi linier akan
dicari nilai fungsi di titik x, yaitu f
1
(x). Indeks 1 pada f
1
(x) menunjukkan bahwa interpolasi dilakukan
dengan interpolasi polinomial order satu.
Dari dua segitiga sebangun ABC dan ADE seperti tampak dalam Gambar 5.3, terdapat hubungan berikut:

AD
DE
AB
BC
=

0 1
0 1
0
0 1
) ( ) ( ) ( ) (
x x
x f x f
x x
x f x f


) (
) ( ) (
) ( ) (
0
0 1
0 1
0 1
x x
x x
x f x f
x f x f

+ = (5.2)
Persamaan (5.2) adalah rumus interpolasi linier, yang merupakan bentuk interpolasi polinomial order
satu. Suku [f (x
1
) f (x
0
)] / (x
1
x
0
) adalah kemiringan garis yang menghubungkan dua titik data dan
merupakan perkiraan beda hingga dari turunan pertama. Semakin kecil interval antara titik data, hasil
perkiraan akan semakin baik.

Contoh 1.
Tentukan nilai ln 2 dengan metode interpolasi linier berdasar data ln 1 = 0 dan ln 6 = 1,7917595. Hitung
juga nilai tersebut berdasar data ln 1 dan ln 4 = 1,3862944. Untuk membandingkan hasil yang diperoleh,
dihitung besar kesalahan (diketahui nilai eksak dari ln 2 = 0,69314718).
Penyelesaian:
Dengan menggunakan persamaan (5.2), dihitung dengan interpolasi linier nilai ln pada x = 2 berdasar
nilai ln di x
0
= 1 dan x
1
= 6.
) (
) ( ) (
) ( ) (
0
0 1
0 1
0 1
x x
x x
x f x f
x f x f

+ =
f
1
(2) = 0 +
1 6
0 7917595 , 1


(2 1) = 0,3583519.
Besar kesalahan adalah:
E
t
=
69314718 , 0
35835190 , 0 69314718 , 0
100 % = 48,3 %.
Apabila digunakan interval yang lebih kecil, yaitu nilai x
0
= 1 dan x
1
= 4, maka:
) (
) ( ) (
) ( ) (
0
0 1
0 1
0 1
x x
x x
x f x f
x f x f

+ =
f
1
(2) = 0 +
1 4
0 3862944 , 1


(2 1) = 0,46209813.
Besar kesalahan adalah:
42

E
t
=
69314718 , 0
0,46209813 69314718 , 0
100 % = 33,3 %.
Dari contoh nampak bahwa dengan menggunakan interval yang lebih kecil didapat hasil yang lebih baik
(kesalahan lebih kecil). Gambar 5.4, menunjukkan prosedur hitungan dalam contoh secara grafis.
Gambar 5.4. Interpolasi linier mencari ln 2
Interpolasi Kuadratik
Untuk mengurangi kesalahan yang terjadi, maka perkiraan dilakukan dengan menggunakan garis
lengkung yang menghubungkan titik-titik data. Apabila terdapat tiga titik data, maka perkiraan dapat
dilakukan dengan polinomial order dua. Untuk maksud tersebut persamaan polinomial order dua dapat
ditulis dalam bentuk:
f
2
(x) = b
0
+ b
1
(x x
0
) + b
2
(x x
0
)(x x
1
) (5.3)
meskipun tampaknya persamaan (5.3) berbeda dengan persamaan (5.1), tetapi sebenarnya kedua
persamaan adalah sama. Hal ini dapat ditunjukkan dengan mengalikan suku-suku persamaan (5.3)
sehingga menjadi:

f
2
(x) = b
0
+ b
1
x b
1
x
0
+ b
2
x
2
+ b
2
x
0
x
1
b
2
x

x
0
b
2
x

x
1

atau
f
2
(x) = a
0
+ a
1
x + a
2
x
2

dengan
a
0
= b
0
b
1
x
0
+ b
2
x
0
x
1
a
1
= b
1
b
2
x
0
b
2
x
1

a
2
= b
2

terlihat bahwa persamaan (5.3) sama dengan persamaan (5.1).
Selanjutnya untuk keperluan interpolasi, persamaan polinomial ditulis dalam bentuk persamaan (5.3).
Berdasarkan titik data yang ada kemudian dihitung koefisien b
0
, b
1
,

dan b
2
. Berikut ini diberikan
prosedur untuk menentukan nilai dari koefisien-koefisien tersebut.

43

Koefisien b
0
dapat dihitung dari persamaan (5.3), dengan memasukan nilai x = x
0
.
f (x
0
) = b
o
+ b
1
(x
o
x
0
) + b
2
(x
0
x
0
) (x
0
x
1
)
b
o
= f (x
0
) (5.4)
bila persamaan (5.4) disubstitusikan ke dalam persamaan (5.3), kemudian dimasukkan ke dalam nilai x =
x
1
, maka akan diperoleh koefisien b
1
:

f (x
1
) = f (x
0
) + b
1
(x
1
x
0
) + b
2
(x
1
x
0
)(x
1
x
1
)
b
1
=
0 1
0 1
) ( ) (
x x
x f x f

(5.5)
bila persamaan (5.4) dan persamaan (5.5) disubstitusikan ke dalam persamaan (5.3) dan nilai x = x
2
,
maka akan diperoleh koefisien b
2
:

f (x
2
) = f (x
0
) +
0 1
0 1
) ( ) (
x x
x f x f

(x
2
x
0
) + b
2
(x
2
x
0
)(x
2
x
1
)
b
2
(x
2
x
0
)(x
2
x
1
) = f (x
2
) f (x
0
)
0 1
0 1
) ( ) (
x x
x f x f

[(x
2
x
1
) + (x
1
x
0
)]
= f (x
2
) f (x
0
)
0 1
0 1
) ( ) (
x x
x f x f

(x
2
x
1
) f (x
1
) + f (x
0
)
= f (x
2
) f (x
1
)
0 1
0 1
) ( ) (
x x
x f x f

(x
2
x
1
)
atau
b
2
=
) ( ) (
) (
) ( ) (
) ( ) (
1 2 0 2
1 2
0 1
0 1
1 2
x x x x
x x
x x
x f x f
x f x f



b
2
=
0 2
0 1
0 1
1 2
1 2
) ( ) ( ) ( ) (
x x
x x
x f x f
x x
x f x f

(5.6)
Dengan memperhatikan persamaan (5.3), persamaan (5.4), persamaan (5.5) dan persamaan (5.6) terlihat
bahwa dua suku pertama dari persamaan (5.3) adalah ekivalen dengan interpolasi linier dari titik x
0
ke x
1

seperti yang diberikan oleh persamaan (5.2).
Sedangkan suku terakhir, b
2
(x x
0
)(x x
1
) merupakan tambahan karena digunakannya kurve order 2.
Koefisien b
1
dan b
2
dari interpolasi polinomial order 2 persamaan (5.5) dan persamaan (5.6) adalah mirip
dengan bentuk beda hingga untuk turunan pertama dan kedua, dengan demikian penyelesaian interpolasi
polinomial dapat dilakukan dengan menggunakan bentuk beda hingga.

44

Contoh 2
Tentukan nilai ln 2 dengan metode polinomial order dua berdasar data nilai ln 1 = 0 dan nilai dari ln 6 =
1,7917595. Hitung juga nilai tersebut berdasar data ln 1 dan ln 4 = 1,3862944. Untuk membandingkan
hasil yang diperoleh, dihitung pula besar kesalahan (diketahui nilai eksak dari ln 2 = 0,69314718).

Penyelesaian:
x
0
= 1 f (x
0
) = 0
x
1
= 4 f (x
1
) = 1,3862944
x
2
= 6 f (x
2
) = 1,7917595
Interpolasi polinomial dihitung dengan menggunakan persamaan (5.3), dan koefisien b
0
, b
1
, dan b
2
,
dihitung dengan persamaan (5.4), persamaan (5.5) dan persamaan (5.6).
Dengan menggunakan persamaan (5.4) diperoleh nilai b
0
, yaitu (b
0
= 0), koefisien b
1
dapat dihitung
dengan persamaan (5.5):
b
1
=
0 1
0 1
) ( ) (
x x
x f x f


b
1
=
1 4
0 3862944 , 1


= 0,46209813.
Persamaan (5.6) digunakan untuk menghitung koefisien b
2
:
b
2
=
0 2
0 1
0 1
1 2
1 2
) ( ) ( ) ( ) (
x x
x x
x f x f
x x
x f x f


b
2
=
1 6
46209813 , 0
4 6
3862944 , 1 7917595 , 1

= 0,051873116.
Nilai-nilai tersebut disubstitusikan ke persamaan (5.3):
f
2
(x) = b
0
+ b
1
(x x
0
) + b
2
(x x
0
)(x x
1
)
f
2
(x) = 0 + 0,46209813(x 1) + (0,051873116)(x 1)(x 4)
Untuk x = 2, maka diperoleh nilai fungsi interpolasi:
f
2
(2) = 0 + 0,46209813(2 1) + (0,051873116)(2 1)(2 4) = 0,56584436.
Besar kesalahan adalah:
E
t
=
69314718 , 0
56584436 , 0 69314718 , 0
100 % = 18,4 %.
45

Dari contoh tersebut terlihat bahwa dengan menggunakan interpolasi polinomial order 2 didapat hasil
yang lebih baik (kesalahan lebih kecil).

Gambar 5.5. Interpolasi polinomial order 2
Interpolasi Polinomial
Prosedur seperti dijelaskan diatas dapat digunakan untuk membentuk polinomial order n dari (n + 1) titik
data. Bentuk umum polinomial order n adalah:
f
n
(x) = b
o
+ b
1
(x x
0
) + + b
n
(x x
0
)(x x
1
) ... (x x
n 1
) (5.7)
Seperti yang dilakukan interpolasi linier dan kuadrat, titik-titik data dapat dilakukan dengan evaluasi
koefisien b
0
, b
1,
..., b
n
.
Untuk polinomial order n, diperlukan (n + 1) titik data x
0,
x
1,
x
2,
..., x
n
.
Dengan menggunakan titik-titik data tersebut, maka persamaan berikut digunakan untuk mengevaluasi
koefisien b
0
, b
1,
..., b
n
.

b
0
= f (x
0
) (5.8)
b
1
= f [x
1,
x
0
] (5.9)
b
2
= f [x
2
, x
1,
x
0
] (5.10)
M
b
n
= f [x
n
, x
n 1
, ..., x
2
, x
1,
x
0
] (5.11)
Dengan definisi fungsi berkurung ([.]) adalah pembagian beda hingga.
Misalnya, pembagian beda hingga pertama adalah:
f [x
i,
x
j
] =
j i
j i
) ( ) (
x x
x f x f

(5.12)
Pembagian beda hingga kedua adalah:
f [x
i,
x
j
, x
k
] =
k i
k j j i
] , [ ] , [
x x
x x f x x f

(5.13)
46

Pembagian beda hingga ke n adalah:
f [x
n
, x
n 1
, ..., x
2
, x
1,
x
0
] =
0 n
0 2 n 1 n 1 1 n n
) ..., , , [ ] ..., , , [
x x
x x x f x x x f


(5.14)
Bentuk pembagian beda hingga tersebut dapat digunakan untuk mengevaluasi koefisien-koefisien dalam
persamaan (6.8) sampai persamaan (6.11) yang kemudian disubstitusikan ke dalam persamaan (6.7)
untuk mendapatkan interpolasi polinomial order n.

f
n
(x) = f (x
0
) + f [x
1
, x
0
](x x
0
) + f [x
2
, x
1
, x
0
](x x
0
)(x x
1
) + +
f [x
n
, x
n 1
, ..., x
2
, x
1,
x
0
](x x
0
)(x x
1
) (x x
n 1
) (5.15)
Persamaan (5.12) sampai persamaan (5.14) adalah berurutan, artinya pembagian beda yang lebih tinggi
terdiri dari pembagian beda hingga yang lebih rendah, secara skematis bentuk yang berurutan tersebut
ditunjukkan dalam Tabel 5.1.
Tabel 5.1. Langkah skematis pembagian beda hingga

Contoh 3.
Dengan contoh yang sama seperti contoh soal sebelumnya data x
0
= 1, x
1
= 4 dan x
2
= 6 digunakan untuk
memperkirakan ln 2 dengan fungsi parabola. Sekarang dengan menambah titik ke empat yaitu x
3
= 5
dengan nilai f (x
3
= 5) = 1,6094379, hitung ln 2 dengan interpolasi polinomial order tiga.
Penyelesaian:
x
0
= 1 f (x
0
) = 0
x
1
= 4 f (x
1
) = 1,3862944
x
2
= 6 f (x
2
) = 1,7917595
x
3
= 5 f (x
3
) = 1,6094379
Persamaan polinomial order tiga didapat dengan memasukkan nilai n = 3 ke dalam persamaan (5.7):
f
3
(x) = b
o
+ b
1
(x x
0
) + b
2
(x x
0
)(x x
1
) + b
3
(x x
0
)(x x
1
)(x x
2
)
Pembagian beda hingga pertama dihitung dengan persamaan (5.12):
f [x
i,
x
j
] =
j i
j i
) ( ) (
x x
x f x f


47

f [x
1,
x
0
] =
1 4
0 3862944 , 1


= 0,46209813.
f [x
2
, x
1
] =
4 6
3862944 , 1 7917595 , 1

= 0,20273255.
f [x
3
, x
2
] =
6 5
7917595 , 1 6094379 , 1

= 0,1823216.
Pembagian beda hingga kedua dihitung dengan persamaan (5.13):
f [x
i,
x
j
, x
k
] =
k i
k j j i
] , [ ] , [
x x
x x f x x f


f [x
2
, x
1
, x
0
] =
1 6
46209813 , 0 20273255 , 0

= 0,051873116.
f [x
3
, x
2
, x
1
] =
4 5
20273255 , 0 18232160 , 0

= 0,020410950.
Pembagian beda hingga ketiga dihitung dengan persamaan (6.14):
f [x
n
, x
n 1
, ..., x
2
, x
1,
x
0
] =
0 n
0 2 n 1 n 1 1 n n
) ..., , , [ ] ..., , , [
x x
x x x f x x x f



f [x
3
, x
2
, x
1
, x
0
] =
1 5
) 051873116 , 0 ( ) 020410950 , 0 (


= 0,007865541.
Hitungan dalam tabel.

Tabel 5.2. Hitungan diferensiasi terbagi interpolasi polinomial
i xi f(xi) pertama kedua ketiga
0 1 0 0,462098 -0,05187 0,007866
1 4 1,386294 0,202733 -0,02041
2 6 1,791759 0,182322
3 5 1,609438

Nilai f [x
1,
x
0
], f [x
2,
x
1,
x
0
] dan f [x
3,
x
2,
x
1,
x
0
] adalah koefisien b
1
, b
2,
dan b
3
dari persamaan (5.7). Dengan
nilai-nilai tersebut dan b
0
= f (x
0
) = 0, maka persamaan (5.7) menjadi:
f
n
(x) = b
o
+ b
1
(x x
0
) + + b
n
(x x
0
)(x x
1
) ... (x x
n 1
)
f
3
(x) = 0

+ 0,46209813(x 1) + (0,051873116)(x 1)(x 4) + 0,007865541(x 1)(x 4)(x 6)
48

Hasil interpolasi polinomial order 3 di titik x = 2, akan didapat dengan memasukkan nilai dari x = 2 ke
dalam persamaan (c.5) sehingga akhirnya didapat:
f
3
(2) = 0

+ 0,46209813(2 1) + (0,051873116)(2 1)(2 4) + 0,007865541(2 1)(2 4)(2 6)
= 0,62876869.
Besar kesalahan adalah:
E
t
=
69314718 , 0
62876869 , 0 69314718 , 0
100 % = 9,3 %.
Interpolasi Polinomial Lagrange
Interpolasi polinomial Lagrange hampir sama dengan polinomial Newton, tetapi tidak menggunakan
bentuk pembagian beda hingga. Interpolasi polinomial Lagrange dapat diturunkan dari persamaan
Newton.
Bentuk polinomial Newton order satu:
f
1
(x) = f (x
0
) + (x x
0
) f [x
1
, x
0
] (5.16)
Pembagian beda hingga yang ada dalam persamaan diatas mempunyai bentuk:
f [x
1
, x
0
] =
0 1
0 1
) ( ) (
x x
x f x f


f [x
1
, x
0
] =
1 0
0
0 1
1
) ( ) (
x x
x f
x x
x f

(5.17)
Substitusi persamaan (5.17) ke dalam persamaan (5.16) memberikan:
f
1
(x) = f (x
0
) +
0 1
0
x x
x x

f (x
1
) +
1 0
0
x x
x x

f (x
0
)
Dengan mengelompokkan suku-suku di ruas kanan maka persamaan diatas menjadi:
f
1
(x) =

1 0
0
1 0
1 0
x x
x x
x x
x x
f (x
0
) +
0 1
0
x x
x x

f (x
1
)
atau
f
1
(x) =
1 0
1
x x
x x

f (x
0
) +
0 1
0
x x
x x

f (x
1
) (5.18)
Persamaan (5.18) dikenal dengan interpolasi polinomial Lagrange order satu.
Dengan prosedur diatas, untuk interpolasi order dua akan didapat:
f
1
(x) =
1 0
1
x x
x x

2 0
2
x x
x x

f (x
0
) +
0 1
0
x x
x x

2 1
2
x x
x x

f (x
1
) +
0 2
0
x x
x x

1 2
1
x x
x x

f (x
2
) (5.19)
Bentuk umum interpolasi polinomial Lagrange order n adalah:
f
n
(x) = ) (
n
0 i
i
x L
=
f (x
i
) (5.20)
dengan
49

L
i
(x) =

=
=
n
i j
0 j
j i
j
x x
x x
(5.21)
Simbol merupakan perkalian.
Dengan menggunakan persamaan (5.20) dan persamaan (5.21) dapat dihitung interpolasi Lagrange order
yang lebih tinggi, misalnya untuk interpolasi Lagrange order 3, persamaan tersebut adalah:
f
3
(x) = ) (
3
0 i
i
x L
=
f (x
i
) = L
0
(x) f (x
0
) + L
1
(x) f (x
1
) + L
2
(x) f (x
2
) + L
3
(x) f (x
3
)
L
0
(x) = ) )( )( (
3 0
3
2 0
2
1 0
1
x x
x x
x x
x x
x x
x x


L
1
(x) = ) )( )( (
3 1
3
2 1
2
0 1
0
x x
x x
x x
x x
x x
x x


L
2
(x) = ) )( )( (
3 2
3
1 2
1
0 2
0
x x
x x
x x
x x
x x
x x


L
3
(x) = ) )( )( (
2 3
2
1 3
1
0 3
0
x x
x x
x x
x x
x x
x x


Sehingga bentuk interpolasi polinomial Lagrange order 3 adalah:
f
3
(x) = ) )( )( (
3 0
3
2 0
2
1 0
1
x x
x x
x x
x x
x x
x x

f (x
0
) + ) )( )( (
3 1
3
2 1
2
0 1
0
x x
x x
x x
x x
x x
x x

f (x
1
)
+ ) )( )( (
3 2
3
1 2
1
0 2
0
x x
x x
x x
x x
x x
x x

f (x
2
) + ) )( )( (
2 3
2
1 3
1
0 3
0
x x
x x
x x
x x
x x
x x

f (x
3
) (5.22)

Contoh 4.
Dicari nilai ln 2 dengan metode interpolasi polinomial Lagrange order satu dan dua berdasar data ln 1 =
0 dan data ln 6 = 1,7917595. Hitung juga nilai tersebut berdasar data ln 1 dan data ln 4 = 1,3862944.
Untuk membandingkan hasil yang diperoleh, hitung pula besar kesalahan (diketahui nilai eksak dari ln 2
= 0,69314718).

Penyelesaian:
x
0
= 1 f (x
0
) = 0
x
1
= 4 f (x
1
) = 1,3862944
x
2
= 6 f (x
2
) = 1,7917595
Penyelesaian order satu menggunakan persamaan (5.18):
f
1
(x) =
1 0
1
x x
x x

f (x
0
) +
0 1
0
x x
x x

f (x
1
)
Untuk x = 2 dan dengan data yang diketahui maka:
f
1
(2) =
4 1
4 2

(0) +
1 4
1 2

(1,3862944) = 0,462098133.
Untuk interpolasi polinomial Lagrange order dua digunakan persamaan (5.19):
50

f
1
(x) =
1 0
1
x x
x x

2 0
2
x x
x x

f (x
0
) +
0 1
0
x x
x x

2 1
2
x x
x x

f (x
1
) +
0 2
0
x x
x x

1 2
1
x x
x x

f (x
2
)
f
1
(2) =
4 1
4 2

6 1
6 2

(0) +
1 4
1 2

6 4
6 2

(1,3862944) +
1 6
1 2

4 6
4 2

(1,7917595)
= 0,56584437.
Terlihat bahwa kedua hasil diatas memberikan hasil yang hampir sama dengan contoh sebelumnya.
Latihan
1. Biaya pemeliharaan Hotel Bintang 3, tercatat dalam 8 tahun terakhir sbb:

Tahun ke 1 2 3 4 5 6 7 8
Biaya (juta rupiah) 5 8 13 20 25 31 38 50

Hitunglah perkiraan biaya pemeliharaan pada pertengahan tahun ke 4 dan ke 5 menggunakan
salah satu metode sbb:
(1). Lagrange orde 2 atau
(2). Newton order 2

2. Suatu penelitian mengenai hubungan kuat desak beton dan porositas beton menghasilkan data
sebagai berikut :

Kuat tekan beton, MPa 22 25 27 29 33
Porositas beton, (%) 5.8 4.9 4.5 4 3.5

Perkirakanlah porositas beton pada kuat tekan 28 MPa dengan menggunakan metode interpolasi
polynomial newton order 2.

3. Berdasarkan data biaya pembetonan per- m
3
pada tabel berikut perkirakanlah biaya pembetonan
pada tahun 2006, hitunglah dengan menggunakan metode Newton order 2.

Tahun 2000 2003 2005 2007 2010
Biaya, juta 10 15 16 23 25
6. Integrasi Numerik
Integral suatu fungsi adalah operator matematik yang dipresentasikan dalam bentuk:
dx x f I

=
b
a
) ( (6.1)
dan merupakan integral suatu fungsi f (x) terhadap variabel x dengan batas-batas integrasi adalah dari x =
a sampai x = b. Seperti pada Gambar 6.1 dan persamaan (6.1), yang dimaksud dengan integral adalah
nilai total atau luasan yang dibatasi oleh fungsi f (x) dan sumbu-x, serta antara batas x = a dan x = b.
Dalam integral analitis, persamaan (6.1) dapat diselesaikan menjadi:
[ ] ) ( ) ( ) ( ) (
b
a
b
a
a F b F x F dx x f = =


dengan F (x) adalah integral dari f (x) sedemikian sehingga F ' (x) = f (x)
51

sebagai contoh: . 9 ) 0 (
3
1
) 3 (
3
1
3
1
3 3
3
0
3
3
0
2
=

x dx x


Gambar 6.1. Integral suatu fungsi
Gambar 6.2. Metode integral numerik

Integral numerik dilakukan apabila integral tidak dapat (sukar) diselesaikan secara analisis, fungsi yang
diintegralkan tidak diberikan dalam bentuk analitis, tetapi secara numerik dalam bentuk angka (tabel).
Metode integral numerik merupakan integral tertentu yang didasarkan pada hitungan perkiraan.
Hitungan perkiraan tersebut dilakukan dengan fungsi polinomial yang diperoleh berdasar data tersedia.
Bentuk paling sederhana adalah apabila tersedia dua titik data yang dapat dibentuk fungsi polinomial
order satu yang merupakan garis lurus (linier). Seperti pada Gambar 6.2a, akan dihitung:
dx x f I

=
b
a
) (
yang merupakan luasan antara kurve f (x) dan sumbu-x serta antara x = a dan x = b, bila nilai f (a) dan f
(b) diketahui maka dapat dibentuk fungsi polinomial order satu f
1
(x).
52

Dalam gambar tersebut fungsi f (x) didekati oleh f
1
(x), sehingga integralnya dalam luasan antara garis
f
1
(x) dan sumbu-x serta antara x = a dan x = b. Bidang tersebut merupakan bentuk trapesium yang
luasannya dapat dihitung dengan rumus geometri, yaitu:

2
) b ( f ) a ( f
) a b ( I
+
= (6.2)
Dalam integral numerik, pendekatan tersebut dikenal dengan metode trapesium. Dengan pendekatan ini
integral suatu fungsi adalah sama dengan luasan bidang yang diarsir (Gambar 6.2), sedang kesalahannya
adalah sama dengan luas bidang yang tidak diarsir.
Apabila hanya terdapat dua data f (a) dan f (b), maka hanya bisa dibentuk satu trapesium dan cara ini
dikenal dengan metode trapesium satu pias. Jika tersedia lebih dari dua data, maka dapat dilakukan
pendekatan dengan lebih dari satu trapesium, dan luas total adalah jumlah dari trapesium-trapesium yang
terbentuk. Cara ini dikenal dengan metode trapesium banyak pias. Seperti pada Gambar 6.2b, dengan
tiga data dapat dibentuk dua trapesium, dan luas kedua trapesium (bidang yang diarsir) adalah
pendekatan dari integral fungsi. Hasil pendekatan ini lebih baik dari pada pendekatan dengan satu pias.
Apabila digunakan lebih banyak trapesium hasilnya akan lebih baik.
Fungsi yang diintegralkan dapat pula didekati oleh fungsi polinomial dengan order lebih tinggi, sehingga
kurve yang terbentuk tidak lagi linier, seperti dalam metode trapesium, tetapi kurve lengkung. Seperti
pada Gambar 6.2c, tiga data yang ada dapat digunakan untuk membentuk polinomial order tiga. Metode
Simpson merupakan metode integral numerik yang menggunakan fungsi polinomial dengan order lebih
tinggi. Metode Simpson 1/3 menggunakan tiga titik data (polinomial order dua) dan Simpson 3/8
menggunakan empat titik data (polinomial order tiga). Jarak antara titik data tersebut adalah sama.

Metode Trapesium
Metode trapesium merupakan metode pendekatan integral numerik dengan persamaan polinomial order
satu. Dalam metode ini kurve lengkung dari fungsi f (x) digantikan oleh garis lurus. Seperti pada Gambar
6.2, luasan bidang di bawah fungsi f (x) antara nilai x = a dan nilai x = b didekati oleh luas satu trapesium
yang terbentuk oleh garis lurus yang menghubungkan f (a) dan f (b) dan sumbu-x serta antara x = a dan x
= b. Pendekatan dilakukan dengan satu pias (trapesium). Menurut rumus geometri, luas trapesium adalah
lebar kali tinggi rerata, yang berbentuk:

2
) ( ) (
) (
b f a f
a b I
+
(6.2)
Pada Gambar 6.3, penggunaan garis lurus untuk mendekati garis lengkung menyebabkan terjadinya
kesalahan sebesar luasan yang tidak diarsir.
Besarnya kesalahan yang terjadi dapat diperkirakan dari persamaan berikut:
) )( ( ' '
12
1
a b f E =
(6.3)
dengan adalah titik yang terletak di dalam interval a dan b.
Persamaan (6.3) menunjukkan bahwa apabila fungsi yang diintegralkan adalah linier, maka metode
trapesium akan memberikan nilai eksak karena turunan kedua dari fungsi linier adalah nol. Sebaliknya
untuk fungsi dengan derajat dua atau lebih, penggunaan metode trapesium akan memberikan kesalahan.
53


Gambar 6.3. Metode trapesium

Contoh 1 :
Gunakan metode trapesium satu pias untuk menghitung, . dx e I

=
4
0
x

Penyelesaian:
Bentuk integral diatas dapat diselesaikan secara analitis:
[ ] [ ] . 598150 , 53
0 4
4
0
x
4
0
x
= = =

= e e e dx e I
Hitungan integral numerik dilakukan dengan menggunakan persamaan (6.2):
. 1963 , 111
2
) 0 4 (
2
) ( ) (
) (
4 0
=
+
=
+

e e b f a f
a b I
Untuk mengetahui tingkat ketelitian dari integral numerik, hasil hitungan numerik dibandingkan dengan
hitungan analitis.
Kesalahan relatif terhadap nilai eksak adalah:
%. 46 , 107 % 100
598150 , 53
1963 , 111 598150 , 53
t
=

=
Terlihat bahwa penggunaan metode trapesium satu pias memberikan kesalahan sangat besar (lebih dari
100 %).

Metode Trapesium Dengan Banyak Bias
Dari contoh soal diatas terlihat bahwa pendekatan dengan menggunakan satu pias (trapesium)
menimbulkan kesalahan sangat besar. Untuk mengurangi kesalahan yang terjadi maka kurve lengkung
didekati oleh sejumlah garis lurus, sehingga terbentuk banyak pias (Gambar 6.4). Luas bidang adalah
jumlah dari luas beberapa pias tersebut. Semakin kecil pias yang digunakan, hasil yang didapat menjadi
semakin teliti.
54

Gambar 6.4. Metode trapesium dengan banyak pias

Dalam Gambar 6.4, panjang tiap pias adalah sama yaitu x. Apabila terdapat n pias, berarti panjang
masing-masing pias adalah:

n
a b
x

=
Batas-batas pias diberi notasi:
x
o
= a, x
1
, x
2
, , x
n
= b
Integral total dapat ditulis dalam bentuk:

+ +

n
1 n
2
1
1
0
x
x
x
x
x
x
) ( ) ( ) ( dx x f dx x f dx x f I L (6.4)
Substitusi persamaan (6.2) ke dalam persamaan (6.4) akan didapat:

2
) ( ) (
...
2
) ( ) (

2
) ( ) (

1 n n
1 2 0 1

+
+ +
+
+
+
=
x f x f
x
x f x f
x
x f x f
x I
atau

+ + =

=
) ( ) ( 2 ) (
2

n
1 n
1 i
i 0
x f x f x f
x
I (6.5)
atau

+ + =

=
1 n
1 i
i
) ( 2 ) ( ) (
2

x f b f a f
x
I (6.6)
Besarnya kesalahan yang terjadi pada penggunaan banyak pias adalah:
) ( ' ' ) (
12

i
2
t
x f a b
x
= (6.7)
yang merupakan kesalahan order dua. Apabila kesalahan tersebut diperhitungkan dalam hitungan
integral, maka akan didapat hasil yang lebih teliti.
Bentuk persamaan trapesium dengan memperhitungkan koreksi adalah:
) ( ) ( ' ' ) (
12

) ( 2 ) ( ) (
2

4
2
1 n
1 i
i
x O f a b
x
x f b f a f
x
I

+ + =

=
(6.8)
Untuk kebanyakan fungsi, bentuk f ''( ) dapat didekati oleh:

a b
a f b f
f

=
) ( ' ) ( '
) ( ' ' (6.9)
Substitusi persamaan (7.9) ke dalam persamaan (7.8) didapat:
[ ] ) ( ' ) ( '
12

) ( 2 ) ( ) (
2

2
1 n
1 i
i
a f b f
x
x f b f a f
x
I

+ + =

=
(6.10)
Bentuk persamaan (6.10) disebut dengan persamaan trapesium dengan koreksi ujung, karena
memperhitungkan koreksi pada ujung interval a dan b.
Metode trapesium dapat digunakan untuk integral suatu fungsi yang diberikan dalam bentuk numerik
pada interval diskret. Koreksi pada ujung-ujungnya dapat didekati dengan mengganti diferensial f '(a)
dan f '(b) dengan diferensial beda hingga.
55


Contoh 2 :
Gunakan metode trapesium empat pias dengan lebar pias adalah x = 1 untuk menghitung:
dx e I

=
4
0
x

Penyelesaian:
Metode trapesium dengan 4 pias, sehingga panjang pias adalah:
. 1
4
0 4
=

=
n
a b
x
Luas bidang dihitung dengan persamaan:

+ + =

=
1 n
1 i
i
) ( 2 ) ( ) (
2

x f b f a f
x
I [ ] . 991950 , 57 ) ( 2
2
1
3 2 1 4 0
= + + + + = e e e e e
Kesalahan relatif terhadap nilai eksak:
%. 2 , 8 % 100
598150 , 53
991950 , 57 598150 , 53
t
=

=
Apabila digunakan metode trapesium dengan koreksi ujung, maka integral dihitung dengan persamaan
(6.10). Dalam persamaan tersebut koreksi ujung mengandung turunan pertama dari fungsi.
Apabila f (x) = e
x
, turunan pertamanya adalah f ' = e
x
; sehingga:
[ ] ) ( ' ) ( '
12

) ( 2 ) ( ) (
2

2
1 n
1 i
i
a f b f
x
x f b f a f
x
I

+ + =

=

[ ] ) (
12
1
) ( 2
2
1
0 4 3 2 1 4 0
e e e e e e e + + + + =
. 525437 , 53 466513 , 4 991950 , 57 = =
Kesalahan relatif terhadap nilai eksak:
%. 14 , 0 % 100
598150 , 53
525437 , 53 598150 , 53
t
=

=

Contoh 3:
Diberikan tabel data berikut:
x 0 1 2 3 4
f (x) 1 3 9 19 33

Hitung luasan di bawah fungsi f (x) dan di antara x = 0 dan x = 4, dengan menggunakan metode
trapesium dan trapesium dengan koreksi ujung.

Penyelesaian:
Integral numerik dihitung dengan persamaan :
[ ] . 48 ) 19 9 3 ( 2 33 1
2
1
) ( 2 ) ( ) (
2

1 n
1 i
i
= + + + + =

+ + =

=
x f b f a f
x
I
56

Apabila digunakan metode trapesium dengan koreksi ujung, integral dihitung dengan persamaan berikut
:
[ ] ) ( ' ) ( '
12

) ( 2 ) ( ) (
2

2
1 n
1 i
i
a f b f
x
x f b f a f
x
I

+ + =

=

Turunan pertama pada ujung-ujung dihitung dengan diferensial beda hingga:
. 2
1
1 3
0 1
) 0 ( ) 1 ( ) ( ) (
) 0 ( '
1 2
1 2
1
=

= = =
f f
x x
x f x f
a x f
. 14
1
19 33
3 4
) 3 ( ) 4 (
) ( ) (
) 4 ( '
1 n n
1 n n
n
=

= = =

f f
x x
x f x f
b x f
[ ] . 47 1 48 ) 2 14 (
12
1
) 19 9 3 ( 2 33 1
2
1
= = + + + + = I

Metode Simpson
Di samping menggunakan rumus trapesium dengan interval yang lebih kecil, cara lain untuk
mendapatkan perkiraan yang lebih teliti adalah menggunakan polinomial order lebih tinggi untuk
menghubungkan titik-titik data. Misalnya, apabila terdapat satu titik tambahan di antara f (a) dan f (b),
maka ketiga titik dapat dihubungkan dengan fungsi parabola (Gambar 6.5a). Apabila terdapat dua titik
tambahan dengan jarak yang sama antara f (a) dan f (b), maka keempat titik tersebut dapat dihubungkan
dengan polinomial order tiga (Gambar 6.5b). Rumus yang dihasilkan oleh integral di bawah polinomial
tersebut dikenal dengan metode (aturan) Simpson.
Gambar 6.5. Aturan Simpson

Aturan Simpson 1/3
Di dalam aturan Simpson 1/3 digunakan polinomial order dua (persamaan parabola) yang melalui titik f
(x
i 1
), f (x
i
) dan f (x
i + 1
) untuk mendekati fungsi. Rumus Simpson dapat diturunkan berdasarkan deret
Taylor. Untuk itu, dipandang bentuk integral berikut ini.
dx x f x I

=
x
a
) ( ) ( (7.11)
Apabila bentuk tersebut didiferensialkan terhadap x, akan menjadi:
) (
) (
) ( ' x f
dx
x dI
x I = = (6.12)
Deret Taylor adalah:
57

) ( ' '
! 3

) ( '
! 2

) ( ) ( ) ( ) (
i
3
i
2
i i i 1 i
x f
x
x f
x
x f x x I x x I x I + + + = + =
+
) ( ) ( ' ' '
! 4

5
i
4
x O x f
x
+ + (6.13)
) ( ' '
! 3

) ( '
! 2

) ( ) ( ) ( ) (
i
3
i
2
i i i 1 i
x f
x
x f
x
x f x x I x x I x I + = =

) ( ) ( ' ' '


! 4

5
i
4
x O x f
x
+ (6.14)
Pada Gambar 6.6, nilai I (x
i + 1
) adalah luasan dibawah fungsi f (x) antara batas a dan x
i + 1
. Sedangkan
nilai I (x
i 1
) adalah luasan antara batas a dan I (x
i 1
). Dengan demikian luasan di bawah fungsi antara
batas x
i 1
dan x
i + 1
yaitu (A
i
), adalah luasan I (x
i + 1
) dikurangi I (x
i 1
) atau persamaan (6.13) dikurangi
persamaan (6.14).
A
i
= I (x
i + 1
) I (x
i 1
) atau ) ( ) ( ' '
3

) ( 2
5
i
3
i i
x O x f
x
x f x A + + = (6.15)
Gambar 6.6 Penurunan metode Simpson

Nilai f ''(x
i
) ditulis dalam bentuk diferensial terpusat:
) (

) ( ) ( 2 ) (
) ( ' '
2
2
1 i i 1 i
i
x O
x
x f x f x f
x f +
+
=
+

Kemudian bentuk diatas disubstitusikan ke dalam persamaan (6.15). Untuk memudahkan penulisan,
selanjutnya notasi f (x
i
) ditulis dalam bentuk f
i
, sehingga persamaan (6.15) menjadi:
) ( ) (
3

) 2 (
3

2
5 2
3
1 i i 1 i i i
x O x O
x
f f f
x
f x A + + + + =
+

Atau ) ( ) 4 (
3

5
1 i i 1 i i
x O f f f
x
A + + + =
+
(6.16)
Persamaan (6.16) dikenal dengan metode Simpson 1/3. Diberi tambahan nama 1/3 karena x dibagi
dengan 3. Pada pemakaian satu pias,
2
a b
x

=
, sehingga persamaan (6.16) dapat ditulis dalam
bentuk:
[ ] ) ( ) ( 4 ) (
6
i
b f c f a f
a b
A + +

= (6.17)
dengan titik c adalah titik tengah antara a dan b.
Kesalahan pemotongan yang terjadi dari metode Simpson 1/3 untuk satu pias adalah:
) ( ' ' ' '
90
1
5
t
f x =
58

Oleh karena
2
a b
x

=
, maka:
) ( ' ' ' '
2880
) (
5
t
f
a b
=
Contoh 4 :
Hitung , dx e I

=
4
0
x
dengan aturan Simpson 1/3.
Penyelesaian:
Dengan menggunakan persamaan (6.17) maka luas bidang adalah:
[ ] . 7696 , 56 ) 4 (
6
0 4
) ( ) ( 4 ) (
6
4 2 0
i
= + +

= + +

= e e e b f c f a f
a b
A
Kesalahan terhadap nilai eksak:
%. 917 , 5 % 100
598150 , 53
7696 , 56 598150 , 53
t
=

=
Terlihat bahwa pada pemakaian satu pias, metode Simpson 1/3 memberikan hasil lebih baik dari rumus
trapesium.

Aturan Simpson 1/3 dengan banyak pias
Seperti dalam metode trapesium, metode Simpson dapat diperbaiki dengan membagi luasan dalam
sejumlah pias dengan panjang interval yang sama (Gambar 6.6):

n
a b
x

=
dengan n adalah jumlah pias.

Gambar 6.6. Metode Simpson dengan banyak pias

Luas total diperoleh dengan menjumlahkan semua pias, seperti pada Gambar 6.7.

+ + + =

b
a
1 n 3 1
... ) ( A A A dx x f (6.18)
Dalam metode Simpson ini jumlah interval adalah genap. Apabila persamaan (6.16) disubstitusikan ke
dalam persamaan (6.18) akan diperoleh:
59

) 4 (
3

... ) 4 (
3

) 4 (
3

) (
n 1 n 2 n
b
a
3 2 1 2 1 0
f f f
x
f f f
x
f f f
x
dx x f + + +

+ + + + + + =


atau

+ + + =

=

=
b
a
2 n
2 i
i
1 n
1 i
i
) ( 2 ) ( 4 ) ( ) (
3

) ( x f x f b f a f
x
dx x f (6.19)
Seperti pada Gambar (6.7), dalam penggunaan metode Simpson dengan banyak pias ini jumlah interval
adalah genap. Perkiraan kesalahan yang terjadi pada aturan Simpson untuk banyak pias adalah:

' ' ' '
180
) (
4
5
a
f
n
a b
=
dengan ' ' ' ' f adalah rerata dari turunan keempat untuk setiap interval.

Contoh 5:
Hitung , dx e I

=
4
0
x
dengan metode Simpson dengan x = 1.
Penyelesaian:
Dengan menggunakan persamaan (6.19) maka luas bidang adalah:
. 863846 , 53 ] 2 ) ( 4 [
3
1
2 3 1 4 0
= + + + + = e e e e e I
Kesalahan terhadap nilai eksak:
. % 5 , 0 % 100
598150 , 53
863846 , 53 598150 , 53
t
=

=
Metode Simpson 3/8
Metode Simpson 3/8 diturunkan dengan menggunakan persamaan polinomial order tiga yang melalui
empat titik.
dx x f dx x f I

=
b
a
3
b
a
) ( ) (
Dengan cara yang sama pada penurunan aturan Simpson 1/3, akhirnya diperoleh:
[ ] ) ( ) ( 3 ) ( 3 ) (
8
3
3 2 1 0
x f x f x f x f
x
I + + + = (6.20)
dengan:

3
a b
x

=
Persamaan (6.20) disebut dengan metode Simpson 3/8 karena x dikalikan dengan 3/8. Metode Simpson
3/8 dapat juga ditulis dalam bentuk:

[ ]
8
) ( ) ( 3 ) ( 3 ) (
) (
3 2 1 0
x f x f x f x f
a b I
+ + +
= (6.21)
Metode Simpson 3/8 mempunyai kesalahan pemotongan sebesar:
60

) ( ' ' ' '
80
3
3
t
f x = (6.22a)
Mengingat
3
a b
x

= , maka:
) ( ' ' ' '
6480
) (
5
t
f
a b
= (6.22b)

Metode Simpson 1/3 biasanya lebih disukai karena mencapai ketelitian order tiga dan hanya memerlukan
tiga titik, dibandingkan metode Simpson 3/8 yang membutuhkan empat titik. Dalam pemakaian banyak
pias, metode Simpson 1/3 hanya berlaku untuk jumlah pias genap. Apabila dikehendaki jumlah pias
ganjil, maka dapat digunakan metode trapesium. Tetapi metode ini tidak begitu baik karena adanya
kesalahan yang cukup besar. Untuk itu kedua metode dapat digabung, yaitu sejumlah genap pias
digunakan metode Simpson 1/3 sedang 3 pias sisanya digunakan metode Simpson 3/8.

Contoh 6:
Dengan aturan Simpson 3/8 hitung dx e I

=
4
0
x
. Hitung pula integral tersebut dengan menggunakan
gabungan dari metode Simpson 1/3 dan 3/8, apabila digunakan 5 pias dengan x = 0,8.

Penyelesaian:
Metode Simpson 3/8 dengan satu pias
Integral dihitung dengan menggunakan persamaan (6.21):

[ ]
8
) ( ) ( 3 ) ( 3 ) (
) (
3 2 1 0
x f x f x f x f
a b I
+ + +
=
. 07798 , 55
8
) 3 3 (
) 0 4 (
4 6667 , 2 3333 , 1 0
=
+ + +
=
e e e e
I
Besar kesalahan adalah:
. % 761 , 2 % 100
59815 , 53
07798 , 55 598150 , 53
t
=

=
Apabila digunakan 5 pias, maka data untuk kelima pias tersebut adalah:
f (0) = e
0
= 1 f (2,4) = e
2,4
= 11,02318.
f (0,8) = e
0,8
= 2,22554 f (3,2) = e
3,2
= 24,53253.
f (1,6) = e
1,6
= 4,9530 f (4) = e
4
= 54,59815.
Integral untuk 2 pias pertama dihitung dengan metode Simpson 1/3 (persamaan 6.17):
[ ] ) ( ) ( 4 ) (
6
i
b f c f a f
a b
A + +

=
. 96138 , 3 ) 95303 , 4 ) 22554 , 2 4 ( 1 (
6
6 , 1
= + + = I
Tiga pias terakhir digunakan aturan Simpson 3/8:
61


[ ]
8
) ( ) ( 3 ) ( 3 ) (
) (
3 2 1 0
x f x f x f x f
a b I
+ + +
=
. 86549 , 49
8
) 59815 , 54 ) 53253 , 24 3 ( ) 02318 , 11 3 ( 95303 , 4 (
4 , 2 =
+ + +
= I
Integral total adalah jumlah dari kedua hasil diatas:
. 826873 , 53 86549 , 49 96138 , 3 = + = I
Kesalahan terhadap nilai eksak:
%. 427 , 0 % 100
59815 , 53
826873 , 53 598150 , 53
t
=

=

Integral Dengan Panjang Pias Tidak Sama
Beberapa rumus diatas didasarkan pada titik data yang berjarak sama. Di dalam prakteknya sering
dijumpai suatu keadaan dimana diperlukan pembagian pias dengan panjang tidak sama, seperti terlihat
pada Gambar 6.8. Pada kurve yang melengkung dengan tajam diperlukan jumlah pias yang lebih banyak
sehingga panjang pias lebih kecil dibanding dengan kurve yang relatif datar.
Gambar 6.8. Integral dengan panjang pias tidak sama
Di antara beberapa aturan yang telah dibicarakan, yang dapat digunakan untuk keadaan ini adalah
metode trapesium dengan banyak pias, dan bentuk persamaannya adalah:

2
) ( ) (
...
2
) x ( ) (

2
) ( ) (

1 n n
n
1 2
2
0 1
1

+
+ +
+
+
+
=
x f x f
x
f x f
x
x f x f
x I (6.23)
dengan x
i
= x
i
x
i 1
.

Metode Gauss Kuadratur
Di dalam metode trapesium dan Simpson, fungsi yang diintegralkan secara numerik terdiri dari dua
bentuk yaitu tabel data atau fungsi. Pada metode kuadratur, yang akan dibahas adalah metode Gauss
Kuadratur, data yang diberikan berupa fungsi.
Pada aturan trapesium dan Simpson, integral didasarkan pada nilai-nilai di ujung-ujung pias. Seperti
pada Gambar 6.9a, metode trapesium didasarkan pada luasan di bawah garis lurus yang menghubungkan
nilai-nilai dari fungsi pada ujung-ujung interval integrasi.
Rumus yang digunakan untuk menghitung luasan adalah:

2
) ( ) (
) (
b f a f
a b I
+
= (6.24)
62

dengan a dan b adalah batas integrasi dan (b a) adalah lebar dari interval integrasi. Karena metode
trapesium harus melalui titik-titik ujung, maka seperti terlihat pada Gambar 6.9a. rumus trapesium
memberikan kesalahan cukup besar.

Gambar 6.9. Bentuk grafik metode trapesium dan Gauss kuadratur

Di dalam metode Gauss kuadratur dihitung luasan di bawah garis lurus yang menghubungkan dua titik
sembarang pada kurve. Dengan menetapkan posisi dari kedua titik tersebut secara bebas, maka akan bisa
ditentukan garis lurus yang dapat menyeimbangkan antara kesalahan positif dan negatif, seperti pada
Gambar 6.9b.
Dalam metode trapesium, persamaan integral seperti diberikan oleh persamaan (6.24) dapat ditulis dalam
bentuk:
) ( ) (
2 1
b f c a f c I + = (6.25)
dengan c adalah konstanta. Dari persamaan tersebut akan dicari koefisien c
1
dan c
2
.
Seperti halnya dengan metode trapesium, dalam metode Gauss Kuadratur juga akan dicari koefisien-
koefisien dari persamaan yang berbentuk:
) ( ) (
2 2 1 1
x f c x f c I + = (6.26)
Dalam hal ini variabel x
1
dan x
2
adalah tidak tetap, dan akan dicari seperti pada Gambar 6.10. Persamaan
(6.26) mengandung 4 bilangan tak diketahui, yaitu c
1
, c
2
, x
1
, dan x
2
, sehingga diperlukan 4 persamaan
untuk menyelesaikannya.
Untuk itu persamaan (6.26) dianggap harus memenuhi integral dari empat fungsi, yaitu dari nilai f ( x ) =
1, f ( x ) = x, f ( x ) = x
2
dan f ( x ) = x
3
, sehingga untuk:

+ = = = + =

1
1
3
2 2
3
1 1
3
2 2 1 1
3
0 ) ( ) ( : ) ( x c x c dx x x f c x f c x x f (6.27)

+ = = = + =

1
1
2
2 2
2
1 1
2
2 2 1 1
2
3
2
) ( ) ( : ) ( x c x c dx x x f c x f c x x f (6.28)

+ = = = + =

1
1
2 2 1 1 2 2 1 1
0 ) ( ) ( : ) ( x c x c dx x x f c x f c x x f (6.29)

+ = = = + =

1
1
2 1 2 2 1 1
2 1 ) ( ) ( : 1 ) ( c c dx x f c x f c x f (6.30)
Sehingga didapat sistem persamaan:
0
3
2 2
3
1 1
= + x c x c ;
3
2
2
2 2
2
1 1
= + x c x c ; 0
2 2 1 1
= + x c x c ; . 2
2 1
= + c c
Penyelesaian dari sistem persamaan diatas adalah:
63

c
1
= c
2
= 1; x
1
=
3
1
= 0,577350269; x
2
=
3
1
= 0,577350269.
Substitusi dari hasil tersebut ke dalam persamaan (6.26) menghasilkan:
)
3
1
( )
3
1
( f f I + = (6.31)

Gambar 6.10. Integrasi Gauss kuadratur

Batas-batas integral dalam persamaan (6.27) hingga persamaan (6.30) adalah 1 sampai 1, sehingga
lebih memudahkan hitungan dan membuat rumus yang didapat bisa digunakan secara umum. Dengan
melakukan transformasi batas-batas integrasi yang lain dapat diubah ke dalam bentuk tersebut. Untuk itu
dianggap terdapat hubungan antara variabel baru x
d
dan variabel asli x secara linier dalam bentuk:
x = a
0
+ a
1
x
d
(6.32)
Bila batas bawah adalah x = a, untuk variabel baru batas tersebut adalah x
d
= 1. Kedua nilai tersebut
disubstitusikan ke dalam persamaan (6.32), sehingga diperoleh:
a = a
0
+ a
1
(1) (6.33)
dan batas baru x
d
= 1, memberikan:
b = a
0
+ a
1
(1) (6.34)
Persamaan (6.33) dan (6.34) dapat diselesaikan secara simultan dan hasilnya adalah:

2
0
a b
a
+
= (6.35)
dan

2
1
a b
a

= (6.36)
Substitusikan persamaan (6.35) dan (6.36) ke persamaan (6.32) menghasilkan:

2
) ( ) (
d
x a b a b
x
+ +
= (6.37)
Diferensial dari persamaan tersebut menghasilkan:

d
2
dx
a b
dx

= (6.38)
64

Persamaan (6.37) dan persamaan (6.38) dapat disubstitusikan ke dalam persamaan yang diintegralkan.
Bentuk rumus Gauss Kuadratur untuk dua titik dapat dikembangkan untuk lebih banyak titik, yang
secara umum mempunyai bentuk:
I = c
1
f (x
1
) + c
2
f (x
2
) + + c
n
f (x
n
) (6.39)
Nilai c dan x untuk rumus sampai dengan enam titik diberikan dalam Tabel 6.1.

Tabel 6.1. Nilai c dan x pada rumus Gauss kuadratur
Jumlah titik Koefisien c Variabel x
2
c
1
= 1,000000000
c
2
= 1,000000000
x
1
= 0,577350269
x
2
= 0,577350269
3
c
1
= 0,555555556
c
2
= 0,888888889
c
3
= 0,555555556
x
1
= 0,774596669
x
2
= 0,000000000
x
3
= 0,774596669
4
c
1
= 0,347854845
c
2
= 0,652145155
c
3
= 0,652145155
c
4
= 0,347854845
x
1
= 0,861136312
x
2
= 0,339981044
x
3
= 0,339981044
x
4
= 0,861136312
5
c
1
= 0,236926885
c
2
= 0,478628670
c
3
= 0,568888889
c
4
= 0,478628670
c
5
= 0,236926885
x
1
= 0,906179846
x
2
= 0,538469310
x
3
= 0,000000000
x
4
= 0,538469310
x
5
= 0,906179846
6
c
1
= 0,171324492
c
2
= 0,360761573
c
3
= 0,467913935
c
4
= 0,467913935
c
5
= 0,360761573
c
6
= 0,171324492
x1 = 0,932469514
x
2
= 0,661209386
x
3
= 0,238619186
x
4
= 0,238619186
x
5
= 0,661209386
x
6
= 0,932469514

Contoh 6:
Hitung integral , dx e I

=
4
0
x
dengan menggunakan metode Gauss kuadratur.
Penyelesaian:
Dengan menggunakan persamaan (6.37) untuk a = 0 dan b = 4 didapat:

2
) ( ) (
d
x a b a b
x
+ +
=

d
d
2 2
2
) ) 0 4 (( ) 0 4 (
x
x
x + =
+ +
=
Turunan dari persamaan tersebut adalah:
dx = 2 dx
d

65

Kedua bentuk diatas disubstitusikan ke dalam persamaan asli, sehingga didapat:


=

+
4
0
1
1
d
) x 2 2 ( x
2
d
dx e dx e
Ruas kanan dari persamaan diatas dapat digunakan untuk menghitung luasan dengan metode Gauss
Kuadratur, dengan memasukkan nilai x
d
= x
1
= 0,577350269 dan nilai x
d
= x
2
= 0,577350269.

Untuk x
1
= 0,577350269
[ ]
. 6573501 , 4 2
)) 577350269 , 0 ( 2 ( 2
=
+
e
Untuk x
2
= 0, 577350269
[ ]
. 8920297 , 46 2
) 577350269 , 0 2 ( 2
=
+
e
Luas total seperti diberikan oleh persamaan (6.30):
I = 4,6573501 + 46,8920297 = 51,549380.
Kesalahan:
. % 82 , 3 % 100
598150 , 53
549380 , 51 598150 , 53
t
=

=

Contoh 7:
Hitung integral , dx e I

=
4
0
x
dengan menggunakan metode Gauss Kuadratur 3 titik.
Penyelesaian:
Untuk 3 titik persamaan (6.26) menjadi:
) ( ) ( ) (
3 3 2 2 1 1
x f c x f c x f c I + + = (c1)
Seperti terlihat dalam Tabel 6.1, untuk 3 titik, koefisien c dan x adalah:
c
1
= 0,555555556. x
1
= 0,774596669.
c
2
= 0,888888889. x
2
= 0,000000000.
c
3
= 0,555555556. x
3
= 0,774596669.
Dari contoh soal sebelumnya didapat persamaan yang telah dikonversi adalah:


=

+
4
0
1
1
d
) x 2 2 ( x
2
d
dx e dx e
Untuk x
1
= 0,774596669 . 13915546 , 3 2
) x 2 2 (
1
=
+
e
Untuk x
2
= 0,000000000 . 7781122 , 14 2
) x 2 2 (
2
=
+
e
Untuk x
3
= 0,774596669 . 5704925 , 69 2
) x 2 2 (
3
=
+
e
Persamaan (c1) menjadi:
I = (0,555555556 3,13915546) + (0,888888889 14,7781122)
+ (0,555555556 69,5704925) = 53,5303486.
Kesalahan:
. % 13 , 0 % 100
598150 , 53
5303486 , 53 598150 , 53
t
=

=
66

Latihan
1. Untuk mendesain reservoir untuk mencegah terjadinya banjir diperlukan data penampang
melintang suatu sungai diketahui seperti tergambar di bawah ini. Data penampang sungai
tersebut merupakan hasil pembacaan data dari sebuah kapal. Perkirakanlah luas penampang
melintang sungai tersebut dengan menggunakan aturan simpson 1/3.











Jarak dari tepi kiri

2. Suatu studi teknik transportasi memerlukan perhitungan jumlah total kendaraan yang melewati
sebuah persimpangan jalan selama waktu 24 jam. Hasil pengamatan tercantum dalam tabel di
bawah ini, taksirlah jumlah total kendaraan yang melalui persimpangan perhari (hati-hati dengan
satuan)
waktu Laju,kendaraan
permenit
waktu Laju,kendaraan
permenit
01:00 10 13:00 18
02:00 4 15:00 17
06:00 6 16:00 28
07:00 40 17:00 35
08:00 60 18:00 77
09:00 80 19:00 40
11:00 25 20:00 30
22:00 31
24:00 15
7. Diferensial Numerik
Persamaan diferensial dapat dibedakan menjadi dua macam tergantung pada jumlah variabel bebas.
Apabila persamaan tersebut mengandung hanya satu variabel bebas, persamaan disebut dengan
persamaan diferensial parsial. Derajat (order) dari persamaan ditentukan oleh derajat tertinggi dari
turunannya.
Sebagai contoh persamaan diferensial biasa di bawah ini adalah berorder satu, karena turunan
tertingginya adalah turunan pertama.
3 = + y
dx
dy
x
Sedang persamaan diferensial biasa berorder dua mengandung turunan kedua sebagai turunan
tertingginya, seperti bentuk di bawah ini:

Permukaan air
1,8 2,8
2 3,6 3,4
4 4 4
6
10 20
kedalaman
67

0 2 3
2
2
= + + y
dy
dx
dx
y d

Contoh persamaan diferensial parsial dengan variabel bebas x dan t adalah:

2
2
x
y
t
y


Penyelesaian persamaan diferensial adalah suatu fungsi yang memenuhi persamaan diferensial dan juga
memenuhi kondisi awal yang diberikan pada persamaan tersebut. Di dalam penyelesaian persamaan
diferensial secara analitis, biasanya dicari penyelesaian umum yang mengandung konstanta sembarang
dan kemudian mengevaluasi konstanta tersebut sedemikian sehingga hasilnya sesuai dengan kondisi
awal. Metode penyelesaian persamaan diferensial secara analitis terbatas pada persamaan-persamaan
dengan bentuk tertentu, dan biasanya hanya untuk menyelesaikan persamaan linier dengan koefisien
konstan.
Misalkan suatu persamaan diferensial biasa berorder satu, sebagai berikut:
y
dx
dy
= (7.1)
Penyelesaian dari persamaan tersebut adalah:


x
e C y = (7.2)
yang memberikan banyak fungsi untuk berbagai nilai koefisien C. Gambar 7.1, menunjukkan beberapa
kemungkinan dari penyelesaian persamaan (7.2), yang tergantung pada nilai C.
Untuk mendapatkan penyelesaian tunggal diperlukan informasi tambahan, misalnya nilai y (x) dan atau
turunannya pada nilai x tertentu. Untuk persamaan order n biasanya diperlukan n kondisi untuk
mendapatkan penyelesaian tunggal y (x). Apabila semua n kondisi diberikan pada nilai x yang sama
(misalnya x
0
), maka permasalahan disebut dengan problem nilai awal. Apabila dilibatkan lebih dari satu
nilai x, permasalahan disebut dengan problem nilai batas. Misalnya persamaan (7.1), disertai kondisi
awal yaitu x = 0, nilai y = 1 atau:
1 ) 0 ( = = x y (7.3)
Substitusikan persamaan (7.3) ke dalam persamaan (7.2) memberikan:

0
1 e C = atau C = 1
Dengan demikian penyelesaian tunggal yang memenuhi persamaan:
y
dx
dy
=
1 ) 0 ( = = x y
adalah:
x
e y =

Metode penyelesaian numerik tidak ada batasan mengenai bentuk persamaan diferensial. Penyelesaian
berupa tabel nilai-nilai numerik dari fungsi untuk berbagai variabel bebas. Penyelesaian suatu persamaan
diferensial dilakukan pada titik-titik yang ditentukan secara berurutan. Untuk mendapatkan hasil yang
lebih teliti maka jarak (interval) antara titik-titik yang berurutan tersebut dibuat semakin kecil.
68

Gambar 7.1. Penyelesaian persamaan y
dx
dy
=
Penyelesaian persamaan (7.1) dan persamaan (7.3) adalah mencari nilai y sebagai fungsi dari x.
Persamaan diferensial memberikan kemiringan kurve pada setiap titik sebagai fungsi x dan y. Hitungan
dimulai dari nilai awal yang diketahui, misalnya di titik (x
0
, y
0
). Kemudian dihitung kemiringan kurve
(garis singgung) di titik tersebut. Berdasar nilai y
0
di titik x
0
dan kemiringan fungsi di titik-titik tersebut
dapat dihitung nilai y
1
di titik x
1
yang berjarak x dari x
0
. Selanjutnya titik (x
1
, y
1
) yang telah diperoleh
tersebut digunakan untuk menghitung nilai y
2
di titik x
2
yang berjarak x dari x
1
. Prosedur hitungan
tersebut diulangi lagi untuk mendapatkan nilai y selanjutnya, seperti pada Gambar 7.2.

Gambar 7.2. Penyelesaian numerik persamaan diferensial

Metode Satu Langkah
Akan diselesaikan persamaan diferensial biasa dengan bentuk sebagai berikut:
69

) , ( y x f
dx
dy
=
Persamaan tersebut dapat didekati dengan bentuk berikut:
) , (

i 1 i
i 1 i
y x f
x x
y y
x
y
dx
dy
=

=
+
+

atau
) )( , (
i 1 i i 1 i
x x y x f y y + =
+ +

atau
x y y
i 1 i
+ =
+
(7.4)
dengan adalah perkiraan kemiringan yang digunakan untuk ekstrapolasi dari nilai y
i
ke y
i + 1
yang
berjarak x yaitu selisih antara x = x
i + 1
x
i
.
Persamaan diatas dapat digunakan untuk menghitung langkah nilai y secara bertahap.
Semua metode satu langkah dapat ditulis dalam bentuk umum tersebut. Perbedaan dari beberapa
metode yang ada adalah didalam cara mengestimasi kemiringan .

Metode Euler
Metode Euler adalah salah satu dari metode satu langkah yang paling sederhana. Di banding dengan
beberapa metode lainnya, metode ini paling kurang teliti.
Metode Euler dapat diturunkan dari Deret Taylor:
...
! 2

! 1

2
' '
i
'
i i 1 i
+ + + =
+
x
y
x
y y y
Apabila nilai x kecil, maka suku yang mengandung pangkat lebih tinggi dari 2 adalah sangat kecil
dan dapat diabaikan, sehingga persamaan diatas dapat ditulis menjadi:
x y y y
'
i i 1 i
+ =
+
(7.5)
Dengan membandingkan persamaan (7.4) dan persamaan (7.5) dapat disimpulkan bahwa pada
metode Euler, kemiringan =
'
i
y = f (x
i
, y
i
), sehingga persamaan (7.5) dapat ditulis menjadi:
x y x f y y ) , (
i i i 1 i
+ =
+
(7.6)
dengan i = 1, 2, 3, Persamaan (7.6) adalah metode Euler, nilai y
i + 1
diprediksi dengan
menggunakan kemiringan fungsi (sama dengan turunan pertama) di titik x
i
untuk diekstrapolasikan
secara linier pada jarak sepanjang pias x. Gambar 8.3, adalah penjelasan secara grafis dari metode
Euler.
70


Gambar 7.3. Metode Euler
Contoh soal:
Selesaikan persamaan di bawah ini:

. 1 ) 0 (
. 5 , 8 20 12 2 ) , (
2 3
=
+ + = =
y
x x x y x f
dx
dy

dari x = 0 sampai x = 4 dengan panjang langkah x = 0,5 dan x = 0,25.
Penyelesaian:
Penyelesaian eksak dari persamaan diatas adalah:
. 1 5 , 8 10 4 5 , 0
2 3 4
+ + + = x x x x y
Penyelesaian numerik dilakukan secara bertahap pada beberapa titik yang berurutan. Dengan
menggunakan persamaan (7.6), dihitung nilai y
i + 1
yang berjarak x = 0,5 dari titik awal yaitu x = 0.
Untuk i = 0 maka persamaan (7.6), menjadi:
x y x f y y + = ) , (
0 0 0 1

Dari kondisi awal, pada x = 0 nilai fungsi y (0) = 1, sehingga:
. 5 , 0 ) 1 ; 0 ( ) 0 ( ) 5 , 0 ( f y y + =
Kemiringan garis di titik (x
0
; y
0
) adalah:
. 5 , 8 5 , 8 ) 0 ( 20 ) 0 ( 12 ) 0 ( 2 ) 1 ; 0 (
2 3
= + + = = f
dx
dy

sehingga:
. 25 , 5 ) 5 , 0 ( 5 , 8 1 ) 5 , 0 ( = + = y
Nilai eksak pada titik x = 0,5 adalah:
. 21875 , 3 1 ) 5 , 0 ( 5 , 8 ) 5 , 0 ( 10 ) 5 , 0 ( 4 ) 5 , 0 ( 5 , 0 ) 5 , 0 (
2 3 4
= + + + = y
Jadi kesalahan dengan metode Euler adalah:
71

. % 1 , 63 % 100
21875 , 3
25 , 5 21875 , 3
t
=

=
Pada langkah berikutnya, yaitu untuk i = 1, persamaan (7.6) menjadi:

[ ] . 875 , 5 5 , 0 5 , 8 ) 5 , 0 ( 20 ) 5 , 0 ( 12 ) 5 , 0 ( 2 25 , 5
5 , 0 ) 25 , 5 ; 5 , 0 ( ) 5 , 0 ( ) 0 , 1 (
) , (
2 3
1 1 1 2
= + + + =
+ =
+ =
f y y
x y x f y y

Hitungan dilanjutkan dengan prosedur diatas dan hasilnya diberikan dalam Tabel 8.1, Untuk x =
0,25, hitungan dilakukan dengan prosedur diatas dan hasilnya juga diberikan dalam Tabel 8.1.
Dalam contoh tersebut dengan nilai x berbeda, dapat disimpulkan bahwa penggunaan x yang lebih
kecil akan memberikan hasil yang lebih teliti. Tetapi konsekuensinya waktu hitungan menjadi lebih
lama.

Kesalahan Metode Euler
Penyelesaian numerik dari persamaan diferensial biasa menyebabkan terjadinya dua tipe kesalahan,
yaitu:
1) Kesalahan pemotongan, yang disebabkan oleh cara penyelesaian yang digunakan untuk
perkiraan nilai y,
2) Kesalahan pembulatan, yang disebabkan oleh keterbatasan jumlah angka (digit) yang digunakan
dalam hitungan.

Kesalahan pemotongan terdiri dari dua bagian. Pertama adalah kesalahan pemotongan lokal yang
terjadi dari pemakaian suatu metode pada satu langkah. Kedua adalah kesalahan pemotongan
menyebar yang ditimbulkan dari perkiraan yang dihasilkan pada langkah-langkah berikutnya.
Gabungan dari kedua kesalahan tersebut dikenal dengan kesalahan pemotongan global.
Besar dan sifat kesalahan pemotongan pada metode Euler dapat dijelaskan dari deret Taylor.
Untuk itu dipandang persamaan diferensial berbentuk:
) , ( ' y x f y = (7.7)
dengan
dx
dy
y = ' , sedang x dan y adalah variabel bebas dan tak bebas.
Penyelesaian dari persamaan tersebut dapat diperkiraan dengan deret Taylor:
n
!

...
! 2

! 1

n
n
i
2
' '
i
'
i i 1 i
R
n
x
y
x
y
x
y y y + + + + + =
+
(7.8)
Apabila persamaan (7.7) disubstitusikan ke persamaan (7.8), akan menghasilkan:

n
3
i i
2
i i i i i 1 i
...
! 3

) , ( ' '
! 2

) , ( '
! 1

) , ( R
x
y x f
x
y x f
x
y x f y y + + + + + =
+
(7.9)

72

Tabel 7.1. Hasil hitungan dengan metode Euler
x y
eksak
x = 0,5 x = 0,25
y
perk

t
(%) y
perk

t
(%)
0,00
0,25
0,50
0,75
1,00
1,25
1,50
1,75
2,00
2,25
2,50
2,75
3,00
3,25
3,50
3,75
4,00
1,00000
2,56055
3,21875
3,27930
3,00000
2,59180
2,21875
1,99805
2,00000
2,24805
2,71875
3,34180
4,00000
4,52930
4,71875
4,31055
3,00000
1,00000

5,25000

5,87500

5,12500

4,50000

4,75000

5,87500

7,12500

7,00000
-

63,11

95,83

130,99

125,00

74,71

46,88

50,99

133,33
1,00000
3,12500
4,17969
4,49219
4,34375
3,96875
3,55469
3,24219
3,12500
3,25000
3,61719
4,17969
4,84375
5,46875
5,86719
5,80469
5,00000
-
22,04
29,85
36,99
44,79
53,13
60,21
62,27
56,25
44,57
33,05
25,07
21,09
20,74
24,34
34,66
66,67

Perbandingan antara persamaan (7.6) dan persamaan (7.9) menunjukkan bahwa metode Euler hanya
memperhitungkan dua suku pertama dari ruas kanan persamaan (7.9).
Kesalahan yang terjadi dari metode Euler adalah karena tidak memperhitungkan suku-suku terakhir
dari persamaan (7.9) yaitu sebesar:

n
3
i i
2
i i t
...
! 3

) , ( ' '
! 2

) , ( ' R
x
y x f
x
y x f + + + = (7.10)
dengan
t
adalah kesalahan pemotongan lokal eksak. Untuk x yang sangat kecil, kesalahan seperti
yang diberikan oleh persamaan (7.10), adalah berkurang dengan bertambahnya order (order yang
lebih tinggi). Dengan demikian suku yang mengandung pangkat lebih besar dari dua dapat
diabaikan, sehingga persamaan (7.10) menjadi:

! 2

) , ( '
2
i i a
x
y x f = (7.11)
dengan
a
adalah perkiraan kesalahan pemotongan lokal.

Contoh soal:
Hitung kesalahan yang terjadi dari penggunaan metode Euler dalam contoh sebelumnya pada
langkah pertama.

73

Penyelesaian:
Kesalahan eksak dihitung dengan persamaan (7.10). Oleh karena persamaan yang diselesaikan
adalah polinomial order 3 maka kesalahan yang diperhitungkan hanya sampai suku ke tiga, karena
turunan keempat dari persamaan pangkat tiga adalah nol, sehingga persamaan (7.10) menjadi:

! 4

) , ( ' ' '


! 3

) , ( ' '
! 2

) , ( '
4
i i
3
i i
2
i i t
x
y x f
x
y x f
x
y x f + + =
Pada langkah pertama berarti x
1
= 0, sehingga nilai turunan pertama, kedua dan ketiga adalah:

. 12 ) , ( ' ' '
. 24 24 ) 0 ( 12 24 12 ) , ( ' '
. 20 20 ) 0 ( 24 ) 0 ( 6 ) 20 ( 24 6 ) , ( '
i i
i i
2 2
i i
=
= + = + =
= + = + + =
y x f
x y x f
x x y x f

Dengan demikian kesalahan yang terjadi untuk x = 0,5 adalah:
. 03125 , 2
24
) 5 , 0 (
12
6
) 5 , 0 (
24
2
) 5 , 0 (
20
4 3 2
t
= + =
Sedang x = 0,25 kesalahannya adalah:
. 564453125 , 0
24
) 25 , 0 (
12
6
) 25 , 0 (
24
2
) 25 , 0 (
20
4 3 2
t
= + =
Dengan menggunakan x = 0,25 kesalahan yang terjadi lebih kecil dibanding dengan penggunaan x
= 0,5. Kesalahan tersebut terjadi pada langkah pertama, dan akan merambat pada langkah-langkah
berikutnya, karena nilai perkiraan pada langkah pertama (yang mempunyai kesalahan) digunakan
sebagai dasar hitungan pada langkah selanjutnya.

Deret Taylor Dengan Order Lebih Tinggi
Setelah mengetahui kesalahan yang terjadi pada metode Euler, dapat disimpulkan bahwa metode
tersebut dapat diperbaiki dengan memperhitungkan lebih banyak suku dari deret Taylor (dengan
deret Taylor order yang lebih tinggi).
Deret Taylor orde dua mempunyai bentuk:

! 2

) , ( '
! 1

) , (
2
i i i i i 1 i
x
y x f
x
y x f y y + + =
+
(7.12)
Persamaan (7.12) akan memberikan hasil yang lebih baik dari persamaan (7.5), tetapi penyelesaian
menjadi lebih sulit karena harus memperhitungkan turunan pertama ) , ( '
i i
y x f , terutama bila fungsi
sulit untuk diturunkan.

Metode Heun
Metode Heun merupakan modifikasi dari metode Euler. Modifikasi dilakukan dalam memperkirakan
kemiringan . Metode ini memperkirakan dua turunan pada interval, yaitu pada ujung awal dan
akhir. Kedua turunan tesebut kemudian diratakan untuk mendapatkan perkiraan kemiringan yang
lebih baik (Gambar 7.4). Berdasarkan metode Euler, kemiringan pada ujung awal dari interval
adalah:
74

) , (
i i
'
i
y x f y = (7.13)
Kemiringan tesebut digunakan untuk menghitung nilai y
i + 1
dengan ekstrapolasi linier sehingga:
x y x f y y ) , (
i i i
0
1 i
+ =
+
(7.14)
Gambar 7.4. Metode Heun
Nilai
0
1 i +
y dari persamaan (7.14) tersebut kemudian digunakan untuk memperkirakan kemiringan
pada ujung akhir interval, yaitu:
) , (
0
1 i 1 i
'
1 i + + +
= y x f y (7.15)
Kedua kemiringan yang diberikan oleh persamaan (7.13) dan persamaan (7.15), kemudian diratakan
untuk memperoleh kemiringan pada interval, yaitu:

2
) , (
2
'
0
1 i 1 i
0
1 i
'
i + + +
=
+
=
y x f y y
y
Kemiringan rerata tersebut kemudian digunakan untuk ekstrapolasi linier dari y
i
ke y
i + 1
dengan
menggunakan metode Euler:
x
y x f y x f
y y
2
) , ( ) , (
0
1 i 1 i i i
i 1 i
+ +
+
+
+ = (7.16)
Metode Heun ini disebut juga metode prediktor-korektor. Persamaan (7.14) disebut dengan
persamaan prediktor, sedang persamaan (7.16) disebut dengan persamaan korektor.

Contoh soal:
Selesaikan persamaan berikut:

2
) , ( y y t f
dt
dy
= = (c.1)
1 ) 0 ( = y (c.2)
dengan menggunakan metode Heun dan t = 0,1.
75

Penyelesaian:
Penyelesaian eksak dari persamaan diatas adalah:
t
y
+
=
1
1

Penyelesaian numerik dengan menggunakan metode Heun.
Persamaan (c.1) dapat ditulis dalam bentuk:
t y y t y t f y y ) , (
2
i i i i i 1 i
= + =
+
(c.3)
Untuk i = 0, persamaan (c.3) menjadi:
t y y y =
2
0 0 1

Kemiringan fungsi di titik ( t
0
, y
0
) adalah:
. 1 ) 1 ( ) , (
2 2
0 0 0
= = = y y t f
Perkiraan nilai awal dari y di titik i = 1 adalah:
. 9 , 0 ) 1 , 0 1 ( 1
0
1
= = y
Kemiringan fungsi di titik i = 1 adalah:
. 81 , 0 ) 9 , 0 ( ) , (
2 2
1
0
1 1
'
1
= = = = y y t f y
Kemiringan rerata:
. 905 , 0
2
) 81 , 0 ( ) 1 (
2
'
'
1
'
0
=
+
=
+
=
y y
y
Perkiraan nilai y dititik i = 1 adalah:
. 9095 , 0 ) 1 , 0 905 , 0 ( 1
1
= = y
Untuk i = 1, persamaan (3) menjadi:
t y y y
2
1 1 2
=
Kemiringan fungsi di titik ( t
1,
y
1
) adalah:
. 82719 , 0 ) 9095 , 0 ( ) , (
2 2
1 i i
= = = y y t f
Perkiraan nilai awal dari y di titik i = 1 adalah:
. 82678 , 0 ) 1 , 0 827191 , 0 ( 9095 , 0
0
2
= = y
Kemiringan fungsi dititik i = 2 adalah:
. 68357 , 0 ) 82678 , 0 ( ) , (
2 2
2
0
2 2
'
2
= = = = y y t f y
Kemiringan rerata:
76

. 75538 , 0
2
) 68357 , 0 ( ) 82719 , 0 (
2
'
'
2
'
1
=
+
=
+
=
y y
y
Perkiraan nilai y dititik i = 2 adalah:
y
1
= 0,9095 (0,755380,1) = 0,83396.
Hitungan selanjutnya dilakukan dengan prosedur diatas dan hasilnya diberikan dalam Tabel
7.2.
Tabel 7.2. Hasil hitungan dengan metode Heun
t
i
y eksak y perkiraan
t
(%)
0,00 1,000000 1,00000 -
0,10 0,909090 0,90950 0,05
0,20 0,833333 0,83396 0,08
0,30 0,769231 0,76977 0,1
0,40 0,714286 0,71507 0,11
0,50 0,666666 0,66746 0,12

Metode Poligon
Metode Poligon dapat juga disebut sebagai modifikasi dari metode Euler. Metode Euler digunakan
untuk memprediksi kemiringan nilai y pada titik tengah interval. Untuk itu pertama kali dihitung
nilai y
i + 1/2
berikut ini. Gambar 7.5 adalah penjelasan dari metode tersebut.

2

) , (
i i i
2
1
i
x
y x f y y + =
+


Gambar 7.5. Metode Euler yang dimodifikasi (Poligon)
Kemudian nilai tersebut digunakan untuk mengestimasi kemiringan pada titik tengah interval, yaitu :

77

) , (
2
1
i
2
1
i
'
2
1
i + + +
= y x f y (7.17)
Kemiringan tersebut merupakan perkiraan dari kemiringan rerata pada interval, yang kemudian
digunakan untuk ekstrapolasi linier dari x
i
ke x
i + 1
dengan menggunakan metode Euler:
x y x f y y ) , (
2
1
i
2
1
i
i 1 i
+ +
+
+ = (7.18)
Contoh soal:
Selesaikan persamaan berikut dengan metode Poligon untuk x = 0,1.

x
) , ( e y x f
dt
dy
= = (c.1)
1 ) 0 ( = y (c.2)
Penyelesaian:
Persamaan (c.1) dapat ditulis dalam bentuk:
x e y x y x f y y ) , (
i
x
i i i i 1 i
+ = + =
+
(c.3)
Perkiraan nilai y pada titik tengah interval adalah:
. 05 , 1 )
2
1 , 0
1 ( 1
2

0
0
2
1
= + = + =
x
e y y
Kemiringan fungsi pada titik tengah interval adalah:
. 051271 , 1 ) , (
05 , 0
2
1
2
1
'
2
1
= = = e y x f y
Perkiraan nilai y di titik i = 1 adalah:
. 105127 , 1 ) 1 , 0 051271 , 1 ( 1 ) , (
2
1
2
1 0 1
= + = + = x y x f y y
Prosedur hitungan tersebut diatas diulangi lagi untuk langkah-langkah berikutnya, dan hasilnya
diberikan dalam Tabel 7.3.
Tabel 7.3. Hasil hitungan dengan metode Poligon
x
i
y eksak y perkiraan
t
(%)
0,0 1,000000 1,00000 -
0,1 1,105171 1,105127 0,004
0,2 1,221403 1,221310 0,008
0,3 1,349859 1,349713 0,011
0,4 1,491825 1,491619 0,014
0,5 1,648721 1,648452 0,016

78

Metode Runge-Kutta
Pada metode Euler memberikan hasil yang kurang teliti maka untuk mendapatkan hasil yang lebih
teliti perlu diperhitungkan suku yang lebih banyak dari deret Taylor atau dengan menggunakan
interval x yang kecil. Kedua cara tersebut tidak menguntungkan. Penghitungan suku yang lebih
banyak memerlukan turunan yang lebih tinggi dari fungsi nilai y (x), sedang penggunaan x yang
kecil menyebabkan waktu hitungan lebih panjang.
Metode Runge-Kutta memberikan hasil ketelitian yang lebih besar dan tidak memerlukan turunan
dari fungsi, bentuk umum dari metode Runge-Kutta adalah:
x x y x y y ) , , (
i i i 1 i
+ =
+
(7.19)
dengan (x
i
, y
i
, x) adalah fungsi pertambahan yang merupakan kemiringan rerata pada interval.
Fungsi pertambahan dapat ditulis dalam bentuk umum:

n n 2 2 1 1
... k a k a k a + + + = (7.20)
dengan a adalah konstanta dan k adalah:
k
1
= f (x
i
, y
i
) (7.21a)
k
2
= f (x
i
+ p
1
x, y
i
+ q
11
k
1
x) (7.21b)
k
3
= f (x
i
+ p
2
x, y
i
+ q
21
k
1
x + q
22
k
2
x) (7.21c)
M
k
n
= f (x
i
+ p
n 1
x, y
i
+ q
n 1, 1
k
1
x + q
n 1, 2
k
2
x + + q
n 1, n 1
k
n 1
x) (7.21d)
Persamaan tersebut menunjukkan bahwa nilai k mempunyai hubungan berurutan.
Nilai k
1
muncul dalam persamaan untuk menghitung k
2
, yang juga muncul dalam persamaan untuk
menghitung k
3
, dan seterusnya. Hubungan yang berurutan ini membuat metode Runge-Kutta adalah
efisien dalam hitungan.
Ada beberapa tipe metode Runge-Kutta yang tergantung pada nilai n yang digunakan.
Untuk n = 1, yang disebut Runge-Kutta order satu, persamaan (7.20) menjadi:
) , (
i i 1 1 1
y x f a k a = =
Untuk a
1
= 1 maka persamaan (7.19) menjadi:
x y x f y y ) , (
i i i 1 i
+ =
+

yang sama dengan metode Euler.

Di dalam metode Runge-Kutta, setelah nilai n ditetapkan, kemudian nilai a, p dan q dicari dengan
menyamakan persamaan (7.19) dengan suku-suku dari deret Taylor.

1) Metode Runge-Kutta order 2
Metode Runge-Kutta order 2 mempunyai bentuk:
x k a k a y y ) (
2 2 1 1 i 1 i
+ + =
+
(7.22a)
dengan:
79

) , (
i i 1
y x f k = (7.22b)
) , (
1 11 i 1 i 2
x k q y x p x f k + + = (7.22c)
Nilai a
1,
a
2
, p
1
dan q
11
dievaluasi dengan menyamakan persamaan (7.22a) dengan deret Taylor
order 2, yang mempunyai bentuk:

2

) , ( '
1

) , (
i i i i i 1 i
x
y x f
x
y x f y y + + =
+
(7.23)
dengan ) , ( '
i i
y x f dapat ditentukan dari hukum berantai (chain rule) berikut:

dx
dy
y
f
x
f
y x f

= ) , ( '
i i
(7.24)
Substitusi persamaan (7.24) ke dalam persamaan (7.23) menghasilkan:

2

) (
1

) , (
i i i 1 i
x
dx
dy
y
f
x
f x
y x f y y

+ + =
+
(7.25)
Dalam metode Runge-Kutta ini dicari nilai a
1
, a
2
, p
1
dan q
11
sedemikian sehingga persamaan
(7.22a) ekivalen dengan persamaan (7.25). Untuk itu digunakan deret Taylor untuk
mengembangkan persamaan (7.22c). Deret Taylor untuk fungsi dengan dua variabel mempunyai
bentuk:
... ) , ( ) , ( +

+ = + +
y
g
s
x
g
r y x g s y r x g
Dengan cara tersebut, persamaan (7.22c) dapat ditulis dalam bentuk:
) ( ) , ( ) , (
2
1 11 1 i i 1 11 i 1 i
x 0
y
f
x k q
x
f
x p y x f x k q y x p x f +

+ = + +
Bentuk diatas dan persamaan (7.22b) disubstitusikan ke dalam persamaan (7.22a) sehingga
menjadi:

) ( ) , (
) , ( ) , (
3
i i
2
11 2
2
1 2 i i 2 i i 1 i 1 i
x 0
x
f
y x f x q a
x
f
x p a y x f x a y x f x a y y
+

+ + + =
+

atau

[ ]
) ( ) , (
) , ( ) , (
3 2
i i 11 2 1 2
i i 2 i i 1 i 1 1
x 0 x
x
f
y x f q a
x
f
p a
x y x f a y x f a y y
+

+
+ + =
+
(7.26)
Dengan membandingkan persamaan (7.25) dan persamaan (7.26), dapat disimpulkan bahwa
kedua persamaan akan ekivalen apabila:

80

a
1
+ a
2
= 1. (7.27a)
a
2
p
1
=
2
1
. (7.27b)
a
2
q
11
=
2
1
. (7.27c)
Sistem persamaan diatas yang terdiri dari tiga persamaan mengandung empat bilangan tak
diketahui, sehingga tidak bisa diselesaikan. Untuk itu salah satu bilangan tak diketahui
ditetapkan, dan kemudian dicari ketiga bilangan yang lain. Dianggap bahwa a
2
ditetapkan,
sehingga persamaan (7.27a) sampai persamaan (7.27c) dapat diselesaikan dan menghasilkan:

2 1
1 a a = (7.28a)

2
11 1
2
1
a
q p = = (7.28b)
Karena nilai a
2
dapat dipilih sembarang, maka akan terdapat banyak metode Runge-Kutta order
2.
Dibawah ini merupakan 3 metode Runge-Kutta order 2 yang sering digunakan.
a) Metode Heun
Apabila a
2
dianggap
2
1
, maka persamaan (7.28a) dan persamaan (7.28b) dapat diselesaikan
dan diperoleh:

. 1
.
2
1
11 1
1
= =
=
q p
a

Parameter tersebut apabila disubstitusikan ke dalam persamaan (7.22a) akan menghasilkan:
x k k y y )
2
1
2
1
(
2 1 i 1 i
+ + =
+
(7.29a)
dengan:
) , (
i i 1
y x f k = (7.29b)
) , (
1 i i 2
x k y x x f k + + = (7.29c)
dimana k
1
adalah kemiringan fungsi pada awal interval dan k
2
adalah kemiringan fungsi pada
akhir interval. Dengan demikian metode Runge-Kutta order 2 adalah sama dengan metode
Heun.

b) Metode Poligon (a
2
= 1)
Apabila a
2
dianggap 1, maka persamaan (7.28a) dan persamaan (7.28b) dapat diselesaikan
dan diperoleh:

81


.
2
1
. 0
11 1
1
= =
=
q p
a

Parameter tersebut apabila disubstitusikan ke dalam persamaan (7.22a) akan menghasilkan:
x k y y
2 i 1 i
+ =
+
(7.30a)
dengan:
) , (
i i 1
y x f k = (7.30b)
)
2
1
,
2
1
(
1 i i 2
x k y x x f k + + = (7.30c)
c) Metode Ralston
Dengan memilih a
2
=
3
2
, akan menghasilkan kesalahan pemotongan minimum untuk metode
Runge-Kutta order 2. Dengan a
2
=
3
2
, didapat:

.
4
3
.
3
1
11 1
1
= =
=
q p
a

sehingga :
x k k y y )
3
2
3
1
(
2 1 i 1 i
+ + =
+
(7.31a)
dengan:
) , (
i i 1
y x f k = (7.31b)
)
4
3
,
4
3
(
1 i i 2
x k y x x f k + + = (7.31c)
Contoh soal:
Selesaikan persamaan diferensial berikut ini dengan metode Raltson.
. 5 , 8 20 12 2
2 3
+ + = x x x
dx
dy

dari x = 0 sampai x = 4 dengan menggunakan langkah . 5 , 0 = x Kondisi awal pada x = 0 adalah
y = 1.

82

Peyelesaian:
Langkah pertama adalah menghitung k
1
dan k
2
dengan menggunakan persamaan (7.31b) dan
persamaan (7.31c):

. 58203125 , 2 5 , 8 ) 375 , 0 ( 20 ) 375 , 0 ( 12 ) 375 , 0 ( 2
). 1875 , 14 ; 375 , 0 ( )
4
3
,
4
3
(
. 5 , 8 5 , 8 ) 0 ( 20 ) 0 ( 12 ) 0 ( 2 ) , (
2 3
1 i i 2
2 3
0 0 1
= + + =
= + + =
= + + = =
f x k y x x f k
y x f k

Kemiringan rerata adalah :
. 5546875 , 4 ) 58203125 , 2 (
3
2
) 5 , 8 (
3
1
= + =
Nilai y (0,5) dihitung dengan persamaan (7.31a):
. 27734375 , 3 ) 5 , 0 ( 5546875 , 4 1
0 5 , 0
= + = + = x y y

2) Metode Runge-Kutta Order 3
Metode Runge-Kutta Order 3 diturunkan dengan cara yang sama dengan order 2 untuk nilai n =
3. Hasilnya adalah 6 persamaan dengan 8 bilangan tak diketahui. Oleh karena itu 2 bilangan tak
diketahui harus ditetapkan untuk mendapatkan 6 bilangan tak diketahui lainnya. Hasil yang biasa
digunakan adalah:
x k k k y y ) 4 (
6
1
3 2 1 i 1 i
+ + + =
+
(7.32a)
dengan:
) , (
i i 1
y x f k = (7.32b)
)
2
1
,
2
1
(
1 i i 2
x k y x x f k + + = (7.32c)
) 2 , (
2 1 i i 3
x k x k y x x f k + + = (7.32d)
Contoh soal:
Selesaikan persamaan berikut dengan metode Runge-Kutta order 3.
. 5 , 8 20 12 2
2 3
+ + = x x x
dx
dy

dari x = 0 sampai x = 4 dengan menggunakan langkah . 5 , 0 = x Kondisi awal pada x = 0 adalah
y = 1.

Penyelesaian:
Langkah pertama pada metode Runge-Kutta order 3 yaitu menghitung k
1
, k
2
dan k
3
.
83


. 25 , 1 5 , 8 ) 5 , 0 ( 20 ) 5 , 0 ( 12 ) 5 , 0 ( 2
. 21875 , 4 5 , 8 ) 25 , 0 ( 20 ) 25 , 0 ( 12 ) 25 , 0 ( 2
. 5 , 8 5 , 8 ) 0 ( 20 ) 0 ( 12 ) 0 ( 2
2 3
3
2 3
2
2 3
1
= + + =
= + + =
= + + =
k
k
k

Dengan menggunakan persamaan (7.32a), dihitung nilai y (x):
. 21875 , 3 5 , 0 ] 25 , 1 ) 21875 , 4 ( 4 5 , 8 (
6
1
[ 1 ) 5 , 0 ( = + + + = y

3) Metode Runge-Kutta Order 4
Metode Runge-Kutta order 4 banyak digunakan karena mempunyai ketelitian lebih tinggi.
Metode ini mempunyai bentuk:

x k k k k y y ) 2 2 (
6
1
4 3 2 1 i 1 i
+ + + + =
+
(7.33a)
dengan:
) , (
i i 1
y x f k = (7.33b)
)
2
1
,
2
1
(
1 i i 2
x k y x x f k + + = (7.33c)
)
2
1
,
2
1
(
2 i i 3
x k y x x f k + + = (7.33d)
) , (
3 i i 4
x k y x x f k + + = (7.33e)

Contoh soal:
Selesaikan persamaan berikut dengan metode Runge-Kutta order 4.
. 5 , 8 20 12 2
2 3
+ + = x x x
dx
dy

dari x = 0 sampai x = 4 dengan menggunakan langkah . 5 , 0 = x Kondisi awal pada x = 0 adalah
y = 1.

Penyelesaian:
Langkah pertama pada metode Runge-Kutta order 4 yaitu menghitung k
1
, k
2,
k
3
dan k
4
.
84


. 25 , 1 5 , 8 ) 5 , 0 ( 20 ) 5 , 0 ( 12 ) 5 , 0 ( 2
. 21875 , 4 5 , 8 ) 25 , 0 ( 20 ) 25 , 0 ( 12 ) 25 , 0 ( 2
. 21875 , 4 5 , 8 ) 25 , 0 ( 20 ) 25 , 0 ( 12 ) 25 , 0 ( 2
. 5 , 8 5 , 8 ) 0 ( 20 ) 0 ( 12 ) 0 ( 2
2 3
4
2 3
3
2 3
2
2 3
1
= + + =
= + + =
= + + =
= + + =
k
k
k
k

Dengan menggunakan persamaan (7.33a), dihitung nilai y (x):
. 21875 , 3 5 , 0 ] 25 , 1 ) 21875 , 4 ( 2 ) 21875 , 4 ( 2 5 , 8 (
6
1
[ 1 ) 5 , 0 ( = + + + + = y
Tabel 7.4. Perbandingan penyelesaian persamaan dengan berbagai metode
I X YE
EULER HEUN POLIGON RALSTON RUNGE-KUTTA
Y
t
(%) Y
t
(%) Y
t
(%) Y
t
(%) Y
t
(%)
1
2
3
4
5
6
7
8
9
0.00
0.50
1.00
1.50
2.00
2.50
3.00
3.50
4.00
1.00000
3.21875
3.00000
2.21875
2.00000
2.71875
4.00000
4.71875
3.00000
1.00000
5.25000
5.87500
5.12500
4.50000
4.75000
5.87500
7.12500
7.00000
-
63.11
95.83
130.99
125.00
74.71
46.88
50.99
133.33
1.00000
3.43750
3.37500
2.68750
2.50000
3.18750
4.37500
4.93750
3.00000
-
6.80
12.50
21.13
25.00
17.24
9.38
4.64
0.00
1.00000
3.27734
3.10156
2.34766
2.14063
2.85547
4.11719
4.80078
3.03125
-
1.82
3.39
5.81
7.03
5.03
2.93
1.74
1.04
1.00000
3.27734
3.10156
2.34766
2.14063
2.85547
4.11719
4.80078
3.03125
-
1.82
3.39
5.81
7.03
5.03
2.93
1.74
1.04
1.00000
3.21875
3.00000
2.21875
2.00000
2.71875
4.00000
4.71875
3.00000
-
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00

Anda mungkin juga menyukai