Anda di halaman 1dari 90

LIBERALISASI ISLAM

di
INDONESIA
Oleh:
Dr. H. ADIAN HUSAINI

Wakil Ketua Komisi Kerukunan Umat Beragama MUI
Pusat/Ketua Dewan Dawah Islamiyah Indonesia
Fatwa MUI 29 Juli 2005: Sekularisme, Pluralisme
Agama, Liberalisme (sipilis) bertentangan
dengan Islam dan haram bagi umat Islam untuk
memeluk paham tersebut.

Kepada institusi PWNU Jawa Timur agar segera
menginstruksikan kepada warga NU agar
mewaspadai dan mencegah pemikiran Islam
Liberal dalam masyarakat. Apabila pemikiran
Islam Liberal tersebut dimunculkan oleh
pengurus NU (di semua tingkatan) diharap ada
sanksi, baik berupa teguran keras (istitaabah)
maupun sanksi organisasi (sekalipun harus
dianulir dari kepengurusan NU). (Rekomendasi
Konferensi Wilayah NU Jatim di Pasuruan, 11-13
Oktober 2002).

LIBERALISASI ADALAH RESPON
TERHADAP MODERNITAS
MODERNISME
PEMBARUAN AGAMA
LIBERALISASI AGAMA
pembaruan harus dimulai dengan
dua tindakan yang saling erat
hubungannya, yaitu melepaskan
diri dari nilai-nilai tradisional dan
mencari nilai-nilai yang
berorientasi ke masa depan.
Nostalgia, atau orientasi dan
kerinduan pada masa lampau yang
berlebihan, harus diganti dengan
pandangan ke masa depan.
Untuk itu diperlukan suatu proses
liberalisasi. Proses itu dikenakan
terhadap ajaran-ajaran dan
pandangan-pandangan Islam
yang ada sekarang ini... (N. Madjid,
Keharusan Pembaruan Pemikiran Islam dan
Masalah Integrasi Umat, 3 Januari 1970).

Di Indonesia kita mengenal organisasi2 dengan
aspirasi2 pembaharuan seperti Muhammadiyah,
al-Irsyad dan persis. Tetapi sejarah mencatat
pula dan harus kita akui dengan jujur bahwa
mereka itu sekarang telah berhenti Sebagai
pembaharu-pembaharu. Mengapa? Sebab
mereka pada achirnya telah menjadi beku
sendiri, karena mereka agaknya tidak sanggup
menangkap semangat dari pada ide
pembaharuan itu sendiri, yaitu dinamika dan
progresivitas. Oleh karena itu diperlukan adanya
suatu Kelompok pembaharuan Islam baru yang
liberal. (Nurcholish Madjid).


LIBERALISASI AGAMA: PROBLEM
DAN TANTANGAN SEMUA AGAMA
Today the most difficult
challenge comes from the
West, and Benedict XVI is a
man who comes from the
West, who understands the
history and the culture of
the West.
Battling dictatorship of relativism
Hasil Penelitian Badan Litbang dan Diklat Depag tentang Faham-faham
keagamaan liberal pada masyarakat perkotaan di Yogyakarta
(Dipresentasikan 14 Nov. 2006):
Al-Quran bukan lagi dianggap sebagai
wahyu suci dari Allah SWT kepada
Muhammad saw, melainkan
merupakan produk budaya (muntaj
tsaqafi) sebagaimana yang digulirkan
oleh Nasr Hamid Abu Zaid. Metode
tafsir yang digunakan adalah
hermeneutika, karena metode tafsir
konvensional dianggap sudah tidak
sesuai dengan zaman...
Hasil penelitian Depag:
Dalam masalah theologi, Islam Liberal
berpendapat : Tuhan apapun yang
disembah oleh umat, tidak menjadi
masalah. Di sisi lain Tuhan tidak berhak
menghukum manusia karena tidak
menyembahnya (atheis), karena hal ini
bukan wewenang Tuhan untuk
mengatur manusia, karena sudah masuk
dalam ruang privat.
Hasil penelitian Depag :
Tentang nikah beda agama:
Larangan nikah beda agama
menurut Islam Liberal
dipandang sudah tidak relevan
lagi, karena sesuai dengan
tuntunan Al-Quran bahwa Al-
Quran menganut pandangan
universal tentang martabat
manusia yang sederajat, tanpa
melihat perbedaan agama.
PLURALISME AGAMA: MUSUH AGAMA-
AGAMA
The Pope John Paul II: The
Revelation of Jesus Christ is
definitive and complete.
Comparing to the Catholic
Church, he insists, all other faiths
are deficient.
Tahun 2000, Vatikan mengeluarkan
Dekrit Dominus Iesus yang menolak
paham Pluralisme Agama


Pdt. Dr. Stevri Lumintang (Protestan):
...Theologia abu-abu (Pluralisme) yang
kehadirannya seperti serigala berbulu
domba, seolah-olah menawarkan teologi
yang sempurna, karena itu teologi tersebut
mempersalahkan semua rumusan Teologi
Tradisional yang selama ini dianut dan
sudah berakar dalam gereja. Namun
sesungguhnya Pluralisme sedang
menawarkan agama baru... (Theologia
Abu-abu, (Malang: Gandum Mas), hal. 18-
19).

Sikap Hindu:
Bagavat Gita IV:11: Jalan mana pun yang
ditempuh manusia ke arah-Ku, semuanya Aku
terima.
Yang disebut jalan dalam Gita adalah empat
yoga yaitu Karma Yoga, Jnana Yoga, Bhakti
Yoga, dan Raja Yoga. Semua yoga ini ada dalam
agama Hindu, dan tidak ada dalam agama lain.
Agama Hindu menyediakan banyak jalan, bukan
hanya satu bagi pemeluknya, sesuai dengan
kemampuan dan kecenderungannya. (Frank
Gaetano Morales dkk, Semua Agama Tidak Sama, Media
Hindu, 2006) hal. xxx.
DISERTASI DOKTOR ILMU TAFSIR AL-QURAN
DI UIN JAKARTA
PROBLEM BENTURAN ANTARA
PERLINDUNGAN TERHADAP AGAMA DAN
KEBEBASAN BERAGAMA
Setiap orang mempunyai hak kebebasan
berpendapat, keyakinan dan agama; hak
ini termasuk kebebasan untuk mengubah
agamanya atau keyakinan, dan kebebasan
baik sendiri-sendiri atau bersama-sama
dengan yang lain dan dalam ruang publik
atau privat untuk memanifestasikan
agama dan keyakinannya dalam
menghargai, memperingati,
mempraktekkan dan mengajarkan.
(DUHAM, pasal 18).

LIBERALISASI AGAMA:
RESPON AGAMA-AGAMA
TERHADAP MODERNITAS
LIBERAL JUDAISM
Sinagog Yahudi Liberal
Simbol
Gay Yahudi Liberal
Gay Yahudi
Dr. Abraham Geiger
Liberal theology in USA 1910-1930:
Paduan dari gagasan: Political progressivism,
confidence in reason, science and democracy,
and a reconstructed Christian faith. The key to
their reconstruction was the socio-historical
method. Sceptical in varying degrees about
abstract speculation, these theologians
interpreted Christianity as a socio historical
movement the beliefs of which were to be
understood and evaluated pragmatically. (Alister
E. McGrath, The Blackwell Encyclopedia of Modern Christian
Thought, (Oxford: Blackwell, 1993), hal. 327.)

LIBERALISASI ISLAM DI INDONESIA
PROGRAM LIBERALISASI ISLAM di INDONESIA
SEJAK AWAL 1970-AN:
(a) Pentingnya konstekstualisasi
ijtihad.
(b) Komitmen terhadap rasionalitas
dan pembaruan.
(c) Penerimaan terhadap pluralisme
sosial dan pluralisme agama-agama
(d) Pemisahan agama dari partai
politik dan adanya posisi non-
sektarian negara. (Dr. Greg Barton, Gagasan Islam
Liberal di Indonesia, Paramadina, Jakarta, 1999):
Syariat Islam
Konsep wahyu&Tafsir
Aqidah Islam
DEKONSTRUKSI
DEKONSTRUKSI
LIBERALISASI ISLAM
Pluralisme
Agama
Perombakan
Syariat Islam
Legitimasi
Kerusakan
Akhlak, nilai,
dan hukum
Barat
Dekonstruksi
Islam sebgai
Agama final
dan benar
LIBERALISASI
SYARIAT DILAKUKAN
DENGAN
MELAKUKAN
PERUBAHAN
METODOLOGI
IJTIHAD YANG
MENEKANKAN ASPEK
KONTEKSTUAL
HISTORIS,
SEHINGGA HUKUM
ISLAM MENJADI
RELATIF DAN TIDAK
ADA KEPASTIAN
HUKUM ISLAM.
Definisi Relativisme
the doctrine that knowledge,
truth, and morality exist in
relation to culture, society, or
historical context, and are not
absolute
LIBERAL JUDAISM
Sinagog Yahudi Liberal
Simbol
Gay Yahudi Liberal
Gay Yahudi
Dr. Abraham Geiger

Hanya orang primitif saja yang melihat
perkawinan sejenis sebagai sesuatu yang
abnormal dan berbahaya. Bagi kami, tiada
alasan kuat bagi siapapun dengan dalih
apapun, untuk melarang perkawinan sejenis.
Sebab, Tuhan pun sudah maklum, bahwa
proyeknya menciptakan manusia sudah
berhasil bahkan kebablasan. Jika dulu Tuhan
mengutus Luth untuk menumpas kaum homo
karena mungkin bisa menggagalkan proyek
Tuhan dalam penciptaan manusia (karena
wakyu itu manusia masih sedikit), maka
sekarang Tuhan perlu mengutus Nabi untuk
membolehkan kawin sejenis supaya
mengurangi sedikit proyek Tuhan tersebut.
Itu kalau Tuhan masih peduli dengan alam-
Nya. Bagi kami, jalan terus kaum homoseks.
Anda di jalan yang benar. (Redaksi Justisia).
Ijin Terbit:
Dekan Fakultas
Syariah IAIN
Walisongo
Semarang.
Alamat Redaksi:
Gedung H.I
Lantai I Kampus
III IAIN
Walisongo

Esensi ajaran agama adalah
memanusiakan manusia, menghormati
manusia dan memuliakannya. Tidak peduli
apa pun ras, suku, warna kulit, jenis
kelamin, status sosial dan orientasi
seksualnya. Bahkan, tidak peduli apa pun
agamanya.
Seorang lesbian yang bertaqwa akan
mulia di sisi Allah, saya yakin ini. (Prof.
Musdah Mulia, Jurnal Perempuan, Maret
2008).
Etika lesbian merupakan konsep perjalanan kebebasan
yang datang dari pengalaman merasakan penindasan.
Etika lesbian menghadirkan posibilitas-posibilitas baru.
Etika ini hendak melakukan perubahan moral atau lebih
tepat revolusi moral... Cinta antar perempuan tidak
mengikuti kaidah atau norma laki-laki. Percintaan antar
perempuan membebaskan karena tidak ada kategori
laki-laki dan kategori perempuan, atau adanya
pembagian peran dalam bercinta. Dengan demikian,
tidak ada konsep other (lian) karena penyatuan tubuh
perempuan dengan perempuan merupakan penyatuan
yang kedua-keduanya menjadi subyek dan berperan
menuruti kehendak masing-masing. Dengan melihat
kehidupan lesbian, kita menemukan perempuan sebagai
subyek dan memiliki komunitas yang tidak ditekan oleh
kebiasaan-kebiasaan heteroseksual yang memaksa
perempuan berlaku tertentu dan laki-laki berlaku
tertentu pula. (Dr. Gadis Arivia, dosen UI, dalam
artikelnya, Etika Lesbian di Jurnal Perempuan Maret
2008).
Gerakan legalisasi homoseksual dari mahasiswa
Fakultas Syariah IAIN Semarang:
Bentuk riil gerakan yang harus dibangun adalah
(1) mengorganisir kaum homoseksual untuk
bersatu dan berjuang merebut hak-haknya yang
telah dirampas oleh negara, (2) memberi
pemahaman kepada masyarakat bahwa apa
yang terjadi pada diri kaum homoseksual adalah
sesuatu yang normal dan fithrah, sehingga
masyarakat tidak mengucilkannya bahkan
sebaliknya, masyarakat ikut terlibat mendukung
setiap gerakan kaum homoseksual dalam
menuntut hak-haknya, (3)

(3) melakukan kritik dan reaktualisasi
tafsir keagamaan (tafsir kisah Luth dan
konsep pernikahan) yang tidak memihak
kaum homoseksual, (4) menyuarakan
perubahan UU Perkawinan No 1/1974
yang mendefinisikan perkawinan harus
antara laki-laki dan wanita. (Buku: Indahnya
Kawin Sesama Jenis: Demokratisasi dan
Perlindungan Hak-hak Kaum Homoseksual,
(Semarang:Lembaga Studi Sosial dan Agama/eLSA,
2005). Buku ini adalah kumpulan artikel di Jurnal Justisia
Fakultas Syariah IAIN Semarang edisi 25/2004).

APA KABAR
INDONESIA?
Prof. Dr. Amina
Wadud:
No method of
Quranic exegesis
fully objectives.
Each exegete
makes some
subjective choices.
(Dikutip dari Jurnal
PROFETIKA, Januari
2004, Magister Studi
Islam-UMS)
Gender dalam Kurikulum Sekolah
Dan pernikahan beda agama dapat
dijadikan salah satu ruang, yang
mana antara penganut agama
dapat saling berkenalan secara
lebih dekat. Kedua, bahwa tujuan
dari diberlangsungkannya
pernikahan adalah untuk
membangun tali kasih (al-
mawaddah) dan tali sayang (al-
rahmah). Di tengah rentannya
hubungan antar agama saat ini,
pernikahan beda agama justru
dapat dijadikan wahana untuk
membangun toleransi dan
kesepahaman antara masing-
masing pemeluk agama. Bermula
dari ikatan tali kasih dan tali
sayang, kita rajut kerukunan dan
kedamaian.

LIBERALISASI KONSEP
AL-QURAN DAN TAFSIR AL-
QURAN
Pada 5 Mei 2006, Sulhawi
Ruba, 51 tahun, dosen mata
kuliah Sejarah Peradaban
Islam, di hadapan 20
mahasiswa Fakultas Dakwah,
menerangkan posisi Al-Quran
sebagai hasil budaya
manusia.
"Sebagai budaya,
posisi Al-Quran
tidak berbeda
dengan rumput."

"Sebagai budaya,
Al-Quran tidak sakral.
Yang sakral
adalah kalamullah
secara substantif.
Ia lalu menuliskan lafaz Allah
pada secarik kertas sebesar
telapak tangan dan menginjaknya
dengan sepatu. "Al-Quran
dipandang sakral secara
substansi, tapi tulisannya tidak
sakral," katanya setengah
berteriak, dengan mata yang
sedikit membelalak.

Prof. Dr. Mohammed
Arkoun:
It is unfortunate that
philosophical critique of
sacred texts which has
been applied to the Hebrew
Bible and to the New
Testament without thereby
engendering negative
consequences for the notion
of revelation continues to
be rejected by Muslim
scholarly opinion. (M.
Arkoun, Rethinking Islam)
Tanpa menegasikan besarnya peran
yang dimainkan Mushaf Utsmani
dalam mentransformasikan pesan
Tuhan, kita terlebih dulu
menempatkan Mushaf Utsmani itu
setara dengan teks-teks lain.
Dengan kata lain, Mushaf itu tidak
sakral dan absolut, melainkan
profan dan fleksibel. Yang sakral
dan absolut hanyalah pesan Tuhan
yang terdapat di dalamnya, yang
masih dalam proses pencarian.
Jurnal Justisia Fakultas Syariah
IAIN Walisongo, Semarang,
(Edisi 23 Th XI, 2003):
MASUKNYA HERMENEUTIKA SEBAGAI
MATA KULIAH DI PERGURUAN TINGGI
ISLAM, SEBAGAI METODE ALTERNATIF
DALAM PANAFSIRAN AL-QURAN
Tujuan mata kuliah Hermeneutika
dan Semiotika di Program Studi
Tafsir Hadis Fakultas Ushuluddin dan
Filsafat, Universitas Islam Negeri
Jakarta:
Mahasiswa dapat menjelaskan
dan menerapkan ilmu
Hermeneutika dan Semiotika
terhadap kajian al-Quran
dan Hadis. (Referensi yang
dianjurkan: (1) Josef Bleicher,
Contemporary Hermeneutics:
Hermeneutics as Method, Philosophy
and Critique, (2) Umberto Eco,
Semiotics and the Philosophy of
Language, (3) H.G. Gadamer, Lart de
conprehende: Hermeneitique et
tradition philosophique.
Hermeneutika menjadi
Mata kuliah wajib
Di Perguruan Tinggi
Sebagai alternatif metode
Penafsiran al-Quran
Baruch Spinoza (1632-77) had
become the pioneer of the historical-
critical method that would later be
called the Higher Criticism of the
Bible. (Karen Armstrong, The Bible, New
York: Atlantic Monthly Press, 2007), p.
186).
Friedrich Schleirmacher (1768-1834) was initially
disturbed that the Bible seemed such a flawd
document Scripture was essential to the
Christian life because it provided us with our only
access to Jesus. But because its authors were
conditioned by the historical circumstances in
which they lived, it was legitimate to subject their
testimony to critical scrutiny. The life of Jesus
had been a divine revelation, but the writers who
recorded it were ordinary human beings, subject
to sin and error. It was quite possible that they
had mistakes The scholars task was to peel
away its cultural shell to reveal the timeless
kernel within. Not every word of scripture was
authoritative, so the exegete must distinguish
marginal ideas from the gospels main thrust.

Prof. Dr. Nasr Hamid Abu Zaid:
When we take the historical aspect of
that communication as divine, we lock
Gods Word in time and space. We limit
the meaning of the Quran to a specific
time in history. (Jika kita memandang
aspek sejarah dalam proses komunikasi itu
sebagai hal yang suci, maka kita telah
mengunci kata-kata Tuhan dalam waktu
dan ruang. Kita membatasi makna al-
Quran pada kurun eaktu tertentu dalam
sejarah). (Voice of an Exile).
Hermeneutika dalam penafsiran Bibel
Hermeneutics of Homosexuality:

Historically, most Christian churches have
regarded homosexuality as sinful. Relevant
passages from both the Old and New Testament
of the Bible include Genesis 19:4-29, Leviticus 18
and 21, Romans 1:18-32, 1 Timothy 1:10, 1
Corinthians 6:9-10 and Jude 1:7. Denunciation of
homosexuality is also seen in early Christian
writings, e.g. in the Didache and the writings of
Justin Martyr, Clement of Alexandria, Tertullian,,
Eusebius, St. John Chrysostom, St. Augustine of
Hippo, and in doctrinal sources such as the
Apostolic Constitutions.
Thomas Aquinas denounced sodomy as second
only to bestiality as the worst of all sexual sins.
Hildegard of Bingen condemned it as "perverted
forms."
Hasil Hermeneutika
However, in the 20th and 21st century, some
modern historians and theologians have challenged
such views and argue that those passages have
been mistranslated or that they do not refer to
what we now understand as homosexuality.
Thus, some churches now believe that homosexual
behaviour can be morally acceptable. This view is
held by the United Church of Canada, liberal
congregations within the United Church of Christ,
the Moravian Church, the Anglican Church of
Canada, the Methodist Church of Great Britain, and
Friends General Conference. A new denomination,
the Metropolitan Community Church, has also
come into existence specifically to serve the
Christian GLBT community.
In addition, the Episcopal Church in the USA
currently teaches that homosexuality is not a sin
and ordained openly gay bishop Gene Robinson.
This stance is controversial in the greater Anglican
Communion.

Liberalisasi Aqidah Islam
dengan menyebarkan paham
Pluralisme Agama
In Christian tradition there are now three
theological approaches from which the Christian
look at other religion. The first of these is called
exclusivism, which holds that only those who
hear and respond to the Christian gospel are
entitled to salvation. Second, inclusivism,
which argues that although Christianity
represents the normative revelation of God,
salvation is also possible for adherents of other
religious tradition. Third, pluralism, which
holds that all religious traditions of humanity are
equally valid paths to the same core of religious
reality. In pluralism, no one religion is superior
to any other; each and every religion is equally
valid way to truth and God. (Alister E. Mcgrath,
Christian Theology: an Introduction, (Oxford:
Blackwell Publisher, 1994).
Semua agama sama. Semuanya
menuju jalan kebenaran. Jadi,
Islam bukan yang paling benar.
(GATRA, 21 Desember 2002).

Dengan tanpa rasa sungkan dan kikuk, saya
mengatakan, semua agama adalah tepat berada pada
jalan seperti itu, jalan panjang menuju Yang
Mahabenar. Semua agama, dengan demikian, adalah
benar, dengan variasi, tingkat dan kadar kedalaman
yang berbeda-beda dalam menghayati jalan
religiusitas itu. Semua agama ada dalam satu keluarga
besar yang sama: yaitu keluarga pencinta jalan
menuju kebenaran yang tak pernah ada ujungnya.
(Kompas, 18-11-2002)
Transendentalisme versi Prof. Huston Smith
Esoteric
Exoteric
All paths lead to the same summit, S.H. Nasr.
H B CT J C I
GOD
?
? ?
Sebagai sebuah pandangan keagamaan, pada
dasarnya Islam bersifat inklusif dan
merentangkan tafsirannya ke arah yang
semakin pluralis. Sebagai contoh, filsafat
perenial yang belakangan banyak dibicarakan
dalam dialog antar agama di Indonesia
merentangkan pandangan pluralis dengan
mengatakan bahwa setiap agama
sebenarnya merupakan ekspresi keimanan
terhadap Tuhan yang sama. Ibarat roda,
pusat roda itu adalah Tuhan, dan jari-jari
itu adalah jalan dari berbagai Agama
Oleh karena itu ada istilah "Satu Tuhan
Banyak Jalan". (Buku Tiga Agama Satu
Tuhan, Mizan, Bandung, 1999, hal. xix.)
PLURALISME AGAMA
DALAM PENDIDIKAN AGAMA
Budhy Munawar Rahman:
Nah, karena kami mau menekankan Pluralisme Agama,
pada masa-masa tertentu, misalnya tiga bulan sekali, kami
adakan spiritual atau religion fair atau "pekan raya
Agama". Setiap kelas agama akan berhias diri, simbol-
simbol agama juga ditampilkan, dan setiap anak akan
datang berkunjung, melihat, dan mungkin bertanya
kepada guru agama; apa sih artinya pohon Natal? Di sana
kita jumpai Buddha yang sedang melakukan meditasi,
tampilan Ka'bah, dan lain-lain. Semua anak bisa melihat
simbol-simbol keagamaan yang sangat ekspresif dan
penuh nilai kesakralan. Itu menjadi pengalaman tersendiri
bagi anak-anak. Kami tak mungkin mengajarkan wawasan
Pluralisme, tetapi guru-gurunya bukan pluralis. Bahaya
sekali dan akan merusak ide besar kami. Makanya, orang
tua juga harus mendapatkan training atau semacam acara
bulanan sehingga mereka bisa memahami Pluralisme.
(www.islamlib.com, 11-5-2003)

PROGRAM STUDI LINTAS AGAMA S2 DAN S3
DI UGM YOGYAKARTA
Pengembangan Pendidikan
Agama melalui program Pasca
Sarjana Center for Religious and
Cross-cultural Studies (CRCS)
UGM Yogya:
Pendidikan
Religiusitas/keagamaan,
bukan Pendidikan Agama
(SMA Bopkri I, Sekolah
Madania, dll.).
Mengembangkan
Pendidikan Agama yang
Menghargai
Kemajemukan.

Pengembangan Pendidikan Agama melalui
program Pasca Sarjana Center for Religious and
Cross-cultural Studies (CRCS) UGM Yogya:
Prof. Djohar MS (narasumber CRCS): Kalau pendidikan
agama itu berarti mempelajari satu pemahaman
keagamaan tertentu sedangkan pendidikan
keagamaan itu mempelajari agama-agama. Kalau di
madrasah misalkan itu adalah pendidikan agama yang
mempelajari hanya agama Islam, tetapi kalau di
sekolah-sekolah umum adalah pendidikan keagamaan,
yang mencari common-ground dari semua agama
Nah, kalau common ground ini dipelajari di sekolah,
maka persatuan dan kesatuan bangsa ini akan bisa
tercapai. Sedangkan pelajaran agama sesuai dengan
agama masing-masing siswa dipelajari di sekolah akan
bisa memunculkan bibit-bibit perpecahan yang akan
berbahaya di kemudian hari. (Resonansi: Dialog
Agama dan Budaya, CRCS, 2008, hal. 41-42).

Pendidikan Agama berwawasan
multikulturalisme:
Indikator multikulturalisme: (1) dalam soal
penerimaan terhadap perkawinan berbeda
agama, (2) penerimaan terhadap orang yang
berbeda agama untuk mengajar anak di sekolah,
(3) penerimaan terhadap orang yang berbeda
agama dalam melakukan kegiatan di daerah
Muslim, dan (4) penerimaan terhadap orang
yang berbeda agama untuk membangun rumah
ibadah di daerah Muslim. (Hasil penelitian
Balitbang Depag, tentang Pemahaman Nilai-
nilai Multikultural Para Dai, 11-12-2007)
Pendidikan Agama berwawasan multikulturalisme:
Sebagai risalah profetik, Islam pada intinya adalah
seruan pada semua umat manusia, termasuk mereka
para pengikut agama-agama, menuju satu cita-cita
bersama kesatuan kemanusiaan (unity of mankind)
tanpa membedakan ras, warna kulit, etnik, kebudayaan,
dan agama... Pesan kesatuan ini secara tegas disinyalir
al-Quran: Katakanlah: Wahai semua penganut agama
(dan kebudayaan)! Bergegaslah menuju dialog dan
perjumpaan multikultural (kalimatun sawa) antara kami
dan kami... Dengan demikian, kalimatun sawa bukan
hanya mengakui pluralitas kehidupan. Ia adalah
sebentuk manifesto dan gerakan yang mendorong
kemajemukan (plurality) dan keragaman (diversity)
sebagai prinsip inti kehidupan dan mengukuhkan
pandangan bahwa semua kelompok multikultural
diperlakukan setara (equality) dan sama martabatnya
(dignity). (Pendidikan Agama Berwawasan Multikultural
hal. 45-46).
Pendidikan Agama berwawasan multikulturalisme:
Hai manusia, sesungguhnya Kami jadikan
kalian dari jenis laki-laki dan perempuan,
dan menjadikan kalian berkelompok-
kelompok dan berbangsa-bangsa, agar
kalian saling memahami dan saling
menghargai. Sesungguhnya orang yang
paling bermartabat di sisi Allah adalah
mereka yang paling dapat memahami dan
menghargai perbedaan di antara kamu.
(Buku Pendidikan Agama Berwawasan
Multikultural )
Muhsin Labib, dosen di Jakarta:
Mukmin sejati pastilah
kafir sejati karena ia
beriman kepada Allah
sekaligus kafir kepada
orang-orang zalim
(thaghut). Karena itu,
kita mesti menjadi kafir
yang baik, kafir
profetik. majalah ADIL,
No. 19, 28 Juni-11 Juli
2007).
Dr. Muhammad Ali, Dosen Fak. Ushuluddin dan
Filsafat UIN Jakarta:
Dalam konsep al-Quran, penganut
agama Yahudi, Kristen, dan Islam adalah
saudara seiman dan sebapak, Ibrahim,
meskipun mereka saling berselisih dalam
sejarahnya.... Karenanya tidak ada alasan
untuk mengafirkan dan mengutuk masuk
neraka Konfusianisme, Buddha, Mirza
Ghulam Ahmad, dan penganut-penganut
keyakinan lainnya.
M. Hilaly Basya, dosen di Jakarta:
Jadi tidak semua non-Muslim adalah kafir. ...
Jadi, kafir tidak identik dengan non-Muslim,
melainkan siapa pun dan beragama apa pun
ketika tidak adil dan menindas maka ia
disebut kafir... Akan lebih tepat jika term kafir
dimaknai sebagai penindas, dan mukmin
(orang beriman) adalah pejuang pembebasan
dari penindasan. . (Kembali ke-Al-Quran, Menafsir
Makna Zaman: Suara-suara kaum Muda Muhammadiyah, editor:
Pradana Boy ZTF dan M. Hilmi Faiq, pengantar oleh Moeslim
Abdurrahman, diterbitkan oleh UMM Press, 2004.)
LIBERALISASI DALAM STUDI ISLAM
Dalam masyarakat yang
sudah maju agama yang
dianut bukan lagi
dinamisme, animisme,
politeisme atau henoteisme,
tetapi agama monoteisme,
agama tauhid. Dasar ajaran
monoteisme ialah Tuhan
satu, Tuhan Maha Esa,
Pencipta alam semesta.
(Harun Nasution, Islam
Ditinjau dari Berbagai
Aspeknya, hal. 15).

Buku pegangan di PT Islam
Sejak tahun 1973
Agama adalah seperangkat doktrin,
kepercayaan, atau sekumpulan norma
dan ajaran Tuhan yang bersifat
universal dan mutlak kebenarannya.
Adapun keberagamaan, adalah
penyikapan atau pemahaman para
penganut agama terhadap doktrin,
kepercayaan, atau ajaran-ajaran
Tuhan itu, yang tentu saja menjadi
bersifat relatif, dan sudah pasti
kebenarannya menjadi bernilai
relatif.(Adeng Muhtar Ghazali, Ilmu
Studi Agama, (Bandung: Pustaka
Setia, 2005), hal. 20)
Islam yang ada di Indonesia bisa jadi
berbeda dengan di Timur Tengah. Hal ini
dikarenakan perbedaan pemahaman
masyarakatnya akibat setting ruang yang
tidak sama. Begitu pula Islam yang
dipahami oleh generasi awal Islam,
berbeda dengan yang dipahami gerenasi
abad pertengahan maupun abad modern
ini. (Masdar Himly, MA dan Akh. Muzakki,
M.A.g, Dinamika Baru Studi Islam, (Surabaya:
Arkola, 2005), hal. 84).
Buku Paradigma Baru Pendidikan Islam
(Depag. RI, 2008):
Melalui pengiriman para dosen IAIN
ke McGill dalam jumlah yang sangat
masif dari seluruh Indonesia, berarti
juga perubahan yang luar biasa dari
titik pandang tradisional studi Islam
ke arah pemikiran modern ala Barat.
Perubahan yang paling menyolok
terjadi pada tingkat elit. Tingkat elit
inilah yang selalu menggerakkan
tingkat grass root. (hal. 6).
(Wilfred C.) Smith adalah sosok yang kemudian
selalu dikagumi Mukti Ali karena sikap ramahnya
terhadap Islam dan metodologi yang dipakainya
dalam mempelajari Islam. Menurut Mukti Ali,
Smith tidak hanya menarik dari sisi simpatiknya
terhadap Islam tetapi juga dari pendekatan
holistik yang digunakannya. Bahwa Islam tidak
semata fenomena normatif, tetapi harus
dipandang dari sudut lain, sebagai fakta sejarah
dan sebagaimana agama-agama lain di dunia,
Islam muncul dalam peradaban manusia. Maka
pendekatan yang digunakan pun pendekatan
kemanusiaan. Empiris kemanusiaan menjadi
pendekatan yang dipilih untuk mendekati ajaran
Islam dan fenomena umatnya. (hal. 10).
Terlebih selama ini pendekatan yang
digunakan dalam dunia pendidikan secara
dominan masih bersifat normatif dan
kurang historis. Dengan demikian,
program ini akan menghasilkan sumber
daya manusia yang memiliki paradigma
historis dalam kajian Islam. Pendekatan
historis dan empirik dalam kajian agama
akan dipandang penting untuk
meningkatkan tradisi keilmuan dan
menciptakan model pemahaman
keagamaan yang bijak, demokratis dan
toleran.
Mimmaa akhaafu alaa ummatiy zallatu
aalimin wa jidaalu munaafiqin fil Quraani.
Termasuk diantara perkara yang aku
khawatirkan atas umatku adalah
tergelincirnya orang alim (dalam
kesalahan) dan silat lidahnya orang
munafik tentang al-Quran. (HR Thabrani
dan Ibn Hibban).

Disampaikan dalam ACARA RAPAT KOORDINASI MAJELIS
ULAMA INDONESIA SE-JAWA DAN LAMPUNG, 11-8-2009,
DI SERANG BANTEN.

Anda mungkin juga menyukai