Anda di halaman 1dari 13

1

BAB I
PENDAHULUAN
Demam rematik merupakan suatu penyakit sistemik yang dapat bersifat
akut, subakut, kronik, atau fulminan, terjadi setelah infeksi Streptococcus beta
hemolyticus group A pada saluran pernafasan bagian atas. Penyakit ini akan
menimbulkan gejala sisa (sekuele) yaitu penyakit jantung rematik. Demam
rematik dan penyakit jantung rematik hingga saat ini masih menjadi masalah
kesehatan yang penting di negara-negara yang sedang berkembang. Prevalensi
demam rematik/penyakit jantung rematik yang diperoleh dan penelitian WHO
mulai tahun 1984 di 16 negara sedang berkembang di Afrika, Amerika Latin,
Timur Jauh, Asia Tenggara dan Pasifik Barat berkisar 0,1 sampai 12,6 per 1.000
anak sekolah, dengan prevalensi rata-rata sebesar 2,2 per 1.000. Prevalensi pada
anak-anak sekolah di beberapa negara Asia pada tahun 1980-an berkisar 1 sampai
10 per 1.000. Dari suatu penelitian yang dilakukan di India Selatan diperoleh
prevalensi sebesar 4,9 per 1.000 anak sekolah, sementara angka yang didapatkan
di Thailand sebesar 1,2 sampai 2,1 per 1.000 anak seko1ah. Prevalensi demam
rematik di Indonesia belum diketahui secara pasti, meskipun beberapa penelitian
yang pernah dilakukan menunjukkan bahwa revalensi penyakit jantung rematik
berkisar 0,3 sampai 0,8 per 1.000 anak sekolah. Dengan demikian, secara kasar
dapat diperkirakan bahwa prevalensi demam rematik di Indonesia pasti lebih
tinggi dan angka tersebut, mengingat penyakit jantung rematik merupakan akibat
dari demam rematik.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A.Definisi
Demam rematik adalah suatu sindroma klinik penyakit akibat infeksi kuman
Streptokokus hemolitik grup A pada tenggorokan yang terjadi secara akut
ataupun berulang dengan satu atau lebih gejala mayor yaitu poliartritis migrans
akut, karditis, korea sydenham, nodul subkutan dan eritema marginatum.
B.Epidemiologi
Demam rematik masih sering didapati pada anak di Negara sedang berkembang
dan inseden tertinggi kejadian demam rematik mengenai anak usia antara 5 15
tahun. Data terakhir mengenai prevalensi demam rematik di Indonesia untuk
tahun 1981 1990 didapati 0,3-0,8 diantara 1000 anak sekolah dan jauh lebih
rendah dibanding negara berkembang lainnya 5,13. Statistik rumah sakit di negara
sedang berkembang menunjukkan sekitar 10 35 persen dari penderita penyakit
jantung yang masuk kerumah sakit adalah penderita DR dan PJR. Data yang
berasal dari negara berkembang memperlihatkan mortalitas karena DR dan PJR
masih merupakan problem dan kematian karena DR akut terdapat pada anak dan
dewasa muda.
C. Etiologi
Streptococcus Grup A didefinisikan sebagai genus bakteri gram-positif yang
ter-susun oleh strain Streptococcus pyogenes. Strain Streptococcus Grup A memiliki
antigen permukaan yang mirip dengan yang dikenali melalui tes serogroup Lancefield yang dinamakan antigen Lancefield grup A. Pengelompokkan oleh Lance-field
(ada sekitar 18 kelompok Lancefield) yang tersusun oleh kelompok spesies
Streptococcus yang berbeda yang memiliki antigen spesifik dan dibedakan dengan tes
antibodi spesifik Lancefield. Sebagai tambahan, strain Streptococcus Grup A adalah
beta hemolitikus (artinya bakteri dapat melisiskan sel darah merah pada plat agar
dengan sekretnya). Streptococcus Grup A tampak berpasang-pasangan dan
membentuk rantai pada pewarnaan Gram. Streptococcus Grup A juga disebut beta
strep, GAS (Group-A Streptococcus), dan GABHS (Group-A -haemolytic
Streptococcus/Streptococcus hemolisis- grup A).

Streptococcus Grup A sering ditemukan pada mulut dan kulit. Seseorang


dapat memiliki Streptococcus Grup A di mulut atau kulitnya dan tidak menunjukkan
gejala suatu penyakit. Pada umumnya infeksi Streptococcus Grup A adalah penyakit
ringan seperti faringitis atau impetigo. Kadang kadang juga dapat menyebabkan
penyakit yang parah dan bahkan mengancam nyawa.
Terdapat fakta yang cukup mendukung hubungan antara infeksi saluran napas
atas oleh Streptococcus Grup A dan demam rematik dan penyakit jantung rematik.
Sebanyak 2/3 pasien dengan episode akut demam rematik memiliki riwayat infeksi
saluran napas atas beberapa minggu sebelumnya, dan pasien dengan demam rematik
hampir selalu memiliki bukti serologis infeksi Streptococcus Grup A sebelumnya.

Streptococcus Grup A memiliki banyak komponen yang berkontribusi


terhadap kemampuan pathogennya untuk menimbulkan penyakit:
- Asam lipoteichoic pada permukaannya membantu Streptococcus Grup A
berikatan dengan membrane sel epitel.
- Protein M (lebih dari 100 tipe pada strain Streptococcus Grup A) membantu
bakteri bertahan dari reaksi imun host.
- Exotoksin (contoh: DNAse A, C dan D, streptolysin S, proteinase, streptokinase,
dan eksotoksin pirogen [A-D]).
- Stimulator sistem imun manusia (contoh: streptolysin O, DNAse Bm dan
hyaluronidase).
D.Patogenesis Demam Rematik
Demam rematik adalah suatu penyakit peradangan multisitem akut,di perantarai
secara imunologis, yang terjadi setelah suatu episode faringitis streptokokus grup
A setelah interval beberapa minggu yang biasanya selama 1 3 minggu. Faringitis
itu terkadang hampir asimtomatik. Beberapa strain reumatogenik streptokokus
grup A tampaknya berkaitan erat dengan peningkatan resiko demam rematik,
mungkin karena adanya kapsul sempurna yang sangat antigenik. Seperti diketahui,
sel kuman streptokokus berbentuk suatu fimbriae yang terdiri dari mukopeptid,

karbohidrat grup C dan M-protein. Bagian luar fimbriae sendiri diselaputi oleh
kapsul asam hialuronik. Semua bahan bahan itu ternyata mempunyai peranan
yang sangat penting dalam menentukan virulensi kuman dan sifat antigeniknya.
Apabila terjadi infeksi kuman streptokokus pada jaringan tubuh, maka sel-sel
kuman streptokokus akan mengeluarkan komponen-komponen yang bersifat
antigenik seperti hialuronidase, streptodornase, streptokinase, M protein dan
sebagainya. Karena komponen tersebut bersifat antigenic maka tubuh pun akan
membentuk banyak antibody untuk menetralisirnya. Diperkiarakan antibody yang
ditujukan untuk menetralisir M-protein dari kuman streptokokus bereaksi silan
dengan protein normal yang terdapat di jantung, sendi dan jaringan lain.
Kenyataannya bahwa gejala biasanya belum muncul sampai 2-3 minggu setelah
infeksi dan bahwa streptokokus tidak ditemukan pada lesi mendukung konsep
bahwa demam reumatik terjadi akibat respon imun terhadap bakteri penyebab.

Infeksi demam rematik sering terjadi secara berulang dan dikenal sebagai
reaktivasi rema. Walaupun penyakit ini merupakan suatu inflamasi sistemik, tetapi
penyakit jantung rematik meruapakan satu-satunya komplikasi demam rematik
yang paling permanen sifatnya. Tampaknya komplikasi ini ditentukan oleh
beratnya infeksi demam rematik yang pertama kali dan seringnya terjadi
reaktivasi rema. Itu sebabnya, tidak semua demam rematik akan berkembang
menjadi penyakit jantung rematik. Sebaliknya, tidak semua penyakit jantung
rematik mempunyai riwayat demam rematik yang jelas sebelumnya. Hal ini
mungkin karena gejala-gejala demam rematik pada fase dini memang tidak mudah

dikenali, atau demam rematik memang tak jarang hanya bersifat silent attack,
tanpa disertai gejala klinis yang nyata. Demam rematik biasanya menyerang
jaringan otot miokard, endokard dan perikard, terutama pada katup mitral dan
katup aorta. Kelainan pada katup trikuspid sangat jarang disebabkan oleh infeksi
rema. Secara histopatologis,infeksi demam rematik ditandai dengan adanya proses
Aschoff bodies yang khas, walaupun secara klinis tidak ada tanda-tanda reaktivasi
rema yang jelas. Daun katup dan korda tendinae akan mengalami edema, proses
fibrosis, penebalan, vegetasi-vegetasi dan mungkin kalsifikasi.
E.Faktor Resiko
1. Riwayat keluarga. Beberapa orang merupakan pembawa gen yang rentan
terhadap demam rematik.
2. Lingkungan. Resiko demam rematik sangat tinggi pada pemukiman yang padat,
sanitasi buruk dan kondisi lain yang meningkatkan resiko penularan atau pajanan
berulang Streptococcus Grup A.
3. Riwayat penyakit kronik. Penyakit kronik seperti kanker, diabetes mellitus, dan
penyakit paru atau jantung kronik memiliki resiko tinggi untuk menderita demam
rematik.6
F. Diagnosis
Diagnosis demam rematik lazim didasarkan pada suatu kriteria yang untuk
pertama kali diajukan oleh T. Duchett Jones dan, oleh karena itu kemudian dikenal
sebagai kriteria Jones. Kriteria Jones memuat kelompok kriteria mayor dan minor
yang pada dasarnya merupakan manifestasi klinik dan laboratorik demam rematik.
Pada perkembangan selanjutnya, kriteria ini kemudian diperbaiki oleh American
Heart Association dengan menambahkan bukti adanya infeksi streptokokus
sebelumnya (Tabel 1). Apabila ditemukan 2 kriteria mayor, atau 1 kriterium
mayor dan 2 kriteria minor, ditambah dengan bukti adanya infeksi streptokokus
sebelumnya, kemungkinan besar menandakan adanya demam rematik. Tanpa
didukung bukti adanya infeksi streptokokus, maka diagnosis demam rematik
harus selalu diragukan, kecuali pada kasus demam rematik dengan manifestasi
mayor tunggal berupa korea Syndenham atau karditis derajat ringan, yang
biasanya terjadi jika demam rernatik baru muncul setelah masa laten yang lama
dan infeksi strepthkokus. Perlu diingat bahwa kriteria Jones tidak bersifat mutlak,
tetapi hanya sebagai suatu pedoman dalam menentukan diagnosis demam rematik.
Kriteria ini bermanfaat untuk memperkecil kemungkinan terjadinya kesalahan
diagnosis, baik berupa overdiagnosis maupun underdiagnosis.

Pada tahun 2003, WHO merekomendasikan untuk melanjutkan penggunaan


criteria Jones yang diperbaharui (1992) untuk demam rematik serangan pertama
dan serangan rekuren DR pada pasien yang diketahui tidak
mengalami PJR. Untuk serangan rekuren DR pada pasien yang sudah mengalami
penyakit jantung rematik, WHO merekomendasikan untuk menggunakan 2
kriteria minor dengan diertai bukti infeksi SGA sebelumnya. Kriteria diagnostic
PJR ditujukan untuk pasien yang datang pertama kali denga mitral stenosis murni
atau kombinasi stenosis mitral dan insufisiensi mitral dan atau penyakit katup
aorta.
Kriteria DR menurut WHO tahun 2002 2003 dapat dilihat pada tabel 2
berikut :

1.Kriteria Mayor
a. Karditis
Merupakan manifestasi klinik demam rematik yang paling berat karena
merupakan satu-satunya manifestasi yang dapat mengakibatkan kematian
penderita pada fase akut dan dapat menyebabkan kelainan katup sehingga terjadi
penyakit jantung rematik. Penderita tanpa keterlibatan jantung pada pemeriksaan
awal harus dipantau dengan ketat untuk mendeteksi adanya karditis sampai tiga
minggu berikutnya. Jika karditis tidak muncul dalam 2-3 minggu biasanya jarang
akan muncul selanjutnya.
Diagnosis karditis rematik dapat ditegakkan secara klinik berdasarkan adanya
salah satu tanda berikut:

1. Bising jantung organik. Pemeriksaan ekokardiografi yang menunjukan adanya


AI atau MI saja tanpa adanya bising jantung organic tidak dapat disebut sebagai
karditis.
2. Perikarditis ( friction rub, efusi pericardium, nyeri dada, perubahan EKG)
3. Kardiomegali pada foto thorak
4. Gagal jantung kongestif.
b. Poliartritis Migrans
Ditandai oleh adanya nyeri, pembengkakan, kemerahan, teraba panas, dan
keterbatasan gerak aktif pada dua sendi atau lebih. Artritis pada demam rematik
paling sering mengenai sendi-sendi besar. Kelainan ini hanya berlangsung
beberapa hari sampai seminggu pada satu sendi dan kemudian berpindah,
sehingga dapat ditemukan artritis yang saling tumpang tindih pada beberapa sendi
pada waktu yang sama; sementara tanda-tanda radang mereda pada satu sendi,
sendi yang lain mulai terlibat. Perlu diingat bahwa artritis yang hanya mengenai
satu sendi (monoartritis) tidak dapat dijadikan sebagai suatu kriterium mayor.
Selain itu, agar dapat digunakan sebagai suatu kriterium mayor, poliartritis harus
disertai sekurang-kurangnya dua kriteria minor, seperti demam dan kenaikan laju
endap darah, serta harus didukung oleh adanya titer ASTO atau antibodi
antistreptokokus lainnya yang tinggi. Arthritis ini mempunyai respon yang cepat
dengan pemberian salisilat, bahkan pada dosis rendah.
c.Korea Sydenham
Secara khas ditandai oleh adanya gerakan tidak disadari dan tidak bertujuan yang
berlangsung cepat dan umumnya bersifat bilateral, meskipun dapat juga hanya
mengenai satu sisi tubuh. Manifestasi demam rematik ini lazim disertai kelemahan
otot dan ketidak-stabilan emosi. Manifestasi ini lebih nyata bila penderita bangun
dan dalam keadaan tertekan. Tanpa pengobatan gejala korea ini menghilang dalam
1-2 minggu. Pada kasus yang berat meskipun denga terapi gejala ini dapat
menetap selama 3-4 minggu dan bahakan sampai 2 tahun,
walupun jarang.
d. Eritema marginatum
Merupakan ruam yang khas pada demam rematik, berupa ruam yang tidak gatal,
macular dan tepi eritema yang menjalar dari bagian satu ke bagian lain
mengelilingi kulit yang tampak normal, terjadi pada 5 % kasus. Lesi ini

berdiameter 2,5 cm dan paling sering ditemukan pada tubuh, tungkai proksimal
dan tidak melibatkan muka. Pada penderita kulit hitam sukar ditemukan.
e. Nodulus subkutan
Pada umumnya hanya dijumpai pada kasus yang berat dan terdapat di daerah
ekstensor persendian, pada kulit kepala serta kolumna vertebralis. Nodul ini
berupa massa yang padat, tidak terasa nyeri, mudah digerakkan dari kulit di
atasnya, dengan diameter dan beberapa milimeter sampai sekitar 2 cm. Tanda ini
pada umumnya tidak akan ditemukan jika tidak terdapat karditis.
2. Kriteria Minor
a. Riwayar demam rematik sebelumnya
Dapat digunakan sebagai salah satu kriteria minor apabila tercatat dengan baik
sebagai suatu diagnosis yang didasarkan pada kriteria obyektif yang sama. Akan
tetapi, riwayat demam rematik atau penyakit jantung rematik inaktif yang pernah
diidap seorang penderita seringkali tidak tercatat secara baik sehingga sulit
dipastikan kebenarannya, atau bahkan tidak terdiagnosis.
b. Artralgia
Merupakan rasa nyeri pada satu sendi atau lebih tanpa disertai peradangan atau
keterbatasan gerak sendi. Gejala minor ini harus dibedakan dengan nyeri pada otot
atau jaringan periartikular lainnya, atau dengan nyeri sendi malam hari yang lazim
terjadi pada anak-anak normal. Artralgia tidak dapat digunakan sebagai kriteria
minor apabila poliartritis sudah dipakai sebagai kriteria mayor.
c. Demam
Pada demam rematik biasanya ringan,meskipun adakalanya mencapai 39C,
terutama jika terdapat karditis. Manifestasi ini lazim berlangsung sebagai suatu
demam derajat ringan selama beberapa minggu(1,9,11). Demam merupakan
pertanda infeksi yang tidak spesifik, dan karena dapat dijumpai pada begitu
banyak penyakit lain, kriteria minor ini tidak meiliki arti diagnosis banding yang
bermakna.
d. Peningkatan kadar reaktan fase akut
Perupa kenaikan laju endap darah, kadar protein C reaktif, serta leukositosis
merupakan indikator nonspesifik dan peradangan atau infeksi. Ketiga tanda reaksi
fase akut ini hampir selalu ditemukan pada demam rematik, kecuali jika korea

10

merupakan satu-satunya manifestasi mayor yang ditemukan. Perlu diingat bahwa


laju endap darah juga meningkat pada kasus anemia dan gagal jantung kongestif.
Adapun protein C reaktif tidak meningkat pada anemia, akan tetapi mengalami
kenaikan pada gagal jantung kongestif. Laju endap darah dan kadar protein C
reaktif dapat meningkat pada semua kasus.
e. Bukti yang Mendukung
Titer antistreptolisin O (ASTO) merupakan pemeriksaan diagnostik standar untuk
demam rematik, sebagai salah satu bukti yang mendukung adanya infeksi
streptokokus. Titer ASTO dianggap meningkat apabila mencapai 250 unit Todd
pada orang dewasa atau 333 unit Todd pada anak-anak di atas usia 5 tahun, dan
dapat dijumpai pada sekitar 70% sampai 80% kasus demam rematik akutInfeksi
streptokokus

juga

dapat

dibuktikan

dengan

melakukan

biakan

usapan

tenggorokan. Biakan positif pada sekitar 50% kasus demam rematik akut.
Bagaimanapun, biakan yang negatif tidak dapat mengesampingkan kemungkinan
adasnya infeksi streptokokus akut
f. Bukti adanya keterlibatan jantung
1. Gambaran radiologis
Berguna untuk menilai besar jantung. Tetapi gambaran radiologis mormal tidak
mengesampingkan adnya karditis. Pemeriksaan radiologis secar berseri berguna
untuk menentukan prognosis dan kemungkinan adanya perikarditis.
2. Gambaran elektrokardiografi
Pemeriksaan EKG awal secara seri berguna dalam mendiagnosis dan tatalaksana
DRA walaupun pemeriksaan ini kadang kadang mungkin normal kecuali adanya
sinus takikardi. Pemanjangan interval PR terjadi pada 28-40 % penderita, jauh
leboh sering daripada penyakit demam yang lain.
G. Dasar Diagnosis
Highly probable (sangat mungkin)
2 mayor atau 1 mayor + 2 minor
Disertai bukti infeksi streptococcus hemolyticus group A
ASTO
Kultur (+)
Doubtful diagnosis (meragukan)
2 mayor
1 mayor + 2 minor

11

Tidak terdapat bukti infeksi streptococcus hemolyticus group A


ASTO
Kultur (+)
Exception (pengecualian)
Diagnosa DRA dapat ditegakkan bila hanya ditemukan Korea saja atau
Karditis indolen saja
H. Penatalaksanaan
Tatalaksana pengobatan yang dipakai sesuai Taranta dan Markowitz yang
telah di modifikasi.
1. Tindakan umum dan tirah baring
Hanya
artritis

Karditis
minimal

Karditis
sedang

Karditis
berat

Tirah baring
Ambulasi
dirumah
Ambulasi luar
( sekolah)

1-2 minggu
1-2 minggu

2-3 minggu
2-3 minggu

4-6 minggu
4-6minggu

2-4 bulan
2-3 bulan

2-4 minggu

1-3 bulan

2-3 bulan

Aktifitas
penuh

Setelah
minggu

Setelah
minggu

Setelah
bulan

2 minggu
6-10

6-10

3-6

bervariasi

2. Pemusnahan streptokok
Benzatin PNC G

jika alergi
benzatin
penisilin G
Alternative lain

Eritromicin

1,2 juta unit i.m


untuk BB > 30 kg
dan 600.000 unit
untuk BB < 30 kg
40mg/kg BB/ hari

Oral penisilin v
Oral sulfadiazin
Oral eritromicin

2 x 250 mg
1 gr/hari
2 x 250 mg

satu kali

2-4 dosis selama


10 hari

3. Pengobatan anti nyeri dan anti radang


Anti inflamasi asetosal saja diberikan pada karditis ringan sampai sedang,
sedangkan prednisone hanya diberikan pada karditis berat.
Kriteria beratnya karditis :
1. Karditis minimal : tidak jelas ditemukan kardiomegali
2. Karditis sedang : kardiomegali ringan
3. Karditis berat : jelas terdapat kardiomegali disertai tanda
artritis

Karditis

Karditis

Karditis

ringan

sedang

berat

Prednisone

2-6 minggu

aspirin

1-2 minggu

2-4 minggu

6- 8 minggu

2-4 bulan

Dosis : prednisone : 2 mg/kgBB/hari dibagi 4 dosis

12

Aspirin : 100 mg/kgBB/hari dibagi 4-6 dosis


Dosis prednisone di tapering off pada minggu terakhir pemberian dan mulai
diberikan aspirin. Setelah 2 minggu aspirin diturunkan, 60 mg/kgBB/hari.
4. Pencegahan
Pencegahan sekunder: pencegahan berulangnya demam rematik
Intramuskuler

Benzatin PNC G

oral

Penisilin V
sulfadiazin
eritromisin

1,2 juta unit untuk


BB > 30 kg
600000 unit BB <
30 kg
125-250 mg
1 gram
250 mg

setiap 28 minggu

2 kali sehari
Sekali
2 kali sehari

Diberikan pada demam rematik akut, termasuk korea tanpa penyakit jantung
rematik.
Lama pencegahan diberikan sampai usia 21-25 tahun pada pasien tanpa bukti
kelainan katup, bukan pasien dengan resiko tinggi. Jika terdapat kelainan katup
diberikan seumur hidup.
I.Komplikasi
Penyakit jantung rematik yang melibatkan katup dan endocardium adalah
mani-festasi terpenting pada demam rematik. Lesi valvular berawal dari lesi
veruka kecil yang terdiri dari fibrin dan sel sel darah sepanjang satu atau lebih
katup jantung. Katup mitral yang paling sering terkena, kemudian katup aorta;
manifes-tasi jantung kanan jarang terjadi. Setelah inflamasi menghilang, veruka
biasanya menghilang dan meninggalkan jaringan parut. Dengan serangan berulang
demam rematik, veruka baru terbentuk dekat yang sebelumnya, dan dinding
endocardium dan chordae tendineae ikut terlibat. Kerusakan yang dapat
ditimbulkan :
- Stenosis katup, terjadi karena penyempitan celah katup yang be-rakibat
menurunnya aliran darah
- Regurgitasi katup, terjadi kebocoran katup yang berakibat darah mengalir ke
arah yang salah.
- Kerusakan otot jantung, disebabkan oleh inflamasi oleh demam rematik,
sehingga dapat menyebabkan fungsi memompa jantung berkurang.
Kerusakan katup mitral, katup jantung lain dan jaringan jantung lain dapat menyebabkan masalah terhadap jantung di kemudian hari, antara lain:

13

- Fibrilasi atrium, atrium jantung mengalami denyut yang ireguler dan kacau.
- Gagal jantung, ketidakmampuan jantung untuk memompa darah yang cukup
untuk seluruh tubuh.
J. Prognosis
Prognosis demam rematik tergantung pada stadium saat diagnosis ditegakkan,
umur, ada tidaknya dan luasnya kelainan jantung, pengobatan yang diberikan,
serta jumlah serangan sebelumnya. Prognosis pada umumnya buruk pada
penderita dengan karditis pada masa kanak-kanak. Serangan ulang dalamwaktu 5
tahun pertama dapat dialami oleh sekitar 20% penderita dan kekambuhan jarang
terjadi setelah usia 21 tahun.

Anda mungkin juga menyukai