Anda di halaman 1dari 16

Tugas Kelompok

MATRIKS DAN VEKTOR


Mata Kuliah : FISIKA MATEMATIKA I
Dosen : Aldila S.GP

Di susun oleh

Muhammad Sukma Rohim

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI


JURUSAN TARBIYAH PROGRAM STUDY FISIKA
PALANGKA RAYA 2008
MATRIX
A. Pengertian
Matrix adalah suatu kumpulan angka-angka (sering disebut elemen-elemen yang
disusun menurut baris dan kolom sehingga berbentuk persegi
panjang, di mana panjangnya berbentuk empat persegi panjang,
dimana panjang dan lebarnya ditujukkan oleh banyaknya kolom-
kolom dan baris-baris.

B. Berbagai macam matrix.


1) Square Matrix
Ialah suatu matrik dimana banyaknya baris sama dengan banyaknya kolom (m
= n). papbila m = n, maka matrix A disebut SQUARE MATRIX ORDE n.
sering disebut matrix kudrat atau matrix jajaran genjang.
Contoh:
1. m =n=3 2. m=n=2

3 5 4
A= 2 3 1 B= b11 b12
1 4 2 b21 b22

2) Identity matrix
Ialah suatu matrix dimana elemen-elemennya mempunyai nilai 1 pada
diagonal pokok dan 0 pada tempat-tempat lain di liar diagonal pokok
( diagonal dari kiri atas ke kanan – bawah). Matrix A disebut identity matrix
dan biasanya diberi sibol In.
Contoh:
1. n=2 2. n=3

1 0 0
1 0 0 1 0
I2 = 0 1 I3 =
0 0 1

3) Diagonal Matrix
Ialah suatu matrix dimana semua elemen di luar diaogonal pokok mempunyai
nilai 0 dan paling tidak satu elemen pada diagonal pokok == 0,biasanya diberi
simbol D.
Contoh:
1 0 0
D= 0 2 0
0 5 0

4) Scalar matrix
Ialah suatu bilangan konstan. Kalau k, suatu bilangan konstan, maka hasil k.I
dinamakan scalar matrix.

1 0 0 k 0 0
k.I3 = k 0 1 0 = 0 k 0
0 0 1 0 0 k

Contoh:
K=4

1 0 0 4 0 0
4.I3 = 4 0 1 0 = 0 4 0
0 0 1 0 0 4

5) Nol Matrix
Ialah suatu matrix dimana semua elemennya mempunyai niali = 0 (nol)
biasanya diberi simbol 0 dibaca matrix nol.
Contoh:

0 0 0
0= 0 0 0
0 0 0

C. Operasi matrix
Dua buah matrix A dan B dikatakan sama yaitu A=B, apabila A dan B
mempunyai jumlah baris dan kolom yang sama dan disamping itu elemen-elemen
pada baris dan kolom yang bersangkutan harus sama artinya aij = bij untuk semua
nilai I dan j, dimana:
aij = elemen matrix A dari baris i dan kolom j
bij= elemen matrix B dari baris i dan kolom j
contoh:
1.
2 4 2 4
A= 3 5 dan B = 3 5

A =B
2. 1 0 0 1 0
A= 0 1 0 dan B= 0 1

A = B; jumlah kolom tidak sama.


1) Penjumlahan matrix
Kalau matrix A = (bij), dengan m = baris dan n = kolom dan matrix B =
(bij), dengan m = baris dan n = kolom, dijumlahkan (dikurangi) maka
diperoleh matrix yang ketiga, yaitu matrix c = (cij), dengan m = baris dan n=
kolom. Dimana elemen-elemennya diperoleh dengan menjumlahkan
(mengurangkan) elemen-elemen matrix A dan B yaitu bahwa: cij = aij + bij.

a11…a12...a1j…a1n b11…b12…b1j…b1n
a21…a22…a2j…a2n b21…b22…b2j…b2n
A+B= ai1…..ai2…aij….ain + bi1….bi2….bij….bin =

am1…am2..amj...amn bm1..bm2..bmj…bmn

c11…c12…c1j…c1n
C= c21…c22…c2j….c2n
ci1….c12…cij…..cin
cm1…cm2..cmj..cmn
A= 4 2 5 dan B = 1 3 2 A+B=C 5 5 7
3 1 6 3 1 4 6 2 10

Untuk bisa melakukan penjumlahan dan pengurangan dari matrix A dan


B, kedua matrix ters3ebut harus mempunyai jumlah baris dan kolom yang
sama.

2) Pengurangan matrix
A – B = A + (-1) B
Contoh:
4 3 4 2
A= 2 5 dan B = 1 3
4 3 -4 -2 0 1
A – B = A + (-1) B = 2 5 + -1 -3 = 1 2

Untuk melakukan penjumlahan dan pengurangan dari matrix A dan B kedua


matrix tersebut harus mempunyai jumlah baris dan kolom yang sama.
Hukum bagi penjumlahan matrix:
a. A + B = (aij + bij) = (bij + aij) = B + A
b. A + B + C = (aij + bij ) + c = (A + B) + C = aij + (bij + cij) = A + (B+C)
3) Perkalian matrix
a. Perkalian dengan scalar
Mengalikan matrix dengan sebuah bilangan atau mengalikan masing-
masing elemennya dengan bilangan tersebut.
Apabila matrix A harus dikalikan dengan scalar k ini berarti bahwa semua
elemen dari matrix A harus dikalilan dengan k, jadi apabila A = (aij), maka
kA = k(aij) = (aij) k = Ak.
Contoh:

3 2 5 12 8 20
4x =
6 1 7 24 4 28

Yaitu secara umum k[aij] = [k aij]


b. Perkalian 2 buah matrix
Dua buah matrix dapat dikalikan, satu terhadap yang lain, hanya jika
banyaknya kolom dalam matrix yang pertama sama dengan banyaknya
baris dalam matrix yang ke dua.

b1
A = (a11) = a11 a12 a13 B = (bij) = b2
a21 a22 a23
b3
b1
a11 a12 a13 b2 a11b1 + a12b2 + a13b3
Maka A B = . a21 a22 a23 . b3
= a21b1 + a22b2 + a23b3
Contoh:
1. 8
4 7 6 5
A= 2 3 1 B= 9
4.8 + 7.5 + 6.9 32 35 54 121
.
A B = 2.8 + 3.5 + 1.9 = 16 15 9 = 40

2.
5 8 4 3 1
A= 7 B= 2 5 8 6
4

1 5
2 7 8 4 3 1
A . B= 3 4 . 2 5 8 6

1.8 + 5.2 1.4 + 5.5 1.3 + 5.8 1.1 + 5.6


2.8 + 7.2 2.4 + 7.5 2.3 + 7.8 2.1 + 7.6
= 3.8 + 4.2 3.4 + 4.5 3.3 + 4.8 3.1 + 4.6

8+10 4+25 3+40 1+30 18 29 43 31


= 16+14 8+35 6+56 2+42 30 43 62 44
28+8 12+20 9+32 3+42 36 32 41 27

D. Matrik Transpos
Matriks A transpose didapatkan dari matriks A dengan memindahkan elemen
baris menjadi elemen kolom atau dengan memindahkan elemen kolom menjadi
elemen baris.
Jika kita memiliki matriks A, maka matriks transpose dari A biasa ditulis sebagai AT,
misalnya :
a d
 a b c T T  e 
A  
d  maka matriks transpose A adalah : A = b
d f 
 c f 

E. Matriks invers A-1


Matriks invers dari suatu matriks A adalah matriks B yang bila
diperkalikan dengan matrik A memberikan matriks satuan I, yakni :
AB=I
Selanjutnya, notasi matriks invers A dinyatakan dengan A-1 dapat dibuktikan
bahwa
AB-1=A-1A=I
Cara mencari matriks invers
Sebuah matrik yang dikalikan matriks inversnya akan menghasilkan matrik
satuan.
A A-1 = I
Contoh
5 2
Jika A   3 1 , hitunglah A-1
 

5 2
Penyelesaian A   3 1 ,
 

a b
Misalkan A-1= c
 d

Gunakan persamaan
AB-1=A-1A=I
Metode matrik kofaktor
1
A-1= KT
det A
Dengan K adalah matrik kofaktor dari matrik A
Contoh
5 2
Hitunglah invers dari matrik A   3 1
 

Penyelesaian
5 2
det A   3 1 =5+6=11
 

matrik kofaktor K yang diperoleh dari persamaan (1) adalah:


5 2
K   3 1 dan
 

5 2
KT   3 1
 

Dengan menggunakan persamaan (5.4) diperoleh:


T
-1 1 1  2
A = 
11  3 5 

Catatan
1. jika matrik A adalah matrik ber ordo n x n dan det A  0 maka matrik tersebut
mempuyai matrik invers A-1 matrik A disebut matrik nonsingular
2. jika det A=0 maka matriks A disebut matriks singular matriks singular tidak
mempunyai matrik invers

VEKTOR
Pengertian Vektor
Besaran Vektor dapat disajikan dengan menggunakan suatu bilangan real,
kemudian diikuti dengan sistem suatu yang sesuai. Secara geometri, besaran
vektor dapat disajikan dengan ruas garis berarah. Panjang ruas garis
menyatakan panjang atau besar vaktor, sedangkan arah anak panah
menunjukan arah vaktor.

Kesamaan Vektor
Dua vektor a dan b dikatakan sama (ekuivalent), jika dan hanya jika kedua vektor
itu mempunyai panjang dan arah yang sama. Dua vektor yang sama, ditulis a = b
(perhatikan gambar a). Sebagai contoh, perhatikan kubus ABCD.EFGH pada
 
gambar b. Misalnya AH wakil dari vektor a dan BG wakil dari vektor b, maka a
 
= b (a sama dengan atau ekivalen b) sebab AH dan BG mempunyai arah dan
panjang yang sama.
H
G

E F

a
b
D
C

(a) A B
(b)
Penjumlahan Vektor A
Misalkan jumlah dari vektor u dengan v adalah w, maka penjumlahan vektor u
dengan vektor v itu dituliskan sebagai w = u + v. Vektor w disebut vektor
resultan dari vektor u dengan vektor v. Secara geometri, vektor w = u + v dapat
ditentukan dengan dua cara, yaitu aturan segitiga dan aturan jajargenjang.

Aturan Segitiga
Definisi:
Jumlah vektor u dengan vektor v atau w = u + v dapat ditentukan dengan cara
memindahkan vektor v (tanpa mengubah besar dan arahnya), sehingga titik
pangkal vektor v berimpit dengan titik ujung dari vektor u. Vektor w = u + v
yang dimaksud diperoleh dengan menghubungkan titik pangkal vektor u
dengan titik ujung atau titik terminal vektor v yang telah dipindahkan tadi. (lihat
gambar di bawah ini). Menjumlahkan vektor dengan cara seperti ini dikenal
sebagai aturan segitiga.
Aturan Jajargenjang
Cara lain untuk menentukan jumlah vektor u dan vektor v adalah dengan
memindahkan vektor v (tanpa mengubah besar dan arahnya), sehingga titik
pangkal vektor v berimpit dengan titk pangkal vektor u. Vektor w = u + v yang
dimaksud adalah vektor yang titik pangkalnya di titik pangkal persekutuan
vektor u dan v serta vektor itu berimpit dengan diagonal jajargenjang yang
dibentuk oleh vektor u dan vektor v tadi. Menjumlahkan vektor dengan cara
seperti ini dikenal sebagai aturan jajargenjang (paralelogram).

Sifat-Sifat Penjumlahan Vektor


a. Komutatif : u + v = v + u
b. Asosiatif : (u + v) + w = u + (v + w)
c. Terdapat unsur identitas atau unsur satuan (yaitu vektor 0) sehingga berlaku
hubungan : 0 + v = v + 0 = v
d. Setiap vektor mempunyai sebuah unsur invers tambah. Jika vektor -v
merupakan invers tambah dari vektor v, maka berlaku hubungan v + (-v) = 0.

Pengurangan Vektor
Definisi:
Jika u dan v sebarang dua vektor, pengurangan v dari u didefinisikan oleh
u - v = u + (-v)

Perkalian Vektor dengan Skalar


Definisi:
Jika v adalah vektor taknol dan k bilangan real taknol (skalar), maka hasil kali kv
didefinisikan sebagai vektor yang panjangnya |k| kali panjang v dan arahnya
sama seperti arah v jika k > 0. dan berlawanan arah v jika k < 0.
Kita definisikan kv = 0 jika k = 0 atau v = 0.

Sifat-Sifat Perkalian Vektor dengan Skalar


a. ||m v|| = |m| ||v||
b. m (-v) = -m v
c. m v = v m
d. (m +n) v = m v + n v
e. m(u + v) = m u + m v

Panjang Vektor
Misalkan R adalah sebuah titik pada bidang dengan koordinat (x, y) dan r, maka r
x
dapat disajikan dalam bentuk vektor kolom sebagai r =   . Panjang atau besar
y

dari ruas garis berarah OR dilambangkan dengan
Dari gambar di samping, didapat hubungan:
OR2 = OA2 + OB2
 OR2 = x2 + y2 R(x,y)
 OR = x2  y2 y r

Dengan demikian, panjang OR adalah:
||OR|| = x2 + y 2 X
x
x
Jadi, besar atau panjang vektor r =   dapat ditentukan dengan rumus:
y
||r|| = x2  y2

Misalkan titik R mempunyai koordinat (x, y, z) dan OR mewakili vektor r,
x
 
maka vektor r dapat dinyatakan dalam bentuk vektor kolom sebagai r =  y  .
z
 
 
Panjang atau besar ruas garis berarah OR ditulis sebagai || OR || atau OR.
Berdasarkan gambar di
Z
samping diperoleh hubungan:
OR2 = OD2 + C
2
DR ...................... (1)
Sedangkan OD2 = OA2 +
OB2 R
OD2 = x2 + y2 r
dan DR2 = z2
Substitusi OD2 dan DR2 ke O Y
B
persamaan (1) diperoleh
OR2 = x2 + y2 + z2
Dengan demikian
 A D
|| OR || = OR = x 2  y 2  z2 X
x
 
Jadi, besar atau panjang vektor r =  y  dapat ditentukan dengan rumus
z
 
||r|| = x 2 + y 2 + z2

Contoh:
1 3 2
     
Diketahui vektor-vektor a =  2  , b =  -2  dan c =  5  . Hitunglah||2a - b +
 -2  1 4
     
c||
Jawab:
 1 3  2  1
       
2a – b + c = 2  2  -  -2  +  5  =  11 ||2a - b + c|| =
 -2   1  4  -1 
       
(1)2 + (11)2 + (-1)2 = 123 . Jadi, panjang vektor a + b + c adalah ||2a - b
+ c|| = 123 satuan panjang
Rumus Jarak
Misalkan dua titik di R-3, yaitu titik P dengan koordinat (x 1,y1,z1) dan titik Q

dengan koordinat (x2,y2,z2). Ruas garis berarah PQ mewakili suatu vektor
dengan komponen-komponen  (x2 – x1), (y2 – y1), dan (z2 – z1). Oleh karena itu,
panjang ruas garis berarah PQ dapat ditentukan dengan rumus berikut.


|| PQ || = (x 2 - x1 )2 + (y 2 - y1 )2 + (z 2 - z1 )2

Vektor Satuan
Dalam bentuk vektor kolom, vektor-vektor satuan di R-2 dapat dinyatakan
sebagai berikut.
1 0
î =   dan ĵ =  
0 1
Untuk satuan vektor a yang bukan vektor nol, kita dapat menentukan vektor
satuan dari vektor a. Vektor satuan dari a (dilambangkan dengan ê , dibaca:
e topi) searah dengan vektor a dan panjangnya sama dengan satu satuan.
x
Jika, vektor a =   , maka vektor satuan dari a ditentukan dengan rumus:
y

a 1 x
ê = =  
a x2  y2  y 

Dengan sifat yang sama untuk vektor-vektor di R-3, vektor satuan dari vektor
a(x,y,z) ditentukan dengan rumus:
x
a 1  
ê = = y
a 2  
x  y  z z
2 2

 

Rumus Pembagian Ruang Garis di R-3 (Bentuk Vektor dan Bentuk Koordinat)
Pembagian Ruas Garis dalam Perbandingan Bagian

Misalkan titik C terletak pada ruas garis AB, sehingga titik C membagi ruas garis
AB dengan perbandingan m : n, maka AC : CB = m : n atau AC : AB = m : (m +
n) (lihat gambar di bawah ini)

• m
• n •
A C B

Tanda-tanda (positif atau negatifnya) m dan n ditentukan dengan kesepakatan


sebagai berikut.  
(1) Jika C terletak di dalam ruas garis AB sehingga AC dan CB searah, maka,
m dman n bertanda sama (m dan n keduanya positif atau keduanya negatif).
(2) Jika C terletak
 di luar ruas garis AB tetapi pada perpanjangan ruas garis AB,
maka AC dan CB berlawanan arah. Dalam hal demikian, m dan n
berlawanan tanda (m positif dan n negatif atau m negatif dan n positif).

Rumus Pembagian Ruas Garis dalam Bentuk Vektor


Vektor posisi titik A dan B berturut-turut adalah a dan b. Titik C pada ruas garis
AB dengan perbandingan m : n atau AC : CB = m : n. Jika vektor posisi titik C
adalah c, maka vektor c ditentukan dengan rumus
mb  na
c=
mn
Rumus ini juga berlaku untuk titik C yang terletak pada perpanjangan garis
AB.

Contoh:
Vektor posisi titik A dan titik B berturut-turut adalah a dan b. Pada ruas garis
AB, tandailah titik C sehingga AC : CB = 1 : 3, tentukan vektor posisi titik C,
Jawab :
1b  3a 1
Misalkan vektor posisi titik C adalah c, maka c =   b  3a 
1 3 4

Rumus Pembagian Ruas Garis dalam Bentuk Koordinat.


Diketahui koordinat titik A( x1,y1,z1 ), B( x 2 ,y 2 ,z 2 ), dan C(x,y,z),
Jika titik C membagi ruas garis AB
dengan perbandingan m : n atau B(x2,y2,z2)
AC : CB = m : n, maka vektor
posisi titik C dapat ditentukan n
b
dengan rumus pembagian ruas
garis di R-3 dalam bentuk vektor C(x,y,z)
c m
sebagai
mb  na a
A(x1,y1,z1)
c= O
mn
Berdasarkan kesamaan vektor yang terakhir ini diperoleh hubungan berikut.
mx 2  nx1 my 2  ny1 mz 2  nz1
x ;y ;z
mn mn mn
Persamaan di atas adalah rumus pembagian ruas garis di R-3 yang
dinyatakan dalam bentuk koordinat.

Perkalian Skalar Dua Vektor


Perkalian skalar antara vektor a dan vektor b dilambangkan dengan  dan
didefinisikan:||ab|| = ||a|| ||b|| cos , dengan ||a|| dan ||b|| masing-masing
menyatakan panjang vektor a dan b, sedangkan  menyatakan sudut lancip yang
dibentuk oleh vektor a dan b

Perkalian Skalar Dua Vektor dalam Bentuk Kolom


 x1   x2 
Misalkan a =   dan b =   merupakan vektor-vektor di R-2 yang di
 y1   y2 
nyatakan daalam bentuk vektor kolom. Perkalian skalar antara vektor a dan b
ditentukan

 x1   x 2 
ab=      = x1x2 + y1y2
 y1   y 2 
perhatikan bahwa nilai atau hasil perkalian skalar vektor a dan b adalah
jumlah perkalian komponen yang seletak pada vektor a dan b.
 x1   x2 
   
Misalkan a =  y1  dan b =  y 2  adalah vektor-vektor di R-3 yang
z  z 
 1  2
dinyatakan dalam bentuk vektor kolom. Perkalian skalar antara vektor a dan
vektor b ditentukan oleh rumus:

 x1   x 2 
  
a•b =  y1  y 2   x1x 2  y1y 2  z1z2
z  z 
 1  2 

Teorema Ortogonalitas

Dua vektor yang tidak nol dikatakan saling tegak lurus (ortogonal) jika dan
hanya jika perkalian skalar kedua vektor itu sama dengan nol.

Jadi, vektor a dan b (||a||  0 dan ||b||  0) dikatakan saling tegak lurus
(ortogonal) jika dan hanya jika a  b = 0

Sifat-Sifat Perkalian Skalar Dua Vektor


1. Sifat Komulatif a • b dan b • a
2. Sifat Distributif a•(b + c) = a•b + a•c

Sudut Antara Dua Vektor


 x1   x2 
   
Misalkan a =  y1  dan b =  y 2  adalah vektor-vektor di R-3 yang
z  z 
 1  2
dinyatakan dalam bentuk vektor kolom. Jika sudut yang dibentuk oleh vektor
a dan b adalah , maka besarnya cos  dapat ditentukan dengan rumus
berikut
x1x 2  y1y 2  z1z 2
cos  
x12  y12  z12 x 22  y 22  z 22

Proyeksi Ortogonal Suatu Vektor Pada Vektor Lain


Dalam geometri bidang, kita telah mempelajari pengertian proyeksi ortogonal
dari suatu ruas garis pada ruas garis yang lain. Proyeksi ortogonal dari ruas
garis OA pada ruas garis OE adalah ruas garis OC, dengan panjang OC
ditentukan oleh OC = OA cos . Pegertian proyeksi ortogonal pada geometri
bidang ini dapat dipakai sebagai landasan untuk memahami pengertian
proyeksi orrtogonal
 suatu vektor lain. Pada Gambar 1-19b, ruas-ruas garis
berarah OA dan OB mewakili vektor-vektor a dan b, sedangkan 
menyatakan sudut antara vektor a dan vektor b. Proyeksi dari titik A pada
ruas garis berarah OB adalah titik C, sehingga

OC  OA cos   a cos 
Besaran OC = ||a|| cos  dinamakan proyeksi skalar ortogonal (biasanya
disingkat proyeksi skalar saja) vektor a pada arah b.
Nilai proyeksi skalar ortogonal OC = ||a|| cos  bisa positif, nol, atau negatif,
tergantung dari besar sudut .
A A (1) Untuk 00   < 900, OC bernilai
(2) positif
(3) Untuk  = 900, OC bernilai nol
(4) Untuk 900   < 1800, OC bernilai
a

negatif
c b
0 C B 0 C B

(a)
(b)

A A A

a
a
a

b b b
0 C B 0 B C 0 B

(a) (b) (c)


Perhatikan bahwa ruas garis berarah OC mewakili vektor c, sehingga vektor c
merupakan proyeksi vektor a pada arah vektor b. Vektor c ini dinamakan proyeksi
vektor ortogonal (biasanya disingkat dengan proyeksi vektor saja). Dengan
menggunakan definisi perkalian skalar, selanjutnya dapat ditentukan bahwa :
(1) Proyeksi skalar orrtogonal dari vektor a pada arah vektor b adalah l c l, dengan ||
a b
c|| dirumuskan oleh : c 
b
(2) Proyeksi vektor ortogonal dari vektor a pada arah vektor b adalah c dirumuskan
 a  b 
oleh : c   2 
b
 b 
Proyeksi vektor b pada arah vektor a dapat ditentukan dengan menggunakan
analisis yang sama. Misalkan proyeksi vektor b pada arah vektor a adalah vektor d
(perhatikan Gambar), maka dapat disimpulkan bahwa
(1) Proyeksi skalar ortogonal vektor b
pada arah vektor a adalah
a b
||d|| =
a

(2) Proyeksi vektor ortogonal vektor b


pada arah vektor a adalah
 a  b 
d   2 a
 a 
A

0 b B
DIFERENSIAL VEKTOR
 Suatu besaran (termasuk vektor) biasanya merupakan fungsi besaran yang lain,
sehingga besaran tersebut dapat dideferensialkan ataupun diintegralkan terhadap
variabelnya.

 Jika vektor V dalam ruang merupakan fungsi waktu t, maka dituliskan

V (t )  Vx (t )iˆ  V y (t ) ˆj  Vz (t ) kˆ

diferensial vektor terhadap variabel t adalah



dV (t ) 
 V (t )  Vx (t )iˆ  V y (t ) ˆj  Vz (t )kˆ
dt
 Operator Del atau Nabla, didefinisikan sebagai
   
  iˆ  ˆj  kˆ
x y z

Operator ini dapat dioperasikan pada fungsi skalar maupun fungsi vektor.
 Pengoperasian operator nabla pada fungsi skalar S(x,y,z):
 S ( x, y , z ) ˆ S ( x, y , z ) ˆ S ( x, y, z )
S ( x, y, z )  grad S ( x, y, z )  iˆ  j k
x y z

 Pengoperasian operator nabla pada fungsi vektor :


   Vx ( x, y, z ) V y ( x, y , z ) Vz ( x, y , z )
  V ( x, y, z )  div V ( x, y , z )   
x y z

iˆ ˆj kˆ
     
  V ( x, y , z )  rot V ( x, y , z ) 
x y z
Vx ( x , y , z ) V y ( x, y , z ) Vz ( x , y , z )

Anda mungkin juga menyukai