Anda di halaman 1dari 7

PERKEMBANGAN PEMULIAAN PADI SAWAH

DI INDONESIA
U. Susanto, A.A. Daradjat, dan B. Suprihatno
Balai Penelitian Tanaman Padi, Jalan Raya 9, Sukamandi, Kotak Pos 11 Subang 41256

ABSTRAK
Varietas unggul padi sawah merupakan kunci keberhasilan peningkatan produksi padi di Indonesia. Perakitan
varietas padi sawah selain bertujuan untuk meningkatkan hasil, juga dilakukan dengan mempertimbangkan kondisi
agroekosistem, sosial, budaya, dan preferensi masyarakat. Sejalan dengan hal tersebut, pemuliaan padi bersifat
dinamis. Varietas baru terbentuk sepanjang waktu, diikuti dengan peningkatan rata-rata produktivitas padi secara
nasional. Beberapa tipe varietas padi yang telah berkembang di Indonesia adalah tipe Bengawan, PB5, IRxx, IR64,
padi hibrida, dan padi tipe baru. Tipe-tipe tersebut muncul sesuai dengan kebutuhan, dimulai dengan perbaikan
varietas lokal (tipe Bengawan), pembuatan padi yang genjah dan hasil tinggi karena responsif terhadap pemupukan
(PB5), peningkatan ketahanan terhadap hama dan penyakit (IRxx), dan penambahan sifat unggul pada rasa nasi
yang enak (IR64). Varietas-varietas yang telah dilepas tersebut banyak yang saling berkerabat, sehingga keragamannya
kurang dan potensi hasilnya pun tidak berbeda. Upaya untuk meningkatkan potensi hasil padi yang selama ini
stagnan adalah melalui pemanfaatan fenomena heterosis (padi hibrida) dan arsitektur tanaman (padi tipe baru).
Kedua upaya tersebut diharapkan mampu menjawab tantangan perpadian di masa yang akan datang.
Kata kunci: Padi sawah, pemuliaan, Indonesia

ABSTRACT
Advance in lowland rice breeding in Indonesia
Improved rice variety is the key factor in increasing rice production in Indonesia. Development of lowland rice
varieties in Indonesia is not only to improve the yield, but also to make it appropriate to agroecosystem
conditions, social, culture, and consumer preference. Therefore, rice breeding became dinamic and resulted some
types of rice varieties between time to time, followed by increasing the national average yield of rice. Some types
of rice varieties developed in Indonesia are Bengawan, PB5, IRxx, IR64, hybrid rice, and new plant types. Those
types are appropriate with the need, started with improvement of local varieties (Bengawan type) for early
maturing with development of high yield because of responsiveness to fertilizers (PB5 type), utilization of pest
resistant genes (IRxx type), and improvement of rice quality (IR64 type). Among these varieties, there are some
varieties with high genetic relative among them, so they have poor variability and have no difference in the yield
potential. Efforts to overcome this problem include the use of heterotic phenomenon (hybrid rice) and plant
architecture (new plant type). The two efforts are expected to overcome the future world chalanges of rice.
Keywords: Lowland rice, breeding, Indonesia

uas pertanaman padi di Indonesia


diperkirakan mencapai 1112 juta ha,
yang tersebar di berbagai tipologi lahan
seperti sawah (5,10 juta ha), lahan tadah
hujan (2,10 juta ha), ladang (1,20 juta ha),
dan lahan pasang surut. Lebih dari 90%
produksi beras nasional dihasilkan dari
lahan sawah (Badan Pusat Statistik 2000),
dan lebih dari 80% total areal pertanaman
padi sawah telah ditanami varietas unggul
(Badan Pusat Statistik 2000). Menurut
Las (2002), peran peningkatan produktivitas (teknologi) dalam peningkatan
Jurnal Litbang Pertanian, 22(3), 2003

produksi padi mencapai 56,10%, perluasan areal 26,30%, dan 17,60% oleh
interaksi antara keduanya. Sementara itu,
peran varietas unggul bersama pupuk
dan air terhadap peningkatan produktivitas mencapai 75%. Informasi tersebut
menunjukkan bahwa varietas unggul
terutama padi sawah merupakan kunci
keberhasilan peningkatan produksi padi
di Indonesia.
Upaya perakitan varietas padi di
Indonesia ditujukan untuk menciptakan
varietas yang berdaya hasil tinggi dan

sesuai dengan kondisi ekosistem, sosial,


budaya, serta minat masyarakat. Sejalan
dengan berkembangnya kondisi sosial
ekonomi masyarakat, permintaan akan
tipe varietas yang dihasilkan juga berbeda-beda. Daradjat et al. (2001b)
menggolongkan varietas padi sawah ke
dalam empat tipe, yaitu tipe Bengawan,
tipe PB5, tipe IRxx, serta tipe IR64
yang tahan hama dan penyakit utama
serta bermutu baik. Perkembangan tipe
varietas tersebut berpengaruh terhadap
produktivitas padi sawah nasional se125

perti dilaporkan Badan Pusat Statistik


(1978; 1981; 1986; 1991; 1996; 2000).
Perkembangan rata-rata produktivitas
padi sawah di Indonesia pada kurun
waktu 19702000 ditampilkan pada
Gambar 1.
Sampai dengan tahun 1970-an,
program pengembangan varietas unggul
padi sawah lebih ditekankan pada
perbaikan varietas lokal, terutama untuk
memperpendek umur tanaman, sehingga
dalam satu tahun dapat dilakukan panen
dua sampai tiga kali. Menurut Suwarno
(2000), untuk memenuhi kecukupan
pangan, mulai tahun 1970-an dikembangkan padi yang memiliki sifat potensi hasil
tinggi (tipe PB5). Sejalan dengan hal
tersebut, produktivitas padi sawah
meningkat dari 3,55 t/ha pada tahun 1972
menjadi 3,75 t/ha pada tahun 1974 (Badan
Pusat Statistik 1978). Pada tahun 1977,
produktivitas padi sawah menurun
kembali menjadi 3,03 t/ha (Badan Pusat
Statistik 1978) karena munculnya wabah
hama wereng coklat. Berkaitan dengan
hal itu, pada tahun 19751985 dikembangkan varietas padi dengan sifat
produktivitas tinggi serta tahan terhadap
hama dan penyakit tanaman seperti IR36,
dan IR42 (tipe IRxx). Selanjutnya, untuk
memenuhi kebutuhan domestik maupun
ekspor, mulai tahun 1985 dikembangkan
varietas padi yang memiliki rasa enak
(Suwarno 2000) seperti IR64.
Laju peningkatan produktivitas padi
sawah melonjak tajam setelah tahun 1977.
Namun, peningkatan produktivitas mulai

melandai pada tahun 19852000, yang


menandakan semakin sempitnya keragaman genetik potensi hasil varietas
yang telah dilepas. Untuk mengantisipasi
melonjaknya kebutuhan beras di masa
sekarang dan yang akan datang, perbaikan potensi hasil padi mutlak diperlukan.
Wujud nyata terobosan perakitan varietas
padi untuk masa yang akan datang adalah
pengembangan padi hibrida dan padi tipe
baru (Daradjat et al. 2001b).

PERIODE PEMULIAAN PADI


SAWAH DI INDONESIA
Pemuliaan Padi Sawah Tipe
Bengawan (1943 1967)
Menurut Harahap et al. (1972), persilangan padi di Indonesia dimulai pada
tahun 1920-an dengan memanfaatkan gene
pool yang dibangun melalui introduksi
tanaman. Sampai dengan tahun 1960-an,
pemuliaan padi diarahkan pada lahan
dengan pemupukan yang rendah, atau
tanaman kurang responsif terhadap
pemupukan.
Musaddad et al. (1993) melaporkan
bahwa pelepasan varietas padi pertama
kali dilakukan pada tahun 1943, yaitu
varietas Bengawan. Varietas tipe Bengawan memiliki latar belakang genetik yang
merupakan perbaikan dari varietas Cina
yang berasal dari Cina, Latisail dari India,

t/ha
5
4,50
4
3,50
3
2,50
2
1,50
1
0,50
0
1970

Gambar 1.

126

1975

1980

1985

1990

1995

2000

2005

Peningkatan rata-rata produktivitas padi sawah di Indonesia, 1972


1999 (Badan Pusat Statistik 1978; 1981; 1986; 1991; 1996; 2000).

dan Benong dari Indonesia (Hargrove et


al. 1979). Karakteristik padi sawah tipe
Bengawan menurut Daradjat et al. (2001b)
adalah umur 140155 hari setelah sebar
(HSS), tinggi tanaman 145165 cm, tidak
responsif terhadap pemupukan, rasa nasi
pada umumnya enak, dan daya hasil
menurut Musaddad et al. (1993) sekitar
3,504 t/ha. Contoh varietas tipe Bengawan menurut Harahap et al. (1972),
Djunainah et al. (1993), Musaddad et al.
(1993), dan Sunihardi et al. (1999), antara
lain adalah Bengawan (1943), Jelita (1955),
Dara (1960), Sinta (1963), Bathara (1965),
dan Dewi Ratih (1969).
Pembentukan varietas padi dilakukan dengan menyilangkan beberapa
tetua, kemudian dari turunan persilangan
tersebut dipilih tanaman-tanaman yang
mempunyai sifat-sifat yang baik. Persilangan umumnya dilakukan dengan
silang tunggal (single cross), silang
puncak (top cross), silang ganda (double
cross), dan silang balik (back cross).
Metode pemuliaan yang digunakan di
Indonesia sampai dengan tahun 1950-an
adalah metode bulk, kemudian beralih
kepada metode pedigree (Harahap dan
Silitonga 1989).

Pemuliaan Padi Sawah Tipe


PB5 (1967 1985)
Kebutuhan akan beras yang terus
meningkat menuntut peningkatan produktivitas padi dengan segera. Oleh
karena itu, dilakukan introduksi galurgalur/varietas dari IRRI yang memiliki
potensi hasil tinggi. Pada tahun 1967
dilepas dua varietas introduksi, yaitu
PB8 (1967) dan PB5 (1968) dengan potensi
hasil 4,505,50 t/ha. Selain dilepas
langsung sebagai varietas unggul baru,
varietas-varietas introduksi juga merupakan sumber gen untuk memperbaiki
sifat-sifat varietas yang sudah ada.
Persilangan varietas PB5 dengan Sinta
menghasilkan Pelita I-1 dan Pelita I-2.
Dari dua varietas yang disebut terakhir
selanjutnya berkembang lagi sejumlah
varietas baru seperti Cisadane dan
Sintanur. Hubungan kekerabatan di
antara sejumlah varietas padi sawah
ditampilkan pada Gambar 2. Berdasarkan gambar tersebut dapat diketahui
bahwa pada dasarnya varietas-varietas
yang ditanam petani saat ini memiliki kekerabatan yang erat.
Jurnal Litbang Pertanian, 22(3), 2003

Bengawan

Sinta

Cina
Dewi Tara
Arimbi
Bathara
Dewi Ratih

Remaja
Jelita

Pelita 1-2

Pelita I-1

Cimandiri
Ayung
Cipunagara
Krueng Aceh
Atometa I
Atometa II
Cisokan
Progo
Cisanggarung
Ciliwung
Walanai
Lusi
Adil
Makmur
Cilamaya Muncul
Cikapundung

Way Seputih
Atometa 4
Lariang

Sintanur

Dara

Serayu
Citarum
Cisadane

Gambar 2. Hubungan kekerabatan beberapa varietas padi, 1943 2001.

Eratnya kekerabatan antarvarietas


tersebut terjadi akibat suatu varietas
disilangkan dengan sisterline-nya atau
dengan varietas yang merupakan keturunannya. Sebagai contoh adalah
perakitan varietas Cisadane dan Pelita I-1
(Gambar 3). Terlihat bahwa Cisadane
berasal dari Pelita I-1 yang disilangkan
dengan keturunan Pelita I-1. Sementara
itu Pelita I-1 merupakan hasil persilangan
Sinta dengan PB5 yang keduanya merupakan keturunan persilangan Cina dengan
Latisail (McLaren et al. 2002).
Menurut Daradjat et al. (2001b),
varietas tipe PB5 memiliki karakteristik

Cina

Tangkai rotan

Sigadis

CR94-13

Pelita 1-1

IR969-98-2-3

IR5
Sinta

IR8

PTB21/PTB18

Sinta

Benong

Pelita 1-1

Bluebonnet

IR5

Bengawan

Cina
Latisail

Peta

Latisail

umur sedang (135145 HSS), postur


tanaman pendek-sedang (100130 cm),
bentuk tanaman tegak, posisi daun tegak,
jumlah anakan sedang (1520), panjang
malai sedang (75125 butir/malai),
responsif terhadap pemupukan, tahan
rebah, daya hasil rata-rata sedang (45 t/
ha), serta rasa nasi antara pera sampai
pulen. Contoh varietas tipe PB5 adalah
Pelita I-1 (1971), Pelita I-2 (1971), Cisadane
(1980), Cimandiri (1980), Ayung (1980),
dan Krueng Aceh (1981).
Metode pemuliaan yang digunakan
adalah metode pedigree. Namun, sejak
tahun 1976 diterapkan juga metode bulk

IR2157-3

Gambar 3. Pedigree varietas Cisadane.


Jurnal Litbang Pertanian, 22(3), 2003

B2388

Cisadane

tanam rapat yang ternyata lebih praktis,


mudah, dan murah (Harahap dan Silitonga
1989).

Pemuliaan Padi Sawah Tipe


IRxx (Multiple Resistance)
(1977 ...)
Peningkatan produksi padi dapat ditempuh melalui dua jalur, yaitu peningkatan potensi hasil dan peningkatan
stabilitas hasil (Daradjat et al. 2001b).
Potensi hasil yang tinggi tidak akan
teraktualisasi jika terjadi gangguan berupa
cekaman biotik maupun abiotik. Oleh
karena itu, stabilitas hasil juga perlu
ditingkatkan, dalam arti varietas tertentu
tetap berproduksi tinggi meskipun terjadi cekaman biotik berupa hama dan
penyakit tanaman, atau abiotik berupa
kondisi cuaca yang tidak menguntungkan
atau tanah keracunan besi, aluminium, dan
sebagainya. Berbagai varietas yang memiliki gen ketahanan terhadap cekaman
biotik atau abiotik tertentu dapat menjadi
sumber gen.
Berkaitan dengan hal tersebut,
upaya mengoleksi dan mengintroduksi
gen harus terus dilakukan. Kerja sama
dengan IRRI telah dilakukan, antara lain
melalui program international network
on genetic evaluation of rice (INGER)
yang mengoleksi dan menyebarluaskan
materi genetik dari seluruh dunia untuk
dievaluasi di negara-negara terkait
(Daradjat et al. 2001a). Berbagai jenis
pertanaman yang ada dalam program
INGER untuk mengevaluasi ketahanan
terhadap cekaman biotik adalah international rice tungro nursery (IRTN),
international rice blast nursery (IRBN),
international rice brown planthopper
nursery (IRBPHN), dan international rice
bacterial blight nursery (IRBBN ). Jenisjenis pertanaman INGER yang lain dalam
rangka mengevaluasi sifat-sifat yang
berkaitan dengan spesifik lingkungan
tumbuh maupun keunggulan spesifik
adalah international irrigated rice
observational nursery (IIRON), international upland rice observational
nursery (IURON), international hybrid
rice observational nursery (IHRON),
international finegrain aromatic rice
observational nursery (IRFAON),
international irrigated rice yield
nursery-early (IIRYN-E), dan international deepwater rice observational nursery
(IDRON). Materi-materi tersebut me127

128

IR36

Tuntang
Dodokan
Way Seputih
Lariang
Batang Sumani
IR65
Cilosari

Gambar 4.

dan

Peta

IR5

IR8

IR64

Memberamo
Maros
Towuti
Ciherang
Tukad Petanu
Tukad Unda
Singkil
Konawe
Widas
Way Apo Buru

Baruhun

Padi hibrida merupakan salah satu


terobosan untuk mengatasi terjadinya
stagnasi peningkatan potensi hasil
varietas-varietas tipe sebelumnya. Kunci
kemampuan padi hibrida untuk memecahkan kemandekan peningkatan hasil
adalah potensi heterosisnya (hybrid
vigor), yaitu superioritas F1 hibrida atas
tetuanya (Virmani et al. 1997).
Pengembangan padi hibrida diawali
dengan penemuan cytoplasmic male
sterile (CMS) dan paket teknologi
produksi benih padi hibrida. Teknologi
padi hibrida dalam hal ini memerlukan
pemanfaatan tiga galur, yaitu CMS, galur

pemulih kesuburan (restorer), dan galur


pelestari (maintainer), sehingga biasa
disebut dengan teknik tiga galur. Selanjutnya berkembang teknik hibrida dua galur
yang memanfaatkan galur environment
genic male sterility (EGMS). Galur EGMS
dapat menjadi steril pada kondisi tertentu
sehingga dapat digunakan sebagai
mandul jantan, tetapi dapat menjadi fertil
pada kondisi yang lain sehingga digunakan untuk memperbanyak galur EGMS
tersebut. Satu galur yang lain adalah tetua
jantan.
Menurut Virmani et al. (1997), teknik
tiga galur memerlukan dukungan komponen-komponen sebagai berikut:
1) Galur mandul jantan (CMS = galur A)
yang 100% mandul dan stabil kemandulannya.
2) Galur pemulih kesuburan (restorer =
galur R) dengan daya pemulihan
kesuburan yang tinggi serta daya
gabung khususnya, sehingga nilai
heterosisnya tinggi.
3) Galur pelestari kemandulan tepung
sari (galur B) yang murni.
Negara yang pertama meneliti padi
hibrida adalah Cina. Pada tahun 1960
telah ditemukan CMS yang pertama dan
pada tahun 1973 diperoleh hibrida padi
yang pertama. Pada tahun 1976 padi
hibrida disebarluaskan kepada petani dan
memberikan nilai standar heterosis 20
30%. Padi hibrida terus berkembang
pesat dan pada tahun 1994 lebih dari 50%
areal pertanaman padi di Cina telah
ditanami padi hibrida (Yuan 1994).
Selanjutnya, IRRI mulai meneliti
kembali padi hibrida pada tahun 1979
yang diikuti oleh 17 negara seperti India,
Korea, Jepang, Amerika Serikat, Brasil,
Vietnam, dan beberapa perusahaan
swasta internasional. Pada tahun 1986
IRRI meneliti TGMS dan memanfaatkan
bioteknologi dalam perakitan varietas

Varietas IR64 diintroduksi dan dilepas


sebagai varietas unggul di Indonesia
pada tahun 1986. Varietas ini sangat
digemari oleh petani dan konsumen,
terutama karena rasa nasi yang enak, umur
genjah, dan hasil relatif tinggi. Menurut
Direktorat Bina Perbenihan (2000), IR64
merupakan varietas yang paling luas
ditanam di Indonesia (2.118.000 ha),
disusul varietas lokal (355.336 ha),
Memberamo (271.557 ha), Way Apo Buru
(285.985 ha), IR66 (216.020 ha), dan
Cisadane (195.768 ha).
Karakteristik varietas tipe IR64
menurut Daradjat et al. (2001b) antara lain
adalah umur sedang (100125 HSS),
postur tanaman pendek sampai sedang
(95115 cm), bentuk tanaman tegak,
posisi daun tegak, jumlah anakan sedang
(2025 anakan/rumpun, dengan anakan
produktif 1516 anakan/rumpun), panjang malai sedang, responsif terhadap

Pemuliaan Padi Hibrida

Pemuliaan Padi Sawah Tipe


IR64 (1986 ...)

pemupukan, tahan rebah, daya hasil agak


tinggi (56 t/ha), tahan hama dan penyakit
utama, mutu giling baik, dan rasa nasi
enak. Contoh varietas tipe IR64 adalah
Way Apo Buru (1988), Widas (1999),
Ciherang (2000), Tukad Unda (2000), dan
Konawe (2001).
Latar belakang genetik tetua varietas
IR64 relatif lebih luas daripada varietas
PB5, tetapi masih banyak menggunakan
varietas-varietas sebelumnya sebagai
tetua sumber gen ketahanan terhadap
hama dan penyakit serta keistimewaan
tertentu. Pemanfaatan gen dari spesies
Oryza nivara telah dilakukan pada
varietas PB28, PB30, PB32, dan PB36.
Kekerabatan dari sejumlah varietas yang
dikembangkan pada periode ini dapat
dilihat pada Gambar 4.
Metode pemuliaan yang digunakan
terus berkembang dan dilakukan modifikasi, misalnya digunakan metode bulk
pada generasi awal. Setelah mengalami
fiksasi dan seleksi individu selama
beberapa generasi, kemudian dilanjutkan
dengan metode pedigree.

rupakan sumber plasma nutfah untuk


pembentukan varietas yang memiliki
ketahanan ganda (tipe IRxx).
Varietas tipe IRxx menurut Daradjat
et al. (2001b) memiliki karakteristik umur
sedang (115125 HSS), postur tanaman
pendek sampai sedang (95115 cm),
bentuk tanaman tegak, posisi daun tegak,
jumlah anakan sedang (1520), panjang
malai sedang (75125 butir/malai),
responsif terhadap pemupukan, daya
hasil sedang (45 t/ha), tahan hama dan
penyakit utama serta cekaman abiotik,
serta rasa nasi antara pera sampai pulen.
Contoh varietas/galur tipe IRxx untuk
tahan wereng coklat biotipe 1 adalah
IR26, IR28, IR29, IR30, IR34; tahan
wereng coklat biotipe 2 adalah IR32, IR36,
IR42, Kencana Bali, Kelara, Babawee, PTb
33; dan tahan wereng coklat biotipe 3
yaitu IR70, IR68, Bahbutong, Barumun,
dan Memberamo (Baehaki dan Rifki 1998;
Soewito et al. 2000).
Latar belakang genetik tetua varietas
tipe IRxx adalah varietas lokal yang
berasal dari berbagai negara Asia, Afrika,
dan Amerika. Metode pemuliaan yang digunakan terus berkembang, dan mungkin
pula diterapkan metode pemuliaan modern
seperti quantitative trait loci (QTL) dan
marker assisted selection (MAS) untuk
menyeleksi genotipe yang diharapkan.

Cimelati

Hubungan kekerabatan beberapa varietas tipe IR64.


Jurnal Litbang Pertanian, 22(3), 2003

padi hibrida (Rothschild 1998). Di


Indonesia, penelitian padi hibrida dimulai
pada tahun 1983 (Suprihatno dan Satoto
1998) setelah diintroduksikan padi
hibrida dari Cina pada tahun 1979
(Danakusuma 1985).
Varietas padi hibrida diharapkan
memiliki daya hasil lebih tinggi daripada
varietas yang umum ditanam petani saat
ini. Selain keunggulan potensi hasil, padi
hibrida juga harus mempunyai berbagai
sifat unggul yang terdapat pada varietas
yang saat ini banyak ditanam petani.
Virmani (1994) melaporkan bahwa berdasarkan penelitian pada MK 1986MH
1992, padi hibrida dapat meningkatkan
hasil 1520% daripada varietas nonhibrida (inbrida).
Padi hibrida yang dihasilkan banyak
memiliki latar belakang genetik galurgalur yang berasal dari IRRI. Namun
demikian, pemanfaatan galur-galur yang
beradaptasi baik di Indonesia mulai
dilaksanakan, sehingga pada masa
mendatang diharapkan hibrida yang
dihasilkan sudah beradaptasi terhadap
kondisi agroekosistem di Indonesia.
Peluang untuk memperoleh padi hibrida
yang demikian cukup besar, karena
Virmani et al. (1997) melaporkan bahwa
persilangan indica/japonica tropik
prospektif menghasilkan hibrida yang
unggul.
Perakitan dan pengujian padi hibrida
di Indonesia telah menghasilkan tiga
kombinasi hibrida harapan dan telah diuji
multilokasi (Adijono et al. 2000). Pada
tahun 2002, dua varietas hibrida telah
dilepas, yaitu Maro dan Rokan. Pengembangan padi hibrida menghadapi
beberapa kendala antara lain:
1) Standar heterosis tidak stabil pada
lingkungan yang berbeda (Adijono et
al. 2000; Yuniati et al. 2000).
2) Produksi benih hibrida masih rendah,
karena tidak sinkronnya pembungaan
galur CMS dengan restorer (R) dan
maintainer (B) (Suprihatno dan
Satoto 1989). Namun, Sutaryo et al.
(2000) melaporkan bahwa sinkronisasi
pembungaan antara galur CMS dan
restorer cukup baik dan tidak ada
interaksi yang nyata antara galur dan
lingkungan.
3) Galur-galur CMS sangat peka terhadap hama dan penyakit daerah
tropis (Suprihatno et al. 1986). Namun,
dengan pemanfaatan restorer yang
tahan, kelemahan tersebut diharapkan dapat tertutupi.
Jurnal Litbang Pertanian, 22(3), 2003

Berbagai penelitian dan percobaan terus


dilakukan dengan melibatkan para peneliti
dari berbagai disiplin ilmu, sehingga
diharapkan kendala-kendala tersebut
dapat teratasi.

Pemuliaan Padi Tipe Baru


Sejak varietas IR8 yang sangat responsif
terhadap pemupukan tersebar luas di
berbagai negara, Revolusi Hijau dimulai
dan produksi padi meningkat luar biasa.
Namun, sejak tahun 1980-an produktivitas
padi sawah relatif tidak meningkat karena
keragaman genetik yang sempit. Upaya
terobosan dilakukan untuk membentuk
arsitektur tanaman yang memungkinkan
peningkatan produktivitas tanaman. Padi
yang dihasilkan kemudian dikenal dengan
padi tipe baru. IRRI mulai mengembangkan
padi tipe baru pada tahun 1989 dan pada
tahun 2000 hasilnya telah didistribusikan
ke berbagai negara untuk dikembangkan
lebih lanjut.
Menurut Khush (1996), landasan
pemikiran dalam pembentukan padi tipe
baru adalah peningkatan indeks panen
(IP) dan produksi biomassa tanaman. IP
adalah perbandingan bobot kering gabah
dengan total biomassa tanaman. IP
varietas padi sebelumnya (semidwarft)
yang berkisar antara 0,450,50 diupayakan untuk ditingkatkan menjadi
0,60. Cara yang ditempuh adalah dengan
meningkatkan proporsi distribusi fotosintat ke sink daripada ke source. Caranya
adalah dengan meningkatkan sink size,
yang meliputi peningkatan jumlah gabah
per malai dan translokasi asimilat ke
gabah, serta meningkatkan masa pengisian gabah antara lain dengan
penundaan senescence kanopi, memperpanjang masa pengisian biji, dan
meningkatkan ketahanan terhadap
rebah. Biomassa tanaman ditingkatkan
dengan memodifikasi kanopi sehingga
pembentukan kanopi dan penyerapan
hara berlangsung cepat serta konsumsi
karbon berkurang.
Karakteristik padi tipe baru menurut
Peng et al. (1994) dan Khush (1996) adalah
potensi hasil tinggi, malai lebat ( 250
butir gabah/malai), jumlah anakan produktif lebih dari 10 dengan pertumbuhan
yang serempak, tanaman pendek ( 90
cm), bentuk daun lebih efisien, hijau tua,
senescence lambat, tahan rebah, perakaran
kuat, batang lurus, tegak, besar, dan
berwarna hijau gelap, sterilitas gabah

rendah, berumur genjah (100130 hari),


beradaptasi tinggi pada kondisi musim
yang berbeda, IP mencapai 0,60, efektif
dalam translokasi fotosintat dari source
ke sink (biji), responsif terhadap pemupukan berat, dan tahan terhadap hama
dan penyakit.
Kendala dalam program padi tipe
baru adalah produksi biomassa yang
rendah serta tingkat sterilitas yang tinggi
(Peng et al. 1998). Hal ini diduga karena
populasi awalnya dibuat dengan menyilangkan padi yang berbeda subspesies
(indica x japonica tropic), sehingga terjadi
ketidakteraturan meiosis dan tidak
samanya distribusi kromosom pada
keturunannya (Abdullah et al. 2001).
Upaya pemecahan dilakukan dengan
persilangan sebanyak-banyaknya untuk
membentuk populasi dengan memanfaatkan tetua japonica tropik yang memiliki
sterilitas malai yang rendah (Daradjat
2001). Untuk persilangan yang sulit
menghasilkan benih dilakukan dengan
kultur embrio (Abdullah et al. 2001).
Populasi dasar padi tipe baru banyak
dibentuk dengan memanfaatkan tetua
dari subspesies indica dan japonica
tropik sehingga latar belakang genetiknya cukup luas. Dengan demikian,
stagnasi pada varietas-varietas yang
sudah ada diharapkan dapat dipecahkan.
Hidayat (2001) melaporkan bahwa IRRI
telah banyak memanfaatkan varietas lokal
Indonesia sebagai tetua dalam pembentukan padi tipe baru. Varietas yang
dijadikan donor untuk sifat anakan sedikit
antara lain adalah Gaok, Genjah Gempol,
dan Genjah Wangkal. Varietas-varietas
yang dapat membentuk sifat malai lebat
antara lain adalah Djawa, Ketan Gubat,
dan Pare Bogor. Sumber gen sifat batang
kuat berasal dari Putih Dayen, Gunang,
dan Sirah Bareh dan untuk tahan tungro
dari Bali Ontjer, Gundil Kuning, Jimbrug,
dan Umbuk Putih. Pada awalnya,
pembentukan populasi tanaman padi
tipe baru di Indonesia menggunakan
varietas IRBB5, Weshang II, Memberamo,
Maros, TB154, BP68, dan IR65600 sebagai
tetua persilangan. Kegiatan tersebut telah
menghasilkan galur-galur yang sedang
diuji daya hasilnya seperti BP138E-KN36-2-2, BP364B-MR-33-2-PN-5-1, dan
IR66160-121-4-5-3-MR-3-PN-1-2-1-1
(Balai Penelitian Tanaman Padi 2001).
Diharapkan dalam beberapa tahun ke
depan, salah satu dari galur tersebut
dapat dilepas sebagai varietas padi tipe
baru.
129

TANTANGAN KE DEPAN
Padi merupakan sumber makanan pokok
bagi hampir seluruh rakyat Indonesia.
Oleh karena itu, padi menjadi komoditas
strategis yang dapat memberikan dampak
yang serius pada bidang sosial, ekonomi,
maupun politik. Sejalan dengan hal
tersebut, pengadaan beras nasional harus
diperhatikan agar tidak terjadi gejolak
yang tidak diinginkan.
Kebutuhan beras secara nasional
terus meningkat seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk. Produksi padi
di Indonesia pada tahun 2000 sekitar
51,20 juta ton (Badan Pusat Statistik
2001), sedangkan kebutuhan padi pada
tahun 2025 diperkirakan sebesar 70 juta
ton (IRRI 2001). Kebutuhan tersebut
dapat dipenuhi dengan luas pertanaman
dan intensitas tanam seperti saat ini,
dengan produktivitas sebesar 6 t/ha, atau
1,60 t/ha lebih tinggi dari produktivitas
tahun 2000 sebesar 4,40 t/ha. Padahal,
pada tahun 1982 produktivitas sebesar
4,04 t/ha, sehingga selama 18 tahun
produktivitas hanya meningkat 0,36 t/ha.
Hal ini menunjukkan bahwa peningkatan
produktivitas padi nasional harus betul-

betul dipacu agar dapat mencapai


tingkatan yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan beras yang terus
meningkat. Berkaitan dengan hal tersebut, perakitan varietas yang memiliki
produktivitas nyata lebih tinggi dari
yang sudah dilepas mutlak diperlukan.
Varietas hibrida yang dapat memberikan lonjakan peningkatan produktivitas memberikan harapan terpenuhinya
kebutuhan padi di masa yang akan
datang. Balai Penelitian Tanaman Padi
(2001) melaporkan bahwa padi hibrida
memberikan hasil 78 t/ha, atau 15% lebih
tinggi dari IR64 pada lokasi-lokasi yang
dicoba. IRRI (2001) melaporkan bahwa
teknologi padi hibrida potensial untuk
memenuhi kebutuhan pangan di Asia
Selatan dan Asia Tenggara pada tahun
2020 sebesar 800 juta ton.
Padi tipe baru juga diharapkan dapat
memacu peningkatan produksi padi di
Indonesia. Peng et al. (1994) melaporkan
bahwa pada kondisi lingkungan yang
ideal, potensi hasil padi tipe baru
mencapai 3050% lebih tinggi dari
varietas unggul yang telah ada. Balai
Penelitian Tanaman Padi, dalam jangka

panjang memprogramkan pengembangan


padi tipe baru dengan potensi hasil 12
15 t/ha. Keunggulan padi tipe baru ini
dapat dimanfaatkan dalam perakitan
varietas padi hibrida, yang diharapkan
memiliki produktivitas 15% lebih tinggi
dari padi tipe baru asalnya. Keunggulan
tersebut memberi harapan bahwa pelandaian peningkatan produktivitas padi
nasional dewasa ini dapat diatasi.

Badan Pusat Statistik. 1996. Statistik Indonesia


1995. Badan Pusat Statistik. Jakarta.

Daradjat, A.A., Suwarno, B. Abdullah, Tj.


Soewito, B.P. Ismail, dan Z.A. Simanullang.
2001b. Status penelitian pemuliaan padi
untuk memenuhi kebutuhan pangan masa
depan. Balai Penelitian Tanaman Padi, Sukamandi.

KESIMPULAN
Pemuliaan padi di Indonesia terus berkembang sesuai dengan semakin kompleksnya kebutuhan, sehingga tipe
varietas yang dihasilkan pun mengalami
perkembangan. Kekerabatan yang tinggi
atau latar belakang genetik yang sempit
menyebabkan tidak diperolehnya peningkatan potensi hasil yang nyata,
sehingga terjadi kemandegan peningkatan potensi hasil padi di Indonesia. Padi
hibrida dan padi tipe baru memberikan
harapan untuk mengatasi pelandaian
peningkatan potensi hasil varietas padi
yang dihasilkan.

DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, B., D.S. Brar, and A.L. Carpena. 2001.
Introgression of biotic resistance genes from
Oryza minuta J.S. Presl. Ex C.B. Presl. into
new plant type of rice (O. sativa L). Seminar
Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan, Bogor.
Adijono, Suwarno, P. Yuniati, E. Lubis, Sudibyo,
dan B. Sutaryo. 2000. Pengujian beberapa
padi hibrida harapan di berbagai lingkungan
pengujian dalam upaya pengembangan
varietas padi hibrida. Kumpulan Makalah
Hasil Penelitian 1999/2000 Buku II. Balai
Penelitian Tanaman Padi, Sukamandi.
Baehaki, S.E. dan A. Rifki. 1998. Skrining galurgalur harapan terhadap wereng coklat
Biotipe 1, 2, dan 3. Kumpulan Makalah
Hasil Penelitian 1997/98 seri B. Balai
Penelitian Tanaman Padi, Sukamandi.
Badan Pusat Statistik. 1978. Statistik Indonesia
1977. Badan Pusat Statistik. Jakarta.
Badan Pusat Statistik. 1981. Statistik Indonesia
1980. Badan Pusat Statistik. Jakarta.
Badan Pusat Statistik. 1986. Statistik Indonesia
1985. Badan Pusat Statistik. Jakarta.
Badan Pusat Statistik. 1991. Statistik Indonesia
1990. Badan Pusat Statistik. Jakarta.

130

Badan Pusat Statistik. 2000. Statistik Indonesia


1999. Badan Pusat Statistik. Jakarta.
Badan Pusat Statistik. 2001. Statistik Indonesia
2000. Badan Pusat Statistik. Jakarta.
Balai Penelitian Tanaman Padi. 2001. Laporan
Tahunan 1999/2000 Balai Penelitian Tanaman Padi. Balai Penelitian Tanaman Padi,
Sukamandi.
Danakusuma, T. 1985. Hasil pendahuluan
pengujian dua varietas padi hibrida. Media
Penelitian Sukamandi Vol. 1. hlm. 58.
Daradjat, A.A. 2001. Laporan Perjalanan Dinas
ke Luar Negeri on Job Training on the
Breeding High Yielding New Plant Type for
Enhanching Productivity and Sustainability
in Indonesia. Seminar Ilmiah Rutin Balai
Penelitian Tanaman Padi, Sukamandi.
Daradjat, A.A., Tj. Soewito, B.P. Ismail, D.
Murdani, P. Adijono, and A. Mukelar. 2001a.
INGER network activities in Indonesia.
Paper presented at INGER Workshop on
Intellectual Property Right, Contracts and
Germplasm Exchange, Bangkok, Thailand,
1718 July 2001.

Direktorat Bina Perbenihan. 2000. Inventarisasi


Penyebaran Varietas Padi (ha) MT 2000
Seluruh Indonesia. Ditjen Tanaman Pangan
dan Hortikultura, Jakarta.
Djunainah, Tw. Susanto, dan H. Kasim. 1993.
Deskripsi Varietas Unggul Padi 19431992.
Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan, Bogor.
Harahap, Z., H. Siregar, and B.H. Siwi. 1972.
Breeding rice varieties for Indonesia. p. 141
146. In Rice Breeding. IRRI, Philippines.
Harahap, Z. dan T.S. Silitonga. 1989. Perbaikan
varietas padi. Dalam M. Ismunadji, M. Syam,
dan Yuswadi (Ed) Padi Buku 2. Pusat
Penelitian dan Pengembangan Tanaman
Pangan Bogor. hlm. 335362.
Hargrove, T.R., W.R. Coffman, and V.L.
Cabanilla. 1979. Genetic interrelationship
of improved rice varieties in Asia. IRRI
Research Paper Series No. 23.

Jurnal Litbang Pertanian, 22(3), 2003

Hidayat, Y.R. 2001. Strategi pengembangan


"New Plant Type" varietas-varietas padi.
Seminar Ilmiah Rutin Balai Penelitian
Tanaman Padi, Sukamandi.
IRRI. 2001. Sekilas Kerja Sama Indonesia-IRRI,
Dampak dan Tantangan ke Depan. IRRI,
Filipina.
Khush, G.S. 1996. Prospects of and approaches
to increasing the genetic yield potential of
rice. In R.I. Everson, R.W. Herdt, and M.
Hossain (Eds). Rice Research in Asia:
Progress and Priorities. IRRI, Philippines.
Las, I. 2002. Alternatif inovasi teknologi
peningkatan produktivitas dan daya saing
padi. Power Point PPN 2002. Balai Penelitian Tanaman Padi. 2002.
McLaren, C.G., L. Ramos, C. Lopez, and W.
Eusebio. 2002. Ref. ICIS05M. Application
of the Genealogy Management System (as
CDROM programe of JCIS ver 0.5 M revised)
IRRI Philippines.
Musaddad, A., H. Kasim, dan Sunihardi. 1993.
Varietas Unggul Tanaman Pangan (High
Yielding Varieties of Food Crops) 1918
1993. Pusat Penelitian dan Pengembangan
Tanaman Pangan, Bogor.
Peng, S., G.S. Khush, and K.G. Cassman. 1994.
Evolution of the New Plant Idiotype for
increased yield potential. In K.G. Cassman
(Ed). Breaking the Yield Barrier. Proceedings
of a Workshop on Rice Yield Potential in
Favourable Environment. IRRI, Philippines.
Peng, S., G.S. Khush, R. Visperas, and A.
Evangelista. 1998. Progress in increasing

Jurnal Litbang Pertanian, 22(3), 2003

grain yield by breeding a new plant type. In


IRRI Program Report for 1998. IRRI,
Philippines.
Rothschild, G.H.L. 1998. IRRIs role an vision
for hybrid rice. In. S.S. Virmani, E.A. Siddiq,
and K. Muralidharan (Eds). Advances in
Hybrid Rice Technology. IRRI, Philippines.
Soewito, T., P. Adijono, E. Suparman, Supartopo,
dan P.H. Siwi. 2000. Peningkatan ketahanan
varietas padi unggul tahan terhadap wereng
coklat. Kumpulan Makalah Hasil Penelitian
1999/2000. Balai Penelitian Tanaman Padi,
Sukamandi.
Sunihardi, Yusanti, dan Sri K. 1999. Deskripsi
Varietas Unggul Padi dan Palawija 1993
1998. Pusat Penelitian dan Pengembangan
Tanaman Pangan, Bogor.
Suprihatno, B. dan Satoto. 1989. Rasio barisan
dan pengguntingan daun pada perbanyakan
benih galur mandul jantan V41A dan
MR365A. Media Penelitian Sukamandi Vol.
7. hlm. 3134.

Sutaryo, B., Suwarno, dan Adijono. 2000.


Interaksi genotipe x lingkungan pada
sinkronisasi pembungaan varietas tetua
padi hibrida. Kumpulan Makalah Hasil
Penelitian 1999/2000 Buku II. Balai Penelitian Tanaman Padi, Sukamandi.
Suwarno. 2000. Orientasi penelitian plasma
nutfah dan pemuliaan untuk menyongsong
tantangan perpadian masa depan. Apresiasi
Seminar Hasil Penelitian Tanaman Padi.
Balai Penelitian Tanaman Padi, Sukamandi,
1011 November 2000.
Virmani, S.S., B.C. Viraktamath, C.L. Casal, R.S.
Toledo, M.T. Lopez, and J.O. Manalo. 1997.
Hybrid Rice Breeding Manual. IRRI,
Philippines.
Virmani, S.S. 1994. Prospects of hybrid rice in
the tropics and subtropics. In S.S. Virmani
(Ed). Hybrid Rice Technology, New
Development and Future Prospects. Selected
Papers from the International Rice Research
Conference, IRRI, Philippines.

Suprihatno, B. and Satoto. 1998. Research and


development for hybrid rice technology in
Indonesia. In S.S. Virmani, E.A. Siddiq, and
K. Muralidharan (Eds). Advances in Hybrid
Rice Technology. IRRI. Philippines.

Yuan, L.P. 1994. Increasing yield potential in


rice by exploitation of heterosis. p. 16. In
S.S. Virmani (Ed). Hybrid Rice Technology,
New Development and Future Prospects.
Selected Papers from the International Rice
Research Conference, IRRI, Philippines.

Suprihatno, B., B. Sutaryo, dan P.M. Yuniati.


1986. Identifikasi galur-galur pelestari
(maintainer) dan pemulih kesuburan (restorer) pada usaha pembuatan galur mandul
jantan baru. Media Penelitian Sukamandi Vol
2. hlm. 15.

Yuniati, P.M., O. Syahromi, dan Suwarno. 2000.


Respons padi hibrida terhadap pemupukan.
Kumpulan Makalah Hasil Penelitian 1999/
2000 Buku II. Balai Penelitian Tanaman
Padi, Sukamandi.

131

Anda mungkin juga menyukai