TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi Vaskularisasi Otak
Anatomi vaskularisasi otak dapat dibagi menjadi 2 bagian : anterior
(carotid system) dan posterior (vertebrobasiler system). Darah arteri yang ke otak
berasal dari arkus aorta. Di kanan, arteri trunkus brakiosefalika (inominata)
berasal dari arkus aorta dan bercabang menjadi arteri subklavia dextra dan arteri
karotis komunis dextra. Di kedua sisi, sirkulasi darah arteri ke otak di sebelah
anterior dipasok oleh dua arteri karotis interna dan di posterior oleh dua arteri
vertebralis.3
Arteri karotis interna bercabang menjadi arteri serebri anterior dan arteri
serebri media setelah masuk ke cranium melalui kanalis karotikus, berjalan dalam
sinus kavernosus kedua arteri tersebut mempedarahi lobus frontalis, parietal, dan
sebagian temporal.3
Arteri vertebralis berukuran lebih kecil dan berjalan melalui foramen
transverses vertebra servikalis kemudian masuk ke dalam kranium melalui
foramen magnum, arteri tersebut menyatu untuk membentuk arteri basilaris
(sistem vertebrobasiler) taut pons medulla di batang otak. Arteri basilaris
bercabang menjadi arteri serebellum superior kemudian arteri basilaris berjalan ke
otak tengah dan bercabang menjadi sepasang arteri serebri posterior.3
Sirkulasi anterior bertemu dengan sirkulasi posterior membentuk suatu arteri
yang disebut sirkulus willisi. Sirkulus ini dibentuk oleh arteri serebri anterior,
arteri komunikantes anterior, arteri karotis karotis interna, arteri komunikantes
posterior, dan arteri serebri posterior. Untuk menjamin pemberian darah ke otak,
setidaknya ada 3 sistem kolateral antara sistem karotis dan sistem vertebrobasiler,
yaitu:
1. Sirkulus Willisi yang merupakan anyaman arteri di dasar otak.
2. Anastomosis arteri karotis interna dan arteri karotis eksterna di daerah
orbital melalui arteri oftalmika.
3. Hubungan antara sistem vertebral dengan arteri karotis interna.
3
yang
berusaha
menormalkan
antara
perangsangan
dan
Diensefalon terdiri dari thalamus kiri dan kanan di pusat otak, di bawah
korteks ganglia basalis dan di atas hipothalamus, menyampaikan
rangsangan di antara mereka.
2. Serebelum
Serebelum berfungsi mengadakan koordinasi yang kompleks antara sensorik
dan motorik.
3. Batang otak
Menghubungkan korteks serebri dengan korda spinalberisi hampir semua inti
saraf kranial dan sistem aktivitas retikuler yang esensial untuk mengatur tidur
dan bangun.
4. Medula spinalis
Terletak antara medula oblongata sampai vertebra lumbal bawah.
dips flow ini 8 hingga 10 ml per 100 g per menit. Dalam jaringan otak, suatu
kaskade biokimia dikenal sebagai kaskade iskemik dipicu ketika jaringan menjadi
iskemik, berpotensi menyebabkan kerusakan dan kematian sel-sel otak . Tenaga
medis harus mengambil langkah-langkah untuk mempertahankan CBF yang tepat
pada pasien yang memiliki kondisi seperti shock, stroke, dan cedera otak
traumatis.
Cerebral aliran darah ditentukan oleh sejumlah faktor, seperti viskositas
darah, bagaimana membesar pembuluh darah adalah, dan tekanan bersih dari
aliran darah ke otak, yang dikenal sebagai tekanan perfusi serebral , yang
ditentukan oleh tubuh dengan tekanan darah dan tekanan intrakranial. pembuluh
darah serebral dapat mengubah aliran darah dengan mengubah diameter dalam
proses yang disebut autoregulasi.
CBF adalah sama dengan tekanan perfusi serebral (CPP) dibagi dengan resistensi
serebrovaskular (CVR):
CBF = CPP / CVR CBF = CPP / CVR
Pencitraan magnetik resonansi fungsional dan tomografi emisi positron
adalah neuroimaging teknik yang dapat keduanya digunakan untuk mengukur
CBF. Teknik ini juga digunakan untuk mengukur regional CBF (rCBF) dalam
suatu wilayah otak tertentu. 2
Faktor utama yang mengatur CBF adalah :
Autoregulasi
Pengaturan ini
Berbagai keadaan
dapat merubah batas autoregulasi misalnya hipertensi kronis. Pada keadaan ini
autoregulasi bergeser ke kanan, sehingga sudah terjadi serebral iskemia pada
tekanan darah yang dianggap normal pada orang sehat.
Serebral iskemia, serebral infark, trauma kepala, hipoksia, abses otak,
diabetes, hiperkarbia berat, edema sekelilng, tumor otak, subarachnoid
hemorrhagic, serebrovaskuler aterosklerosis, obat anestesi inhalasi juga dapat
mengganggu autoreulasi.
PaCO2
CBF berubah kira-kira 4% (0,95 1,75 ml/100g/m) setiap mmHg
perubahan PaCO2 antara 25 80 mmHg.
PaO2
Bila PaO2 < 50 mmHg akan terjadi serebral vasodilatasi dan CBF akan
meningkat. Suatu peningkatan PaO2 hanya sedikit pengaruhnya terhadap
resistensi pembuluh darah serebral3
Mekanisme extrinsik
Perubahan tekanan darah sekitar 1-2 mL/100 g/min per mmHg perubahan
pada PaCO2.
Ion-ion tidak dapat melewati blood brain barrier secara baik, kecuali CO2,
perubahan akut pada PaCO2 (bukan HCO3-) mempengaruhi CBF.
Perubahan PaO2 mengubah CBF ; Hyperoxia : penurunan minimal CBF (10%), Hypoxemia berat : PaO2< 50 mmHg meningkatkan CBF
B. Temperatur
Perubahan CBF 5-7% per 1oC, hipotermia menurunkan CMR dan CBF,
sedangkan pireksia mempunyai efek kebalikannya
Pada 20oC gambaran EEG tampak isoelektrik, > 42oC aktivitas oksigen
mulai menurun dan terjadi kerusakan sel.
C. Viskositas
D. Pengaruh otonom
Gambar 1. Hubungan CBF dengan Cerebral metabolic rate for oxygen (CMRO2)
Oleh karena itu, dapat mengurangi CBF dan tekanan intrakranial. Bagaimanapun
juga, jika PaCO2 turun terlalu banyak, dapat menyebabkan vasokonstriksi yang
menyebabkan penurunan CBF yang mana dapat menyebabkan atau memperparah
iskemia serebral. Secara jelas, hiperkapnia dan menghasilkan vasodilatasi dan
peningkatan tekanan intrakranial harus dihindari. PaCO2 baiknya dipertahankan
pada
level
dibawah
normal
untuk
menghindari
peningkatan
tekanan
intrakranial(35-40mmHg). Reaksi ini mungkin saja hilang pada area otak yang
cedera. Lebih jauh lagi, gangguan vasoreaktifitas CO2 serebral berhubungan
dengan prognosis yang buruk pada pasien dengan cedera kepala berat. Rekatifitas
CO2 umumnya dipelihara selama anestesi inhalasi dan oleh karena itu dapat
digunakan untuk mengontrol tekanan intrakranial dan edema otak selama operasi
pembedahan. Hal ini kurang baik dipertahankan dengan menggunakan anestesi
intravena.
Gambar 3. Hubungan CBF dengan PaO2. CBF meningkat jika PaO2 kurang dari
50mmHg.
Oksigen memiliki efek yang kecil pada diameter pembuluh darah pada
tekanan parsial yan digunakan secara klinik. CBF meningkat disaat PaO2 turun
dibawah 50mmHg sehingga oksigen serebral tetap konstan. Hipoksia berperan
11
pada jaringan otak dalam memicu terjadinya pengeluaran adenosine, dan dalam
beberapa kasus prostanoid juga berkontribusi secara signifikan pada serebral
vasodilatasi. Hipoksia juga berperan langsung pada otot polos serebrovaskular
untuk menghasilkan hiperpolarisasi dan mengurasi pengambilan ion kalsium,
kedua mekanisme ini menghasilkan vasodilatasi pembuluh darah otak.
Gambar 4. Hubungan CBF dengan CPP. Pada hipertensi kronik, kurva bergeser
ke kanan.
Otak memerlukan aliran darah yang konstan pada tekanan tertentu dan hal
ini diperoleh dari suatu proses autoregulasi. Stimulus autoregulasi adalah CPP,
bukan MAP. Pada orang dewasa dalam keadaan normal (ICP<10mmHg), CPP dan
MAP hampir sama dan CBF konstan dengan CPP 60-160 mmHg. Lebih jelasnya
lebih tinggi tekanan intrakranial, semakin jauh CPP menyimpang dari MAP dan
harus dihitung. Kurva autoregulasi bergeser ke kanan pada pasien dengan
hipertensi kronik dan bergeser ke kanan pada neonatus. Autoregulasi diduga
adalah suatu mekanisme miogenik, dimana otot polos pembuluh darah konstrksi
untuk meningkatkan tekanan dinding pembuluh darah dan relaksasi untuk
menurunkan tekanan dinding pembuluh darah. Pada batas bawah autoregulasi,
vasoldilatasi serebral maksimal, dibawah level ini pembuluh darah kolaps dan
12
CBF turun secara pasif dengan penurunan MAP. Pada batas atas autoregulasi,
vasokonstriksi maksimal dan diatas peningkatan tekanan intraluminal ini dapat
mendesak pebuluh darah untuk dilatasi, mengakibatkan peningkatan CBF dan
kerusakan pada blood brain barrier. Mediator metabolic, seperti adenosine juga
dapat dipengaruhi oleh autoregulasi pada kisaran tekanan rendah. Dengan semua
mekanisme yang dapat mempengaruhi ukuran pembuluh darah, autoregulasi dapat
mengubah CBF dan mempengaruhi tekanan intrakranial. Tekanan pada proses
autoregulasi dapat terganggu akibat beberapa keadaan patologis seperti tumor
otak, perdarahan subaranoid, stroke, dan trauma. Kerusakan pada kapasitas
regulasi CBF dapat menujukan pada kerusakan sistem kontrol (misalnya vaskular
otak) atau pada mekanisme umpan balik yang mempengaruhi pengaturan
hemodinamik otak. Pada keadaan ini, CBF sangat tergantung pada tekanan, dan
sehingga perubahan kecil pada MAP dapat menyebabkan perubahan yang dalam
pada CBF. 1
dan penurunan CMRO2. Dari semua obat anestesi inhalasi, isoflurane merupakan
serebral metabolik depresan yang paling kuat, menurunkan CMRO2 50% pada
konsentrasi end tidal 2,5%, kecuali ketamin, semua obat anestesi iv, menurunkan
CMRO2.
Barbiturat menekan CMRO2 dan CBF paling kuat pada saat EEG
15
interstisial
terjadi
sering terlihat pada pasien dengan hidrosefalus obstruktif atau produksi CSF
berlebihan. Edema otak sitotoksik (pembengkakan seluler) terjadi setelah iskemia
otak dan hipoksia menyebabkan kerusakan sel ireversibel dan kematian.
Pembengkakan osmolar dapat terjadi karena peningkatan beban osmolar lokal di
sekitar fokus nekrotik yang disebabkan oleh infark atau kontusio, dan mungkin
karena peningkatan volume darah serebral (hiperemi) pada infeksi SSP. Etiologi
primer bisa berasal dari intrakranial atau ekstrakranial (Tabel 1).
16
Jika penyebab primer peningkatan ICP berasal dari intrakranial, normalisasi ICP
tergantung pada kecepatan mengatasi gangguan otak yang mendasarinya. Peningkatan
ICP juga dapat terjadi setelah prosedur bedah saraf.2 Hipertensi
terjadi
setelah
cedera
otak
traumatis
intrakranial
yang
Intrakranial (Primer)
Infeksi SSP - meningitis, ensefalitis, abses otak, malaria serebral, neurocysticercosis.
Trauma (epidural dan subdural hematoma, kontusio serebral dan edema).
Tumor otak.
Perdarahan intrakranial - perdarahan intraserebral dan intraventrikular.
Lain-lain - stroke iskemik, hidrosefalus, hipertensi intrakranial idiopatik atau jinak.
Status epileptikus.
Ekstrakranial (Sekunder)
Cedera iskemik hipoksia - obstruksi jalan napas, hipoventilasi, syok.
Metabolik - hiperpireksia, kegagalan hati, keracunan timbal.
Obat-obatan (misalnya, tetrasiklin, rofecoxib).
Lain-lain - ensefalopati hipertensi.
Pasca Operasi
Lesi massa (hematoma).
Edema serebral.
Peningkatan volume darah serebral (vasodilatasi).
Obstruksi CSF.
17
Pengukuran ICP adalah standar baku pada neurocritical care. Estimasi tekanan
perfusi serebral (cerebral perfusion pressure/ CPP) adalah inti dari terapi hipertensi
intrakranial yang diarahkan oleh ICP/ CPP, terutama pada cedera otak traumatik yang
parah (severe traumatic brain injury/ severe TBI). Perhitungan CPP dilakukan
dengan pengukuran ICP intraventricular atau intraparenkimal dan pemantauan tekanan
arteri rata-rata (mean arterial pressure/ MAP) invasif, menurut persamaan CPP = MAPICP.9 Kemungkinan DIICP (disproportionate increase in intracranial pressure)
menunjukkan kerusakan otak sekunder akibat hipertensi intrakranial berkelanjutan atau
intermiten.9
Manajemen medis tekanan intrakranial yang meningkat mencakup sedasi,
drainase cairan serebrospinal, dan osmoterapi baik dengan manitol atau garam
hipertonik. Untuk hipertensi intrakranial yang refrakter terhadap manajemen medis
awal, koma yang diinduksi barbiturat, hipotermia, atau kraniektomi dekompresif harus
dipertimbangkan.9
Pasien dengan berbagai kelainan intrakranial - termasuk cedera otak traumatis,
stroke, perdarahan subaraknoid, perdarahan intraserebral, dan tumor otak - sering terjadi
peningkatan tekanan intrakranial progresif. Edema otak pasca trauma adalah hasil dari
berbagai mekanisme sekunder dan pilihan perawatan terbatas pada osmoterapi dan
dekompresi.
18
19