Anda di halaman 1dari 17

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi Vaskularisasi Otak
Anatomi vaskularisasi otak dapat dibagi menjadi 2 bagian : anterior
(carotid system) dan posterior (vertebrobasiler system). Darah arteri yang ke otak
berasal dari arkus aorta. Di kanan, arteri trunkus brakiosefalika (inominata)
berasal dari arkus aorta dan bercabang menjadi arteri subklavia dextra dan arteri
karotis komunis dextra. Di kedua sisi, sirkulasi darah arteri ke otak di sebelah
anterior dipasok oleh dua arteri karotis interna dan di posterior oleh dua arteri
vertebralis.3
Arteri karotis interna bercabang menjadi arteri serebri anterior dan arteri
serebri media setelah masuk ke cranium melalui kanalis karotikus, berjalan dalam
sinus kavernosus kedua arteri tersebut mempedarahi lobus frontalis, parietal, dan
sebagian temporal.3
Arteri vertebralis berukuran lebih kecil dan berjalan melalui foramen
transverses vertebra servikalis kemudian masuk ke dalam kranium melalui
foramen magnum, arteri tersebut menyatu untuk membentuk arteri basilaris
(sistem vertebrobasiler) taut pons medulla di batang otak. Arteri basilaris
bercabang menjadi arteri serebellum superior kemudian arteri basilaris berjalan ke
otak tengah dan bercabang menjadi sepasang arteri serebri posterior.3
Sirkulasi anterior bertemu dengan sirkulasi posterior membentuk suatu arteri
yang disebut sirkulus willisi. Sirkulus ini dibentuk oleh arteri serebri anterior,
arteri komunikantes anterior, arteri karotis karotis interna, arteri komunikantes
posterior, dan arteri serebri posterior. Untuk menjamin pemberian darah ke otak,
setidaknya ada 3 sistem kolateral antara sistem karotis dan sistem vertebrobasiler,
yaitu:
1. Sirkulus Willisi yang merupakan anyaman arteri di dasar otak.
2. Anastomosis arteri karotis interna dan arteri karotis eksterna di daerah
orbital melalui arteri oftalmika.
3. Hubungan antara sistem vertebral dengan arteri karotis interna.
3

2.2 Fisiologi Sistem Saraf Pusat


Otak manusia 98% terdiri dari jaringan otak yang beratnya pada dewasa
sekitar 1400 gram dengan volume 1200 mL, atau mereprentasikan sekitar 2% total
berat badan.3 Laju metabolisme otak sangat cepat dan menerima sekitar 15%
cardiac output, dimana 80% digunakan oleh gray matter dan 20% oleh white
matter. Kurang-lebih 60% konsumsi energi otak digunakan untuk menyokong
fungsi elektrofisiologi, sisanya digunakan untuk mengkontrol haemostatik
seluler.4
Otak merupakan kumpulan sistem saraf kompleks dan rumit yang dapat
mengatur dirinya sendiri dan organ lain. Aktivitas CNS menggambarkan suatu
keseimbangan

yang

berusaha

menormalkan

penghambatan dalam batas yang sangat sempit.

antara

perangsangan

dan

Pembagian anatomis CNS menggambarkan distribusi fungsi otak dan dibagi


menjadi 4 kelompok, yaitu3 :
1. Serebrum
Yang terbagi menjadi hemisfer kanan dan kiri yang mengurus diantaranya :
-

Korteks serebri memproses informasi kesadaran, sensoris, motoris, dan


asosiasi.

Sistem limbik di bawah korteks mengatur integrasi, emosi dengan aktivitas


motorik dan viseral.

Diensefalon terdiri dari thalamus kiri dan kanan di pusat otak, di bawah
korteks ganglia basalis dan di atas hipothalamus, menyampaikan
rangsangan di antara mereka.

Hipotalamus pada dasar diensefalon mengatur sistem saraf otonom,


misalnya tekanan darah, suhu badan, keseimbangan air, hormon, dan tidur.

2. Serebelum
Serebelum berfungsi mengadakan koordinasi yang kompleks antara sensorik
dan motorik.

3. Batang otak
Menghubungkan korteks serebri dengan korda spinalberisi hampir semua inti
saraf kranial dan sistem aktivitas retikuler yang esensial untuk mengatur tidur
dan bangun.

4. Medula spinalis
Terletak antara medula oblongata sampai vertebra lumbal bawah.

2.1.1 Metabolisme Otak


Konsumsi oksigen tubuh oleh otak sebagian besar digunakan untuk regulasi
ATP yang diperlukan untuk aktivitas listrik saraf.3 Dalam keadaan normal CBF
berkisar antara 50 mL/100g/menit, dimana fungsinya sangat adaptif dan
terlokalisir. Pada keadaan tertentu dimana aktivitas regio tertentu di otak
meningkat, maka aliran darah ke regio tersebut akan meningkat.4
CBF diautoregulasi oleh tekanan arteri rata-rata (MAP) yang berkisar antara
65 hingga 150 mmHg, dengan asumsi tekanan vena normal. CBF juga berada di
bawah kemoregulasi yang bervariasi tergantung pada PaCO2 antara 25 hingga
70mmHg.4
Seperti jantung dan ginjal, otak mentolerir tekanan darah dengan regulasi
aliran darah. Penurunan CPP (cerebro perfussion pressure) menyebabkan
vasodilatasi serebral dan sebaliknya.3

2.2 Aliran Darah Otak/Cerebral Blood Flow (CBF)


CBF, adalah suplai darah ke otak dalam waktu yang ditentukan. Pada orang
dewasa, CBF biasanya 750 milliter per menit atau 15% dari output jantung. Hal
ini setara dengan 50 sampai dengan 54 mililiter darah per 100 gram jaringan otak
per menit. CBF diatur erat untuk memenuhi otak tuntutan yang terlalu banyak
darah dikenal dengan kondisi hiperemi yang dapat metabolisme, meningkatkan
tekanan intrakranial (ICP), yang dapat memampatkan dan dapat merusak jaringan
otak . Terlalu sedikit aliran darah ( iskemia ) hasil jika aliran darah ke otak di
bawah 18 sampai 20 ml per 100 g per menit, dan kematian jaringan terjadi jika
5

dips flow ini 8 hingga 10 ml per 100 g per menit. Dalam jaringan otak, suatu
kaskade biokimia dikenal sebagai kaskade iskemik dipicu ketika jaringan menjadi
iskemik, berpotensi menyebabkan kerusakan dan kematian sel-sel otak . Tenaga
medis harus mengambil langkah-langkah untuk mempertahankan CBF yang tepat
pada pasien yang memiliki kondisi seperti shock, stroke, dan cedera otak
traumatis.
Cerebral aliran darah ditentukan oleh sejumlah faktor, seperti viskositas
darah, bagaimana membesar pembuluh darah adalah, dan tekanan bersih dari
aliran darah ke otak, yang dikenal sebagai tekanan perfusi serebral , yang
ditentukan oleh tubuh dengan tekanan darah dan tekanan intrakranial. pembuluh
darah serebral dapat mengubah aliran darah dengan mengubah diameter dalam
proses yang disebut autoregulasi.
CBF adalah sama dengan tekanan perfusi serebral (CPP) dibagi dengan resistensi
serebrovaskular (CVR):
CBF = CPP / CVR CBF = CPP / CVR
Pencitraan magnetik resonansi fungsional dan tomografi emisi positron
adalah neuroimaging teknik yang dapat keduanya digunakan untuk mengukur
CBF. Teknik ini juga digunakan untuk mengukur regional CBF (rCBF) dalam
suatu wilayah otak tertentu. 2
Faktor utama yang mengatur CBF adalah :

Autoregulasi

CBF dipertahankan konstan pada MAP 50-150 mmHg.

Pengaturan ini

disebut autoregulasi yang disebabkan karena kontraksi otot polos dinding


pembuluh darah otak sebagai jawaban terhadap perubahan tekanan transmural.
Bila tekanan darah naik, terjadi vasokontriksi dan bila tekanan darah turun terjadi
vasodilatasi.

Melebihi batas ini, walaupun dengan dilatasi maksimal atau kontriksi


maksimal dari pembuluh darah otak, CBF akan mengikuti CPP secara pasif. Bila
CBF sangat berkurang (MAP < 50 mmHg) bisa terjadi serebral iskemia. Diatas
batas normal (MAP >150 mmHg), tekanan akan merusak daya kontriksi
pembuluh darah dan CBF akan naik tiba-tiba. Terjadilah kerusakan BBB dan
terjadi edema serebral dan kemungkinan perdarahan otak.

Berbagai keadaan

dapat merubah batas autoregulasi misalnya hipertensi kronis. Pada keadaan ini
autoregulasi bergeser ke kanan, sehingga sudah terjadi serebral iskemia pada
tekanan darah yang dianggap normal pada orang sehat.
Serebral iskemia, serebral infark, trauma kepala, hipoksia, abses otak,
diabetes, hiperkarbia berat, edema sekelilng, tumor otak, subarachnoid
hemorrhagic, serebrovaskuler aterosklerosis, obat anestesi inhalasi juga dapat
mengganggu autoreulasi.

PaCO2
CBF berubah kira-kira 4% (0,95 1,75 ml/100g/m) setiap mmHg
perubahan PaCO2 antara 25 80 mmHg.

Jadi dibandinkan dengan

keadaan normokapni, CBF 2 kali lipat pada PaCO2 80 mmHg dan


setengahnya pada PaCO2 20 mmHg, karena hanya sedikit perubahan CBF
pada PaCO2 < 25 mmHg, malahan bisa terjadi serebral iskemia akibat
perubahan biokimia, maka harus dilakukan hiperventilasi yang berlebihan.

PaO2
Bila PaO2 < 50 mmHg akan terjadi serebral vasodilatasi dan CBF akan
meningkat. Suatu peningkatan PaO2 hanya sedikit pengaruhnya terhadap
resistensi pembuluh darah serebral3

Mekanisme extrinsik

A. Tekanan Gas Respirasi

Faktor ekstrinsik yang paling penting mempengaruhi CBF adalah tekanan


gas respirasi, terutama PaCO2.
7

CBF berbanding langsung dengan PaCO2 antara tekanan 20 dan 80 mmHg

Perubahan tekanan darah sekitar 1-2 mL/100 g/min per mmHg perubahan
pada PaCO2.

Ion-ion tidak dapat melewati blood brain barrier secara baik, kecuali CO2,
perubahan akut pada PaCO2 (bukan HCO3-) mempengaruhi CBF.

Hiperventilasi (PaCO2 < 20 mmHg) ditandai dengan bergesernya kurva


disosiasi oksigen hemoglobin ke kiri, dan perubahan CBF menyebabkan
perubahan EEG.

Perubahan PaO2 mengubah CBF ; Hyperoxia : penurunan minimal CBF (10%), Hypoxemia berat : PaO2< 50 mmHg meningkatkan CBF

B. Temperatur

Perubahan CBF 5-7% per 1oC, hipotermia menurunkan CMR dan CBF,
sedangkan pireksia mempunyai efek kebalikannya

Pada 20oC gambaran EEG tampak isoelektrik, > 42oC aktivitas oksigen
mulai menurun dan terjadi kerusakan sel.

C. Viskositas

Faktor yang paling penting menentukan adalah hematokrit.

Penurunan hematokrit akan menurunkan viskositas dan memperbaiki CBF,


yang juga menurunkan kapasitas pengikatan oksigen.

Peningkatan hematokrit polisitemia mengurangi CBF

Pengangkutan oksigen cerebral yang optimal dapat terjadi pada hematokrit


30-34%

D. Pengaruh otonom

Saraf intrakranial diinnervasi oleh simpatis (vasokonstriksi), parasimpatis


(vasodilatasi), serabut nonkolinergik nonadrenergik ; serotonin dan peptida
intestinal vasoaktif yang menjadi neurotransmitter.

Stimulasi simpatis yang intens dapat menyebabkan vasokonstriksi , yang


membatasi CBF.

Innervasi otonom memegang peranan penting dalam spasme pembuluh


darah cerebral mengiringi cedera otak dan stroke.2
8

Gambar 1. Hubungan CBF dengan Cerebral metabolic rate for oxygen (CMRO2)

Perubahan CBF dan metabolisme memiliki kecenderungan untuk saling


mengikuti, peningkatan lokal atau global kebutuhan metabolisme dapat diikuti
dengan peningkatan CBF. Perubahan ini diduga diatur oleh beberapa mediator
vasoaktif metabolik, termasuk ion-ion hydrogen, potassium, CO2, adenosine,
intermediet glikolitik, metabolit fosfolipid, dan yang terbaru, nitrit oksida (NO).1

Gambar 2. Hubungan CBF dengan PaCO2


Pada keadaan normotensi, hubungan antara tekanan parsial karbondioksida
pada arteri dan CBF hampir berbanding lurus dan pada tekanan PaCO2 80mmHg,
CBF hampir bernilai 2 kali lipat. Tidak ada peningkatan lebih jauh pada aliran
pada titik ini saat, arteriola berdilatasi maksimal. Berlawanan dengan hal itu, saat
tekanan 20mmHg, aliran tersebut hampir bernilai setengah. Dan tidak bisa
menurun lebih jauh lagi saat arteriola bervasokontriksi maksimal. Efek ini
diregulasi oleh sebuah sistem mediator yang komplek dan saling berhubungan.
Stimulus awal adalah penurunan dari pH ekstraselular otak yang diakibatkan oleh
perubahan PaCO2, lebih jauh dimediasi oleh nitrit oksida, prostanoid, cyclic
nucleotide, kanal potassium, dan penurunan konsentrasi kalsium intraselular
sebagai mediator terakhir.1
Tonus arteriola memiliki pengaruh penting dalam hal bagaimana PaCO2
mempengaruhi CBF. Hipotensi moderat membagi dua respon sirkulasi cerebral
untuk merubah PaCO2 dan hipotensi berat menghilangkannya.1
Respon terhadap perubahan pembuluh darah serebral terhadap CO2 dapat
digunakan untuk mengatasi pasien dengan peningkatan tekanan intrakranial.
Misalnya pada pasien trauma kepala. Hiperventilasi mengurangi PaCO2 dan
menyebabkan vasokonstriksi pada pembuluh darah serebral (mengurangi radius).
10

Oleh karena itu, dapat mengurangi CBF dan tekanan intrakranial. Bagaimanapun
juga, jika PaCO2 turun terlalu banyak, dapat menyebabkan vasokonstriksi yang
menyebabkan penurunan CBF yang mana dapat menyebabkan atau memperparah
iskemia serebral. Secara jelas, hiperkapnia dan menghasilkan vasodilatasi dan
peningkatan tekanan intrakranial harus dihindari. PaCO2 baiknya dipertahankan
pada

level

dibawah

normal

untuk

menghindari

peningkatan

tekanan

intrakranial(35-40mmHg). Reaksi ini mungkin saja hilang pada area otak yang
cedera. Lebih jauh lagi, gangguan vasoreaktifitas CO2 serebral berhubungan
dengan prognosis yang buruk pada pasien dengan cedera kepala berat. Rekatifitas
CO2 umumnya dipelihara selama anestesi inhalasi dan oleh karena itu dapat
digunakan untuk mengontrol tekanan intrakranial dan edema otak selama operasi
pembedahan. Hal ini kurang baik dipertahankan dengan menggunakan anestesi
intravena.

Gambar 3. Hubungan CBF dengan PaO2. CBF meningkat jika PaO2 kurang dari
50mmHg.
Oksigen memiliki efek yang kecil pada diameter pembuluh darah pada
tekanan parsial yan digunakan secara klinik. CBF meningkat disaat PaO2 turun
dibawah 50mmHg sehingga oksigen serebral tetap konstan. Hipoksia berperan
11

pada jaringan otak dalam memicu terjadinya pengeluaran adenosine, dan dalam
beberapa kasus prostanoid juga berkontribusi secara signifikan pada serebral
vasodilatasi. Hipoksia juga berperan langsung pada otot polos serebrovaskular
untuk menghasilkan hiperpolarisasi dan mengurasi pengambilan ion kalsium,
kedua mekanisme ini menghasilkan vasodilatasi pembuluh darah otak.

Gambar 4. Hubungan CBF dengan CPP. Pada hipertensi kronik, kurva bergeser
ke kanan.
Otak memerlukan aliran darah yang konstan pada tekanan tertentu dan hal
ini diperoleh dari suatu proses autoregulasi. Stimulus autoregulasi adalah CPP,
bukan MAP. Pada orang dewasa dalam keadaan normal (ICP<10mmHg), CPP dan
MAP hampir sama dan CBF konstan dengan CPP 60-160 mmHg. Lebih jelasnya
lebih tinggi tekanan intrakranial, semakin jauh CPP menyimpang dari MAP dan
harus dihitung. Kurva autoregulasi bergeser ke kanan pada pasien dengan
hipertensi kronik dan bergeser ke kanan pada neonatus. Autoregulasi diduga
adalah suatu mekanisme miogenik, dimana otot polos pembuluh darah konstrksi
untuk meningkatkan tekanan dinding pembuluh darah dan relaksasi untuk
menurunkan tekanan dinding pembuluh darah. Pada batas bawah autoregulasi,
vasoldilatasi serebral maksimal, dibawah level ini pembuluh darah kolaps dan
12

CBF turun secara pasif dengan penurunan MAP. Pada batas atas autoregulasi,
vasokonstriksi maksimal dan diatas peningkatan tekanan intraluminal ini dapat
mendesak pebuluh darah untuk dilatasi, mengakibatkan peningkatan CBF dan
kerusakan pada blood brain barrier. Mediator metabolic, seperti adenosine juga
dapat dipengaruhi oleh autoregulasi pada kisaran tekanan rendah. Dengan semua
mekanisme yang dapat mempengaruhi ukuran pembuluh darah, autoregulasi dapat
mengubah CBF dan mempengaruhi tekanan intrakranial. Tekanan pada proses
autoregulasi dapat terganggu akibat beberapa keadaan patologis seperti tumor
otak, perdarahan subaranoid, stroke, dan trauma. Kerusakan pada kapasitas
regulasi CBF dapat menujukan pada kerusakan sistem kontrol (misalnya vaskular
otak) atau pada mekanisme umpan balik yang mempengaruhi pengaturan
hemodinamik otak. Pada keadaan ini, CBF sangat tergantung pada tekanan, dan
sehingga perubahan kecil pada MAP dapat menyebabkan perubahan yang dalam
pada CBF. 1

2.3 Tekanan Intrakranial/Intracranial Pressure (ICP)


Kranium adalah suatu struktur yang rigid dengan volume total yang tetap.
Normalnya terdiri dari otak (80%), darah (12%), dan CSF (8%). Kenaikan volume
pada satu komponen tertentu harus diimbangi dengan tertekannya komponen lain
untuk mencegah meningkatnya ICP. Proses ini hanya dapat dilakukan sampai
batas tertentu.1
Apabila terjadi kenaikan pada satu komponen, maka akan dilakukan
kompensasi. Kompensasi dasar ini diantaranya adalah1 :
1. Perpindahan awal CSF dari kranium ke ruang-ruang spinal
2. Peningkatan absorpsi CSF
3. Produksi CSF diturunkan
4. Total volume darah serebral menurun, utamanya vena
Konsep kompensasi intrakranial ini sangat berguna secara klinis, walaupun
sebetulnya kemampuan kompensasi sesungguhnya dipengaruhi oleh daerah yang
mengalami gangguan, tekanan darah arterial, dan PaCO2. Kenaikan tekanan darah
dapat menurunkan curah darah ke serebral karena autoregulasi akan menginduksi
13

vasokonstriksi untuk mempertahankan CBF. Sedang hipotensi akan meningkatkan


curah darah karena pembuluh darah akan berdilatasi demi mempertahankan CBF.
Volume darah serebral diperkirakan mengalami kenaikan 0.05 mL/ 100 gram
setiam kenaikan PaCO2 sebanyak 1 mmHg.1
Tekanan intrakranial normal adalah berkisar antara 5-10 mmHg. Maka,
hipertensi intrakranial didefinisikan sebagai kenaikan ICP di atas 15 mmHg yang
menetap. Apabila kenaikan ICP melebihi 30 mmHg, maka siklus seperti sebagai
berikut akan berlangsung : iskemia menyebabkan edema otak, yang akan
menambah kenaikan ICP, yang justru akan menambah iskemia.7
Kenaikan tekanan intrakranial akan menyebabkan gejala-gejala, seperti : mualmuntah, perubahan status kesadaran, perubahan perilaku, kaku kuduk, hipertensi,
bradikardia, hilangnya refleks batang otak, postur deserebrasi, dilatasi pupil, dan
perubahan ritme pernapasan.7
Tengkorak atau kranium mengandung CSF yang diproduksi dengan kecepatan
konstan, dimana lebih dari 80% dibuat di flexus choroideus dan sisanya dibuat di
parenkim otak. Fungsi CSF adalah untuk proteksi, penyokong, dan regulasi kima
otak. Kecepatan produksi CSF adalah kira-kira 0.35-0.4 mL/menit atau 500-600
mL/hari. Absorpsinya tergantung dari gradien tekanan CSF dan vena, dimana
absorpsi terjadi melalui villi choroidalis.2

2.4 Metabolisme Serebral


Berat otak hanya 2-3 % berat badan dan pada saat istirahat mengkonsumsi
20% dari oksigen yang diambil. Basal metabolisme rate untuk O2 adalah 3,3
ml/100 g/m dan untuk glukosa 4,5 mg/100g/m, keadaan ini relatif konstan pada
saat tidur dan bangun.
Otak memerlukan pasokan yang konstan dari substrat karena mempunyai
kebutuhan metabolisme yang tinggi.
Glukosa merupakan bahan bakar untuk jaringan saraf, walaupun keton dapat
dipakai selama periode puasa dan ketoasidosis.

CBF dan CMR berlangsung

bersama-sama, peningkatan CMRO2 regional akan menyebabkan peningkatan


CBF. Efek obat anestesi; obat anestesi inhalasi menyebabkan peningkatan CBF
14

dan penurunan CMRO2. Dari semua obat anestesi inhalasi, isoflurane merupakan
serebral metabolik depresan yang paling kuat, menurunkan CMRO2 50% pada
konsentrasi end tidal 2,5%, kecuali ketamin, semua obat anestesi iv, menurunkan
CMRO2.

Barbiturat menekan CMRO2 dan CBF paling kuat pada saat EEG

soelektrik CMRO2 kira-kira 50% normal.


Hipotermi menurunkan CMRO2 7% per 1C dan hipertermi meningkatkan
CMRO2. Suhu diatas 42C dapat menyebabkan kematian sel-sel neuron. Kejangkejang akan meningkatkan CBF dan CMRO2.2

2.5 Dinamika Tekanan Intrakranial


Tekanan intrakranial adalah jumlah total dari tekanan yang diberikan
oleh otak, darah, dan cairan cerebrospinal (cerebrospinal fluid/ CSF) di dalam
ruang kranium yang kaku.8
1. Compliance
Compliance merupakan indikator toleransi otak terhadap peningkatan
ICP. Ketika compliance pasien terlewati, akan terjadi peningkatan dramatis
pada tekanan/ kurva volume, menyebabkan peningkatan ICP yang cepat.
2. Aliran darah serebral
Pada otak yang mengalami cedera, aliran darah serebral (cerebral blood
flow/ CBF) diatur untuk memasok oksigen dan substrat yang cukup ke otak.
Faktor fisiologis tertentu seperti hiperkarbia, asidosis dan hipoksemia
menyebabkan vasodilatasi, yang menyebabkan peningkatan CBF. Aktivitas
kejang dan demam akan meningkatkan tingkat metabolisme otak dan CBF.

15

3. Tekanan perfusi serebral


Tekanan perfusi serebral (cerebral perfusion pressure/ CPP) adalah
tekanan di mana otak mendapatkan perfusi. CPP memungkinkan pengukuran tidak
langsung terhadap kecukupan CBF. Hal ini dihitung dengan mengukur perbedaan
antara tekanan arteri rata-rata (mean arterial pressure/ MAP) dan ICP (MAP ICP), di mana MAP = 1/3 tekanan sistolik ditambah 2/3 tekanan diastolik. Nilai
CPP normal yang umumnya diterima sebagai tekanan minimal yang diperlukan
untuk mencegah iskemia adalah: orang dewasa > 70 mmHg; anak > 50-60 mmHg;
bayi/ balita > 40-50 mmHg. CPP < 40 mmHg adalah prediktor yang bermakna dari
mortalitas pada anak dengan TBI.

2.6 Peningkatan Tekanan Intrakranial

Peningkatan tekanan intrakranial biasanya disebabkan oleh peningkatan


volume otak (edema serebral), darah (perdarahan intrakranial), lesi desak ruang,
atau CSF (hidrosefalus). Edema serebral adalah penyebab paling penting dari
peningkatan ICP pada cedera otak non-trauma seperti infeksi sistem saraf pusat
(SSP), serta ensefalopati sistemik dan metabolik. Edema serebral vasogenik terjadi
karena cedera pada sawar darah otak dan peningkatan permeabilitas kapiler di
sekitar daerah cedera atau peradangan terutama pada infeksi SSP. Edema
otak

interstisial

terjadi

karena peningkatan tekanan hidrostatik dari CSF dan

sering terlihat pada pasien dengan hidrosefalus obstruktif atau produksi CSF
berlebihan. Edema otak sitotoksik (pembengkakan seluler) terjadi setelah iskemia
otak dan hipoksia menyebabkan kerusakan sel ireversibel dan kematian.
Pembengkakan osmolar dapat terjadi karena peningkatan beban osmolar lokal di
sekitar fokus nekrotik yang disebabkan oleh infark atau kontusio, dan mungkin
karena peningkatan volume darah serebral (hiperemi) pada infeksi SSP. Etiologi
primer bisa berasal dari intrakranial atau ekstrakranial (Tabel 1).

16

Jika penyebab primer peningkatan ICP berasal dari intrakranial, normalisasi ICP
tergantung pada kecepatan mengatasi gangguan otak yang mendasarinya. Peningkatan
ICP juga dapat terjadi setelah prosedur bedah saraf.2 Hipertensi
terjadi

setelah

cedera

otak

traumatis

intrakranial

yang

(traumatic brain injury/ TBI) bersifat

multifaktorial:2 trauma akibat hematoma epidural atau subdural, kontusio hemoragik,


dan fraktur depresi tengkorak, edema serebral (penyebab paling penting setelah
hematoma), hiperemia akibat hilangnya autoregulasi., hipoventilasi yang menyebabkan
hiperkarbia dan vasodilatasi serebral, hidrosefalus akibat terhalangnya aliran CSF atau
penyerapannya, peningkatan tekanan intra-toraksik atau intra-abdomen sebagai akibat
dari ventilasi mekanik, posturing, agitasi, atau manuver Valsava.

Tabel 1 Penyebab Hipertensi Intrakranial

Intrakranial (Primer)
Infeksi SSP - meningitis, ensefalitis, abses otak, malaria serebral, neurocysticercosis.
Trauma (epidural dan subdural hematoma, kontusio serebral dan edema).
Tumor otak.
Perdarahan intrakranial - perdarahan intraserebral dan intraventrikular.
Lain-lain - stroke iskemik, hidrosefalus, hipertensi intrakranial idiopatik atau jinak.
Status epileptikus.
Ekstrakranial (Sekunder)
Cedera iskemik hipoksia - obstruksi jalan napas, hipoventilasi, syok.
Metabolik - hiperpireksia, kegagalan hati, keracunan timbal.
Obat-obatan (misalnya, tetrasiklin, rofecoxib).
Lain-lain - ensefalopati hipertensi.
Pasca Operasi
Lesi massa (hematoma).
Edema serebral.
Peningkatan volume darah serebral (vasodilatasi).
Obstruksi CSF.

17

2.6 Penatalaksanaan pada Gangguan Tekanan Intrakranial

Pengukuran ICP adalah standar baku pada neurocritical care. Estimasi tekanan
perfusi serebral (cerebral perfusion pressure/ CPP) adalah inti dari terapi hipertensi
intrakranial yang diarahkan oleh ICP/ CPP, terutama pada cedera otak traumatik yang
parah (severe traumatic brain injury/ severe TBI). Perhitungan CPP dilakukan
dengan pengukuran ICP intraventricular atau intraparenkimal dan pemantauan tekanan
arteri rata-rata (mean arterial pressure/ MAP) invasif, menurut persamaan CPP = MAPICP.9 Kemungkinan DIICP (disproportionate increase in intracranial pressure)
menunjukkan kerusakan otak sekunder akibat hipertensi intrakranial berkelanjutan atau
intermiten.9
Manajemen medis tekanan intrakranial yang meningkat mencakup sedasi,
drainase cairan serebrospinal, dan osmoterapi baik dengan manitol atau garam
hipertonik. Untuk hipertensi intrakranial yang refrakter terhadap manajemen medis
awal, koma yang diinduksi barbiturat, hipotermia, atau kraniektomi dekompresif harus
dipertimbangkan.9
Pasien dengan berbagai kelainan intrakranial - termasuk cedera otak traumatis,
stroke, perdarahan subaraknoid, perdarahan intraserebral, dan tumor otak - sering terjadi
peningkatan tekanan intrakranial progresif. Edema otak pasca trauma adalah hasil dari
berbagai mekanisme sekunder dan pilihan perawatan terbatas pada osmoterapi dan
dekompresi.

18

19

Anda mungkin juga menyukai