Anda di halaman 1dari 12

BORANG PORTOFOLIO MEDIS

Topik :
Gastritis Erosif
Tanggal (kasus) :
28 Maret 2016
Presenter :
dr. Rendy Dwi Osca
Tanggal Presentasi :
Pendamping : dr. Indra Barata
Tempat Presentasi :
Ruang Komite Medik RSUD Siti Aisyah
Objektif Presentasi :
Keilmuan
Keterampilan
Penyegaran
Tinjauan Pustaka
Diagnostik
Manajemen
Masalah
Istimewa
Neonatus
Bayi
Anak
Remaja
Dewasa
Lansia
Bumil
Os datang dengan BAB kehitaman sejak 3 hari SMRS, mual (+), muntah (-), nye
Deskripsi :
ulu hati (+)
Tujuan :
Menegakkan diagnosis Gastritis Erosif
Bahan
Tinjauan Pustaka Riset
Kasus
Audit
Bahasan :
Cara
Diskusi
Presentasi dan Diskusi
E-mail
Pos
Membahas :
Data Pasien : Ny. Yurhana, 51 tahun
No. Registrasi : 099060
Nama Klinik : RSUD Siti Aisyah
Telp : (0733) 451902
Terdaftar sejak :
Data Utama untuk Bahan Diskusi :
Diagnosis / Gambaran Klinis

Wanita, 51 thn, datang ke IGD RSUD Siti Aisyah bersama keluarganya dengan keluha

buang air besar berwarna hitam sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit. Frekuensi BAB 1-

hari sekali, konsistensi tinja dikatakan lunak kental, tidak disertai darah berwarna merah sega

disertai dengan keluhan nyeri ulu hati, yang terasa perih apabila pasien telat makan. Keluha

lain berupa mual, kembung, pusing, lemas dan pandangan berkunang-kunang. Sedangka

muntah isi makanan atau muntah darah disangkal. Nafsu makan menurun. Riwayat demam

lama, sesak napas, perut membuncit disangkal. Riwayat konsumsi obat-obat pegal linu da

warung dalam jangka waktu lama dan gemar mengkonsumsi kopi. Penyakit ini diderita untu
pertama kalinya.
1. Pem fisik : GCS: 15, konjungtiva anemis(+), sklera ikterik(-).
2. Riwayat Pengobatan : Mengkonsumsi obat-obatan pegel linu yang di beli di warung.
Riwayat Kesehatan/ Penyakit: Belum pernah mengalami keluhan serupa. Riwayat nyeri ulu
hati/penyakit maag + , riwayat sakit kuning -, riwayat hipertensi -, riwayat diabetes melitus -,
riwayat asma -, riwayat alergi -, riwayat penyakit jantung atau paru -, riwayat operasi -.
3. Riwayat Keluarga : Tidak ada keluarga pasien yang mengalami keluhan seperti pasien.
4. Riwayat Pekerjaan : (-)
5. Kondisi Lingkungan Sosial dan Fisik : Tidak ada yang berhubungan.
1

6. Lain-lain : -

DAFTAR PUSTAKA

1. Davey P, 2006. Hematemesis & Melena: dalam At a Glance Medicine. Jakarta: Erlangg
Hlm 36-7
2. Djumhana
A,
2011.
Perdarahan
Akut
Saluran
Cerna
Bagian
Ata
http//pustaka.unpad.ac.id/wpcontent/uploads/2011/03/pendarahan_akut_saluran_cerna_bagi
n_atas.pdf . [Diakses pada tanggal 14 September 2014]
3. Hastings
GE,
2005.
Hematemesis
&
Melen
http://wichita.kumc.edu/hastings/hematemesis.pdf. [Diakses pada tanggal 14 Septembe
2014]
4. Hadi S, 2002. Perdarahan Saluran Makan : dalam Gastroenterologi. Bandung: PT Alumn
Hlm 281-305
5. Richter JM, Isselbacher KJ, 1999. Prinsip Ilmu Penyakit Dalam Harrison. Jakarta: EGC. Hlm
259-62
6. Adi P, 2006. Pengelolaan Perdarahan Saluran Cerna Bagian Atas : Ilmu Penyakit Dalam Jili
I. Jakarta: FKUI. Hlm 289-97
7. 7)Ponijan
AP,
2012.
Perdarahan
Saluran
Cerna
Bagian
Ata
http//repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/31735/4/Chapter%20II.pdf . [Diakses pad
tanggal 14 September 2014]
8. Purwadianto A, Budi S, 2000. Hematemesis & Melena: dalam Kedaruratan Medik. Jakart
Binarupa Aksara. Hlm 105-10.
9. Astera IWM, Wibawa IDN, 1999. Tata Laksana Perdarahan Saluran Makan Bagian Atas
dalam Gawat Darurat di Bidang Penyakit Dalam. Jakarta: EGC. Hlm 53-62
10. PB PAPDI, 2005. Standar Pelayanan Medik. Jakarta: PB PAPDI. Hlm 272-73.
Hasil Pembelajaran :
1. Menegakkan diagnosis Gastritis Erosif

Rangkuman Hasil Pembelajaran Portofolio

Subjektif :

Pasien mengeluh BAB berwarna hitam dengan konsistensi lunak kental tanpa disertai
darah berwarna merah segar. Keluhan ini sudah jelas merupakan gejala utama melena.
Melena disebabkan oleh perdarahan saluran cerna bagian atas (SCBA). Perdarahan SCBA
dapat berupa varises esophagus atau non varises. Nyeri ulu hati, yang terasa perih apabila
pasien telat makan, mual, kembung, riwayat konsumsi obat-obat pegal linu dari warung
dalam jangka waktu lama dan gemar mengkonsumsi kopi menunjukan adanya
peradangan di lambung atau gastritis. Riwayat demam lama, sesak napas, perut

membuncit disangkal sehingga perdarahan karena varises esophagus dapat disingkirkan.


Dari anamnesis ini, didapatkan diagnosis bahwa pasien mengalami melena karena
gastritis erosif yang disebabkan oleh pemakaian NSAID dan kebiasaan minum kopi.
1. Objektif :
Tanda-tanda Vital
Kesadaran

: Compos mentis

Tekanan darah : 110/70 mmHg


Nadi

: 84 x/menit, isi dan tegangan cukup, reguler

Suhu

: 36,8 C

Pernapasan

: 18 x/menit, reguler,

Keadaan umum : Tampak sakit sedang, lemah dan pucat


Status Generalis
Kepala : Nyeri tekan kepala -, rambut tidak mudah dicabut, alopecia -.
Wajah

: Nyeri tekan sinus -.

Mata

: Konjungtiva pucat +/+, sklera ikterik -/-, RCL +/+, RCTL +/+, diameter pupil
3mm/3mm.

Telinga : Nyeri tekan tragus -/-, nyeri tekan mastoid -/-, serumen +/+, sekret -/-,
membran timpani intak/intak.
Hidung : Sekret -/-, deviasi septum -, mukosa hiperemis -.
Mulut

: Higiene buruk, karies dentis +, tonsil T1/T1, mukosa hiperemis -, uvula di


tengah, arkus faring simetris.

Leher

KGB : Tidak teraba.


Tiroid :Tidak terdapat pembesaran.
JVP : 5+2 cmH2O.
Dada

:
Paru : I:

Pergerakan dinding dada simetris kanan=kiri, retraksi (-), ketinggalan


gerak (-), pectus excavatum (-), pectus carinatum(-), spider nevi (-),
sikatriks (-).

P:

Krepitasi (-), massa (-), Vokal fremitus lapang paru kiri=kanan.

P:

Sonor pada seluruh lapang paru.

Jantung: I :

Sd vesikuler +/+, Rbh-/-, Rbk -/-, Wh-/-

Ictus cordis tidak terlihat

P:

Ictus cordis teraba di SIC 5 2jari medial linea midklavikula kiri

P:

Batas jantung kiri di SIC 5 2jari medial linea midklavikula kiri, batas
jantung kanan di ICS 5 linea sternalis kanan.

S1>S2, regular, gallop (-), murmur (-).

Abdomen: I : Abdomen datar, caput medusa -, sikatriks -, venektasi -.


A : Bising usus +, 6 kali per menit.
P : timpani, pekak alih (-), pekak sisi (-)
P : Dinding abdomen supel, nyeri tekan + regio epigastrium, nyeri tekan
McBurney -, hepar dan lien tidak teraba, ballotement -/-, nyeri ketok CVA
-/H/L: tidak teraba besar
Ekstremitas: CRT <2, Tidak ada edema, akral hangat, turgor kulit baik, tidak ada
gangguan gerak pada ekstrimitas superior dan inferior
Hasil pemeriksaan jasmani, mendukung diagnosis melena ec gastritis erosive dengan
anemia. Diagnosis ditegakkan berdasar:
Keadaan Umum pucat, conjungtiva anemis +/+, nyeri tekan epigastric (+), ekstremitas pucat
(+).
2. Assesment (penalaran klinis) :
Ny. Y/ 51 tahun, datang ke RSUD Siti Aisyah dengan keluhan utama BAB hitam
sejak 3 hari SMRS. Pada kasus perdarahan saluran cerna, perlu diketahui beberapa
kondisi yang dapat terjadi pada pasien, yakni hematemesis, melena, dan hematoskezia.
Pada hematemesis terdapat perdarahan yang berasal dari lesi di mukosa saluran cerna
yang terletak di atas perbatasan duodenojejunum. Penyebab utama dari hematemesis ada
beberapa, yakni ulkus peptikum, gastritis erosif, sindroma Mallory Weiss, dan varises
esofagus. Pada 80-90% kasus, satu dari keempat diagnosis tersebut dapat dijumpai pada
pasien dengan keluhan utama hematemesis. Diagnosis banding lain untuk hematemesis
yang lebih jarang dijumpai meliputi esofagitis, tumor regio gastroduodenum, diatesis

hemoragik, hemobilia, hemangioma, penyakit Osler, fistula aortointestinal, oklusi arteri


mesenterika, dan pseudoxantoma elastikum.
Pada melena didapatkan adanya perdarahan berupa tinja berwarna hitam kental,
seperti tar, yang disebabkan oleh etiologi yang sama dengan hematemesis, yakni ulkus
peptikum, gastritis erosif, sindroma Mallory Weiss, varises esofagus, atau tumor.
Hematemesis yang berlangsung bersama-sama dengan melena mengindikasikan adanya
perdarahan yang bersumber proksimal dari jejunum. Walaupun demikian hematemesis
dapat tidak dijumpai pada perdarahan saluran cerna bagian atas. Perlu dipertimbangkan
pula perdarahan saluran cerna yang disebabkan oleh terapi NSAID, kondisi stres
pascabedah dan luka bakar, dan efek dari terapi antikoagulan. Terdapat beberapa faktor
yang terkait dengan timbulnya melena, yakni volume perdarahan yang terjadi (>50 ml),
waktu transit usus (>8 jam), serta efek sekresi asam lambung dan flora normal usus
terhadap hemoglobin. Lebih lanjut perdarahan per rektal berwarna merah segar
(hematoskezia) mengindikasikan perdarahan yang bersumber dari kolon atau usus halus
bagian distal (karena tumor, divertikulum, penyakit Crohn, kolitis ulseratif, dan
angiodisplasia). Perdarahan masif dari saluran cerna atas yang disertai dengan
pemendekan waktu transit usus juga dapat menyebabkan terjadinya hematoskezia.
Sebaliknya pada perdarahan dari kolon proksimal yang disertai pemanjangan waktu
transit usus dapat menyebabkan melena. Perlu juga diperhatikan adanya beberapa
kondisi yang dapat menyerupai melena, yakni pada pemberian suplementasi besi,
preparat arang, dan konsumsi makanan tertentu (bit atau blueberry) dalam jumlah besar.
Dalam kasus perdarahan saluran cerna, modalitas endoskopi digunakan untuk
menentukan etiologi sehingga dapat dipilih terapi definitifnya. Umumnya dilakukan
esofagogastroduodenoskopi yang dilanjutkan dengan kolonoskopi jika diperlukan.
Angiografi dapat digunakan untuk mendeteksi perdarahan saluran cerna, namun terbatas
pada kasus perdarahan terus-menerus dengan volume 0,5-2,0 ml/menit. Lesi di usus
halus, terutama lesi tumor, tergolong sulit untuk dideteksi. Pada kasus perdarahan
intestinal dengan hasil endoskopi negatif, perlu dipertimbangkan adanya tumor intestinal
(schwannoma, leiomioma, limfoma maligna, karsinoma). Modalitas pencitraan lain yang
dapat digunakan adalah radiografi dengan foto polos abdomen, CT scan, MRI, atau
endoskopi kapsul dan double balloon enteroscopy.

Melena adalah buang air besar berwarna hitam seperti ter yang berasal dari saluran
cerna bagian atas. Yang dimaksud dengan saluran cerna bagian atas adalah saluran cerna
di atas ligamentum treitz, yakni dari jejunum proksimal, duodenum, gaster, dan
esophagus. Pada perdarahan saluran cerna bagian atas (SCBA) penting untuk dibedakan
antara perdarahan yang disebabkan oleh varises esofagus dan non-varises dikarenakan
perbedaan tatalaksana dan prognosis.
Cara singkat untuk membedakan perdarahan yang berasal dari saluran cerna bagian
atas (SCBA) dan bagian bawah (SCBB) adalah: (1) pada SCBA, manifestasi klinik pada
umumnya hematemesis dan/atau melena, pada SCBB terdapat hematokesia; (2) terlihat
adanya darah pada aspirasi nasogastrik pada pasien SCBA; (3) Rasio BUN/kreatinin
meningkat >35 pada SCBA, dan; (4) ditemukan bising usus yang meningkat pada
auskultasi di SCBA.
Melena menunjukkan perdarahan saluran cerna bagian atas dan dicernanya darah
pada usus halus. Warna gelap atau hitam berasal dari konversi Hb menjadi hematin oleh
bakteri setelah 14 jam. Perubahan warna disebabkan oleh HCl lambung, pepsin, dan
warna hitam ini diduga karena adanya pigmen porfirin. Paling sedikit terjadi perdarahan
sebanyak 50-100 ml baru dijumpai keadaan melena. Pada hematemesis melena yang
disebabkan kelainan pada gaster, biasanya didahului oleh gejala mual, muntah dan rasa
perih di ulu hati.
Gastritis merupakan suatu keadaan peradangan atau perdarahan mukosa lambung
yang dapat bersifat akut, kronis dan difus atau lokal. Gastritis erosif bila terjadi
kerusakan mukosa lambung yang tidak meluas sampai epitel. Gastritis merupakan
penyakit yang sering ditemukan, biasanya bersifat jinak dan merupakan respon mukosa
terhadap berbagai iritan lokal. Endotoksin bakteri (setelah menelan makanan), kafein,
alkohol, dan aspirin merupakan pencetus yang lazim. Infeksi Helicobacter pylori lebih
sering diangap penyebab gastritis akut. Obat-obatan seperti obat anti inflamasi non
steroid (OAINS) sulfonamid, steroid juga diketahui menggangu sawar mukosa lambung.
Etiologi dan Patogenesis
a. Helicobater pylori
Individu sehat dibawah umur 30 tahun mempunyai angka prevalesi koloni H. Pylori
pada lambung sekitar 10 %. Kolonisasi meningkat sesuai umur, pada mereka yang

berumur lebih dari 60 tahun mempunyai tingkat kolonisasi sesuai umur mereka. H.
pylori merupakan basil gram-negatif, spiral dengan flagel multipel lebih menyukai
lingkungan mikroaerofilik. H. Pylori tidak menyerang jaringan, menghuni dalam gel
lendir yang melapisi epitel. H. pylori mengeluarkan urease yang memecah urea menjadi
amnion dan CO2 sehingga milieu akan menjadi basa dan kuma terlindungi terhadap
faktor merusak dari asam lambung. Disamping itu, kuman ini membentuk platelet
ectiving faktor yang merupakan pro inflamatory sitokin. Sitokin yang terbentuk
mempunyai efek langsung pada sel epitel melalui ATP-ase dan proses transport ion.
b. OAINS dan Alkohol
OAINS dan alkohol merupakan zat yang dapat merusak mukosa lambung dengan
mengubar permeabilitas sawar epitel, sehinga memungkinkan difus balik asam klorida
yang mengakibatkan kerusakan jaringan terutama pembuluh darah. Zat ini menyebabkan
perubahan kualitatif mukosa lambung yang dapat mempermudah terjadinya degradasi
mukus oleh pepsin. Mukosa menjadi edem, dan sejumlah besar protein plasma dapat
hilang. Mukosa kapiler dapat rusak mengakibatkan hemoragi interstisial dan perdarahan.
Mukosa antrum lebih rentan terhadap difusi balik dibanding fundus sehinga erosif serin
terjadi di antrum. Difus balik ion H akan merangsang histamin untuk lebih banyak
mengeluarkan asam lambung, timbul dilatasi dan peningkatan permeabilitas pembuluh
kapiler, kerusakan mukosa lambung.
c. Stress ulkus
Istilah ulkus stress digunakan untuk menjelaskan erosi lambung yang terjadi akibat
stress psikologis atau fisiologis yang berlangsung lama. Bentuk stress dapat bermacammacam seperti syok hipotensif setelah trauma dan operasi besar, sepsis, hipoksia, luka
bakar hebat (ulkus Curling), atau trauma serebral (ulkus Cushing). Gastritis erosive
akibat stress memiliki lesi yang dangkal, ireguler, menonjol keluar, multiple. Lesi dapat
mengalami perdarahan lambat menyebabkan melena, dan seringkali tanpa gejala. Lesi
ini bersifat superficial. Ulkus stress dibagi menjadi 2. Ulkus cushing karena cedera otak
ditandai oleh hiperasiditas nyata yang diperantarai oleh rangsang vagus dan ulkus
curling an sepsis ditandai oleh hipersekresi asam lambung. Sebagian besar peneliti setuju
bila iskemia mukosa lambung adalah factor etiologi utama yang menyebabkan terjadinya
destruksi sawar lambung dan terbentuk ulserasi.

Secara umum pasien gastritis erosive mengeluh dyspepsia. Dyspepsia adalah suatu sindrom/
kumpulan gejala berupa mual, muntah, kembung, nyeri ulu hati, sendawa, rasa terbakar, rasa
penuh ulu hati dan cepat merasa kenyang. Secara umum dyspepsia dibagi menjadi empat
yaitu: dyspepsia akibat tukak, dyspepsia akibat gangguan motilitas, dyspepsia akibat refluks
da dyspepsia tidak spesifik.
3. Plan :
DIAGNOSIS KERJA
Melena e.c Gastritis Erosif dengan Klinis Anemia
Terapi:
IVFD RL 500 cc gtt 20x/ menit
Scopamin 2x10mg, IV
Pantoprazol 1x40 mg, IV
Sukralfat 4x2C, PO
Asam Tranexamat 3x250mg, IV
Vitamin K 3x10 mg, IM
Bila Hb <8 gr/dl, transfusi PRC dengan target Hb 10 gr/dl
Rencana Pemeriksaan :
Darah Rutin
Fese Rutin
Pendidikan :
Perlu dijelaskan kepada pasien bahwa selain terapi medika mentosa, pasien juga harus
diedukasi untuk tidak lagi mengkonsumsi makanan/ minuman/ obat-obatan yang
berisiko tinggi melukai lambung.
Konsultasi : spesialis penyakit dalam untuk dilakukan pengobatan lebih lanjut.

Kontrol :
Kegiatan
Memeriksa tensi

Nasihat

Periode
3-5
hari

Hasil yang Diharapkan


setelah Gejala BAB hitam tidak ada lagi,

pengobatan

nyeri ulu hati berkurang.

Saat pasien kontrol

Pasien

diminta

untuk

menjalankan terapi secara teratur


baik

medikamentosa

maupun

non-medikamentosa untuk hasil


yang maksimal.
TINJAUAN PUSTAKA
Hematemesis (muntah darah) dan melena (berak darah) merupakan keadaan yang
diakibatkan oleh perdarahan saluran cerna bagian atas (upper gastrointestinal
tract). Kebanyakan kasus hematemesis adalah keadaan gawat di rumah sakit yang
menimbulkan 8%-14% kematian di rumah sakit. Faktor utama yang berperan
dalam tingginya angka kematian adalah kegagalan untuk menilai masalah ini
sebagai keadaan klinis yang gawat dan kesalahan diagnostik dalam menentukan
sumber perdarahan.1
Di negara barat perdarahan karena tukak peptik menempati urutan terbanyak
sedangkan di Indonesia perdarahan karena ruptura varises gastroesofagus
merupakan penyebab tersering yaitu sekitar 50% - 60%, gastritis erosifa
hemoragika sekitar 25% - 30%, tukak peptik sekitar 10% - 15% dan karena sebab
lainnya < 5%. Kecenderungan saat ini menunjukkan bahwa perdarahan yang
terjadi karena pemakaian jamu rematik menempati urutan terbanyak sebagai
penyebab perdarahan Saluran Cerna Bagian Atas (SCBA) yang datang ke Unit
Gawat Darurat (UGD) RS Hasan Sadikin. Mortalitas secara keseluruhan masih
tinggi yaitu sekitar 25%, kematian pada penderita ruptur varises bisa mencapai
60% sedangkan kematian pada perdarahan non varises sekitar 9% - 12%.2

Angka kematian di berbagai belahan dunia menunjukkan jumlah yang cukup


tinggi, terutama di Indonesia yang wajib menjadi perhatian khusus. Berdasarkan
hasil penelitian di Jakarta didapati bahwa jumlah kematian akibat perdarahan
saluran cerna atas berkisar 26%. Insiden perdarahan SCBA dua kali lebih sering
pada pria dari pada wanita dalam seluruh tingkatan usia; tetapi jumlah angka
kematian tetap sama pada kedua jenis kelamin. Angka kematian meningkat pada
usia yang lebih tua (>60 tahun) pada pria dan wanita.2,3
Untuk memeriksa perdarahan saluran cerna atas dilakukan pemeriksaan endoskopi
untuk menegakkan diagnosa tentang penyebab yang dapat menimbulkan
perdarahan saluran cerna bagian atas.4
Gastritis erosif hemoragika merupakan urutan kedua penyebab perdarahan saluran
cerna atas. Pada endoskopi tampak erosi di angulus, antrum yang multipel,
sebagian tampak bekas perdarahan atau masih terlihat perdarahan aktif di tempat
erosi. Tampilan di sekitar erosi umumnya hiperemis, tidak terlihat varises di
esophagus dan fundus lambung. Sifat hematemesis tidak masif dan timbul setelah
berulang kali minum obat-obatan tersebut, disertai nyeri dan pedih di ulu hati.4,7
Penatalaksanaan

dibagi

menjadi

dua

yaitu

non-medikamentosa

dan

medikamentosa. Penatalaksanaan non-medikamentosa antara lain bed rest, puasa


hingga perdarahan berhenti dan diet cair. Dan penatalaksanaan medikamentosa
antara lain cairan infus Ringer Laktat (RL 20 tetes/menit, pemasangan
Nasogastric tube (NGT),

Inj. Pantoprazol 1x40mg, Inj. Asam Tranexamat

3x250mg, Sukralfat 4x2C, Inj. Vit K 3x10mg, rencana transfuse PRC apabila
Hemoglobin (Hb)<8.
Pemasangan NGT dilakukan untuk mengevaluasi perdarahan yang sedang
berlangsung. Untuk analgetik diberikan Inj. Scopamin 2x10mg Diberikan juga
Proton Pump Inhibitor (PPI) yaitu pantoprazole dimana obat-obat golongan PPI
mengurangi sekresi asam lambung dengan jalan menghambat enzim H+, K+,
Adenosine Triphosphatase (ATPase) (enzim ini dikenal sebagai pompa proton)
10

secara selektif dalam sel-sel parietal. Enzim pompa proton bekerja memecah KH+
ATP yang kemudian akan menghasilkan energi yang digunakan untuk
mengeluarkan asam dari kanalikuli sel parietal ke dalam lumen lambung. Ikatan
antara bentuk aktif obat dengan gugus sulfhidril dari enzim ini yang menyebabkan
terjadinya penghambatan terhadap kerja enzim. Kemudian dilanjutkan dengan
terhentinya produksi asam lambung.8
Pemberian sukralfat pada kasus ini didasari mekanisme kerja sukralfat atau
aluminium sukrosa sulfat diperkirakan melibatkan ikatan selektif pada jaringan
ulkus yang nekrotik, dimana obat ini bekerja sebagai sawar terhadap asam, pepsin,
dan empedu. Obat ini mempunyai efek perlindungan terhadap mukosa termasuk
stimulasi prostaglandin mukosa. Selain itu, sukralfat dapat langsung mengabsorpsi
garam-garam empedu. Aktivitas ini nampaknya terletak didalam seluruh
kompleks molekul dan bukan hasil kerja ion aluminium saja. Obat ini juga
memerlukan pH asam untuk aktif sehingga tidak boleh diberikan bersama antasid
atau antagonis reseptor H2.9,10
Jika Hemoglobin (Hb) < 8 gr/dl atau perdarahan masif dan terdapat tanda-tanda
kegagalan sirkulasi maka pasien dapat diberikan transfusi.
Banyak faktor yang mempengaruhi prognosis penderita seperti faktor umur, kadar
Hemoglobin (Hb), tekanan darah selama perawatan, dan lain-lain. Banyak
penelitian menunjukan bahwa angka kematian penderita dengan perdarahan
saluran cerna bagian atas dipengaruhi oleh faktor kadar Hemoglobin (Hb) waktu
dirawat, terjadi/tidaknya perdarahan ulang, keadaan hati, seperti ikterus, dan
encefalopati.9
Prognosis cukup baik apabila dilakukan penanganan yang tepat. Mengingat
tingginya angka kematian dan sukarnya dalam menanggulangi perdarahan saluran
cerna bagian atas maka perlu dipertimbangkan tindakan yang bersifat preventif.
DAFTAR PUSTAKA
11

1) Davey P, 2006. Hematemesis & Melena: dalam At a Glance Medicine. Jakarta:


Erlangga. Hlm 36-7
2) Djumhana A, 2011. Perdarahan Akut Saluran Cerna Bagian Atas.
http//pustaka.unpad.ac.id/wpcontent/uploads/2011/03/pendarahan_akut_saluran_c
erna_bagian_atas.pdf . [Diakses pada tanggal 14 September 2014]
3)

Hastings

GE,

2005.

Hematemesis

&

Melena.

http://wichita.kumc.edu/hastings/hematemesis.pdf. [Diakses pada tanggal 14


September 2014]
4) Hadi S, 2002. Perdarahan Saluran Makan : dalam Gastroenterologi. Bandung:
PT Alumni. Hlm 281-305
5) Richter JM, Isselbacher KJ, 1999. Prinsip Ilmu Penyakit Dalam Harrison.
Jakarta: EGC. Hlm 259-62
6) Adi P, 2006. Pengelolaan Perdarahan Saluran Cerna Bagian Atas : Ilmu
Penyakit Dalam Jilid I. Jakarta: FKUI. Hlm 289-97
7)

Ponijan

AP,

2012.

Perdarahan

Saluran

Cerna

Bagian

Atas.

http//repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/31735/4/Chapter%20II.pdf

[Diakses pada tanggal 14 September 2014]


8) Purwadianto A, Budi S, 2000. Hematemesis & Melena: dalam Kedaruratan
Medik. Jakarta: Binarupa Aksara. Hlm 105-10.
9) Astera IWM, Wibawa IDN, 1999. Tata Laksana Perdarahan Saluran Makan
Bagian Atas : dalam Gawat Darurat di Bidang Penyakit Dalam. Jakarta: EGC.
Hlm 53-62
10) PB PAPDI, 2005. Standar Pelayanan Medik. Jakarta: PB PAPDI. Hlm 272-73.

12

Anda mungkin juga menyukai