PENDAHULUAN
Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder edisi keempat (DSMIV) telah memperkenalkan kalimat karena suatu kondisi medik umum sebagai
bagian dari pemecahannya untuk menghilangkan perbedaan yang telah
berlangsung lama, tetapi keliru antara gangguan organik dan gangguan
fungsional. Penilaian bahwa gangguan mental disebabkan gangguan medis umum
dinyatakan klinis dengan menekankan data yang tersedia, berpikir bahwa gejala
psikiatrik adalah bagian dari suatu sindrom yang disebabkan oleh kondisi medis
non psikiatrik.
Epilepsi adalah penyakit neurologis kronis yang paling umum didalam
populasi umum, mengenai kira-kira 1% populasi di Amerika Serikat. Bagi dokter
psikiatrik masalah utama tentang epilepsi adalah pertimbangan suatu diagnosis
epilepsi pada pasien psikiatrik, pembedaan psikososial dari suatu diagnosis
epilepsi untuk suatu pasien, dan efek psikologis dan kognitif dari obat epileptik
yang sering digunakan. Dengan mengingat permasalahan utama, 30-50% dari
semua orang epileptik mempunyai kesulitan psikiatrik dalam suatu saat selama
erjalanan penyakitnya. Gejala prilaku yang paling umum dari epilepsi adalah
perubahan kepribadian, psikosis, kekerasan, dan sepresi adalah gejala yang lebih
jarang dari suatu gejala epilepstik.
Angka gejala gangguan mental emosional anak memang tidak sebesar
penyakit lainnya, namun sesungguhnya masalah kesehatan jiwa anak sama
penting dengan masalah kesehatan jiwanya. Gangguan mental emosional anak
yang tidak tertangani secara tepat dapat berakibat buruk sehingga mulai
diperlukan perhatian dari berbagai pihak seperti orangtua, guru sekolah, anggota
keluarga, dan pembuat kebijakan kesehatan.
Secara umum, penyebab permasalahan emosi dan perilaku anak adalah
pembawaan, yakni anak dengan semua keadaan yang ada pada dirinya (baik
organik maupun non-organik); lingkungan keluarga, mencakup pola asuh orang
tua, keadaan sosial ekonomi keluarga, dan lain-lain; lingkungan sekolah, meliputi
cara mengajar guru dan proses belajar mengajar; masyarakat, mencakup
pergaulan, norma, dan adat istiadat. Anak-anak dengan gangguan emosi dan
perilaku memiliki karakteristik yang komplek dan seringkali ciri-ciri perilakunya
juga dilakukan oleh anak sebayanya lain, seperti banyak bergerak, mengganggu
teman sepermainannya, perilaku melawan, dan adakalanya perilaku menyendiri.
Anak dengan gangguan emosi dan perilaku dapat ditemukan di berbagai
komunitas anak-anak, seperti play group, sekolah dasar, dan lingkungan bermain.
Bagi orang tua anak dan guru pada umumnya, perilaku-perilaku tersebut dianggap
wajar dan hanya perlu untuk diberi label anak nakal atau pembangkang, dan perlu
memperingatkan teman-teman sebayanya untuk berhati-hati bahkan menjauhinya.
Pada akhirnya kesulitan-kesulitan perkembangan yang dialami oleh anak dengan
gangguan emosi dann perilaku tidak teridentifikasi, tidak akan teratasi dan
semakin parah, bahkan akan menjadi perilaku menetap hingga mereka
dewasa.Melihat besarnya dampak permasalahan emosi dan perilaku anak terhadap
masa depan anak tersebut nantinya, maka pengetahuan mengenai deteksi dini serta
penatalaksanaan yang tepat permasalahan emosi dan perilaku anak penting
ditingkatkan.
Pada kesempatan kali ini penulis tertarik untuk mendiskusikan kasus
mengenai seorang anak dengan riwayat epilepsy dan gangguan kepribadian
emosional tak stabil. Tujuan laporan kasus ini adalah untuk mengenali kasus agar
dapat mengaplikasikan penatalaksanaan terbaik untuk pasien di kemudian hari.
BAB II
LAPORAN KASUS
I.
II.
IDENTIFIKASI PASIEN
1. Nama
: An. E
2. Jenis kelamin
: Laki-laki
3. Tanggal Lahir/Umur
: 14 tahun
4. Pendidikan
5. Pekerjaan
: Pelajar
6. Status Perkawinan
: Belum kawin
7. Warga Negara
: Indonesia
8. Agama
: Islam
ANAMNESIS
Identitas alloanamnesis (pasien datang ke IRD RS Dr.Ernaldi Bahar Palembang
dibawa oleh keluarganya, ibu os menangis, sehingga alloanamnesis dilakukan
dengan ibu os dan seorang keluarga lain)
1. Nama
: Lilis Suryani
2. Umur
: 40 tahun
3. Alamat
: Kayuagung
4. Pekerjaan
5. Pendidikan
: SMP
Anak-anak
Remaja
- Riwayat Pendidikan
Os saat ini mengenyam pendidikan SMP kelas VII di SMA Negeri
Kayuagung.
Sejak kelas III SD os tidak mau belajar, datang ke sekolah
mengganggu temannya, dan mengamuk bila dimarahi.Os dinaikkan SD
oleh guru bukan karena prestasi.Wali kelas os SD adalah bibi os dan
kepala sekolahnya adalah paman os sendiri.Ibu os menyadari os tidak
mampu melanjutkan pendidikan ke SMP, dan berencana dimasukkan ke
MTs,
namun
os
membujuk
orangtuanya
untuk
dimasukkan
ke
III.
AUTOANAMNESIS
Pemeriksa
Pasien
Interpretasi
(Psikopatologi)
Erlangga! Bener
namanya Erlangga?
mengangguk. os datang
mendekat)
Kesadaran: kompos
Medi
mentis
Sekolah
Perhatian:
Medi?
distraktibilitas
Kelas berapo?
Kelas satu.
Sikap: kurang
Satu apo?
SMP
kooperatif
Dimano?
SMP 3
Verbalisasi: jelas,
arah)
namun sepotong-
Kayuagung
sepotong
disitu mano?
temannya, mengatakan
Ayuk Cantik!, lalu
masuk ke kamar, tid
menghiraukan panggilan
pemeriksa)
Beberapa menit kemudian
Erlangga, sini dulu.
kesini?
Asosiasi longgar
siapo?
Orientasi: waktu,
sekamarnya, os kemudian
meninggalkan pemeriksa)
Beberapa menit kemudian,
pemeriksa memanggil
kembali os.
Angga, cubo tulisi namo
pemeriksa, os menulis
Tingkat pendidikan:
tidak sesuai
H)
Dugaan taraf
Angga
intelegensia: IQ kurang
Sayang
rata-rata
Diskriminative
mak?
judgement: terganggu
Idak.
mak ye?
Diskriminative insight:
terganggu
meninggalkan pemeriksa)
Kegaduhan umum,
nya)
impulsivitas
megang kuncinyo
BUKA YUKKK!
(lalu os ditenangkan oleh
petugas)
Ado.
Dimano?
Di pasar
Idak
waham
Angga?
Rindu dak samo Bapak?
Sayang
(tersenyum) ado
dak?
Bidadari
Siapo?
konfabulasi
Halusinasi disangkal
SBY
Presiden sekarang
siapo?
Megawati
Wakilnyo?
Jepang
Dugaan taraf
apo, Ngga?
intelegensi: IQ dibawah
2+2 berapo?
Daktau
rata-rata
8x4 berapo?
Dak tau
Mood: poikilotimik
Hidup emosi: labil
IV.
PEMERIKSAAN
A. STATUS INTERNUS
- Keadaan Umum
Sensorium
:Compos Mentis
Suhu
: 36,8oC
Berat Badan
: 56 kg
Nadi
: 80x/menit
Pernafasan
: 20 x/menit
Tinggi Badan
: 153 cm
Tekanan Darah
:130/80 mmHg
Turgor
: baik
Status Gizi
: baik
- Sistem Kardiovaskular
- Sisem Respiratorik
- Sistem Gastrointestinal
- Sistem Urogenital
- Kelainan Khusus
B. STATUS NEUROLOGIKUS
- Urat Syaraf Kepala (panca indera)
- Mata : - Gerakan
- Persepsi Mata
- Pupil
: +/+
- Pemeriksaan Oftalmoskopi
: tidak dilakukan
- Koordinasi: baik
- Turgor: baik
- Refleks: normal
- Kekuatan: +5/+5
- Sensibilitas
- Fungsi Luhur
- Kelainan khusus
C. STATUS PSIKIATRIKUS
KEADAAN UMUM
- Kesadaran/Sensorium
: Compos Mentis
- Perhatian
: Distraktibilitas
- Sikap
:Kurang kooperatif
- Inisiatif
: Tidak ada
:Bengong
- Verbalisasi
: Kurang jelas
- Cara Bicara
: Lancar, sepotong-sepotog
- Kontak Psikis
- Kontak Fisik
: Ada,kurang adekuat
- Kontak Mata
: Ada,kurang adekuat
- Kontak Verbal
- Hidup Emosi
Stabilitas
: Labil
Dalam-dangkal
: Dalam
10
Pengendalian
:Tidak terkendali
Adekuat-Inadekuat
:Adekuat
Echt-Unecht
:Echt
: Normal
Skala Diferensiasi
Einfuhlung
: Bisa dirabarasakan
Arus Emosi
: Cepat
: Mudah beralih
Orientasi :
Tempat
: Baik
Waktu
: Baik
Personal : Baik
Luas Pengetahuan Umum dan Sekolah :Tidak sesuai
Discriminative Judgement
:relative terganggu
Discriminative Insight
:terganggu
: IQ kurang rata-rata
: (-)
Halusinasi
:(-)
:lambat
Terhalang (-)
Inkoherensi (-)
Terhambat (-)
Sirkumstansial (-)
Perseverasi (-)
Tangensial (-)
Verbigerasi(-)
Lain-lain: Asosiasi
longgar (-)
11
- Isi Pikiran
Waham: (+)
Pola Sentral (-)
(-)
Rasa permusuhan/dendam
(+) (-)
Fobia (-)
Perasaan berdosa/salah(-)
Konfabulasi (+)
Hipokondria (-)
Lain-lain (-)
Kecurigaan (-)
- Pemilikan Pikiran
Obsesi(-)
Alienasi(-)
- Bentuk Pikiran
Autistik (-)
Paralogik(-)
Simbolik(-)
Lain-lain (-)
Dereistik(-)
Konkritisasi (-)
Simetrik(-)
- Keadaan Dorongan Instinktual dan Perbuatan
Abulia/Hipobulia(-)
Lain-lain (-)
Vagabondage (+)
Stupor(-)
Pyromania(-)
Raptus/Impulsivitas
(+)
Mannerisme (-)
Kegaduhan Umum: (+)
Autisme (-)
Deviasi Seksual(-)
Logore (-)
Ekopraksi (-)
Mutisme(-)
olalia (-)
12
V.
DIAGNOSIS MULTIAKSIAL
-
AKSIS I
- AKSIS II
- AKSIS III
VI.
- AKSIS IV
- AKSIS V
: 70-61
: 60-51
: 70-61
DIAGNOSIS DIFERENSIAL
- Aksis II
VII.
Asma
PEMERIKSAAN PENUNJANG
: 13,6 g/dL
Leukosit
: 13.500/mm3
LED
: 1 mm/jam
Diff count
: 0/0/0/70/23/7
Hematokrit
: 42%
Trombosit
: 523.000/mm3
Eritrosit
: 5 juta/mm3
13
VIII.
TERAPI
Psikofarmaka:
o Clozapine 2x25mg
o Carbamazepine 2x200mg
o Obs kejang
Psikoterapi:
Individual:
Keluarga:
Lingkungan:
IX.
PROGNOSIS
Dubia ad malam
14
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder edisi keempat (DSM-IV) telah
memperkenalkan kalimat karena suatu kondisi medik umum sebagai bagian dari
pemecahannya untuk menghilangkan perbedaan yang telah berlangsung lama, tetapi keliru
antara gangguan organik dan gangguan fungsional. Penilaian bahwa gangguan mental
disebabkan gangguan medis umum dinyatakan klinis dengan menekankan data yang tersedia,
berpikir bahwa gejala psikiatrik adalah bagian dari suatu sindrom yang disebabkan oleh
kondisi medis non psikiatrik.
EPILEPSI1
Epilepsi adalah penyakit neurologis kronis yang paling umum di dalam populasi
umum, mengenai kira-kira 1 persen populasi di Amerika Serikat. Bagi dokter psikiatrik
masalah utama tentang epilepsi adalah pertimbangan suatu diagnosis epilepsi pada pasien
psikiatri, pembedaan psikososial dari suatu diagnosis epilepsi untuk seorang pasien, dan efek
psikologis dan kognitif dari obat antiepileptic yang sering digunakan.Dengan mengingat
permasalahan yang pertama, 30 sampai 50 persen dari semua orang epilepti mempunyai
kesulitan psikiatrik dalam suatu saat selama perjalanan penyakitnya.Gejala perilaku yang
paling umum dari epilepsi adalah perubahan kepribadian; psikosis, kekerasan, dan depresi
adalah gejaln yang lebih jarang dari suatu gangguan epileptik.
Definisi
Suatu kejang (seizure) adalah suatu gangguan patologis paroksismal sementara dalam
fungsi serebral yang disebabkan oleh pelepasan neuron yang spontan dan luas Pasien
dikatakan menderita epilepsi jika mereka mempunyai keadaan kronis yang ditandai dengan
kejang yang rekuren.Iktus atau peristiwa iktal dari kejang adalah kejang itu sendiri. Periode
waktu non iktal dapat dikategorikan sebagai praiktal, pascaiktal,dan interiktal. Gejala yang
ditemukan selama peristiwa iktal terutama ditentukan oleh tempat asal kejang di otak dan
oleh pola penyebaran aktivitas kejang pada keseluruhan otak.Gejala interiktal dipengaruhi
oleh peristiwa iktal dan factor neuropsikiatrik dan psikososial lainnya, seperti gangguan
psikiatrik atau neurologis yang terjadi bersama-sama, adanya stressor psikososial, dan cirri
kepribadian premorbid.
15
Klasifikasi
Dua kategori utama kejang adalah parsial dan umum (generalized). Kejang parsial
melibatkan aktivitas epileptiformis di daerah otak setempat; kejang umum melibatkan
keseluruhan otak.Sistem klasifikasi untuk kejang. Dijalskan pada table berikut.
Klasifikasi Internasional tentang Kejang Epilepsi
I
gangguan kesadaran)
1. Dengan gejala motorik
2. Dengan gejala sensorik
3. Dengan gejala otonomik
4. Bentuk campuran
B.
Mioklonus
Spasme infantile
Kejang klonik
Kejang tonik
Kejang tonik-klonik
Kejang atonik
Kejang akinetik
16
gerakan
tonik
klonik
umum
pada
tungkai,
menggigit
lidah,
dan
inkotinensia.Walaupun diagnosis peristiwa kilat dari kejang adalah relatif langsung, keadaan
pascaiktal yang ditandai oleh pemulihan kesadaran dan kognisi yang lambat dan bertahap
kadang-kadang memberikan suatu dilema diagnostik bagi dokter psiktatrik di ruang gawat
darurat.Periode pemulihan dan kejang tonik klonik umum terentang dari beberapa menit
sampai
berjam-jam.Gambaran
klinis
adalah
delirium
yang
menghilang
secara
bertahap.Masalah psikiatrik yang paling sering berhubungan dengan kejang umum adalah
membantu pasien menyesuaikan gangguan neurologis kronis dan menilai efek kognitif atau
perilaku dan obat antiepileptik.
ABSENCES (Petit Mal).Suatu tipe kejang umum yang sulit didiagnosis bagi dokter
psikiatrik adalah absence atau kejang petitmal.Sifat epileptik dari episode mungkin berjalan
tanpa diketahui, karena manifestasi motorik atau sensorik karakteristik dari epilepsi tidak ada
atau sangat ringan sehingga tidak membangkitkan kecurigaan dokter. Epilepsi petit mal
biasanya mulai pada masa anak-anak antara usia 5 dan 7 tahun dan menghilang pada
pubertas. Kehilangan kesadaran singkat, selama mana pasien tiba-tiba kehilangan kontak
dengan hngkungan, adalah karakteristik untuk epilepsi petit mal; tetapi, pasien tidak
mengalami kehilangan kesadaran atau gerakan kejang yang sesungguhnya selama episode.
Elektroensefalogerafi ( EEG) menghasilkan pola karakteristik aktivitas paku dan gelombang
(spike and wave) tiga kali perdetik Pada keadaan yang jarang, epilepsi petitmal dengan onset
dewasa dapat ditandai oleh episode psikotik atau delirium yang tiba-tiba dan rekuren yang
tampak dan menghilane secara tiba-tiba Gejala dapat disertai dengan riwayat terjatuh atau
pingsan.
17
Gejala
Gejala Praiktal. Peristiwa praiktal (aura) pada epilepsi parsial kompleks adalah
termasuk sensasi otonomik (sebagai contohnya rasa penuh di perut, kemerahan, dan
perubahan pada pernafasan), sensasi kognitif(sebagai contohnya, deja vu, jamais vu, pikiran
dipaksakan, dan keadaan seperti mimpi). keadaan afektif (sebagai contohnya, rasa takut,
panik, depresi, dan elasi) dan secara klasik. automatisme (sebagai contohnya, mengecapkan
bibir, menggosok, dan mengayah)
Gejala Iktal. Perilaku yang tidak terinhibisi, terdisorganisasi, dan singkat menandai
serangan iktal.Walaupun beberapa pengacara pembela mungkin mengklaim yang sebaliknya,
jarang sesorang menunjukkan perilaku kekerasan yang terarah dan tersusun selama episode
epileptik Gejala kognitif adalah termasuk amnesia untuk waktu selama kejang dan suatu
periode delirium yang menghilang setelah kejang. Pada pasien dengan epilepsi parsial
kompleks, suatu fokus kejang dapat ditemukan pada pemeriksaan EEG pada 25 sampai 50 %
dari semua pasien. Penggunaan elektroda sfenoid atau temporalis anterior dan EEG pada saat
tidak tidur dapat meningkatkan kemungkinan ditemukannya kelainan EEG.EEG normal
multipel seringkali ditemukan dart seorang pasien dengan epilepsi parsial kompleks; dengan
demikian EEG normal tidak dapat digunakan untuk mneyingkirkan diagnosis epilepsi
parsial.kompleks- Penggunaan perekaman EEG jangka panjang (24 sampai 72 jam) dapat
membantu klinisi mendeteksi suatu fokus kejang pada beberapa pasien. Beberapa penelitian
menunjukkan bahwa penggunaan lead nasofaring tidak menambah banyak kepekaan pada
EEG, dan yang jelas menambahkan ketidaknyamanan prosedur bagi pasien.
Gejala Interiktal. Gangguan kepribadian Kelainan psikiatrik yang paling sering
dilaporkan pada pasien epileptik adalah gangguan kepribadian, dan biasanya kemungkinan
terjadi pada pasien dengan epilepsi dengan asal lobus temporalis.Ciri yang paling sering
adalah perubahan perilaku seksual, suatu kualitas yang biasanya disebut viskositas
kepribadian, religiositas, dan pengalaman emosi yang melambung.Sindroma dalam bentuk
18
komplitnya relatif jarang, bahkan pada mereka dengan kejang parsial kompleks dengan asal
lobus temporalis.Banyak pasien tidak mengalami perubahan kepribadian, yang lainnya
mengalami berbagai gangguan yang jelas berbeda dari sindroma klasik.
Perubahan pada perilaku seksual dapat dimanifestasikan sebagai hiperseksualitas;
penyimpangan dalam minat seksual, seperti fetihisme dan transfetihisme; dan yang paling
sering, hiposeksualitas Hiposeksualitas ditandai oleh hilangnya minat dalam masalah seksual
dan dengan menolak rangsangan seksual Beberapa pasien dengan onset epilepsi parsial
kompleks sebelum pubertas mungkin tidak dapat mencapai tingkat minat seksual yang
normal setelah pubertas, walaupun karakteristik tersebut mungkin tidak mengganggu pasien.
Untuk pasien dengan onset epilepsi parsial kompleks setelah pubertas.perubahan dalam minat
seksual mungkin mengganggu dan mengkhawatirkan.
Gejala viskositas kepribadian biasanya paling dapat diperhatikan pada percakapan
pasien, yang kemungkinan adalah lambat serius, berat dan lamban, suka menonjolkan
keilmuan, penuh dengan rincian-rincian yang tidak penting, dan seringkali berputar-putar.
Pendengar mungkin menjadi bosan tetapi tidak mampu menemukan cara yang sopan dan
berhasil untuk melepaskan diri dari percakapan. Kecenderungan pembicaraan seringkali
dicerminkan dalam tulisan pasien, yang menyebabkan suatu gejala yang dikenal
sebagai.hipergrafia yang dianggap oleh beberapa klinisi sebagai patognomonik untuk epilepsi
parsial kompleks.
Religiositas mungkin jelas dan dapat dimanifestasikan bukan hanya dengan
meningkatny peran serta pada aktivitas yang sangat religius tetapi juga oleh permasalahan
moral dan etik yang tidak umum, keasyikan dengan benar dan salah, dan meningkatnya minat
pada permasalahan global dan filosofi Ciri hiperreligius kadang-kadang dapat tampak seperti
gejala prodromal skizofrenia dan dapat menyebabkan masalah diagnositik pada seorang
remaja atau dewasa muda.
Gejala psikotik.Keadaan psikotik interiktal adalah lebih sering dari psikosis iktal.
Episode interpsikotik yang mirip skizofrenia dapat terjadi pada pasien dengan epilepsi,
khususnya yang berasal dan lobus temporalis Diperkirakan 10 sampal 30 persen dari semua
pasien dengan apilepsi partial kompleks mempunyai gejala psikotik Faktor risiko untuk
gejala tersebut adalah jenis kelamin wanita kidal onset kejang selama pubertas, dan lesi di sisi
kiri.Onset gejala psikotik pada epilepsi adalah bervariasi. Biasanya, gejala psikotik tarnpak
pada pasien yang telah menderita epilepsi untuk jangka waktu yang lama, dan onset gejala
psikotik di dahului oleh perkembangan perubahan kepribadian yang berhubungan dengan
aktivitas otak epileptik gejala psikosis yang paling karakteristik adalah halusinasi dan waham
19
paranoid.Biasanya. pasien tetap hangat dan sesuai pada afeknya, berbeda dengan kelainan
yang sering ditemukan pada pasien skizofrenik Gejala gangguan pikiran pada pasien epilepsi
psikotik
paling
sering
merupakan
gejala
yang
melibatkan
konseptualisasi
dan
Diagnosis
Diagnosis epilepsi yang tepat dapat sulit khususnya jika gejala iktal dan interiktal dari
epilepsi merupakan manifestasi berat dari gejala psikiatrik tanpa adanya perubahan yang
bemakna pada kesadaran dan kemampuan kognitif Dengan demikian, dokter psikiatrik harus
menjaga tingkat kecurigaan yang tinggi selama memeriksa seorang pasien baru dan harus
mempertimbangkan kemungkman gangguan epileptik, bahkan jika tidak ada tanda dan gejala
klasik. Diagnosis banding lain yang dipertimbangkan adalah kejang semu (psudoseizure),
dimana pasien mempunyai suatu kontrol kesadaran atas gejala kejang yang mirip.
Pada pasien yang sebelumnya mendapatkan suatu diagnosis epilepsi, timbulnya gejala
psikiatrik yang baru harus dianggap sebagai kemungkinan mewakili suatu evolusi, timbulnya
gejala epileptiknya.timbulnya gejala psikotik, gejala gangguan mood, perubahan kepribadian,
atau gejala kecemasan (sebagai contohnya, serangan panik) harus menyebabkan klinisi
menilai pengendalian epilepsi pasien dan memeriksa pasien untuk kemungkinan adanya
gangguan mental yang tersendiri. Pada keadaan tersebut klinisi harus menilai kepatuhan
pasien terhadap regimen obat antiepileptik dan harus mempertimbangkan apakah gejala
20
psikotik merupakan efek toksik dari obat antipileptik itu sendiri.Jika gejala psikotik tampak
pada seorang pasien yang pernah mempunyai epilepsi yang telah didiagnosis atau
dipertimbangkan sebagai diagnosis di masa lalu, klinisi harus mendapatkan satu atau lebih
pemeriksaan EEG.
Pada pasien yang sebelumnya belum pernah mendapatkan diagnosis epilepsi.empat
karakteristik hams menyebabkan klinisi mencurigai kemungkinan tersebut; onset psikosis
yang tiba-tiba pada seseorang yang sebelumnya dianggap sehat secara psikologis, onset
delirium yang tiba-tiba tanpa penyebab yang diketahui, riwayat episode yang serupa dengan
onset yang mendadak dan pemulihan spontan, dan riwayat terjatuh atau pingsan sebelumnya
yang tidak dapat dijelaskan.
Pengobatan
karbamazepin (tegretol) dan Asam valproik (Depakene) mungkin membantu dalam
mengendalikan gejala iritabilitas dan meledaknya agresi, karena mereka adalah obat
antipsikotik tipikal Psikoterapi, konseling keluarga, dan terapi kelompok mungkin berguna
dalam menjawab masalah psikososial yang berhubungan dengan epilepsi. Disamping itu,
klinisi haru; menyadari bahwa banyak obat antiepileptik mempunyai suatu gangguan kognitif
derajat ringan sampai sedang dan penyesuaian dosis atau penggantian medikasi harus
dipertimbangkan jika gejala gangguan kognitif merupakan suatu masalah pada pasien
tertentu.1
2.
3.
Tipe perilaku yang tidak sesuai atau perasaan yang di bawah keadaan normal.
4.
5.
Kecenderungan untuk mengembangkan simtom-simtom fisik atau ketakutanketakutan yang diasosiasikan dengan permasalahan-permasalahan pribadi atau
sekolah.
Simtom gangguan emosi dan perilaku biasanya dibagi menjadi dua macam, yaitu
externalizing behaviour dan internalizing behaviour. Externalizing behaviour memiliki
dampak langsung dan tidak langsung terhadap orang lain, contohnya perilaku agresif,
membangkang, tidak patuh, berbohong, mencuri, dan kurangnya kendali diri. Internalizing
behaviour mempengaruhi siswa dengan berbagai macam gangguan seperti kecemasan,
depresi, menarik diri dari interaksi sosial, gangguan makan, dan kecenderungan untuk bunuh
diri. Kedua tipe tersebut memiliki pengaruh yang sama buruknya terhadap kegagalan dalam
belajar di sekolah (Hallahan & Kauffman, 1988; Eggen & Kauchak, 1997).
Lebih lanjut lagi, Hallahan & Kauffman (1988) menjelaskan tentang karakteristik anak
dengan gangguan perilaku dan emosi, sebagai berikut:
a.
b.
c.
22
contoh:
kehilangan
ingatan
dan
berkurangnya
kemampuan
kognitif
dapat
Epilepsi berhubungan dengan aktivitas lepas tak terkendali dari otak yang
menimbulkan kejang. Kejang lobus temporalis dapat terjadi dengan kesadaran yang
apatis, bingung, pola perilaku motorik otomatis, dan ledakan amarah atau ledakan
yang mengerikan. Epilepsi bentuk apapun berkaitan dengan insidens perilaku. Ini
mungkin berhubungan dengan disfungsi otak atau terhadap obat-obat yang digunakan
untuk mengendalikan gerakan-gerakan tak terkendali atau terhadap cacat sosial anak
dalam hubungannya dengan sesamanya atau dengan lingkungannya. Epilepsi lobus
temporalis amat berkaitan dengan gangguan psikiatri, dengan prevalensi sekitar 70%.
Retardasi Mental
Definisi
Keterbelakangan mental atau lazim disebut retardasi mental (RM) adalah suatu keadaan
dengan intelegensia yang kurang (subnormal) sejak masa perkembangan (sejak lahir atau
sejak masa anak-anak).Biasanya terdapat perkembangan mental yang kurang secara
keseluruhan, tetapi gejala utama ialah intelegensi yang terbelakang. Retardasi mental disebut
juga oligofrenia (oligo = kurang atau sedikit danfren = jiwa) atau tuna mental. Keadaan
tersebut ditandai dengan fungsi kecerdasan umum yang berada dibawah rata-rata dan disertai
dengan berkurangnya kemampuan untuk menyesuaikan diri atau berprilaku adaptif.3
Menurut Pedoman Penggolongan Diagnosis Gangguan Jiwa edisi ke-III (PPDGJ III)
adalah suatu keadaan perkembangan mental yang terhenti atau tidak lengkap, yang terutama
ditandai oleh hendaya keterampilan selama masa perkembangan, sehingga berpengaruh pada
semua tingkat intelegensia yaitu kemampuan kognitif, bahasa, motorik, dan sosial.4
Menurut American Association Mental Retardation (AAMR) 2002 adalah suatu
disabilitas yang ditandai dengan suatu limitasi/keterbatasan yang bermakna baik dalam fungsi
24
intelektual maupun prilaku adaptif yang diekspresikan dalam keterampilan konseptual, social
dan praktis.
Menurut Diagnostic and Scientific Manual IV-TR (DSM IV-TR) adalah sama dengan
definisi AAMR tetapi ditambahkan batas derajat IQ 70.2
Etiologi
a.
Kelainan Kromosom
Sindrom Down
Sindrom down adalah kondisi yang disebabkan oleh adanya kelebihan
kromosom pada pasangan ke-21 dan ditandai dengan retardasi mental serta anomali
fisik yang beragam.1 Untuk seorang ibu usia pertengahan (> 32 tahun), resiko
memiliki anak dengan sindroma Down adalah kira-kira 1 dalam 100 kelahiran.
Retardasi mental adalah cirri yang menumpang pada sindrom Down. Sebagian besar
pasien berada dlam kelompok retardasi sedang sampai berat., hanya sebagian kecil
yang memiliki IQ di atas 50. Diagnosis sindrom Down relatif mudah pada anak yang
lebih besar tetapi seringkali sukar pada neonates. Tanda yang paling penting pada
neonates adalah hipotonia umum, fisura palpebra yang oblik, kulit leher yang
berlebihan, tengkorak yang kecil dan datar, tulang pipi yang tinggi, dan lidah yang
menonjol. Dapat dilihat juga tangan tebal dan lebar, dengan garis transversal tunggal
pada telapak tangan, dan jari kelingking pendek dan melengkung ke dalam.1
Sindrom Fragile X
25
Sindrom Prader-Willi
Kelianan ini akibat dari penghilangan kecil pada kromosom 15, biasanya
terjadi secara sporadic.Prevalensinya kurang dari 1 dalam 10000.Orang dengan
sindrom ini menunjukkan perilaku makan yang kompulsif dan sering kali obesitas,
retardasi mental, hipogonadisme, perawakan pendek, hipotonia, dan tangan dan kaki
yang kecil. Anakanak dengan sindrom ini seringkali memiliki perilaku oposisional
yang menyimpang.1
letaknya
rendah,
fisura
palpebra
oblik,
hipertelorisme,
dan
26
b.
kehamilan
selanjutnya.
Defek
metabolisme
dasar
pada
PKU
adalah
27
Gambar 3. Phenylketouria
c.
Faktor Prenatal
Beberapa kasus retardasi mental disebabkan oleh infeksi dan penyalahgunaan
obat selama ibu mengandung.Infeksi yang biasanya terjadi adalah Rubella, yang dapat
menyebabkan kerusakan otak.Penyakit ibu juga dapat menyebabkan retardasi mental,
seperti sifilis, cytomegalovirus, dan herpes genital.Obat-obatan yang digunakan ibu
selama kehamilan dapat mempengaruhi bayi melalui plasenta.Sebagian dapat
menyebabkan cacat fisik dan retardasi mental yang parah.Anak-anak yang ibunya
minum alkohol selama kehamilan sering lahir dengan sindrom fetal dan merupakan
kasus paling nyata sebagai penyebab retardasi mental.Komplikasi kelahiran, seperti
kekurangan oksigen atau cedera kepala, infeksi otak, seperti encephalitis dan
meningitis, terkena racun, seperti cat yang mengandung timah sangat berpotensi
menyebabkan retardasi mental.
d.
Faktor Perinatal
Beberapa bukti menunjukkan bahwa bayi premature dan bayi dengan berat badan
lahir rendah berada dalam resiko tinggi mengalami gangguan neurologis dan intelektual
yang bermanifestasi selama tahun-tahun sekolahnya.Bayi yang menderita pendarahan
intrakranial atau tanda-tanda iskemia serebral terutama rentan terhadap kelainan
28
e.
Infeksi
Infeksi yang paling serius mempengaruhi interitas serebral adalah ensefalitis
dan meningitis.
Trauma kepala
Penyebab cedera kepala yang terkenal pada anak-anak yag menyebabkan
kecacatan mental, termasuk kejang, adalah kecelakaan kendaraan bermotor. Tetapi,
lebih banyak cedera kepala yang disebabkan oleh kecelakaan di rumah tangga,
seperti terjatuh dari tangga. Penyiksaan anak juga suatu penyebab cedera kepala.
Masalah lain
Cedera otak dari henti jantung selama anesthesia jarang terjadi.Satu penyebab
cedera otak lengkap atau parsial adalah afiksia yang berhubugan dengan nyaris
tenggelam.Pemaparan jangka panjang dengan timbal adalah penyebab gangguan
kecerdasan dan keterampilan belajar. Tumor intracranial dengan berbagai jenis dan
asal, pembedahan, dan kemoterapi juga dapat merugikan fungsi otak
f.
29
Lingkungan prenatal diganggu oleh perawatan medis yang buruk dan gizi maternal
yang buruk.Kehamilan remaja sering disertai dengan penyulit obstetric, prematuritas,
dan berat badan lahir rendah.Perawatan medis setelah kelahiran buruk, malnutrisi,
pemaparan dengan zat toksin tertentu seperti timbale dan trauma fisik adalah serig
terjadi.Ketidakstabilan keluarga, sering pindah, dan pengasuh yang berganti-ganti tetapi
tidak adekuat sering terjadi.Selain itu, ibu dalam keluarga tersebut sering berpendidikan
rendah dan tidak siap memberikan stimulasi yang sesuai bagi anak-anaknya.
Masalah lain yang tidak terpecahkan adalah pengaruh ganguan mental parental
yang parah. Gangguan tersebut dapat menganggu pengasuhan dan stimulasi anak dan
aspek lain dari lingkungan mereka, dengan demikian menempatkan anak pada resiko
perkembangan. Anak-anak dari orang tua dengan gagguan mood dan skizofrenia
diketahui berada dalam resiko mengalami gangguan tersebut dan gangguan yang
berhubungan. Penelitian terakhrir menunjukkan tingginya prevalensi gangguan
keterampialan motorik dan gangguan perkembangan lainnya tetapi tidak selalu disertai
retardasi mental.1
2.1 Diagnosis
Menurut pedoman diagnostik PPDGJ III intelegensia bukan merupakan karakteristik
yang berdiri sendiri, melainkan harus dinilai berdasarkan sejumlah besar ketrampilan khusus
yang berbeda. Meskipun ada kecenderungan umum bahwa semua ketrampilan ini akan
berkembang ke tingkat yang serupa pada setiap individu, tetapi ada ketimpangan
(discrepancy) yang luas, terutama pada penyandang RM. Orang yang demikian mungkin
memperlihatkan hendaya berat dalam satu bidang tertentu (misalnya bahasa) atau mungkin
mempunyai suatu area ketrampilan tertentu yang lebih tinggi (misalnya tugas visuospasial
sederhana) pada RM berat. Keadaan ini akan menimbulkan kesluitan dalam menentukan
kriteria diagnostik dimana seorang penyandang RM harus diklasifikasikan.
Penilaian tingkat kecerdasan harus berdasarkan semua informasi yang tersedia,
termasuk temuan klinis, perilaku adaptif (yang dinilai dalam kaitan dengan latar belakang
budayanya), dan hasil tes psikometrik.
Untuk diagnosis pasti, harus ada penurunan tingkat kecerdasan yang meningkatkan
berkurangnya kemampuan adaptasi terhadap tuntutan dari lingkungan sosial biasa sehari
hari.Gangguan jiwa dan fisik yang menyertai retardasi mental mempunyai pengaruh besar
pada gambaran klinis dan penggunaan dari semua keterampilannya.Oleh karena itu kategori
diagnostik yang dipilih harus berdasarkan penilaian kemampuan global dan bukan atas suatu
30
hendaya atau ketrampilan khusus.Tingkat IQ yang ditetapkan hanya merupakan petunjuk dan
seharusnya tidak ditetapkan secara kaku dalam memandang keabsahan permasalahan lintas
budaya.
Kriteria diagnostik untuk RM menurut DSM IV TR adalah sebagai berikut:
1.
Fungsi intelektual dibawah rata rata (IQ 70 atau kurang) yang telah diperiksa secara
individual.
2.
Kekurangan atau gangguan dalam perilaku adaptif (sama dengan kekurangan individu
untuk memenuhi tuntutan standar perilaku sesuai dengan usianya dari lingkungan
budayanya) dalam sedikitnya 2 hal, yaitu komunikasi, self-care, kehidupan rumahtangga, ketrampilan sosial/interpersonal, menggunakan sarana komunitas, mengarahkan
diri sendiri, ketrampilan akademis fungsional, pekerjaan, waktu senggang, kesehatan dan
keamanan
3.
Riwayat Penyakit
Riwayat penyakit paling sering didapatkan dari orang tua atau pengasuh, dengan
perhatian khusus pada kehamilan ibu, persalinan, dan kelahiran.Terdapat riwayat
keluarga retardasi mental, hubungan darah pada orangtua, dan gangguan herediter. Juga
31
dapat menilai latar belakang sosiokultural pasien, iklim emosional di rumah, dan fungsi
intelektual pasien.1
b.
Wawancara Psikiatrik
Dua faktor yang sangat penting saat jika mewawancarai pasien adalah sikap
pewawancara dan cara berkomunikasi dengan pasien. Kemampuan verbal pasien,
termasuk bahasa reseptif dan ekspresif, harus dinilai sesegera mungkin dengan
mengobservasi komunikasi verbal dan nonverbal antara pengasuh dan pasien dan dari
riwayat penyakit.Sangat membantu jika memeriksa pasien dan pengasuhnya bersamasama.Jika pasien menggunakan bahasa isyarat, pengasuh dapat sebagai penerjemah.
Orang terertardasi mengalami kegagalan seumur hidup dalam berbagai bidang, dan
mereka
mungkin
mengalami
kecemasan
sebelum
menjumpai
pewawancara.
Pewawancara dan pengasuh harus berusaha untuk memberikan pasien suatu penjelasan
yang jelas, suportif, dan konkret tentang proses diagnostik, terutama pasein dengan
bahasa reseptif yang memadai. Dukungan dan pujian harus diberikan dalam bahasa yang
sesuai dengan usia dan pengertian pasien.
Pengendalian pasien terhadap pola motilitas harus dipastikan, dan bukti klinis
adanya
distraktibilitas
dan
distorsi
dalam
persepsi
dan
daya
ingat
harus
umumnya
pemeriksaan
psikiatrik
pasien
yang
teretardasi
harus
atau
regresi,
juga
dapat
mengembangkan
sifat
kepribadian
yang
Pemeriksaan Fisik
Berbagai bagian tubuh memiliki karakteristik tertentu yang sering ditemukan pada
orang retardasi mental dan memiliki penyebab prenatal. Sebagai contoh, konfigurasi dan
ukuran kepala memberikan petunjuk terhadap berbagai kondisi seperti mikrosefali,
hidrosefalus, dan sindroma Down. Wajah pasien mungkin memiliki beberapa stigmata
retardasi mental yang sangat mempermudah diagnosis. Tanda fasial tersebut adalah
32
hipertelorisme, tulang hidung yang datar, alis mata yang menonjol, lipatan epikantus,
opasitas kornea, perubahan retina yag letaknya rendah atau bentuknya aneh, lidah yang
menonjol, dan gangguan gigi geligi. Lingkaran kepala harus diukur sebagai bagian dari
pemeriksaan klinis. Warna dan tekstur kulit dan rambut, palatum dengan lengkung yang
tinggi, ukuran kelenjar tiroid, dan ukuran anak dan batang tubuh dan ekstremitasnya
adalah bidang lain yang digali. 1
d.
Pemeriksaan Neurologis
Gangguan sensorik sering terjadi pada orang retardasi mental, sebagai contoh
sampai 10 persen orang retardasi mental mengalami gangguan pendengaran empat kali
lebih tinggi dibandingkan orang normal.Gangguan sensorik dapat berupa gangguan
pendengaran dan gangguan visual.Gangguan pendengaran terentang dari ketulian
kortikal sampai deficit pendengaran yang ringan.Gangguan visual dapat terentang dari
kebutaan sampai gangguan konsep ruang, pengenalan rancangan, dan konsep citra tubuh.
Gangguan dalam bidang motorik dimanifestasikan oleh kelainan pada tonus otot
(spastisitas
atau
hipotonia),
refleks
(hiperefleksia),
dan
gerakan
involunter
Tes Laboratorium
Tes laboratorium yang digunakan pada kasus retardasi mental adalah pemeriksaan
urin dan darah untuk mencari gangguan metabolik.Penentuan kariotipe dalam
laboratorium genetic diindikasikan bila dicurigai adanya gangguan kromosom.
Amniosintesis, di mana sejumlah kecil cairan amniotic diambil dari ruang amnion
secara transabdominal antara usia kehamilan 14 dan 16 minggu, telah berguna dalam
diagnosis berbagai kelainan kromosom bayi, terutama Sindroma Down. Amniosintesis
dianjukan untuk semua wanita hamil berusia di atas 35 tahun.
Pengambilan sampel vili korionik (CVS; chorionic villi sampling) adalah teknik
skrining yang baru untuk menentukan kelainan janin. Cara ini dilakukan pada usia
kehamilan 8 dan 10 minggu. Hasilnya tersedia dalam waktu singkat (beberapa jam atau
hari), dan jika kehamilan adalah abnormal, keputusan untuk mengakhiri kehamilan dapat
dilakukan dalam trimester pertama.Prosedur memiliki resiko keguguran antara 2 dan 5
persen. 1
f.
Pemeriksaan Psikologis
Tes psikologis, dilakukan oleh ahli psikologis yang berpengalaman, adalah bagian
standar dari pemeriksaan untuk retardasi mental.Pemeriksaan psikologis dilakukan untuk
33
Klasifikasi
Menurut PPDGJ-III retardasi mental dibagi menjadi :4
F70 Retardasi Mental Ringan
Bila menggunakan tes IQ baku yang tepat, maka IQ berkisar antara 50 69
menunjukkan retardasi mental ringan.
Pemahaman dan penggunaan bahasa cenderung terlambat pada berbagai tingkat, dan
masalah kemampuan berbicara yang mempengaruhi perkembangan kemandirian dapat
menetap sampai dewasa.Walaupun mengalami keterlambatan dalam kemampuan bahasa, tapi
sebagian besar dapat mencapai kemampuan bicara untuk keperluan sehari hari.Kebanyakan
juga dapat mandiri penuh dalam merawat diri sendiri dan mencapai ketrampilan praktis dan
ketrampilan rumah tangga, walaupun tingkat perkembangannya agak lambat daripada
normal.
Kesulitan utama biassanya tampak dalam pekerjaan sekolah yang bersifat akademis dan
banyak masalah khusus dalam membaca dan menulis.
Etiologi organik hanya dapat diidentifikasikan pada sebagian kecil penderita. Keadaan
lain yang menyertai, seperti autisme, gangguan perkembangan lain, epilepsi, gangguan
tingkah laku, atau disabilitas fisik dapat ditemukan dalam berbagai proporsi. Bila terdapat
gangguan demikian, maka harus diberi kode diagnosis tersendiri.
F71 Retardasi Mental Sedang
IQ biasanya berada dalam rentang 35-49.Umumnya ada profil kesenjangan dari
kemampuan, beberapa dapat mencapai tingkat yang lebih tinggi dalam ketrampilan visuospasial daripada tugas tugas yang tergantung pada bahasa, sedangkan yang lainnya sangat
canggung namun dapat mengadakan interaksi sosial dan percakapan sederhana.
Tingkat perkembangan bahasa bervariasi, ada yang dapat mengikuti percakapan
sederhana, sedangkan yang lain hanya dapat berkomunikasi seadanya untuk kebutuhan dasar
mereka.
Suatu etiologi organik dapat diidentifikasikan pada kebanyakan penyandang retardasi
mental sedang.Autisme masa kanak atau gangguan perkembangan pervasif lainnya terdapat
pada sebagian kecil kasus, dan mempunyai pengaruh besar pada gambaran klinis dan tipe
penatalaksanaan yang dibutuhkan.Epilepsi, disabilitas neurologik dan fisik juga lazim
34
ditemukan meskipun kebanyakan penyandang retardasi mental sedang mampu berjalan tanpa
bantuan.
Kadang kadang didapatkan gangguan jiwa lain, tetapi karena tingkat perkembangan
bahasanya yang terbatas sehingga sulit menegakkan diagnosis dan harus tergantung dari
informasi yang diperoleh dari orang lain yang mengenalnya. Setiap gangguan penyerta harus
diberi kode diagnosis tersendiri.
F72 Retardasi Mental Berat
IQ biasanya berada dalam rentang 20-34. Pada umumnya mirip dengan retardasi mental
sedang dalam hal :
-
Gambaranklinis
Terdapatnyaetiologiorganik
Kebanyakanpenyandangretardasi
mencolokataudefisit
mental
lain
beratmenderitagangguanmotorik
yang
menunjukkanadanyakerusakanataupenyimpanganperkembangan
yang
menyertainya,
yang
bermaknasecaraklinisdarisusunansarafpusat.
35
sensorik atau fisik, misalnya buta, bisu, tuli dan penderita yang perilakunya terganggu berat
atau fisiknya tidak mampu.
F79 Retardasi Mental YTT
Jelas terdapat retardasi mental, tetapi tidak ada informasi yang cukup untuk
menggolongkannya dalam salah satu kategori tersebut diatas.
Penatalaksanaan
Retardasi mental berhubungan dengan beberapa gangguan heterogen dan berbagai
faktor psikososial. Terapi yang terbaik untuk retardasi mental adalah pencegahan primer,
sekunder, dan tersier.1
a.
Pencegahan Primer
Pencegahan primer merupakan tindakan yang dilakukan untuk menghilangkan atau
menurunkan kondisi yang menyebabkan perkembangan gangguan yang disertai dengan
retardasi mental. Tindakan tersebut termasuk :
Pendidikan untuk meningkatkan pengetahuan dan kesadaran masyarakat umum
tentang retardasi mental.
Usaha terus-menerus dari professional bidang kesehatan untuk menjaga dan
memperbaharui kebijaksanaan kesehatan masyarakat.
Aturan untuk memberikan pelayanan kesehatan maternal dan anak yang optimal.
Eradikasi gangguan yang diketahui disertai dengan kerusakan system saraf pusat.
Konseling keluarga dan genetik membantu menurunkan insidensi retardasi mental
dalam keluarga dengan riwayat gangguan genetic yang berhubungan dengan retardasi
mental.Untuk anak-anak dan ibu dengan sosioekonomi rendah, pelayanan medis prenatal
dan perinatal yang sesuai dan berbagai program pelengakap dan bantuan pelayanan
social dapat menolong menekan komplikasi medis dan psikososial.
b.
37
narkotik
seperti
naltrexone
(Trexan)
telah
dilaporkan
menurunkan perilaku melukai diri sendiri pada pasien retardasi mental yang
juga memenuhi kriteria diagnostik untuk gangguan austik infantile. Satu
hipotesis yang diajukan sebagai mekanisme kerja terapi naltrexone adalah
bahwa obat mempengaruhi pelepasan opioid endogen yang dianggap
berhubungan dengan melukai diri sendiri.
o Carbamazepine (Tegretol) dan valproic acid (Depakene) adalah medikasi
yang juga bermanfaat pada beberapa kasus perilaku melukai diri sendiri.
Gerakan motorik stereotipik
Medikasi antipsikotik, seperti haloperidol (Haldol) dan chlorpromazine
(Thorazine), menurunkan perilaku stimulasi diri yang berulang pada pasien
retardasi mental, terapi medikasi tersebut tidak meningkatkan perilaku
adaptif.Beberapa anak dan orang dewasa (sampai sepertiga) dengan retardasi
mental menghadapi resiko tinggi mengalami tardive dyskinesia dengan
pemakaian kontinu medikasi antipsikotik.
Perilaku kemarahan eksplosif
38
kemampuan
mempertahankan
perhatian
dan
menyelesaikan
39
BAB IV
ANALISIS KASUS
Seorang anak laki-laki, berusia 14 tahun, datang ke IGD RS Erba dengan sebab utama
sering mengamuk dan memukuli anggota keluarganya. Berdasarkan hasil alloanamnesis,
autoanamnesis, pemeriksaan fisik umum, dan status psikatrikus, kami menegakkan diagnosis
aksis I anak ini adalah F07.8, yaitu Gangguan kepribadian dan perilaku organik akibat
penyakit, kerusakan, dan disfungsi otak lainnya. Berdasarkan PPDGJ- III, Perubahan
kepribadian dan perilaku bisa merupakan sisa atau bersama gangguan yang sedang berjangkit
dari penyakit, kerusakan, dan disfungsi otak. Dalam beberapa hal, perbedaan manifestasi dari
sindrom kepribadian dan perilaku sebagai akibat atau gejala penyerta mengarahkan dugaan
kita pada tipe dan/atau lokasi dari masalah intraserebral, tetapi keandalan dari kesimpulan
diagnostik cara ini jangan terlalu dibesarkan. Jadi etiologi yang mendasari harus selalu dicari
dengan berbagai cara yang bebas dan bila ditemukan supaya dicatat. Perubahan kepribadian
dan perilaku akibat sisa atau bersama gangguan yang sedang berjangkit dari penyakit,
kerusakan, dan disfungsi otak tersebut digolongkan ke dalam F07, yaitu Gangguan
Kepribadian dan Perilaku Akibat Penyakit, Kerusakan dan Disfungsi Otak. Sub-tipe dari
kelompok ini adalah F07.0 Gangguan kepribadian organic, F07.1 Sindrom pasca-ensefalitis,
F07.2 Sindrom pasca-kontusio, F07.8 Gangguan Kepribadian dan perilaku organik akibat
penyakit, kerusakan dan disfungsi otak lainnya, F07.9 Gangguan kepribadian dan perilaku
organik akibat penyakit, kerusakan, dan disfungsi otak YTT. Mengenai F07.8, Penyakit,
kerusakan dan disfungsi otak dapat menimbulkan aneka gangguan kognitif, emosional,
kepribadian dan perilaku, dan tidak semua dapat diklasifikasikan dalam rubrik terdahulu.
Namun demikian, karena status nosologis dari sindrom tentative pada bidang ini tidak jelas,
mereka harus diberi kode sebagai lainnya. Yang dimasukkan dalam kode ini: (a) Setiap
sindrom tertentu dan terduga dari perubahan kepribadian dan perilaku akibat kerusakan,
penyakit, atau disfungsi otak, di luar yang telah dicantumkan pada F07.0-F07.2; dan (b)
kondisi dengan taraf hendaya kognitif ringan yang belum sampai demensia pada gangguan
jiwa progresif seperti penyakit Alzheimer, Parkinson,dsb. Diagnosis harus diubah bila kriteria
untuk demensia terpenuhi. Pasien ini kami diagnosis F07.8 karena seperti yang telah
disebutkan, perubahan kepribadian dan perilakunya tidak memenuhi kriteria yang
dicantumkan pada F07.0- F07.2, serta pada pasien terdapat kondisi hendaya kognitif ringan
yang belum sampai demensia sehingga diagnosis tidak perlu diubah. Kondisi medik umum
40
yang kami yakini mempengaruhi perubahan kepribadian dan perilaku pasien adalah Epilepsi.
Dari alloanamnesis diperoleh bahwa pasien memang sering kejang sebentar-sebentar tanpa
disertai demam pada masa kecilnya, namun karena sesudah kejang pasien sadar dan tampak
baik-baik saja maka pasien tidak pernah dibawa berobat. Untuk memastikan adanya kelainan
organik pada pasien maka pasien disarankan menjalani pemeriksaan EEG, dari pemeriksaan
EEG didapatkan kesan abnormal dengan gambaran epileptiform.
Epilepsi berhubungan dengan aktivitas lepas tak terkendali dari otak yang
menimbulkan kejang. Kejang lobus temporalis dapat terjadi dengan kesadaran yang apatis,
bingung, pola perilaku motorik otomatis, dan ledakan amarah atau ledakan yang mengerikan.
Epilepsi bentuk apapun berkaitan dengan insidens perilaku. Ini mungkin berhubungan dengan
disfungsi otak atau terhadap obat-obat yang digunakan untuk mengendalikan gerakangerakan tak terkendali atau terhadap cacat sosial anak dalam hubungannya dengan sesamanya
atau dengan lingkungannya. Epilepsi lobus temporalis amat berkaitan dengan gangguan
psikiatri, dengan prevalensi sekitar 70%. Pada pasien ditemukan ekspresi wajah yang sering
bingung, perilaku motorik yang otomatis seperti awalnya tenang kemudian tiba-tiba
memukuli ibunya atau mengedor-gedor pintu apabila keinginannya belum terpenuhi. Pasien
juga sering mengamuk sehingga meresahkan orang sekitarnya.
Diagnosis aksis II pasien ini adalah F 60.3 Gangguan Kepribadian Emosional Tidak
Stabil. Suatu gangguan kepribadian di mana terdapat kecenderungan yang mencolok untuk
bertindak secara impulsive tanpa mempertimbangkan konsekuensi, bersamaan dengan
ketidastabilan afek. Kemampuan merencanakan sesuatu mungkin minimal dan ledaan
kemarahan yang hebat sering kali dapat menjurus kepada kekerasan atau ledakan perilaku;
hal ini mudah ditimbulkan jika kegiatan impulsif dikritik atau dihalangi oleh orang lain. Dua
varian dari gangguan kepribadian ini telah ditentukan dan keduanya mempunyai persamaan
motif umum berupa impulsivitas dan kekurangan pengendalian diri. Kedua ciri ini terdapat
pada pasien. Didapat pula informasi bahwa kepribadian pemarah dan sering tiba-tiba
mengamuk ini dialami pasien sejak kecil, hanya saja karena akhir-akhir ini pasien semakin
sering mengamuk dan memukuli ibunya maka pasien akhirnya dibawa berobat ke RS Erba.
Dengan demikian kami simpulkan bahwa pasien memang telah memiliki gangguan
kepribadian, yaitu gangguan kepribadian emosinal tidak stabil.
Untuk diagnosis Retardasi Mental pada pasien ini belum dapat kami tegakkan karena
pasien belum menjalani psikotest. Oleh karena itu, untuk mengetahui IQ pasien guna
menegakkan serta mengklasifikasikan diagnosisi aksis II Retardasi Mental, kami sarankan
pasien untuk menjalani psikotest.
41
Terapi farmakologis pada pasien ini adalah Clozapine 2x25mg dan Carbamazepine
2x200mg. Clozapine merupakan salah satu obat anti-psikotik atipikal yang tidak
menimbukan efek ekstrapiramidal serta mempunyai kemampuan untuk memperbaiki fungsi
kognitif sehingga sesuai apabila digunakan pada pasien ini, mempertimbangkan usianya yang
masih tergolong remaja. Carbamazepine sendiri digunakan untuk penatalaksanaan
epilepsinya. Terapi non-farmakologis tentunya juga sangat penting, yaitu terapi individual,
keluarga, dan lingkungan untuk membantu proses penyembuhan anak dan agar anak tetap
dapat bersosialisasi dengan lingkungannya kelak.
42
DAFTAR PUSTAKA
1. Kaplan HI, Sadock BJ, Grebb JA: Sinopsis Psikiatri Ilmu Pengetahuan Perilaku Psikiatri
Klinis, Binarupa Aksara, Jakarta, 2010
2. Elvira SD, Hadisukanto G. Retardasi Mental. Buku Ajar Psikiatri, Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia, Jakarta, 2010
3. Maslim R. F70-F79 Retardasi Mental. Buku Saku PPDGJ-III, Bagian Ilmu Kedokteran
Jiwa FK-Unika Atmajaya, Jakarta, 2003
4. Hull David, Derek I. Johnson: Dasar-Dasar Pediatrik Edisi ke-3, EGC, Jakarta, 2008.
5. Isfandari S., Suhardi: Gejala Gangguan Mental Emosional pada Anak, Bul. Penelit.
Kesehatan 25 (3&4), Jakarta, 1997.
6. Mahabbati A.: Identifikasi Anak dengan Gangguan Emosi dan Perilaku di Sekolah Dasar,
Jurnal Pendidikan Khusus Vol.2 No.2, 2006
43