Peresepan obat biasanya merupakan langkah terakhir dalam konsultasi pasien dan
dokter. Obat yang diresepkan oleh dokter harus memenuhi kriteria peresepan obat yang
rasional. Peresepan obat yang rasional memenuhi langkah proses pengambilan keputusan
yang logis mulai dari pengumpulan data pasien melalui anamnesis, pemeriksaan fisik,
pemeriksaan laboratorium atau penunjang lainnya. Dari situ dokter akan membuat hipotesis
atau diagnosis kerja yang selanjutnya akan menuntun dia untuk menentukan langkah terapi
yang diambil termasuk obat-obat yang akan diberikan ke pasien. Algoritma ini, sayangnya,
tidak selalu terjadi dengan baik, sehingga terjadilah peresepan obat yang irasional. Penyebab
hal ini multifaktor a.l. faktor dokter, faktor pasien dan juga faktor-faktor yang lebih tinggi
misalnya aturan dan sistem pelayanan kesehatan yang tersedia di suatu wilayah atau negara.
Penggunaan obat yang rasional adalah pemilihan dan penggunaan obat yang
efektifitasnya terjamin serta aman, dengan mempertimbangkan masalah harga, yaitu dengan
harga yang paling menguntungkan dan sedapat mungkin terjangkau. Untuk menjamin
efektifitas dan keamanan, pemberian obat harus dilakukan secara rasional, yang berarti perlu
dilakukan diagnosis yang akurat, memilih obat yang tepat, serta meresepkan obat tersebut
dengan dosis, cara, interval serta lama pemberian yang tepat.
Penggunaan obat rasional juga berarti menggunakan obat berdasarkan indikasi yang
manfaatnya jelas terlihat dapat diramalkan (evidence based therapy) . Manfaat tersebut dinilai
dengan menimbang semua bukti tertulis hasil uji klinik yang dimuat dalam kepustakaan yang
dilakukan melalui evaluasi yang sangat bijaksana.
Menimbang manfaat dan resiko tidak selalu mudah dilakukan, hal-hal yang perlu
diperhatikan untuk menentukannya yaitu derajat keparahan penyakit yang akan diobati,
efektivitas obat yang akan digunakan, keparahan dan frekuensi efek samping yang mungkin
timbul, serta efektivitas dan keamanan obat lain yang bisa dipakai sebagai pengganti.
Semakin parah suatu penyakit, semakin berani mengambil resiko efek samping, namun bila
efek samping mengganggu dan relatif lebih berat dari penyakitnya sendiri mungkin
pengobatan tersebut perlu diurungkan. Semakin remeh suatu penyakit, semakin perlu
bersikap tidak menerima efek samping.
Kemampuan untuk melakukan telaah terhadap berbagai hasil uji klinik yang disajikan
menjadi amat penting dalam masalah ini. Biasanya dalam pedoman pengobatan, pilihan obat
yang ada telah melalui proses tersebut, dan dicantumkan sebagai obat pilihan utama (drug of
choice), pilihan kedua, dan seterusnya.
PENGOBATAN RASIONAL
Mengapa diperlukan pengobatan rasional ?
Pengobatan yang tidak rasional dapat menyebabkan :
Kambuhnya penyakit
Membengkaknya biaya
Obat yang diberikan harus efektif, dengan mutu terjamin dan aman.
Tepat diagnosis
Tepat indikasi
Kepatuhan pasien
Manfaat ( Efecacy )
Resiko pengobatan yang paling kecil dan seimbangdengan manfaat dan keamanan
yang sama danterjangkau oleh pasien ( affordable )
Contoh penggunaan obat yang tidak rasional dan harus dihindarkan antara lain :
Penggunaan obat dimana terapi obat tidak diindikasikan misal antibiotika untuk ISPA
ringan, diare.
Pemilihan obat yang salah untuk indikasi tertentu, misal tetrasiklin untuk infeksi
streptokokus faringitis anak.
Penggunaan obat dengan indikasi meragukan dan status keamanan yang tidak jelas
Penggunaan obat mahal walaupun alternatif obat yang aman, efektif dan lebih murah
tersedia.
Secara umum dan dalam konteks yang lebih luas penggunaan obat yang tidak rasional dapat
memberi dampak ;
LANGKAH-LANGKAH
MENERAPKAN
PENGGUNAAN
OBAT
SECARA
RASIONAL
WHO action programme on essential drugs (1994), mengemukakan bahwa untuk
menetapkan penggunaan obat secara rasional perlu dilalui serangkaian langkah yaitu :
1. Menentukan masalah pasien
2. Menetapkan tujuan pengobatan
3. Memeriksa kerasionalan penggunaan obat yang dipilih serta meneliti efektivitas dan
keamanannya
4. Membuat resep
5. Memberi informasi, instruksi, hal-hal yang perlu diwaspadai
6. Melakukan monitoring
1.
pengobatan
diberikan
secara
polifarmasi
untuk
menutupi
berbagai
kemungkinan tersebut. Selain itu seringkali diagnosis sulit dibuat karena pasien tidak
mampu membayar pemeriksaan penunjang yang dibutuhkan.
2.
juga
informasi
mengenai
biayanya.
Pedoman pengobatan yang tersedia juga terbatas, sebagian besar berisi pedoman tata
laksana diagnosis dan tindakan medik yang perlu dilakukan, tetapi tidak mengenai
pemilihan dan penggunaan obat.
4.
Membuat resep
Resep adalah instruksi dari peresep untuk pemberi obat (dispenser). Setiap negara
mempunyai peraturan mengenai standar pembuatan resep. Secara umum resep harus jelas,
dapat dibaca dan mencantumkan secara tepat apa yang harus diberikan. Resep seharusnya
ditulis dengan nama generik, namun informasi mengenai obat generik hampir-hampir
tidak tidak ada yang sampai pada peresep. Selain itu, seringkali juga peresep meragukan
mutu obat enerik ini.
5.
Dikatakan 50% pasien tidak menggunakan obat secara benar, tidak teratur, atau
tidak menggunakan sama sekali. Penyebab yang paling sering adalah timbulnya efek
samping, pasien tidak merasakan manfaat obat, atau cara penggunaan yang rumit
terutama bagi orang tua. Untuk meningkatkan ketaatan pasien, perlu dilakukan pemilihan
obat dengan benar, membina hubungan baik dokter-pasien serta menyediakan waku
untuk memberi informasi/instruksi/peringatan. Pemberian informasi ini masih jauh dari
harapan karena dianggap memakan waktu.
6.
Melakukan monitoring
Dengan monitoring dapat ditentukan apakah pengobatan memberi hasil seperti
yang diharapkan. Atau perlu dilakukan tindak lanjut. Bila penyakit telah sembuh obat
perlu dihentikan, bila penyakit belum sembuh tetapi terapi efektif tanpa efek samping
pengobatan dapat dilanjutkan, bila timbul efek samping perlu ditelaah kembali obat yang
diberikan. Bila terapi tidak efektif perlu dipertimbangkan kembali diagnosis yang telah
dibuat, obat yang dipilih, apakah dosis dan cara penggunaannya telah sesuai, dan apakah
cara monitoring telah tepat.
Obat yang diberikan harus efektif, dengan mutu terjamin, murah dan aman.
Jenis sediaan obat terlalu beragam (mis : sirup, tablet dan lain-lain)
Timbul efek samping (mis : ruam kulit, nyeri lambung) atau ikutan (urin menjadi merah
karena minum rifampisin)
Program Nasional TBC tanpa supervisi gagal
6. Tepat penilaian terhadap kondisi pasien
Respon terhadap efek obat sangat beragam teofilin dan aminoglikosida pada kelainan
ginjal pemberian aminoglokosida hindarkan nefrotoksik meningkat.
Yang perlu dipertimbangkan :
mempunyai
Simetidin, klorpropamid, aminoglikosida, alopurinal pada usialanjut ekstra hatihati oleh karena waktu paruh memanjang secara bermakna efek toksik
meningkat pada pemberian secara berulang.
Teofilin sering gejala takikardi, jika terjadi dosis ditinjau ulang/obatnya diganti
Syok anafilaksis pemberian injeksi adrenali yang kedua perlusegera dilakukan , jika
yang pertama respons sirkulasikardiovaculer belum seperti yang diharapkan.
Jumlah obat yang diberikan lebih dari yang diperlukan untuk pengobatan penyakit
tersebut.
Peresepan kurang (under prescribing)Yaitu jika pemberian obat kurang dari yang
seharusnyadiperlukan, baik dosis, jumlah maupun lama pemberian. Contoh :
Pemberian antibiotika obat selama 3 hari untuk ISPA Pneumonia
Tidak memberikan oralit pada anak yang jelas menderita diare
DAFTAR PUSTAKA
Sneha Ambwani,Dr, A K Mathur ,Dr, Rational Drug Use, Health Administrator Vol : XIX
Number 1: 5-7
Rational Use of Antibiotic, http://www.rationalmedicine.org
Velo GP; Minuz P. Medication errors: prescribing faults and prescription errors. Br J Clin
Pharmacol 2009; 67 (6): 624-8.
Pearson SA, Rolfe I, Smith T. Factors influencing prescribing: an interns perspective.
Medical
Educat 2002;36:7817.