Anda di halaman 1dari 32

BAB I

PENDAHULUAN

I. 1.

Latar Belakang
Di seluruh dunia, kanker serviks merupakan kanker terbanyak (setelah kanker

payudara) yang terjadi pada wanita, dan merupakan penyebab utama kematian pada
wanita penderita kanker di Negara-negara berkembang (termasuk Indonesia). Hampir
1,5jt juta kasus baru terjadi setiap tahunnya, dengan angka kematian lebih dari 50%.
Mayoritas kasus terjadi di Negara berkembang yang kekurangan akses untuk
melakukan skrening Pap Smear secara rutin.1, 2
Kanker serviks merupakan penyakit yang dapat dicegah, dan mempunyai
angka kesembuhan yang baik jika ditemukan dan diobati pada stadium dini.3
Histerektomi radikal dan radiasi merupakan terapi pilihan yang ekivalen
untuk kanker serviks stadium IB dan IIA, yang menghasilkan angka ketahanan hidup
5 tahun dan interval bebas penyakit yang sama. Dengan angka kesembuhan sebesar
75% - 80% (dapat mencapai 85% - 90% pada tumor yang berukuran kecil).4,5
Pilihan antara histerektomi radikal atau radiasi tergantung pada banyak faktor
termasuk ukuran tumor, usia pasien, ketersediaan fasilitas pelayanan, dan sumber
daya manusianya serta ada tidaknya kondisi komorbid lainnya.5
Dengan munculnya konsep peningkatan kualitas hidup dalam bedah onkologi,
beberapa penelitian terbaru mempertanyakan histerektomi radikal dalam penanganan
karsinoma serviks karena tingginya komplikasi post operatif jangka panjang yang

REFERAT ONKO; SERVIN PANDU DJAGANATA

melibatkan sistem nervus otonom pelvis. Telah diketahui bahwa histerektomi radikal
seringkali menyebabkan disfungsi kandung kemih, gangguan mobilitas anorektal,
dan ketidakpuasan seksual pada pasien yang selamat dari kanker serviks, keluhan
tersebut muncul akibat trauma yang melibatkan cabang inervasi saraf simpatik dan
parasimpatetik pada organ pelvis.4,5
Preservasi saraf pertama kali dilakukan oleh Takashi Kobayashi di Jepang
dan ahli bedah Jepang lainnya selama 2 dekade terakhir. Baru baru ini, ahli bedah
ginekologi di Eropa mulai menggunakan dan memodifkasi teknik ini, dan hasilnya
sangat memuaskan. Referat ini akan membahas preservasi nervus hipogastrik dalam
histerektomi radikal.6

REFERAT ONKO; SERVIN PANDU DJAGANATA

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

II.1.

Histerektomi Radikal

II.1.1. Sejarah
Histerektomi radikal pertama kali dilakukan oleh Clark di rumah sakit Johns
Hopkins pada tahun 1895. Pada tahun 1898 Wertheim menambahkan tindakan
pengangkatan KGB pelvis dan parametrium,dan pada tahun 1905 beliau melaporkan
luaran 270 pasiennya dengan angka mortalitas sebesar 18% dan morbiditas sebesar
31%.7,8
Pada tahun 1901, Schauta melakukan histerektomi radikal pervaginam dan
melaporkan angka mortalitas operatif yang lebih rendah bila dibandingkan
histerektomi radikal perabdominam. Pada akhir abad ke-20 , radioterapi lebih dipilih
dalam penatalaksanaan kanker serviks stadium awal oleh karena tingginya angka
mortalitas dan morbiditas tindakan operasi.7
Tahun 1944, Meigs kembali mempopulerkan tindakan operasi dengan
mengembangkan modifikasi operasi Wertheim dengan mengangkat semua KGB
(operasi Wertheim-Clark + Taussig). Meigs melaporkan angka ketahanan hidup
sebesar 75% untuk pasien kanker serviks stadium I dan angka mortalitas 1% bila
prosedur ini dilakukan oleh ahli ginekologi yang terlatih. 7

REFERAT ONKO; SERVIN PANDU DJAGANATA

Sepanjang abad ke-20, terdapat berbagai modifikasi prosedur tindakan


histerektomi radikal, terutama dengan semakin majunya ilmu dan teknologi di bidang
anestesia, perawatan intensif, antibiotik, dan transfusi darah.1

II.1.2. Klasifikasi
Tahun 1974, Piver dkk. mengklasifikasikan lima tipe histerektomi yaitu :
a. Histerektomi ekstrafasial ( tipe I)
Ini merupakan simple histerektomi . Maksud dari histerektomi tipe ini adalah
untuk mengangkat semua jaringan serviks. Defleksi dan retraksi ureter kearah lateral
tanpa diseksi dari ureteral bed memungkinkan clamping jaringan paraservikal tanpa
melakukan diseksi kearah jaringan serviks itu sendiri. Tindakan ini sesuai untuk
kanker serviks stadium IA1.3,9
b. Histerektomi radikal yang dimodifikasi ( tipe II)
Histerektomi tipe ini diperkenalkan oleh Ernst Wertheim. Tujuannya adalah
untuk mengangkat jaringan paraservikal lebih banyak, namun tetap mempertahankan
aliran darah ke ureter sebelah distal dan kandung kemih. Ureter dibebaskan dari
posisi paraservikal, namun tidak di diseksi di luar ligamentum pubovesikal.
Ligamentum uterosakral direseksi pada pertengahan antara uterus dan pertemuannya
dengan sakrum. Pertengahan medial ligamentum kardinale dan sepertiga atas vagina
diangkat. Tindakan ini biasanya dilakukan pada kanker serviks stadium IA2.3,9

REFERAT ONKO; SERVIN PANDU DJAGANATA

c. Histerektomi radikal ( tipe III)


Tindakan operasi yang sering dilakukan pada kanker serviks stadium IB ini
diperkenalkan oleh Meigs pada tahun 1944. Tujuan prosedur ini adalah eksisi radikal
yang luas dari jaringan parametrium dan paravesikal, serta pengangkatan KGB
pelvis. Arteri uterina di ligasi dari asalnya di arteri iliaka interna. Dilakukan diseksi
ureter dari ligamentum pubovesikal hingga ke masuknya ureter ke kandung kemih ,
kecuali sebagian kecil lateral dari ligamentum dipertahankan antara ujung bawah
ureter dan arteri vesikalis superior, yang akan mempertahankan aliran darah ke ureter
sebelah distal. Ligamentum uterosakral di eksisi pada pertemuannya dengan sakrum,
sedangkan ligamentum kardinale di eksisi pada dinding pelvis. Setengah bagian
vagina juga diangkat. Diseksi ligamentum uterosakral dan vagina seperti itu biasanya
dilakukan pada kanker serviks stadium IB. 3,9
d. Histerektomi radikal yang diperluas ( tipe IV)
Tujuan dari operasi ini adalah pengangkatan seluruh jaringan periureteral.
Tindakan ini berbeda dari histerektomi tipe III yaitu dari tiga aspek : (a) dilakukan
diseksi ureter seluruhnya dari ligamentum pubovesikal, (b) arteri vesikalis superior
dikorbankan dan (c) tiga perempat vagina dieksisi. Resiko terjadinya fistula ureter
meningkat dengan prosedur ini, sehingga Piver dkk. melakukan operasi ini pada
kasus rekuren sentral yang kecil setelah radioterapi yang sudah diseleksi. 3,9

REFERAT ONKO; SERVIN PANDU DJAGANATA

e. Eksenterasi parsial ( tipe V)


Tujuan operasi ini adalah pengangkatan kanker yang mengalami rekuren
sentral yang melibatkan ureter sebelah distal atau kandung kemih. Organ yang
bersangkutan dieksisi secara parsial dan ureter di implantasikan kembali ke dalam
kandung kemih. Prosedur ini biasanya dilakukan jika tidak sengaja ditemukan kanker
yang melibatkan ureter sebelah distal pada saat dilakukan histerektomi radikal.
Alternatif lain, operasi dapat dibatalkan dan pasien diterapi dengan radiasi. 3,9
Pada pertemuan International Gynecologic Cancer Society ke 12 di
Bangkok, Thailand, 25 28 Oktober 2008 juga dibicarakan tentang usulan klasifikasi
histerektomi radikal berdasarkan luas pengangkatan jaringan paraservikal.
Berdasarkan klasifikasi tersebut, histerektomi radikal dibagi atas:11, 12
a. Kelas A: reseksi minimal jaringan paraservikal, serviks diangkat secara intoto.
b. Kelas B: reseksi jaringan paraservikal pada daerah ureter, reseksi komponen
fibrous.
c. Kelas C: reseksi jaringan paraservikal pada daerah dinding pelvis, reseksi seluruh
jaringan paraservikal.
d. Kelas D: perluasan reseksi sesuai struktur anatomi dinding pelvis, prosedur
eksenterasi.

REFERAT ONKO; SERVIN PANDU DJAGANATA

II.1.3. Persiapan Operasi


Persiapan untuk operasi, terutama operasi radikal, termasuk didalamnya
adalah anamnesa riwayat medis dan operatif (disertai hasil patologi jika ada),
pemeriksaan fisik diagnostik untuk menilai kondisi umum pasien dan toleransi
operasi serta menilai penyebaran/ perluasan penyakit. Tujuan persiapan operasi
adalah untuk meminimalisasi resiko komplikasi intraoperatif dan post operatif.9
Urografi intravena dapat menilai abnormalitas fungsional dan anatomis dari
traktus urinarius. Identifikasi ada tidaknya ureter ganda yang komplit atau parsial
dapat membantu mencegah cedera intraoperatif dan post operatif. Dilatasi ureter
atau ginjal (yang menunjukkan penyakit sudah stadium III) dapat membantu dalam
perencanaan operasi. Sistoskopi dapat menunjukkan bullous edema atau invasi
tumor ke kandung kemih. Kultur urin untuk menilai ada tidaknya infeksi pada
traktus urinarius, dan bila ada harus dihilangkan sebelum operasi. Penilaian
urodinamik sebelum operasi dapat menunjukkan abnormalitas yang sudah ada
sebelumnya (seperti inkontinensia) dan dapat dibandingkan penilaiannya post
operasi untuk melihat pengaruh tindakan operasi terhadap dinamika traktus urinarius
bagian bawah. Kateter transuretral dipasang pada saat operasi untuk memonitor
eksresi renal dan dapat menunjukkan adanya perdarahan pada traktus urinarius jika
terjadi cedera intra operatif. 9
Persiapan kolon adalah sama seperti persiapan operasi laparotomi lainnya.
Pasien puasa minimal 12 jam sebelum operasi, dan kolon dikosongkan sepenuhnya

REFERAT ONKO; SERVIN PANDU DJAGANATA

jika memungkinkan. Pasien dengan tumor yang besar sebaiknya dilakukan


rektoskopi.9
Bila ada infeksi pada vagina, harus diterapi. Segera sebelum operasi, vagina
dibersihkan dengan larutan povidon iodin.9
Pasien juga harus dipersiapkan secara psikologis sebelum operasi.
Persiapannya termasuk memastikan bahwa pasien dapat menerima perlunya
dilakukan tindakan operasi yang ekstensif untuk menyembuhkan penyakitnya.
Penjelasan mengenai tindakan yang akan dilakukan, diberikan kepada pasien hingga
ia betul-betul mengerti. Pasien diberikan informasi mengenai konsekuensi yang
mungkin dan tak dapat dihindarkan dari tindakan operasi seperti melakukan drainase
kandung kemih post operasi. Pasien harus diberi pengertian mengenai komplikasi
operasi seperti fistula yang jarang terjadi namun tidak sepenuhnya dapat
dihindarkan. Juga diberikan penjelasan mengenai gangguan miksi dan defekasi post
operasi. Pengaruh operasi radikal terhadap fungsi seksual juga dijelaskan terutama
bila perlu dilakukan pengangkatan sebagian besar vagina.9
Sebelum operasi, pasien diberikan antibiotik profilaksis.3,9

II.1.4. Teknik Histerektomi Radikal


a. Insisi
Dinding abdomen dibuka melalui insisi lower midline yang diperluas ke
sebelah kiri umbilikus atau melalui insisi low transverse Maylard atau Cherney.3, 10

REFERAT ONKO; SERVIN PANDU DJAGANATA

b. Eksplorasi
Setelah memasuki rongga peritoneum, semua organ (hepar, ginjal dan lien) di
palpasi secara sistematis, dan jika diduga ada penyebaran metastase dilakukan
pemeriksaan potong beku ( frozen section). Plika vesikouterina dan peritoneum di
kavum Douglas diperiksa apakah ada infiltrasi tumor.Tuba dan ovarium dinilai
apakah ada abnormalitas atau tidak. Jika ditemukan pembesaran KGB pelvis atau
paraaorta, maka harus diangkat dan dilakukan pemeriksaan potong beku untuk
membedakannya antara proses inflamasi atau proses malignansi.3, 10
c. Histerektomi Radikal
Dengan uterus yang dilakukan traksi dengan cara membuat jahitan angka 8
pada fundus atau memasang klem oschner dijepitkan pada sisi uterus dekat pangkal
tuba dengan ujung klem setinggi ostium, kita memasuki retroperitoneum melalui
ligamentum rotundum kiri dan kanan yang dilakukan pengikatan dan dipotong,
lembar depan ligament latum diincisi dari pedikel ligament rotundum ke plika vesika
uterine, lembar belakang ligament latum diincisi dari pedikel ligament rotundum
sejajar ligament infundibulopelvicum. Ureter diidentifikasi, dan rongga paravesikal
dan pararektal dibuka dengan diseksi secara tumpul dan tajam.3, 10
Rongga paravesikal dibatasi oleh :
1) Disebelah medial oleh arteri umbilikalis yang telah mengalami obliterasi.
2) Disebelah lateral oleh muskulus obturator internus.
3) Disebelah posterior oleh ligamentum kardinale.
4) Disebelah anterior oleh simfisis pubis.

REFERAT ONKO; SERVIN PANDU DJAGANATA

Rongga pararektal dibatasi oleh :


1) Disebelah medial oleh rektum.
2) Disebelah lateral oleh arteri hipogastrik.
3) Disebelah anterior oleh ligamentum kardinale.
4) Disebelah posterior oleh sacrum
5) Dasar kedua rongga tersebut dibentuk oleh muskulus levator ani.

Gambar 1.
Dikutip dari : Hacker N.F, Cervical Cancer, dalam : Practical Gynecologic Oncology, fourth edition,
Berek S.J, 2005, hal : 337-86.

REFERAT ONKO; SERVIN PANDU DJAGANATA

10

Gambar 2. Ligamentum di pelvis


Dikutip dari : Hacker N.F, Cervical Cancer, dalam : Practical Gynecologic Oncology, fourth edition,
Berek S.J, 2005, hal : 337-86.

d. Pemisahan Kandung Kemih : Plika vesikouterina dibuka dan dibebaskan dari


serviks anterior dan bagian atas vagina . Prosedur ini harus dilakukan sebelum
ligasi aliran darah, oleh karena tumor dapat menginfiltrasi hingga ke dasar
kandung kemih, sehingga histerektomi tak mungkin dilakukan. Daripada
melakukan reseksi kandung kemih tersebut, dinding abdomen biasanya ditutup
dan pasien diberi terapi radiasi.3
e. Ligasi arteri uterina : Arteri uterina diligasi pada pangkal percabangan dengan
arteri hipogastrika. 3

REFERAT ONKO; SERVIN PANDU DJAGANATA

11

f. Diseksi Ureter : Masing-masing ureter dibebaskan dari perlengketan dengan


peritoneum. Dan juga dibebaskan dari sisi uterus sampai ke tempat muara ureter
dengan kandung kemih. 3
g. Diseksi Posterior : Peritoneum yang melewati kavum Douglas di insisi dan
rongga rektovaginal diidentifikasi dengan melakukan traksi pada rektum. Dengan
menggunakan diseksi tajam dan tumpul, rektum dipisahkan dari vagina posterior
dan ligamentum uterosakral, dan ligamentum tersebut di potong pada
pertengahannya. 3
h. Diseksi Lateral : Setelah ligamentum uterosakral terbagi, ligamentum kardinale di
klem sedekat mungkin ke dinding pelvis. Jika ovarium hendak diangkat,
ligamentum infundibulopelvikum diklem dan dipotong.Jika ovarium hendak
dipertahankan, ovarium dibebaskan dari fundus melalui transeksi ligamentum
ovarium dan tuba falopi. 3
i. Reseksi Vagina : Seberapa panjang vagina yang hendak diangkat tergantung dari
lesi primer dan temuan kolposkopi di vagina. Jika lesi primer terbatas di serviks
dan tidak ada VAIN, maka hanya 1,5-2 cm bagian atas vagina yang perlu
direseksi.3
j. Limfadenektomi Pelvis : Jika uterus telah diangkat, dinding pelvis akan jelas
terlihat. Bila ada pembesaran KGB pelvis atau paraaorta yang dikonfirmasi
dengan frozen section, maka yang diangkat atau dibuang hanya kelenjar getah
bening yang membesar dan untuk menghilangkan mikrometastase.

REFERAT ONKO; SERVIN PANDU DJAGANATA

12

k. Dapat dilakukan radiasi eksternal. Jika tidak ada KGB yang dicurigai, maka
dilakukan limfadenektomi pelvis seluruhnya. Dengan diseksi tajam menggunakan
gunting Metzenbaum, seluruh jaringan lemak dibebaskan dari pembuluh darah
mulai dari arteri iliaka komunis sampai ke sirkumferensia vena iliaka sebelah
distal. Selanjutnya dengan melakukan retraksi arteri iliaka eksterna dan vena
kearah medial kita memasuki fosa obturatorius. Semua jaringan lemak dan
kelenjar getah bening pada fosa obturatorius dideseksi. 3
l. Post ekstirpasi : Rongga peritoneum di irigasi menggunakan air hangat atau
saline. Peritoneum pelvis tidak ditutup, dan tidak dipasang drain kecuali ada
kekhawatiran hemostasis. Ketika rongga retroperitoneum dibiarkan terbuka dan
telah diberikan antibiotik profilaksis, pemasangan drain dapat meningkatkan
morbiditas febris, selulitis pelvis,dan ileus post operasi yang memanjang. Kateter
supra pubik dipasang di kandung kemih, dan dinding abdomen ditutup. 3

II.2

Histerektomi Radikal dengan Preservasi Nervus Hipogastrik


Meskipun histerektomi radikal merupakan pendekatan yang efektif dalam

manajemen karsinoma stadium awal, beberapa peneltian telah menunjukkan bahwa


tindakan ini seringkali menyebabkan disfungsi kandung kemih, gangguan mobilitas
anorektal, dan ketidakpuasan seksual. Komplikasi ini diketahui muncul akibat trauma
bedah yang melibatkan cabang saraf simpatik dan parasimpatik dari inervasi otonom
organ pelvis. Dengan demikian, penelitian NSRH mencoba untuk
menunjukkan apakah nerve sparing dapat menyelesaikan masalah ini atau

REFERAT ONKO; SERVIN PANDU DJAGANATA

13

tidak. Possover et al meneliti 38 pasien kanker serviks yang menjalani nerve


sparing pada histerektomi radikal Type III, dan 28 pasien menjalani operasi
non-nerve sparing. Mereka mengungkapkan hasil yang signifikan secara
statistik (p = 0,0007) durasi drainase kandung kemih antara 11,2 hari (6-20,
4.3) pada kelompok dengan nerve sparing dan 21,4 hari (7-47, 11,3) pada
kelompok Non nerve sparing, meskipun hasil retensi urin ditemukan pada
beberapa pasien dengan pemisahan saraf. Kerusakan pada nervus otonom
pelvis dapat terjadi selama beberapa fase dalam histerektomi, seperti yang dijelaskan
sebagai berikut:13, 14
1) Pleksus hipogastrik superior selama diseksi nodus limfatik presacral dan
periaortik.
2) Nervus hipogastrik selama reseksi ligamentum uterosakral.
3) Nervus splahnic selama pemisahan vena uterus dalam pada ligamentum cardinal.
4) Cabang kandung kemih dari pleksus hipogastrik inferior selama reseksi
ligamentum vesicovaginal dan paracolpium

REFERAT ONKO; SERVIN PANDU DJAGANATA

14

Gambar 3. Ilustrasi nervus otonom pelvis dari organ pelvis dan lokasi yang mungkin mengalami
trauma selama histerektomi radikal
dikutip dari Fujii S, Takakura K, Matsumura N, et al. Anatomic identification and functionaloutcomes
of the nerve sparing Okabayashi radical hysterectomy. Gynecol Oncol.2007;107:4e13

Gambar 4. Ilustrasi skematik nervus hipogastrikus dan hubungannya dengan organ pelvis; gambar
disebelah kiri menunjukkan tampilan intraoperatif pleksus hipogastrik dan nervus hipogastrik
dikutip dari Dursun, Polat, Ali Ayhan, and Esra Kuscu. "Nerve-sparing radical hysterectomy for
cervical carcinoma." Critical reviews in oncology/hematology 70.3 (2009): 195-205

Sehingga, beberapa peneliti fokus pada upaya preservasi nervus pelvis untuk
mencegah kerusakan saraf dan mencegah disfungsi organ panggul dan untuk
mendapatkan kualitas hidup yang lebih baik pada pasien yang selamat dari kanker.
Telah dikemukakan dua pendekatan untuk menurunkan kerusakan saraf post operatif
pada pasien yang menjalani histerektomi radikal yaitu menurunkan keradikalan
REFERAT ONKO; SERVIN PANDU DJAGANATA

15

pembedahan dengan menurunkan luasnya reseksi jaringan parametrial dan


mempertahankan saraf tanpa menurunkan radikalitas pembedahan.13, 14
II.2.1 Disfungsi Organ setelah Histerektomi Radikal
a. Disfungsi kandung kemih
Dekatnya kandung kemih dengan uterus dan pelvis menyebabkan gangguan
sokongan anatomis, inervasi otonom, dan suplai darah selama histerektomi radikal,
dan trauma pembedahan tersebut dapat menyebabkan kerusakan fungsi saluran
kemih. Sebuah kajian sistematis literature melaporkan bahwa histerektomi sederhana
juga berhubungan dengan peningkatan risiko disfungsi saluran kemih. Dilaporkan
pula bahwa perubahan signifikan pada sensitivitas vesikal mungkin muncul setelah
histerektomi dan perubahan ini mungkin menetap selama paling tidak 6 bulan post
operatif. Seperti yang telah diketahui, luasnya histerektomi dan reseksi parametrial
berhubungan erat dengan peningkatan risiko trauma saraf otonom; sehingga dapat
diperkirakan bahwa histerektomi radikal mungkin berhubungan dengan efek lebih
serius pada disfungsi kandung kemih dibandingkan dengan histerektomi
sederhana.15,16
Dalam sebuah kajian literature mengenai histerektomi radikal dan disfungsi
kandung kemih, Zullo et al melaporkan bahwa gangguan fungsi saluran kemih bagian
bawah (hilangnya sensorik, disfungsi menyimpan dan menahan urin, inkontinensia
urin, dan instabilitas detrusor) adalah komplikasi jangka panjang yang paling sering
terjadi setelah histrektomi radikal. Insiden disfungsi kandung kemih post operatif
mencapai 70 85%.15,16

REFERAT ONKO; SERVIN PANDU DJAGANATA

16

Gangguan berkemih telah terkait dengan kerusakan nervus hipogastrik dan


pleksus hipogastrik inferior akibat reseksi radikal dari jaringan parametrium. Bagian
nervus hipogastrikus mungkin terjadi pada tingkat ligament utero-sakral dan dari
lapisan dalam ligament serviko-vesika. Kerusakan pleksus hipogastrik terjadi di
tingkat ligament kardinal. Penelitian urodinamik yang dilakukan setelah histerektomi
radikal telah menunjukkan bahwa secara paskaoperasi pada jangka pendek dan
panjang, compliance kandung kemih berkurang, dan volume residu meningkat.16
Peneliti lain melaporkan bahwa HR berhubungan dengan perubahan urodinamik dan
perubahan ini bertahan hingga 1 tahun setelah pembedahan.15,17
Meskipun beberapa telah mengajukan untuk menggunakan medikasi seperti
bethanechol, cisapride, beta2-agonists, untuk menurunkan gangguan akibat HR,
pendekatan ini belum terbukti efektif.
b. Disfungsi anorektal
Fungsi anorektal memiliki pengaruh penting dalam kualitas hidup wanita.
Fungsi anorektal, termasuk konsistensi tinja dan aktivitas kolorektal, dan hubungan
antara sfingter anal interna dan eksterna dikoordinasikan oleh saraf simpatis dan
parasimpatik. Stimulasi simpatik menginisiasi defekasi, sementara parasimpatik
mencegah ekspulsi dan menstimulasi sfingter anal internal dan eksternal.18,19
Telah diketahui bahwa histerektomi sederhana dapat menyebabkan gangguan
fungsi usus pada beberapa pasien; meskipun demikian efek histerektomi terhadap
fungsi usus belum sepenuhnya diketahui. Saat histerektomi sederhana, hanya
ligamentum dengan saraf yang berinervasi ke uterus dan serviks yang mungkin rusak,

REFERAT ONKO; SERVIN PANDU DJAGANATA

17

sementara saat HR ligamentum yang mengandung saraf otonom pelvis terbagi lebih
lateral, yang berhubungan dengan peningkatan risiko kerusakan saraf pelvis dan
disfungsi organ pelvis.18,19
Diseksi ligamentum uterosakral atau ligamentum cardinal menyebabkan
deenervasi parsial saraf otonom rectal. Sementara itu, saraf pudendal yang mensuplai
sfingter anal eksternal, mungkin rusak selama HR. 18,19
c. Disfungsi seksual
Vagina bagian atas, serviks, jaringan parametrial disekitarnya, dan terkadang
ovarium mungkin tereseksi selama HR. Telah diketahui bahwa wanita yang
menjalani HR mungkin mengalami masalah koital dan orgasme, dispareunia, dan
ketidakpuasan seksual karena penurunan ukuran vagina dan kerusakan saraf panggul.
HR tampaknya juga berhubungan dengan gangguan aliran darah selama hubungan
seksual. Hilangnya fungsi ovarium juga dapat menyebabkan penurunan fungsi
seksual. Wanita yang menjalani oophorektomi selama HR mungkin menunjukkan
hasil luaran psikososial yang negatif, seperti penurunan ketertarikan seksual dan
orgasme, disertai dengan gejala depresif dan gangguan terhadap tubuh. HR juga
menyebabkan penurunan lubrikasi, penurunan elastisitas, dan pembengkakan
genitalia selama stimulasi seksual. Kesimpulannya, kesehatan seksual wanita dengan
riwayat kanker serviks perlu lebih diperhatikan untuk meningkatkan kualitas hidup.20

REFERAT ONKO; SERVIN PANDU DJAGANATA

18

II.2.2. Sejarah Teknik Preservasi Saraf Histerektomi Radikal


Pioneer konsep pembedahan preservasi saraf panggul adalah ginekolog
Jepang, Okabayashi. Di tahun 1921 Beliau menjelaskan prinsip dari teknik HR
sistematiknya untuk meningkatkan hasil luaran HR dengan metode Wethmein.
Selanjutnya Kobayashi memodifikasi teknik HR Okabayashi dan mengidentifikasi
prinsip prinsip untuk mencegah disfungsi kandung kemih. Kemudian tahun 1983,
Fujiwara menjelaskan pentingnya preservasi cabang saraf kandung kemih pleksus
hipogastrik inferior dan nervus pelvic splanchnic. Tahun 1992, Sakamoto
memperkenalkan metode Tokyo untuk preservasi saraf otonom pelvis selama HR.
Semenjak itu metode preservasi saraf banyak digunakan oleh dokter dokter
ginekologi dan urologi di Jepang. Beberapa tahun kemudian berkembang metode
metode baru yang dikembangkan di Eropa, dan hingga saat masih banyak laporan
mengenai pengembangan teknik teknik preservasi saraf dengan tujuan
meningkatkan teknik dan hasil luaran histerektomi dengan preservasi saraf.21,22,23

II.2.3. Anatomi Nervus Hipogastrik


Salah satu saluran saraf dalam jaringan adalah nervus presakral, ini
merupakan bagian dari sistem saraf otonom pelvis dalam lingkungan presakral.
Pleksus retroperitoneal ganglionic midline, yang bersandar pada permukaan ventral
aorta bagian bawah, disebut dengan pleksus hipogastrik inferior. Jaringan saraf ini
terpisah menjadi dua bagian nervus hipogastrik, yang melewari bifurkasi aorta, dan
menurun ke pelvis. Pada bagian pembuluh darah iliaka interna, pleksus hipogastrik

REFERAT ONKO; SERVIN PANDU DJAGANATA

19

inferior dibangun oleh serat saraf dari nervus sacral ke 2, 3 dan 4, melalui rute nervus
splanchnic pelvis dan bersatu dengan ekspansi nervus hipogastrik. Pleksus
uterovaginal mengirim serat saraf untuk berinervasi ke uterus dan kandung kemih.
Reseksi jaringan ekstensif, termasuk serat saraf, diperlukan selama prosedur
histerektomi radikal. 19,20
a. Pleksus hipogastrik superior (PHS)19,20
Pleksus mesentrik inferior berlawanan dengan arteri mesentrik inferior, yang
menerima serat simpatik dari batang simpatik paravertebral. Serat saraf ini
membentuk dua filament saraf, yang berjalan ke permukaan anterior aorta langsung
bersatu dan bergabung dengan bagian lain yang berlawanan ke birufikasi aorta
didepan promontorium untuk membentuk PHS. Kemudian membentuk filament
fibrofatty, retroperitoneal dan terletak dibawah birufikasi aorta di titik kontak dengan
promontorium. Struktur ini tunggal dan median.
b. Nervus hipogastrik (nervus presakral).19,20
Dibawah promontorium, PHS terbagi menjadi dua filament dengan luas
variabel (4 7 mm bergantung pada subjek yang disebut nervus presakral (atau
hipogastrik). 19,20
Pleksus ini berjalan lateral dan didepan sacrum, diluar foramen sacral
anterior. Berjalan kearah anterior inferior oblik dengan jalur konkaf ke arah dalam.
Terletak dibawah dan didalam pembuluh darah iliaka internal dalam lemak
retroperitoneal. Didalam, nervus hipogastrik kontak dengan sigmoid dan dengan
rectum. Kemudian menyatu dengan pleksus hipogastrik inferior pelvis.

REFERAT ONKO; SERVIN PANDU DJAGANATA

20

c. Pleksus hipogastrik inferior atau pelvis (PHI)


PHI berbentuk segitiga dengan dasar di posterior dan atas anterior inferior.
PHI dapat dijelaskan sbb:
1) 3 batas
Batas cranial paralel ke batas posterior arteri hipogastrik. Berjalan sepanjang
batas posterior arteri di dalam dan dibelakangnya dengan jarak 10 mm.
Batas dorsal, pada titik kontak dengan akar sacral, menerima aferen dari akar
sacral.
Batas kaudal, meluas dari akar sacral keempat ke titik masuk ke ureter ke
lapisan anterior ligament luas.
2)

Tiga sudut
Sudut superior yang menjadi sumber pleksus pelvis dan berjalan dari nervus
hipogastrik lateral.Sudut anterior inferior, yang terletak pada titik masuk
ureter ke lapisan posterior ligament luas. Ini adalah bagian atas PHI.
Sudut posterior inferior pada titik kontak dengan akar sacral keempat. 19,20,21

REFERAT ONKO; SERVIN PANDU DJAGANATA

21

Gambar 5. Bagian posterior PHI dan aferen utamanya, nervus hipogastrik. Tanda menunjukkan akhir
dari sudut dorsal PHI.
Dikutip dari Mauroy, B., X. Demondion, B. Bizet, A. Claret, P. Mestdagh, and C. Hurt. "The female
inferior hypogastric (= pelvic) plexus: anatomical and radiological description of the plexus and its
afferencesapplications to pelvic surgery." Surgical and Radiologic Anatomy 29, no. 1 (2007): 55-66

II.2.4.

Teknik Preservasi Nervus Hipogastrika dalam Histerektomi Radikal


Berbagai teknik preservasi saraf selama HR telah dikembangkan. Namun,

pada intinya, preservasi saraf pelvis terdiri dari 3 tahap, yaitu:22,23,24


1) Preservasi nervus hipogastrik dan bagian proksimal pleksus hipogastrik inferior
2) Preservasi nervus splanchnic dan bagian tengah pleksus hipogastrik inferior
3) Preservasi bagian distal pleksus hipogastrik inferior

REFERAT ONKO; SERVIN PANDU DJAGANATA

22

Teknik preservasi nervus hipogastrikus dilakukan dengan melakukan


limfadenektomi bilateral konvensional diikuti dengan histerektomi radikal Piver-
Rutledge tipe III. Dimulai pada parametrium posterior dimana tujuan utama adalah
untuk mencari dan menjaga nervus hipogastrik dan pleksus hipogastrik inferior.
Nervus hipogastrik adalah bagian proksimal (simpatetic) dari sistem saraf otonom
pelvis yang berasal dari pleksus hipogastrik inferior; pleksus hipogastrik inferior,
struktur berbentuk kipas terletak lateral dari ligamentum uterosakral dan septum
rektovaginal, dibentuk oleh nervus hipogastrik dan nervus splanchnic
(parasimpatetik).20,25
Pertama, jaringan longgar yang menyatukan ureter dan bagian posterior
ligamentum latum didiseksi dengan tajam ke bawah hingga memungkinkan untuk
memasuki ruang pararektal Okabayashi pada titik dimana jaringan lemak kekuningan
di bawah terlihat (Gambar 6A). Ruang ini menyediakan dasar untuk mengidentifikasi
nervus hipogastrik dengan mudah, yang terletak pada mesoureter, sekitar 2 cm dari
ureter (Gambar 6B). dasar bervus diikuti ke bawah dengan arah anterokaudal
mendekati pleksus hipogastrik inferior.20,21

REFERAT ONKO; SERVIN PANDU DJAGANATA

23

Gambar 6. Identifikasi nervus hipogastrik (N). A, pada pelvis kanan, ruang pararektal Okabayashi
diakses melalui jaringan longgar yang menghubungkan ureter, B. Ilustrasi identifikasi melalui
ruang para rektal okabayashi
Dikutip dari Fujii S, Takakura K, Matsumura N, et al. Anatomic identification and functional
outcomes of the nerve sparing Okabayashi radical hysterectomy. Gynecol Oncol.2007;107:4e13

Untuk mencegah trauma ke nervus akibat manipulasi yang berlebihan, kami


tidak berusaha untuk mendiseksi atau mengisolasi keseluruhan nervus dari struktur
disekitarnya pada tahap ini. Melainkan, mesoureter yang intak, yang mengandung
saraf dan jaringan sekitarnya, dengan lembut didorong dan diretraksi menjauh dari
garis reseksi parametrial posterior. Tindakan ini diikuti dengan memasukkan 2
spatula kecil atau retractor paraservikal ke dalam ruang pararektal Okabayashi.
Masing masing instrumen diretraksi secara simultan kearah yang berlawanan: satu
kearah medial, satu ke arah lateral. Untuk memisahkan pleksus hipogastrik inferior
lebih lanjut dari parametrium posterior, ruang neuroligamen dikembangkan antara
pleksus nervus dan ligament uterosakral/septum rektovaginal dengan menggunakan
REFERAT ONKO; SERVIN PANDU DJAGANATA

24

klem small-tip dengan sudut ke kanan (gambar 6C). kemudian kompleks ligament di
klem dekat dengan perlekatan posteriornya (gambar 7). 20,21

Gambar 7. Reseksi parametrial posterior. A. Memisahkan deep uterine vein, dan mengidentifikasi
Nervus splanchnic B. Ilustrasi identifikasi nervus splanchnic diantara ruang okabayashi dan ruang
paravesikal.
Dikutip Fujii S, Takakura K, Matsumura N, et al. Anatomic identification and functionaloutcomes of
the nerve sparing Okabayashi radical hysterectomy. Gynecol Oncol.2007;107:4e13

Tahap pembedahan selanjutnya fokus pada reseksi bagian vaskuler


parametrium lateral. Pada titik ini, pleksus hipogastrik posterior langsung
divisualisasikan untuk mencegah trauma. Setelah reseksi parametrium posterior,
uterus secara signifikan lebih mudah digerakkan. Uterus diarahkan ke atas dan
menjauh dari nervus, yang berjalan anterokaudal. Parametrium lateral kemudian
diidentifikasi sebagai jaringan lunak antara ruang paraservikal dan Latzko pararektal
(gambar 8A). bagian vascular parametrium lateral, temasuk arteri uterine dan vena
uterus dalam, direseksi dekat dengan dinding samping pelvis (gambar 8B.
REFERAT ONKO; SERVIN PANDU DJAGANATA

25

parametrium yang telah direseksi dibebaskan dari jaringan disekitarnya dan dibawa
ke atas bagian medial ureter (gambar 8 C). 20,21

Gambar 8. Reseksi parametrial lateral. A, nervus hipogastrik inferior cabang bladder branch dapat
diidentifikasi setelah reseksi vena vesikal inferior. B, Ilustrasi hubungan antara vena vesikal inferior
dengan cabang bladder branch dari nervus hipogastrika inferior
Dikutip Fujii S, Takakura K, Matsumura N, et al. Anatomic identification and functionaloutcomes of
the nerve sparing Okabayashi radical hysterectomy. Gynecol Oncol.2007;107:4e13.

Pada tahap akhir pembedahan, kami berkonsentrasi pada reseksi ligamentum


vesikouterina dan mencegah trauma pada cabang vesikal utama pleksus hipogastrik
inferior. Tahap ini dilakukan dengan visualisasi langsung. Pada umumnya, cabang
vesikal diidentifikasi dengan mengikuti pleksus hipogastrik inferior secara kaudal
sementara uterus ditahan dan jaringan parametrial yang melekat dibagian atasnya.
Karena parametrium posterior dan lateral telah direseksi, akan memungkinkan untuk
mengangkat uterus lebih jauh dari nervus pelvis. Lalu operator memasuki rongga

REFERAT ONKO; SERVIN PANDU DJAGANATA

26

ureterik dan mentranseksi lapisan superficial ligamentum vesikouterina (gambar 9A).


ureter dan cabang vesikal di retraksi kearah bawah dan lateral, dan lapisan atas
ligamentum vesikouterina direseksi pada posisi yang anteromedial dengan nervus
(gambar 9B). prosedur selanjutnya dilakukan dengan metode konvensional. Gambar
10 menunjukkan nervus pelvis yang dipertahankan pada akhir operasi. 20,21

Gambar 9. Identifikasi nervus plane pelvis. Pemisahan nervus hipogastrika, nervus splanchnic dan
bladder branch, dengan dengan jelas menunjukan pleksus hipogastrika inferior dan cabangnya uterine
branch. Persimpangan persyarafan itu sering kali disebut the pelvic nerve plane ( Gambaran pesawat
pada persyarafan pelvis ) B. Ilustrasi dari pelvis nervus plane.
Dikutip Fujii S, Takakura K, Matsumura N, et al. Anatomic identification and functionaloutcomes of
the nerve sparing Okabayashi radical hysterectomy. Gynecol Oncol.2007;107:4e13

REFERAT ONKO; SERVIN PANDU DJAGANATA

27

Gambar 10. Menjepit pembuluh darah paracolpium. Cabang bladder branch sudah terpisah dari
paracolpium, B. ilustrasi pemisahan cabang plexus hiogastrika inferior dengan paracolpium
Dikutip Fujii S, Takakura K, Matsumura N, et al. Anatomic identification and functionaloutcomes of
the nerve sparing Okabayashi radical hysterectomy. Gynecol Oncol.2007;107:4e13

Gambar 11. Preservasi nervus hipogastrika setelah histerektomi radikal


Dikutip Fujii S, Takakura K, Matsumura N, et al. Anatomic identification and functionaloutcomes of
the nerve sparing Okabayashi radical hysterectomy. Gynecol Oncol.2007;107:4e13

REFERAT ONKO; SERVIN PANDU DJAGANATA

28

II.2.5.

Komplikasi Operatif Histerektomi Radikal dengan Preservasi Saraf


Kebanyakan penelitian preservasi saraf pada histerektomi radikal mencatat

berbagai komplikasi yang sama dengan metode konvensional. Kebanyakan


komplikasi ringan dan mudah ditangani. Fungsi seksual pada wanita yang menjalani
histerektomi radikal dengan preservasi saraf menunjukkan hasil yang lebih baik
dibandingkan dengan histerektomi konvensional, karena jaringan saraf otonom
dipertahankan sehingga persyarafan vaginal yang berhubungan dengan fungsi seksual
dapat dipertahankan. 20,25

REFERAT ONKO; SERVIN PANDU DJAGANATA

29

DAFTAR PUSTAKA

1. Levine A. D. et al. The Uterine Cervix : Handbook for Principles and Practices of
Gynecology Oncology. Lippincott Williams & Wilkins, Philadelphia; USA 2010. p 121-
58.
2. Decherney H. A. et al. Cancer of the Cervix : Current Diagnose and Threatment
Obstetrics and Gynecology. 11th edition, McGrawHill, Lange, USA 2013. p 819-31.
3. Hacker N.F, Cervical Cancer, dalam : Practical Gynecologic Oncology, fourth edition,
Berek S.J, 2005. hal : 337-86.
4. Cervical Cancer Treatment, dikutip pada tanggal 19 Mei 2014 http://www.uptodate.com/
5. Posadas E.M, Cervical Cancer dalam : Bethesda Handbook of Clinical Oncology, second
edition, Lippincott Williams & Wilkins, 2005, page :246-55.
6. Raspagliesi, Francesco, Antonino Ditto, Rosanna Fontanelli, Eugenio Solima, Francesco
Hanozet, Flavia Zanaboni, and Shigeki Kusamura. "Nerve-sparing radical hysterectomy:
a surgical technique for preserving the autonomic hypogastric nerve." Gynecologic
oncology 93, no. 2 (2004): 307-314.
7. Sundborg M.J, Radical Hysterectomy, June 2006, dikutip pada 19 Mei 2014
http://www.emedicine.com/med/topic3343.htm
8. Okonkwo a.c, Review Article on Total Laparoscopic Radical Hysterectomy versus
Radical Abdominal Hysterctomy, dikutip dari http://www.laparoscopyhospital.com/
9. Burghardt E, Surgical Gynecologic Oncology, Thieme Medical Publishers, Inc., New
York, 1993, hal : 257-314.
10. Rasjidi H. I., Nurseta T. Histerektomi Radikal, Manual Histerektomi. Cetakan I, EGC,
Jakarta, 2008. hal 180-9.

REFERAT ONKO; SERVIN PANDU DJAGANATA

30

11. Querleu D, Classification of Radical Hysterectomy, 12th Biennial Meeting International


Gynecologic Cancer Society IGCS, Bangkok, Thailand , 2008.
12. Querleu, Denis, and C. Paul Morrow. "Classification of radical hysterectomy." The
lancet oncology 9, no. 3 (2008): 297-303.
13. Jarruwale, Phanida, Kuan-Gen Huang, Doris R. Benavides, Hsuan Su, and Chyi-Long
Lee. "Nerve-sparing radical hysterectomy in cervical cancer." Gynecology and
Minimally Invasive Therapy 2, no. 2 (2013): 42-47.
14. Zakashansky, Konstantin, William H. Bradley, and Farr R. Nezhat. "New techniques in
radical hysterectomy." Current Opinion in Obstetrics and Gynecology 20, no. 1 (2008):
14-19.
15. Zullo, Marzio Angelo, Natalina Manci, Roberto Angioli, Ludovico Muzii, and Pierluigi
Benedetti Panici. "Vesical dysfunctions after radical hysterectomy for cervical cancer: a
critical review." Critical reviews in oncology/hematology 48, no. 3 (2003): 287-293.
16. Maneschi F. Urodynamic Study of Bladder Function Following Nerve Sparing Radical
Hysterectomy. J Gynecol Oncol 2014. Vol. 25, No.3: 159-161.
17. Yabuki, Yoshihiko, Akihiro Asamoto, Tsutomu Hoshiba, Hideaki Nishimoto, and
Naoaki Satou. "A new proposal for radical hysterectomy." Gynecologic oncology 62, no.
3 (1996): 370-378.
18. Ito, Eiki, Ryuichi Kudo, Tsuyoshi Saito, Motoiki Koizumi, and Masanari Noda. "A new
technique for radical hysterectomy with emphasis on preservation of bladder function."
Journal of gynecologic surgery 16, no. 4 (2000): 133-140.
19. Tseng, Chih-Jen, Huang-Pin Shen, Yu-Hsiang Lin, Chung-Yuan Lee, and Will Wei-
Cheng Chiu. "A prospective study of nerve-sparing radical hysterectomy for uterine

REFERAT ONKO; SERVIN PANDU DJAGANATA

31

cervical carcinoma in Taiwan." Taiwanese Journal of Obstetrics and Gynecology 51, no.
1 (2012): 55-59.
20. Charoenkwan. A simplified technique for nerve-sparing type III radical hysterectomy: by
reorganizing their surgical sequence, surgeons could more easily identify key nerves. Am
J Obstet Gynecol 2010;203:600.e1-6.
21. Mauroy, B., X. Demondion, B. Bizet, A. Claret, P. Mestdagh, and C. Hurt. "The female
inferior hypogastric (= pelvic) plexus: anatomical and radiological description of the
plexus and its afferencesapplications to pelvic surgery." Surgical and Radiologic
Anatomy 29, no. 1 (2007): 55-66.
22. Maas, C. P., J. B. Trimbos, M. C. DeRuiter, C. J. H. Van De Velde, and G. G. Kenter.
"Nerve sparing radical hysterectomy: latest developments and historical perspective."
Critical reviews in oncology/hematology 48, no. 3 (2003): 271-279.
23. Dursun, Polat, Ali Ayhan, and Esra Kuscu. "Nerve-sparing radical hysterectomy for
cervical carcinoma." Critical reviews in oncology/hematology 70.3 (2009): 195-205.
24. Jarruwale, Phanida, Kuan-Gen Huang, Doris R. Benavides, Hsuan Su, and Chyi-Long
Lee. "Nerve-sparing radical hysterectomy in cervical cancer." Gynecology and
Minimally Invasive Therapy 2, no. 2 (2013): 42-47.
25. Liang, Zhiqing, Yong Chen, Huicheng Xu, Yuyan Li, and Dan Wang. "Laparoscopic
nerve-sparing radical hysterectomy with fascia space dissection technique for cervical
cancer: description of technique and outcomes." Gynecologic oncology 119, no. 2
(2010): 202-207.
26. Fujii S, Takakura K, Matsumura N, et al. Anatomic identification and
functionaloutcomes of the nerve sparing Okabayashi radical hysterectomy. Gynecol
Oncol.2007;107:4e13

REFERAT ONKO; SERVIN PANDU DJAGANATA

32

Anda mungkin juga menyukai