TUGAS UJIAN
Ricky Julianto 030.10.236
Penguji
TUGAS UJIAN
Ricky Julianto 030.10.236
Penguji
Dengan perimeter didapat hasil yang lebih akurat oleh karena lengkungan
perimeter sesuai dengan lengkungan retina. Perimeter dilengkapi dengan
tempat untuk meletakkan dagu, sehingga pasien dapat menjalani tes dengan
posisi kepala yang tepat tanpa meletihkan diri. Lebih teliti dari tes konfrontasi.
Hasil pemeriksaan di proyeksikan dalam bentuk gambar di sebuah kartu.
Pemeriksaan fundus
Dilakukan dengan menggunakan oftalmoskop. Funduskopi dilakukan dengan
tujuan menentukan adanya miopi, hipermetropi, atau emetropi; pengamatan retina;
dan pengamatan papil nervi optisi.
Persiapan:
Perhatikan posisi atau sikap pasien dan pemeriksa serta kondisi opthalmoskop.
Pasien dapat diperiksa dengan posisi duduk atau berbaring. Periksa terlebih
dahulu lampu dan baterai opthalmoskop baik dan lensa yang ditempatkan diantara
lubang pengintai dan lubang penyorot adalah berdioptri nol bila pasien emetrop
(normal). Sebelum dilakukan pemeriksaan funduskopi kamar periksa digelapkan
terlebih dahulu.
Pemeriksaan:
Pemeriksa memegang optalmoskop dengan tangan dominan. Tangan yang lainnya
diletakkan diatas dahi pasien dengan tujuan sebagai fiksasi terhadap kepala
pasien. Kemudian pemeriksa menyandarkan dahinya dorsum manis pada tangan
yang memegang dahi pasien, sehingga mata pasien dan mata pemeriksa
berhadapan satu sama lain. Selanjutnya pemeriksa menempatkan tepi atas
teropong optalmoskop dengan lubang pengintai diatas alis. Setelah lampu
oftalmoskop dinyalakan, pemeriksa mengarahkan sinar lampu itu ke pupil pasien.
Selama funduskopi dilakukan, pasien diminta untuk mengarahkan pandangan
matanya jauh kedepan. Bila pandangan itu diarahkan kesinar lampu, sinar lampu
akan dipantulkan oleh fovea sentralis ke lubang teropong dan fundus mata sukar
mata sukar terlihat.
b. Nervus IX (Glosofaringeus) dan Nervus X (Vagus)
Pemeriksaan N. IX dan N X. karena secara klinis sulit dipisahkan maka biasanya
dibicarakan bersama-sama, anamnesis meliputi kesedak/keselek (kelumpuhan
palatum), kesulitan menelan dan disartria (khas bernoda hidung/bindeng). Pasien
disuruh membuka mulut dan inspeksi palatum dengan senter perhatikan apakah
terdapat pergeseran uvula, kemudian pasien disuruh menyebut aaaa jika uvula
terletak ke satu sisi maka ini menunjukkan adanya kelumpuhan nervus X unilateral
perhatikan bahwa uvula tertarik kearah sisi yang sehat.1
Sekarang lakukan tes refleks muntah dengan lembut (nervus IX adalah komponen
sensorik dan nervus X adalah komponen motorik). Sentuh bagian belakang faring
pada setiap sisi dengan spatula, jangan lupa menanyakan kepada pasien apakah ia
merasakan sentuhan spatula tersebut (N. IX) setiap kali dilakukan.1
TUGAS UJIAN
Ricky Julianto 030.10.236
Penguji
Dalam keadaaan normal, terjadi kontraksi palatum molle secara refleks. Jika
konraksinya tidak ada dan sensasinya utuh maka ini menunjukkan kelumpuhan nervus
X, kemudian pasien disuruh berbicara agar dapat menilai adanya suara serak (lesi
nervus laringeus rekuren unilateral), kemudian disuruh batuk, tes juga rasa kecap
secara rutin pada sepertiga posterior lidah (N. IX).1
2. Perbedaan Anamnesis pada Stroke Iskemik dengan Stroke Hemoragik
a. Stroke Hemoragik
Pecahnya pembuluh darah otak menyebabkan keluarnya darah ke jaringan parenkim
otak, ruang cairan serebrospinalis disekitar otak atau kombinasi keduanya. Perdarahan
tersebut menyebabkan gangguan serabut saraf otak melalui penekanan struktur otak
dan juga oleh hematom yang menyebabkan iskemia pada jaringan sekitarnya.
Peningkatan tekanan intrakranial pada gilirannya akan menimbulkan herniasi jaringan
otak dan menekan batang otak.2,4
Etiologi dari Stroke Hemoragik :
Perdarahan intraserebral
Perdarahan intraserebral ditemukan pada 10% dari seluruh kasus stroke, terdiri
dari 80% di hemisfer otak dan sisanya di batang otak dan serebelum.3,4
Gejala klinis :
Onset perdarahan bersifat mendadak, terutama sewaktu melakukan
aktivitas dan dapat didahului oleh gejala prodromal berupa peningkatan
tekanan darah yaitu nyeri kepala, mual, muntah, gangguan memori,
bingung, perdarhan retina, dan epistaksis.
Penurunan
kesadaran
yang
berat
sampai
koma
disertai
hemiplegia/hemiparese dan dapat disertai kejang fokal / umum.
Tanda-tanda penekanan batang otak, gejala pupil unilateral, refleks
pergerakan bola mata menghilang dan deserebrasi.
Dapat dijumpai tanda-tanda tekanan tinggi intrakranial (TTIK), misalnya
papiledema dan perdarahan subhialoid.
Perdarahan subarakhnoid
Perdarahan subarakhnoid adalah suatu keadaan dimana terjadi perdarahan di
ruang subarakhnoid yang timbul secara primer.3,4
Gejala klinis :2,4
Onset penyakit berupa nyeri kepala mendadak seperti meledak, dramatis,
berlangsung dalam 1 2 detik sampai 1 menit.
Vertigo, mual, muntah, banyak keringat, mengigil, mudah terangsang,
gelisah dan kejang.
Dapat ditemukan penurunan kesadaran dan kemudian sadar dalam
beberapa menit sampai beberapa jam.
Dijumpai gejala-gejala rangsang meningen.
TUGAS UJIAN
Ricky Julianto 030.10.236
Penguji
TUGAS UJIAN
Ricky Julianto 030.10.236
Penguji
perempuan dan profil usia dibawah 45 tahun sebesar 11,8%, usia 45-64 tahun 54,2%, dan
usia diatas 65 tahun sebesar 33,5%. Stroke menyerang usia produktif dan usia lanjut yang
berpotensi menimbulkan masalah baru dalam pembangunan kesehatan secara nasional di
kemudian hari.5
Stroke perdarahan intraserebral dan perdarahan subarakhnoid memiliki angka
morbiditas dan mortalitas lebih tinggi dibandingkan dengan stroke iskemik.6-8 Kecacatan
lebih sering diakibatkan oleh stroke iskemik.
4. Perbedaan hasil Lumbal Pungsi pada Meningitis dan GBS
Pembagian meningitis dapat dibagi berdasarkan cairan serebrospinal dan etiologi.
Berdasarkan cairan serebrospinal, meningitis dibagi menjadi dua golongan, yaitu:9
Meningitis purulenta
Cairan serebrospinal keruh karena mengandung pus atau nanah. Nanah ialah
campuran leukosit hidup dan yang mati. Meningitis purulenta ada yang disebabkan
metastasi infeksi dari tempat lain yang menyebar melalui darah. Penyebabnya adalah
bakteri meningokok, pneumokok, hemofilus influenza. Ada juga yang timbul karena
perjalanan radang langsung dari tulang tengkorak, mastoiditis, dari tromboflebitis,
atau pada luka tembus kepala. Bakteri penyebab yaitu streptokok, stafilokok, kadang
pneumokok.
Meningitis serosa
Cairan serebrospinal jernih, meskipun mengandung jumlah sel dan protein yang
tinggi. Penyebab yang paling sering adalah kuman tuberkulosis dan virus.
TUGAS UJIAN
Ricky Julianto 030.10.236
Penguji
TUGAS UJIAN
Ricky Julianto 030.10.236
Penguji
Kuman Penyebab
H. Influenza, Pneumococcus,
Staphilococcus non PNC, dan
Staphylococcus PNC
S. pneumoniae, H. Influenzae
Ampisillin
S. Pneumonia, H. Influenzae
Ciprofloxacin
Ceftazidine
P. aeruginosa
Streptococcus, stafilococcus,
Haemofilus dan Enterobakter
H. Influenzae,
N.meningitides,
S.pneumonia
P. aeruginosa
Vancomycine
Staphylococcus epidermidis
Cefotaxime
Ceftriaxone
Meropenem
Dosis
20 million unit/ 6 jam (IV)
4 gram/ hari (IV) dibagi 4 dosis
200 mg/kgBB/ hari (IV) dalam 4
dosis
400 mg/hari
12 gr/ hari (IV)
4 gram/ hari (IV)
6 gram / hari (IV)
2 gr/ hari (IV) selama 21 hari
P. aeruginosa,
6 gram/ hari (IV)
N. meningitides.
Tabel 5. Dosis terapi antibiotik empirik yang digunakan11
TUGAS UJIAN
Ricky Julianto 030.10.236
Penguji
TUGAS UJIAN
Ricky Julianto 030.10.236
Penguji
tahun 2006, ditemukan 2 kasus polio. Kasus yang terakhir (virus polio tipe 1) di
Kabupaten Aceh 2 Februari 2006.
Patogenesis dan Patologi : Infeksi susunan saraf pusat terjadi akibat replikasi
cepat virus ini. Virus polio menempel dan berkembang biak pada sel usus yang
mengandung polioviruses receptor (PVR) dan telah berkoloni dalam waktu
kurang dari 3 jam. Sekali terjadi perlekatan antara virion dan replikator, pelepasan
virion baru hanya butuh 4-5 jam saja. Virus yang bereplikasi secara lokal
menyebar pada monosit dan kelenjar limfe yang terkait. Perlekatan dan penetrasi
dapat dihambat oleh IgA lokal. Kejadian neuropati pada poliomyelitis merupakan
akibat langsung multiplikasi virus di jaringan patognomonik, namun tidak semua
saraf yang terkena akan mati. Keadaan reversibilitas fungsi sebagian disebabkan
oleh karena sprouting dan seolah kembali seperti sediakala dalam waktu 3-4
minggu setelah onset. Terdapat kelainan dan infiltrasi interstitial sel glia. Daerah
yang biasa terkena lesi adalah; kornu anterior medula spinalis, nucleus vestibularis
dan inti saraf cranial pada batang otak, serebelum, substansia nigra, talamus dan
hipotalamus, palidum, korteks serebri (hanya daerah motorik). Gambaran
patologik menunjukkan reaksi peradangan pada sistem retikuloendotelial.
Tidak ada terapi khusus untuk polio, sehingga pada penyakit ini lebih diberikan terapi
bersifat suportif.
TUGAS UJIAN
Ricky Julianto 030.10.236
Penguji
DAFTAR PUSTAKA
1. Lumbantobing SM. Neurologi Klinik Pemeriksaan Fisik Dan Mental. Jakarta: Balai
Penerbit FKUI.2011.p.25-33.75-81.
2. Goetz CG. Cerebrovascular Diseases. In : Goetz: Textbook of Clinical Neurology, 3rd ed.
Philadelphia : Saunders. 2007.
3. Rumantir CU. Pola Penderita Stroke Di Lab/UPF Ilmu Penyakit Saraf Fakultas
Kedokteran Universitas Padjadjaran Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung Periode 19841985. Laporan Penelitian Pengalaman Belajar Riset Dokter Spesialis Bidang Ilmu
Penyakit Saraf. 1986.
4. Israr YA. Stroke. Tersedia: http://yayanakhyar.files.wordpress.com/2009/01/case-s-t-r-ok-e.pdf. Diakses pada 29 Desember 2014 pukul 21.00 WIB.
5. Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia (PERDOSSI). Guideline Stroke Tahun
2011. Jakarta: PERDOSSI. 2011.p.14.
6. Koennecke HC, Belz W, Berfelde D, et al. Factors influencing in-hospital mortality and
morbidity in patients treated on a stroke unit. Neurology 2011; 77: 965.
7. Wong KS. Risk factors for early death in acute ischemic stroke and intracerebral
hemorrhage: A prospective hospital-based study in Asia. Asian Acute Stroke Advisory
Panel. Stroke 1999; 30: 2326.
8. Heuschmann PU, Wiedmann S, Wellwood I, et al. Three-month stroke outcome: the
European Registers of Stroke (EROS) investigators. Neurology 2011; 76: 159.
9. Markam S, Masud I, Indrayana. Penuntun Neurologi. Radang Susunan Saraf Pusat.
Jakarta: Binapura Aksara. p.214-5.
10. Montgomesy K, Tilak J, Cadhry S, Wong E. Meningitis. McMaster University. Available
at: http://www.pathophys.org/meningitis/. Accessed on December, 29th 2014 at 10:36
PM.
11. Cass D. Early Recognition and Management of Meningitis. The Canadian J of
CME.2001.p.105-7.
12. Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI. Poliomyelitis. Dalam: Hasan R, Alatas H,
Editor. Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak Jilid 2. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. 2005.
13. Soedarmo, Purwo SS. Infeksi Virus: Poliomyelitis. Dalam: Buku Ajar Infeksi dan Pediatri
Tropis. Edisi kedua. Jakarta: Badan Penerbit IDAI. 2008.
14. Simoes, Eric AF. Polioviruses. In: Behrman, Kliegman, Arvin, Editors. Nelson Textbook
of Pediatrics 17th edition. Philadelpia: Elsevier Science. 2003.
15. World Health Organization. The Diesease and The Virus. In: Global Polio Eradication
Initiative. Available at: www.who.int/topics/poliomyelitis/en/. Accessed on December,
30th 2014.
16. Estrada, Benjamin. Poliomyelitis: Treatment and Medication. Available at:
http://emedicine.medscape.com/article/967950-overview. Accessed on December 30th
2014.
17. Wenner, Kenneth M. Poliomyelitis. Available at:
www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/001402. Accessed on December, 30th 2014.
18.