Anda di halaman 1dari 26

BAB I

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Seiring dengan meningkatnya penyakit saluran pernafasan di masyarakat, kita akan
mendapati lebih banyak pasien hamil dengan penyakit saluran pernafasan daripada
sebelumnya. Pada kehamilan terjadi perubahan fungsi dan anatomi tubuh termasuk saluran
pernafasan. Juga terjadi perbedaan patofisiologis penyakit pada saluran pernafasan selama
kehamilan. Perawatan pasien dengan penyakit saluran pernafasan sebaiknya dilakukan
bersama dengan dokter spesialis penyakit dalam.
Acuan penanganan penyakit saluran pernafasan, termasuk asma tuberculosis, sering
berubah seiring dengan perkembangan ilmu dan teknologi. Infeksi HIV mengubah
epidemiologi tuberkolusis dengan cepat di seluruh dunia. Juga berbagai hasil penelitian yang
berbeda sering kali membingungkan dalam memeberikan terapi dan melakukan pemerikasaan
ataupun tindakan obstretik yang sebenarnya tidak diperlukan. Untuk mendapatkan hasil yang
optimal perlu dipahami penyakit saluran pernafasan dan pengaruhnya terhadap kehamilan
serta penatalaksaannya.

BAB II
PEMBAHASAN
1.

Fisiologi Respirasi dalam kehamilan


Kehamilan akan menimbulkan perubahan yang luas terhadap fisiologi pernapasan.
Ada empat faktor penting yang terjadi dalam kehamilan yang erat hubungannya dengan
fungsi pernapasan. Rahim yang membesar karena kehamilan akan mendorong diafragma ke

atas, sehingga rangga dada menjadi sempit, gerakan paru akan terbatas untuk mengambil
oksigen selama pernapasan, dan untuk mengatasi kekurangan 02 ini pernapasan menjadi
cepat (hiperventilasi).
Perubahan hormonal, terutama hormon progesteron yang meningkat selama
kehamilanya membuat otot-otot saluran pernapasan menjadi kendor, dan ini juga akan
mendorong terjadinya hiperventilasi.
Pada kehamilan terjadi perubahan fungsi dan fisiologi paru sebagai adaptasi terhadap
kebutuhan oksigen yang meningkat dan perubahan anatomic.
Perubahan anatomic
1. Tinggi Diagfragma naik sekitar 4 cm
2.
Dimaeter tranversal dada meningkat sekitar 2 cm
3.
Sudut subkosta meningkat 35 o
4.
Perubahan hormonal mempengaruhi saluran pernafasan atas dan mukosa saluran nafas,
menyebabkan hyperemia, odema mukosa, hipersekresi , dan peningkatan sensitivitas mukosa.
Perubahan Fisiologi pernafasan
1.
2.
3.
4.
5.

Kapasitas vital yaitu meningkat 100 200 ml


Kapasitas inspirasi yaitu meningkat sekitar 300 ml pada akhir kehamilan
Volume cadangan ekspirasi dari 1300 ml menurun menjadi 1100 ml
Volume residu dari 1500 ml menurun menjadi 1200 ml
Kapasitas residu fungsional yaitu jumlah volume cadangan ekspirasi + Volume residu

6.
7.

menurun sekitar 500 ml


Volume tidal yaitu dari 500 ml meningkat menjadi 700 ml
Ventilasi permenit meningkat 40% dari 7,5 liter permenit menjadi 10,5 liter permenit,
karena peningkatan volume tidal, respirasi rate tetap

Macam-macam penyakit paru :


1.

Infeksi Saluran Pernafasan Atas


Antara lain rinitis, sinusitis, faringitis, dan trakea-laringitis. Organisme penyebab

adalah virus rinovirus, influenza, parainfluenza dan laian lain, dan bakteri sperti
streptokokus pneumonia, hemofilus influenza, streptokokus hemolitikus, stafilokokus
aureus, dan lain lain. Gejala yang umum yaitu kongesti nasal, lender, nyeri tenggorokan,
batuk kering atau produktif, sakit kepala, dan demam ringan. Peningkatan vaskulirasi
membrane mukosa mengakibatkan sekresi mucus yang lebih banyak pada kehamilan dan
sering memicu infeksi hidung dan tenggorokan. Tidak ada dampak serius infeksi saluran
pernafasan atas terhadap kehamilan dan terapinya biasanya bersifat simtomatik dengan
antibiotika yang sama dengan perempuan tidak hamil.
2.

Infeksi Saluran Pernafasan Bawah

Infeksi Saluran Pernafasan Bawah dibagi atas Infeksi Akut (bronchitis, pneumonia) dan
infeksi kronis (tuberculosis)
a.

Bronkitis Akut
Infeksi virus atau bakteri pada percabangan trakheo bronchial tanpa melibatkan alveoli.

Biasanya disebakan oleh virus, tetapi dapat juga disebabkan oleh bakteri seperti streptokokus
dan hemofilus. Diagnosa ditegakkan berdasarkan adanya batuk produktif tanpa disertai
demam, dapat ditemukan gejala pada saluran pernafasan atas.
Penderita harus istirahat baring, minum banyak, dan diberi obat bronkodilator. Bila ada
dugaan infeksi bakteri, terapi pilihan adalah amoxixilin dan eritromixin. Lakukan
pengambilan sputum untuk kultur dan test kepekaan kuman, kemudian diberi antibiotika yang
lebih tepat bila perlu.
b.

Pneumonia
Merupakan infeksi atau inflamasi saluran pernafasan bawah yang melibatkan alveolus

dan brokhiolus. Sedangkan asma dan pneumonia merupakan 10% penyebab perawatan
antepartum non obstetric di rumah sakit, dan merupakan penyebab kematian non obstetric
terbesar setelah penyakit jantung. Pnemonia dalam kehamilan dapat disebabkan oleh bakteri,
virus, jamur, parasit, atau aspirasi kimiawi. Kehamilan bukan merupakan factor predisposisi
terjadinya pneumonia.
Pneumonia Bakterial
Bakteri penyebab infeksi tersering ialah streptokokus pneumonia yang juga merupakan
bagian dari flora normal. Namun bila terdapat penurunan fagositik mukosa, kolonisasi bakteri
dapat terjadi. Infeksi bakteri dapat juga merupakan infeksi sekunder setelah infeksi
virus.Predisposisi asma, alcohol , merokok, infeksi HIV.
Diagnosis
Gejala klinik batuk 90%, dispnea 65%, sputum 65%, dan nyeri dada pleuritik 50%.
Dapat timbul gejala ringan infeksi saluran nafas atas, malaise, dan leukositosis. Ibu hamil
yang dicurigai pneumonia harus melakukan foto rontgen thorax untuk diagnosis, meskipun
hal ini tidak memprediksi etologinya. Pemeriksaan serologic , kultur sputum, cold agglutinin
antigen tidak rutin dilakukan.
Penanganan
Perawatan di rumah sakit diperlukan pada semua kasus kehamilan dengan pneumonia,
kecuali bila perawatan dirumah dan pemantauan dapat dilakukan secara optimal. Antibiotika
erittromisin intravena atau peroral efektif untuk pneumonia tanpa komplikasi akibat

pneumokokus, mikoplasma, klamidia. Bila terdapat komplikasi, atau curiga infeksi


stapilokokus, hemofilus dapat diberikan eritromisin tambah cefotaxime/seftriakxon.
Moniterapi dengan golongan fluoro kuinolon juga direkomendasikan bila terdapat resistensi
terhadap penisilin dan eritromisin. Perbaikan klinik biasanya terlihat dalam 48 72 jam.
Prognosis bergantung pada perbaikan klinik, dianjurkan pemantauan dengan foto thorax bila
demam menetap.
Pencegahan
Vaksinasi terhadap pneumonia memberikan proteksi 60-70% terhadap 23 serotipo,dan
menurunkan restensi obat terhadap pneomunia. Vaksinasi dapat di berikan pada ibu hamil
yang sehat,juga direkomendasikan pada gangguan imunologi,infeksi HIV,diabetes,penyakit
jantung,paru,ginjal,dan asplenia (sickle cell disease).
Pneumonia influenza
Disebabkan infeksi RNA virus influenza A dan B.virus influenza A menyebarkan lewat
droplet dan menyebabkan komplikasi pneumonia pada 10 % ibu hamil dengan influenza.virus
H5N1 (avian influenza)merupakan epidemic yang menyebar lewat unggas yang
terinfeksi.infeksi ini mempunyai prognosis yang lebih buruk.pneumonitis influenza primer
memberikan gejala yang berat,produksi sputum banyak,dan gambaran foto toraks infiltrate
interstisial
Penanganan
a.

Terapi suportif dengan antpiretik dan istirahat pada influenza tanpa komplikasi.

b.

Amantadine atai rimantadine 200 mg perhari sebagai profilaksis pada ibu yang rentan

dan pengobatan dapat mencegah 50 90 % infeksi klinik, dan bila diberikan pada 48 jam
setelah timbul gejala dapat mengurangi tingakat keparahan efek teratogenik pada manusia
belum diketahui. Tidak direkomendasikan sebagai profilaksis pada ibu hamil yang sehat.
Pencegahan
Vaksinasi influenza direkomendasikan pada semua ibu hamil pada musim influenza,
tanpa memandang usia kehamilan. Tidak ada efek teratogenik vaksin influenza inaktif.
3. Asma dalam Kehamilan
Patofisiologis
Asma adalah penyakit inflamasi kronis saluran pernafasan dengan komponen herediter
mayor, terkait pada kromosom dan reseptor IgE dengan afinitas tinggi, sitokin, reseptor T-sel
antigen. Keadaan ini juga dihubungkan dengan mutasi gen ADAM-33 pada rantai pendek

kromosom 20 pada individu yang terpapar rokok, influenza (stimulasi alergi akibat
lingkungan).
Peningkatan respon inflamasi menyebabkan obstruksi reversible akibat kontraksi otot
polos, hipersekresimokus , edema mukosa pada saluran pernafasan.
Gejala klinik
Penilaian secara subjektif tidak dapat secara akurat menentukan derajat asma.Gejala
klinik bervariasi dari whezzing ringan sampai bronkokontriksi berat.Pada keadaan
ringan,hipoksia dapat dikompensasi hiperventilasi,ditandai dengan PO2 normal,penurunan
PCO2,dan alkalosis aspirasi.Namun,bila bertambah berat akan terjadi kekelahan yang
menyebabkan resistensi CO2 akibat hiperventilasi,ditandai dengan PCO2 yang kembali
normal.Bila
dalam,adanya

terjadi

gagal

takikardi,pulsus

nafas,ditandai

asidosis,hiperkapnea,adanya

paradoksus,ekspirasi

memanjang,penggunaan

pernafasan
aksesoris

pernafasan,sianosis sentral,sampai gangguan kesadaran.


Pengaruh Kehamilan Terhadap Asma
Studi perspektif terhadap ibu hamil dengan asma tidak didapatkan perbedaan kelompok
yang mengalami perbaikan,menetap atau memburuk.Namun,ada hubungan antara keadaan
asma sebelum hamil dan morbiditasnya pada kehamilan.Pada asma ringan 13% mengalami
serangan pada kehamilan,pada asma moderat 26%,dan asma berat 50%,sebanyak 20% dari
ibu dengan asma ringan dan moderat mengalami serangan intra partum,serta peningkatan
resiko serangan 18 kali lipat setelah persalinan dengan SC jika dibandingkan dengan
persalinan pervaginam.
Terdapat komplikasi preeklamsia 11%,IUGR 12%,dan prematuritas 12% pada
kehamilan dengan asma.Komplikasi ini bergantung pada derajat penyakit asma.Status
asmatikus dapat menyebabkan gagal nafas, pneumotoraks,

pneumomediastinum, kor

pulmonale akut, dan aritmia jantung.Mortalitas meningkat pada penggunaan ventilasi


mekanik.
Pada asma berat hipoksia janin dapat terjadi sebelum hipoksia pada ibu terjadi.Gawat
janin terjadi akibat penurunan sirkulasi uteroplasenter dan venus return maternal.Peningkatan
Ph (alkali) menyebabkan pergeseran ke kiri kurva disosiasi oksihemoglobin.Hipoksia
maternal,menyebabkan penurunan aliran darah pada tali pusat,peningkatan resistensi vascular
pulmonary dan sistemik,dan penurunan cardiac output.
Obat obatan anti asma yang biasa digunakan tidak memiliki efek samping
teratogenik.Resiko pada anak untuk terkena asma bervariasi antara 6 30%, bergantung pada
factor herediter dari ibu dan ayah atopic atau penderita asma.

Penanganan Asma Kronis


Menurut National Asthma Education dan Prevention Program Expert Panel
,penanganan yang efektif asma kronis pada kehamilan harus mencakup hal-hal berikut:
-

Penilaian objektif fungsi paru dan kesejahteraan janin

Menghindari/menghilangkan factor presipitasi lingkungan

Terapi farmakologik

Edukasi pasien
Setiap pasien memiliki nilai baseline masing-masing sehingga terapi dapat

disesuaikan.Kromolin disodium atau ipratropium inhalasi menghambat degranulasi sel


mast.Jadi,hanya efektif sebagai pencegahan pada asma kronis.
Penanganan Asma Akut
Penanganan asma akut pada kehamilan sama dengan nonhamil,tetapi hospitaly
threshold lebih rendah.Dilakukan penanganan aktif dengan hidrasi intravena,pemberian
masker oksigen,supaya PO2 > 60 mmHg dan saturasi O2 95%.
Asma berat yang tidak berespons terhadap terapi dalam 30 60 menit dimasukkan
dalam kategori status asmatikus.Penanganan aktif,di ICU dan intubasi dini,serta penggunaan
ventilasi mekanik pada keadaan kelelahan,retensi CO2,dan hiposemia akan memperbaiki
morbiditas dan mortalitas.

4.

Tuberculosis

Definisi
Penyakit Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh
kuman TB (Mycobacterium Tuberculosis), sebagian besar kuman TB menyerang Paru, tetapi
dapat juga mengenai organ tubuh lainnya. Kuman tuberkulosis berbentuk batang, mempunyai
sifat khusus yaitu tahan terhadap asam pada pewarnaan. Oleh karena itu disebut sebagai Basil
Tahan Asam (BTA), kuman TB cepat mati dengan sinar matahari langsung, tetapi dapat
bertahan hidup beberapa jam ditempat yang gelap dan lembab. Dalam jaringan tubuh kuman
ini dapat Dormant, tertidur lama selama beberapa tahun.

Imunitas manusia menunjukkan imunitas alamiah terhadap tuberkulosis, dengan


variasi individu yang besar. Usia merupakan faktor penentu penting bagi imunitas alamiah
terhadap

tuberkulosis.

Imunitas

spesifik

antigen

tergantung

pada

Limposit

T.

Penyebab tuberkulosis adalah Mycobacterium tuberkulosis, sejenis kuman berbentuk batang


dengan panjang 1-4/um dan tebal 0,3-0,6/um. Sebagian besar kuman ini terdiri dari asam
lemak(Lipid). Lipid inilah yang membuat kuman lebih tahan terhadap asam dan terhadap
gangguan kimia dan fisik. Kuman dapat tahan hidup padaa udara kering maupun dalam
keadaan dingin(dapat bertahun-tahun dalam lemari es) Hal ini terjadi karena kuman yang ada
pada sifat yang dormant, yang kemudian dapat bangkit kembali dan menjadi tuberkulosis
aktif kembali. Sifat lain kuman ini adalah aerob. Sifat ini menunjukkan bahwa kuman lebih
menyenangi jaringan yang kandungan oksigennya tinggi. Cara penularan melalui udara
pernafasan dengan menghirup partikel kecil yang mengandung bakteri tuberkulosis, minum
susu sapi yang sakit tuberkulosis. Masa tunas berkisar antara 4-12 minggu. Masa penularan
terus berlangsung selama sputum BTA penderita positif.
KLASIFIKASI TUBERKULOSIS
Di Indonesia, Klasifikasi yang banyak dipakai adalah :
1) Tuberkulosis paru
2) Bekas tuberkulosis paru
3) Tuberkulosis paru tersangka yang dibagi menjadi :
a. Tuberkulosis paru tersangka yang diobati, sputum BTA negatif tapi tanda klinis
positif.
b. Tuberkulosis paru tersangka yang tidak diobati, sputum BTA negatif dan tanda-tanda
klinis juga meragukan.

Penularan Tuberkulosis
Sumber penularana penyakit tuberculosis adalah penderita TB BTA positif. Pada
waktu batuk atau bersin, penderita menyebarkan kuman keudara dalam bentuk Droplet
(percikan Dahak). Droplet yang mengandung kuman dapat bertahan diudara pada suhu kamar
selama beberapa jam. Orang dapat terinfeksi bila droplet tersebut terhirup kedalam saluran
pernapasan. Selama kuman TB masuk kedalam tubuh manusia melalui pernapasan, kuman
TB tersebut dapat menyebar dari paru kebagian tubuh lainnya, melalui sistem peredaran
darah, sistem saluran linfe,saluran napas, atau penyebaran langsung kebagian-nagian tubuh

lainnya. Daya penularan dari seorang penderita ditentukan oleh banyaknya kuman yang
dikeluarkan dari parunya. Makin tinggi derajat positif hasil pemeriksaan dahak, makin
menular penderita tersebut. Bila hasil pemeriksaan dahak negatif (tidak terlihat kuman), maka
penderita tersebut dianggap tidak menular. Kemungkinan seseorang terinfeksi TB ditentukan
oleh

konsentrasi

droplet

dalam

udara

dan

lamanya

menghirup

udara

tersebut.

Resiko penularan setiap tahun (Annual Risk of Tuberculosis Infection = ARTI) di


Indonesia dianggap cukup tinggi dan berfariasi antara 1 - 2 %. Pada daerah dengan ARTI
sebesar 1 %, berarti setiap tahun diantara 1000 penduduk, 10 (sepuluh) orang akan terinfeksi.
Sebagian besar dari orang yang terinfeksi tidak akan menjadi penderita TB, hanya 10 % dari
yang terinfeksi yang akan menjadi penderita TB. Dari keterangan tersebut diatas, dapat
diperkirakan bahwa daerah dengan ARTI 1 %, maka diantara 100.000 penduduk rata-rata
terjadi 100 (seratus) penderita tuberkulosis setiap tahun, dimana 50 % penderita adalah BTA
positif. Faktor yang mempengaruhi kemungkinan seseorang menjadi penderita TB adalah
daya tahan tubuh yang rendah; diantaranya karena gizi buruk atau HIV/AIDS.
Infeksi primer terjadi saat seseorang terpapar pertama kali dengan kuman TB. Droplet
yang terhirup sangat kecil ukurannya, sehingga dapat melewati sistem pertahanan mukosillier
bronkus, dan terus berjalan sehinga sampai di alveolus dan menetap disana. Infeksi dimulai
saat kuman TB berhasil berkembang biak dengan cara pembelahan diri di paru, yang
mengakibatkan peradangan di dalam paru, saluran linfe akan membawa kuman TB ke
kelenjar linfe disekitar hilus paru, dan ini disebut sebagai kompleks primer. Waktu antara
terjadinya infeksi sampai pembentukan kompleks primer selama 4 - 6 minggu. Adanya
infeksi dapat dibuktikan dengan terjadinya perubahan reaksi tuberkulin dari negatif menjadi
positif.
Kelanjutan setelah infeksi primer tergantung kuman yang masuk dan besarnya respon
daya tahan tubuh (imunitas seluler). Pada umumnya reaksi daya tahan tubuh tersebut dapat
menghentikan perkembangan kuman TB. Meskipun demikian, ada beberapa kuman akan
menetap sebagai kuman persister atau dormant (tidur). Kadang-kadang daya tahan tubuh
tidak mampu mengehentikan perkembangan kuman, akibatnya dalam beberapa bulan, yang
bersangkutan akan menjadi penderita Tuberkulosis. Masa inkubasi, yaitu waktu yang
diperlukan mulai terinfeksi sampai menjadi sakit, diperkirakan sekitar 6 bulan.
Tuberkulosis pasca primer biasanya terjadi setelah beberapa bulan atau tahun sesudah
infeksi primer, misalnya karena daya tahan tubuh menurun akibat terinfeksi HIV atau status
gizi yang buruk. Ciri khas dari tuberkulosis pasca primer adalah kerusakan paru yang luas

dengan terjadinya kavitas atau efusi pleura. Komplikasi Pada Penderita Tuberkulosis antara
lain hemoptisis berat (perdarahan dari saluran napas bawah) yang dapat mengakibatkan
kematian karena syok hipovolemik atau tersumbatnya jalan napas, kolaps dari lobus akibat
retraksi bronchial, bronkiectasis dan fibrosis pada paru, pneumotoraks spontan: kolaps
spontan karena kerusakan jaringan paru, penyebaran infeksi ke organ lain seperti otak, tulang,
persendian, ginjal dan sebagainya, insufisiensi Kardio Pulmoner (Cardio Pulmonary
Insufficiency). Penderita yang mengalami komplikasi berat perlu dirawat inap di rumah sakit.
Penderita TB paru dengan kerusakan jaringan luas yang telah sembuh (BTA negatif) masih
bisa mengalami batuk darah. Keadaan ini seringkali dikelirukan dengan kasus kambuh. Pada
kasus seperti ini, pengobatan dengan OAT tidak diperlukan, tapi cukup diberikan pengobatan
simptomatis. Bila perdarahan berat, penderita harus dirujuk ke unit spesialistik.
Tanpa pengobatan, setelah lima tahun, 50 % dari penderita TB akan meninggal, 25 %
akan sembuh sendiri dengan daya tahan tubuh tinggi, dan 25 % sebagai menjadi kronik yang
tetap menular (WHO 1996). Infeksi HIV mengakibatkan kerusakan luas sistem daya tahan
tubuh seluler (Cellular Immunity), sehingga jika terjadi infeksi oportunistik, seperti
tuberkulosis, maka yang bersangkutan akan menjadi sakit parah bahkan mengakibatkan
kematian. Bila jumlah orang terinfeksi HIV meningkat, maka jumlah penderita TB akan
meningkat, dengan demikian penularan TB di masyarakat akan meningkat pula.
Gejala umum tuberculosis antara lain batuk terus menerus dan berdahak selama 3
(tiga) minggu atau lebih.Gejala lain yang sering dijumpai antara lain dahak bercampur darah,
batuk darah, sesak napas dan rasa nyeri dada, badan lemah, nafsu makan menurun, berat
badan turun, rasa kurang enak badan (malaise), berkeringat malam walaupun tanpa kegiatan,
dan demam meriang lebih dari sebulan.

Tuberkulosis pada kehamilan


Perjalanan Penyakit Tuberkulosis Pada Kehamilan
1. Pengaruh kehamilan pada tuberkulosis
2. Pengaruh tuberkulosis pada kehamilan
3. Pengaruh tuberkulosis pada persalinan.
4. Pengaruh tuberkulosis pada bayi
Pengaruh kehamilan pada tuberkulosis paru

Tidak selalu mudah untuk mengenali ibu hamil dengan tuberkulosis paru, apalagi
penderita tidak menunjukkan gejala-gejala yang khas seperti badan kurus, batuk menahun
atau hemaptoe. Tuberkulosis aktif tidak membaik atau memburuk dengan adanya kehamilan.
Tetapi kehamilan bisa meningkatkan risiko tuberkulosis inaktif terutama pada post partum.
Reaktifasi tuberkulosis paru yang inaktif juga tidak mengalami peningkatan selama
kehamilan. Angka reaktifasi tuberkulosis paru-paru kira-kira 5-10% tidak ada perbedaan
antara mereka yang hamil maupun tidak hamil.
Efek tuberculosis terhadap kehamilan
Kehamilan dan tuberculosis merupakan dua stressor yang berbeda pada ibu hamil.
Stressor tersebut secara simultan mempengaruhi keadaan fisik mental ibu hamil.
Efek TB pada kehamilan tergantung pada beberapa factor antara lain tipe, letak dan
keparahan penyakit, usia kehamilan saat menerima pengobatan antituberkulosis, status nutrisi
ibu hamil, ada tidaknya penyakit penyerta, status imunitas, dan kemudahan mendapatkan
fasilitas diagnosa dan pengobatan TB.
Status nutrisi yang jelek, hipoproteinemia, anemia dan keadaan medis maternal
merupakan dapat meningkatkan morbiditas dan mortalitas maternal.
Usia kehamilan saat wanita hamil mendapatkan pengobatan antituberkulosa
merupakan factor yang penting dalam menentukan kesehatan maternal dalam kehamilan
dengan TB.
Kehamilan dapat berefek terhadap tuberculosis dimana peningkatan diafragma akibat
kehamilan akan menyebabkan kavitas paru bagian bawah mengalami kolaps yang disebut
pneumo-peritoneum. Pada awal abad 20, induksi aborsi direkomondasikan pada wanita hamil
dengan TB.
Selain paru-paru, kuman TB juga dapat menyerang organ tubuh lain seperti usus,
selaput otak, tulang, dan sendi, serta kulit. Jika kuman menyebar hingga organ reproduksi,
kemungkinan akan memengaruhi tingkat kesuburan (fertilitas) seseorang. Bahkan, TB pada
samping kiri dan kanan rahim bisa menimbulkan kemandulan. Hal ini tentu menjadi
kekhawatiran pada pengidap TB atau yang pernah mengidap TB, khususnya wanita usia
reproduksi. Jika kuman sudah menyerang organ reproduksi wanita biasanya wanita tersebut
mengalami kesulitan untuk hamil karena uterus tidak siap menerima hasil konsepsi.
Harold Oster MD,2007 dalam mengatakan bahwa TB paru (baik laten maupun aktif)
tidak akan memengaruhi fertilitas seorang wanita di kemudian hari. Namun, jika kuman

menginfeksi endometrium dapat menyebabkan gangguan kesuburan. Tapi tidak berarti


kesempatan untuk memiliki anak menjadi tertutup sama sekali, kemungkinan untuk hamil
masih tetap ada. Idealnya, sebelum memutuskan untuk hamil, wanita pengidap TB mengobati
TB-nya terlebih dulu sampai tuntas. Namun, jika sudah telanjur hamil maka tetap lanjutkan
kehamilan dan tidak perlu melakukan aborsi.
Efek tuberculosis terhadap janin
Menurut Oster,2007 dalam jika kuman TB hanya menyerang paru, maka akan ada
sedikit risiko terhadap janin.Untuk meminimalisasi risiko,biasanya diberikan obat-obatan TB
yang aman bagi kehamilan seperti Rifampisin, INH dan Etambutol. Kasusnya akan berbeda
jika TB juga menginvasi organ lain di luar paru dan jaringan limfa, dimana wanita tersebut
memerlukan perawatan di rumah sakit sebelum melahirkan. Sebab kemungkinan bayinya
akan mengalami masalah setelah lahir. Penelitian yang dilakukan oleh Narayan Jana,
KalaVasistha, Subhas C Saha, Kushagradhi Ghosh, 1999 dalam tentang efek TB
ekstrapulmoner tuberkuosis, didapatkan hasil bahwa tuberkulosis pada limpha tidak berefek
terhadap kahamilan, persalinan dan hasil konsepsi. Namun juka dibandingkan dengan
kelompok wanita sehat yang tidak mengalami tuberculosis selama hamil mempunyai resiko
hospitalisasi lebih tinggi (21% : 2%), bayi dengan APGAR skore rendah segera setelah lahir
(19% : 3%), berat badan lahir rendah <2500.
Selain itu, risiko juga meningkat pada janin, seperti abortus, terhambatnya
pertumbuhan janin, kelahiran prematur dan terjadinya penularan TB dari ibu ke janin melalui
aspirasi cairan amnion (disebut TB congenital). Gejala TB congenital biasanya sudah bisa
diamati pada minggu ke 2-3 kehidupan bayi,seperti prematur, gangguan napas, demam, berat
badan rendah, hati dan limpa membesar. Penularan kongenital sampai saat ini masih belum
jelas,apakah bayi tertular saat masih di perut atau setelah lahir. Prognosis bagi wanita hamil
dengan penyakit tuberculosis yang aktif telah mengalami perbaikan yang luar biasa selama
waktu 30 tahun terakhir ini. Beberapa preparat tuberculosis urutan pertama tidak terlihat
memberikan efek yang merugikan bagi janin. Penyakit tuberculosis yang aktif selalu dapat
diobati paling tidak dengan dua .macam preparat tuberculosis. Dalam suatu tinjauan
(Snider,dkk 1980) tidak menemukan frekuensi cacat lahir pada anak-anak yang ibunya
mendapatkan pengobatan isoniazid, ethambutol maupun rifampisin selama kehamilannya.
Kelainan auditorius dan vestibuler yang ringan pernah ditemukan pada terapi dengan
streptomisin. Kalau isoniazid digunakan selama kehamilan, piridoksin harus pula diberikan
sebagai suplemen untuk mengurangi kemungkinan neurotoksisitas yang potensial pada janin.

Bayi dari wanita yang menderita tuberculosis, mempunyai berat badan lahir rendah, 2 x lipat
meningkatkan persalinan premature, kecil masa kehamilan, dan meningkatkan kematian
perinatal 6 kali lipat. Pengaruh utama tuberculosis terhadap kehamilan adalah mencegah
terjadinya konsepsi sehingga banyak penderita tuberculosis yang mengalami infertilitas.
Jika seorang wanita positif tuberculosis, riwayat penyakit harus dianamnesis dengan cermat
dan pemeriksaan fisik yang lengkap harus dilakukan dengan melakukan foto thorks dan
bagian abdomen dilindungi ketika pemeriksaan kardiologi itu dilakukan. Jika hasilnya
negative, pengobatan tidak diberikan sampai sesudah persalinan bayi, yaitu dengan
pemberian isoniazid selama satu tahun sebagai tindakan profilaksis. Bayi yang lahir dari ibu
dengan tuberculosis cukup rentan terhadap penyakit tersebut. Karena itu bayi harus diisolasi
segera dari ibunya yang dicurigai tuberculosis aktif. Karena adanya risiko untuk terjadinya
penyakit tuberculosis yang aktif pada bayi, maka terapi profilaksis dengan isoniazid ataukah
tindakan vaksinasi BCG, keduanya mempeunyai manfaat yang cukup besar.
Bakteriemia selama kehamilan dapat menyebabkan infeksi plasenta, sehingga
janinpun dapat terinfeksi, kalaupun ada, kejadian ini jarang tetapi fatal. Pada setengah kasus
infeksi didapatkan penyebaran hematogen pada hati atau paru melalui vena umbilikalis,
setengah kasus lagi infeksi pada bayi disebabkan aspirasi secret vagina yang terinfeksi selama
proses persalinan. Infeksi neonatal tidak mungkin terjadi jika ibunya yang menderita
tuberculosis aktif telah berobat minimal 2 minggu sebelum bersalin atau kultur BTA mereka
negative.
Tes Diagnosis TB pada Kehamilan
Bakteri TB berbentuk batang dan mempunyai sifat khusus yaitu tahan terhadap asam.
Karena itu disebut basil tahan asam (BTA). Kuman TB cepat mati terpapar sinar matahari
langsung,tetapi dapat bertahan hidup beberapa jam di tempat gelap dan lembap. Dalam
jaringan tubuh, kuman ini dapat melakukan dormant (tertidur lama selama beberapa tahun).
Penyakit TB biasanya menular pada anggota keluarga penderita maupun orang di lingkungan
sekitarnya melalui batuk atau dahak yang dikeluarkan si penderita. Hal yang penting adalah
bagaimana menjaga kondisi tubuh agar tetap sehat. Seseorang yang terpapar kuman TB
belum tentu akan menjadi sakit jika memiliki daya tahan tubuh kuat karena sistem imunitas
tubuh akan mampu melawan kuman yang masuk. Diagnosis TB bisa dilakukan dengan
beberapa cara, seperti pemeriksaan BTA dan rontgen (foto torak). Diagnosis dengan BTA
mudah dilakukan,murah dan cukup reliable.

Kelemahan pemeriksaan BTA adalah hasil pemeriksaan baru positif bila terdapat
kuman 5000/cc dahak. Jadi, pasien TB yang punya kuman 4000/cc dahak misalnya, tidak
akan terdeteksi dengan pemeriksaan BTA (hasil negatif). Adapun rontgen memang dapat
mendeteksi pasien dengan BTA negatif, tapi kelemahannya sangat tergantung dari keahlian
dan pengalaman petugas yang membaca foto rontgen. Di beberapa negara digunakan tes
untuk mengetahui ada tidaknya infeksi TB, melalui interferon gamma yang konon lebih baik
dari tuberkulin tes.
Diagnosis dengan interferon gamma bisa mengukur secara lebih jelas bagaimana
beratnya infeksi dan berapa besar kemungkinan jatuh sakit. Diagnosis TB pada wanita hamil
dilakukan melalui pemeriksaan fisik (sesuai luas lesi), pemeriksaan laboratorium (apakah
ditemukan BTA?), serta uji tuberkulin. Uji tuberkulin hanya berguna untuk menentukan
adanya infeksi TB, sedangkan penentuan sakit TB perlu ditinjau dari klinisnya dan ditunjang
foto torak. Pasien dengan hasil uji tuberkulin positif belum tentu menderita TB. Adapun jika
hasil uji tuberkulin negatif, maka ada tiga kemungkinan, yaitu tidak ada infeksi TB, pasien
sedang mengalami masa inkubasi infeksi TB, atau terjadi anergi.
Kehamilan tidak akan menurunkan respons uji tuberkulin. Untuk mengetahui
gambaran TB pada trimester pertama, foto toraks dengan pelindung di perut bisa dilakukan,
terutama jika hasil BTA-nya negatif.
Penatalaksanaan medis pada Kehamilan dengan TB
Regimen yang sama direkomondasikan pada wanita hamil dengan TB maupun wanita
non hamil dengan TB kecuali streptomycin. penggunaanPyrazinamide dalam kehamilan.
Pengobatan medis
Pengobatan tuberculosis aktif pada kehamilan hanya berbeda sedikit dengan penderita
yang tidak hamil. Ada 11 obat tuberkulosis yang terdapat di Amerika Serikat, 4 diantaranya
dipertimbangkan sebagai obat primer karena kefektifannya dan toleransinya pada penderita,
obat tersebut adalah isoniazid, rifampisin, ethambutol dan streptomycin. Obat sekunder
adalah obat yang digunakan dalam kasus resisten obat atau intoleransi terhadap obat, yang
termasuk adalah paminasalisilic acid, pyrazinamide, cycloserine, ethionamide, kanamycin,
voimycin dan capreomycin.
Pengobatan selama setahun dengan isoniazid diberikan kepada mereka yang tes
tuberkulin positif, gambaran radiologi atau gejala tidak menunjukkan gejala aktif. Pengobatan
ini mungkin dapat ditunda dan diberikan pada postpartum. Walaupun beberapa penelitian
tidak menunjukkan efek teratogenik dari isoniazid pada wanita postpartum. Beberapa

rekomendasi menunda pengobatan ini sampai 3-6 bulan post partum. Sayangnya,
penyembuhannya

akan

membawa

waktu

yang

sangat

lama.

Isoniazid termasuk kategori obat C dan ini perlu dipertimbangkan keamanannya selama
kehamilan. Alternatif lain dengan menunda pengobatan sampai 12 minggu pada penderita
asimtomatik. Karena banyak terjadi resistensi pada pemakaian obat tunggal, maka sekarang
direkomendasikan cara pengobatan dengan menggunakan kombinasi 4 obat pada penderita
yang tidak hamil dengan gejala tuberkulosis. Ini termasuk isoniazid, rifampisin, pirazinamide
atau streptomycin diberikan sampai tes resistensi dilakukan. Beberapa obat tuberkulosis
utama tidak tampak pengaruh buruknya terhadap beberapa janin. Kecuali streptomycin yang
dapat menyebebkan ketulian kongenital, maka sama sekali tidak boleh dipakai selama
kehamilan.
The center for disease control(1993) merekomendasikan resep pengobatan oral untuk wanita
hamil sebagai berikut :
1.
Isoniazid 5 mg/kg, dan tidak boleh lebih 300 mg per hari bersama pyridoxine 50 mg per
2.
3.

hari.
Rifampisin 10 mg/kg/hr, tidak lebih 600 mg sehari.
Ethambutol 5-25 mg/kg/hari, dan tidak lebih dari 2,5 gram sehari(biasanya 25
mg/kg/hari

selama

minggu

kemudian

diturunkan

15

mg/kg/hr.

Pengobatan ini diberikan minimal 9 bulan, jika resisten terhadap obat ini dapat
dipertimbangkan pengobatan dengan pyrazinamide. Selain itu pyrazinamide 50 mg/hari
harus diberikan untuk mencegah neuritis perifer yang disebabkan oleh isoniazid. Pada
tuberkulosis aktif dapat diberikan pengobatan dengan kombinasi 2 obat biasanya
digunakan isoniazid 5 mg/kg/hari (tidak lebih 300 mg/hari) dan ethambutol 15
mg/kg/hari. Pengobatan dilanjutkan sekurang-kurangnya 17 bulan untuk mencegah
relaps. Pengobatan ini tidak dianjurkan jika diketahui penderita telah resisten terhadap
isoniazid. Jika dibutuhkan pengobatan dengan 3 obat atau lebih, dapat ditambah dengan
rifampisin tetapi stretomycin sebaiknya tidak digunakan. Terapi dengan isoniazid
mempunyai banyak keuntungan (manjur, murah, dapat diterima penderita) dan
merupakan pengobatan yang aman selama kehamilan.
Efek Samping dari tiap-tiap obat tersebut ialah:
1.
Isoniazid :
Hepatotoksik maka tes fungsi hati seharusnya dilakukan dan diulang secara periodik.
Reaksi hipersensitif
Neurotoksik yang sering adalah neuropati perifer yang dapat dicegah dengan pemberian
vitamin B6, selain itu kadang dapat terjadi kejang, neuritis optik dan ataksia, stupor,

enselopati toksik yang paling jarang terjadi.


Gannguan saluran pencernaan
2.
Rifampisin : Sindrom flu, hepatotoksik
3.
Pyrazinamide : Hepatotoksik, hiperuresemia
4.
Streptomicin : Nefrotoksik, gangguan N.VIII kranial
5.
Ethambutol : Neuritis optika, nefrotoksik, skin rash/dermatitis
6.
Etionamid : Hepatotoksik, gangguan saluran cerna, teratogenik
7.
P.A.S : Hepatotoksis dan gangguan saluran cerna.
Evaluasi pengobatan :
1.
Klinis : Biasanya penderita dikontrol setiap minggu selama 2 minggu, selanjutnya
setiap 2 minggu selama sebulan sampai akhir pnegobatan. Secara klinis hendaknya
terdapat perbaikan dari keluhan-keluhan penderita seperti : batuk-batuk berkurang,
2.

batuk darah hilang, nafsu makan bertambah.


Bakteriologis : Biasanya estela 2-3 minggu pengobatan, sputum BTA mulai jadi negatif.
Pemeriksaan control sputum BTA dilakukan sekali sebulan. Bila sudah negatif, sputum
BTA tetap diperiksa sedikitnya sampai 3x berturut-turut bebas kuman. Sewaktu-waktu
mungkin terjadi silent bacterial shedding, dimana sputum BTA positif dan tanpa
keluhan yang relevan pada kasus-kasus yang memperoleh kesembuhan. Bila ini terjadi,
yakni BTA positif pada 3 kali pemeriksaan biakan (3 bulan), berarti penderita mulai
kambuh lagi tuberkulosisnya. Bila bakteriologis ada perbaikan, tetapi klinis dan
radiologis, harus dicurigai adanya penyakit lain disamping tuberkulosis paru. Bila
klinis, bakteriologis dan radiologis tetap tidak ada perbaikan padahal penderita sudah
diobati dengan dosis adekuat serta teratur, perlu dipikirkan adanya gangguan
imunologis pada penderita tersebut.
ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian
Pengkajian adalah komponen kunci dan pondasi proses keperawatan, pengkajian
terbagi dalam tiga tahap yaitu, pengumpulan data, analisa data dan diagnosa keperawatan.
1)

Pengumpulan data
Dalam pengumpulan data ada urutan-urutan kegiatan yang dilakukan yaitu :
a.

Identitas klien
Nama, umur, jenis kelamin, tempat tinggal (alamat), pekerjaan, pendidikan dan status

ekonomi menengah kebawah dan satitasi kesehatan yang kurang ditunjang dengan padatnya
penduduk dan pernah punya riwayat kontak dengan penderita penyakit paru yang lain
b.

Riwayat penyakit sekarang

Meliputi keluhan atau gangguan yang sehubungan dengan penyakit yang di rasakan
saat ini. Dengan adanya sesak napas, batuk, nyeri dada, keringat malam, nafsu makan
menurun dan suhu badan meningkat mendorong penderita untuk mencari pengobatan.
c.

Riwayat penyakit dahulu


Keadaan atau penyakit-penyakit yang pernah diderita oleh penderita yang mungkin

sehubungan dengan penyakitparu antara lain ISPA efusi pleura serta tuberkulosis paru yang
kembali aktif.
Riwayat penyakit keluarga
Mencari diantara anggota keluarga pada tuberkulosis paru yang menderita penyakit
tersebut sehingga sehingga diteruskan penularannya.
Riwayat psikososial
Pada penderita yang status ekonominya menengah ke bawah dan sanitasi kesehatan yang
kurang ditunjang dengan padatnya penduduk dan pernah punya riwayat kontak dengan
penderita penyakit paru yang lain.
Pola fungsi kesehatan
1)

Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat


Pada klien dengan gangguan paru biasanya tinggal didaerah yang berdesak-desakan,

kurang cahaya matahari, kurang ventilasi udara dan tinggal dirumah yang sumpek
2)

Pola nutrisi dan metabolik


Pada klien dengan penyakit paru biasanya mengeluh anoreksia, nafsu makan menurun

3)

Pola eliminasi
Klien penyakit paru tidak mengalami perubahan atau kesulitan dalam miksi maupun

defekasi
4)

Pola aktivitas dan latihan


Dengan adanya batuk, sesak napas dan nyeri dada akan menganggu aktivitas

5)

Pola tidur dan istirahat


Dengan adanya sesak napas dan nyeri dada pada penderita penyakit paru

mengakibatkan terganggunya kenyamanan tidur dan istirahat.


6)

Pola hubungan dan peran


Klien dengan penyakit paru akan mengalami perasaan asolasi karena penyakit

menular.

7)

Pola sensori dan kognitif


Daya panca indera (penciuman, perabaan, rasa, penglihatan, dan pendengaran) tidak

ada gangguan.
8)

Pola persepsi dan konsep diri


Karena nyeri dan sesak napas biasanya akan meningkatkan emosi dan rasa kawatir

klien tentang penyakitnya


9)

Pola reproduksi dan seksual


Pada penderita paru pada pola reproduksi dan seksual akan berubah karena kelemahan

dan nyeri dada.


10) Pola penanggulangan stress
Dengan adanya proses pengobatan yang lama maka akan mengakibatkan stress pada
penderita yang bisa mengkibatkan penolakan terhadap pengobatan
11) Pola tata nilai dan kepercayaan
Karena sesak napas, nyeri dada dan batuk menyebabkan terganggunya aktifitas ibadah
klien.
2)

Pemeriksaan fisik
Berdasarkan sistem-sistem tubuh :
a.

Sistem integumen
Pada kulit terjadi sianosis, dingin dan lembab, tugor kulit menurun.

b.

Sistem pernapasan
Pada sistem pernapasan pada saat pemeriksaan fisik dijumpai :

Inspeksi : Adanya tanda-tanda penarikan paru, diafragma, pergerakan napas


yang tertinggal, suara napas melemah

Palpasi : Fremitus suara meningkat

Perkusi: Suara ketok redup.

Auskultasi : Suara napas brokial dengan atau tanpa ronki basah, kasar dan
yang nyaring

c.

Sistem pengindraan

Pada klien TB paru untuk pengindraan tidak ada kelainan.


d.

Sistem kordiovaskuler
Adanya takipnea, takikardia, sianosis, bunyi P2 yang mengeras (Soeparman, 1998).

e.

Sistem gastrointestinal
Adanya nafsu makan menurun, anoreksia, berat badan turun (Soeparman, 1998).

f.

Sistem muskuloskeletal
Adanya keterbatasan aktivitas akibat kelemahan, kurang tidur dan keadaan sehari-hari

yang kurang meyenangkan


g.

Sistem neurologis
Kesadaran penderita yaitu komposmentis dengan GCS : 456

h.

Sistem genetalia
Biasanya klien tidak mengalami kelainan pada genitalia

Diagnosa keperawatan yang mungkin timbul :


1.

Bersihan Jalan Nafas tidak Efektif

2.

Pola Nafas tidak efektif

3.

Gangguan Pertukaran gas

4.

Kurang Pengetahuan

5.

Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh

Intervensi

No Diagnosa

Tujuan dan criteria Hasil

Intervensi

Keperawatan
1

Bersihan Jalan Nafas NOC :


tidak Efektif
Definisi :
Ketidakmampuan

Respiratory status : Ventilation


Respiratory status : Airway

NIC :
Airway suction
Pastikan kebutuhan

untuk membersihkan patency


sekresi atau obstruksi
dari saluran
pernafasan untuk
mempertahankan
kebersihan jalan
nafas.

Aspiration Control
Kriteria Hasil :
Mendemonstrasikan
batuk efektif dan suara
nafas yang bersih, tidak
ada sianosis dan dyspneu
(mampu mengeluarkan
sputum, mampu bernafas
dengan mudah, tidak ada
pursed lips)
Menunjukkan jalan nafas
yang paten (klien tidak
merasa tercekik, irama
nafas, frekuensi
pernafasan dalam rentang
normal, tidak ada suara
nafas abnormal)
Mampu
mengidentifikasikan dan
mencegah factor yang
dapat menghambat jalan
nafas

oral / tracheal
suctioning
Auskultasi suara
nafas sebelum dan
sesudah suctioning.
Informasikan pada
klien dan keluarga
tentang suctioning
Minta klien nafas
dalam sebelum
suction dilakukan.
Berikan O2 dengan
menggunakan nasal
untuk memfasilitasi
suksion nasotrakeal
Gunakan alat yang
steril sitiap
melakukan tindakan
Anjurkan pasien
untuk istirahat dan
napas dalam setelah
kateter dikeluarkan
dari nasotrakeal
Monitor status
oksigen pasien
Ajarkan keluarga
bagaimana cara
melakukan suksion
Airway Management
Buka jalan nafas,
guanakan teknik
chin lift atau jaw
thrust bila perlu
Posisikan pasien
untuk

memaksimalkan
ventilasi
Identifikasi pasien
perlunya
pemasangan alat
jalan nafas buatan

Pola Nafas tidak


efektif
Definisi : Pertukaran
udara inspirasi
dan/atau ekspirasi
tidak adekuat

NOC :

NIC :

Respiratory status : Ventilation

Airway Management

Respiratory status : Airway


patency
Vital sign Status
Kriteria Hasil :

Buka jalan nafas,


guanakan teknik
chin lift atau jaw
thrust bila perlu
Posisikan pasien
untuk

Mendemonstrasikan
batuk efektif dan suara
nafas yang bersih, tidak

memaksimalkan
ventilasi
Identifikasi pasien

ada sianosis dan dyspneu

perlunya

(mampu mengeluarkan

pemasangan alat

sputum, mampu bernafas


dengan mudah, tidak ada
pursed lips)
Menunjukkan jalan nafas
yang paten (klien tidak
merasa tercekik, irama
nafas, frekuensi
pernafasan dalam rentang
normal, tidak ada suara
nafas abnormal)
Tanda Tanda vital dalam
rentang normal (tekanan
darah, nadi, pernafasan)

jalan nafas buatan


Keluarkan sekret
dengan batuk atau
suction
Auskultasi suara
nafas, catat adanya
suara tambahan
Berikan
bronkodilator bila
perlu
Berikan pelembab
udara Kassa basah
NaCl Lembab
Atur intake untuk

cairan
mengoptimalkan
keseimbangn
Monitor respirasi
dan status O2
Terapi Oksigen
Bersihkan mulut,
hidung dan secret
trakea
Pertahankan jalan
nafas yang paten
Atur peralatan
oksigenasi
Monitor aliran
oksigen
Pertahankan posisi
pasien
Onservasi adanya
tanda tanda
hipoventilasi
Monitor adanya
kecemasan pasien
terhadap oksigenasi

Gangguan Pertukaran NOC :


gas

Respiratory Status : Gas

Definisi : Kelebihan exchange


atau kekurangan
dalam oksigenasi dan
atau pengeluaran
karbondioksida di
dalam membran
kapiler alveoli

Respiratory Status : ventilation


Vital Sign Status
Kriteria Hasil :

NIC :
Airway Management
Buka jalan nafas,
guanakan teknik
chin lift atau jaw
thrust bila perlu
Posisikan pasien
untuk

Mendemonstrasikan

memaksimalkan

peningkatan ventilasi dan


oksigenasi yang adekuat
Memelihara kebersihan

ventilasi
Identifikasi pasien
perlunya

paru paru dan bebas dari


tanda tanda distress
pernafasan
Mendemonstrasikan
batuk efektif dan suara
nafas yang bersih, tidak

pemasangan alat
jalan nafas buatan
Keluarkan sekret
dengan batuk atau
suction
Auskultasi suara
nafas, catat adanya

ada sianosis dan dyspneu


(mampu mengeluarkan
sputum, mampu bernafas
dengan mudah, tidak ada

suara tambahan
Barikan pelembab
udara
Atur intake untuk

pursed lips)
Tanda tanda vital dalam
rentang normal

cairan
mengoptimalkan
keseimbangan.
Monitor respirasi
dan status O2

Kurang Pengetahuan NOC :

NIC :

Definisi :

Kowlwdge : disease process

Teaching : disease Process

Tidak adanya atau

Kowledge : health Behavior

kurangnya informasi
kognitif sehubungan
dengan topic spesifik.

Kriteria Hasil :
Pasien dan keluarga
menyatakan pemahaman
tentang penyakit, kondisi,
prognosis dan program
pengobatan
Pasien dan keluarga

Berikan penilaian
tentang tingkat
pengetahuan pasien
tentang proses
penyakit yang
spesifik
Jelaskan
patofisiologi dari
penyakit dan

mampu melaksanakan

bagaimana hal ini

prosedur yang dijelaskan

berhubungan

secara benar
Pasien dan keluarga

dengan anatomi dan


fisiologi, dengan

mampu menjelaskan
kembali apa yang

cara yang tepat.


Gambarkan tanda

dijelaskan perawat/tim

dan gejala yang

kesehatan lainnya

biasa muncul pada


penyakit, dengan
cara yang tepat
Gambarkan proses
penyakit, dengan
cara yang tepat
Identifikasi
kemungkinan
penyebab, dengna
cara yang tepat
Sediakan informasi
pada pasien tentang
kondisi, dengan
cara yang tepat
Diskusikan
perubahan gaya
hidup yang
mungkin diperlukan
untuk mencegah
komplikasi di masa
yang akan datang
dan atau proses
pengontrolan
penyakit

Ketidakseimbangan
nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh
Definisi : Intake
nutrisi tidak cukup
untuk keperluan

NOC :

NIC :

Nutritional Status : food and

Nutrition Management

Fluid Intake
Kriteria Hasil :
Adanya peningkatan berat

Kaji adanya alergi


makanan
Kolaborasi dengan

metabolisme tubuh.

badan sesuai dengan

ahli gizi untuk

tujuan
Berat badan ideal sesuai

menentukan jumlah

dengan tinggi badan


Mampu mengidentifikasi

yang dibutuhkan

kebutuhan nutrisi
Tidak ada tanda tanda
malnutrisi
Tidak terjadi penurunan
berat badan yang berarti

kalori dan nutrisi


pasien.
Anjurkan pasien
untuk meningkatkan
intake Fe
Anjurkan pasien
untuk meningkatkan
protein dan vitamin
C
Berikan substansi
gula
Berikan makanan
yang terpilih
( sudah
dikonsultasikan
dengan ahli gizi)
Monitor jumlah
nutrisi dan
kandungan kalori
Berikan informasi
tentang kebutuhan
nutrisi
Kaji kemampuan
pasien untuk
mendapatkan nutrisi
yang dibutuhkan
Nutrition Monitoring
BB pasien dalam
batas normal
Monitor adanya
penurunan berat

badan
Monitor tipe dan
jumlah aktivitas
yang biasa
dilakukan

BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Kehamilan akan menimbulkan perubahan yang luas terhadap fisiologi pernapasan.
Ada empat faktor penting yang terjadi dalam kehamilan yang erat hubungannya dengan
fungsi pernapasan. Rahim yang membesar karena kehamilan akan mendorong diafragma ke
atas, sehingga rangga dada menjadi sempit, gerakan paru akan terbatas untuk mengambil
oksigen selama pernapasan, dan untuk mengatasi kekurangan 02 ini pernapasan menjadi
cepat (hiperventilasi).
Penularan penyakit paru (TBC) terjadi karena penderita TBC membuang ludah dan
dahaknya sembarangan dengan cara dibatukkan atau dibersinkan keluar. Dalam dahak dan
ludah penderita terdapat basil TBC-nya, sehingga basil ini mengering dalam bentuk spora lalu
diterbangkan angin. Kuman yang terbawa angin dan jatuh ketanah maupun lantai rumah yang
kemudian terhirup oleh manusia melalui paru-paru dan bersarang serta berkembangbiak di
paru-paru. Penyakit ini perlu diperhatikan dalam kehamilan, karena penyakit ini masih

merupakan penyakit rakyat; sehingga sering kita jumpai dalam kehamilan. TBC paru ini
dapat menimbulkan masalah pada wanita itu sendiri, bayinya dan masyarakat sekitarnya.

DAFTAR PUSRTAKA

Amin muhammad, Hood Alsagaff. (1989). Pengantar Ilmu Penyakit Paru. Airlangga
University Press. Surabaya.
Soemantri, I. (2012). Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Gangguan Sistem
Pernapasan. Jakarta : Salemba Medika.
http://putuayuwulaniswari.blogspot.com/2013/04/asuhan-kebidanan-patologi-dengan.html
diakses pada tanggal 07/03/2014
http://lorenatazo.com/2009/12/ibu-hamil-dengan-penyakit-tbc.html diakses pada tanggal
07/03/2014
http://shelnyp.blogspot.com/2013/04/asuhan-keperawatan-tuberkulosis-paru.html diakses
pada tanggal 07/03/2014

Anda mungkin juga menyukai