PENDAHULUAN
Latar Belakang
Seiring dengan meningkatnya penyakit saluran pernafasan di masyarakat, kita akan
mendapati lebih banyak pasien hamil dengan penyakit saluran pernafasan daripada
sebelumnya. Pada kehamilan terjadi perubahan fungsi dan anatomi tubuh termasuk saluran
pernafasan. Juga terjadi perbedaan patofisiologis penyakit pada saluran pernafasan selama
kehamilan. Perawatan pasien dengan penyakit saluran pernafasan sebaiknya dilakukan
bersama dengan dokter spesialis penyakit dalam.
Acuan penanganan penyakit saluran pernafasan, termasuk asma tuberculosis, sering
berubah seiring dengan perkembangan ilmu dan teknologi. Infeksi HIV mengubah
epidemiologi tuberkolusis dengan cepat di seluruh dunia. Juga berbagai hasil penelitian yang
berbeda sering kali membingungkan dalam memeberikan terapi dan melakukan pemerikasaan
ataupun tindakan obstretik yang sebenarnya tidak diperlukan. Untuk mendapatkan hasil yang
optimal perlu dipahami penyakit saluran pernafasan dan pengaruhnya terhadap kehamilan
serta penatalaksaannya.
BAB II
PEMBAHASAN
1.
atas, sehingga rangga dada menjadi sempit, gerakan paru akan terbatas untuk mengambil
oksigen selama pernapasan, dan untuk mengatasi kekurangan 02 ini pernapasan menjadi
cepat (hiperventilasi).
Perubahan hormonal, terutama hormon progesteron yang meningkat selama
kehamilanya membuat otot-otot saluran pernapasan menjadi kendor, dan ini juga akan
mendorong terjadinya hiperventilasi.
Pada kehamilan terjadi perubahan fungsi dan fisiologi paru sebagai adaptasi terhadap
kebutuhan oksigen yang meningkat dan perubahan anatomic.
Perubahan anatomic
1. Tinggi Diagfragma naik sekitar 4 cm
2.
Dimaeter tranversal dada meningkat sekitar 2 cm
3.
Sudut subkosta meningkat 35 o
4.
Perubahan hormonal mempengaruhi saluran pernafasan atas dan mukosa saluran nafas,
menyebabkan hyperemia, odema mukosa, hipersekresi , dan peningkatan sensitivitas mukosa.
Perubahan Fisiologi pernafasan
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
adalah virus rinovirus, influenza, parainfluenza dan laian lain, dan bakteri sperti
streptokokus pneumonia, hemofilus influenza, streptokokus hemolitikus, stafilokokus
aureus, dan lain lain. Gejala yang umum yaitu kongesti nasal, lender, nyeri tenggorokan,
batuk kering atau produktif, sakit kepala, dan demam ringan. Peningkatan vaskulirasi
membrane mukosa mengakibatkan sekresi mucus yang lebih banyak pada kehamilan dan
sering memicu infeksi hidung dan tenggorokan. Tidak ada dampak serius infeksi saluran
pernafasan atas terhadap kehamilan dan terapinya biasanya bersifat simtomatik dengan
antibiotika yang sama dengan perempuan tidak hamil.
2.
Infeksi Saluran Pernafasan Bawah dibagi atas Infeksi Akut (bronchitis, pneumonia) dan
infeksi kronis (tuberculosis)
a.
Bronkitis Akut
Infeksi virus atau bakteri pada percabangan trakheo bronchial tanpa melibatkan alveoli.
Biasanya disebakan oleh virus, tetapi dapat juga disebabkan oleh bakteri seperti streptokokus
dan hemofilus. Diagnosa ditegakkan berdasarkan adanya batuk produktif tanpa disertai
demam, dapat ditemukan gejala pada saluran pernafasan atas.
Penderita harus istirahat baring, minum banyak, dan diberi obat bronkodilator. Bila ada
dugaan infeksi bakteri, terapi pilihan adalah amoxixilin dan eritromixin. Lakukan
pengambilan sputum untuk kultur dan test kepekaan kuman, kemudian diberi antibiotika yang
lebih tepat bila perlu.
b.
Pneumonia
Merupakan infeksi atau inflamasi saluran pernafasan bawah yang melibatkan alveolus
dan brokhiolus. Sedangkan asma dan pneumonia merupakan 10% penyebab perawatan
antepartum non obstetric di rumah sakit, dan merupakan penyebab kematian non obstetric
terbesar setelah penyakit jantung. Pnemonia dalam kehamilan dapat disebabkan oleh bakteri,
virus, jamur, parasit, atau aspirasi kimiawi. Kehamilan bukan merupakan factor predisposisi
terjadinya pneumonia.
Pneumonia Bakterial
Bakteri penyebab infeksi tersering ialah streptokokus pneumonia yang juga merupakan
bagian dari flora normal. Namun bila terdapat penurunan fagositik mukosa, kolonisasi bakteri
dapat terjadi. Infeksi bakteri dapat juga merupakan infeksi sekunder setelah infeksi
virus.Predisposisi asma, alcohol , merokok, infeksi HIV.
Diagnosis
Gejala klinik batuk 90%, dispnea 65%, sputum 65%, dan nyeri dada pleuritik 50%.
Dapat timbul gejala ringan infeksi saluran nafas atas, malaise, dan leukositosis. Ibu hamil
yang dicurigai pneumonia harus melakukan foto rontgen thorax untuk diagnosis, meskipun
hal ini tidak memprediksi etologinya. Pemeriksaan serologic , kultur sputum, cold agglutinin
antigen tidak rutin dilakukan.
Penanganan
Perawatan di rumah sakit diperlukan pada semua kasus kehamilan dengan pneumonia,
kecuali bila perawatan dirumah dan pemantauan dapat dilakukan secara optimal. Antibiotika
erittromisin intravena atau peroral efektif untuk pneumonia tanpa komplikasi akibat
Terapi suportif dengan antpiretik dan istirahat pada influenza tanpa komplikasi.
b.
Amantadine atai rimantadine 200 mg perhari sebagai profilaksis pada ibu yang rentan
dan pengobatan dapat mencegah 50 90 % infeksi klinik, dan bila diberikan pada 48 jam
setelah timbul gejala dapat mengurangi tingakat keparahan efek teratogenik pada manusia
belum diketahui. Tidak direkomendasikan sebagai profilaksis pada ibu hamil yang sehat.
Pencegahan
Vaksinasi influenza direkomendasikan pada semua ibu hamil pada musim influenza,
tanpa memandang usia kehamilan. Tidak ada efek teratogenik vaksin influenza inaktif.
3. Asma dalam Kehamilan
Patofisiologis
Asma adalah penyakit inflamasi kronis saluran pernafasan dengan komponen herediter
mayor, terkait pada kromosom dan reseptor IgE dengan afinitas tinggi, sitokin, reseptor T-sel
antigen. Keadaan ini juga dihubungkan dengan mutasi gen ADAM-33 pada rantai pendek
kromosom 20 pada individu yang terpapar rokok, influenza (stimulasi alergi akibat
lingkungan).
Peningkatan respon inflamasi menyebabkan obstruksi reversible akibat kontraksi otot
polos, hipersekresimokus , edema mukosa pada saluran pernafasan.
Gejala klinik
Penilaian secara subjektif tidak dapat secara akurat menentukan derajat asma.Gejala
klinik bervariasi dari whezzing ringan sampai bronkokontriksi berat.Pada keadaan
ringan,hipoksia dapat dikompensasi hiperventilasi,ditandai dengan PO2 normal,penurunan
PCO2,dan alkalosis aspirasi.Namun,bila bertambah berat akan terjadi kekelahan yang
menyebabkan resistensi CO2 akibat hiperventilasi,ditandai dengan PCO2 yang kembali
normal.Bila
dalam,adanya
terjadi
gagal
takikardi,pulsus
nafas,ditandai
asidosis,hiperkapnea,adanya
paradoksus,ekspirasi
memanjang,penggunaan
pernafasan
aksesoris
pneumomediastinum, kor
Terapi farmakologik
Edukasi pasien
Setiap pasien memiliki nilai baseline masing-masing sehingga terapi dapat
4.
Tuberculosis
Definisi
Penyakit Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh
kuman TB (Mycobacterium Tuberculosis), sebagian besar kuman TB menyerang Paru, tetapi
dapat juga mengenai organ tubuh lainnya. Kuman tuberkulosis berbentuk batang, mempunyai
sifat khusus yaitu tahan terhadap asam pada pewarnaan. Oleh karena itu disebut sebagai Basil
Tahan Asam (BTA), kuman TB cepat mati dengan sinar matahari langsung, tetapi dapat
bertahan hidup beberapa jam ditempat yang gelap dan lembab. Dalam jaringan tubuh kuman
ini dapat Dormant, tertidur lama selama beberapa tahun.
tuberkulosis.
Imunitas
spesifik
antigen
tergantung
pada
Limposit
T.
Penularan Tuberkulosis
Sumber penularana penyakit tuberculosis adalah penderita TB BTA positif. Pada
waktu batuk atau bersin, penderita menyebarkan kuman keudara dalam bentuk Droplet
(percikan Dahak). Droplet yang mengandung kuman dapat bertahan diudara pada suhu kamar
selama beberapa jam. Orang dapat terinfeksi bila droplet tersebut terhirup kedalam saluran
pernapasan. Selama kuman TB masuk kedalam tubuh manusia melalui pernapasan, kuman
TB tersebut dapat menyebar dari paru kebagian tubuh lainnya, melalui sistem peredaran
darah, sistem saluran linfe,saluran napas, atau penyebaran langsung kebagian-nagian tubuh
lainnya. Daya penularan dari seorang penderita ditentukan oleh banyaknya kuman yang
dikeluarkan dari parunya. Makin tinggi derajat positif hasil pemeriksaan dahak, makin
menular penderita tersebut. Bila hasil pemeriksaan dahak negatif (tidak terlihat kuman), maka
penderita tersebut dianggap tidak menular. Kemungkinan seseorang terinfeksi TB ditentukan
oleh
konsentrasi
droplet
dalam
udara
dan
lamanya
menghirup
udara
tersebut.
dengan terjadinya kavitas atau efusi pleura. Komplikasi Pada Penderita Tuberkulosis antara
lain hemoptisis berat (perdarahan dari saluran napas bawah) yang dapat mengakibatkan
kematian karena syok hipovolemik atau tersumbatnya jalan napas, kolaps dari lobus akibat
retraksi bronchial, bronkiectasis dan fibrosis pada paru, pneumotoraks spontan: kolaps
spontan karena kerusakan jaringan paru, penyebaran infeksi ke organ lain seperti otak, tulang,
persendian, ginjal dan sebagainya, insufisiensi Kardio Pulmoner (Cardio Pulmonary
Insufficiency). Penderita yang mengalami komplikasi berat perlu dirawat inap di rumah sakit.
Penderita TB paru dengan kerusakan jaringan luas yang telah sembuh (BTA negatif) masih
bisa mengalami batuk darah. Keadaan ini seringkali dikelirukan dengan kasus kambuh. Pada
kasus seperti ini, pengobatan dengan OAT tidak diperlukan, tapi cukup diberikan pengobatan
simptomatis. Bila perdarahan berat, penderita harus dirujuk ke unit spesialistik.
Tanpa pengobatan, setelah lima tahun, 50 % dari penderita TB akan meninggal, 25 %
akan sembuh sendiri dengan daya tahan tubuh tinggi, dan 25 % sebagai menjadi kronik yang
tetap menular (WHO 1996). Infeksi HIV mengakibatkan kerusakan luas sistem daya tahan
tubuh seluler (Cellular Immunity), sehingga jika terjadi infeksi oportunistik, seperti
tuberkulosis, maka yang bersangkutan akan menjadi sakit parah bahkan mengakibatkan
kematian. Bila jumlah orang terinfeksi HIV meningkat, maka jumlah penderita TB akan
meningkat, dengan demikian penularan TB di masyarakat akan meningkat pula.
Gejala umum tuberculosis antara lain batuk terus menerus dan berdahak selama 3
(tiga) minggu atau lebih.Gejala lain yang sering dijumpai antara lain dahak bercampur darah,
batuk darah, sesak napas dan rasa nyeri dada, badan lemah, nafsu makan menurun, berat
badan turun, rasa kurang enak badan (malaise), berkeringat malam walaupun tanpa kegiatan,
dan demam meriang lebih dari sebulan.
Tidak selalu mudah untuk mengenali ibu hamil dengan tuberkulosis paru, apalagi
penderita tidak menunjukkan gejala-gejala yang khas seperti badan kurus, batuk menahun
atau hemaptoe. Tuberkulosis aktif tidak membaik atau memburuk dengan adanya kehamilan.
Tetapi kehamilan bisa meningkatkan risiko tuberkulosis inaktif terutama pada post partum.
Reaktifasi tuberkulosis paru yang inaktif juga tidak mengalami peningkatan selama
kehamilan. Angka reaktifasi tuberkulosis paru-paru kira-kira 5-10% tidak ada perbedaan
antara mereka yang hamil maupun tidak hamil.
Efek tuberculosis terhadap kehamilan
Kehamilan dan tuberculosis merupakan dua stressor yang berbeda pada ibu hamil.
Stressor tersebut secara simultan mempengaruhi keadaan fisik mental ibu hamil.
Efek TB pada kehamilan tergantung pada beberapa factor antara lain tipe, letak dan
keparahan penyakit, usia kehamilan saat menerima pengobatan antituberkulosis, status nutrisi
ibu hamil, ada tidaknya penyakit penyerta, status imunitas, dan kemudahan mendapatkan
fasilitas diagnosa dan pengobatan TB.
Status nutrisi yang jelek, hipoproteinemia, anemia dan keadaan medis maternal
merupakan dapat meningkatkan morbiditas dan mortalitas maternal.
Usia kehamilan saat wanita hamil mendapatkan pengobatan antituberkulosa
merupakan factor yang penting dalam menentukan kesehatan maternal dalam kehamilan
dengan TB.
Kehamilan dapat berefek terhadap tuberculosis dimana peningkatan diafragma akibat
kehamilan akan menyebabkan kavitas paru bagian bawah mengalami kolaps yang disebut
pneumo-peritoneum. Pada awal abad 20, induksi aborsi direkomondasikan pada wanita hamil
dengan TB.
Selain paru-paru, kuman TB juga dapat menyerang organ tubuh lain seperti usus,
selaput otak, tulang, dan sendi, serta kulit. Jika kuman menyebar hingga organ reproduksi,
kemungkinan akan memengaruhi tingkat kesuburan (fertilitas) seseorang. Bahkan, TB pada
samping kiri dan kanan rahim bisa menimbulkan kemandulan. Hal ini tentu menjadi
kekhawatiran pada pengidap TB atau yang pernah mengidap TB, khususnya wanita usia
reproduksi. Jika kuman sudah menyerang organ reproduksi wanita biasanya wanita tersebut
mengalami kesulitan untuk hamil karena uterus tidak siap menerima hasil konsepsi.
Harold Oster MD,2007 dalam mengatakan bahwa TB paru (baik laten maupun aktif)
tidak akan memengaruhi fertilitas seorang wanita di kemudian hari. Namun, jika kuman
Bayi dari wanita yang menderita tuberculosis, mempunyai berat badan lahir rendah, 2 x lipat
meningkatkan persalinan premature, kecil masa kehamilan, dan meningkatkan kematian
perinatal 6 kali lipat. Pengaruh utama tuberculosis terhadap kehamilan adalah mencegah
terjadinya konsepsi sehingga banyak penderita tuberculosis yang mengalami infertilitas.
Jika seorang wanita positif tuberculosis, riwayat penyakit harus dianamnesis dengan cermat
dan pemeriksaan fisik yang lengkap harus dilakukan dengan melakukan foto thorks dan
bagian abdomen dilindungi ketika pemeriksaan kardiologi itu dilakukan. Jika hasilnya
negative, pengobatan tidak diberikan sampai sesudah persalinan bayi, yaitu dengan
pemberian isoniazid selama satu tahun sebagai tindakan profilaksis. Bayi yang lahir dari ibu
dengan tuberculosis cukup rentan terhadap penyakit tersebut. Karena itu bayi harus diisolasi
segera dari ibunya yang dicurigai tuberculosis aktif. Karena adanya risiko untuk terjadinya
penyakit tuberculosis yang aktif pada bayi, maka terapi profilaksis dengan isoniazid ataukah
tindakan vaksinasi BCG, keduanya mempeunyai manfaat yang cukup besar.
Bakteriemia selama kehamilan dapat menyebabkan infeksi plasenta, sehingga
janinpun dapat terinfeksi, kalaupun ada, kejadian ini jarang tetapi fatal. Pada setengah kasus
infeksi didapatkan penyebaran hematogen pada hati atau paru melalui vena umbilikalis,
setengah kasus lagi infeksi pada bayi disebabkan aspirasi secret vagina yang terinfeksi selama
proses persalinan. Infeksi neonatal tidak mungkin terjadi jika ibunya yang menderita
tuberculosis aktif telah berobat minimal 2 minggu sebelum bersalin atau kultur BTA mereka
negative.
Tes Diagnosis TB pada Kehamilan
Bakteri TB berbentuk batang dan mempunyai sifat khusus yaitu tahan terhadap asam.
Karena itu disebut basil tahan asam (BTA). Kuman TB cepat mati terpapar sinar matahari
langsung,tetapi dapat bertahan hidup beberapa jam di tempat gelap dan lembap. Dalam
jaringan tubuh, kuman ini dapat melakukan dormant (tertidur lama selama beberapa tahun).
Penyakit TB biasanya menular pada anggota keluarga penderita maupun orang di lingkungan
sekitarnya melalui batuk atau dahak yang dikeluarkan si penderita. Hal yang penting adalah
bagaimana menjaga kondisi tubuh agar tetap sehat. Seseorang yang terpapar kuman TB
belum tentu akan menjadi sakit jika memiliki daya tahan tubuh kuat karena sistem imunitas
tubuh akan mampu melawan kuman yang masuk. Diagnosis TB bisa dilakukan dengan
beberapa cara, seperti pemeriksaan BTA dan rontgen (foto torak). Diagnosis dengan BTA
mudah dilakukan,murah dan cukup reliable.
Kelemahan pemeriksaan BTA adalah hasil pemeriksaan baru positif bila terdapat
kuman 5000/cc dahak. Jadi, pasien TB yang punya kuman 4000/cc dahak misalnya, tidak
akan terdeteksi dengan pemeriksaan BTA (hasil negatif). Adapun rontgen memang dapat
mendeteksi pasien dengan BTA negatif, tapi kelemahannya sangat tergantung dari keahlian
dan pengalaman petugas yang membaca foto rontgen. Di beberapa negara digunakan tes
untuk mengetahui ada tidaknya infeksi TB, melalui interferon gamma yang konon lebih baik
dari tuberkulin tes.
Diagnosis dengan interferon gamma bisa mengukur secara lebih jelas bagaimana
beratnya infeksi dan berapa besar kemungkinan jatuh sakit. Diagnosis TB pada wanita hamil
dilakukan melalui pemeriksaan fisik (sesuai luas lesi), pemeriksaan laboratorium (apakah
ditemukan BTA?), serta uji tuberkulin. Uji tuberkulin hanya berguna untuk menentukan
adanya infeksi TB, sedangkan penentuan sakit TB perlu ditinjau dari klinisnya dan ditunjang
foto torak. Pasien dengan hasil uji tuberkulin positif belum tentu menderita TB. Adapun jika
hasil uji tuberkulin negatif, maka ada tiga kemungkinan, yaitu tidak ada infeksi TB, pasien
sedang mengalami masa inkubasi infeksi TB, atau terjadi anergi.
Kehamilan tidak akan menurunkan respons uji tuberkulin. Untuk mengetahui
gambaran TB pada trimester pertama, foto toraks dengan pelindung di perut bisa dilakukan,
terutama jika hasil BTA-nya negatif.
Penatalaksanaan medis pada Kehamilan dengan TB
Regimen yang sama direkomondasikan pada wanita hamil dengan TB maupun wanita
non hamil dengan TB kecuali streptomycin. penggunaanPyrazinamide dalam kehamilan.
Pengobatan medis
Pengobatan tuberculosis aktif pada kehamilan hanya berbeda sedikit dengan penderita
yang tidak hamil. Ada 11 obat tuberkulosis yang terdapat di Amerika Serikat, 4 diantaranya
dipertimbangkan sebagai obat primer karena kefektifannya dan toleransinya pada penderita,
obat tersebut adalah isoniazid, rifampisin, ethambutol dan streptomycin. Obat sekunder
adalah obat yang digunakan dalam kasus resisten obat atau intoleransi terhadap obat, yang
termasuk adalah paminasalisilic acid, pyrazinamide, cycloserine, ethionamide, kanamycin,
voimycin dan capreomycin.
Pengobatan selama setahun dengan isoniazid diberikan kepada mereka yang tes
tuberkulin positif, gambaran radiologi atau gejala tidak menunjukkan gejala aktif. Pengobatan
ini mungkin dapat ditunda dan diberikan pada postpartum. Walaupun beberapa penelitian
tidak menunjukkan efek teratogenik dari isoniazid pada wanita postpartum. Beberapa
rekomendasi menunda pengobatan ini sampai 3-6 bulan post partum. Sayangnya,
penyembuhannya
akan
membawa
waktu
yang
sangat
lama.
Isoniazid termasuk kategori obat C dan ini perlu dipertimbangkan keamanannya selama
kehamilan. Alternatif lain dengan menunda pengobatan sampai 12 minggu pada penderita
asimtomatik. Karena banyak terjadi resistensi pada pemakaian obat tunggal, maka sekarang
direkomendasikan cara pengobatan dengan menggunakan kombinasi 4 obat pada penderita
yang tidak hamil dengan gejala tuberkulosis. Ini termasuk isoniazid, rifampisin, pirazinamide
atau streptomycin diberikan sampai tes resistensi dilakukan. Beberapa obat tuberkulosis
utama tidak tampak pengaruh buruknya terhadap beberapa janin. Kecuali streptomycin yang
dapat menyebebkan ketulian kongenital, maka sama sekali tidak boleh dipakai selama
kehamilan.
The center for disease control(1993) merekomendasikan resep pengobatan oral untuk wanita
hamil sebagai berikut :
1.
Isoniazid 5 mg/kg, dan tidak boleh lebih 300 mg per hari bersama pyridoxine 50 mg per
2.
3.
hari.
Rifampisin 10 mg/kg/hr, tidak lebih 600 mg sehari.
Ethambutol 5-25 mg/kg/hari, dan tidak lebih dari 2,5 gram sehari(biasanya 25
mg/kg/hari
selama
minggu
kemudian
diturunkan
15
mg/kg/hr.
Pengobatan ini diberikan minimal 9 bulan, jika resisten terhadap obat ini dapat
dipertimbangkan pengobatan dengan pyrazinamide. Selain itu pyrazinamide 50 mg/hari
harus diberikan untuk mencegah neuritis perifer yang disebabkan oleh isoniazid. Pada
tuberkulosis aktif dapat diberikan pengobatan dengan kombinasi 2 obat biasanya
digunakan isoniazid 5 mg/kg/hari (tidak lebih 300 mg/hari) dan ethambutol 15
mg/kg/hari. Pengobatan dilanjutkan sekurang-kurangnya 17 bulan untuk mencegah
relaps. Pengobatan ini tidak dianjurkan jika diketahui penderita telah resisten terhadap
isoniazid. Jika dibutuhkan pengobatan dengan 3 obat atau lebih, dapat ditambah dengan
rifampisin tetapi stretomycin sebaiknya tidak digunakan. Terapi dengan isoniazid
mempunyai banyak keuntungan (manjur, murah, dapat diterima penderita) dan
merupakan pengobatan yang aman selama kehamilan.
Efek Samping dari tiap-tiap obat tersebut ialah:
1.
Isoniazid :
Hepatotoksik maka tes fungsi hati seharusnya dilakukan dan diulang secara periodik.
Reaksi hipersensitif
Neurotoksik yang sering adalah neuropati perifer yang dapat dicegah dengan pemberian
vitamin B6, selain itu kadang dapat terjadi kejang, neuritis optik dan ataksia, stupor,
A. Pengkajian
Pengkajian adalah komponen kunci dan pondasi proses keperawatan, pengkajian
terbagi dalam tiga tahap yaitu, pengumpulan data, analisa data dan diagnosa keperawatan.
1)
Pengumpulan data
Dalam pengumpulan data ada urutan-urutan kegiatan yang dilakukan yaitu :
a.
Identitas klien
Nama, umur, jenis kelamin, tempat tinggal (alamat), pekerjaan, pendidikan dan status
ekonomi menengah kebawah dan satitasi kesehatan yang kurang ditunjang dengan padatnya
penduduk dan pernah punya riwayat kontak dengan penderita penyakit paru yang lain
b.
Meliputi keluhan atau gangguan yang sehubungan dengan penyakit yang di rasakan
saat ini. Dengan adanya sesak napas, batuk, nyeri dada, keringat malam, nafsu makan
menurun dan suhu badan meningkat mendorong penderita untuk mencari pengobatan.
c.
sehubungan dengan penyakitparu antara lain ISPA efusi pleura serta tuberkulosis paru yang
kembali aktif.
Riwayat penyakit keluarga
Mencari diantara anggota keluarga pada tuberkulosis paru yang menderita penyakit
tersebut sehingga sehingga diteruskan penularannya.
Riwayat psikososial
Pada penderita yang status ekonominya menengah ke bawah dan sanitasi kesehatan yang
kurang ditunjang dengan padatnya penduduk dan pernah punya riwayat kontak dengan
penderita penyakit paru yang lain.
Pola fungsi kesehatan
1)
kurang cahaya matahari, kurang ventilasi udara dan tinggal dirumah yang sumpek
2)
3)
Pola eliminasi
Klien penyakit paru tidak mengalami perubahan atau kesulitan dalam miksi maupun
defekasi
4)
5)
menular.
7)
ada gangguan.
8)
Pemeriksaan fisik
Berdasarkan sistem-sistem tubuh :
a.
Sistem integumen
Pada kulit terjadi sianosis, dingin dan lembab, tugor kulit menurun.
b.
Sistem pernapasan
Pada sistem pernapasan pada saat pemeriksaan fisik dijumpai :
Auskultasi : Suara napas brokial dengan atau tanpa ronki basah, kasar dan
yang nyaring
c.
Sistem pengindraan
Sistem kordiovaskuler
Adanya takipnea, takikardia, sianosis, bunyi P2 yang mengeras (Soeparman, 1998).
e.
Sistem gastrointestinal
Adanya nafsu makan menurun, anoreksia, berat badan turun (Soeparman, 1998).
f.
Sistem muskuloskeletal
Adanya keterbatasan aktivitas akibat kelemahan, kurang tidur dan keadaan sehari-hari
Sistem neurologis
Kesadaran penderita yaitu komposmentis dengan GCS : 456
h.
Sistem genetalia
Biasanya klien tidak mengalami kelainan pada genitalia
2.
3.
4.
Kurang Pengetahuan
5.
Intervensi
No Diagnosa
Intervensi
Keperawatan
1
NIC :
Airway suction
Pastikan kebutuhan
Aspiration Control
Kriteria Hasil :
Mendemonstrasikan
batuk efektif dan suara
nafas yang bersih, tidak
ada sianosis dan dyspneu
(mampu mengeluarkan
sputum, mampu bernafas
dengan mudah, tidak ada
pursed lips)
Menunjukkan jalan nafas
yang paten (klien tidak
merasa tercekik, irama
nafas, frekuensi
pernafasan dalam rentang
normal, tidak ada suara
nafas abnormal)
Mampu
mengidentifikasikan dan
mencegah factor yang
dapat menghambat jalan
nafas
oral / tracheal
suctioning
Auskultasi suara
nafas sebelum dan
sesudah suctioning.
Informasikan pada
klien dan keluarga
tentang suctioning
Minta klien nafas
dalam sebelum
suction dilakukan.
Berikan O2 dengan
menggunakan nasal
untuk memfasilitasi
suksion nasotrakeal
Gunakan alat yang
steril sitiap
melakukan tindakan
Anjurkan pasien
untuk istirahat dan
napas dalam setelah
kateter dikeluarkan
dari nasotrakeal
Monitor status
oksigen pasien
Ajarkan keluarga
bagaimana cara
melakukan suksion
Airway Management
Buka jalan nafas,
guanakan teknik
chin lift atau jaw
thrust bila perlu
Posisikan pasien
untuk
memaksimalkan
ventilasi
Identifikasi pasien
perlunya
pemasangan alat
jalan nafas buatan
NOC :
NIC :
Airway Management
Mendemonstrasikan
batuk efektif dan suara
nafas yang bersih, tidak
memaksimalkan
ventilasi
Identifikasi pasien
perlunya
(mampu mengeluarkan
pemasangan alat
cairan
mengoptimalkan
keseimbangn
Monitor respirasi
dan status O2
Terapi Oksigen
Bersihkan mulut,
hidung dan secret
trakea
Pertahankan jalan
nafas yang paten
Atur peralatan
oksigenasi
Monitor aliran
oksigen
Pertahankan posisi
pasien
Onservasi adanya
tanda tanda
hipoventilasi
Monitor adanya
kecemasan pasien
terhadap oksigenasi
NIC :
Airway Management
Buka jalan nafas,
guanakan teknik
chin lift atau jaw
thrust bila perlu
Posisikan pasien
untuk
Mendemonstrasikan
memaksimalkan
ventilasi
Identifikasi pasien
perlunya
pemasangan alat
jalan nafas buatan
Keluarkan sekret
dengan batuk atau
suction
Auskultasi suara
nafas, catat adanya
suara tambahan
Barikan pelembab
udara
Atur intake untuk
pursed lips)
Tanda tanda vital dalam
rentang normal
cairan
mengoptimalkan
keseimbangan.
Monitor respirasi
dan status O2
NIC :
Definisi :
kurangnya informasi
kognitif sehubungan
dengan topic spesifik.
Kriteria Hasil :
Pasien dan keluarga
menyatakan pemahaman
tentang penyakit, kondisi,
prognosis dan program
pengobatan
Pasien dan keluarga
Berikan penilaian
tentang tingkat
pengetahuan pasien
tentang proses
penyakit yang
spesifik
Jelaskan
patofisiologi dari
penyakit dan
mampu melaksanakan
berhubungan
secara benar
Pasien dan keluarga
mampu menjelaskan
kembali apa yang
dijelaskan perawat/tim
kesehatan lainnya
Ketidakseimbangan
nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh
Definisi : Intake
nutrisi tidak cukup
untuk keperluan
NOC :
NIC :
Nutrition Management
Fluid Intake
Kriteria Hasil :
Adanya peningkatan berat
metabolisme tubuh.
tujuan
Berat badan ideal sesuai
menentukan jumlah
yang dibutuhkan
kebutuhan nutrisi
Tidak ada tanda tanda
malnutrisi
Tidak terjadi penurunan
berat badan yang berarti
badan
Monitor tipe dan
jumlah aktivitas
yang biasa
dilakukan
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Kehamilan akan menimbulkan perubahan yang luas terhadap fisiologi pernapasan.
Ada empat faktor penting yang terjadi dalam kehamilan yang erat hubungannya dengan
fungsi pernapasan. Rahim yang membesar karena kehamilan akan mendorong diafragma ke
atas, sehingga rangga dada menjadi sempit, gerakan paru akan terbatas untuk mengambil
oksigen selama pernapasan, dan untuk mengatasi kekurangan 02 ini pernapasan menjadi
cepat (hiperventilasi).
Penularan penyakit paru (TBC) terjadi karena penderita TBC membuang ludah dan
dahaknya sembarangan dengan cara dibatukkan atau dibersinkan keluar. Dalam dahak dan
ludah penderita terdapat basil TBC-nya, sehingga basil ini mengering dalam bentuk spora lalu
diterbangkan angin. Kuman yang terbawa angin dan jatuh ketanah maupun lantai rumah yang
kemudian terhirup oleh manusia melalui paru-paru dan bersarang serta berkembangbiak di
paru-paru. Penyakit ini perlu diperhatikan dalam kehamilan, karena penyakit ini masih
merupakan penyakit rakyat; sehingga sering kita jumpai dalam kehamilan. TBC paru ini
dapat menimbulkan masalah pada wanita itu sendiri, bayinya dan masyarakat sekitarnya.
DAFTAR PUSRTAKA
Amin muhammad, Hood Alsagaff. (1989). Pengantar Ilmu Penyakit Paru. Airlangga
University Press. Surabaya.
Soemantri, I. (2012). Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Gangguan Sistem
Pernapasan. Jakarta : Salemba Medika.
http://putuayuwulaniswari.blogspot.com/2013/04/asuhan-kebidanan-patologi-dengan.html
diakses pada tanggal 07/03/2014
http://lorenatazo.com/2009/12/ibu-hamil-dengan-penyakit-tbc.html diakses pada tanggal
07/03/2014
http://shelnyp.blogspot.com/2013/04/asuhan-keperawatan-tuberkulosis-paru.html diakses
pada tanggal 07/03/2014