BLOK MEDIKOLEGAL
DELAYED HOMICIDES AND PROXIMATE CAUSE
Oleh :
KELOMPOK A-12
Ketua
: Husna Nadia
1102010126
1102010141
Anggota
1102010030
1102010053
1102010072
1102010106
1102010122
Lia Pradita
1102010151
Dalam 6 kematian , ada kondisi tambahan yang ikut berkontribusi terhadap kematian. Seperti
: Hipertensi, aterosklerosis pada sistem cardiovascular, diabetes mellitus ,intoksikasi
metadone, dan AIDS. Penyebab langsung kematian yang paling umum dalam kasus ini
adalah infeksi yang mengakibatkan 23 kematian ( Tabel 2 ) .
medula spinalis) meninggal dengan sepsis karena infeksi ulkus dekubitus. Pada contoh ini
ada 3 cidera. But-for test yaitu luka tembak, paraplegic, ulkus dekubitus tetapi hanya luka
tembak yang memenuhi tes penyebab langsung.
Pembunuhan Tertunda dan Penyebab Segera
Hukum inggris kuno berpegang bahwa kematian harus terjadi antara Tahun dan Satu
Hari setelah serangan yang dianggap pembunuhan. Lalu pada Juli 2001 oleh mahkamah
konstitusi US peraturan Tahun dan Satu Hari dihapus karena tidak sesuai kemajuan medis
dan sains. Di inggris raya peraturan itu juga di hapuskan. Pada akhirnya pemeriksa medis
harus bersiap untuk menjelaskan alasan dibalik sertifikasi kematian serta menetapkan standar
konsisten untuk semua kematian tertunda akibat cedera pembunuhan, bunuh diri dan
kecelakaan.
Pemeriksa medis tidak memiliki batas waktu interval antara cedera dan mati agar
cedera diminta sebagai peyebab langsung. Oleh karena itu waktu interval yang lama dapat
menyulitkan penetuan penyebab kematian. Masalah umum yang terjadi termasuk kegagalan
pemberi perawatan untuk mengenali dan melaporkan kematian akibat cedera traumatik yang
dalam, kesulitan menggolongkan rangkaian komplek dari sela kejadian antara cedera dan
mati, serta kurangnya dokumentasi akibat adekuat saat cedera asli dan keadaanya. Penerapan
cedera langsung pada kematian tertunda tidak hanya diterapkan untuk pembunuhan, tapi juga
kematian akibat cedera yang tidak diperhatikan.
Penting dicatat bahwa penetuan oleh pemeriksa medis dalam pembunuhan sebagai
cara mati tidak setara dengan penentuan juri. Pada akhirnya di pengadilan kriminal cara mati
ditentukan oleh juri.
Meskipun demikian, sertifikasi pembunuhan itu membutuhkan tingkat kepastian yang
tinggi (tingkat kepastian medis) dibandingkan dengan kematian alami atau kecelakaan. Pada
kematian yang baru akibat cedera biasanya tidak sulit untuk menentukan mekanisme
kematian yang jelas dari cederanya. Ketika trauma tersebut membunuh dengan cepat
sehingga tidak ada waktu untuk mengembangkan cedera baik penyebab yang mendekati dan
penyebab langsung. Pada kematian tertunda biasanya mengungkapkan penyebab langsung.
Penyebab langsung bisa dari penyakit alami (bronchopneumonia, urosepsis). Sehingga kita
harus menghubungkan kematian dengan penyebab langsung dan cedera. Keduanya harus
dibuat untuk mengesahkan kematian sebagai kasus pembunuhan.
Penyebab kematian mungkin akan terpengaruh oleh deteksi komorbiditas non-cedera
terkait insiden yang mengancam jiwa lainnya. Keputusan untuk memasukkan kondisi ini
tergantung pada kontribusi yang seksama terhadap keadaan dan temuan autopsi. Tiga
pertanyaan yang muncul bersamaan dengan penyakit alami adalah: 1. Apakah sejauh itu
komorbiditas penyebab dari kematian? 2. Apakah penyebab kematian ada hubungannya
dengan cedera? 3. Jika demikian, itu merupakan faktor yang besar atau kecil?. Sebaliknya,
jika cedera sebelumnya berkonstribusi dari kematian tersebut, maka cedera akan
mendominasi penentuan cara kematian.
Ada potensi yang dapat membingungkan dari penyebab langsung terutama dalam
proses hukum, pihak tersebut mungkin mencoba untuk menyalahkan kematian karena
penyebab langsung, mengabaikan penyebab langsung, atau fokus pada komorbiditas. Dalam
beberapa kasus, mungkin ada upaya untuk menyalahkan perawatan yang tidak memadai
untuk pasien. Ini biasanya dapat diatasi dengan fakta sederhana barwa pasien tidak akan mati
saat ini dari komplikasi jika cedera tidak terjadi. Jika luka mengarah pada pengembangan
septik atau komplikasi lain yang fatal, maka orang yang menyebabkan luka tersebut
bertanggung jawab atas kematian dan seakan luka yang ia lakukan selalu fatal. Sebaliknya
jika luka tidak menyebabkan kematian maka kematian tersebut merupakan penyebab
intervensi efisien dan kematian tersebut tidak akan disertifikasi sebagai pembunuhan.
Faktor penting yang mempengaruhi kematian meliputi umur saat kejadian dan waktu
kejadian. Cedera pada usia muda memiliki prognosis yang bagus daripada usia tua. Dari
penelitian di Inggris, dari 3000 pasien yang menderia cedera kepala, ditemukan 3 penyebab
utama kematian, yaitu: infeksi pernafasan, siste urinarius, dan penyakit jantung. Dari data
tersebut ditemukan penyebab utama kematian pada pasien adalah infeksi.
Kejang pasca trauma merupakan komplikasi dari cedera otak. Kejang pasca trauma
dikategorikan jadi 2, yaitu kejang cepat (pada 1 minggu pasca trauma), dan kejang lambat
(lebih dari 1 minggu pasca trauma). Annegers mempelajari pada lebih dari 4500 anak dan
dewasa dengan trauma kepala, ditemukan faktor yang menyebabkan terjadinya kejang
berulang termasuk kontusio pada otak dengan subdural hematome, fraktur tengkorak,
kehilangan kesadaran/amnesia untuk lebih dari 1 hari dan umur 65 atau lebih tua. Resiko
terjadinya kejang pasca trauma pada periode 1 tahun sebanyak 7,1%, pada 5 tahun berikutnya
11,5%. Sekitar 5,5% dari semua pasien dengan kasus epilepsi memiliki riwayat trauma
kepala dan kejadian kejang paling sedikit 1 kali dalam masa pegobatan (2%).
Dari skenario ini, penyebab kematian tertunda meliputi: infeksi dekubitus,
bronkopneumonia, urosepsis karena paralysis yang disebabkan luka tembak di edulla spinalis,
kejang karena trauma benda tumpul dan hernia karna luka tusuk.
Lin, Peter & Gill, James R. Delayed Homicides and The Proximate Cause. Am J Forensic
Med Pathol Vol 30, Number 4, December 2009