Oleh :
AGUNG PUTRA EVASHA
G1A108053
PENDAHULUAN
I.I . Latar belakang
Osteoartritis (OA) merupakan penyakit reumatik sendi yang paling banyak
dijumpai terutama pada orang-orang diatas 40 tahun di seluruh penjuru dunia.
Terjadinya OA berkaitan dengan usia lanjut, terutama pada sendi-sendi tangan dan
sendi besar yang menanggung beban dan secara klinis ditandai oleh nyeri,
deformitas, pembesaran sendi dan hambatan gerak (Kalim, 1996). Sendi lutut
merupakan sendi penopang berat badan yang sering terkena osteoartritis. OA
sendi lutu ditandai oleh nyeri saat bergerak, kaku sendi terutama setelah istirahat
lama atau bangun tidur, krepitas dan dapat disertai sinovitis dengan atau tanpa
efusi cairan sendi1. Kellgren dan Lawrence melaporkan bahwa prevalensi
terjadinya OA lutut adalah 40,7% pada perempuan, dan 29,8% pada laki-laki
dengan usia 55-64 tahun. Peningkatan progresif prevalensi OA sering dijumpai
seiring dengan peningkatan usia2. Penelitian lain juga menunjukkan bahwa
obesitas merupakan faktor resiko yang kuat untuk perkembangan osteoartritis
lutut, dengan peningkatan resiko munculnya penyakit ini sampai 9-13% setiap
kenaikan satu kilogram berat badan3.
Nyeri lutut merupakan keluhan utama pada osteoartritis lutut. Nyeri
biasanya bertambah dengan gerakan dan berkurang dengan istirahat. Penyakit ini
sering terjadi pada usia diatas empat puluh tahun. Adanya kaku sendi kurang dari
tiga puluh menit dan krepitasi (rasa gemeretak) pada lutut merupakan tanda klinis
lain yang penting untuk diagnosis. Selain itu, nyeri lekan pada tepi lutut dan
pemebsaran lutut juga sering didapatkan pada pasien ini. Pada pemeriksaan
laboratorium diperoleh cairan sinovial yang jernih, kental dan berisi kurang dari
2000 sel/ml lekosit4.
OA dapat didiagnosis baik dari gejala maupun gambaran radiologik sendi
lutut penderita. Bila apda seorang penderita hanya ditemukan nyeri lutut, maka
untuk diagnosis osteoartritis sendi lutut harus ditambah tiga kriteria dari enam
kriteria berikut, yaitu umur lebih dari 50 tahun, kaku sendi kurang dari 30 menit,
krepitasi, nyeri tekan pada tulang, pembesaran tulang dan pada peradaban sendi
lutut tidak panas. Kriteria ini memiliki sensitifitas 95% dan spesifisitas 69%.
Bila selain nyeri lutut juga didapatkan gambaran osteofit pada foto sendi
lutut, maka untuk diagnosis osteoartritis sendi lutut dibutuhkan satu kriteria
tambahan dan tiga kriteria berikut, yaitu umur lebih dari 50 tahun, kaku sendi
kurang dari 30 menit dan krepitasi. Kriteria ini mempunyai sensitifitas 91% dan
spesifisitas 86%5.
Gambaran radiologik osteoartritis pertama kali diperkenalkan oleh
Kellgren dan Lawrence pada tahun 1957 dan akhirnya diambil oleh WHO pada
tahun 1961. berdasarkan kriteria tersebut, maka gamabran radiologik tersebut
yaitu bernilai nol jika normal, jika kemungkinan terdapat penyempitan celah sendi
dan osteofit pada tepi sendi maka nilainya satu, dua jika terdapat osteofit nyata
dan bisa terjadi penyempitan celah sendi, tiga berarti sedang, terdapat multipel
osteofit, penyempitan celah sendi nyata, sclerosis dan kemungkinan terjadi
deformitas permukaan tulang, jika osteofit melebar, terdapat penyempitan celah
sendi, skeloris yang parah dan deformitas permukaan tulang nyata maka nilainya
empat6.
OA memberikan dampak sosio-ekonomi yang besar, baik di negara maju
maupun di negara berkembang karena prevalensinya yang cukup tinggi dan
sifatnya yang kronik-progresif. Kedepan, tantangan dampak OA lebih besar
karena populasi yang berumur tua semakin banyak. Sedangkan OA lutut sendiri
dapat menyebabkan disabilitas pada penderitanya sehingga dapat mengganggu
aktivitas sehari-hari penderita2.
Prevalensi OA lutut radilogis di Indonesia cukup tinggi, yaitu mencapai
15,5% pada pria dan 12,7% pada wanita7. Banyak faktor berbeda yang berperan
dalam menentukan timbulnya OA, diantaranya usia, jenis kelamin, indeks massa
tubuh, tingkat pendidikan, paritas, merokok, trauma, deformitas lutut, diabetes
mellitus dan asam urat. OA dapat disebabkan oleh salah satu ataupun kombinasi
dari faktor-faktor tersebut.
METODE PENELITIAN
3.1. Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian analitik dengan metode casecontrol. Studi case-control adalah rancangan studi epidemiologi yang
mempelajari hubungan antara paparan (faktor penelitian) dan penyakit
dengan cara membandingkan kelompok kasus dan kelompok kontrol
berdasarkan status penyakit.
3.2. Waktu dan Tempat Penelitian
3.3. Populasi dan Sampel Penelitian
3.3.1. Populasi
Semua kasus Osteoartritis yang diambil dari populasi pasien rawat jalan
Poli Penyakit Dalam RSUD Raden Mataher Jambi.
3.3.2. Sampel
Sampel dari penelitian ini adalah semua kasus osteoartritis lutut di Poli
Penyakit Dalam RSUD Raden Mataher Jambi dan memenuhi kriteria
inklusi dan ekslusi.
3.4. Variabel Penelitian
1. Usia
2. Jenis kelamin
3. Indeks masa tubuh ( IMT )
4. Tingkat pendidikan
5. Paritas
6. Merokok
7. Diabetes militus
8. Asam urat
Diagnosis OA lutut dinilai dari gambar klinis penderita berdasarkan kriteria ACR
1986, yaitu adanay nyeri lutut, kaku sendi kurang dari tiga puluh menit, krepitasi
dan usia lebih dari 50 tahun. Kriteria ini mempunyai sensitifitas 91% dan
spesifisitas 86%. Didapatkan sampel sebanyak 86 pasien dengan 41 pasien
sebagai kasus dan 45 pasien sebagai kontrol.
Teknik pengambilan sampel dengan total sampling.
Variabel tergantung penelitian ini yaitu Osteoartritis lutut dan variabel
bebas pada penelitian ini adalah : 1). Jenis Kelamin 2). Indeks massa tubuh (IMT)
3). Tingkat pendidikan 4). Paritas 5). Merokok 6). Diabetes mellitus dan 7). Asam
urat.
Data untuk penelitian didapatkan dari data primer maupun sekunder yaitu
dari hasil interview dan rekam medis penderita.
Data yang telah terkumpul dianalisis dengan menggunakan perangkat
lunak SPSS 13. uji yang digunakan adalah uji chi square (X 2 test), kemudian
dilakukan perhitungan odds ratio. Odds ratio adalah kemungkinan terjadinya
penyakit di antara individu dengan hasil tes yang positif dibagi dengan
kemungkinan diantara individu dengan hasil tes negatif. Odds ratio dihitung
dengan membagi positif pasti dan negatif pasti dengan positif palsu dan negatif
palsu.
Kerangka Konseptual
Jenis Kelamin
Indeks Massa Tubuh
Tingkat Pendidikan
Paritas
Merokok
Diabetes Mellitus
Asam Urat
OSTEOARTRITIS
Penelitian dilakukan di Poli Penyakit Dalam dan Poli Geriatri RSU Dr.
Soetomo mulai bulan November 2008 hingga Desember 2008.
Hasil dan Bahasan
Tabel 1. Jenis Kelamin-Osteoartritis
Jenis
Kelamin
Perempuan
Laki-laki
Total
Jumlah
Kasus Kontrol
(n = 41) (n = 45)
33
25
8
20
41
45
Total
58
28
86
P
X 2 test
0.025
Cl 95%
OR
3.300
Lower
Upper
1.250
8.712
Jumlah
Kasus
(n = 41)
Kontrol
(n = 45)
Total
28
13
15
30
43
43
P
X 2 test
0.003
Cl 95%
OR
4.308
Lower
Upper
1.745
10.635
Total
41
45
86
Tabel 3. Pendidikan-Osteoartritis
Pendidikan
Tidak sekolah-SD
SMP-SMA-PT
Total
Jumlah
Kasus Kontrol
(n = 41) (n = 45)
16
13
25
32
41
45
Total
P
X 2 test
29
57
86
0.444
Cl 95%
OR
1.575
Lower
Upper
0.641
3.873
Pada tabel 1 didapatkan nilai probabilitas (p) kurang dari 0,05, sehingga
Ho ditolak dan H1 diterima. Berarti adap erbedaan antara kelompok kasus dan
kontrol berdasarkan jenis kelamin sebagai faktor resiko Osteoartritis.
Nilai OR = 3.300 dengan Cl 95% = 1.250-8,712, yang berarti bahwa jenis
kelamin perempuan 3.3 kali beresiko menderita Osteoartritis dibandingkan
dengan laki-laki.
Pada tabel 2 didapatkan nilai probabilitas (p) kurang dari 0.05, sehingga
Ho ditolak dan H1 diterima. Berarti ada perebedaan antara kelompok kasus dan
kontrol berdasarkan indeks massa tubuh sebagai faktor resiko Osteoartritis.
Nilai OR = 3.300 dengan Gl 95% = 1.745-10.635, yang berarti bahwa IMT
> 25 (obesitas) 4.308 kali beresiko menderita Osteoartritis dibandingkan orang
normal atau kurus (IMT d25).
Pada tabel 3 didapatkan nilai probabilitas (p) lebih dari 0.05, sehingga Ho
diterima dan H1 ditolak. Berarti tidak ada perbedaan antara kelompok kasus dan
kontrol berdasarkan pendidikan sehingga faktor resiko Osteoartritis. Sedangkan
nilai OR = 1.575, namun karena Cl batas terendahnya kurang dari satu (Cl 95% =
0.641-3.873) maka secara statistika nilai OR dinyatakan tidak signifikan.
Jumlah
Kasus Kontrol
(n = 41) (n = 45)
6
15
2
5
8
20
Total
21
7
28
P
X 2 test
1.000
Cl 95%
OR
1.0
00
Lower
Upper
0.151
6.643
Jumlah
Kasus Kontrol
(n = 41) (n = 45)
13
8
20
17
33
25
Total
21
37
58
Cl 95%
OR
X 2 test
0.761
1.381
Lower
Upper
0.463
4.119
Jumlah
Kasus Kontrol
(n = 41) (n = 45)
10
16
31
29
41
45
Total
26
60
86
Cl 95%
P
X 2 test
0.373
OR
0.585
Lower
Upper
0.229
1.494
Jumlah
Kasus Kontrol
(n = 41) (n = 45)
13
11
28
34
41
45
Total
28
62
86
P
X 2 test
0.453
Cl 95%
OR
1.435
Lower
Upper
0.557
3.696
Pada tabel 4 didapatkan nilai probabilitas (p) lebih dari 0.05, sehingga Ho
diteriam dan H1 ditolak. Berarti tidak ada perbedaan antara kelompok kasus dan
kontrol berdasarkan perilaku merokok pada laki-laki sebagai faktor resiko
Osteoartritis. Sedangkan nilai OR = 1.000, namun karena Cl batas terendahnya
kurang dari satu (Cl 95% = 0.151-6.643) maka secara statistika nilai OR
dinyatakan tidak signifikan.
Pada tabel5 didapat nilai probabilitas (p) lebih dari 0.05, sehingga Ho
diterima dan H1 ditolak. Berarti tidak ada perbedaan antara kelompok kasus dan
kontrol berdasarkan paritas pada perempuan sebagai faktor resiko osteoartritis.
Sedangkan nilai OR = 1.381, namun karena Cl batas terendahnya kurang dari satu
(Cl 95%=0.463-4.119) maka secara statistika nilai OR dinyatkaan tidak
signifikan.
Pada tabel 6 didapatkan nilai probabilitas (p) lebih dari 0.05, sehingga Ho
diterima dan H1 ditolak. Berarti tidak adap erbedaan antara kelompok kasus dan
kontro berdasarkan Diabetes Mellitus sebagai faktor resiko Osteoartritis.
Sedangkan nilai OR = 0.585, namun karena Cl batas terendahnya kruang dari satu
(Cl 95% = 0.229-1.494) maka secara statistika nilai OR dinyatakan tidak
signifikan.
Pada tabel 7 didapatkan nilai probabilitas (p) lebih dari 0.05, sehignga Ho
diterima dan H1ditolak. Berarti tidak ada perbedaan antara kelompok kasus dan
control berdasarkan asam urat yang abnormal sebagai fkator resiko Osteoartritis.
Sedangkan nilai OR = 1.435, namun karena Cl batas terendahnya kurang dari satu
(Cl 95% = 0.557-3.696) maka secara statistika nilai OR dinyatakan tidak
signifikan.
Pembahasan
Jenis Kelamin
Pada hasil analisis factor resiko didapatkan adanya hubungan antara jenis
kelamin dengan timbulnya Osteoartritis lutut dan perempuan 3.3 kali beresiko
menderita Osteoartritis lutut dibandingkan laki-laki (OR = 3.3, Cl 95% = 1.2508.712). Hal ini dikarenakan pada wanita yang menopause mengalami penurunan
astrogen alami yang berperan dalam meningkatkan resiko OA. Penelitian lain
yang dilakukan di RS yang sama beberapa tahun lalu menunjukkan bahwa jenis
kelamin wanita berhubungan dengan osteoarthritis lutut (OR = 2.08, Cl 95% =
1.35-3.50). Pada sebuah penelitian didapatkan bahwa penggunaan terapi
pengganti estrogen dapat menurunkan kejadian penyakit tersebut. Perlu
ditekankan bahwa penelitian ini dilakukan pada seluruh sample yang berusia
diatas 50 tahun dengan menggunakan diagnosis klinis dan ACR 1986.
Indeks Massa Tubuh
Pada hasil analisis didapatkan adanya hubungan antara indeks massa tubuh
dengan timbulnya OA lutut dan orang dengan IMT > 25 (obesitas) beresiko 4.308
kali menderita OA lutut dibandingkan orang dengan IMT d25 (normal/kurus).
Hal ini dikarenakan pada orang yang memiliki kelbihan berat badan terdapat
beban mekanik yang lebih berat pada lutut dapat memicu kerusakan kartilago dan
kegagalan ligament serta struktur pendukung lain. Penelitian lain yang dilakukan
di RS yang sama beberapa tahun lalu menunjukkan bahwa obesitas berhubungan
dengan osteoarthritis lutut (OR = 3.28, Cl 95% = 2.20-4.89). suatu penelitian lain
melaporkan hal yang sama bahwa OR dari peningkatan IMT tiap 5 unit adalah
2.53 (Cl 95% = 1.75-3.68). Kerusakan kartilago inilah awal dari timbulnya
penyakit degenaratif Osteoartritis. Hasil ini juga didukung oleh suatu penelitian
yang menyatkaan bahwa peningkatan resiko munculnya penyakit ini sampai 913% setiap kenaikan satu kilogram berat badan.
Tingkat Pendidikan
Pada hasil analisis tidak didapatkan adanya hubungan antara tignkat
pendidikan dengan timbulnya OA lutut dan tidak terdapat perbedaan pendidikan
yang signifikan pada kasus maupun control dan nilai OR tidak signifikan (OR =
1.575, Cl 95% = 0.641-3.873) pada penelitian ini. Namun pada teori dinyatakan
adanya hubungan beberapa factor demografi seperti tingkat pendidikan dan
ekonomi yang rendah berhubungan dengan OA. Hal ini mungkin berhubungan
dengan pekerjaan seseorang dimana pekerjaan ebrat dan pemakaian berulang pada
sendi tertentu dapat mempermudah kerusakan struktur sendi. Penleitian lain
melaporkan bawha tingkat pendidikan yang lebih tinggi memiliki resiko yang
lebih rendah mengalami osteoarthritis lutut.
Perbedaan atnara teori dan penelitian ini dapat terjadi karena sample yang
dipilih ialah yang berusia diatas 50 tahun, dimana zaman dahulu mayoritas
masyarakat Indoensia (baik kasus atau kontrol) masih susah mendapatkan
pendidikan tinggi. Selain itu sample diambil dari RSU DR Soetomo dimaan RS
umum daerah jarang dikunjungi pasien dengan status ekonomi tinggi.
Tingkat pendidikan yang dibandingkan dalam penelitian ini ialah
pendidikan rendah terdiri dari pasien yang tidak mengenyam pendidikan dan SD
serta tingkat pendidikan tinggi terdiri dari SMP, SMA dan Perguruan Tinggi.
Pilihan ini diambil karena jumlah sampel yang terbatas sehingga dilakukan
penggabungan tingkat pendidikan menjadi kelompok-kelompok.
Perilaku Merokok pada Laki-laki
Diabetes Mellitus
Pada hasil analisis tidak didapatkan adnaya hubungan antara Diabetes
Mellitus dengan timbulnya OA lutut dan tidak terdapat perbedaan Diabetes
Mellitus yang signifikan pada kasus maupun control dan nilai OR tidak signifikan
(OR = 0.585, Cl 95% = 0.229-1.494) pada penelitian ini. Hasil ini berbeda dengan
suatu penelitian yang menyatakan bahwa terdapat shubungan antara DM dengan
OA lutut yang terutama berhubungan dengan obesitas yang sering terjadi pada
penderita DM tape 2. perbedaan ini bias terjadi karena sampel yang merupakan
penderita DM, tidak semua memberikan manifestasi berupa kegemukan pada
penderitanya. Selain itu, penelitian ini juga tidak membedakan antara DM tipe 1
atau 2.
Asam Urat
Pada hasil analisis tidak didapatkan adanya hubungan antara sam urat
abnormal dengan timbulnya OA lutut dan tidak terdapat perbedaan kadar asam
urat yang signifikan pada kasus maupun control dan nilai OR tidak signifikan (OR
= 1.435, Cl 95% = 0.557-3.696) pada penelitian ini. Sebuah penelitian melaporkan
bahwa ada hubungan positif antara kadar asam urat serum dengan osteoarthritis
pinggul (OR = 3.5, Cl 95% = 1.9-9.1), tetapi tidak pada osteoarthritis lutut dimana
OR hanya 1.1.
Simpulan dan Saran
Kesimpulan
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan pada 86 sampel dengan 41
sampel kasus dan 45 sampel control di RSU DR. Soetomo, dapat disimpulkan
bahwa jenis kelamin dan indeks massa tubuh merupakan factor resiko yang
penting dalam menimbulkan terjadinya Osteoartritis lutut yang menimbulkan
terjadinya Osteoartritis lutut yang didiagnosis secara klinis (nyeri lutut, kaku sendi
kurang dari tiga puluh menit, krepitasi dan usia lebih dari 50 tahun) menurut
criteria ACR 1986. perempuan yang berusia diatas lima puluh tahun memiliki
resiko 3.3 kali lipat menderita OA lutut dibandingkan laki-laki dengan usia yang
sama. Selain itu, orang yang obesitas (IMT > 25) memiliki resiko 4.308 kali
menderita OA lutut dibandingkan orang kurus atau berat badan normal (IMT
d25) dengan usia yang sama-sama diatas lima puluh tahun.
Saran
Penelitian sebaiknya dilakukan dalam tenggang waktu yang lama supaya
didapatkan sampel lebih banyak sehingga bias mewakili setiap variable yang
diteliti. Dengan begitu diharapkan akan didapatkan hasil penelitian yang lebih
Daftar Pustaka
1. Isbagio, H. Setiyohadi, B, 1995, Masalah dan Penanganan Osteoartritis Sendi
Lutut, Jakarta : Cermin Dunia Kedokteran No. 104, hlm. 8-12
2. MFDU, 2005, Beban Biomekanik sebagai Faktor Risiko Terjadinya
Osteoartritis Lutut (Studi kasus di Poli Reumatik RSUP Dr. Kariadi
Semarang, Retrivied : June 13th, 2008, from : http://www.m3undip.org/ed3/
artikel 03 01. htm
3. Powellm A, Teichtahl, AJ, Wluka, AE, Cicuttini, FM, 2005, Obesity : a
preventable risk factor for large joint osteoarthritis which may act through
biomechanical factors, Br J Sports Med, vol 39, pp 4-5
4. Altman, RD, 1987, Overview of Osteoarthritis, American Journal of
Medicine, vol. 83, pp 65-9
5. Altman RD, Asch E, Bloch D, Bole G, Borenstain D, Brandt K, et al, 1986,
The American College of Rheumatology Criteria for the Classification and
reporting of osteoarthritis of the knee, Arthritis Rheum, vol 29, pp 1039-49
6. Kellgren, JH, Lawrence, JS, 1957, Radiological assestment of osteoarthritis,
Ann Rheum Dis, vol 16, pp 494-502.
7. darmawan, J, Wirawan, S, Soenarto, P, Soharjo, H, 1987, Prevalensi penyakit
rematik dipedesaan di Jawa Tengah, Simposium Reumatologi. Ed : Tanwir
JM, Pramyo P, Tohamuslim A. Bandung : Universitas Padjajaran, hlm. 20-36.