Anda di halaman 1dari 60

1

Tinjauan Pustaka Kepada,Yth


29 November 2018

SINDROMA MATA KERING

Trissa Wulanda Putri*

Pembimbing:
dr. Petty Purwanita, SpM (K)

DEPARTEMEN KESEHATAN MATA


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA
RSUP DR. MOHAMMAD HOESIN PALEMBANG
2018
2

DAFTAR ISI

Halaman Judul.......................................................................... i

Daftar Isi.................................................................................... ii

Daftar Gambar.......................................................................... v

Daftar Tabel.............................................................................. vi

BAB I PENDAHULUAN............................................................. 1

1.1 Latar Belakang......................................................... 1

1.2 Tujuan...................................................................... 2

BAB II ANATOMI DAN FISIOLOGI........................................... 3

2.1 Anatomi Sistem Lakrimal......................................... 3

2.1.1 Perkembangan Sistem Lakrimal.................... 3

2.1.2 Anatomi Sistem Lakrimal................................ 4

2.1.2.1 Kelenjar Lakrimal Utama..................... 5

2.1.2.2. Jalur Lakrimal..................................... 8

2.2 Fisiologi Sistem Lakrimal......................................... 12

BAB III TEAR FILM................................................................... 17

3.1 Normal Tear Film..................................................... 17

3.1.1 Struktur Air Mata............................................. 17


3

3.1.1.1 Lapisan Lipid....................................... 18

3.1.1.2 Lapisan Akuos..................................... 18

3.1.1.3 Lapisan Musin..................................... 19

3.1.2 Karakteristik Tear Film.................................... 19

3.1.3 Komposisi Tear Film....................................... 21

3.1.4 Fungsi Tear Film............................................. 25

3.1.5 Hubungan Tear Film dengan Permukaan

Okuler.............................................................. 26

BAB IV SINDROMA MATA KERING ....................................... 28

4.1 Definisi...................................................................... 28

4.2 Klasifikasi................................................................. 28

4.2.1 Sindrom Sjogren............................................. 29

4.2.2 Non Sjogren Tear Deficient............................ 32

4.2.3 Evaporative Dry Eye....................................... 32

4.3 Pemeriksaan Khusus............................................... 33

4.3.1. Ocular Surface Disease Index....................... 33

4.3.2. Tes Klinis Fungsi Kelenjar Lakrimal.............. 35

4.3.2.1 Tes Schirmer I dan II........................... 35


4

4.3.3 Tes Klinis Intergritas Permukaan Okuler........ 36

4.3.3.1 Pewarnaan Fluorescein...................... 36

4.3.3.2 Pewarnaan Rose Bengal.................... 38

4.3.3.3 Pewarnaan Lisammine green............. 39

4.3.3.4 Sistem Penilaian pada Pewarnaan..... 39

4.3.4 Tes Klinis Stabilitas Air Mata.......................... 41

4.3.4.1 Tear Breakup Time (TBUT)................ 41

4.3.4.2 Tes Ferning......................................... 42

4.4 Terapi....................................................................... 43

BAB V KESIMPULAN............................................................... 51

Daftar Pustaka.......................................................................... 53
5

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Aparatus Lakrimal................................................... 4

Gambar 2. Kelenjar Lakrimal Utama........................................ 5

Gambar 3. Jalur Lakrimal......................................................... 12

Gambar 4. Mekanisme Rupturnya Air Mata............................. 14

Gambar 5. Fisiologi Drainase Lakrimal.................................... 15

Gambar 6. Lapisan Air Mata..................................................... 17

Gambar 7. Klasifikasi Dry Eye.................................................. 29

Gambar 8. Kuisioner Ocular Surface Disease Index................ 34

Gambar 9. Tes Schirmer I........................................................ 36

Gambar 10. Tes Pewarnaan Rose Bengal............................... 38

Gambar 11. Tes Pewarnaan Lisammine Green....................... 39

Gambar 12. Sistem Penilaian van Bijsterveld.......................... 40

Gambar 13. Skema Penilaian Oxford....................................... 41

Gambar 14. Pola ferning air mata pada derajat Rolando......... 43

Gambar 15. Punctal Plug.......................................................... 48

Gambar 16. Moisture Chamber Spectacles............................. 49


6

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Komposisi Air Mata dan Plasma................................. 22

Tabel 2. Level Keparahan Penyakit Mata Kering..................... 44

Tabel 3. Rekomendasi Terapi berdasarkan Tingkat

Keparahan menurut DEWS..................................... 45


7

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Mata kering menurut National Eye institute (NEI)/ Industri Dry Eye

Workshop pada tahun 1995 merupakan gangguan dari tear film karena

kekurangan air mata atau penguapan yang berlebihan, yang

menyebabkan kerusakan pada permukaan intrapalpebra okuler dan

berhubungan dengan gejala ketidaknyamanan okuler. Definisi mata kering

lalu ditingkatkan dalam pengetahuan baru tentang peran hiperosmolaritas

air mata, peradangan permukaan mata dan efek mata kering pada fungsi

visual. Pada laporan terbaru, sindroma mata kering dapat diartikan

sebagai penyakit multifaktorial dari air mata dan permukaan okuler yang

menghasilkan gejala dari ketidaknyamanan, gangguan visual dan

ketidakstabilan lapisan air mata dengan potensi kerusakan pada

permukaan okuler dan disertai dengan peningkatan osmolaritas dari tear

film dan peradangan pada permukaan okuler.1

Berdasarkan data dari penelitian terbesar mata kering hingga saat

ini, Women's Health Study (WHS) dan Physicians Health Study (PHS),

dan penelitian lain telah diperkirakan bahwa sekitar 3,23 juta wanita dan

1,68 juta laki-laki, dengan total 4,91 juta orang Amerika yang berusia lebih

dari 50 tahun yang memiliki sindroma mata kering. Puluhan juta lebih
8

memiliki gejala yang ringan yang hanya dapat diketahui pada saat kontak

dengan beberapa faktor seperti kelembaban yang rendah atau pemakaian

lensa kontak.2

Air mata memiliki tiga lapisan. Sel goblet uniseluler dari konjungtiva

mengeluarkan glikoprotein dalam bentuk musin. Lapisan akuos berasal

dari kelenjar lakrimal utama dan aksesori. Lapisan lipid merupakan lapisan

terluar dan diproduksi oleh kelenjar meibom. Kekurangan dalam produksi,

kualitas atau pengisian dari tear film akan menghasilkan kondisi mata

kering. Kondisi seperti itu dapat menyebabkan kerusakan permukaan

okuler dan dapat menyebabkan kerusakan kornea yang pada akhirnya

akan menurunkan kinerja visual.3

Pentingnya pengetahuan tentang mata kering dalam beberapa tahun

terakhir menyebabkan pembentukan beberapa klasifikasi mata kering

yang sangat baik untuk tujuan diagnostik, klinis, atau pengobatan yang

berbeda. Dokter harus menentukan karakteristik penyakit berdasarkan

pemeriksaan dan deskripsi pasien untuk menegakkan diagnosis,

prognosis dan pengobatan.4

1.2 Tujuan

Tujuan dari tinjauan pustaka ini untuk mengetahui dan memahami

diagnostik, klinis dan pengobatan dalam menangani penyakit mata kering.


9

BAB II

ANATOMI DAN FISIOLOGI

2.1. Anatomi Sistem Lakrimal

2.1.1. Perkembangan Sistem Lakrimal

 Alat sekretorik

Kelenjar lakrimal berkembang dari beberapa tunas ektoderm di orbit

superolateral anterior. Tunas ini bercabang dan membentuk kanalis,

duktus dan alveoli. Kelenjar lakrimal ukurannya kecil dan tidak berfungsi

sepenuhnya sampai kira-kira 6 minggu setelah lahir. Hal ini menjelaskan

mengapa bayi yang baru lahir tidak menghasilkan air mata ketika

menangis.5

 Alat Eksresi

Pada akhir minggu kelima gestasional, cabang nasolakrimalis

terbentuk sebagai suatu alur yang terletak di antara hidung dan maksilaris.

Nasolacrimal duct (NLD) berkembang dari penebalan ektoderm linear.

Sebuah saraf yang solid memisahkan ektoderm yang berdekatan dan

tenggelam ke mesenkim. Saraf dapat dialiri dan membentuk NLD dan

kantung lakrimal pada ujung kranialnya. Kanalikuli diduga terbentuk dari

ektoderm yang terinvaginasi terus menerus dengan saraf distal. Di bagian

kaudal, saluran meluas secara intranasal dan keluar kedalam meatus

inferior.5
10

Kanalisasi biasanya selesai sekitar waktu kelahiran. Kegagalan

perkembangan ujung kaudal akan menghasilkan obstruksi kaudal

kongenital. Obstruksi di ujung distal (katup Hasner) hadir di sekitar 50%

bayi saat lahir. Lakrimasi tidak berfungsi normal sampai 6 minggu, oleh

karena itu tidak langsung terlihat jelas jika ada obstruksi.5

2.1.2. Anatomi Sistem Lakrimal

Aparatus lakrimal terdiri dari struktur yang berkaitan dengan

pembentukan air mata (kelenjar lakrimal utama dan kelenjar lakrimal

aksesori) dan transpornya. Jalur lakrimal meliputi: puncta, canaliculi,

lacrimal sac dan nasolacrimal duct.3, 6-9

Gambar 1. Aparatus lakrimal: bagian sekretorik dan drainase.


(Dikutip dari: Ansari MW, et all. Atlas of ocular anatomy. USA: Springer; 2016)
11

2.1.2.1 Kelenjar Lakrimal Utama

Kelenjar lakrimal utama terletak di fossa kelenjar lakrimal, dibentuk

oleh lempeng orbital tulang frontal, di bagian anterolateral dari atap orbit.

Kelenjar dibagi dalam aspek anterior oleh tanduk lateral aponeurosis otot

levator menjadi dua bagian yaitu orbital superior dan palpebra inferior.3,6,7

Gambar 2. Kelenjar lakrimal utama: dibagi menjadi lobus orbital (OL) dan lobus palpebra
oleh tanduk lateral aponeurosis levator (LA). Saluran ekskretori mengalir melalui lobus
palpebra dan mengalir ke forniks konjungtiva superior (panah).
(Dikutip dari: Conrady CD, et all. The lacrimal gland and its role in dry eye. Journal
of Ophthalmology. 2016; 10(11): 2p)

a. Bagian orbital kelenjar lakrimal

Ukuran dan bentuk bagian orbital dari kelenjar lakrimal seperti

almond kecil, memiliki dua permukaan (superior dan inferior), dua

perbatasan (anterior dan posterior) dan dua ekstremitas (medial dan

lateral).3

 Permukaan superior dari bagian orbital cembung dan terletak pada

lapisan periorbital yaitu bagian tulang frontal yang membentuk


12

fossa untuk kelenjar lakrimal dan melekat pada periorbita oleh

trabekula halus.

 Permukaan inferior dari bagian orbital cekung dan terletak di otot

levator palpebra superior dan tanduk lateral levator aponeurosis.

 Batas anterior tajam dan nampaknya dalam dan sejajar dengan

batas orbital, sampai ke sutura zigomatikofrontal.

 Batas posterior bulat dan terus menenerus menjadi bagian

palpebra dari kelenjar. Letaknya berkontak dengan pad orbital

lemak.

 Ekstremitas lateral terletak pada rektus lateral.

 Ekstremitas medial berhubungan dengan otot superior levator

palpebra.

b. Bagian palpebra dari kelenjar lakrimal

Bagian palperba dari kelenjar lakrimal ukurannya kecil (sekitar

sepertiga bagian orbital) dan terdiri dari dua atau tiga lobulus, letaknya di

sepanjang saluran dari bagian orbital dimana ia dipisahkan oleh otot

levator palpebra superior. Secara inferior, letak kelenjar terkait dengan

forniks superior. Kelenjar dikompresi dari atas ke bawah dan dapat dilihat

melalui konjungtiva ketika kelopak atas dibuka.3,5

c. Saluran kelenjar lakrimal

Sekitar 10-12 saluran lewat ke bawah dari kelenjar lakrimal utama

untuk membuka bagian lateral forniks superior. Satu atau dua saluran juga
13

terbuka di bagian lateral forniks inferior. Semua saluran melewati bagian

palpebra dari kelenjar.3,5

d. Struktur kelenjar lakrimal

Kelenjar lakrimal adalah kelenjar tubuloalveolar (serosa acinar) yang

bercabang, serupa dengan struktur kelenjar ludah. Secara mikroskopis, ini

terdiri dari jaringan kelenjar, stroma dan septa dan dilapisi oleh kapsul

sebagai batas terluar. Jaringan kelenjar terdiri dari acini dan saluran yang

disusun di lobus dan lobulus yang dipisahkan satu sama lain oleh septa

fibrovaskular. Acini dilapisi oleh satu lapisan sel piramidal yang dipasang

pada membran basal. Sel-sel ini dikelilingi oleh lapisan sel-sel mioepitel.

Sel piramida adalah tipe serosa dengan butiran sekretosik eosinofilik dan

nukleus bulat yang terletak di dasar. Sel-sel ini mengeluarkan air mata,

dikeluarkan oleh kontraksi miofibril.3,5

Sekresi unit acinar dikuras dengan menghubungkan saluran yang

dimulai dari intralobular kemudian menjadi ekstralobular dan akhirnya

terbuka di saluran. Saluran dilapisi oleh dua lapisan sel epitel, lapisan

dalam dibentuk oleh sel silinder tebal dan lapisan luar adalah sel pipih.

Stroma dari kelenjar lakrimal terbentuk oleh jaringan mesodermal yang

mengandung jaringan ikat, jaringan elastis, jaringan limfoid, sel plasma,

kaya akan saraf terminal dan pembuluh darah. 3,5-7

e. Suplai darah
14

Kelenjar lakrimal utama disuplai dari arteri lakrimal yang mana

merupakan cabang dari arteri oftalmika. Cabang dari arteri fasial

transversal juga terkadang dapat memasok kelenjar. Vena lakrimal yang

mendrainase kelenjar bergabung dengan vena oftalmik. 3,5

f. Aksesori kelenjar lakrimal

Aksesori dari kelenjar lakrimal termasuk kelenjar krause, kelenjar

wolfring, kelenjar infraorbital dan kelenjar pada karunkel dan plika

semilunaris. Kelenjar krause adalah kelenjar miskroskopik yang terletak

pada jaringan subkonjungtiva dari forniks. Sekitar 40-42 pada forniks

bagian atas dan 6-8 pada forniks bagian bawah. Saluran tersebut

membentuk saluran panjang yang terbuka di forniks. 3,5

Kelenjar wolfring adalah kelenjar mikroskopik yang terdapat pada

sepanjang perbatasan atas tarsus superior (jumlahnya 2-5) dan

perbatasan bawah dari tarsus inferior (jumlahnya 2-3). Kelenjar lakrimal

aksesori yang belum sempurna terdapat pada karunkel, plika semilunaris

dan regio infraorbital.3,5

2.1.2.2 Jalur Lakrimal

1. Puncta Lakrimal

Puncta lakrimal merupakan ujung saluran berbentuk bulat atau oval

berukuran kecil yang masing-masing terletak pada kelopak mata atas dan

bawah, di persimpangan bagian siliaris dan lakrimal dari margin kelopak

mata. Setiap punctum terletak diatas papilla lakrimal, yang akan menonjol
15

di usia tua. Puncta atas dan bawah masing-masing terletak sekitar 6 mm

dan 6,5 mm lateral dari kantus bagian dalam. Jadi, ketika kelopak mata

tertutup, puncta tidak saling tumpang tindih. Punctum atas arahnya ke

bawah dan ke belakang, sementara punctum bawah arahnya ke atas dan

ke belakang. Puncta tidak terlihat kecuali kelopak mata dibuka. Puncta

dikelilingi oleh cincin jaringan fibrosa yang membuat puncta tersebut tetap

terbuka.3,5

2. Kanalikuli Lakrimal

Kanalikuli superior dan inferior menghubungkan puncta ke kantung

lakrimal. Masing-masing kanalikuli memiliki diameter berukuran 0,5 mm

dan memiliki dua bagian, vertikal (2 mm) dan horizontal (8 mm). Pada

persimpangan dari setiap kanalikuli, ada sedikit pelebaran yang disebut

ampula. Bagian horizontal masing-masing kanalikuli menyatu menuju

kantus medial. Masing-masing kanalikuli menembus fasia lakrimal

(periorbita yang yang membungkus kantung lakrimal) secara terpisah dan

kemudian bersatu memasuki divertikulum kecil dari kantung yang disebut

sinus Maier. Kanalikuli lakrimal terhubung pada daerah pertengahan dari

permukaan lateral kantung, sekitar 2,5 mm dari puncaknya. 3,5,6

Struktur kanalikuli lakrimal dari dalam ke luar yaitu: 3

 Epitel yang melapisi kanalikuli adalah tipe skuamosa bertingkat.


16

 Korium yang kaya jaringan elastis, yang membuat dindingnya

sangat elastis sehingga dapat dilebarkan sekitar 2 mm (diameter

normal 0,5 mm) saat melewati probe.

 Serat orbikularis yang mengelilingi korium dari kanalikuli yang

disebut pars lakrimalis.

3. Kantung Lakrimal

Lokasi kantung lakrimal terletak pada fossa lakrimal yang berada

pada bagian anterior dari dinding orbital medial. Fossa lakrimal terbentuk

dari tulang lakrimal dan tulang frontal dari maksila. Kantung lakrimal

dibatasi oleh anterior dan posterior lakrimal crest. Kantung lakrimal

terbungkus oleh fasia lakrimal, yang sebenarnya adalah bagian dari

periorbita. Kantung lakrimal saat membesar berukuran sekitar 15 mm dan

lebar 5-6 mm dengan kapasitas (volume) sekitar 20 mm. 3,5

Terdapat tiga bagian dari kantung lakrimal yaitu bagian fundus di

atas, tempat saluran kanalikuli terhubung pada kantung lakrimal (3-5 mm);

bagian tengah (10-12 mm), bagian leher (bagian bawah yang berlanjut ke

duktus nasolakrimal).3,5

4. Duktus Nasolakrimal

Duktus nasolakrimal merupakan terusan ke bawah dari leher

kantung lakrimal sampai ke lubang di meatus inferior hidung. Panjangnya

sekitar 18 mm (bisa bervariasi dari 12-24 mm) dan berdiameter sekitar 3

mm. Ujung atas dari duktus nasolakrimal adalah bagian tersempitnya.


17

Arah dari duktus nasolakrimal adalah ke bawah, ke belakang dan lateral.

Duktus nasolakrimal Ini terdiri dari dua bagian yaitu, bagian intraoseus

(12,5 mm) dan bagian intrameatal (5,5 mm). Lubang duktus nasolakrimal

di meatus inferior terletak pada kedalaman sekitar 30-40 mm dari nares

anterior.3,5

Lumen duktus nasolakrimal ditandai oleh banyak lipatan selaput

lendir, yang disebut katup. Katup yang paling penting adalah katup Hasner

yang terletak di ujung bawahnya. Katup ini mencegah masuknya udara ke

dalam kantung lakrimal, ketika udara ditiup saat hidung tertutup. 3,5

Struktur kantung lakrimal dan duktus nasolakrimal, meliputi: 3

 Epitel: kantung lakrimal dan duktus nasolakrimal dilapisi oleh dua

lapisan sel. Lapisan superfisial adalah sel kolumnar tak bersilia dan

berisi sel goblet dan lapisan dalamnya adalah sel pipih.

 Jaringan subepitel mengandung limfosit yang dapat beragregasi

dalam kondisi patologis untuk membentuk folikel.

 Jaringan fibroelastik dari kantung lakrimal.

 Pleksus pembuluh darah berkembang dengan baik di sekitar

duktus nasolakrimal. Pembengkakan pembuluh ini dapat

menyebabkan obstruksi duktus nasolakrimal dan menghasilkan

epifora.
18

5. Suplai darah dan saraf pada jalur lakrimal

Pasokan arteri ke jalur lakrimal berasal dari arteri palpebra superior

dan inferior (cabang-cabang arteri oftalmik), arteri angular, arteri

infraorbital dan cabang arteri nasal sfenopalatina. Sedangkan, drainase

vena terjadi dari vena angulus dan vena infraorbital dari atas dan vena

nasal dari bawah. Suplai saraf sensorik ke kantung lakrimal dan duktus

nasolakrimal berasal dari saraf infratroklear dan saraf alveolar superior

anterior.3

Gambar 3. Jalur lakrimal.


(Dikutip dari: Ansari MW, et all. Atlas of ocular anatomy. USA: Springer; 2016)

2.2. Fisiologi Sistem Lakrimal

Peran utama dari sistem lakrimal adalah untuk membentuk dan terus

menerus mempertahankan tear film di atas permukaan mata. Air mata

terus-menerus disekresikan sepanjang hari oleh aksesori kelenjar lakrimal

(sekresi basal) dan kelenjar lakrimal utama (sekresi reflek). Sekresi reflek
19

terjadi sebagai respon terhadap sensasi dari kornea dan konjungtiva, yang

mungkin dihasilkan oleh penguapan dan pemecahan tear film.

hiperlakrimasi terjadi karena sensasi iritasi dari kornea dan konjungtiva. 3

Normalnya air mata diproduksikan sekitar 1,2 µL/ menit, volume air

mata di mata setiap saat sekitar 7 µL dan tingkat perputarannya sekitar 5

hingga 7 menit. Lakrimasi abnormal yang disebabkan oleh iritasi pada

permukaan mata atau emosi dapat meningkatkan tingkat produksi

beberapa ratus kali lipat.3

Produksi air mata pada bayi dimulai hanya setelah bayi berusia 4

bulan. bayi yang baru lahir tidak menghasilkan air mata bahkan ketika

menangis dengan keras. Tidak adanya air mata berlebihan pada bayi

mungkin berhubungan dengan rendahnya persarafan kornea pada bayi.

Bayi yang baru lahir dapat mentolerir partikel besar pada kornea tanpa

merasa tidak nyaman.3

Kelenjar lakrimal utama mengeluarkan air dan elektrolit hanya pada

saat mengeluarkan reflek air mata. Sekresi kelenjar lakrimal utama,

kelenjar lakrimal aksesori, kelenjar meibom dan kelenjar mukus pada

konjungtiva membentuk cairan lakrimal yang mengalir di atas permukaan

mata. Air mata dapat berfungsi dengan baik hanya jika tear film menutupi

seluruh permukaan okuler dan dibangun kembali dengan cepat dan

lengkap setelah berkedip. Normalnya, tear film prekornea memiliki

stabilitas hidup yang singkat. ketika kedipan dicegah, setelah selang


20

waktu singkat 15-40 detik, tear film pecah dan spot kering muncul di

berbagai bagian kornea.3

Mekanisme pecahnya tear film terjadi karena pertama-tama tear film

menipis secara seragam oleh penguapan. Ketika tear film menipis,

sejumlah besar molekul lipid mulai tertarik oleh lapisan musin dan

bermigrasi ke lapisan ini. Proses migrasi ini meningkat jika ada penipisan

lokal spontan. Ketika lapisan musin pada epitelium cukup terkontaminasi

oleh lipid yang bermigrasi dari permukaan atas tear film, musin menjadi

hidrofobik dan tear film pecah.3

Gambar 4. Mekanisme dari rupturnya air mata.


(Dikutip dari: Patel S, et all. The dry eye a practical approach. London: Butterworth-
Heinemann; 2003. 28p)

Cairan lakrimal mengalir di atas permukaan preokuler dan

membentuk strip air mata marginal yang membentang di sepanjang

margin siliaris setiap kelopak mata. Dari lakus lakrimalis dan sepanjang

strip air mata marginal, cairan lakrimal kemudian dialirkan oleh saluran
21

lakrimal ke rongga hidung. Hal ini disebabkan oleh mekanisme pompa

lakrimal aktif yang dibentuk oleh serat dari bagian preseptal orbikularis

yang muncul dari fasia lakrimal dan lakrimal crest posterior (otot horner).3

Pada saat kelopak mata menutup, kontraksi serat pretarsal dari

orbikularis menekan ampula dan memperpendek kanalikuli. Gerakan ini

mendorong hadirnya air mata di ampula dan bagian horizontal kanalikuli

ke arah kantung lakrimal. Kontraksi serabut preseptal orbikularis menarik

fasia lakrimal dan dinding lateral kantung lakrimal lateral, sehingga

membuka kantung lakrimal yang biasanya tertutup. Hal ini menghasilkan

tekanan negatif relatif dan menarik air mata dari kanalikuli ke dalam

kantung lakrimal.3

Gambar 5. Fisiologi drainase lakrimal.


(Dikutip dari: Bowling B. Kanski’s clinical ophthalmology. 8th ed. Australia: Elsevier;
2015)

Seiring dengan meningkatnya ketegangan dari fasia lakrimal (yang

membuka kantung lakrimal), bagian inferior menutup lebih rapat, sehingga

mencegah aspirasi udara dari hidung. Ketika kelopak mata terbuka,

tekanan di otot orbikularis menurun. Relaksasi serat pretarsal dari


22

orbikularis memungkinkan kanalikuli untuk meluas dan membuka kembali.

Perluasan kanalikuli dan ampula menarik cairan lakrimal melalui punctum

dari lacrimal lake. Relaksasi dari bagian serat preseptal (otot horner)

memungkinkan kantung lakrimal kolaps. kolapsnya kantung lakrimal

mendorong cairan di dalamnya ke bawah menuju duktus nasolakrimal

yang sekarang terbuka. Ketika tekanan intranasal meningkat (seperti

meniup hidung), katup pengontrol menutup, sehingga mencegah refluks

ke atas.3
23

BAB III

TEAR FILM NORMAL

3.1 Tear film

Permukaan mata dilindungi oleh refleks berkedip dan dilindungi juga

oleh air mata. Komponen akuos mengencerkan material infeksi, musin

menjebak debris, dan aksi pompa dari kelopak mata secara konstan

mengalirkan air mata ke saluran air mata. Air mata mengandung zat

antimikroba, termasuk lisozim dan antibodi. 7,8

3.1.1 Struktur Air Mata

Gambar 6. Lapisan air mata.

(Dikutip dari: Ansari MW, et all. Atlas of ocular anatomy. USA: Springer; 2016)

Lapisan air mata memiliki tiga lapisan. Sel goblet uniseluler dari

konjungtiva mengeluarkan glikoprotein dalam bentuk musin, membentuk

lapisan terdalam dari air mata. Lapisan akuos berasal dari kelenjar
24

lakrimal utama dan aksesori. Lapisan lipid merupakan lapisan terluar dan

diproduksi oleh kelenjar meibom dari tarsus. Lapisan lipid adalah film

monomolekular yang dianggap mengatur penguapan dan membentuk

segel kedap air ketika kelopak tertutup. Lapisan akuos dari kelenjar

lakrimal utama dan aksesori mengandung garam dan protein yang larut

dalam air. Lapisan musin melapisi sel-sel epitel kornea dan konjungtiva

terdiri dari glikoprotein.7,8

3.1.1.1 Lapisan Lipid

Lapisan superfisial terluar ini berasal dari sekresi kelenjar meibom,

zeiss dan kelenjar moll yang menutupi seluruh permukaan bebas dari

cairan air mata. Pada batas kelopak mata lapisan ini membentuk suatu

garis yang memanjang ke tepi depan dari lubang kelenjar meibom dan

biasa disebut dengan strip air mata marginal. 3,9,13

Ketebalan lapisan ini sekitar 0,1 µm dan tergantung pada lebar fisura

palpebra, yaitu meningkat ketika sebagian kelopak tertutup. Lapisan tear

film yang berminyak ini mencegah luapan air mata dan memperlambat

penguapan mereka.3,9,13

3.1.1.2 Lapisan Akuos

Lapisan tengah tear film ini disekresikan oleh kelenjar lakrimal dan

kelenjar aksesori krause dan wolfring. Sebagian besar ketebalan tear film

didasari oleh lapisan ini. Ketebalan lapisan akuos dari tear film sekitar 10

µm. film yang menutupi kornea jauh lebih tipis daripada film yang
25

menutupi konjungtiva. Lapisan ini adalah larutan akuos dengan viskositas

rendah, mengandung ion dari garam inorganik, glukosa, urea dan

berbagai biopolimer seperti enzim, protein dan glikoprotein. Lisozim,

laktoferin, spesifik prealbumin air mata dan imunoglobulin A adalah

komponen utama dari protein.3,9,13

3.1.1.3 Lapisan Musin

Lapisan terdalam dari tear film adalah lapisan musin. Pada mata

yang sehat, lapisan musin lebih tipis (hanya 0,02-0,05 µm). Lapisan ini

disekresikan oleh sel-sel goblet pada konjungtiva, kripta Henle dan

kelenjar manz. Musin (glikoprotein) yang diproduksi oleh sel goblet

disebarkan oleh aksi dari kelopak, terabsorpsi pada membran sel epitel

dan berlabuh membentuk permukaan hidrofilik baru di mana lapisan

akuos dan lipid menyebar secara spontan. Musin berfungsi sebagai

pelumas permukaan okuler dan palpebra, dan memberikan lapisan licin di

atas benda asing, sehingga melindungi kornea dan konjungtiva terhadap

efek abrasif dari partikel ketika mereka bergerak dengan berkedip. 3,9,13

3.1.2 Karakteristik Tear Film

Cairan air mata jernih, asin, sedikit alkalin dan watery. Sifat air mata

tersebut bervariasi dalam penampilan dan komposisi, tergantung apakah

pada air mata tersebut dikumpulkan dari saluran kelenjar atau dari

konjungtiva. Beberapa karakteristik fisik penting dari tear film yaitu:3


26

1. Ketebalan rata-rata dari tear film bervariasi dari 4 hingga 8 µm.

Tear film paling tebal setelah berkedip, berukuran sekitar 9 µm.

Ketebalan kemudian menurun hingga ketebalan minimal 4 µm.

Namun, mikroskop konfokal baru-baru ini telah menunjukkan

bahwa tear film dapat mencapai sekitar 40 µm tebalnya.

2. Volume rata-rata tear film telah dilaporkan berukuran 7 µL dengan

kisaran 4-13 µL (satu hingga dua tetes). Volume air mata paling

tinggi di usia muda dan mulai menurun sampai mencapai nilai 10%

dari usia muda pada usia 70 tahun. Penurunan konstan volume

tear film ini disertai dengan tanda-tanda dan gejala mata kering.

3. Rata-rata tingkat sekresi air mata adalah 1,2 µL per menit, dengan

volume sekresi total selama 24 jam sekitar 10 µL.

4. Indeks refraksi tear film adalah sekitar 1.357.

5. Nilai pH air mata hampir 7,4 dan mendekati nilai pH pada plasma

darah. Meskipun terdapat variasi dari nilai pH pada individu normal

(antara 5,2-8,35), rentang pH biasanya adalah 7,3-7,7. Nilai pH Air

mata yang terendah adalah pada saat bangun karena asam

terbentuk dalam kelopak yang menutup berkepanjangan dan

meningkat karena hilangnya karbon dioksida saat mata terbuka.

6. Suhu tear film pada anterior kornea saat kelopak mata terbuka

berkisar 35o C di limbus dan 30o C di pusat kornea. Suhu bervariasi

tergantung dengan lingkungan yang sangat dingin atau panas,


27

dalam kondisi berangin, dan dengan kelopak mata tertutup rapat

atau dibiarkan terbuka untuk waktu yang lama.

7. Tekanan oksigen (pO2) dalam tear film normal bervariasi dari 40-

160 mmHg. Pada saat memakai lensa kontak yang rapat, tekanan

dapat menurun ke nilai serendah 20 mmHg. Dengan memakai

lensa kontak yang dipasang dengan baik pO 2 lebih dipertahankan

normal.

3.1.3 Komposisi Tear Film

Analisis kimia dari air mata menunjukkan bahwa konsentrasi air mata

mirip dengan komposisi di dalam plasma darah. Komposisi air mata terdiri

dari: air, protein (imunoglobulin, sitokin, growth factor), metabolit dan

elektrolit (Na, Cl, K, Ca). Konsentrasi K+, Na+, Cl- pada air mata lebih

tinggi dibandingkan dari plasma darah, sedangkan albumin dan transferin

lebih tinggi pada plasma. Air mata juga mengandung sedikit glukosa (5

mg/dL) dan urea (0,04 mg/dL) dan perubahannya dalam konsentrasi

darah akan diikuti perubahan konsentrasi glukosa dan urea air mata. 3,9

Tabel 1. Perbandingan Komposisi Kimia dari Air Mata dan Plasma


Manusia
Air mata Plasma
28

Air 98,2 g% 94 gm/100ml


Solids, total 1,8 % 6 gm/100ml
Na+ 142 mEq/L 137-142 mEq/L
Ka+ 15-29 mEq/L 5 mEq/L
Cl- 120-135 mEq/L 102 mEq/L
HCO3- 26 mEq/L 24,3 mEq/L
Ca+++ 2,29 mg/100ml
Total protein 0,6-2 gm/100ml 6,78 gm/100ml
Asam amino 8
Urea 0,04 mg/100ml 20-40 mg/100ml
Glukosa 3-10 mg/100ml 80-90 mg/100ml

(Dikutip dari: Khurana AK, et all. Anatomy and physiology of eye. 2nd ed. New Delhi: CBS;
2015)

1. Air

Akuos dari tear film merupakan larutan watery encer yang

membentuk bagian terbesar dari cairan air mata yaitu 98,2% dengan

1,8%nya merupakan bagian sisanya.3

2. Protein

Kandungan total protein dalam air mata sangat tergantung pada

saat pengumpulan air mata. Normalnya dalam kisaran 0,6 hingga 2,0

gm%. Zat utama didalamnya termasuk protein air mata spesifik yaitu

prealbumin, albumin, imunoglobulin, protein pembawa metal, lisozim

dan enzim lainnya. Protein-protein ini dapat dibagi menjadi dua

kelompok.3
29

Kelompok pertama mirip dengan protein serum. Mereka berada

dalam konsentrasi rendah yang mewakili kurang dari 15 persen dari

semua protein air mata. Imunoglobulin-G, albumin, transferin, alfa-1

antitripsin, alfa-1 anti kimotripsin dan beta 2 mikroglobulin selalu hadir

pada kelompok ini.3

Kelompok kedua adalah protein spesifik, disintesis oleh kelenjar

air mata, juga dikenal sebagai "protein migrasi cepat". Protein ini juga

hadir dalam sekresi eksternal lainnya. Protein ini termasuk lisozim,

laktoferin dan imunoglobulin A.3

 Albumin

Albumin mewakili 58,2% dari total protein dalam air mata utama

dan 20,2% dari total protein dalam refleks air mata. 3

 Imunoglobulin

Imunoglobulin A adalah imunoglobulin air mata yang paling

menonjol dibandingkan dengan serum imunoglobulin A.

Imunoglobulin A pada air mata adalah imunoglobulin yang

diproduksi secara lokal oleh sel plasma yang terletak di lapisan

adenoid konjungtiva. Fungsi imunoglobulin adalah memblokir

infeksi sistemik, antibodi diproduksi secara lokal dan memberikan

pertahanan yang lebih efektif terhadap antigen virus atau bakteri

eksternal invasif. Imunoglobulin M dan imunoglobulin E juga

diproduksi secara lokal di konjungtiva. 3


30

 Lisozim

Lisozim adalah enzim proteolitik, Konsentrasi lisozim membentuk

hampir 20% dari protein air mata. Lisozim adalah salah satu

kandungan protein terpenting dari tear film manusia. Lisozim

diproduksi oleh sel-sel asinar dari kelenjar lakrimal. Lisozim

merupakan protein dasar yang kuat, berat molekulnya berkisar

14000-25000 dengan isoelektrik 10,5 hingga 11. Lisozim bertindak

sebagai agen pelindung terhadap infeksi bakteri. 3

 Enzim lainnya

Enzim glikolitik dan enzim asam sitrat trisiklik dapat juga dideteksi

pada air mata. Sumber dari enzim ini adalah konjungtiva tetapi

enzim ini disekresikan dalam jumlah kecil. Laktat dehidrogenase

(LDH) adalah enzim yang terdapat dalam air mata. LDH berasal

dari epitel kornea. Pada pasien yang menderita berbagai penyakit

kornea, distribusi isoenzim LDH dalam air mata dapat berbeda

daripada orang dengan mata yang sehat. 3

 Mukopolisakarida

Mukopolisakarida ditemukan dalam cairan air mata seperti yang

ditunjukkan oleh studi elektroforetik dan histokimia. 3

 Glikoprotein

Glikoprotein ditemukan di lapisan mukosa pada air mata, karena

sangat larut dalam air.3

 Asam amino
31

Sekitar 17 amino telah ditemukan pada air mata manusia. Tidak

banyak yang diketahui tentang peran asam amino pada penyakit

konjungtiva dan kornea. Asam amino hadir dalam jumlah kecil (8

mg per 100 ml) pada air mata.3

3. Metabolit

 Glukosa hadir dalam jumlah yang minimum, sekitar 3 sampai

10 mg/ml,

 Nilai laktat 1-5 mmol/liter dalam air mata jauh lebih tinggi

daripada kadar normal darah yaitu 0,5-0,8 mmol/liter

 Nilai piruvat pada air mata hampir sama dengan darah

normal

 Konsentrasi urea dalam air mata adalah sekitar 0,04 mg per

100 ml

4. Elektrolit

Natrium dan kalium adalah elektrolit utama yang bermuatan positif

sementara klorida dan bikarbonat adalah elektrolit utama yang

bermuatan negatif pada air mata.3

3.1.4 Fungsi Tear Film3

1. Fungsi yang paling penting dari tear film adalah untuk membentuk

permukaan okuler halus sempurna pada kornea dengan mengisi

dan menghaluskan ketidakteraturan permukaan di epitel kornea


32

2. Berfungsi untuk menjaga permukaan kornea dan konjungtiva tetap

lembab karena tidak mungkin sel-sel epitel dapat bertahan jika

permukaannya kering.

3. Berfungsi sebagai pelumas untuk permukaan preokuler dan

kelopak, sehingga mengurangi gaya gesekan yang dihasilkan

selama gerakan kelopak mata dan gerakan rotasi bola mata yang

terus menerus berkedip.

4. Tear film mentransfer oksigen dari udara ke kornea

5. Mencegah infeksi karena adanya zat antibakteri seperti lisozim,

betalisin, laktoferin, imunoglobulin dan protein lainnya.

6. Tear film membersihkan debris dan sesuatu yang mengiritasi.

3.1.5 Hubungan Tear Film dengan Permukaan Okuler

Komponen tear film yang diproduksi oleh kelenjar lakrimal sangat

penting dalam beberapa proses yang berkaitan dengan kesehatan

permukaan okuler. Perlindungan permukaan okuler dari serangan patogen

dapat dilakukan dengan cara mensekresi IgA yang berada di dalam

kelenjar lakrimal itu sendiri. IgA sekretorik adalah antibodi dominan dan

merupakan satu-satunya imunoglobulin yang konsentrasinya meningkat

secara signifikan selama infeksi.11

Sel-sel T direkrut oleh peptida IL-2 yang dikenal sebagai faktor

potensiasi proliferasi limfosit yang berasal dari kelenjar lakrimal. Sel-sel T

ini kemudian merekrut diferensiasi sel B ke sel plasma yang mensekresi


33

IgA. IgA ditranslokasikan ke dalam tear film oleh reseptor antibodi

permukaan sel untuk menghambat patogen-patogen ke permukaan

setelah IgA diproduksi oleh sel plasma. 11

Kelenjar lakrimal juga mensekresi beberapa bakteri (fosfolipase A2,

enzim antistaphylococcal) dan agen fungisida seperti lisozim, peroksidase,

pre-albumin air mata, psoriasin, dan laktoferin ke dalam tear film. Zat-zat

ini sangat mengurangi kerentanan permukaan okuler karena sitotoksisitas.

Glikoprotein juga berfungsi sebagai pencegah infeksi dengan bertindak

sebagai decoy receptor/ reseptor umpan untuk menyerang patogen.11

Akuos menambah volume yang signifikan pada tear film.

Penambahan volume air mata dari kelenjar membantu menjaga

permukaan okuler tetap lembab, mempertahankan komponen penting

pada permukaan kornea, dan mengencerkan protein di dalam air mata

untuk menjaga mereka tetap terlarut. Kelenjar lakrimal juga bertanggung

jawab untuk memproduksi beberapa protein dan produk lain yang

diperlukan dalam pertumbuhan dan pemeliharaan jaringan host pada tear

film. Protein pada air mata merupakan faktor pertumbuhan yaitu

epidermal, fibroblast, hepatosit, keratinosit, dan transforming growth

factor-𝛽. Faktor-faktor ini diperlukan untuk mempertahankan kornea tetap

avaskular yang diperlukan untuk transparansi jaringan. Jika faktor-faktor

ini menurun neovaskularisasi dari kornea dapat terjadi. 11


34

BAB IV

SINDROMA MATA KERING

4.1 Definisi

Penyakit mata kering merupakan penyakit multifaktorial pada air

mata dan permukaan mata yang menimbulkan gejala tidak nyaman,

gangguan penglihatan, dan ketidakstabilan tear film dengan potensial

merusak permukaan mata. Keadaan ini bisa diikuti dengan peningkatan

osmolaritas tear film dan inflamasi permukaan mata. Mata kering terjadi

ketika volume atau fungsi air mata tidak adekuat dan menghasilkan tear

film yang tidak stabil serta mengakibatkan penyakit permukaan okuler. 1,14

4.2 Klasifikasi

Mata kering dapat terjadi sendiri atau bersamaan dengan kelainan

lain. Berdasarkan etiopatologi, mata kering dikelompokkan menjadi dua,

yaitu mata kering defisiensi akuos/ Aqueous Deficiency Dry Eye dan mata

kering evaporasi/ Evaporative Dry Eye. Mata kering defisiensi akuos

disebabkan oleh kegagalan sekresi air mata lakrimal akibat disfungsi

kelenjar lakrimal asinar atau penurunan volume sekresi air mata. Mata

kering defisiensi akuos dikelompokkan menjadi dua sub-kelas, yaitu

Sjogren Syndrome, dan Non Sjogren Tear Deficient.14,15


35

Mata Kering

Defisiensi Air
Evaporatif
Mata

Defisiensi Air
Sindrom Sjogren Defisiensi Oil
Mata Non-Sjogren

Penyakit Lakrimal Lid Related

Obstruksi
Lensa Kontak
Lakrimal

Perubahan
Refleks Permukaan
Okuler

Gambar 7. Klasifikasi Mata Kering.


(Dikutip dari: Asbell PA, et all. Dry eye disease the clinician’s guide to diagnosis
and treatment. New York: Thieme; 2006)

Sjogren Syndrome merupakan penyakit autoimun yang menyerang

kelenjar lakrimal, kelenjar saliva, dan beberapa organ lain. Infiltrasi sel T

pada kelenjar saliva dan lakrimal menyebabkan kematian sel asinar dan

duktus serta hiposekresi air mata atau saliva. Non Sjogren Tear deficient

diakibatkan oleh disfungsi kelenjar lakrimal yang bukan bagian dari

autoimun sistemik. Keadaan yang paling sering ditemukan adalah mata

kering berkaitan dengan usia.15

4.2.1 Sindrom Sjogren

Sindrom Sjogren (SS) adalah gangguan autoimun yang ditandai oleh

peradangan limfositik dan dekstruksi dari kelenjar lakrimal dan kelenjar

saliva dan organ eksokrin lainnya. Trias klinis dari Sindrom Sjogren terdiri
36

dari mata kering, mulut kering dan pembesaran kelenjar parotid. Kondisi

ini diklasifikasikan menjadi dua yaitu primer ketika tidak dikaitkan dengan

penyakit lain dan sekunder ketika dikaitkan dengan penyakit lain seperti

rematoid artritis atau sistemik lupus eritematosus.14,15

Dalam oftalmologi, Sindrom Sjogren adalah gambaran dari penyakit

mata kering defisiensi akuos/ Aqueous Tear Deficient (ATD) dimana ATD

menyebabkan kerusakan epitel permukaan okuler (keratokonjungtivitis

sika) yang menyebabkan gejala iritasi mata, seperti sensasi benda asing

dan fotofobia, serta penurunan visus.14,15

Gejala okuler yang paling umum adalah perasaan kering pada mata,

sensasi seperti ada benda asing dan rasa terbakar pada mata yang

secara khas memburuk sepanjang hari. Kotoran mata, visus kabur,

kemerahan dan crusting pada kelopak mata juga umum terjadi. Gejala

keratokonjungtivitis sika ini sering diperburuk pada paparan kondisi yang

terkait dengan peningkatan penguapan air mata (misalnya AC, angin dan

pemanas sentral) atau penggunaan membaca atau melihat tampilan unit

video yang lama, ketika frekuensi berkedip berkurang. Diagnosis mata

kering ATD juga perlu untuk menunjukkan penurunan volume air mata

seperti test Schirmer I. Pada kriteria American College of Rheumatology

(ACR), untuk menentukan diagnosis pada pasien dengan gambaran klinis

yang menunjukkan SS dapat dilakukan pemeriksaan: 14,15


37

 Positif antibodi anti-SSA atau anti-SSB, atau positif faktor

rematoid bersama dengan positif antibodi antinuklear yang

signifikan.

 Pewarnaan permukaan okuler (Fluorescein, Rose Bengal,

Lissamine green)

 Sialadenitis limfositik fokal pada biopsi kelenjar saliva

ATD merupakan kelainan penting pada sindrom Sjogren, tujuan

pengobatan yang paling penting adalah meningkatkan volume air mata

untuk mengurangi kerusakan epitel kornea dan memperbaiki gejalanya.

Obat tetes mata yang biasa digunakan untuk mata kering ATD ringan

hingga sedang adalah larutan elektrolit sederhana yang mengandung

natrium klorida dan kalium klorida di mana osmolaritas disesuaikan

dengan air mata. Obat tetes mata yang mengandung asam hialuronat

dosis rendah yang disetujui oleh Kementerian Kesehatan dan

Kesejahteraan Jepang dan tersedia secara komersial di Jepang memiliki

sifat tahan air dan dilaporkan menstabilkan tear film selama sekitar 2 jam

dan efektif untuk pengobatan mata kering.15

Pada bentuk mata kering ATD yang lebih parah, penggunaan air

mata buatan bebas pengawet direkomendasikan untuk melindungi epitel

kornea dari toksisitas pengawet. Hialuronat bebas pengawet juga tersedia

di Jepang. Air mata buatan umumnya menghilang dari permukaan okular

pada tingkat eksponensial sehingga memerlukan pemberian tetes mata

yang sering (setidaknya enam kali sehari dianjurkan). Pada pengobatan


38

mata kering ATD, tetes mata harus diberikan terus menerus, bahkan

ketika gejala berkurang karena masalah dalam siklus antara tear film dan

epitel permukaan okuler tetap belum terselesaikan. 15

Tetes mata siklosporin atau tetes serupa dengan konsentrasi rendah

steroid (misalnya 0,1% fluorometholone) efektif, terutama pada pasien

dengan mata kering ATD dengan iritasi yang lebih parah. Pada sindrom

Sjogren, konsentrasi komponen antibakteri air mata seperti laktoferin dan

lisozim berkurang, meningkatkan kerentanan terhadap infeksi. Oleh

karena itu, antibiotik dapat dipertimbangkan. 15

4.2.2 Non Sjogren Tear Deficient

Penyakit mata kering non-Sjogren adalah bentuk mata kering

defisiensi akuos karena disfungsi lakrimal. Pasien dengan mata kering

ATD tetapi tidak memiliki sindrom Sjogren didiagnosis memiliki mata

kering ATD non-Sjogren. Diagnosis dari non Sjogren tear deficient

termasuk penyakit kelenjar lakrimal, obstruksi duktus lakrimal dan

disfungsi loop neural refleks.15

4.2.3 Evaporative Dry Eye

Mata kering evaporatif adalah mata kering yang dikarenakan

kehilangan air yang berlebihan pada permukaan okuler tetapi fungsi

sekresi dari kelenjar lakrimal normal. Penyebab dari mata kering

evaporatif dibagi menjadi intristik dan entristik, di mana penyebab intristik

adalah disfungsi dari kelenjar meibom sehingga terjadi defisiensi dari lipid
39

dan gangguan dari kelopak mata seperti peningkatan lebar fisura palpebra

yang berhubungan dengan peningkatan penguapan tear film. Penyebab

entristik dari mata kering adalah gangguan permukaan okuler dan

pemakaian lensa kontak yang tidak sesuai. 15

4.3 Pemeriksaan Khusus

Tes klinis digunakan untuk melengkapi dan mendukung diagnosis

awal berdasarkan pemeriksaan klinis awal. Tes klinis sangat membantu

dalam menentukan status dan fungsi kelenjar lakrimal, kesehatan serta

integritas konjungtiva dan epitel kornea dan stabilitas tear film. Tes

Schirmer I adalah tes paling praktis dan paling mudah untuk memeriksa

fungsi kelenjar lakrimal. Tes ini mengukur sekresi air mata basal dan

refleks kelenjar utama dan kelenjar aksesori lakrimal. Fluorophotometry

dan pewarnaan fluorescein merupakan tes tidak langsung, tetapi tes ini

tidak mudah dilakukan sebagai bagian dari pemeriksaan klinis yang rutin.

Integritas epitel konjungtiva dan kornea dinilai oleh penggunaan pewarna

seperti fluorescein, rose bengal, dan lissamine green. Pengukuran tear

breakup time menilai stabilitas tear film.16

4.3.1 Ocular Surface Disease Index

Diagnosis penyakit mata kering berat didasarkan pada temuan klinis.

Terdapat kriteria tertentu yang dapat digunakan dokter untuk menentukan

tingkat keparahan penyakit mata kering, dengan menggunakan kriteria

subjektif atau obyektif. Indeks Penyakit Permukaan Mata/ Ocular Surface


40

Disease Index (OSDI) adalah alat untuk pengukuran subjektif pada

penyakit mata kering.17

Kuisioner OSDI adalah kuesioner dengan 12 pertanyaan, yang

dibagi menjadi tiga kelompok. Kelompok pertama berisi pertanyaan

tentang gejala okuler dari penyakit mata kering, yang kedua tentang gejala

okular saat menonton televisi atau membaca buku, dan kelompok ketiga

berisi pertanyaan tentang gejala okular yang disebabkan oleh faktor

lingkungan.17

Gambar 8. Kuisioner Ocular Surface Disease Index.


(Dikutip dari: Ozcura F, et all. Ocular surface disease index for the diagnosis
of dry eye syndrome. Deparment of Ophthalmology, Hospital of the Dumlupinar
University. 2007; 15:391p)
41

Kuesioner OSDI dinilai pada skala dari 0 hingga 4, di mana 0

menunjukkan tidak ada, 1 menunjukkan beberapa waktu, 2 menunjukkan

setengah waktu, 3 menunjukkan sebagian besar waktu dan 4

menunjukkan sepanjang waktu. Skor total OSDI dihitung berdasarkan

rumus berikut: OSDI = [(jumlah skor untuk semua pertanyaan yang

dijawab) × 100] / [(jumlah total pertanyaan yang dijawab) × 4]. OSDI diberi

skor pada skala 0 hingga 100, dengan skor yang lebih tinggi menunjukkan

disabilitas yang lebih tinggi. Skor lebih dari 15 merupakan indikasi mata

kering.17

4.3.2 Tes Klinis Fungsi Kelenjar Lakrimal

4.3.2.1 Tes Schirmer I dan II

Tes Schirmer adalah penilaian yang berguna untuk menilai

produksi akuos air mata. Tes ini melibatkan pengukuran jumlah

pembasahan dari filter paper khusus, yang lebarnya 5 mm dan

panjang 35 mm dan diletakkan selama 5 menit pada 1/3 lateral

palpebra inferior untuk meminimalisasi iritasi pada kornea selama tes

berlangsung. Tes dapat dilakukan dengan atau tanpa anestesi

topikal. Tes Schrimer yang dilakukan dengan anestesi adalah

Schirmer II dan tanpa anestesi adalah Schirmer I.15,16

Tes Schirmer I mengukur baik sekresi basal maupun sekresi

refleks. Pembasahan < 10 mm setelah 5 menit merupakan

diagnostik untuk defisiensi lapisan akuos. Tes Schimer II mengukur


42

sekresi refleks dilakukan dengan cara yang serupa tanpa anastesi

topikal. Namun setelah kertas filter diletakkan pada forniks inferior,

aplikator dengan ujung kapas digunakan untuk mengiritasi mukosa

nasal. Pembasahan < 15 mm setelah 5 menit konsisten dengan

adanya defek pada sekresi refleks.15,16

Gambar 9. Tes Schirmer I.


(Dikutip dari: Geerling G, et all. Surgery for the dry eye. Switzerland: Karger;
2008)

4.3.3 Tes Klinis Intergritas Permukaan Okuler

4.3.3.1 Pewarnaan Fluorescein

Pewarnaan Fluorescein disintesis oleh Baeyer pada tahun

1871. Fluorescein adalah resorcinolphthalein dengan berat molekul

376,27 dan formula C20H10Na2. Garam natrium fluorescein adalah

bubuk higroskopis oranye merah yang menghasilkan warna

fluorescein hijau dalam larutan alkali (pH di atas 5.0). Fluorescein

telah digunakan pada abad kesembilan belas untuk menggambarkan

lecet atau ulserasi kecil. Strip yang diimpregnasi fluorescein lebih


43

disukai karena ketersediaan dan kesederhanaan penggunaannya

meskipun 1 hingga 2 µL dari larutan natrium fluorescein 1 atau 2%

dapat digunakan. Kelopak mata bawah ditarik ke bawah dan ujung

strip menyentuh lembut pada konjungtiva palpebra inferior. Pasien

diminta untuk menutup dan memutar mata dengan lembut agar

cukup mendistribusikan pewarna di permukaan okular. Mata kanan

diperiksa pertama, diikuti segera oleh mata kiri. Masing-masing mata

kemudian diperiksa secara bergantian menggunakan filter biru, lalu

mengamati pola pewarnaan dan kepadatan pewarnaan konjungtiva

dan kornea.16

Epitel kornea utuh karena kandungan lipid yang tinggi dan

melawan penetrasi fluorescein yang larut dalam air dan tidak

terwarnai olehnya. Setiap pecahnya pembatas epitel memungkinkan

penetrasi fluorescein dan pewarnaan daerah epitel. Pewarnaan

tampak kuning atau oranye karena sedikit reaksi asam pada tear film

yang normal. Warna-warna humor akuos yang lebih alkalin

memancarkan cahaya hijau di area-area yang denuded. Pewarnaan

fluorescein pada mata bersifat sementara dan menghilang dalam 30

menit. Pewarnaan fluorescein dianggap sebagai tes sensitif untuk

mendeteksi keratokonjungtivitis sika dan pewarnaan positif

ditemukan pada 96% kasus Sindrom Sjogren dalam studi klinis. 16

4.3.3.2 Pewarnaan Rose Bengal


44

Tes rose bengal adalah tes pewarnaan pada permukaan okuler

yang mewarnai mata secara luas. Rose bengal akan mewarnai sel-

sel yang rusak yang memiliki mucin coat yang abnormal. Rose

bengal jika digunakan dalam bentuk tetes, penggunaannya harus

didahului anestesi topikal. Rose bengal tersedia dalam bentuk drop

(1%) atau sebagai strip kertas yang diwarnai. Penilaian pewarnaan

menggunakan rose bengal sama seperti penilaian menggunakan

fluorescein. Penilaian yang paling umum adalah sistem penilaian van

Bijsterveld dan skema penilaian Oxford. Setiap zona dinilai dari 0

hingga 3, dan total skor maksimum adalah 9. Skor 3 dianggap

sebagai indikasi mata kering menurut skema van Bijsterveld.16

Gambar 10. Tes pewarnaan rose bengal pada mata.

(Dikutip dari: Geerling G, et all. Surgery for the dry eye. Switzerland: Karger; 2008)

4.3.3.3 Pewarnaan Lisammine green


45

Gambar 11. Tes pewarnaan lisammine green pada mata.

(Dikutip dari: Geerling G, et all. Surgery for the dry eye. Switzerland: Karger; 2008)

Lissamine green mewarnai mata dengan cara yang sama

seperti rose bengal, tetapi kurang beracun dan akibatnya ditoleransi

dengan baik. Lissamine green direkomendasikan sebagai tes

alternatif untuk tes rose bengal namun kontras dari pewarnaan pada

lissamine green kurang tajam dan deteksi daerah yang terwarnai

lebih sulit. Lissamine green digunakan dalam konsentrasi 1,0%. Tes

ini mirip dengan fluorescein. Sistem penilaian Oxford dan sistem van

Bijsterveld dapat diterapkan sebagai penilaian. 16

4.3.3.4 Sistem Penilaian pada Pewarnaan

Sistem penilaian yang paling umum adalah sistem penilaian

van Bijsterveld dan skema penilaian Oxford. Perbedaan utama di

antara sistem adalah bahwa pada sistem van Bijsterveld digunakan

untuk menilai pada pewarnaan rose bengal dari konjungtiva dan

kornea sedangkan skema Oxford menilai konjungtiva dan kornea


46

bersama-sama pada saat menggunakan pewarnaan fluorescein,

rose bengal, atau lissamine green.15,16

Gambar 12. Sistem penilaian van Bijsterveld.


(Dikutip dari: Asbell PA, et all. Dry eye disease the clinician’s guide to
diagnosis and treatment. New York: Thieme; 2006)

Sistem penilaian yang pertama kali diusulkan oleh van

Bijsterveld memberi nilai tiga area pada masing-masing mata seperti

konjungtiva bulbi nasal dan temporal serta kornea. Intensitas

pewarnaan rose bengal diukur pada skala dari 0 hingga 3 untuk

setiap area. Nilai maksimum pewarnaan untuk setiap mata adalah 9.

Nilai pewarnaan 3 atau lebih tinggi dianggap tidak normal. Skema

penilaian Oxford terdiri dari seri dari panel yang mewakili kornea dan

dua zona konjungtiva, di mana dipresentasikan dengan pola titik-titik

yang mewakili pewarnaan yang meningkat dari kelas 0 hingga 5. 15,16


47

Gambar 13. Skema penilaian Oxford.


(Dikutip dari: Asbell PA, et all. Dry eye disease the clinician’s guide to
diagnosis and treatment. New York: Thieme; 2006)

4.3.4 Tes Klinis Stabilitas Tear Film

4.3.4.1 Tear Breakup Time (TBUT)

Tes TBUT adalah waktu yang diperlukan untuk melihat dry spot

pada permukaan kornea setelah mengedip. Metode ini digunakan

untuk menentukan stabilitas tear film dan memeriksa adanya mata

kering evaporatif. Pada tes ini, fluorescein diteteskan pada mata

kemudian tear film diobeservasi dengan menggunakan lampu slit

sementara pasien menahan matanya dari berkedip sampai terjadinya

dry spot. Semakin lama waktunya, semakin stabil tear film. Waktu
48

tear breakup yang pendek adalah tanda akan tear film yang tidak

baik. Secara umum, waktu lebih dari 10 detik dianggap normal, 5

sampai 10 detik masih dalam batas yang dianggap normal, dimana

pasien dapat saja tidak memiliki gejala dan kurang dari 5 detik

dianggap sebagai mata kering. Keadaan tear film yang tidak stabil

dapat menjelaskan gejala mata kering pada pasien dengan kualitas

tear film yang normal. Tidak stabil disini berarti komposisi tear film

tidak seimbang sehingga terjadinya evaporasi yang cepat atau tidak

menempel/ lekat ke permukaan kornea dengan baik. Disfungsi dari

kelenjar meibom, dimana tidak terdapatnya produksi lipid yang cukup

untuk menutupi akuos dan mengurangi evaporasi adalah penyebab

tidak stabilnya tear film. Tear breakup time dilihat dengan pewarnaan

fluorescein pada pasien dengan mata kering. Dry spots diindikasikan

dengan area gelap yang tampak pada kornea. 15,16

4.3.4.2 Tes Ferning

Uji ferning merupakan pemeriksaan untuk mengevaluasi

kualitas lapisan musin pada air mata, dinilai dengan gambaran daun

pakis yang khas pada air mata. Sediaan diambil dari forniks inferior

dengan spatula atau mikro pipet dan diletakkan diatas gelas

objek,ditunggu mengering di udara bebas selama 5-10 menit dan

dilihat dengan mikroskop menggunakan pembesaran 40-100 kali.

Pola-pola kristalisasi (ferning) diklasifikasikan dalam 4 kelas yaitu;

tipe 1: arborisasi besar seragam, tipe 2: ferning berlimpah tetapi


49

ukurannya lebih kecil; tipe 3: ferning tidak lengkap sebagian; tipe 4:

tidak ada ferning. Tipe 1 dan 2 dinyatakan normal serta tipe 3 dan 4

dinyatakan tidak normal16,18

Gambar 14. Pola ferning air mata pada derajat Rolando 1 (A), 2 (B), 3 (C), 4
(D).
(Dikutip dari Mark D, et all. The ocular surface. TFOS DEWS II Tear film
report. 2017; 15(3): 375-376p)

4.4 Terapi

Dry eye workshop (DEWS) telah menghasilkan panduan dimana opsi

pengobatan yang disarankan bergantung pada tingkat keparahan penyakit

yang dinilai dari level 1 hingga 4. Sebagian besar subkomite definisi dan

klasifikasi mendukung penerapan penilaian tingkat keparahan

berdasarkan laporan Panel Delphi dan mengenalinya sebagai pendekatan

komprehensif yang dapat membentuk dasar terapi berdasarkan tingkat

keparahan penyakit.19
50

Tabel 2. Level Keparahan Penyakit Mata Kering


Level Keparahan 1 2 3 4
Penyakit Mata
Kering
Ketidaknyamanan, Ringan Episodik Berat atau Berat dan
keparahan dan dan atau sedang atau terus- atau
frekuensi episodic kronik menerus disable dan
terus-
menerus

Gejala visual Tidak ada Episodik Mengganggu, Terus-


atau yang kronis dan / menerus
kelemahan mengganggu atau terus- dan atau
ringan dan / atau menerus, possibly
membatasi membatasi disabling
aktivitas aktivitas
Injeksi konjungtiva Tidak ada Tidak ada +/- +/++
sampai sampai
ringan ringan
Pewarnaan Tidak ada Variable Moderate to Marked
konjungtiva sampai marked
ringan
Pewarnaan kornea Tidak ada Variable Marked Severe
(keparahan/ lokasi) sampai central punctate
ringan erosions
Tanda-tanda Tidak ada Mild debris/ Filamentary Filamentary
kornea/ air mata sampai ↓ meniscus keratitis, keratitis,
ringan mucus mucus
clumping, ↑ clumping, ↑
tear debris tear debris,
ulceration
Kelenjar kelopak/ Terdapat Terdapat Frequent Trikiasis,
meibomian MGD MGD Kertinisasi
dan
simblefaron
TBUT (detik) Variable ≤ 10 ≤5 Immediate
Skor Schirmer Variable ≤ 10 ≤5 ≤2
(mm/ 5 menit)

(Dikutip dari: Plugfelder SC. Management and therapy of dry eye disease:
Report of the Management and therapy subcommittee of the International dry eye
workshop. 2007; 5(1): 173p)
51

Tabel 3. Rekomendasi Terapi Berdasarkan Tingkat Keparahan


Level 1 Edukasi dan modifikasi lingkungan
Level 2 Jika terapi level 1 tidak adekuat,
tambahkan:
 Anti inflamasi
 Tetrasiklin (pada
meibomianitis, rosacea)
 Punctal plugs
 Secretogogues
 Moisture chamber spectacles
Level 3 Jika terapi level 2 tidak adekuat,
tambahkan:
 Serum
 Kontak lensa
 Oklusi punctal permanen
Level 4 Jika terapi level 3 tidak adekuat,
tambahkan:
 Agen anti inflamasi sistemik
 Pembedahan

(Dikutip dari : Plugfelder SC. Management and therapy of dry eye disease: Report of the
Management and therapy subcommittee of the International dry eye workshop. 2007;
5(1): 174p)

 Edukasi

Edukasi pada pasien dengan penyakit mata kering adalah tinjauan

gaya hidup termasuk pentingnya berkedip saat membaca, menonton

televisi atau menggunakan layar komputer dan manajemen pemakaian

lensa kontak. Peninjauan lingkungan pada pasien dengan penyakit mata

kering misalnya meningkatkan kelembaban yang dimungkinkan untuk

beberapa lingkungan. Penggunaan air mata buatan juga diperlukan.

Terapi kelopak mata juga dapat dilakukan seperti kompres hangat dan

kebersihan kelopak mata untuk mencegah blefaritis. 19


52

 Anti Inflamasi

Anti inflamasi diperlukan karena pada penyakit atau disfungsi

kelenjar sekresi air mata menyebabkan perubahan komposisi air mata

seperti hiperosmolaritas, yang menstimulasi produksi mediator inflamasi

pada permukaan okuler. Inflamasi menyebabkan disfungsi atau hilangnya

sel-sel yang bertanggung jawab atas sekresi atau retensi air mata.

Peradangan juga dapat dimulai dengan stres iritatif kronis (misalnya lensa

kontak) dan penyakit inflamasi / autoimun sistemik (misalnya rheumatoid

arthritis).19

Anti inflamasi pada terapi penyakit mata kering salah satunya

termasuk siklosporin A. Siklosporin A adalah metabolit jamur alami yang

memberikan efek imunosupresif dengan mengikat protein nukleat spesifik

yang diperlukan untuk inisiasi aktivasi sel-T, sehingga mencegah produksi

sel-T dari sitokin inflamasi seperti IL-2.19

Korikosteroid adalah terapi anti inflamasi efektif pada penyakit mata

kering. Efek dari kortikosteroid adalah penghambatan kuat dari banyak

jalur inflamasi yang dimediasi oleh jalur transduksi sinyal NF-κB, beberapa

diantaranya termasuk penghambatan sitokin inflamasi dan produksi

chemokine, penurunan ekspresi molekul adesi sel (seperti ICAM-1),

stimulasi apoptosis limfosit, dan penurunan sintesis matriks

metaloproteinase (MMPs) dan mediator lipid inflamasi (seperti

prostaglandin).19
53

 Tetrasiklin

Tetrasiklin memiliki sifat anti-inflamasi serta antibakteri yang dapat

membuat mereka berguna untuk mengelola penyakit inflamasi kronis.

Agen ini menurunkan aktivitas kolagenase, fosfolipase A2, dan beberapa

matriks metaloproteinase, dan mereka menurunkan produksi interleukin

(IL)-1 dan tumor nekrosis faktor (tNF)-alpha di berbagai jaringan, termasuk

epitel kornea. Pada konsentrasi tinggi, tetrasiklin menghambat sitokin

yang diinduksi oleh staphylococcal exotoxin dan chemokines. Oral

biasanya digunakan ketika tetrasiklin diberikan. Dari agen yang tersedia,

tetrasiklin adalah agen yang hemat biaya, tetapi karena waktu paruh yang

pendek (8,5 jam), tetrasiklin memerlukan rejimen empat kali sehari.

Doksisiklin memiliki waktu paruh yang lebih lama (15 hingga 17 jam), yang

memungkinkan dosis harian satu tablet. Tetrasiklin diekskresikan dalam

urin kecuali doksisiklin, yang diekskresikan terutama di feses, oleh karena

itu, doksisiklin dianggap tetrasiklin pilihan untuk pasien dengan gagal

ginjal.14,19

 Punctal Plug

Pada Sindrom Sjogren dengan mata kering difesiensi akuos, tear

film tipis serta tidak stabil dan tidak ada peningkatan yang diharapkan oleh

pemberian tetes mata saja, dan oklusi dari atas dan bawah puncta dengan

punctal plug diperlukan. Insersi plugs yang berukuran tepat dapat

menghasilkan peningkatan dalam volume akuos air mata dan pemulihan


54

lapisan lipid. Pada pasien dengan mata kering defisien akuos tear yang

ringan, penyumbatan pada puncta atas dan bawah dapat menyebabkan

epifora.14,19

Gambar 15. Punctal plug: (a) Insersi plug ke dalam puncta (b) Plug telah terpasang.
(Dikutip dari: Bowling B. Kanski’s clinical ophthalmology. 8th ed. Australia: Elsevier; 2015)

 Secretogogues

Secretogogues merupakan stimulasi air mata. Beberapa agen

farmakologis topikal dapat menstimulasi sekresi akuos, sekresi musin,

atau keduanya. Salah satu agen yang saat ini sedang diselidiki oleh

perusahaan farmasi adalah diquafosol (salah satu agonis reseptor P2Y2).

Kerja dari diquafosol adalah merangsang pelepasan musin dari sel

goblet.15,19

 Moisture Chamber Spectacles

Banyak beberapa laporan dengan bukti yang relatif tinggi yang

menggambarkan hubungan antara kelembaban lingkungan dan mata

kering. Peningkatan kelembaban periokular menyebabkan peningkatan

yang signifikan dalam ketebalan lapisan lipid dan lapisan air mata. Telah
55

dilaporkan bahwa penggunaan spons kecil yang dibasahi pada panel

khusus di samping dari kacamata mata yang dimodifikasi memberikan

penguapan yang stabil dari spons dan meningkatkan tingkat kelembaban

di depan mata.15,19

Gambar 16. Moisture Chamber Spectacles.


(Dikutip dari: Asbell PA, et all. Dry eye disease the clinician’s guide to diagnosis and
treatment. New York: Thieme; 2006)

 Serum

Konsentrasi TGF-β dalam serum manusia adalah sekitar 50 ng/ mL,

yang mana lima kali lebih tinggi daripada air mata. TGF-β diketahui

memiliki efek antiproliferatif dan konsentrasinya yang tinggi dapat

menekan penyembuhan luka pada epitel permukaan okuler. Hal itu

merupakan salah satu alasan untuk menggunakan larutan serum untuk

mempertahankan tingkat TGF-β.19

 Lensa Kontak

Pemakaian lensa kontak juga efektif dalam mengurangi gejala mata

kering meskipun pemakaian lensa kontak dapat memperparah mata


56

kering, terutama karena efek peradangan. Lensa kontak dapat membantu

melindungi dan melembabkan permukaan kornea pada kondisi mata

kering. Pasien dengan pemakaian kontak lensa juga harus diperingatkan

mengenai kemungkinan keratitis.19

 Pembedahan

Terapi yang dapat dilakukan untuk mata kering difokuskan terutama

pada penambahan atau stabilisasi tear film dan mengurangi faktor

penyebab dari mata kering itu sendiri, seperti peradangan pada

permukaan okuler. Pasien dengan penyakit mata kering yang sangat

parah sering membutuhkan intervensi bedah meskipun terapi obat yang

dikombinasikan dengan edukasi adalah terapi utama. Intervensi bedah

pertama adalah dengan meningkatkan ketersediaan air mata yang ada

dengan mengganggu sistem drainase lakrimal. Punctal plugs adalah

prosedur bedah sederhana dengan cara menghalangi drainase lakrimal.

Intervensi lainnya adalah dengan mengubah area permukaan okuler yang

terekspos udara, sehingga mengurangi penguapan air mata dan

melindungi permukaan, terutama dengan operasi kelopak. Pada intervensi

ini operasi dilakukan dengan mengurangi ruang interpalpebra untuk

melindungi permukaan okuler dari mata kering. Contoh intervesi bedah ini

adalah tarsorrhapy.15,19

BAB V
57

KESIMPULAN

Air mata terus-menerus disekresikan sepanjang hari oleh aksesori

kelenjar lakrimal (sekresi basal) dan kelenjar lakrimal utama (sekresi

reflek). Lapisan air mata memiliki tiga lapisan yaitu lapisan musin, akuos

dan lipid. Fungsi dari tear film adalah untuk menjaga permukaan kornea

dan konjungtiva tetap lembab, sebagai pelumas untuk permukaan

preokular dan kelopak, mencegah infeksi karena adanya zat antibakteri

seperti lisozim, betalisin, laktoferin, imunoglobulin dan protein lainnya.

Tear film membersihkan debris dan sesuatu yang mengiritasi.

Mata kering terjadi ketika volume atau fungsi air mata tidak adekuat

dan menghasilkan tear film yang tidak stabil serta mengakibatkan penyakit

permukaan okular. Berdasarkan etiopatologi, mata kering dikelompokkan

menjadi dua, yaitu mata kering defisiensi akuos/ Aqueous Deficiency Dry

Eye dan mata kering evaporasi/ Evaporative Dry Eye.

Indeks Penyakit Permukaan Mata/ Ocular Surface Disease Index

(OSDI) adalah alat untuk pengukuran subjektif pada penyakit mata kering.

Penilaian lain yang dapat dilakukan untuk menentukan derajat penyakit

mata kering adalah dengan tes Schirmer I dan tes Schirmer II serta

dengan pewarnaan fluorescein, rose bengal dan lissamine green yang

mana cara penilaiannya menggunakan skala Oxford dan van Bijsterveld.

Pada tes TBUT dan tes Ferning dilakukan untuk mengetahui stabilitas tear

film.
58

Dry eye workshop (DEWS) telah menghasilkan panduan dimana opsi

pengobatan yang disarankan bergantung pada tingkat keparahan penyakit

yang dinilai dari level 1 hingga 4. Sebagian besar subkomite definisi dan

klasifikasi mendukung penerapan penilaian tingkat keparahan

berdasarkan laporan Panel Delphi dan mengenalinya sebagai pendekatan

komprehensif yang dapat membentuk dasar terapi berdasarkan tingkat

keparahan penyakit.

DAFTAR PUSTAKA
59

1. Craig JP. TFOS DEWS II Definition and classification report. 2017;

15(3): 276-283p

2. Stapleten F, et all. TFOS DEWS II Epidemiology report. 2017;

15(3): 334-365p

3. Khurana AK, et all. Anatomy and physiology of eye. 2nd ed. New

Delhi: CBS; 2015. 372-396p

4. Pflugfelder SC, et all. Dry eye and ocular surface disorders.

Canada: Allergan; 2004. 1-41p

5. Cantor LB, et all. Basic and clinical science course: Section 7;

Orbit, eyelids, and lacrimal system. San Fransisco: American

Academy of Ophthalmology, 2015; 243-246p

6. Eva PR, et all. Vaughan & Asbury general ophthalmology. 18 th ed.

London: The McGraw-Hill; 2011. 67-81p

7. Suhardjo SU, et all. Buku ilmu kesehatan mata. 3 rd ed. Yogyakarta:

Departemen Ilmu Kesehatan Mata Universitas Gadjah Mada; 2017.

70-75p

8. Ilyas S, et all. Ilmu penyakit mata. 3 rd ed. Jakarta: Fakultas

Kedokteran Universitas Indonesia; 2010. 1-2p

9. Agarwal A, et all. Color atlas of ophthalmology. 2 nd ed. New York:

Thieme; 2010. 33-68p

10. Ansari MW, et all. Atlas of ocular anatomy. USA: Springer; 2016.

71-76p
60

11. Conrady CD, et all. The lacrimal gland and its role in dry eye.

Journal of Ophthalmology. 2016; 10(11): 1-11p

12. Patel S, et all. The dry eye a practical approach. London:

Butterworth-Heinemann; 2003. 28p

13. Cantor LB, et all. Basic and clinical science course: Section 2;

Fundamentals and principles of ophthalmology. San Faransisco:

American Academy of Ophthalmology, 2014; 213-220p

14. Bowling B. Kanski’s clinical ophthalmology. 8 th ed. Australia:

Elsevier; 2015. 120-129p

15. Asbell PA, et all. Dry eye disease the clinician’s guide to diagnosis

and treatment. New York: Thieme; 2006

16. Geerling G, et all. Surgery for the dry eye. Switzerland: Karger;

2008. 36-54p

17. Ozcura F, et all. Ocular surface disease index for the diagnosis of

dry eye syndrome. Deparment of Ophthalmology, Hospital of the

Dumlupinar University. 2007; 15:389-393p

18. Mark D, et all. The ocular surface. TFOS DEWS II Tear film report.

2017; 15(3): 375-376p

19. Jones L, et all. TFOS DEWS II Management and therapy report.

2017; 15(3): 575-628p

Anda mungkin juga menyukai