Anda di halaman 1dari 59

Laporan Kasus

September 2020

Retensi Bandage Contact Lens yang terlipat


pada pasien dengan gejala Dry Eye bilateral

Agung Putra Evasha*

Pembimbing:
dr. Ani Ismail, Sp.M (K)

BAGIAN/KSM ILMU KESEHATAN MATA


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA
RUMAH SAKIT DR. MOHAMMAD HOESIN PALEMBANG
2020
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL........................................................................ i

DAFTAR ISI................................................................................... ii

DAFTAR GAMBAR....................................................................... iii

DAFTAR TABEL............................................................................ iv

BAB I PENDAHULUAN............................................................ 1

BAB II LAPORAN KASUS......................................................... 3

BAB III TINJAUAN PUSTAKA.................................................... 18

BAB IV DISKUSI......................................................................... 52

BAB V KESIMPULAN................................................................ 55

DAFTAR PUSTAKA...................................................................... 56

ii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Bandage contact lens yang terlipat ........................... 6

Gambar 2. Bagian Bagian Lensa Kontak.................................... 24

Gambar 3. Klasifikasi Mata Kering............................................... 36

Gambar 4. Kuisioner Ocular Surface Disease Index…………….. 43


Gambar 5. Punctal plug: (a) Insersi plug ke dalam puncta (b)
Plug telah terpasang.,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,, 48
Gambar 6. Moisture Chamber Spectacles…………………………. 49

iii
DAFTAR TABEL

Tabel 1. Tabel Vertex Distance .................................................... 30

Tabel 2. Karakteristik jenis-jenis lensa kontak lunak.................... 35

Tabel 3. Level Keparahan Penyakit Mata Kering......................... 43

Tabel 4. Rekomendasi Terapi Berdasarkan Tingkat Keparahan.. 44

iv
v
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Lensa kontak adalah suatu lensa yang diletakkan pada mata di

depan kornea. Menurut fungsinya lensa kontak dibedakan atas lensa

korektif, lensa kosmetik ataupun teraupetik.1,2

Bandage contact lens (BCLs) biasanya digunakan untuk tujuan

terapeutik yaitu melindungi kornea. BCLs dapat tersedia dengan diameter

yang lebih besar daripada lensa kontak lunak korektif modern yang umum

digunakan. Diameter yang lebih tinggi mengurangi pergerakan lensa

kontak serta dapat melindungi kornea yang sakit.

Lensa kontak telah berubah secara dramatis sejak konsep dasar

yang pertama kalinya dideskripsikan oleh Leonardo da Vinci pada abad

ke-16 dan oleh Rene Descartes pada abad ke-17. Pada tahun 1888, adolf

fick seorang ophthalmologist German, adalah yang pertama berhasil

menyesuaikan lensa kontak yang terbuat daari kaca. Soft contact Lens

pertama kali diciptakan oleh seorang ahli kimia Czech, Otto Wichhterle

dan Drahoslav Lim yang menerbitkan penelitian berjudul Hydrophilic gels

for biological use dalam jurnal “Nature” pada tahun 1959. Penelitian ini

telah menjadi pemicu kepada penciptaan kontak lensa lunak yang

pertama yaitu soft ( hydrogel ) lenses di beberapa Negara pada tahun

1960.

1
2

Pada tahun 2004, diperkirakan sekitar 125 juta orang (2%)

menggunakan lensa kontak di seluruh dunia. Sekitar 35 juta orang di

Amerika Serikat memakai lensa kontak, diantaranya 20% untuk tujuan

koreksi refraktif.

Konjungtiva yang melapisi permukaan posterior kelopak mata

terbagi menjadi konjungtiva palpebra, konjungtiva bulbar dan forniks

konjungtiva Kadang-kadang benda asing, termasuk lensa kontak, dapat

tersembunyi di bagian posterior konjungtiva palpebra dekat forniks, dan

hanya dapat ditemukan oleh pemeriksa saat kelopak mata bagian atas

dieversikan. 'The upper fornix trap’ pertama kali dijelaskan oleh Bock pada

tahun 1971, yang menyatakan bahwa lensa kontak dapat 'terperangkap' di

dalam forniks konjungtiva atas, dengan batas bawah lensa terjepit di tepi

tarsal atas. Terdapat kasus yang dipublikasikan mengenai retensi lensa

kontak yang muncul sebagai massa, kista atau chalazion. Kami

melaporkan kasus retensi bandage contact lens terlipat selama enam

setengah tahun di ruang subtarsal atas dari pasien lansia, yang memiliki

riwayat panjang gejala mata kering bilateral. Sepengetahuan kami, tidak

ada kasus lain dari retensi bandage contact lens yang pernah dijelaskan

dalam literatur.

1.2 Tujuan
3

Laporan kasus ini bertujuan untuk mempelajari kasus komplikasi

lensa kontak dimana pentingnya melakukan pemeriksaan mata secara

menyeluruh, dan mengetahui kecurigaan klinis dari retensi lensa kontak.


BAB II

LAPORAN KASUS

2.1 Identifikasi Pasien

Seorang perempuan Ny. A, berusia 80 tahun, datang ke poli mata

RS Mata Abergrele, Inggris Raya.

2.2 Anamnesis (Autoanamnesis)

Keluhan Utama:

Ada sensasi benda asing pada kedua mata sejak beberapan bulan

yang lalu.

Riwayat Perjalanan Penyakit:

Seorang pasien datang ke poli mata RS Abergele, Inggris Raya

dengan riwayat mata kering yang sudah berlangsung lama setelah

menjalani operasi katarak bilateral beberapa bulan sebelumnya, keluhan

sensasi ada benda asing (+). Dokter melakukan pemeriksaan segmen

anterior terperinci dan mendiagnosisnya dengan disfungsi kelenjar

meibom bilateral. Pasien diberi edukasi untuk kebersihan kelopak mata

dan menggunakan antibiotik tetes mata dan pelumas tetes mata untuk

satu bulan.

Lebih kurang setahun kemudian pasien datang ke poli mata,

dengan kondisi nyeri mata bilateral yang persisten, maka dimasukkan

4
5

sepasang BCL Precision UV © (kurva dasar 8,7 mm; diameter 14,4 mm;

Isi: Vasurfilcon A 26% dan air 74%).

Lebih kurang Empat minggu kemudian pada kunjungan follow-up,

dokter mata lain mengeluarkan BCL dari mata kirinya, sementara pada

mata kanan tidak ditemukan. Kemudian tidak ada lagi BCL yang

dipasangkan .

Pasien kembali enam bulan kemudian dengan keluhan sensasi

terbakar di kedua matanya. Tidak ada benda asing yang ditemukan,

meskipun tidak ada pembengkakan kelopak mata atas yang ditemukan.

Pasien dirawat dengan mata kering. Enam konsultasi lanjutan dilakukan

selama 4 tahun setelahnya dengan dokter mata yang berbeda dalam unit

mata yang sama, di mana pemeriksaan tersebut menemukan keratitis

punktata superfisial bilateral tetapi tidak ada benjolan kelopak mata atau

kelainan segmen anterior lainnya yang dapat diamati. Berbagai strategi

pengobatan termasuk punctal plugs, beberapa rejimen pelumas seperti

Celluvisc © 0,5%, HYLO-Tear © dan Lacri-lube © diresepkan untuk gejala

mata kering bilateral, tetapi tidak ada yang berhasil.

Tidak sampai enam setengah tahun setelah pemasukan BCL,

ketika seorang praktisi perawat dari unit mata membuka kelopak mata

kanan atas dan menemukan 'benda asing', tercatat sebagai bandage

contact lens yang terlipat dan telah berubah warna, yang telah dibuang

tanpa kesulitan. Tiga bulan kemudian, sayangnya, dia masih mengalami


6

keluhan mata kering bilateral, meskipun menggunakan obat tetes mata

pelumas setiap hari.

Pasien tidak memiliki riwayat darah tinggi, tidak ada riwayat

kencing manis, riwayat operasi mata sebelumnya (+) yaitu operasi katarak

pada kedua mata beberapa bulan sbelum mengeluhkan gejala mata

kering, riwayat trauma mata sebelumnya (-), riwayat menggunakan obat

apa pun (+) yaitu antibiotic dan pelumas tetes mata, dan riwayat alergi (-).

2.3 Pemeriksaan Fisik

Status Oftalmologikus

OD OS

Visus 6/6 6/6

TIO P=N+0 P=N+0

KBM Ortoforia

GBM Baik ke segala arah Baik ke segala arah

Palpebra Tenang Tenang

Konjungtiva Injecti konjungtiva (+) Injecti Konjungtiva (+)

Kornea Jernih Jernih

BMD Sedang Sedang

Iris Gambaran baik Gambaran baik


7

Pupil Bulat, Sentral, RC (+), Ø 3 mm Bulat, Sentral, RC (+), Ø 3 mm

Lensa IOL (+) Sentral IOL (+) Sentral

Segmen RFOD (+) RFOS (+)

Posterior

Papil Bulat, batas tegas warna merah Bulat, batas tegas, warna merah

normal, c/d 0,3, a/v 2:3 normal c/d 0,3, a/v 2:3

Makula Refleks Fovea (+) Refleks Fovea (+)

Retina Kontur pembuluh darah baik Kontur pembuluh darah baik

2.3 Diagnosis Kerja

- Dry Eye e/c Disfungsi Kelenjar Meibom Bilateral

2.4 Tatalaksana

- Informed consent

- Edukasi untuk kebersihan kelopak mata

- Antibiotik tetes mata

- Pelumas tetes mata untuk satu bulan

2.5 Prognosis

Quo ad vitam : bonam

Quo ad functionam : bonam


8

Quo ad sanationam : bonam

Follow Up 1 (1 Tahun Kermudian)

S Nyeri mata bilateral yang persisten

O OD OS

Visus 6/6 6/6

TIO P=N+0 P=N+0

KBM Ortoforia

GBM Baik ke segala arah Baik ke segala arah

Palpebra Tenang Tenang

Konjungtiva Tenang Tenang

Kornea Jernih Jernih

BMD Sedang Sedang

Iris Gambaran baik Gambaran baik

Pupil Bulat, Sentral, RC (+), Ø 3 mm Bulat, Sentral, RC (+), Ø 3 mm

Lensa IOL (+) Sentral IOL (+) Sentral

Segmen RFOD (+) RFOS (+)

Posterior

Papil Bulat, batas tegas warna merah Bulat, batas tegas, warna merah
9

normal, c/d 0,3, a/v 2:3 normal c/d 0,3, a/v 2:3

Refleks Fovea (+) Refleks Fovea (+)

Makula
Kontur pembuluh darah baik Kontur pembuluh darah baik

Retina

Diagnosis Kerja

Secondary Persistent Ocular Pain e.c Dry Eye ODS

Tatalaksana

- BCL Precision UV © (kurva dasar 8,7 mm; diameter 14,4 mm; Isi:

Vasurfilcon A 26% dan air 74%).

- Edukasi higienitas lensa kontak

Follow Up 1 (4 minggu Kermudian)

S Kontrol post pemasangan kontak lensa

O OD OS

Visus 6/6 6/6

TIO P=N+0 P=N+0

KBM Ortoforia

GBM Baik ke segala arah Baik ke segala arah

Palpebra Tenang Tenang


10

Konjungtiva Tenang Tenang

Kornea Jernih , Lensa Kontak (-) Jernih, Lensa Kontak (+)

BMD Sedang Sedang

Iris Gambaran baik Gambaran baik

Pupil Bulat, Sentral, RC (+), Ø 3 mm Bulat, Sentral, RC (+), Ø 3 mm

Lensa IOL (+) Sentral IOL (+) Sentral

Segmen RFOD (+) RFOS (+)

Posterior

Papil Bulat, batas tegas warna merah Bulat, batas tegas, warna merah

normal, c/d 0,3, a/v 2:3 normal c/d 0,3, a/v 2:3

Makula Refleks Fovea (+) Refleks Fovea (+)

Retina Kontur pembuluh darah baik Kontur pembuluh darah baik

Diagnosis Kerja

Dry Eye ODS Perbaikan

Tatalaksana

- KIE

- Lepas lensa kontak pada mata kiri, namun pada mata kanan tidak

ditemukan lensa kontak.


11

Prognosis

Quo ad vitam : bonam

Quo ad functionam : bonam

Quo ad sanationam : bonam

Follow Up 1 (6.5 tahun Kermudian)

S Kontrol post pemasangan kontak lensa

O OD OS

Visus 6/6 6/6

TIO P=N+0 P=N+0

KBM Ortoforia

GBM Baik ke segala arah Baik ke segala arah

Palpebra Tenang Tenang

Konjungtiva Injecti konjungtiva (+), injecti Tenang

silier (+), Benda Asing (+) di

fornik superior arah jam 12.

Kornea FT (+) punctate (+) Jernih

BMD Sedang Sedang

Iris Gambaran baik Gambaran baik


12

Pupil Bulat, Sentral, RC (+), Ø 3 mm Bulat, Sentral, RC (+), Ø 3 mm

Lensa IOL (+) Sentral IOL (+) Sentral

Segmen RFOD (+) RFOS (+)

Posterior

Papil Bulat, batas tegas warna merah Bulat, batas tegas, warna merah

normal, c/d 0,3, a/v 2:3 normal c/d 0,3, a/v 2:3

Makula Refleks Fovea (+) Refleks Fovea (+)

Retina Kontur pembuluh darah baik Kontur pembuluh darah baik

Gambar 1. Bandage contact lens yang terlipat dan berubah warna


tersembunyi di balik kelopak mata atas pasien.

Diagnosis Kerja
13

- Dry eye ODS

- Keratokonjungtivitis OD

- Retensi Lensa Kontak OD

Tatalaksana

- Tidak dijelaskan lebih lanjut

Prognosis

Quo ad vitam : bonam

Quo ad functionam : bonam

Quo ad sanationam : bonam


BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

3.1. Lensa Kontak

3.1.1 Klasifikasi Lensa Kontak

Lensa kontak dapat dikelompokkan berdasarkan asal material lensa itu

sendiri, jadwal pemakaian, kegunaan, dan berdasarkan desain 4,6.

Suatu materi lensa kontak, idealnya memiliki kondisi- kondisi sebagai

berikut6:

 Mampu menyediakan oksigen yang cukup untuk kornea

 Bersifat transparans

 Memiliki ukuran dan bentuk yang tetap

 Dapat dibasahi (wettability) dalam mata

 Membutuhkan perawatan yang minimal

 Mudah diproduksi

1. Klasifikasi berdasarkan asal material lensa 6,7:

1.1 Rigid (hard) lenses, terdiri dari :

a. Non-gas permeable

Terbuat dari Poly (Methyl MethacryLate) PMMA yang bersifat

termoplastik. Kekurangannya adalah permeabilitas oksigen yang sangat

rendah. Pada pemakaian jangka lama akan menyebabkan kelelahan

14
15

kornea dan dapat mengganggu fisiologi kornea, sehingga mulai

ditinggalkan pemakaiannya6,7,8.

b. Gas permeable

Cellulose Acetate Butyrate

Berasal dari polisakarida alami yaitu selulose. Biasanya

mengandung 13% kelompok asetil, 37% kelompok butirat, dan 1-2%

kelompok hirdroksil bebas. Tidak dapat dibersihkan dengan benzalkonium

klorida yang biasanya merupakan pengawet dalam larutan pembersih

lensa kontak6,8.

Siloksan metakrilat

Permeabilitas polimer ini tergantung distribusi dari ikatan siloksan.

Permukaannya mudah tergores.

Fluro-siloksan-metakrilat

Berasal dari siloksanelalkil metakrilat namun dengan penambahan

beberapa monomer fluorinase, sehingga permeabilitas oksigen menjadi

lebih baik4,6,8.

Alkil stirene kopolimers

Material ini memiliki densitas yang rendah sehingga permeabilitas

oksigen lebih baik. Material ini memiliki indeks biasnya yang tinggi dan

gaya gravitasinya yang rendah sehingga khusus digunakan untuk lensa

dengan power yang tinggi6.

Elastomeric lens

Karet Silikon
16

Merupakan polimer organik-inorganik dengan ikatan silikon dan

oksigen sebagai intinya. Meski permeabilitas oksigen cukup tinggi,

permukaan lensa memilki sifat hidrofobik dan lipofilik sehingga menyerap

lipid yang ada pada lapisan airmata membuat material ini jarang

digunakan6.

Karet akrilik

Terbuat dari polimer yang memiliki ikatan karbon dan mengandung

akrilik, menghasilkan bentuk yang lebih lentur dibandingkan rigid 6.

1.2. Lensa kontak lunak - hidrogel

Hidrogel asli lensa kontak terbuat dari poly (2-hydroxyethil

methacrylate) (PHEMA). Rantai HEMA dihubungkan oleh ethylene glycol

dimethacrilate membentuk ikatan bersilang. Hingga kini PHEMA masih

digunakan sebagai material dasar lensa kontak lunak.

FDA mengklasifikasikan lensa berbahan dasar hidrogel ini

berdasarkan sifat ionik dan kandungan airnya menjadi empat kategori,

yaitu 4,6,8 :

1. Kelompok I : bersifat non-ionik, kandungan air yang rendah

2. Kelompok II : bersifat non-ionik, kandungan air tinggi

3. Kelompok III : bersifat ionik, kandungan air rendah

4. Kelompok IV : bersifat ionik, kandungan air tinggi.

Pengelompokan ini berkaitan dengan kemungkinan terjadinya

sindroma mata kering dimana kejadian ini dua hingga tiga kali lebih sering

mengenai lensa kelompok II dibanding kelompok I 8.


17

Lensa kontak lunak merupakan jenis lensa kontak yang paling

banyak digunakan. Biasanya disposable, bisa harian, mingguan atau

bulanan. Dapat mengkoreksi myopia, hipermetropia, dan beberapa tipe

astigmatisme6.

Kelebihannya ia dapat mengabsorbsi oksigen lebih banyak,

sehingga terasa lebih nyaman, lebih mudah pemasangannya, dan

membutuhkan break in time lebih singkat. Kekurangannya adalah harga

lebih mahal, waktu pemakaian yang lebih singkat, dan lebih beresiko

untuk terjadinya infeksi6,8.

Tabel 1. Keuntungan lensa kontak lunak dan lensa kontak RGP (dikutip dari
Contact Lens Primer; p:79)

Keuntungan lensa kontak lunak Keuntungan lensa kontak RGP


Cukup nyaman untuk dipakai Kualitas penglihatan yang jernih
dan tajam
Masa adaptasi yang singkat Dapat mengoreksi astigmat ringan
dan berat
Jadwal pemakaian lebih fleksible Mudah dalam perawatannya
Kurang sensitif terhadap benda Dapat mengoreksi astigmat
asing lingkungan, debu iregular
Tersedia dalam bentuk disposable
dan untuk penggantian yang
sering
18

2. Klasifikasi berdasarkan jadwal pemakaian dan penggantian 6,8

Dari segi pemakaian, lensa kontak dibedakan menjadi:

a. Daily wear soft lens: lensa kontak yang digunakan pada siang hari

dan tidak bisa digunakan ketika tidur.Pengguna memerlukan

waktu adaptasi pendek dan lensa kontak tidak mudah lepas,

sehingga memungkinkan untuk menunjang penampilan. Namun tidak

semua kelainan refraksi dapat diperbaiki, lensa mudah berminyak dan

perlu perawatan intensif6

b. Overnight wear atau extended wear: lensa kontak yang dapat

digunakan pada malam hari. Bisa dipakai selama 7 hari tanpa

perlu mengganti. Namun perlu pemeriksaan mata yang rutin

untuk mengurangi risiko komplikasi6

Dari segi penggantian, lensa kontak dibedakan menjadi :

a. Disposable : sekali pakai.

b. Frequent replacement : diganti setiap 3-6 bulan sekali.

c. Permanen : bisa dipakai selama 1 tahun atau lebih 3

3. Klasifikasi berdasarkan kegunaan6,8:

1. Teraupetik (sebagai perlindungan proses penyembuhan kornea)

2. Kosmetik ( modifikasi warna iris atau memperbaiki tampilan mata)

3. Optik ( untuk mengoreksi kelainan refraksi dan memberi regularitas

permukaan kornea).

4. Klasifikasi berdasarkan desain6,7,8:

1. Sferikal (memiliki permukaan sferis pada anterior dan posterior)


19

2. Asferikal ( radius kurvatura sentral dan perifer berbeda, menirukan

struktur kornea) meridian utama memiliki radius kurvatura yang

berbeda;

3. Torik ( dua meridian utama memiliki radius kurvatura yang berbeda;

dapat pada permukaan anterior atau posterior maupun pada kedua

permukaan lensa). Digunakan untuk mengoreksi astigmatisme.

4. Bifokal (cara kerja mirip dengan kacamata bifokal, digunakan

untuk mengoreksi presbiopi.)

5. Progresif

6. Multicurve ( dua atau lebih kurva posterior)

7. Reverse curve ( kurva sentral posterior lebih datar, terutama

digunakan untuk setelah bedah refraktif myopia).

8. Orthokeratology.( lensa yang didesain khusus untuk

memperbaiki bentuk kornea (mendatarkan kornea sehingga mata

minus bisa terkoreksi) , digunakan hanya pada malam hari,

terutama untuk mata minus. )

3.1.2 Bagian-Bagian Lensa Kontak

Bagian-bagian dari lensa kontak, yaitu: 7,14,15,16

 Base curve (BC)

Merupakan kurva belakang lensa kontak yang berada pada bagian depan

permukaan mata. Untuk mencapai posisi yang tepat kurva ini harus

sejajar dengan kurva kornea. Dinyatakan dalam milimeter atau diopter.

 Power
20

Power lensa berada di depan permukaan lensa. Lensa plus lebih tebal

pada sentral dan lensa minus lebih tebal pada perifer.

 Diameter lensa kontak

Panjang lensa yang melalui diameter terluas disebut diameter lensa.

Diameter lensa kontak lunak biasanya 12-15 mm dan lensa kontak RGP

8-10 mm.

 Kurva perifer

Merupakan kurva di sekeliling base curve pada permukaan posterior

lensa. Kurva perifer memiliki lebar yang tetap 0.3-0.5 mm, tergantung dari

diameter zona optik dan diameter lensa.

 Zona optik

Bagian optik sentral yang terdapat pada base curve lensa dikenal sebagai

zona optik. Berada di bagian sentral lensa dimana terdapat power lensa.

Diameter rata-rata zona optik adalah 7-8.5 mm pada lensa kontak RGP

dan 7-12 mm pada lensa kontak lunak. Zona optik harus tepat menutupi

pupil untuk menghindari silau. Diameter zona optik lebih lebar 2 mm dari

diameter pupil di penerangan redup.

 Ketebalan sentral

Merupakan jarak antara permukaan anterior dan posterior dari pusat

geometrik lensa, biasanya dinyatakan dalam milimeter. Ketebalan lensa

berpengaruh pada transmisi oksigen.


21

Gambar 2. Bagian-bagian Lensa Kontak

Dikutip dari: American Academy of Ophthalmology.

Clinical Optics. Section 3. AAO. 2018-2019

Dibandingkan dengan lensa Rigid, Soft lens diindikasikan pada beberapa

kondisi yang dibutuhkan oleh pasien antara lain: 14,15,16

 Kenyamanan adalah hal yang terpenting pada pasien pengguna lensa

kontak maka lensa kontak lunak menjadi pilihan utama dibandingkan

lensa RGP.

 Ketika pasien menginginkan adaptasi segera dan tidak ingin

menunggu lama untuk proses adaptasi maka kontak lensa lunak

menjadi piluhan utama.

 Saat pasien ingin menggunakan lensa sesekali. Lensa RGP harus

dipakai secara teratur. Jika pasien berhenti pakai selama satu atau

dua minggu dengan lensa RGP. Maka sensasi awal akan muncul

kembali dan pasien perlu memulai kembali adaptasi.


22

 Pasien yang memiliki kesalahan refraktif yang rendah akan merasa

sulit untuk melakukan penyesuaian dengan lensa RGP.

 Olahragawan yang ingin stabilitas lensa lebih besar seharusnya lensa

lunak yang disarankan.

 Pasien dalam kondisi cuaca yang berdebu dan berangin akan sedikit

memiliki masalah dengan lensa kontak lunak dibandingkan RGP.

 Jika warna mata harus diubah atau opasitas harus disembunyikan

maka pilihan yang dipakai adalah jenis lensa kontak lunak.

3.2.4. Uji Pasang Lensa Kontak Lunak (SCL/Soft Contact Lens)

Pada sebagian besar pasien berpikir bahwa pemasangan lensa

kontak lunak tidak memerlukan keterampilan yang tepat. Padahal sangat

dibutuhkan suatu pengetahuan untuk mempelajari karakteristik lensa dan

teknik pemasangan agar komplikasi karena pemasangan yang tidak tepat

dapat dihindari. Tujuan uji pasang lensa kontak adalah untuk kepuasan

pasien, mencapai tajam penglihatan baik, yang tidak fluktuasi dengan

kedipan atau gerakan mata. Uji pasang lensa kontak dikatakan baik jika

posisi lensa di sentral dan bergerak sedikit saat berkedip. 11,12

Untuk memulai pemakaian lensa kontak lunak harus memahami

faktor-faktor dasar, yang mana mempengaruhi kecocokan lensa pada

mata.11,12,13
23

1. Lensa lunak memiliki modulus elastisitas yang sangat rendah dan

sebagainya tirai kornea, karena yang umumnya terlihat itu kurva dasar

universal cocok untuk sebagian besar kornea. Lensa tipis adalah juga

lebih fleksibel, sehingga mereka bergerak lebih minimal dibandingkan

dari lensa yang lebih tebal.

2. Metode manufaktur menciptakan perbedaan dalam pemasangan jenis

lensa kontak. Kelengkungan identik tetapi metode yang berbeda akan

menyebabkan perbedaan tingkat pergerakan.

3. Pemasangan juga tergantung pada kadar air. Kadar air yang lebih

tinggi pada komponen lensa akan membuat lensa lebih fleksibel

sehingga membuat pergerakan lensa lebih minimal dibandingkan

lensa dengan kadar air rendah.

4. Pembacaan keratometri tidak pernah menjadi alat prediksi yang

sebenarnya pada bentuk kornea dan nilai-nilai Sag dari kornea.

Demikian pasien dengan pembacaan K yang sama dapat memiliki

parameter lensa yang berbeda.

5. Gerakan pemasangan lensa juga tergantung pada kekuatan dan

posisi kelopak mata.

6. Lapisan air mata juga dapat mengubah karakteristik pemasangan.

Lensa cenderung mengalami dehidrasi pada mata yang kering

sehingga akan sedikit bergerak. Ionisitas juga mengubah

pemasangan, air mata hipertonik menyebabkan lensa dehidrasi dan

karenanya bergerak lebih sedikit.


24

Mempertimbangkan semua faktor di atas, maka penggunaan lensa

kontak dapat digunakan oleh pasien dengan optimal. 11

Prosedur pada uji pasang lensa kontak lunak: 11,12,13

1. Lakukan pemeriksaan awal mata pada slit lamp biomicrosope

2. Tentukan pasien cocok atau tidak untuk soft lens

3. Lakukan refraksi yang akurat. Penambahan Silinder seharusnya tidak

lebih dari 0,75 dioptri atau dalam rasio 4: 1 (bulat daya: daya silinder)

4. Ukur kelengkungan kornea dengan Keratometer. Meskipun

Keratometer bukanlah prediktor sejati dari basis kurva lensa lunak

5. Ukur HVID. Lensa yang dipilih harus lebih besar dari HVID

6. Lakukan pemeriksaan rutin lainnya seperti lapisan air mata

7. Pilih jenis lensa untuk mata, kadar air, bahan, ketebalan, modalitas,

dan lainnya

8. Pemilihan lensa uji coba.

Adapun beberapa pemeriksaan yang harus dilakukan sebelum

melakukan uji coba pemakaian kontak lensa lunak: 11,12,13

a. Pengukuran topografi kornea

Hasil pemeriksaan menunjukkan gambaran kelengkungan dan

ketinggian kornea.

b. Pengukuran diameter kornea

Diameter kornea diperoleh dengan mengukur jarak dari limbus ke

limbus pada posisi vertikal / Vertical Visible Iris Diameter (VVID) dan

horizontal / Horizontal Visible Iris Diameter (HVID) yang dinyatakan dalam


25

milimeter. HVID penting untuk menentukan diameter total lensa kontak

lunak. Diameter lensa yang dipilih adalah diameternya 2 mm lebih besar

dari ukuran HVID.

c. Pengukuran ukuran pupil

Ukuran pupil penting untuk menentukan ukuran zona optik lensa

kontak Pengukuran pupil dilakukan pada rata-rata pencahayaan rendah.

Ukuran zona optik harus lebih besar dibandingkan ukuran pupil.

d. Penilaian tonus kelopak mata

Tidak ada instrumen khusus untuk mengukur tonus kelopak mata.

Metode subjektif untuk mengukur tonus kelopak mata adalah dengan

meminta pasien melihat ke bawah dan membalik kelopak matanya.

Penilaian didefinisikan sebagai kaku, medium, dan kendur.

e. Penilaian laju berkedip

Penilaian normal laju berkedip (15 kali permenit) adalah penting

untuk keamanan pemakai lensa kontak. Selain itu kualitas kedipan apakah

komplit atau sebagian perlu dicatat. Kedipan yang tidak komplit

menyebabkan gangguan lapisan air mata dan dapat mengeringkan

kornea.

f. Penilaian lapisan air mata

Lapisan air mata penting untuk memperkirakan kecocokan pemakai

lensa kontak. Pemeriksaan lapisan air mata yang dilakukan:

- Tes Schirmer

Tes ini berguna untuk menentukan apakah produksi air mata cukup untuk

membasahi mata. Pemeriksaan dengan menggunakan kertas filter


26

whatman 41. Pasien diminta menutup mata untuk mengurangi efek

berkedip. Area yang basah diukur setelah 5 menit. Apabila filter basah 10

– 25 mm maka sekresi lakrimal dinilai normal.

- Tes Break up time

Tes Break up time merupakan suatu pemeriksaan untuk menilai

kestabilan film air mata yang melindungi kornea, dimana diukur

kekeringan kornea sesudah kedipan pada suatu waktu tertentu. Dengan

meneteskan fluoresein kemudian disinari dengan filter kobalt biru pada

slitlamp dan diukur timbulnya bercak kering dalam detik. Bercak kering

yang timbul kurang dari 10 detik dianggap abnormal.

g. Penilaian dan pengukuran parameter lensa kontak lunak

Dilakukan penilaian base curve dan power lensa kontak.

Pengukuran base curve didasarkan dari hasil keratometri. Power lensa

kontak harus disesuaikan dengan vertex distance jika saat koreksi

didapatkan > 4 D.

Tabel 1. Tabel Vertex Distance


27

h. Dilakukan over refraksi


28

Pemeriksaan ini dilakukan untuk penilaian subjektif pasien terkait

hasil koreksi dengan lensa kontak lunak yang telah dilakukan. 11,12,13

Pengukuran parameter lensa kontak lunak

 Base Curve

Kurva dasar dipilih berdasarkan keratometri. Itu desain modern

mungkin belum benar-benar memprediksi kurva dasar ini adalah satu -

satunya cara logis untuk memilih lensa uji coba pertama untuk mata.

Kurva dasar berkisar dari 8,1 hingga 9,1 mm diamana langkah-langkah

untuk perhitungan adalah

1. Ukur kelengkungan kornea = konversi dalam milimeter (lihat grafik

konversi)

2. Tambahkan 1 mm ke rata-rata K

Misalnya, Km = 43.0 @ 180 /43.50 @ 90

= 7.85 / 7.76

= 7.80

Tambahkan 1 hingga 7,80 = 8,80 mm.

Ini adalah kurva dasar dari lensa percobaan yang diperlukan untuk

memulai.

3. Selain membaca K. Bergantung pada pedoman pabrik dalam

pemasangan memandu dalam pemilihan lensa uji coba.

4. Pilih lensa yang paling dekat dengan BC yang diperlukan.

 Power
29

Lensa yang dipilih harus memiliki kekuatan sedekat mungkin

dengan kekuatan kacamata, Ada beberapa langkah dasar untuk

menghitung daya yang diharapkan dari lensa kontak lunak. Kekuatan

lensa kacamata harus diatas 4D karena jika dibawah ini maka selisih

power lensa kontak dengan kacamata terlalu kecil jadi dapat diabaikan.

Pengkonversian power dapat dilihat dari tabel jaraj vertex. 14

 Water content (Kadar air)

Kadar air pada lensa lunak diklasifikasi dalam beberapa jenis yaitu

kadar air rendah (38% atau kurang), sedang (38% hingga 45%), atau

tinggi (55% atau lebih besar). Kadar air adalah faktor dalam kualifikasi

lensa untuk pemakaian sehari-hari atau penggunaan dalam jangka

panjang. Kadar air juga merupakan faktor penting dalam keluhan pasien

yang berkaitan dengan “kering gejala mata. Lensa kontak lunak telah

terbukti kehilangan sekitar 6% hingga 10% dari kadar airnya dalam enam

jam pertama dipakai. Saat lensa mengalami dehidrasi, lensa akan

cenderung menajam dan mungkin menjadi lebih kencang di mata. Ketat

mungkin terkait dengan keluhan pasien tambahan pelepasan lensa yang

sulit, penglihatan kabur, dan mata merah. Sehingga kebutuhan air pada

jenis lensa kontak lunak mengambil asupan air dari lapisan air mata. 14

Kalsifikasi FDA dari material hydrogel terbagi dalam 4 grup yaitu: 12,13,14

1. Grup 1: kadar air rendah (<50%) non ionic

2. Grup 2: kadar air rendah (<50%) ionic


30

3. Grup 3: kadar air tinggi (>50%) non ionic

4. Grup 4: kadar air tinggi (>50%) ionic

 Dk (diffusion coefisien)

Karena kornea menerima sebagian besar oksigen dari atmosfer,

maka transmisibilitas oksigen sesuai dengan lensa kontak satu sifat yang

paling penting. Permeabilitas oksigen adalah kemampuan suatu material

lensa kontak untuk oksigen menembus material dimana digambarkan

sebagai Dk, di mana D adalah kemampuan material menembus lensa

kontak dan k adalah kelarutan oksigen pada bahan material. Tingkat

sensitivitas adalah ukuran seberapa cepat oksigen dapat bergerak melalui

material, sedangkan kelarutan adalah ukuran berapa banyak oksigen

yang bisa ditampung material. Permeabilitas oksigen Permeabilitas

oksigen diatur oleh EWC dalam hidrogel. Hubungan ini didasarkan pada

kemampuan oksigen untuk lewat melalui air ketimbang melalui

materialnya sendiri. Telah terbukti terdapat hubungan antara EWC dan

permeabilitas oksigen. Untuk menghitung jumlah oksigen yang akan

bergerak dari anterior ke posterior lensa, maka ditentukan oleh oksigen

permeabilitas (Dk) dibagi dengan ketebalan lensa (t). 13,14

3.2.3 Kontra Indikasi 15,16

1. Inflamasi segmen anterior yang aktif

Inflamasi pada kelopak mata, konjungtiva, kornea atau traktus uvea

anterior.
31

 Kondisi kelopak mata seperti skuomosa atau blefaritis rosasea,

kalazion dan penyakit ini harus diatasi dulu sebelum pemberian

lensa kontak.

 Konjungtiva bulbi seperti adanya folikel atau papil pada

konjungtiva tarsal. Adanya pterigium, namun untuk ptrerigium

yang kecil tidak melewati limbus dapat dipertimbangkan untuk

pemakaian lensa kontak.

2. Riwayat baru atau terjadinya erosi kornea atau rekuren

 Parut dari trakoma kornea, keratitis intersisial lama.

3. Distrofi membran dasar anterior

4. Dry eye

 Sekresi air mata yang kurang pada keratokonjungtifitis sicca dapat

menyebabkan BUT yang cepat.

5. Bleb setelah operasi glaukoma

 Gerakan lensa kontak dapat terjadi saat pasien mengedip

sehingga dapat megenai blep sehingga blep dapat pecah.

Glaukoma sendiri bukan bukan suatu pertimbangan yang penting

untuk pemakaian lensa kontak teknik khusus dapat diambil

apabila adanya drainase blep.


32

Tabel 2. Karakteristik jenis-jenis lensa kontak lunak15

3.2

SINDROMA MATA KERING

3.2.1 Definisi

Penyakit mata kering merupakan penyakit multifaktorial pada air

mata dan permukaan mata yang menimbulkan gejala tidak nyaman,

gangguan penglihatan, dan ketidakstabilan tear film dengan potensial

merusak permukaan mata. Keadaan ini bisa diikuti dengan peningkatan

osmolaritas tear film dan inflamasi permukaan mata. Mata kering terjadi

ketika volume atau fungsi air mata tidak adekuat dan menghasilkan tear

film yang tidak stabil serta mengakibatkan penyakit permukaan okuler. 1,14

3.2.2 Klasifikasi

Mata kering dapat terjadi sendiri atau bersamaan dengan kelainan

lain. Berdasarkan etiopatologi, mata kering dikelompokkan menjadi dua,


33

yaitu mata kering defisiensi akuos/ Aqueous Deficiency Dry Eye dan mata

kering evaporasi/ Evaporative Dry Eye. Mata kering defisiensi akuos

disebabkan oleh kegagalan sekresi air mata lakrimal akibat disfungsi

kelenjar lakrimal asinar atau penurunan volume sekresi air mata. Mata

kering defisiensi akuos dikelompokkan menjadi dua sub-kelas, yaitu

Sjogren Syndrome, dan Non Sjogren Tear Deficient.14,15

Mata Kering

Defisiensi Air
Evaporatif
Mata

Defisiensi Air
Sindrom Sjogren Defisiensi Oil
Mata Non-Sjogren

Penyakit Lakrimal Lid Related

Obstruksi
Lensa Kontak
Lakrimal

Perubahan
Refleks Permukaan
Okuler

Gambar 3. Klasifikasi Mata Kering.


(Dikutip dari: Asbell PA, et all. Dry eye disease the clinician’s guide to diagnosis
and treatment. New York: Thieme; 2006)

Sjogren Syndrome merupakan penyakit autoimun yang menyerang

kelenjar lakrimal, kelenjar saliva, dan beberapa organ lain. Infiltrasi sel T

pada kelenjar saliva dan lakrimal menyebabkan kematian sel asinar dan

duktus serta hiposekresi air mata atau saliva. Non Sjogren Tear deficient
34

diakibatkan oleh disfungsi kelenjar lakrimal yang bukan bagian dari

autoimun sistemik. Keadaan yang paling sering ditemukan adalah mata

kering berkaitan dengan usia.15

1. Sindrom Sjogren

Sindrom Sjogren (SS) adalah gangguan autoimun yang ditandai oleh

peradangan limfositik dan dekstruksi dari kelenjar lakrimal dan kelenjar

saliva dan organ eksokrin lainnya. Trias klinis dari Sindrom Sjogren terdiri

dari mata kering, mulut kering dan pembesaran kelenjar parotid. Kondisi

ini diklasifikasikan menjadi dua yaitu primer ketika tidak dikaitkan dengan

penyakit lain dan sekunder ketika dikaitkan dengan penyakit lain seperti

rematoid artritis atau sistemik lupus eritematosus.14,15

Dalam oftalmologi, Sindrom Sjogren adalah gambaran dari penyakit

mata kering defisiensi akuos/ Aqueous Tear Deficient (ATD) dimana ATD

menyebabkan kerusakan epitel permukaan okuler (keratokonjungtivitis

sika) yang menyebabkan gejala iritasi mata, seperti sensasi benda asing

dan fotofobia, serta penurunan visus.14,15

Gejala okuler yang paling umum adalah perasaan kering pada mata,

sensasi seperti ada benda asing dan rasa terbakar pada mata yang

secara khas memburuk sepanjang hari. Kotoran mata, visus kabur,

kemerahan dan crusting pada kelopak mata juga umum terjadi. Gejala

keratokonjungtivitis sika ini sering diperburuk pada paparan kondisi yang

terkait dengan peningkatan penguapan air mata (misalnya AC, angin dan
35

pemanas sentral) atau penggunaan membaca atau melihat tampilan unit

video yang lama, ketika frekuensi berkedip berkurang. Diagnosis mata

kering ATD juga perlu untuk menunjukkan penurunan volume air mata

seperti test Schirmer I. Pada kriteria American College of Rheumatology

(ACR), untuk menentukan diagnosis pada pasien dengan gambaran klinis

yang menunjukkan SS dapat dilakukan pemeriksaan: 14,15

 Positif antibodi anti-SSA atau anti-SSB, atau positif faktor

rematoid bersama dengan positif antibodi antinuklear yang

signifikan.

 Pewarnaan permukaan okuler (Fluorescein, Rose Bengal,

Lissamine green)

 Sialadenitis limfositik fokal pada biopsi kelenjar saliva

ATD merupakan kelainan penting pada sindrom Sjogren, tujuan

pengobatan yang paling penting adalah meningkatkan volume air mata

untuk mengurangi kerusakan epitel kornea dan memperbaiki gejalanya.

Obat tetes mata yang biasa digunakan untuk mata kering ATD ringan

hingga sedang adalah larutan elektrolit sederhana yang mengandung

natrium klorida dan kalium klorida di mana osmolaritas disesuaikan

dengan air mata. Obat tetes mata yang mengandung asam hialuronat

dosis rendah yang disetujui oleh Kementerian Kesehatan dan

Kesejahteraan Jepang dan tersedia secara komersial di Jepang memiliki

sifat tahan air dan dilaporkan menstabilkan tear film selama sekitar 2 jam

dan efektif untuk pengobatan mata kering.15


36

Pada bentuk mata kering ATD yang lebih parah, penggunaan air

mata buatan bebas pengawet direkomendasikan untuk melindungi epitel

kornea dari toksisitas pengawet. Hialuronat bebas pengawet juga tersedia

di Jepang. Air mata buatan umumnya menghilang dari permukaan okular

pada tingkat eksponensial sehingga memerlukan pemberian tetes mata

yang sering (setidaknya enam kali sehari dianjurkan). Pada pengobatan

mata kering ATD, tetes mata harus diberikan terus menerus, bahkan

ketika gejala berkurang karena masalah dalam siklus antara tear film dan

epitel permukaan okuler tetap belum terselesaikan. 15

Tetes mata siklosporin atau tetes serupa dengan konsentrasi rendah

steroid (misalnya 0,1% fluorometholone) efektif, terutama pada pasien

dengan mata kering ATD dengan iritasi yang lebih parah. Pada sindrom

Sjogren, konsentrasi komponen antibakteri air mata seperti laktoferin dan

lisozim berkurang, meningkatkan kerentanan terhadap infeksi. Oleh

karena itu, antibiotik dapat dipertimbangkan. 15

2. Non Sjogren Tear Deficient

Penyakit mata kering non-Sjogren adalah bentuk mata kering

defisiensi akuos karena disfungsi lakrimal. Pasien dengan mata kering

ATD tetapi tidak memiliki sindrom Sjogren didiagnosis memiliki mata

kering ATD non-Sjogren. Diagnosis dari non Sjogren tear deficient

termasuk penyakit kelenjar lakrimal, obstruksi duktus lakrimal dan

disfungsi loop neural refleks.15


37

3. Evaporative Dry Eye

Mata kering evaporatif adalah mata kering yang dikarenakan

kehilangan air yang berlebihan pada permukaan okuler tetapi fungsi

sekresi dari kelenjar lakrimal normal. Penyebab dari mata kering

evaporatif dibagi menjadi intristik dan entristik, di mana penyebab intristik

adalah disfungsi dari kelenjar meibom sehingga terjadi defisiensi dari lipid

dan gangguan dari kelopak mata seperti peningkatan lebar fisura palpebra

yang berhubungan dengan peningkatan penguapan tear film. Penyebab

entristik dari mata kering adalah gangguan permukaan okuler dan

pemakaian lensa kontak yang tidak sesuai. 15

3.2.3 Pemeriksaan Khusus

Tes klinis digunakan untuk melengkapi dan mendukung diagnosis

awal berdasarkan pemeriksaan klinis awal. Tes klinis sangat membantu

dalam menentukan status dan fungsi kelenjar lakrimal, kesehatan serta

integritas konjungtiva dan epitel kornea dan stabilitas tear film. Tes

Schirmer I adalah tes paling praktis dan paling mudah untuk memeriksa

fungsi kelenjar lakrimal. Tes ini mengukur sekresi air mata basal dan

refleks kelenjar utama dan kelenjar aksesori lakrimal. Fluorophotometry

dan pewarnaan fluorescein merupakan tes tidak langsung, tetapi tes ini

tidak mudah dilakukan sebagai bagian dari pemeriksaan klinis yang rutin.

Integritas epitel konjungtiva dan kornea dinilai oleh penggunaan pewarna

seperti fluorescein, rose bengal, dan lissamine green. Pengukuran tear

breakup time menilai stabilitas tear film.16


38

3.2.4 Ocular Surface Disease Index

Diagnosis penyakit mata kering berat didasarkan pada temuan klinis.

Terdapat kriteria tertentu yang dapat digunakan dokter untuk menentukan

tingkat keparahan penyakit mata kering, dengan menggunakan kriteria

subjektif atau obyektif. Indeks Penyakit Permukaan Mata/ Ocular Surface

Disease Index (OSDI) adalah alat untuk pengukuran subjektif pada

penyakit mata kering.17

Kuisioner OSDI adalah kuesioner dengan 12 pertanyaan, yang

dibagi menjadi tiga kelompok. Kelompok pertama berisi pertanyaan

tentang gejala okuler dari penyakit mata kering, yang kedua tentang gejala

okular saat menonton televisi atau membaca buku, dan kelompok ketiga

berisi pertanyaan tentang gejala okular yang disebabkan oleh faktor

lingkungan.17
39

Gambar 4. Kuisioner Ocular Surface Disease Index.


(Dikutip dari: Ozcura F, et all. Ocular surface disease index for the diagnosis
of dry eye syndrome. Deparment of Ophthalmology, Hospital of the Dumlupinar
University. 2007; 15:391p)

Kuesioner OSDI dinilai pada skala dari 0 hingga 4, di mana 0

menunjukkan tidak ada, 1 menunjukkan beberapa waktu, 2 menunjukkan

setengah waktu, 3 menunjukkan sebagian besar waktu dan 4

menunjukkan sepanjang waktu. Skor total OSDI dihitung berdasarkan

rumus berikut: OSDI = [(jumlah skor untuk semua pertanyaan yang

dijawab) × 100] / [(jumlah total pertanyaan yang dijawab) × 4]. OSDI diberi

skor pada skala 0 hingga 100, dengan skor yang lebih tinggi menunjukkan

disabilitas yang lebih tinggi. Skor lebih dari 15 merupakan indikasi mata

kering.17
40

3.2.5 Terapi

Dry eye workshop (DEWS) telah menghasilkan panduan dimana

opsi pengobatan yang disarankan bergantung pada tingkat keparahan

penyakit yang dinilai dari level 1 hingga 4. Sebagian besar subkomite

definisi dan klasifikasi mendukung penerapan penilaian tingkat keparahan

berdasarkan laporan Panel Delphi dan mengenalinya sebagai pendekatan

komprehensif yang dapat membentuk dasar terapi berdasarkan tingkat

keparahan penyakit.19

Tabel 3. Level Keparahan Penyakit Mata Kering


Level Keparahan 1 2 3 4
Penyakit Mata
Kering
Ketidaknyamanan, Ringan Episodik Berat atau Berat dan
keparahan dan dan atau sedang atau terus- atau
frekuensi episodic kronik menerus disable dan
terus-
menerus

Gejala visual Tidak ada Episodik Mengganggu, Terus-


atau yang kronis dan / menerus
kelemahan mengganggu atau terus- dan atau
ringan dan / atau menerus, possibly
membatasi membatasi disabling
aktivitas aktivitas
Injeksi konjungtiva Tidak ada Tidak ada +/- +/++
sampai sampai
ringan ringan
Pewarnaan Tidak ada Variable Moderate to Marked
konjungtiva sampai marked
ringan
Pewarnaan kornea Tidak ada Variable Marked Severe
(keparahan/ lokasi) sampai central punctate
ringan erosions
Tanda-tanda Tidak ada Mild debris/ Filamentary Filamentary
41

kornea/ air mata sampai ↓ meniscus keratitis, keratitis,


ringan mucus mucus
clumping, ↑ clumping, ↑
tear debris tear debris,
ulceration
Kelenjar kelopak/ Terdapat Terdapat Frequent Trikiasis,
meibomian MGD MGD Kertinisasi
dan
simblefaron
TBUT (detik) Variable ≤ 10 ≤5 Immediate
Skor Schirmer Variable ≤ 10 ≤5 ≤2
(mm/ 5 menit)

(Dikutip dari: Plugfelder SC. Management and therapy of dry eye disease:
Report of the Management and therapy subcommittee of the International dry eye
workshop. 2007; 5(1): 173p)

Tabel 4. Rekomendasi Terapi Berdasarkan Tingkat Keparahan


Level 1 Edukasi dan modifikasi lingkungan
Level 2 Jika terapi level 1 tidak adekuat,
tambahkan:
 Anti inflamasi
 Tetrasiklin (pada
meibomianitis, rosacea)
 Punctal plugs
 Secretogogues
 Moisture chamber
spectacles
Level 3 Jika terapi level 2 tidak adekuat,
tambahkan:
 Serum
 Kontak lensa
 Oklusi punctal permanen
Level 4 Jika terapi level 3 tidak adekuat,
tambahkan:
 Agen anti inflamasi sistemik
 Pembedahan

(Dikutip dari : Plugfelder SC. Management and therapy of dry eye disease: Report of the
Management and therapy subcommittee of the International dry eye workshop. 2007;
5(1): 174p)

 Edukasi
42

Edukasi pada pasien dengan penyakit mata kering adalah tinjauan

gaya hidup termasuk pentingnya berkedip saat membaca, menonton

televisi atau menggunakan layar komputer dan manajemen pemakaian

lensa kontak. Peninjauan lingkungan pada pasien dengan penyakit mata

kering misalnya meningkatkan kelembaban yang dimungkinkan untuk

beberapa lingkungan. Penggunaan air mata buatan juga diperlukan.

Terapi kelopak mata juga dapat dilakukan seperti kompres hangat dan

kebersihan kelopak mata untuk mencegah blefaritis. 19

 Anti Inflamasi

Anti inflamasi diperlukan karena pada penyakit atau disfungsi

kelenjar sekresi air mata menyebabkan perubahan komposisi air mata

seperti hiperosmolaritas, yang menstimulasi produksi mediator inflamasi

pada permukaan okuler. Inflamasi menyebabkan disfungsi atau hilangnya

sel-sel yang bertanggung jawab atas sekresi atau retensi air mata.

Peradangan juga dapat dimulai dengan stres iritatif kronis (misalnya lensa

kontak) dan penyakit inflamasi / autoimun sistemik (misalnya rheumatoid

arthritis).19

Anti inflamasi pada terapi penyakit mata kering salah satunya

termasuk siklosporin A. Siklosporin A adalah metabolit jamur alami yang

memberikan efek imunosupresif dengan mengikat protein nukleat spesifik

yang diperlukan untuk inisiasi aktivasi sel-T, sehingga mencegah produksi

sel-T dari sitokin inflamasi seperti IL-2.19


43

Korikosteroid adalah terapi anti inflamasi efektif pada penyakit mata

kering. Efek dari kortikosteroid adalah penghambatan kuat dari banyak

jalur inflamasi yang dimediasi oleh jalur transduksi sinyal NF-κB, beberapa

diantaranya termasuk penghambatan sitokin inflamasi dan produksi

chemokine, penurunan ekspresi molekul adesi sel (seperti ICAM-1),

stimulasi apoptosis limfosit, dan penurunan sintesis matriks

metaloproteinase (MMPs) dan mediator lipid inflamasi (seperti

prostaglandin).19

 Tetrasiklin

Tetrasiklin memiliki sifat anti-inflamasi serta antibakteri yang dapat

membuat mereka berguna untuk mengelola penyakit inflamasi kronis.

Agen ini menurunkan aktivitas kolagenase, fosfolipase A2, dan beberapa

matriks metaloproteinase, dan mereka menurunkan produksi interleukin

(IL)-1 dan tumor nekrosis faktor (tNF)-alpha di berbagai jaringan, termasuk

epitel kornea. Pada konsentrasi tinggi, tetrasiklin menghambat sitokin

yang diinduksi oleh staphylococcal exotoxin dan chemokines. Oral

biasanya digunakan ketika tetrasiklin diberikan. Dari agen yang tersedia,

tetrasiklin adalah agen yang hemat biaya, tetapi karena waktu paruh yang

pendek (8,5 jam), tetrasiklin memerlukan rejimen empat kali sehari.

Doksisiklin memiliki waktu paruh yang lebih lama (15 hingga 17 jam), yang

memungkinkan dosis harian satu tablet. Tetrasiklin diekskresikan dalam

urin kecuali doksisiklin, yang diekskresikan terutama di feses, oleh karena


44

itu, doksisiklin dianggap tetrasiklin pilihan untuk pasien dengan gagal

ginjal.14,19

 Punctal Plug

Pada Sindrom Sjogren dengan mata kering difesiensi akuos, tear

film tipis serta tidak stabil dan tidak ada peningkatan yang diharapkan oleh

pemberian tetes mata saja, dan oklusi dari atas dan bawah puncta dengan

punctal plug diperlukan. Insersi plugs yang berukuran tepat dapat

menghasilkan peningkatan dalam volume akuos air mata dan pemulihan

lapisan lipid. Pada pasien dengan mata kering defisien akuos tear yang

ringan, penyumbatan 3

pada puncta atas dan bawah dapat menyebabkan epifora. 14,19

Gambar 5. Punctal plug: (a) Insersi plug ke dalam puncta (b) Plug telah
terpasang.
(Dikutip dari: Bowling B. Kanski’s clinical ophthalmology. 8th ed. Australia: Elsevier; 2015)

 Secretogogues

Secretogogues merupakan stimulasi air mata. Beberapa agen

farmakologis topikal dapat menstimulasi sekresi akuos, sekresi musin,


45

atau keduanya. Salah satu agen yang saat ini sedang diselidiki oleh

perusahaan farmasi adalah diquafosol (salah satu agonis reseptor P2Y2).

Kerja dari diquafosol adalah merangsang pelepasan musin dari sel

goblet.15,19

 Moisture Chamber Spectacles

Banyak beberapa laporan dengan bukti yang relatif tinggi yang

menggambarkan hubungan antara kelembaban lingkungan dan mata

kering. Peningkatan kelembaban periokular menyebabkan peningkatan

yang signifikan dalam ketebalan lapisan lipid dan lapisan air mata. Telah

dilaporkan bahwa penggunaan spons kecil yang dibasahi pada panel

khusus di samping dari kacamata mata yang dimodifikasi memberikan

penguapan yang stabil dari spons dan meningkatkan tingkat kelembaban

di depan mata.15,19

Gambar 6. Moisture Chamber Spectacles.


(Dikutip dari: Asbell PA, et all. Dry eye disease the clinician’s guide to diagnosis and
treatment. New York: Thieme; 2006)

 Serum
46

Konsentrasi TGF-β dalam serum manusia adalah sekitar 50 ng/ mL,

yang mana lima kali lebih tinggi daripada air mata. TGF-β diketahui

memiliki efek antiproliferatif dan konsentrasinya yang tinggi dapat

menekan penyembuhan luka pada epitel permukaan okuler. Hal itu

merupakan salah satu alasan untuk menggunakan larutan serum untuk

mempertahankan tingkat TGF-β.19

 Lensa Kontak

Pemakaian lensa kontak juga efektif dalam mengurangi gejala mata

kering meskipun pemakaian lensa kontak dapat memperparah mata

kering, terutama karena efek peradangan. Lensa kontak dapat membantu

melindungi dan melembabkan permukaan kornea pada kondisi mata

kering. Pasien dengan pemakaian kontak lensa juga harus diperingatkan

mengenai kemungkinan keratitis.19

 Pembedahan

Terapi yang dapat dilakukan untuk mata kering difokuskan terutama

pada penambahan atau stabilisasi tear film dan mengurangi faktor

penyebab dari mata kering itu sendiri, seperti peradangan pada

permukaan okuler. Pasien dengan penyakit mata kering yang sangat

parah sering membutuhkan intervensi bedah meskipun terapi obat yang

dikombinasikan dengan edukasi adalah terapi utama. Intervensi bedah

pertama adalah dengan meningkatkan ketersediaan air mata yang ada

dengan mengganggu sistem drainase lakrimal. Punctal plugs adalah


47

prosedur bedah sederhana dengan cara menghalangi drainase lakrimal.

Intervensi lainnya adalah dengan mengubah area permukaan okuler yang

terekspos udara, sehingga mengurangi penguapan air mata dan

melindungi permukaan, terutama dengan operasi kelopak. Pada intervensi

ini operasi dilakukan dengan mengurangi ruang interpalpebra untuk

melindungi permukaan okuler dari mata kering. Contoh intervesi bedah ini

adalah tarsorrhapy.15,19
BAB IV

DISKUSI

Ny. A, seorang pasien wanita berusia delapan puluh tahun, dengan

riwayat mata kering yang sudah lama setelah menjalani operasi katarak

pada kedua mata, keluhan gejala mata kering yang dialaminya sudah

berlangsung lama dan tidak perbaikan, pasien sudah berobat ke dokter

mata di inggris raya dan telah diberikan pengobatan antibiotik tetes mata,

pelumas tetes mata serta edukasi untuk kebersihan mata namun selalu

datang dengan keluhan gejala mata kering mulai dari rasa sensai benda

asing serta nyeri pada mata sehingga pada kunjungan berikutnya dokter

memberikan pengobatan dan dipasangkan Bandage Contact Lens.

Karena dengan pemasangan Bandage Contact Lens sangat efektif untuk

mengurangi gejala mata kering meskipun penggunaan lensa kontak

sendiri juga dapat memperparah gejala mata kering. Dan lensa kontak

juga dapat melindungi serta melembabkan permukaan kornea dari gejala

mata kering.

Pemakaian lensa kontak lunak terapeutik sudah menjadi bagian tak

terpisahkan dari upaya ahli oftalmologi untuk menangani penyakit mata

luar. Lensa kontak ini digunakan sebagai aplikasi obat dengan tujuan

mempercepat proses penyembuhan luka, melindungi luka pada kornea

dan melindungi kornea, yaitu jikaterdapat kelainan-kelainan pada kelopak

mata di mana lensa kontak menghindari perlekatan yang disebabkan

48
49

keadaan peradangan akut, keratopati bulosa. Dalam hal ini lensa kontak

dapat membentuk barrierlunak antara kornea dan dunia luar.

'Perangkap forniks atas/ Upper fornix trap', pertama kali di temukan

oleh Bock pada tahun 1971, menggambarkan lensa kontak 'terperangkap'

di dalam forniks konjungtiva atas, di mana batas bawah lensa dijepit ke

tepi tarsal atas. Pada posisi tersebut, terdapat kemungkinan terjadinya

erosi lensa kontak dari forniks atas menuju ruang subkonjungtiva yang

dipicu oleh nekrosis tekanan pada jaringan sekitarnya. Erosi benda asing

ke dalam jaringan kelopak mata bahkan bisa muncul secara klinis sebagai

kista atau kalazion.

Diagnosis retensi lensa kontak/ lensa kontak yang tertahan

mungkin terlewat ketika gambaran klinis disamarkan oleh informasi lain

yang mengganggu, seperti gejala mata kering yang sudah berlangsung

lama dan konjungtivitis kronis. Dalam kasus ini, bandage contact lens

tetap tidak terdeteksi selama enam setengah tahun meskipun telah

dilakukan beberapa kunjungan klinis selama periode tersebut. Kurangnya

kecurigaan klinis mungkin disebabkan oleh keluhan mata yang bersifat

bilateral dan tidak adanya gejala unilateral seperti sensasi benda asing,

ketidaknyamanan atau pembengkakan periokular, yang membuat dokter

tidak mempertimbangkan retensi lensa kontak. Tidak adanya benjolan

pada kelopak mata dan tidak melakukan eversi kelopak mata, dokter

hanya melihat keratitis punktata superfisial pada pemeriksaan, yang dapat

dijelaskan dengan kondisi mata keringnya.


50

Sebelumnya telah disarankan bahwa lensa kontak lunak mungkin

memiliki kemungkinan retensi asimtomatik yang lebih tinggi dari pada

lensa keras. Dalam kasus ini, kami berhipotesis bahwa lensa kontak lunak

yang tertahan mungkin juga lebih mudah melipat secara spontan, dengan

bantuan gerakan berkedip. Risiko yang lebih tinggi berhubungan dengan

lensa kontak lunak, dikombinasikan dengan pasien yang tidak selalu

memaparkan riwayat lensa kontak yang salah tempat, ditambah lagi dari

factor usia pasien yang sudah sangat tua dalam penggunan lensa kontak

serta menyoroti pentingnya melakukan pemeriksaan mata secara

menyeluruh, yang mencakup eversi ganda pada kelopak mata atas dan

membersihkan forniks dengan cotton buds , untuk menghilangkan

kemungkinan adanya lensa kontak yang tertahan.


BAB V

KESIMPULAN

Masalah yang ditimbulkan dengan pemakaian lensa kontak

tergantung pada beberapa faktor, seperti usia, bahan lensa, modalitas

pemakaian, kebersihan lensa, jenis cairan pencuci lensa, tingkat kerelaan

pengguna lensa pada pemakaian lensa dan rutin pencuciannya,

pemakaian lensa yang berlamaan, tidur tanpa melepaskan lensa,

frekuensi penukaran lensa dan kebersihan tempat penyimpanan lensa.

'The upper fornix trap’, di mana lensa kontak mungkin tertahan oleh

tepi tarsal atas, menimbulkan bahaya anatomi bagi pengguna lensa

kontak. Selain itu, lensa kontak lunak lebih mungkin bertahan tanpa gejala

dan melipat dirinya sendiri dibandingkan dengan lensa keras. Laporan

kasus kami menyoroti pentingnya melakukan pemeriksaan mata secara

menyeluruh, yang mencakup eversi ganda pada kelopak mata atas dan

penyapuan forniks dengan cotton buds, dan mengetahui kecurigaan klinis

dari retensi lensa kontak.

51
DAFTAR PUSTAKA

1. K.H, Derek. Mathews JP. Folded Bandage Contact Lense Retention in

a patient with bilateral dry eye symptoms: a case report. BMC

Ophthalmology (2017) 17:116

2. Joseph Barr T, Williams, History and Development of Contact Lens, in

Clinical Contact Lens Practice.

3. CarntNA, Evans VE, Naduvilath TJ, Willcox MD, Papas EB, et al.

(2009) Contact lens-related adverse events and the silicone hydrogel

lenses and daily wear care system used. Arch Ophthalmol 127(12):

1616-1623.

4. Holden BA, Sankaridurg PR, Jalbert I (2000) Adverse events and

infections. In: Silicone Hydrogels: The Rebirth of Continuous Wear

Contact Lenses, D Sweeney (Ed.), Butterworth Heinemann, Oxford,

UK, pp: 150-213.

5. Skuta GL. Cantor LB, et all. Basic and clinical science course: Section

3; Clinical Optics. San Fransisco: American Academy of

Ophthalmology. 2019.

6. Bowling B. Kanski’s clinical ophthalmology. 8 th ed. Australia: Elsevier;

2015. 120-129p

7. Chaudhry, M. Contact Lens Primer. New Delhi: Jaypee Brothers and

Medical Publisher. 2007: 28-120p.

52
53

8. Mukherjee, PK. Manual of optic and refraction. Errors of Refraction

and Contact Lenses. London: Jaypee Brothers Medical Publishers.

2015: 58-154p

9. Gasson, A and Morris, J. The Contact Lens Manual. A practical guide

to fitting. London: Elsevier. 2003: p 78-94, 122-132, 198-212, 433-

434p.

10. Bennett ES. Chapter 20: Optics of Contact Lenses. In: Handbook of

Optics. Volume III, Third Edition. Bass M (ed). New York: McGraw-Hill.

2010.

11. Lima, Kara-Jose, and Nichols. Indications, Contraindications, and

Selection of Contact Lens. Contact Lens in Ophthalmic Practice.

Springer: 2004.

12. Ledford JK, et all. Contact Lenses. United States: SLACK

Incorporated. 2003.

13. Asbell PA, et all. Dry eye disease the clinician’s guide to diagnosis and

treatment. New York: Thieme; 2006

14. Geerling G, et all. Surgery for the dry eye. Switzerland: Karger; 2008.

36-54p

15. Ozcura F, et all. Ocular surface disease index for the diagnosis of dry

eye syndrome. Deparment of Ophthalmology, Hospital of the

Dumlupinar University. 2007; 15:389-393p

16. Mark D, et all. The ocular surface. TFOS DEWS II Tear film report.

2017; 15(3): 375-376p


54

17. Jones L, et all. TFOS DEWS II Management and therapy report. 2017;

15(3): 575-628p

Anda mungkin juga menyukai