Anda di halaman 1dari 42

Laporan Kasus Kepada Yth

Januari 2023

Penatalaksanaan Leukoma Kornea dengan


Penetrating Keratoplasty

Hanna Insani Vedy*

Pembimbing
DR. dr. Anang Tribowo, Sp. M. (K), Subsp. IIM

dr. Petty Purwanita, Sp. M. (K), Subsp. IIM

BAGIAN KESEHATAN MATA/KELOMPOK STAF MEDIK MATA


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA
RSUP DR. MOHAMMAD HOESINPALEMBANG
2023
DAFTAR ISI

Halaman Judul ....................................................................................... i


Daftar Isi ................................................................................................. ii
Daftar Gambar ....................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN ...................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ............................................................................. 1
1.2 Tujuan .......................................................................................... 2
BAB II LAPORAN KASUS................................................................... 3
2.1 Identifikasi ................................................................................... 3
2.2 Anamnesis ................................................................................... 3
2.3 Pemeriksaan Fisik ......................................................................... 4
2.3.1 Status Generalis .............................................................................. 4
2.3.2 Status Oftalmologikus..................................................................... 4
2.4 Diagnosis Banding ....................................................................... 5
2.5 Diagnosis Kerja ............................................................................ 5
2.6 Penatalaksanaan............................................................................ 6
2.7 Pemeriksaan Penunjang................................................................. 6
2.8 Prognosis ...................................................................................... 7
2.9 Pemeriksaan follow-up pasien ...................................................... 10
BAB III TINJAUAN PUSTAKA........................................................... 18
3.1 Anatomi dan Fisiologi Kornea .................................................... 18
3.2 Sikartiks Kornea. ........................................................................... 24
BAB IV ANALISIS KASUS…………................................................... 34
BAB V KESIMPULAN………….......................................................... 37
DAFTAR PUSTAKA...…………..........................................................

ii
DAFTAR ISI

Gambar 1. Lapisan Kornea .......................................................... 18


Gambar 2. Diagram yang menggambarkan kompleks
Epitel Kornea...…………................................................................ 20
Gambar 3 A. Nebula B. Makula C. Leukoma
D. Leukoma Adheren......................................................................... 24
Gambar 4.Teknik jahitan kombinasi. interuptus dan
kontinu pada keratoplasty..................................................................... 31

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Sikatriks kornea merupakan penyebab utama kehilangan penglihatan. Hal
ini dapat disebabkan oleh berbagai faktor, seperti degenerasi kornea, infeksi, dan
trauma mata.1
Sikatrik kornea dapat menimbulkan gangguan penglihatan mulai dari kabur
sampai dengan kebutaan. Secara klinis ditemui dalam katagori ringan disebut
nebula, kekeruhannya halus dan sukar terlihat dengan senter. Katagori sedang
berbentuk makula, kekeruhannya berwarna putih berbatas tegas mudah terlihat
dengan senter sedangkan sikatrik berat disebut leukoma kornea kekeruhannya
berwarna putih padat terlihat jelas oleh mata.2
Gangguan mata yang mengenai kornea dapat menyebabkan kebutaan.
Kebutaan kornea biasanya mengenai usia produktif berbeda dengan katarak yang
terkena pada usia tua. Kebutaan kornea merupakan penyebab kebutaan kedua
didunia setelah katarak. penyembuhannya terbentuk sikatrik kornea berupa
kekeruhan kornea sehingga tajam penglihatan dapat menurun.3

Penurunan tajam penglihatan sangat ditentukan oleh letak, luas, serta


kepadatan jaringan sikatrik yang terjadi, irregularitas permukaan kornea dan
cekungan yang terjadi. 2

Bila sikatrik kornea telah mengganggu penglihatan tidak ada pengobatan


yang dapat dilakukan kecuali keratoplasty atau pencangkokan kornea, hal ini juga
tidak mudah karena membutuhkan waktu sebab donor kornea masih sulit
didapat.2,3

Karena kebutaan kornea merupakan penyebab kebutaan kedua, dan sering


mengenai usia produktif dan dapat mempengaruhi aktivitas dan kualitas hidup,
maka dengan ini saya tertarik untuk mengangkat kasus mengenai “Penatalaksanaan
Leukoma Kornea dengan Penetrating Keratoplasty”.

1
1.2 Tujuan
Tujuan dari laporan kasus ini adalah untuk melaporkan pasien
Leukoma Kornea dengan Tatalaksana Penetrating Keratoplasty.

2
BAB II
LAPORAN KASUS

2.1. Identifikasi
Seorang anak laki-laki, berusia 8 tahun, siswa, etnis Melayu, beralamat luar
kota, datang ke poliklinik RSMH. Pasien datang dengankeluhan pandangan kabur
pada mata kanan.

2.2. Anamnesis (Autoanamnesis)


Keluhan Utama
Kabur pada mata kanan yang memberat sejak 10 bulan yang lalu
Riwayat Perjalanan Penyakit:
Pasien datang dengan pandangan mata kanan kabur sejak 1 tahun yang lalu.
Awalnya mata kanan pasien tercolok oleh tangan rekannya saat sedang bermain,
lalu mata merah dan nyeri sebelumnya sudah pernah berobat ke Rumah Sakit
namun pasien tidak kontrol dan tidak inggat obat yang diberikan di Rumah Sakit.
terasa mengganjal ada, mata berair ada, gatal pada mata disangkal, kotoran mata
disangkal, dan keluar cairan seperti putih telur disangkal, pandangan melihat
terowongan disangkal, pandangan melihat tirai disangkal. Pada 10 bulan yang lalu
tampak bagian berwarna putih pada bagian bola mata kanan pasien sehingga mata
pasien, sehingga kabur dan sulit melihat, bagian putih pada mata meluas pada 7
bulan terakhir, karena menggangu aktivitas dan pembelajaran di kelas pasien
berobat kembali ke puskesmas lalu pasien dirujuk ke Rumah Sakit oleh Puskesmas.
Untuk penanganan lebih lanjut oleh Rumah Sakit pasien dirujuk ke RSMH.
Riwayat Penyakit Dahulu:
• Riwayat trauma pada mata (+) tercolok oleh rekan pasien 1 tahun yang lalu
• Riwayat operasi pada mata (-)
• Riwayat sering mengucek mata disangkal
• Riwayat mencuci dengan air sirih disangkal
• Riwayat alergi dan penyakit sistemik disangkal
• Riwayat kacamata disangkal

3
4

2.3. Pemeriksaan Fisik


2.3.1. Status Generalis

Keadaan umum : Baik


Kesadaran : Compos mentis
Tekanan darah : 100/60 mmHg
Nadi : 88x/menit
Pernafasan : 20x/menit
Temperatur : 36.7˚C
Berat Badan : 30 kg
Tinggi Badan : 141 cm

2.3.2. Status Oftalmologikus


Mata Kanan Mata Kiri

Visus 2/60 6/6


5

TIO 14.3 mmHg 15.7 mmHg


KBM Ortoforia
GBM

Palpebra Tenang Tenang


Konjungtiva Tenang Tenang
Kornea Keruh (+), Tampak sikatriks Jernih
Ukuran 5x 4 mm, central- perifer,
arah pukul 4-9
BMD Sedang Sedang
Iris Gambaran baik Gambaran Baik
Pupil B, C, RC (+), dm 3 mm
Sulit dinilai

Lensa Sulit dinilai Jernih


Segmen RFOD (-) RFOS (+)
Posterior
Papil Bulat, batas tegas, warna merah
Sulit dinilai
normal, cdr 0,3 A:V = 2:3

Makula Sulit dinilai RF (+) normal


Retina Sulit dinilai Kontur pembuluh darah baik

2.4. Diagnosis Banding


• Nebula Kornea OD

• Leukoma Kornea OD

2.5. Diagnosis Kerja


• Leukoma Kornea OD
6

2.6. Penatalaksanaan

- Informed consent
- Pro Keratoplasty OD
- Pro konsul TS anestesi

2.7. Hasil Pemeriksaan Penunjang


Laboratorium (11 Oktober 2023)

Jenis Pemeriksaan Hasil Rujukan


Hemoglobin (Hb) 12.6 12.0-14.4
Nilai Kritis: <5 Or
>20
Eritrosit (RBC) 4.83 4.75-4.85
Leukosit (WBC) 7.21 4.5-13.5
Nilai kKritis < 1.0Or >
50.0
Hematokrit 40 36-42
Trombosit (PLT) 259 217-497
Glukosa Sewaktu 98 <200
Ureum 23 16.6-48-5
Kreatinin 0.53 0.50-0.90
Natrium 147 135-155
Kalium 4.1 3.5-5.5
HbsAg Non Reaktif Non Reaktif:<1.00
SGOT 19 UI

SGPT 15 UI

PT+INR 15.0 12-18


INR 1.18

APTT 33.1 27-42


7

Rontgen Thoraks (11 Oktober 2023)


Kesan:
Cor dan pulmo dalam batas normal.
Tidak tampak kelainan radiologis pada saat ini.

USG Transpalpebral OS (11 Oktober 2023)


Kesan:
Media : jernih
Vitreous : echo-free
Koroid : tidak menebal
Retina : intak
Axial length : 19.60 mm

2.8. Prognosis
Quo ad vitam : Bonam
Quo ad functionam : Dubia ad bonam
Quo ad sanationam : Dubia ad bonam
8

Laporan Operasi
13 Oktober 2023
1. Operasi dimulai pukul 11.30 WIB. Pasien
posisi Supine dalam General Anasthesia.
Dilakukan tindakan aseptik dan antiseptik
pada kedua mata dan sekitarnya dengan
povidon iodine 10%. Lapangan operasi
dipersempit dengan Doek Steril dan
dipasang eyedrap, dilakukan pemasangan
blefarostat pada mata kanan. Dilakukan
pengukuran defek kornea dengan
menggunakan caliper 7.5 mm.
2. Dilakukan trepinisasi resipien dengan trepin
8.0 mm

3. Dilakukan penembusan kornea


menggunakan stab knife kemudian
dimasukkan viscoat. Dilakukan pemotongan
kornea dengan menggunting kornea
melingkar 360˚.
9

4. Dilakukan pemasangan kornea donor ukuran


8.0 mm dijahit ke sklera dengan nylon 10.0
secara interuptus sebanyak 18 jahitan.
Diberikan povidone iodine untuk menilai
kekedapan jahitan kornea. Diberikan injeksi
subkonjungtiva gentamisin 0,25 cc.

5. Luka operasi ditutup dengan kassa steril.


Operasi selesai pukul 12.15 WIB
10

2.9 Follow-up
2.9.1 14 Oktober 2023
S/ Pasca operasi hari ke 1, nyeri pada mata sebelah kanan (+), mata berair-
air (+), menganjal (+)
Status Oftalmologikus
Mata Kanan Mata Kiri

Visus 1/300 6/6


TIO P = N +0 17.0 mmHg
KBM Simetris
GBM

Palpebra Blefarospasme (+) Tenang


Konjungtiva Mix Injeksi (+) Tenang
11

Kornea Edema (+), tampak 18 jahitan Jernih


interuptus radier, jahitan baik,
simpul didalam
BMD Sedang Sedang

Iris Sulit dinilai Gambaran baik

Pupil Sulit dinilai Bulat, sentral, RC (+), diameter 3


Mm
Lensa Sulit dinilai
Jernih

Segmen RFOD (-) RFOD (+)


Posterior

Papil Sulit dinilai Bulat, batas tegas, warna merah


normal, cdr 0,3 A:V = 2:3
Makula Sulit dinilai RF (+) normal

Retina Sulit dinilai Kontur pembuluh darah baik

Diagnosa
• Post Keratoplasty H ke 1 ai Leukoma Kornea OD
Tatalaksana
• Informed Consent
• Cefixime tab 100mg/ 12 jam PO
• Asam Mefenamat tab 250 mg/ 8 jam PO
• Methylprednisolone 4mg/ 12 jam PO
• Moxifloxacin 1 gtt/ 3 jam OD
• Prednisolone Acetat ED 1gtt/ 4 jam OD
• Betaxolol 0.5% ED 1 gtt/ 12 jam OD
• Sodium Chloride 1 gtt/ 3 jam OD
12

2.9.2. 15 Oktober 2023


S/ Pasca operasi hari ke 2, nyeri berkurang, mata berair-air (+), mengganjal
(+)
Status Oftalmologikus
Mata Kanan Mata Kiri

Visus 1/300 6/6


TIO P = N +0 18.5 mmHg
KBM Simetris
GBM

Palpebra Blefarospasme (+) Tenang


Konjungtiva Mix Injeksi (+) Tenang
13

Kornea Edema (+), tampak 18 jahitan Jernih


interruptus radier, jahitan baik,
simpul didalam
BMD Sedang Sedang

Iris Sulit dinilai Gambaran baik

Pupil Sulit dinilai Bulat, sentral, RC (+), diameter 3


mm
Lensa Sulit diniali
Jernih

Segmen RFOD (-) RFOD (+)


Posterior
Papil Bulat, batas tegas, warna merah
Sulit dinilai
normal, cdr 0,3 A:V = 2:3

Makula Sulit dinilai RF (+) normal


Retina Sulit dinilai Kontur pembuluh darah baik

Diagnosa
• Post Keratoplasty H ke 2 ai Leukoma Kornea OD
Tatalaksana
• Informed Consent
• Acc rawat jalan kontrol minggu depan
• Cefixime tab 100mg/ 12 jam PO
• Asam Mefenamat tab 250 mg/ 8 jam PO
• Methylprednisolone 4mg/ 12 jam PO
• Moxifloxacin 1 gtt/ 3 jam OD
• Prednisolone Acetat ED 1gtt/ 4 jam OD
• Betaxolol 0.5% ED 1 gtt/ 12 jam OD
• Sodium Chloride 1 gtt/ 3 jam OD
14

2.9.3. 19 Oktober 2023


S/ Pasca operasi H ke 6, nyeri berkurang, mata berair-air (-)
Status Oftalmologikus
Mata Kanan Mata Kiri

Visus 2/60 6/6


TIO P = N +0 18.7 mmHg
KBM Simetris
GBM

Palpebra Tenang Tenang


Konjungtiva Mix Injeksi (+) Tenang
15

Kornea Edema (+), tampak 18 jahitan Jernih


interruptus 360 derajat, descement
fold (+), Khodadust line (-)
BMD Sedang Sedang

Iris Sulit dinilai Gambaran baik

Pupil Sulit dinilai Bulat, sentral, RC (+), diameter 3


mm
Lensa Sulit dinilai
Jernih

Segmen RFOD (-) RFOD (+)


Posterior
Papil Bulat, batas tegas, warna merah
Sulit dinilai
normal, cdr 0,3 A:V = 2:3

Makula Sulit dinilai RF (+) normal


Retina Sulit dinilai Kontur pembuluh darah baik

Diagnosa
• Post Keratoplasty H ke 6 ai Leukoma Kornea OD
Tatalaksana
• Informed Consent
• Cefixime tab 100mg/ 12 jam PO
• Asam Mefenamat tab 250 mg/ 8 jam PO
• Methylprednisolone 4mg/ 12 jam PO ( Tappering Off)
• Moxifloxacin 1 gtt/ 3 jam OD
• Prednisolone Acetat ED 1gtt/ 4 jam OD
• Betaxolol 0.5% ED 1 gtt/ 12 jam OD ( Stop)
• Sodium Chloride 1 gtt/ 3 jam OD
16

2.9.4. 15 November 2023


S/ Pasca operasi 1 bulan yang lalu, pandangan mata kanan lebih jelas
dibanding sebelumnya, nyeri (-), mata berair-air disangkal.
Status Oftalmologikus
Mata Kanan Mata Kiri

Visus 6/30 PH : 6/21 6/6


TIO 17.5 mmHg 18.8 mmHg
KBM Simetris
GBM

Palpebra Tenang Tenang


Konjungtiva Injeksi Siliar (+) Tenang
17

Kornea Jernih (+), tampak 18 jahitan Jernih


interruptus 360 derajat, descement
fold (-), Khodadust line (-)
BMD Sedang Sedang

Iris Gambaran baik Gambaran baik

Pupil Bulat, sentral, RC (+), diameter 3 Bulat, sentral, RC (+), diameter 3


mm
mm
Lensa Jernih
Jernih

Segmen RFOD (+) RFOS(+)


Posterior

Papil Bulat, batas tegas, warna merah Bulat, batas tegas, warna merah
normal, cdr 0,3 A:V = 2:3
normal, cdr 0,3 A:V = 2:3
Makula RF (+) normal RF (+) normal

Retina Kontur pembuluh darah baik Kontur pembuluh darah baik

Diagnosa
• Post Keratoplasty 1 Bulan ai Leukoma Kornea OD
Tatalaksana
• Informed Consent
• Methylprednisolone 4mg/ 24 jam PO ( Tappering Off)
• Flourometholone 1 gtt/ 4 jam OD
• Sodium Chloride 1 gtt/ 3 jam OD
18

BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

3.1. Anatomi dan Fisiologi Kornea

3.1.1. Anatomi Kornea

Kornea terdiri dari jaringan ikat avaskular transparan yang menutupi bagian
depan mata. Kornea adalah salah satu jaringan yang paling banyak persyarafannya
dalam tubuh, melindungi mata bagian dalam dari penetrasi benda asing dan
patogen, dan berkontribusi, bersama dengan lapisan air mata, dua pertiga dari
kekuatan bias mata. Sumber oksigen dibagian anterior berasal dari air mata dan
posterior oleh aquos humor. Kornea harus mempertahankan tekanan intraokular
dan menahan kekuatan dari otot ekstraokular selama gerakan mata. Bentuk dan
kelengkungan kornea, yang relevan untuk refraksi, dicapai dengan pengaturan
spesifik kolagen lamellae dalam stroma, dan transparansi kornea, yang sangat
penting untuk penglihatan, adalah hasil dari banyak faktor termasuk avaskularitas
jaringan kornea, integritas epitel kornea, dan pengaturan komponen ekstraseluler
dan seluler stroma, yang tergantung pada keadaan hidrasi yang diatur oleh
endotelium kornea.4

Gambar 1. Lapisan kornea normal. Epitel terdiri dari 4-6 lapisan sel,
tetapi dapat meningkat ketebalannya dalam mempertahankan permukaan yang
halus.Dikutip dari : External Disease and Cornea.San Fransisco: American
Academy of Ophtalmology 2022-2023. P.7
19

Permukaan anterior kornea berbentuk elips, memiliki rata-rata panjang


horizontal 12 mm dan panjang vertikal 11,5 mm. Sepertiga tengah kornea hampir
bulat dan berdiameter kira-kira 4 mm. Permukaan posterior kornea berbentuk
sirkular dengan diameter rata-rata 11,5 mm. Di bagian sentral korne lebih tipis (0,5
mm) daripada kornea perifer (0,7 mm). Kornea mendatar dipinggiran, dengan
pendataran yang lebih luas di bagian nasal dan superior daripada temporal dan
inferior.5
Daya refraksi rata- rata adalah 43,25 dioptri, jari-jari kelengkungan rata-rata
adalah 7,8 mm, dan indeksbias kornea adalah 1,376. Kornea terdiri dari lima lapisan
anatomi, yaitu: epitel, lapisan Bowman, stroma, membran Descemet, dan endotel.4

a. Epitel Kornea
Epitel memiliki peran penting dalam penglihatan karena sebagian besar
kekuatan refraksi mata terjadi antara udara dan lapisan air mata. Tight junction yang
terdapat di epitel memiliki peran membantu mempertahankan kornea dengan
menghambat masuknya patogen ke dalam stroma.2
Permukaan kornea ditutupi oleh epitel bertingkat, nonkeratinisasi, dan
berbentuk skuamosa, dengan ketebalan sekitar 50 μm. Epitel kornea dapat disusun
menjadi tiga lapisan, lapisan sel superfisial atau skuamosa, lapisan sel sayap
suprabasal, dan lapisan sel kolumnar basal. Desmosom meningkatkan daya rekat
yang kuat antara sel-sel pada semua lapisan epitel. Lapisan superfisial dibentuk oleh
2-3 lapisan sel poligon datar, yang membentuk intercellular tight junction untuk
memberikan penghalang yang efektif dan banyak mikrofili permukaan, yang
meningkatkan luas permukaan sel dan meningkatkan penyerapan oksigen dan
nutrisi dari lapisan air mata. Air mata terdiri dari tiga lapisan: lapisan lipid
superfisial untuk memberikan perlindungan dari penguapan, lapisan air
memberikan nutrisi dan pasokan oksigen ke epitel kornea, dan lapisan musin basal,
yang berinteraksi erat dengan sel epitel untuk memungkinkan pelumasan
permukaan mata dan penyebaran lapisan air mata setiap kelopak mata berkedip.4
Lapisan air mata juga memasok faktor-faktor imunologis dan pertumbuhan
yang sangat penting untuk kesehatan epitel, proliferasi, dan perbaikan. Lapisan sel
sayapdibentuk oleh 2-3 lapisan sel berbentuk sayap. Lapisan basal terdiri dari satu
lapisan sel kolumnar yang melekat pada membran basement di bawahnya oleh
20

hemidesmosom. Membran basal epitel memiliki peran penting dalam penyembuhan


luka kornea, karena cacat pada lapisan ini memungkinkan penetrasi faktor
pertumbuhan dari epitel ke dalam stroma. Adhesi epitel kornea ke lapisan Bowman
dipertahankan oleh anchoring fibrils (kolagen tipe VII) dan anchoring plaques
(kolagen tipe VI). Abnormalitas pada kompleks penahan ini dapat menyebabkan
erosi kornea berulang atau cacat epitel yang tidak sembuh secara klinis.4

Gambar 2. Diagram yang menggambarkan kompleks epitel kornea.


Dikutip dari : Corneal epithelial basement membrane:Structure,
function andregeneration. 2020.p251

Epitel kornea merespon cedera dalam tiga fase, yaitu: migrasi, proliferasi, dan
diferensiasi dengan perlekatan kembali ke membran basal. Setelah cedera, sel-sel yang
berdekatan dengan epitel yang cacat bermigrasi untuk menutupi luka dalam beberapa jam.
Setelah penutupan luka, epitel basal dan limbal stem cell berproliferasi dan berdiferensiasi
untuk membentuk kembali epitel.
Pada fase akhir, hemidesmosom mengikat sel-sel epitel basal dengan erat ke
membran basement danstroma. Jika membran basement tetap utuh, adhesi yang kuat
terbentuk hanya dalambeberapa hari. Jika membran dasar rusak, perbaikannya bisa
memakan waktu hingga 6 – 12 minggu . Selama waktu ini, perlekatan epitel ke
membran basement yang baru cenderung tidak stabil dan lemah.4
21

b. Membran Bowman
Lapisan Bowman mewakili bagian stroma kornea yang paling anterior
dan aselular. Ketebalannya sekitar 8-12 μm dan tersusun dari serat-serat
kolagen yang tersusun secara acak, berdiameter 20-25 nm, terdiri dari kolagen
tipe I, III, V, danVI. Ketebalannya telah dilaporkan menurun dengan usia 0,06
μm per tahun,sehingga kehilangan sepertiga dari ketebalannya antara usia 20
dan 80 tahun. 5-6
Lapisan Bowman berperan dalam perlindungan pleksus saraf subepitel
yang berjalan melalui stroma anterior. Hilangnya lapisan Bowman, seperti
pada pasien pasca phototherapeutic keratectomy, tidak menyebabkan
hilangnya fungsi, penglihatan atau perubahan struktural yang signifikan dari
kornea secara keseluruhan. 2,7
Peran fungsional lapisan Bowman tidak sepenuhnya diketahui, tetapi
diyakini berfungsi sebagai penghalang yang melindungi stroma kornea dan
saraf dari cedera traumatis. Selain itu, diperkirakan untuk memastikan
perlengkatan epitel ke stroma kornea dan membantu mempertahankan bentuk
dan kekuatan tarik kornea. Lapisan Bowman juga berfungsi sebagai perisai UV
penting yang melindungi mata bagian dalam dan penghalang terhadap invasi
tumor epitel ke dalam stroma kornea.4
c. Stroma kornea
Stroma membentuk sekitar 90% dari total ketebalan kornea. Sel stroma,
dikenal sebagai keratosit, merupakan 10%–40% dari volume kornea,
tergantung pada usia, hilangnya kepadatan keratosit terjadi seiring
bertambahnya usia. Biasanya, sel-sel ini berada di antara lamella kolagen.
Stroma terdiri dari kira-kira 200 lamellae, yang tebalnya 1,5-2,5 μm dan terdiri
dari fibril kolagen yang terjerat dalam matriks yang terdiri dari proteoglikan,
protein, dan glikoprotein. Fibril stroma dalam setiap lamella berdiameter
sempit dan seragam, pada manusia, rata- rata diameter fibril adalah 30 nm.
Stroma cenderung kurang padat di bagian posterior.8

Stroma adalah lapisan paling tebal dari kornea yang berukuran sekitar 500
μm. Terdiri dari bundel yang teratur dari serat-serat kolagen yang tertanam
dalam matriks ekstraseluler yang kaya glikosaminoglikan, yang diselingi
dengan sel-sel mirip fibroblast yang membesar yang disebut keratosit.
Organisasi kolagen dalam stroma sangat penting untuk fungsi kornea seperti
transmisi cahaya danpemeliharaan kelengkungan kornea, kekuatan tarik, dan
22

kekakuan.2,8

d. Membran Descemet

Membran Descemet memiliki ketebalan 10-12 μm, membran basal


membran Descemet berperan dalam beberapa proses fisiologis penting termasuk
hidrasi kornea, diferensiasi, dan proliferasi sel endotel, dan pemeliharaan
kelengkungan kornea. Membran Descemet melekat pada stroma kornea dengan
zona transisional yang sempit (sekitar 1 μm) dari matriks ekstraseluler amorf. 5-9
e. Endotel kornea
Lapisan endotel bertanggung jawab untuk dehidrasi kornea dan menjaga
transparansi kornea dengan memompa air keluar dari stroma kornea. Jumlah sel
endotel berkurang dengan bertambahnya usia, trauma, peradangan, pembedahan,
dan proses penyakit. Kepadatan sel endotel saat lahir adalah sekitar 3500-4000
sel/mm2, menurun secara bertahap rata-rata 0,6% per tahun menjadi 2.500
sel/mm2 pada usia 50 dan 2000 sel/mm2 pada usia 80 tahun. Sel-sel endotel dari
kornea manusia memiliki kapasitas proliferasi yang rendah dan sel-sel yang hilang
digantikan oleh penyebaran sel-sel yang berdekatan yang menghasilkan
peningkatan ukuran sel (polimegathisme) dan peningkatan variasi bentuk sel
(pleomorfisme). Dengan meningkatnya kehilangan sel, fungsi pompa dan
penghalang endotelium dapat terganggu. Densitas yang lebih rendah dari 500 dapat
menyebabkan dekompensasi endotel dan edema kornea dengan disertai hilangnya
transparansi. 5,10

3.1.2. Penyembuhan pada Kornea

Meningkatan peredaran darah mempercepat respon jaringan dan mendukung


proliferasi seluler sehingga proses penyembuhan jaringan menjadi lebih cepat.
Proses penyembuhan luka kornea memiliki tantangan tersendiri karena kondisi
avaskular kornea. Kondisi avaskular kornea disebut sebagai angiogenic-privileged.
Karakteristik tersebut penting bagi kornea untuk dapat mempertahankan
fungsinya.12
Proses penyembuhan luka yang berlangsung dengan dukungan yang baik
dapat mengembalikan struktur dan fungsi kornea. Setiap lapisan kornea memiliki
23

jenis sel berbeda dengan karakternya masing-masing, sehingga terdapat mekanisme


penyembuhan yang berbeda sesuai dengan lapisan yang cedera.12

Diperkirakan ada sekitar 7000 nosiseptor per mm2 di epitel kornea manusia.
Kepadatan ujung saraf per satuan luas 400 kali lebih tinggi daripada di kulit,
menjadikan kornea salah satu jaringan yang paling padat dipersarafi dalam tubuh.
Sesuai dengan kepadatan ujung saraf, sensitivitas kornea meningkat dari limbus ke
kornea sentral. Saraf kornea melepaskan neuropeptida, seperti zat P dan calcitonin
gene-related peptide (CGRP), yang memiliki fungsi penting pada epitel kornea dan
merangsang penyembuhan luka epitel. Hilangnya persarafan sensorik kornea dapat
menyebabkan keratopati neurotropik, yang menyebabkan cacat epitel,
penyembuhan luka yang buruk, dan ulkus. 10,11

Karena avaskularitas kornea merupakan faktor penting untuk transparansi


kornea, kornea memiliki sistem untuk mempertahankan avaskularitas, sebuah
fenomena yang disebut “corneal antiangiogenic privilege”. Beberapa faktor
antiangiogenik telah terbukti berkontribusi terhadap avaskularitas kornea, termasuk
pigment ephithelium-derived factor (PEDF), trombospondin, dan pengikatan
reseptor dan inaktivasi faktor pertumbuhan angiogenik seperti vascular endothelial
growth factor (VEGF) . 11

Kornea juga telah mengembangkan strategi untuk meminimalkan reaksi


peradangan, sebuah fenomena yang disebut "corneal immune privilage". Misalnya,
tidak adanya pembuluh darah dan getah bening. Mekanisme molekuler immune
privilage mirip dengan yang memediasi avaskularisasi, misalnya, trombospondin-
1 terlibat dalam kedua proses. Sel epitel dan stroma kornea mensekresi faktor-faktor
yang dapat larut, termasuk VEGFR-2 dan endostatin, yang menghambat
limfangiogenesis dan hemangiogenesis, sehingga mempertahankan immune
privilage. Endotelium kornea juga mengekspresikan molekul yang terikat
membran, seperti Fas ligand (FasL), yang bertahan melawan sel-sel efektor imun
termasuk sel T dan komponen kaskade komplemen. 2,8
24

3.2 Sikatriks Kornea

Opasitas kornea berdasarkan tipenya dibagi menjadi tiga yaitu nebular,


makular, dan leukoma kornea. Ketiga tipe tersebut dibedakan berdasarkan
tampilan lesi kornea yang terbentuk. Pada gambaran nebula dideskripsikan
opasitas kornea yang sulit diperiksa secara kasat mata karena memiliki tampilan
sangat tipis seperti mist. Dibutuhkan pemeriksaan seperti slit lamp untuk
menemukan gambaran klinisnya. Tipe makula merupakan gambaran opasitas
kornea yang terlihat secara kasat mata pada pemeriksaan fisik dengan
pencahayaan yang cukup. Pada tipe leukoma, akan terlihat hanya dengan menatap
mata pasien. Tipe opasitas kornea tersebut juga berkorelasi dengan ketajaman
penglihatan pasien. Tipe nebula dan makula menyebabkan disrupsi dari refraksi
sinar ke mata pasien akibat iregularitas pada kornea, sedangkan leukoma kornea
mengobstruksi secara langsung sinar yang menuju mata, menyebabkan penurunan
tajam penglihatan yang signifikan bahkan kebutaan.12

Gambar 3. A. Nebula B. Makula C. Leukoma D. Leukoma Adheren


Dikutip dari : Prosedur tato kornea pada Leukoma kornea Adheren. Intisari Sains Medis
Hlm. 1108
25

Opasitas kornea seperti leukoma kornea umumnya terjadi akibat trauma yang
terjadi secara insidental ataupun iatrogenik. Pada kasus ini, pasien mengalami
trauma akibat kejadian insidental. Sebuah laporan kasus menunjukkan kasus
pasca-trauma menjadi penyebab opasitas kornea tersering (47,2%), diikuti oleh
kasus pasca-ulserasi (37,7%), glaukoma (7.5%), dan sebab lain yang tidak
diketahui 4%). Demografi pasien dengan penyebab yang beragam yaitu pasca
trauma dan iatrogenik. Kasus iatrogenic yang dimaksud seperti pasca vitrectomy,
operasi glaukoma, operasi katarak, operasi strabismus.13

Keratopigmentasi (KTP) atau yang umumnya dikenal sebagai tattoo kornea


sudah mulai digunakan sejak 2000 tahun lalu oleh Galen dari Yunani. Indikasi sejak
saat memang untuk menutupi lesi leukoma kornea pada mata pasca cedera. Metode
yang digunakan saat itu dengan kauterisasi permukaan kornea dan memasukkan
tinta seperti besi atau tembaga sulfat. Pada abad ke-19, seorang bedah oculoplastic
melakukan metode yang didahului dengan anestesi menggunakan kokain dan
menuangkan lapisan tinta india ke atas kornea. Prosedur dilanjutkan dengan
menusuk kornea menggunakan jarum bengkok sehingga pigmen dapat masuk ke
dalam jaringan kornea. Teknik ini menjadi dasar berbagai teknik tattoo kornea saat
ini. Sekiranya saat ini ada tiga teknik KTP yang dipakai yaitu teknik superfisial,
intrastromal, dan femtosecond laser-assisted keratopigmentation. Pada laporan
kasus ini akan fokus dengan teknik intrastromal dan prosedur KTP Namun terapi
terbaik pada sikatriks kornea adalah keratoplasty, secara keseluruhan bila
memungkinkan, tranplantasi lamellar akan lebih dipilih daripada PK karena
kemungkinan penolakan jauh lebih tinggi pada graft full thickness. Penolakan lebih
mungkin terjadi jika situs transplantasi terinfeksi atau meradang secara aktif. Jika
perforasi lebih besar dari 2 mm dan hanya melibatkan kehilangansebagian stroma
atau jika pasien tidak dapat mentolerir perekatan, dianjurkan menggunakan
keratoplasty lamelar. Pendekatan ini lebih baik karena hanya mentransplantasikan
stroma. 13
a. Keratoplasty
Penetrating keratoplasty (PK) merupakan tindakan yang diindikasikan
untuk beberapa kelainan kornea dengan derajat keparahan yang tinggi seperti
keratokonus, distropi, penipisan atau terbentuknya sikatriks yang luas ataupun
26

trauma. Transplantasi kornea adalah prosedur pembedahan di mana kornea yang


rusak atau berpenyakit digantikan oleh jaringan kornea sumbangan. Dengan
prosedur tradisional, dokter mata menghilangkan kornea mata dari donor
menggunakan pisau trephine kecil, instrumen bedah khusus. Kornea baru kemudian
ditanamkan dalam mata pasien melalui proses yang sama dengan jahitan kecil untuk
mempertahankan kornea baru di tempatnya.14
Penetrating keratoplasty memiliki angka kesuksesan sebesar 90 % pada 5
tahun pertama graft, dan 53% pada re-graft. Kondisi avaskular dan imunologi pada
kornea membantu dalam keberhasilan dalam transplantasi dibandingkan dengan
tranplantasi pada organ lainnya. Pengulangan graft, ukuran graft, glaukoma, infeksi
dan gangguan permukaan okuli meningkatkan kegagalan pada transplantasi. 15
Indikasi dapat berupa:
1. Optik, Indikasi ini digunakan pada kasus sikatriks kornea pasca keratitis atau
trauma, keratopati bulosa, keratokonus, serta distrofi dan degenerasi kornea
untuk meningkat visus
2. Tektonik, yang bertujuan untuk preservasi dan restorasi struktur anatomi
kornea, seperti pada mata dengan penipisan kornea, ulkus kornea dengan
descemetokel maupun perforasi kornea, corneal melt pada trauma kimia atau
rheumatoid vaskulitis berat.
3. Terapeutik, dengan tujuan menghilangkan jaringan infeksi dan menurunkan
rasa nyeri,seperti pada kasus ulkus kornea progresif yang tidak berespons
hanya denganpengobatan medikamentosa, serta ulkus kornea luas terutama
yang terus progresif ke arah limbus maupun sklera.
4. Kosmetik, pada mata dengan potensi visual yang rendah.
Keratoplasty dapat dilakukan dengan beberapa teknik tergantung tujuannya
dan indikasi dari tindakannya : 16,17,18

Full thickness (Penetrating) grafts Kornea fullthickness/utuh dicangkok ke


resipien. Tergantung dari kasusnya, maka tujuan PK bisa untuk kosmetik,
terapeutik, atau untuk optikal Sebuah trephine (perangkat pemotong berbentuk
melingkar) yang digunakan oleh ahli bedah untuk memotong kornea donor, untuk
memotong disc sirkular dari kornea. Sebuah trephine kedua kemudian digunakan
untuk memotong bagian berukuran serupa dari kornea pasien. Jaringan donor
27

kemudian dijahit di tempat dengan jahitan.19


Partial thickness grafts (Deep Lamellar) dalam prosedur ini, lapisan anterior
dari kornea sentral akan dihilangkan dan diganti dengan jaringan donor. Sel endotel
dan membran Descemets disisakan di tempatnya semula. Teknik ini digunakan
dalam kasus-kasus opasifikasi kornea anterior, bekas luka, dan penyakit ectatic
seperti keratoconus. Deep anterior lamellar keratoplasty (DALK) adalah kornea
graft ketebalan parsial, yang digunakan di mata, di mana patologi hanya terbatas
pada lapisan anterior kornea, misalnya luka Superficial kornea dan beberapa
gangguan bawaan atau perkembangan seperti dystrophies epitel dan stroma.
Keuntungan dari teknik ini dibandingkan teknik ketebalan penuh 'konvensional'
adalah: jahitan lebih sedikit, rehabilitasi lebih cepat, kurangnya penggunaan obat,
hampir tidak ada kemungkinan penolakan graft dan luka lebih aman. Partial
thickness grafts (Endothelial Lamellar) Mengganti endotelium pasien dengan disc
transplantasi dari stroma posterior / Descements/endotelium (DSEK) atau
Descemets/endotelium (DMEK). 16

Syarat Untuk Menjadi Donor dan Penerima Donor

Terdapat beberapa indikasi dan prasyarat untuk menjadi donor maupun


resipien pada proses transplantasi kornea. Bank mata menetapkan prioritas
penerima donor kornea mata. Biasanya diprioritaskan bagi mereka yang masih
produktif dan masih muda. Dengan keterbatasan tadi setelah dilakukan
transplantasi kornea, maka kinerja mereka akan kembali seperti semula atau
meningkat.15,16
Syarat Pendonor Mata:15,16

1. Sudah di atas 17 tahun dan ikhlas tanpa paksaan dari pihak lain

2. Disetujui keluarga / ahli waris

3. Kornea calon donor jernih

4. Tidak menderita penyakit: Hepatitis, HIV, Tumor mata, Septikhemia,


Sipilis, Glaukoma, Leukimia, serta tumor-tumor yang menyebar seperti:
kanker payudara dan kanker leher rahim.
28

5. Penyebab dan waktu kematian diketahui.

6. Mata harus diambil kurang dari 6 jam setelah meninggal dunia

7. Endothelial vitality Minimal 2000/mm 2

8. To preserve clarity: 850/mm2

9. Kornea donor harus digunakan dalam waktu kurang dari 2 x 24 jam untuk
tingkatkeberhasilan lebih baik

10. Kornea donor diawetkan dengan: Pendinginan, gliserin anhidrat,


ruang lembab,media kultur, McKaufmann medium, atau pengawetan krio

11. Diketahui kapan dan penyebab kematian.

Syarat Penerima Donor Mata


1. Letak kerusakan kornea dibagian tengah.

2. Tidak ada bentukan pembuluh darah.

3. Relatif dalam keadaan tenang.

4. Jaringan kornea yang keruh bebas dari perlekatan dengan jaringan lain di
dalambola mata.
5. Tekanan bola mata normal.

6. Kondisi air mata dan selaput lendir (konjungtiva) relatifnormal.

7. Tidak menderita penyakit: Hepatitis, HIV, Tumor mata, Septikhemia,


Sipilis, Glaukoma, Leukimia, serta tumor-tumor yang menyebar seperti:
kanker payudara dan kanker leher rahim

8. Penyebab dan waktu kematian diketahui.

9. Kornea donor harus digunakan dalam waktu kurang dari 2 x 24 jam

untuk tingkat keberhasilan lebih baik

10. Mata harus diambil kurang dari 6 jam setelah meninggal dunia,
Endothelial vitality Minimal 2000/mm

11. Kornea donor harus digunakan dalam waktu kurang dari 2 x 24 jam untuk
29

tingkat keberhasilan lebih baik

12. Mata harus diambil kurang dari 6 jam setelah meninggal dunia,
Endothelial vitality Minimal 2000/mm

13. Kornea donor harus digunakan dalam waktu kurang dari 2 x 24 jam

untuk tingkat keberhasilan lebih baik. Kornea donor diawetkan dengan

14. Pendinginan, gliserin anhidrat, ruang lembab,media kultur, McKaufmann


medium, atau pengawetan kri

15. Diketahui kapan dan penyebab kematian.

Syarat Penerima Donor Mata

1. Letak kerusakan kornea dibagian tengah.

2. Tidak ada bentukan pembuluh darah.

3. Relatif dalam keadaan tenang.

4. Jaringan kornea yang keruh bebas dari perlekatan dengan jaringan lain
di dalambola mata.

5. Tekanan bola mata normal.

6. Kondisi air mata dan selaput lendir (konjungtiva) relatifnormal.

Teknik Operasi Penetrating Keratoplasty


1. Persiapan Donor Kornea
Donor kornea dipersiapkan dengan cara melaukan trepinasi. Pada
tahapanini korneoskleral donor di letakkan pada sentral, endothelial meghadap
ke atas pdabagian cekung dari alat trepin. Mata pisau yang tajam secara vertical
ditekan pada kornea donor mengikuti alur petunjuk pada alat.pada teknologi
femtosecond laser kita dapat membuat potongan pada donor lebih bervariasi
seperti, mushroom-shaped, shaped side incision, top-hat configuration atapun
zigzag. Penggunaan potongan seperti ini mempermudah dalam prose
peyembuhan, pengangkatanjahitan yang lebih cepat dan penempelan jaringan
30

yang lebih kuat dan stabil. 1,14,20 Kebanyakan ahli bedah memotong donor 0,25-
0,5 mm lebih besar daripada kornea resipien. Hal ini bertujuan untuk mengurangi
terjadinya postoperative glaukoma, meningkatkan kerapatan penutupan luka,
mencegah terjadinya sinekia anterior dan kornea flatteing, serta memberikan sel-
sel endotel lebih banyak pada kornea resipien. 1,14,19

2. Persiapan pada Mata Resipien


Pada mata resipien penggunaan Handheld trepin masih menjad pilihan
utama karena ini memberikan kemudahan dan harga yang lebih murah. Akan
teetapi hal ini mungkin meneybabkan ireguleritas pada kornea resipien. Trepin
vacuum meningkatkan akurasi dari konsistensi dari pemotongan, akan tetapi
menguragi visualisasi dari operator dan memerlukan keterampilan lebih.
Femtosecond laser dapat juga digunak untuk memotong kornea resipien akan
tetapihal ini memiliki akses yang sulit dan meningkatkan cost dari tindakan.
Setelah pemotongan selesai, kornea donor diletakkan pada mata resipien dengan
endotel menghadap ke bawah. Dan diberikan viscouelastis untuk melindungi
kerusakan dari endotel selama proses operasi.14,19
3. Teknik penjahitan
Kornea donor dan resipien diawali dengan 4 buah jahitan utama. Jahitan
utama yang kedua merupakan jahitan yang paling penting karena dapat
menyebabkan astigmat bila tidak dijahitkan dengan tepat. Penutupan luka
secara sempurna dilakukan dengan menggunakan jahitan interuptus, continues
suture, atau kombinasi keduanya.banyak variable yang dapat menyebabkan
astigmatisme, akan tetapi kunci untuk menghindari astigmat pada pejahitan
adalah dengan cara menhindari tegangan dan distorsi tehadap jaringan, anterior
wound override, dan dan posterior wound gap.14,20
Variasi dari jahitan tergantung dari keadaan klinis dan preferensi dari
operator. Kornea yang memiliki banyak vaskularisasi, inflamsi, atau tipis
cenderung tidak terprediksi kapan terjadi penyembuhan. Jahitan interuptus
biasanya16 – 24 jahitan adalah teknik yang tepat untuk tipe kornea yang seperti
ini, termasuk untk keratoplasty pada anak-anak, dimana proses peyembuhan
luka berlangsung cepat. Jika terjadi penarikan karena pembuluh darah maupun
31

kendor karena kontraksi dari luka, jahitan dapat dibuka secara selektif.
Variasi dari jahitan tergantung dari keadaan klinis dan preferensi dari
operator. Kornea yang memiliki banyak vaskularisasi, inflamsi, atau tipis
cenderung tidak terprediksi kapan terjadi penyembuhan. Jahitan interuptus
biasanya16 – 24 jahitan adalah teknik yang tepat untuk tipe kornea yang seperti
ini, termasuk untk keratoplasty pada anak-anak, dimana proses peyembuhan
luka berlangsung cepat. Jika terjadi penarikan karena pembuluh darah maupun
kendor karena kontraksi dari luka, jahitan dapat dibuka secara selektif.

Gambar 4. Teknik jahitan kombinasi interuptus dan kontinu pada keratoplasty.


Dikutip dari: 2022-2023 Basic and Clinical Science Course Section 8 External
Diseaseand Cornea p.419

4. Komplikasi Intraoperatif.
Komplikasi yang dapat terjadi selama keratoplasty antaralain
sebagaiberikut:
a. Kerusakan lensa dan/atau iris dari trepin, gunting, atau instrument lain
b. Ireguler trepinasi
c. Inadequate vitrektomi sehingga vitreus menempel pada endotel graft
d. Perdarahan yang banyak karena luka iris ataupun tepi luka pada
kornea yangbanyak vaskularisasi
e. Perdarahan koroid dan effuse
f. Inkarserata iris pada luka
g. Kerusakan pada endothelial donor saat trepinasi atau handling
5. Perawatan Postoperatif
Keberhasilan jangka pajang dari keratoplasty tergantung dari
kualitas perawatan postoperative. Perawatan rutin postoperatif
32

seperti antibiotik topikal, tappering off kortikosteroid topical, dan


kunjungan rutin adalah cara langsung untuk mengetahui secara dini
bila terjadi komplikasi setelah keratoplasty, dan mengoptimalkan
penyembuhan luka postoperative serta rehabilitasi pengelihtan yang
cepat.
Bila perawatan postoperative tidak dilakukan dengan benar,
maka dapt terjadi komplikasi yang dapat menyebabkan keratoplasty
tersebut gagal. Komplikasi yang dapat terjadi setelah keratoplasty
antara lain :
a. Kebocoran dari luka operasi
b. Bilik mata dangkal atau inkarserasi iris pada luka
c. Glaukoma
d. Endoftalmitis
e. Primary endothelial failure
f. Persistan Epitelial defect
g. Rekurensi dari penyakit primer
h. Gangguan yang disebabkan dari jahitan
i. Microbial keratitis

Rejeksi dan Kegagalan Transplantasi Kornea


Istilah rejeksi dipakai untuk keadaan respon imunologi resipien terhadap
kornea donor. Rejeksi harus dibedakan dengan kegagalan graft yang tidak
dimediasi imun, seperti kegagalan graft donor primer. Diagnosis rejeksi ditegakkan
bila terdapat periode graft yang jernih selama minimal 2 minggu setelah
keratoplasty. Beberapa keluhan yang timbul adalah penurunan visus, mata merah,

nyeri, iritasi dan fotofobia. Gejala yang timbul tergantung pada keparahan
rejeksi. Beberapa pasien yang mengalami rejeksi tidak megalami gejala
(asimptomatik). Insidens rejeksi paling tinggi pada 1,5 tahun pertama setelah
transplantasi namun dilaporkan pula dapat terjadi setelah 20 tahun. 14,16,17,19

Tanda klinis terjadinya rejeksi antara lain edema kornea, keratic presipitat (KP)
pada graft kornea namun tidak pada kornea perifer resipien, vaskularisasi kornea,
infiltrat stroma, infiltrat subepitelial. 14,16,17,19
33

a. Graft Rejection

Tindakan operasi untuk mengganti kornea resipien yang sakit dengan kornea donor
yang sehat kadang-kadang mengalami kegagalan oleh adanya reaksi penolakan dari
resipien terhadap kornea donor. Reaksi ini dapat terjadi paling awal 2 atau 3 minggu
sampai beberapa tahun pasca bedah. Diagnosis reaksi penolakan ditegakkan
berdasarkan hal-hal berikut: pengurangan visus, mata merah, rasa yang tidak enak
di mata dan silau. Pada pemeriksaan terdapat injeksi perikornea graft yang udem,
flare positif. Angka keberhasilan pencangkokan kornea tinggi, karena kornea yang
avaskuler dan di kornea tidak ada saluran limfe. Kalau hal ini terdapat kemudahan
peningkatan reaksi imunologik maka akan menimbulkan reaksi tipe IV, yang
berupa reaksi penolakan. 2,13,14

b. Faktor Risiko

Banyak bukti klinis yang mengindikasikan bahwa beberapa mekanisme dan


kompleks imum dapat memicu corneal allograft rejection. Corneal graft rejection
merupakan proses yang bergantung pada respon sel T. Dalam bentuk percobaan,
faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya penolakan termasuk: ` Ada beberapa
faktor risiko terjadinya reaksi penolakan graft, yaitu: Adanya vaskularisasi di
lapisan basal penerima kornea. Hal ini adalah satu-satunya faktor yang
berhubungan dengan peningkatan insidensi dari reaksi penolakan. Hal ini diyakini
akibat hilangnya peran penting imun kornea yang normalnya avaskular. 13,14,17

• Graft yang besar

• Incompability HLA-A, HLA-B dan ABO

• Riwayat rejection sebelumnya

• Bilateral keratoplasy
BAB IV
ANALISIS KASUS

Pasien seorang laki-laki berusia 8 tahun asal dari luar kota datang dengan
keluhan Pasien datang dengan keluhan pandangan kabur pada mata kanan sejak 1
tahun yang lalu. Awalnya mata kanan pasien tercolok oleh rekannya saat sedang
bermain, lalu mata merah dan nyeri sebelumnya.
Pada 10 bulan yang lalu tampak bagian berwarna putih pada bagian bola mata
kanan pasien sehingga mata pasien, sehingga kabur dan sulit melihat, bagian putih
pada mata meluas pada 7 bulan terakhir, karena menggangu aktivitas dan
pembelajaran di kelas.
Pada pemeriksaan oftalmologi didapatkan visus penderita pada mata kanan
2/60. Pada pemeriksaan segmen anterior tampak pada Kornea keruh, tampak
Sikatriks dengan Ukuran 5x 4 mm, central- perifer, arah pukul 4-9 Jernih.
Dari anamnesis serta pemeriksaan oftalmologis dapat disimpulkan bahwa
pasien didiagnosis dengan Leukoma Kornea OD. Hal ini sesuai dengan teori bahwa
pada leukoma kornea gambaran opasitas kornea yang terlihat dengan menatap
langsung mata pasien. Leukoma kornea mengobstruksi secara langsung sinar yang
menuju mata, menyebabkan penurunan tajam penglihatan yang signifikan bahkan
kebutaan.12
Jika sikatrik kornea telah mengganggu penglihatan tidak ada pengobatan
yang dapat dilakukan kecuali keratoplasty atau pencangkokan kornea.2,3
Penetrating keratoplasty (PK) merupakan tindakan yang diindikasikan untuk
beberapa kelainan kornea dengan derajat keparahan yang tinggi seperti
keratokonus, distropi, penipisan atau terbentuknya sikatriks yang luas ( leukoma
kornea) maupun trauma. Karena indikasi leukoma kornea sehingga dipilihlah
tatalaksana berupa teknik operasi penetrating keratoplasty.16
Pada pasien persiapan operasi dari hasil lab hingga pemeriksaan baik dan
pasien masuk sesuai sebagai kriteria donor yang baik karena pada usia yang muda.
Pasien mendapatkan donor dari pasien dengan usia 53 tahun. Donor dari pasien
berusia kurang dari 60 tahun merupakan kualitas donor yang baik dibandingkan

34
35

dengan yang berusia diatas 60 tahun, sesuai dengan kualitas kornea.18


Pada operasi pemilihan variasi jahitan tergantung dari keadaan klinis dan
preferensi darioperator. Jahitan interuptus dengan16 – 24 jahitan adalah teknik yang
tepat untuk tipe kornea yang seperti ini. Oleh karena itu pada pasien ini dilakukan
jahitan interuptus. Sehingga jika terjadi penarikan karena pembuluh darah ataupun
kendor karena kontraksi dari luka, jahitan dapat dibuka secara selektif. Setelah
tindakan keratoplasty dilakukan, perlu dilakukan follow-up secara komprehensif
untuk menilai keberhasilan dari tindakan keratoplasty tersebut.17,19 Dari hasil
follow-up didapatkan jaringan kornea donor menyatu dengan baik pada kornea
resipien, ditemukan konjungtiva masih dalam keadaan mix injeksi, namun pada
follow-up lebih lanjut tidak ditemukan tanda-tanda komplikasi pada pasien.
Obat Post Operasi yang diberikan adalah , Cefixime tab 100mg/ 12 jam PO,
Asam Mefenamat tab 250 mg/ 8 jam PO, Methylprednisolone 4mg/ 12 jam PO,
Moxifloxacin 1 gtt/ 3 jam OD, Prednisolone Acetat ED 1gtt/ 4 jam OD, Betaxolol
0.5% ED 1 gtt/ 12 jam OD dan Sodium Chloride 1 gtt/ 3 jam OD. Sesuai dengan
teori bahwa pemberian antibiotik oral dan tetes menjadi profilaksis dari infeksi,
Pemberian NSAID selain sebagai anti nyeri juga sebagai anti radang, Sodium
Chloride 1 gtt/ 3 jam OD mengontrol distribusi air dan tekanan osmotik pada mata.
Methylpredinisolone 4 mg / 12 jam Po dan Prednisolone Acetat ED 1gtt/ 4 jam
OD, mengurangi peradangan dengan menekan migrasi leukosit polimorfonuklear
dan membalikkan peningkatan permeabilitas kapiler Betaxolol 0.5% ED 1 gtt/ 12
jam OD mengontrol tekanan intraokular.17,18
Pada pasien kasus ini dilakukan keratoplasty dengan teknik penetrating
keratoplasty, secara teori teknik ini memiliki angka kesuksesan sebesar 90 % pada
5 tahun pertama graft, dan 53% pada re-graft. Kondisi avaskular dan imunologi
pada kornea membantu dalam keberhasilan transplantasi dibandingkan dengan
tranplantasi pada organ lainnya. Pengulangan graft, ukuran graft, glaukoma, infeksi
dan gangguan permukaan okuli meningkatkan kegagalan pada transplantasi.16
Pada pasien didapatkan bahwa terjadi perbaikan visus yang sebelumnya 2/60
keratoplasty, pada follow-up didapatkan visus terakhir 6/30 PH 6/21 yang berarti
terdapat perbaikan visus pada pasien. Dan pada pemerikasaan kornea didapatkan
bahwa kornea tampak jernih. Hal ini menandakan terjadinya peyatuan antara kornea
36

resipien dan donor, namun pada pasien saat ini masih diperlukan follow-up lebih
lanjut karena keadaan graft rejection dapat terjadi meskipun telah menerima donor
selama berbulan bulan.
Keberhasilan jangka panjang dari keratoplasty tergantung dari kualitas
perawatan pasca operasi. Perawatan rutin pasca operasi seperti pemberian antibiotik
topikal, tappering kortikosteroid topikal, dan kunjungan rutin adalah cara langsung
untuk mengetahui secara dini bila terjadi komplikasi setelah keratoplasty, serta
mengoptimalkan penyembuhan luka pasca operasi dan rehabilitasi pengelihatan
yang cepat.
Prognosis pada pasien ini quo ad functionam adalah dubia ad bonam, hal ini
walau sudah menunjukan perbaikan visus namun follow-up secara terus menerus
harus dilakukan karena graft rejection dapat terjadi meskipun telah menerima
donor selama berbulan bulan.
BAB V
KESIMPULAN

Telah dilaporkan satu kasus Leukoma kornea akibat trauma pada pasien laki
-laki usia 8 tahun. Diagnosis ditegakkan berdasarkan pemeriksaan fisik dan
dipilih tatalaksana berupa tindakan penetrating keratoplasty, dalam laporan kasus
ini tindakan terbukti efektif dalam memperbaiki visus pasien. Tindakan
keratoplasty selain memperbaiki visus pada pasien dapat memperbaiki estetika
pasien, yang diharapkan dapat memperbaiki Quality of Life pasien.

37
DAFTAR PUSTAKA

1. Escudero Bodenlle L, Domingo EO. "Sclero-DALK": New approach for


treatment of superficial corneal leukoma kornea. Am J Ophthalmol.
2019:100561. doi: 10.1016/j.ajoc.2019.100561.
2. American Academy of Ophthalmology. External Disease and Cornea.
Section 8. San Francisco; 2022-2023: 179-84.
3. Salmon JF. Kanski clinical ophthalmology : A systematic approach. 9th
Editio. London: Elsevier; 2020. 956 p
4. Yanoff M, Duker JS. Ophthalmology. Edisi ke-4. London : Elsevier; 2016.
P.225-227.
5. Buhren, J. Central Corneal Thickness. In:Schmidt-Erfurth, U., Kohnen, T.
(eds) Encyclopedia of Ophthalmology. Springer Berlin, Heidelberg. 2018.
6. Wilson SE, Torricelli AAM, Marino GK. Corneal epithelial basement
membrane: Structure, function and regeneration. Eye Res. 2020
194:108002.
7. Kanclerz P.; Khoramnia, R; Wang, X. Current Developments in Corneal
Topography and Tomography. Diagnostic 2021,11, 1466
8. Mannis MJ, et all. Corneal Fundamental, Diagnosis and Management.
London. 2017;229-273p
9. Browling B, Kanski's Clinical Ophthalmology. A systematic approach.Sixth
edition. Elsevier; 2016. Hlm. 180-183
10. Puri S, et all. Distribution and function of glycosaminoglycans and
proteoglycans in the development, homeostasis, and pathology of the ocular
surface. Front Cell Dev Biol. 2020; 8.
11. Downie LE, Bandlitz S, Bergmanson JPG, Craig JP, Dutta D, Maldonado-
Codina C, dkk. Anatomy and physiology of the anterior eye. Cont
LensAnterior Eye. 2021; 44: 132-56
12. Premchander A, Channabasappa S, Balakrishna N, Nargis An evaluation of
visual outcome of corneal injuries in a tertiary care hospital. Int J Clin Exp
Ophthalmol. 2019;3(2):20–9.
13. Alexander, T., Cahyaningsih, E. 2021. Prosedur tato kornea pada Leukoma

38
39

kornea Adheren. Intisari Sains Medis 12(3): 1007-1010.


14. Parker J, Dockery P, Preda-Naumescu A, Jager M, Dijk Kv, Dapena I, dkk.
Descemet membrane endothelial keratoplasty and bowman layer
transplantation: An anatomic review and historical survey. Ophthalmic Res.
2021; 64: 532-53
15. Krysik K, Wroblewska-Czajka E, Lyssek-Boron A, Wylegala EA,
Dobrowolski D. Total Penetrating Keratoplasty: Indications, Therapeutic
Approach, and Long-Term Follow-Up. J Ophthalmol. 2018 Apr
19;2018:9580292.
16. Kurniawardhani DR, Widyawati S, Rhendy R, Kodrat E. Split cornea
transplantation in anterior lamellar keratoplasty. Med J Indonesia. p 259
17. Choudhary DS, Agrawal N, Hada M, Paharia N. Massive corneal-epibulbar
dermoid managed with pre-descemetic DALK and SLET. GMS Ophthalmol
Cases. 2021;11.
18. Abdelaal AM, Alqassimi AH, Malak M, Hijazi HT, Hadrawi M, Khan MA.
Indications of Keratoplasty and Outcomes of Deep Anterior Lamellar
Keratoplasty Compared to Penetrating Keratoplasty. Cureus. 2021
19. Qureshi S, Dohlman TH. Penetrating Keratoplasty: Indications and Graft
Survival by Geographic Region. Semin Ophthalmol. 2023. 38(1):31-43.

Anda mungkin juga menyukai