Anda di halaman 1dari 68

Rliltr$i

KOMENTAR

BUDAYA DAN

Sffi"EffiUALIIA$ jffAHA$tSWA

DABI ME'A HAYAMWURUK 7

DIALOG

19

Sastra tak pernah bisa berdiri

sendiri, kehidrrcannva selalu

dipengaruhi koridisi iekitarnva


- situasi masyarakat,

politik

i11

penerbit,
kritisi dan sebaoainva.
'
Konon dulu kehidupan sistr'a
begitu semarak- Lantas

WAWANCARA UTAMA

bagaimana dengan kondisi

selorang

Memang, sekarang ini kita berada


{alam genggaman budaya populer.

ENGTISH CORNER

Semua,yang ditujukan kepbOa kita


adalah produk budaya populer.

27

APA KATA MEREKA


tr
..lbarat air; sastra sekarang ini
alirannya mdebar kemanamana.
Kalau kita sudah akrab denoan
sastra koran, sastra ma,idjh,
narUl alGn muncul
sastrawarF.sastrawan besar.

42

KHUSUS

Peringatan Kebanqkitan Nasional


yang dikemas dalam-plesetan upacilra
menghantarkan dua mahasiswa'masuk
tahanan. Padahal itu dilakukan dalam
lingkungan kampus. Ternyata otonomi
. ka.mpus tak cukup punya kekuatan
ketika berhadapan Gngdn kekuasaan.

Perangkap audio visual

telah membantu
memasyarakatkan karya
sastra. Namun disana teiiadi
pergBseran nilai. Perlti
keda
dan

53

rlt/2005
IRUK NO.2

WATIUANCARA LEPAS

| 1992

OBRO1AN EMPER

[*

Dulu.saya pemah be-rtanya


kepada Nasurion,' ABR|-nya
Pak'. Kata Nasution,
- Flqpa
'Sekian dari s@uluh persen..
Nah, mungkin Z atair g%.
bisa iuga S7o.
Tapi sekarang berapa ratus?
,

KAMPUS

i]

68

vwruk t{o.L1. Th.VIlLggz. Setiap kali


,

IvItrSKTN

ARTIKEL

membicarakan masalah BMOM, kepanitiaan Fekan Fitm Fakuitu Sasrra ie-

MANA LAB.ITL?

SASTRA

Majalah Haywnvturuk laht sebagai


ajang kreatifitas mahasiswa Fak. Sastra,

mungkin, juga bagi staf pengajarnya.


Mungkin karena itu,, IlayAtnwuruk berani mengklaim sebagai mqjalah Sastra
(lihat boks Hayamwuruk edisi No.1/
Th.vr/19e1).
Kalair dilihat dari statusnya sebagai
majalah Sasttra, seharusnya Hayamwuruk lebih menitikberatkan Sastra
dengaa segala seluk-beluk dan persoalannya. Tetapi yang terjadi justru sebaliknyt Hoyamwuru& akhir-akhir ini miskin
artikel sastra.Bahkan cenderung ke arah
'politik'. Mengapa? Alangkah baiknya
jrkal{ayamwuruk kembali ke haluan semula. Saya yakin Sastra tak kalah menariknya untuk dikaji, dibanding "politi$' atau yang lainnya. Terlebih lagi,
majalah Sastra amat sulit kita jumpai di

negeri ini. Bukankah

ini

kesempatan
Hayamwuruk untuk mengemb angkan
diri? Sungguh ideal sekatri seandainya ar*
tikel-artikel Sastra diperlebar ruangnya

agar Hayomwuruk sebagai majalah

kesaiahan itu. Betapa tidak. Bu Istiati


Soetonno dalarn wawancara dengan Ha-

Saya, mahasiswa Fak. Sa-(ira. terlanjur mendengar selentinean b:rita


tentang akan didirikannr a Lab--ratorium Sastra di Fakultas Sa.rra Undip.

yatnwuruk mengatakan bahwa beliau

Alangkah menyenangkann',

memberikan modal kepada seorang ma-

terwujud, megah lagi. S:hirg6" s:iiap


mahasiswa atau dosen \3ig Eau atau

Sebagai mantan ketua panitia, saya


selalu merasa seakan harus menanggung

hasiswa sebanyak 250 ribu rupiah untuk


pinjam film, tetapi uang itu hilang.
Saya sebagai orang yang paling ber-

tanggung jawab atas kegiatan tersebut


merasa prihatin. Sebab apa yang beliau
sebut tidak benar. Bukankah saya telah
membuat laporan pertanggung jawaban? Bukankah saya pernah menyatakan
bahwa kegiatan trersebut adalah kegiatan non-profit. Dan bukankah kegiatan
tersebut juga sedikitnya mengangkat
nama fakultas Sastra?
Sebenarnya, seandainya kita mau

berpikir secara jernih, apa yaugdituturkan beliau seperti di Hoyamwuruk itu

tidak akan terucap. Seandainya beliau


mau menghargai kerja keras panitia, beliau pun setidaknya akan mengucapkan
terima kasih. Tapi apa kenyataaurya?

bi"

l:b. itu

telah mengadakan peneli'ja;: irp,l memanfaatkannya. Jika ha-.il per;lj'ij:_n itu


layak untuk diumum-kan teeru C:par Ciusulkan untuk dimuat paC: m :r ala,l 11cyamwuruk, selaiLr l-rcr.ri: Sa-iua. Namun, sampai sekarang sel'a tidal tahu
yang mana dan bag:ima1' l3lcl61srirrm
itu.
Z-zira Saiful Rahman
Fali- Sa-srra L:ndip Angk 1988

OTONO}II KAMPUS
DAN EKSPANSI'MILISI'

K{}{PUS

Telah tiga kali saya mendengar/

Sastra lebih berbobot dan mengena.

membaca hal yang saya rasa itu meng-

Ada dua kata rang bertolak bela-

Terakhir, selamat atas hari jadi


Iictyamwuruk ke-7. Semoga jerih payah

itlim demokratisasi, yakni


demokratisasi iru sendiri dan sifat opresi-f dari tindalar tiran. Dalam hal ini bukan mengacu pada tiran yang sebenar-

Adi Prasetya - Sastra Indonesia

kambinghitamkan panitia. Beliau juga


masih menyalahkan panitia, walau saya
mewakili panitia pernah memint2 6221
pada beliau karena panitia melakukan
kesalahan terlambat mengembalikan
film (karena uang untuk kegiatan telah
habis). Iieliau pun menyatakan telah

."or"fil;ll',,3

melupakan dan memaafkannya.


Saya telah berusaha untuk mewu-

dan perjuangan segenap pengelolanya


tidak sia-sia.
Wassalam.

Bagi kami, Sastra'itu sebagai


"rumah", Untuk menjadi lebih dewasq
maka kami ingin menengok dunia luar
juga. Memang bagaimanapun, kami juga
harus sekali-sekali kembali. Selantat
menyimak edisi ini. Teima kasih.
.::

judkan cita-cita Bu Is agar mahasiswa


dapat menggali dana. Sewaktu saya
menjabat ketua KMJSI, saya dan rekan-

rekan pengurus membentuk wadah


kegiatan yang sifatnya profit (Liga Film
Sastra Inggris).

hilang dari pikiran saya. Tetapi saya ke:ewa sekali ketika membaca Hayam-

nya, tetapi lebii ke sifat kemanusiaan


yang ada pada setiap hati manusi:.
Iv{ungkin peristiwa tanggal20 N{ei 199}

bisa menjadi dentang kemariao terhadap upaya penegakan demokratisasi


yang sedang diupayaka:r di negeri ini.
Bias dari aksi tanggal 20 l!{ei itu tidak
berhenti pada penangkapan-penangkapan (walau itu terjadi di dalam
kampus...?) tetapi juga dreluber ke arah
yang lebih tidak rasional lagi, yakni sikap

Tolong dong, jangan kambing


hitamkan saya lagi.

KAMBING HTTAM BU IS
Sebenarnya, masalah ini telah lama

kang dalam

kecurigaan terhadap otonomi kampus


yang seharusnya dihormati. Bukannya
kampus musti diawasi selama 2 x 24\
jam. Apapun namanya kampus bukan

lembaga pemasyarakatan dimana


B"

Hendriant or o A,201.87 .2291


Sastra Inggris, Angk. 1987
Fak. Sastra Undip

penjahat atau pelaku kriminal bersekutu


bersama untuk melepaskan hajat kebinatansan. Artinya tidak bisa kita menya-

maratakan anrara pelaku kriminal

HAYAIVTWURUK

\o.

2 Th.

Yllllggl

ffi}lffi iffi:ffiffi
kita. \Iarileh kita mempelajari ajaran
r: L.:. -rtuk menetralkan.. hati dari
: : :: - ::r: :r-.:kara murka. Saya percaya
C.: --.--. :r:,1' Rahman-Rahirn" Allah
'.:-l :i ,:. :i:in berbuat keadilan di mui: I -:. ;i. Se moga menjadi rcnungan
i-',.:::Slrna.
j,:'.rm Erva Jayate (Hanya Ke-

dengan pelaku aksi penegakan demo-

krasi, keduanya mempunyai latar


belakang permasalahan yang berlainan.
Buntut dari peristiwa itu adalah ofensif
yang dilakukan oleh "milisi" kampus terhadap ketenangan belajar mengajar di
kampus Sastra. Provokasi selang tiga kali
(24, 25, 26 Mei) benar-benar menginj,i:

harkat serta martabat dari oran_q \'a..1


ada di dalam kampus. Pada daslrn..
mereka ("milisi" kampus) diadakan b:.
kan untuk menakuti, atau bahkan s..i,gai alat kekerasan. Jika terjadi demikian
mereka tak layak hidup di kampus,

,m ill

KA}..{

"penegakan hukurn rimba" di alam de=


mokrasi Pancasila, yakni dengan munculnya pemukulan (27 Mei) dan intimidasi olch sckclompok oknurn yang mengatas namakan "milisi" kampus. Dalani
hal ini patutkah kita melaksanakan
"intifada". Tentu sa.ja tidak. Bukan kc
arah sana gerak perjuangan kita. Masih

{r

Thatrroni
Sastra. Sejarah. Airgk. 1986)

Fakultas Sastra UNDIP

ffi ,U,S'$'AS

If

ffiai*t j'a#* II92/fqI5

suatu bangsa se kualitas Indonesia. Kalaupun ada yang patut kita sesali adalah

l!

kartono)

*siswCh&nd

harga sebuah kebenaran. Demokrasi


masih teramat mahal harganya, untuk

Ir

"Sopo sing suci adoh soko bebo:o


pati .Tamilng laio Gtisti frzrlo" (Sosro-

'e:t'$'Ml

mereka layak sebagai "tribalis".


Kembali ke akar permasalahan, semua asap berawal dari api. Kejadian di
atas tidak mungkin terjadi, kalau "Peristiwa 20 Mei'' tidak ada. Tetapi apapun
yarig terjadi, selayaknya kita memetik
hikmah dari peristiwa tersebut, yakni

benaran Yang Ung_eul).

[efu alga lesar H aya

*z*, ur

ada pikiran yang waras untuk mengatasinya. Ada satu pertanyaan, apakah nianusia diciptakan Tuhan tidak membawa

fitrah nurani? Di dalam hati kecil kita


ada satu hal l anu ticlak bisa disembunyikan, yakni nurani. Sa1'a percaya betapa-

pun bcbalnya manusia, keterpihakan


pada nurar.ri tetaplah ada. Hewan,saja
nrasih punya naluri untuk tidak borbuat

anievr

te

rhr,-lrp scsamauya. Di ncgara

Indoncsia, r':ng bcgitu rneirghorntati kelembutan bucli, tak bisa dipercaya kalau
masih menyisakan tentpat bagi orang
yang bertindak "adigang adigung a.diguno". Apakah nilai kemanusiaan yang ber-

a't'.

aclab masih mentolerir sifat-sifat clcmiki-

an. Marilah kita bertanya pada diri


sendiri, adakah diri kita masih memberi

pcluang pada kcangkaramurkaan, kidurjanaan, ketidak mautahuan pada nilai kcbcnaran untuk bersemi dalam diri

.;

HASIL UIIAN SE,MESTER

HAYAMWURUK, No. 2 Th. YlIl 1992

r**

"puas

terhadap hasil ujian atau tempat?

'it

,'" "l

Kerlu
culo
bufiunHunyo
:'
::' -..'

Keberadaan ikatan

' erlu diPertanYakarr kembali'


glqlnt p:l'^i
1H'#:;';rn'*.nv'burka^

,"t'?tT,$;fi:?!;#li;*.ul.l":iiT",.fli:"lh:il^lul'ii""1lpiin","
,
l:*.

nfaatnya' Untuk keperluan

peneliti-

Keterkotakan

primordialisme '

**mHx'T:111ti*1H*
ri
trkt'a,'""$H
.:trf,Xt#
f*m'
Ik{j,;;,;;'x;ii,"'lTi*;.,rft

l*Ul;;X.d*:*ffi::::
almamater'

ikatan dimak,uarun.u'iuiuy;ffii,il

..;i;;;il

Pengembangan

Harinisah-sah.uju,rui'"'nl'Jumnis.eba-

;;;llThlfii:qlli:1fi
;l'ffi;
mempunyal
nva.

H;H

;X;iryrygp

I
I

rua

,J*;;i;-a'n^"1'1';

(rkatan

fttTll*:,oj'iru;--ru'fJ'331

*:=**- o,o*o srneecuNA:


r};:ffi#B,T#H.'ffi"I#
almamaternva'
"Dapa.'
r.Jruiiru,',
#;tk"il; keb"'adua"
Yu]ut' ,0-']u r--- -- -'--:
i;'
'::::T;:t';
dengan
npurugi
*nf*X#**t#};"';}il }llil'"i!"l': ffi
{,1*;",*,;;
vans mensatur 9luu,uro.iuudisaja'Misaffi#u*'t'u- i^:in.'o'n i
iil,ii"*"llbTr's6'
f
tinggi untuk
luar' TtIt',\,. hHS#I i.","rg otonomi persuruan arumni tidak ':.11;i'# ;;;ilril k*latan di
u",1,11,:il
dapat
;ru1;fXrufi*U*:fuUf,
I
Ht-'#
kata prof. Ir. Darmanto
*r"iu,, aru"aampingkan.-xlll
i'I;ffi"iffii'
Kewa

ma*ka

nl

"

Y?+'

"

mcneserora.

Irrsrr6rrsus"t>-.--

ra

"

:::llil''ixl;l1"if
:3:i"*"
i;#;,Tff
--::s:J^:',iffiT
Undip'
kerja
masih dalam ini kondisi
H[?TiJi i,i.i;;;enjalin
tenk't"'usupihak valg
'
sama dengan bcrbagai
",..',1iJ"',ilillJXl','tl;itL;;il"t'ilsk0r.**l,.frrf
Semenkerjaan ttalumni'
keberadaa,
il;;"";^t mcng-untungkan'
*'"1'Jl:;;;r*
aman'
ai'Jr.."t hanya ada di dak
Hffi;;;gbelum, harusmengupavai;H ;;^'."#;i;s :*ni#X?i:f;:;:l.llttffi;: :i-ll,_ll I
kan mekanis*" r,,,
i''-,lj"r i:,,0:":],0

"T,fffiUnlil'r""ffi1,:;;.'

"

l?:"*mffifiiffi';**,i

"'
;*:ruff[:T;*i1ffi:Is;,]1ffif.:l**#:';iffi'"';;1'i!i!
Iili:*:
(-"PTl)
iliiffiq"

i""i".i,"ta"

Xhfui}*m'**-:
-^-r,--^,,r- pitu*

alumn,J:;,JiX,::Tl
-:

ffi#;;;;;emikiranbag!penyempur- ,^^

il"J#;'hi.'.1:*iti
ffit-lili::'H
-bekerja
ti*r^i. C"r"

ai U.rUugli
pemerihaiaa, ras,itas] G;r1;1"11

dan

'i

=1

o""tta"ie.,i'.'31
rrrvrrsrg'"---'
uara,r menjalankan
n

LTii:ll*litt

ini menurut
pJran'IKA *';:*"i:11

il
l# ;;;:
:'' ": 1:'
da- wajar

T sala'

i,"fi
tun ,'uru kebersamaan-kepen'tingan

ffi:i
**T.ill[Tl;',il"flilf,+"fi? 3ilfi

fi*tyi:l*-l**::'Ji:'i;il:
fnl;l'Uf3'ff'-J".'"llhffIl*il
di perwakila"
bisa

menyer-":y"lT.

prt

ii:-,"'
::,#liiitTl*,;1:tlt'$liilffi ;H##
:J".#*'

3xs,ilffi:,#rilr. alumnr
LrFr r,o
a- "g
universitas.
Untuk kepentingan u*ii,
L{{li:[*l*i*:x;un;urftn*
pu" tidak'kalah pan p"rrau"aan
rr*r."*""ir1"""iiti

2 Th'VII/1992
HAYAItrtn'tiRUK, No'

an mencari perlindungan kepada kelompoknya.


"Kalau hanya alasan untuk mengembangkan organisasi saja, tentu tidak akan
didirikan. Itu berdiri karena fungsional
sekali. Karena lulusan-lulusan perguruan tinggi sukar mencari pekerjaarq lalu
koneksi, primordial, dan: setagainya."
tandas Staf Pengajar Fisip Undip yang
juga alumni UGM itu.

bentukan ikatan alumni itu bisa mengarah padsa perolehan kerja bagi alumni.
Orang yang ingin memperoleh lapangan
pekerjaan akan menghubungi organiiasi

alumniyang ada dalaminstansi yangbersangkutan. Dan ini akan menciplikan

jalur pemisah antara organisasi

dalam rekruitmen, tidak dilihat

Ir. Haryana M.{rch sangat menyayangkan kalau didirikannya ikatan alumni untuk penyalur tenaga kerja. ,,Jika

primofdialisme itu juga tiAuL'l:uai iural


lah, asal diarahkan untuk kepentingan
umum. artinya dia mengabdi hirus pida
masyarakat, bukan pada almamaternya,

Kalau p4da almamater tentu akan

memegang posisi

gapan Joetata, hanya tampa sepintis


saja. " Keterkotak-kotakan mau tak mau
telap akan ada, hanya saja bila telah bekerja sama dalam instansi jangan di-

karena dalam sejarah merupakan


universitas tertua. Pada tahun 1951 s.d.
1952 semua daerah masut Jogja. Jadi
tidak mengherankan kalau sekarang

itu.

pahnya alumni dar berbagai perguruan


tinggi negeri maupun swastayang belum
memperoleh pekerjaan memadai. Kalau
saja pendapat Darmanto ben4ri pem-

diri

pimpinan lantas membudayakan primordialisme. "Dan sebetuinya silao

kualitas tetapi dari mana ia berasal.


Rupanya Koesnadi mengelak ketika
disentil mengenai dominasi UGM selam

ini. "Gadjahmada

alumni untuk alumni, percumasrh tidak,


tetapi merupakan peran yang paling rendah." kata Pembantu Rektor III UGM

Namun dewasa ini, persaingan untuk memperoleh pekerjruo ,i"*rng


relatif tajam. Terbukti dengan melim-

yang

telah lama memegang posisi di pelbagai


instansi dan yang masih baru. Sehingga

datang dari universitas lainnya. ini berarti dalam perkembangan alumni tidak
mempunyai dampak serius. DibEntuknya organisasi bukan untuk merebut

menduduki posisi penting setelah


mereka kembali'ke daerahnya." papar
asisten Menteri KLH itrr. Lebih tanlui ia
menjelaskan kalau sekarang ini tidak
instansi yang semuanya dari alumni
UGM. Dan lima tah-un mendatang akan

menimbulkan kesan terkotak=kot ak.,'


Kesah terkotak-kotak, menurut ang-

tonjol-tonjolkan almamaternya."
katanya.

Untuk menghindari keterkotakan


sesama alumni dari universitas manapun

perlu dijalin kerjasama. Dengan demiki-

an ada ikatan komunikasi yang menguntungkan kedua belah pihak. Alumni


yang masih muda belajar pada yang tua.
Dengan demikian kesalahan yang diper-

buat alumni itu bisa dijadikan pingala-

lpengabdian alumni

man dan perbaikan untuk sama-sama


meningkatkan potensinya. Ivlenurut
Joetata sangat. tepat bila Ikatan Alumni
Perguruan' Seluruh indonesia yang
diketuai Prof. Dr. Koesnadi Hardlpsoemantri, mengantisipasi kesenjangan
hubungan sesama alumni.

Di sisi lain terdapat desentralisasi


kualitas, yang sangat menguntungkan.
Ini dimungkinkan, karena sesama alumni bisa saling memberi masukan untuk
pengembangan kualitas alumni. Dan secara keseluruhan dapat meningkatkan
kualitas sumber daya manusia.

Pewawancara: Lukmanul Hakim,

i,:-

IIAYAMWURUK, No. 2 Th. YIU l99z

'*&;;--,...

,-*-

Petrus H. Harvanto

Perangkum: Lukmanul

:T-:.!i-

rFl

'"*x$i:ljlffi:{,rf*fl

;iil
I
tr'r:$

,ffi
1t

"1r:#

'
.

Majalah
Fakultas

Mahasiswa
Sastra Undip

,.1

'
,.

Senat Mahasiswa
Fakultas Saslra Undip

ljin Terbit
sK.02/sK. DEV199o

'

ielindung

Dekan Fakultas Sastra Undip

Penasehal'
Perirbdntu Dekan lll
Fakuttas Sastra Undip
Pemfu*pin Umum
Satrio Seno Fra(oso
Syamsul Hidayat

Hedaksi Pelaksana
Arwani, Teguh Hadi Prayitno
Dewan RedakCl

KN-AU l{ayamu.tur"uk nomor ini sudah di tangan Anda, dah .{nda sudah membolak-baliknya,
mungkin terasa ada yang beda. Memang, mulai edisi ini kami mengadakan beberapa perubahan,
terutama fiada pemakaiari ienis huruf. Kalau dulu kami memilih jenis huruf SZ, maka kini memakai
Titne. ltu semua karena kini dalem proses reu,oiting sampai la1,-out kami coba-coba menggunakan
teknologi komputer - kebetulan ienis huruf itu tidak ada. HaltantuurrA mempunydi komputer?
Bokan, Itayaniwttr^uk belum cukup kaya untuk itu. Kami cuma meminjam, unt]uk reuitifig atau

Siti latimaah, Petrus H. Haryanio,


Lukmanul Hakim. lnsetyono

RedakslArtistil( Liy-O rh
Syamsul Hidayat
Reporter
..;.

'

:..,,:,.

-lke'Frarnudia Wardani,

Ta$Akhbariyah,"Tasroh,
Catur Wasito Edi, Hanna CK,
Rahnrila Murtiana

Folograter
Satrio Seno Prakoso, Arwani

Pemimpin Usaha
Saiful Rahrnan

Sekrelaris Redaksi
Bustanul fuifin, Petrus

Bendahara
Saiful Rahman

'r.

Dokumentasi/Perpuitakaan

I!t; Farraili; Sutisn[],Jazuli.Eega',,:-

,,

Magang
Mug:6;1o' Heru Sanioso'
As,q.q.8uka, Supriyatna,

h!rt':;t4a,

E*/itadi,'

Agus Pawenaog, ';

'E*fi i$atyawati,Prirnastuti'

N,

;' .
r

Handayafli, Eta Farmacelia


M. Fanani
'
,Alamat Redaksi
Jl. Hayam Wurux No. 4 Sen'rarang 50241

Telp 311444

penulisan kembali naskah-naskah, pada Satrio Seno Prakoso, Pemimpin Umum kami..Jadinya, kami
sering mengganggu "ketenangan" atau "acara keluarga" Seno, Malam-malam ketika dia sedang asyik
tidur, kami sering datarrg untuk numpang pinjao komputer sampai pagi. Sedangkan untuklay-out,
karena nierrggunakan komputer khusus, terpaksa harus dikerjakan langsung pada percetakan di
Solo. Lanta^s, kalau Anda cukup cemrat, mungkin Anda akan merasakan perubahan dalam cover
depan atau perwajahan. Harus kami akui, cover depan Hayamwuruk kali ini tidak lebih baik dari
edisi-edisi sebelumnya. Kini Hayamwuruk ditinggal Enrbran Setiaji yang selama ini membawahi
mo:dlah lay-ss1 (an perwajahan,dansampai kini belumadapenggantinya.Maka,kali ini Syamsul
Hidayat. Pimred kami yang untuk urusan l{ayanuwttkhampi tidak purrya ra^sa lelah itu, harus
tulun tangan merangkap menyelesaikrn tuga^s itu. Juga mengenai foto- foto,, klni HayamuLunrk
belum rrenrpurTyai fotoglafel rcmp sebagrri pengganti Kurniau,an Ef{cndi var.rg jugl merringgalkan
kami,
Tapi kani iuga berusaha menebus betrerapa kekurangan itu, kalau iru disebut kckurangan. Kali
irri, selairr \Vautancara [../tttrna, kami fuga merrampilkan wawancara panjar.rg - dan cukup bereni! dengarr Ali Sadikrn. 'l'erus terang itu wawancara lanra, tahun 1988 ketik" angin keterbukrn belurn
begitu rrelebak, tapri kanii r:r-sa belunr basi. Waktu itu, karena be berapa pertimbangart l!al anututuk
nre nangguhkan pemuatannya. Dalanr rarrgka "merrebus" itu masih ada bbnus antologr cerpen. Untuk
alltologi cerpen ini kami tidak perlu berkomentar, kami hanya bertriat baik urrruk nrenrperkenalkan,
"h-rilah celpen-cerpen karya malrasiswa fakultas Sastra"" Mengenai kualim-s. sebagai pembaca, AndaIalr yang lcbilr bcrhek menilainya.
Sebagai pers mahasisu'a, Ha-yarnuturuk rak bisa mengelak dari tradisi regenera-si- Maka untuk
tetap mendapatkal-r perTgelola- pengelola yarrg berkualitas, kami meneral;kan sistem magang. Untuk
kepengurusan periode t^hun 199211993 ini calon-calon pengelola lTayenrturuk itu sudah mulai
bergabung dengan kami untuk melewati mesa,ltenggoditkan yang cukup pan.jang.
Pembaca, semua itu kami lakukan dengan harapan dapat nrenirrgkatkan kualitas ltrayanrauntk,
selringga pada setiap edisi dapat tampil dengan sajian yang menarik dan berisi.

iledaksi menerirna Sumbangan naskahlar-

tikel, diketik rapi 2 spasi makslrnal 6 halaman iolio. isi tulisan tidak harus sesuai

h,

dengan pendapat redaksi. Fedaksi berhak

.l

sud dan isi tulisan. Naskah dapat di kirim


langsung ke kantor redaksi Hayamwuruk,
Jl. Hayam Wuruk No. 4 Semarang 50241

lr

menyunting naskah, tanpa mengubah makCover: Syamsul Hidayat

HAYAMWLIRUK, No.2 Th. VII/1992

I
i
I

Penelitian Dosen Fakultas

TAl(
Truaus kuliah E.103 Fa-

If.tutt]ur

sastra Undip,

Sabtu pagi,9 Pebruari


L992 tampak sepi dari
perkuliahan, para maha-

KURANG PUBLII(ASI

Metode Penelititril Sosial


ini, setengah,membela

: :sekurangnya

juga di katakan

duduk di depan sebagai pembicara,


sedangkan yang lainnya menjadi
review hasil

itu

diadakan sebuah
penelitian dosen, dan

mahasiswa nampakanya tak peduli


dengan acara tersebut.

"Saya tidak tahu kalau itu acara


pembahasan sebuah penelitian dosen,"

kata Harjito, mahasiswa sastra Indonesia angkatan th. 1987. Ungkapan ini rasa-

nya

mewakili ketidaktahuan sebagian

besar mahasiswa Fakultas sastra.


Sepertinya ada benang merah yang

terputus yaitu publikasi. Kalau hal ini


dibiarkan berlarut, bukan tidak mungkin
menimbulkan kecurigaan di kalangan

mahasisu'a terhadap dosen-terutama


dosen 1'are melakukan penelitian- ini
disebabkan mereka tahu kalau banyak
dosen yang sibuk atau disibukkan oleh
penelitiannya, nemun mahasiswa tidak
pernah tahu hasilnya.

"Di perpustakaan

tersimpan

hasil-hasil penelitian dosen," kata


Drs. Anhari Basuki, PD III Fakultas
sastra.

Seakan membantah pernyataan


Anhari, Edi Purwanto mahasiswa
jurusan sastra Inggris mengatakan,
"Selama ini saya tidak tahu kalau di Perpustakaan Fakultas ada hasil penelitian
dosen, yang ada hanya skripsi mahasiswa
saja."

Pendapat senada juga dilontarkan


oleh Harjito, bahwa selama ini ia tidak
pernah tahu mengenai hasil penelitian

:.::'

diri. Ungkapan

ada 60-an lebih hasil penelitian yang


dil'akukan oleh dosen F.S. Undip. Namun tidak banyak
orang yang tahu, jugamahasiswa sastra sendiri. Mengapa?

siswa hanya bergerombol


di luar ruangan. Tak lama
kemudian beberapa dosen qlemasuki ruang E. 1-03, ada yang

pendengar.
Ternyata hari

TERDETE](SI,
senada

Dra.
Nurhayati, dosen j urusan
sastra Inggris. Menurutnya mahasiswalah yang

dosen sastra. "Ini karena sayalangkuper

harus aktif mencari

(kurang pergaulan, Red), atau memang


tidak tidak ada publikasi mengenai hasil

sendiri. ke Lernlit Undip. "Mereka bisa


melihat hasil perielitian yang telah dilakukan doset Sastra, juga boleh meminj u-ny1." Tambahnya lagi.

penelitian dosen tersebut." Untuk


mengecek kebenaran dari pernyataan
PD III tersebut, maka Hayamwuruk
mengadakan pengecekan langsung ke
perpustakaan Fakultas sastra yang
terletak disudut belakang kampus.
"Tidak ada, tidak ada hasil penelitian

Kendala Dana
Selama ini publikasi yang dilakukan
baru lewat lembaran sastra yang terbit
satu kali dalam setahun, dan jumlahnya

dosen

di sini,l jawab Totok petugas


perpustakaan ketika ditanyakan

pun terbatas hanya tiga sampai empat


buah penelitian yyang dapat dimuat.

mengenai hasil penelitian dosen yang


tersimpan di perpustakadn. Ini juga
dibenarkan oleh Ida SI! petugas
perpustakaan lainnya,"Ini kamibaru saja

Sedangkan hasil penelitian yaug


dilakukan oleh dosen sastra selama satu
tahun jumlahnya mencapai 14 sampai 15

menerima duu buah hasil penelitian


dosen." Ujarnya sambil menyodorkan
foto kopian tanpa cover hasil penelitian
dosen ber tanggal 14 Maret 1992. "Selama ini kami tidak pernah menerimanya,"
tandas.Ida SK lagi. Lalu tersimpan di
mana?
"Dosen itu seyogyanya tidak arogan,

karena mahasiswa juga membutuhkan


hasil penelitian itu," ucap Edi Purwanto,
"atau penelitian itu hanya untuk mendapatkan kum saja bagi dosen."

Menanggapi sinyalemen tersebut


Drs. Sutejo Kuwat Widodo menyatakan, kalau hal tersebut (hasil penelitian

penelitian.
Dengaa kurangnya sarana publikasi

ini maka hasil penelitian yang telah


dilakukan deugan susah payah serta
menghabiskan banyak biaya itu, tidak
ada gaungnya baik di luar Fakultas
sastra maupun di dalam Fakultas sastra
sendiri. Hasil-hasil penelitian Fakultas
sastra tidak atau belum pernah menjadi
acuan peneliti lainnya. Dan ini rupanya
dibenarkan Drs. Moehadi dosen senior
jurusan sastra Sejarah, "Memang setahu
saya belum pernah ada hasil penelitian
dari Fakultas sastra yang menggemparkan dan dija.{ikan bahan acuan penelitian di luar Fakultas sastra." sementara

dosen sastra, Red) dapat diperoleh


dengan menanyakan langsung pada
dosen yang bersangkutan, atau pada
. Lembaga Penelitian Undip. "Masyarakat ilmiah itu tidak tutup-tutupan

Anhari Basuki berdalih bahwa hasil

(serba tertutup), sehingga kecurigaan


mahasiswa tidak mendasar sama sekali."
Tegas dosen pengampu mata kuliah

sampai saat ini baru terbatas di Fakultas


sastra sendiri dan di Lembaga Penelitian
Undip, "Sehingga yang tahu terbatas, ini

HAYAMWURUK, No.2 Th. VII/r992


$3iidL-,!r,i**;,.:-...-;- .rr

penelitian yang bisa dijadikan acuan


kalau telah diterbitkan dalam terbitan
resmi. Sedangkan Fakultas sastra belum

sampai pada publikasi,secara.luas,

II

Hasil penelitian apalagi yang

Fakultas sastra itu. Seakan sependapat


dengan Anhari, masalah dana menjadi
masalah yang mendasar. Dana yangl
diberikan sangat:terbatas hanya sampa!
pada pembuatan laporan penelitian saja

dilakukan oleh masyarakat ilmiah perlu


sekali untuk dipublikasikan kepada
kalayakumum. Tidak akan ada gunanya

karena mClratut dana" Kata PD

tidak sampai pada publikasi se.gala.


"Terkadang kita harus nomfok.",'lJjar
Kuwat Sutejo, tersenyum kecut.
Lain halnya dengan Drs. Muhajirin

Tohir, dosen mata kuliah Metode


Penelitian Sastra, ia melihat adanya dua
macam alasan kenapa sebuah penelitian

itu tidak dipublikasikan. Psrtama


adanya kesadaran dari pihat peneliti
sendiri, yang xperasa hasil penelitiannya
memang belum layak untuk dipublikasi
kan secara umum. Kedua karena tidak
adanya pihak-pihak terkait yang secara
aktif mwminta data-data hasil penelitian

yang telah dilakukan dosen. Lsebuah


wadah yang sccara khusus menampung

hasil-hasil penelitian para dosen


mungkin perlu didirikan." usul Kuwat
Sutejo, "Karena ini akan memacu dosen
untuk menghasilkan penelitian yang

berkualitas, namun nampakny belum

setelah bersusah payah selama


berbulan-bul6n melakukan pengamatan, penelitian, pendataan dan
membuka berlembar-lembar pustaka
buku kalau hasilnya hanya disimpan
untuk alas tidur saja. '' Itu tidak lebih
hanya onani intelektual saja." Kata
Tabroni, berapi-apai. "Kalau dosen
masih mempunyai kejujuran pada
nurani dan kualitas diukur dari hasi
penelitiannya maka bolehlah kita
berharap," ujar Muhajirin Tohir, penuh

Kita juga berharap semoga banyak


dosen yang menyadari akan hal itu.,
kualitas diriril,a sebagai seorang dosen
diukur dari seberapa jauh pula kualitas
penelitian iang dilakukannya. Dan

publikasi sebagai sarana pensosialisasian karva peneiitian sangat berperan


sekali., untuk mengukur kualitas tersebut. Papan-papan pengumuman pada

tiap jurusan dapat dijadikan media


publikasi terhadap hasil penelitian para
dosen, juea maj alah mahasiswa
Hayamuuruk.

Perangkum: Insetyonoto
Reporter: Catur, Isn.

harap.

Rupiah-rupiah
Tak Tentu Rirnba

ada yang memulainya?" katanya sambil

tertawa kecil. Seakan menanggapi usul

Kuwat Sutejo, Anhari Pasuki berkomentar, "Rencana memang ada, tapi


kalu dananya tidak ada ya percuma.
Dana dari DPP SPP kita tidak punya,
sedangkan di luar itu belum ada.u
Dialog TerLruka

Untuk menjembatani permasalahn


dan tersebut, Moh. Nuh. Tabroni
mahasiswa jurusan Sejarah angkatan
L986 mencoba msmberikan alternatif-

nya. "Perlu keterbukaan dikalangan


dosen untuk siap diuji disuatu farum
terbuka, dialog terbuka dengan para
mahasiswa mengenai hasil penelitian
yang dilakukan dosen." Setengah
membela diri Anhari Basuki mengatakan bahwa, setiap sabtu sebenarnya
diadakan presentasi atau revieu hasil
penelitian dosen. Dan ini memang untuk

kalangan dosen sdaja, kalau untuk


semester bawah turut diundang nauti
menjadi kacau. Soalnya mereka belum
tahu apa-apa, jadi kalau semua mahasiswa kita undang jelas tidak mungkin""
Tegas Anhari Basuki lagi.

Untuk menjadi sarjana, selain membutuhkan banyak biaya,


memang tldat mudair. Setelah melalui serangkaian perjuangan
panjang - da{ mulai masuk, kuliah, KKN, skripsi, sampai ujian untuk "pamit" saja ternyata masih juga ada masalah.

D:,H'H:"Ti**ffi

',xT#1}"1,?

besarnya tidak seragam: Beragamnya


besar iuran karena disesuaikan dengan
kebutuhan tiap fakultas. Itu terjadi karena penarikaa itu dikelola oleh fakultas.
Tahun ini, misalnya, untuk Fisip Iuran
Wisuda(IW)-nya sebesar 80 ribu rupiah,
FNGT 75 ribu, Politeknik 100 ribu dan
Fakultas Satra 60 ribu.
Kalau melihat besarnya. penarikan
biaya wisuda itu, memang Fakultas
Sastra yang paling kecil. Namun dari
yang terkecil ini terungkap kasus yang
cukup menggemparkan. Pasalnya,
dalam kuitansi pembayaran terinci alokasi uang iuran yaitu untuk wisuda universitas, alumni universitas, perpustakaan fakultas, penulisan ijasah, sewa
toga, Kosuma (koperasi mahasiswa Un-

dip) dan PMI (alang Merah Indonesia).


Alokasi dana untuk sumbangan Kosuma
dan PMI itulah yang menjadi masalah.
Sejak tahun 1987, kuitansi iuran
wisuda untuk Fakultas Sastra memang
tercantum rincian alokasi seperti itu.
Baru tahun 1992ini ada calon wisudawan yang cukup jeli untuk menanyakannya ke pihak Kosuma.Itu dilandasi
pertimbangan; kalau lulus, mahasiswa
(baca: wisudawan) seharusnya memperoleh pengembalian SPA (Simpanan

Pokok Anggota) Kosuma. Namun,


mengapa justru dalam kuitansi tertera
sumbangan untuk kosuma sebesar 5
ribu rupiah?

Tentu saja ketika dihubungi pihak


Kosuma menjadi terkejut menemui
kenyataan seperti itu itu. Andang Mulya

T., Pemimpin Umum Kosuma Undip

HAYAIVIWURUK, No.2 Th. VII/1992

periode 91-92, secara tegas menyatakan

i balwa

lainnya, menyumbang PMI seperti yang

Kosuma tidak pernah mEminta.: tertera pada kuitansi iuran biaya wisuda

atau mendapat dana dari sumbangan

semacam itu. Selanjutnya Kosuma


mengajukan surat permohonan penjelasan mengenai hal ini kepada PR
{Pembantu Rektor)

III karena

secara

kelembagaan Kosuma berada di bawah

rektorat dan tidak mempunyai keterikatan dengan fakultas yang ada di


lJndip. Melalui surat bernomor 242lEl
SEKR/KSMllll92 di tegaskan pula,
pihak kosuma tidak pernah memberlakukan tarikan sumbangan dalam
bentuk apapun kepada calon wisudawan. Dalam hal ini PR

III

menyarankan
kepada Kosuma untuk menemui secara
langsung pihak fakultas Sastra agar lebih
j elas permasalahannya.
Sementara itu PMI Semarang pun

irenyatakan birhwa pihaknya tidak


merasa pernah meminta atau mendapat

(tiap calon wisudawan dikenakan


Rp.1.000,00), maka

PMI tentu

akdn
mengeluarkan tanda sumbangan dalam
bentuk stiker untuk sumbangan seharga
tersebut. Demikan keterangan bagian
keuangan PMI Semarang, Endang Puji
Astuti, ketika diternui Hayamwuruk.

Apa sebenarnya yang terjadi?


Ternyata tanggal 9 Maret 1992 pihak
fakultas Sastra mengeluarkan pengumuman pengambilan kembali dana bagi
PMI kepada wisudawan fakultas tahun

*isuda 1992. Terkesan lucu, memang.


Dan, kebanyakan para wisudawan
sudah tidak terlalu memperhatikan
masalah ini lagi.

Tetapi untunglah masih juga ada


yang cukup cerrnat. "Dalam pengumuman hanya disebutkan iuran untuk
wisuda universitas, kami dikenai biaya
enampuluh ribu. Saya baru tahu itu
untuk apa saja setelah membayar di

fakrlltas Sas.tra mantan iiiahasiswa

dimaksud Kosuma dalam kuitansi


pembayaran itu memang Kosuma
Uldip, Namun pihak fakultas bukannya
ineminta sumbangan kepada calon
wisudawan untuk keperluari Kosuma

nama Kosuma

ini telah berlaku

sejak

bangan perpustakaan fakultas segala,


padahal ini sudah kami bayar melalui
dana skripsi betrerapa waktu yang lalu,"

dipakai nama Kosuma. Menurut

is
:SS

!i

Kosuma, asal ada pemberitahuan, yang


penting ada sumbangan limaribu itul
Padahal sumbangan dengan memakai

Diponegoro sebesar Rp. 669.650,00.


Tetapi sumbangan tersebut bukal dari
.aiL1n wisudawan, dan PMI telah
:r:nberil<an tanda sumbangan berupa
irr;x. BilaFakultas Sastra, atau falultas
=A"s-l

**

Undip, Rumit, memang.


Ketika ditemui oleh Hayamwuruk,
-j
D armawanj memberikan awaban,
"Sebenarnya boleh saja.- -sumbangan
diberikan setelah menerima SPA dari

bagian akademis. Dalam kuitansi wisuda

tutur Drs. Tavif Rudiyanto; wisudawan

wan Amirnoto, menyatakan bahwa yang

Citerima wisudawan. Memang, PhfI


rr:nerima sumbangan dari Universitas

universitas tertera dana untuk sum-

,l
rl

Peliqtiwa yang cukup mengundang


perhatian itu sempat pula dimuatkgran
Harian Kartika edisi 9:Maret 1gg2. Di
srtu, PD. II Fakultas Sastra, Drs. Darma-

tahun 1987.
Sementara itu menurut pihak fakultas, sebenarnya sumbangan ini dialokasikan untuk kegiatan alumni sastra. Dan
agar lebih memudahkan penarikan dan
nantinya calon'*.isudawan mendapatkan
pengembalian SPA dari Kosuma maka

sumbangan dana dari para wisudarvan


s:perti tertera dalam kuitansi yang

il1l

Redyati Sedyoko SH., penanggung


jarvab iuran itu, terteranya nama Kosuma sudah diperbincangkan antara pihak
fakultas dan Kosuma. Namun Karena

.:

.''t'-

kesulitan dalam pengadministrasiannya, maka Kosuma tidak bisa. Apalagi

pihak alumni fakultas ketika diminta

untuk mengelola sumbangan ini ternyata


tidak mampu, maka pihak fakultaslah
yang mengelolanya.

.lI

i:ii;ii!.{

Persoalannya akhirnva nlemang


bukan sekadar besarnya uang, tetapi
lebih pada kepercayaan. Dan memang
ada kesan bahwa untuk lulus para
wisudawan itu masih banvak dibebani
dengan berbagai sumbanqan. Padahal
lulus saja belumlah jaminan untuk bisa
meraih masa depan van_g gemilang. Setelah itu mereka masih dihadapkan pada
kenyataan sulitnya mencari lowongan
pekerjaan. Tidak mudah, memang.
Pewawancam

Bustanul Arifin, Catur Waskifo

Saiful, Edi, M.
perangkum

Fanani

Bustanul

;
I

IIAYd\filI,

RUK, No. 2 Th. YII|L992

d
,i
)

hI
l

:i:i

'.;,:i

3..r

DA CEKAL PADA ACARA WISUDA


R:irang auditorium Uni$eriitas
Diponegoro, $qrq 2L Februari 1"992,
nampak semarak. Raut muka yang hadir
tampak ceria. Maklum, mereka sedang
mengikuti'gladi bersih upacara wisuda.
Beberapa calon wisudawan dan wisudawati terlihat sudah saling mengqcapkan

selamat, walau baru besoknya resmi


menjadi sarjana. Semua larut dalam
suasana ceria. Budi Maryono, calon
wisudawan dari Fak. Sastra angkatan
tahun 1985, pun demikian. Terlebih dia

mendapat kehormatan ditunjuk oleh

panitia, lewat dosen pembimbing


wisudawan, uhtuk memberikan pidato
sambutan mewakili wisudawan pada
upacara wisuda besoknya.

Acara demi acara berlangsung cukup serius. Tapi ketika sampai pada

urtuk meraih nilai, bukan

dan dia sudah membuatnya. Setelah jadi,


nampaknya yang dipakai adalah bahasa

ia memiliH kekurangan dan kelebihan.


Jelas ridak bisa dipungkiri, mahasiswa
adalah sebuah kelompok kecil di antara
warga oesara Indonesia yang memiliki
kesempatan menempa diri untuk menjadi sesuatu vang lebih berarti. Maka,
seyogyan).a mahasiswa tidak menyia-

sastra. Tetapi ada satu kata yang tidak


enak menurut orang awam. Tentu saja
juga bagi Rektor." Yang dimaksud adalah kata menyetubuhkan. ''Saya katakan
pada Pak Rektor, Budi memang tidak
mau mengganti kata tersebut. Menurut
Budi kata itu sudah yang paling tepat
dan merupakan satu ekspresi." Tapi
Rektor berpendapat kata itu bisa diganti. Tapi kalau tetap tidak mau, maka
orangnya yang diganti. Lantas hal terse-

bagian sambutan dari wakil wisudawan

but ditawarkan kepada Budi, dia tidak

tiba-tiba suasana menjadi kisruh.


Bahkan sempat terdengar salah satu

keberatan dan meminta teks pidatonya.


Namun Anhari merasa tak mungkin bila
diambilnya, yang memungkinkan adalah
Hermintoyo. Ternyata, sampai saat ini,
Budi belum menerima kembali naskah-

yang hadir berteriak, "sastra kena cekal

(cegah-tangkal, Red.)!" Apa pasal?


Budi Maryono yang sesuai rencana
semula akan memberikan kata sambutan, ternyata diganti. Uniknya, tanpa
pemberitahuan lagi.

Terlalu "Nyastra"?

Tentu saja Budi Maryono kaget.


ini apa sih, kok sampai

"Sebenarnya saya

nggakjadi. Apakah hanya karena isi teks

atau memang ada sesuatu yang ber-

hubungan dengan saya pribadi?"


keluhnya ketika ditemui Hayamwuruk di

tempat kostnya. Menurutnya, jadi atau


tidaknya bukan masalah benar. Tapi
perlakuan Nguwongke (memanusiakan,
Red.) rasanyaitu tidak ada.
Namun mengenai pembatalan itu
menurut Drs. Hermintoyo selaku dosen

pembimbing wisudawan, Budi telah

dihubunginya secara non-formal.


Sebenarnya, dipilihnya Budi oleh
Hermintoyo didasari pertimbangan
bahwa yang dapat membuat teks pidato
dan mengandung sentuhan sastra hanya
Budi. Karena selain dia seorang sastra-

i-

batalnya Budi dikarenakan naskah yang


dibuatnya dinilai panitia bahasanya
kurang bisa dimengerti umum.
Hal itu pun ditegaskan oleh PD III
fakultas Sastra, Drs. Anhari Basuki SU.
"Hermintoyo memang menunjuk Budi,

wan muda, juga dianggap mampu


membuat tulisan yang sesuai dengan
keinginan mahasiswa secara lugas. Tapi

10

nya. "Kata Mas Hermin sulit didapat

kembali karena itu sudah di tangan


rektdr," tuturnya.
Naskah Budi kalau dilihat sebagai
naskah pidato dapat dikata umum. Isinya gambaran secara terbuka keadaan
dan persoalan yang sering menimpa
mahasiswa dan sarjana. Dalam naskah
itu diungkapkan secara jelas dan tegas
kesulitan sarjana untuk bersosialisasi
dengan masyarakat. Dan permasalahan
yang sering dihadapi oleh para sarjana,
menurut Budi, adalah kegagapannya
yang bukan karena masa depannya yang
belum jelas, melainkan karena ketakpiawaian mereka dalam menyetubuhkan

ilmu dan praktik. Mereka pun selama


bertahun-tahun, sadar atau tidak, lebih
sibuk bergulat dengan diktat dari pada

'lebur menyatu, nlerasakan, serta

memahami denyut kehidupan masyarakat. Memang, dalam seluruh waktu


belajar di perguruan tinggi, ada masa
tiga bulan bagi mereka untuk terjun ke
m-asyarakat melalui KKN. Namun itu
belurncukup, KKN oleh sebagian besar
mahasiswa masih dipandang sebagai alat

dipandang
sebagai pros.es menghayati dan meng-

amalkan ilmu dalam kehidupan yang


sesunggulmva.

Itfasih menurut Budi Maryono,


mahasiswa bukanlah makhluk istimewa,

siakan kesempatan, Artinya, seluruh


civitas akademika wajib bekerja sama
untuk membuat proses belajar mengajar

meningkat, da.o kampus tidak menjadi


laboratorium 1'ang steril hingga membuat lulusaml'a mudah terserang penyakit karena aiergi bersentuhan dengan
permasalahan masyarakat atau lebih
luas lagi permasalahan nyatabangsa dan
negdranya.

Apakah kejujuran Budi Maryono,


seperti tertuang dalam naskah pidatonya, itu belum waktunya atau bahkan
tidak boleh diungkapkan di depan
umum atau orang tua mahasiswa dan
sarjana? Mungkin, oleh panitia wisuda
itu dirasa dapat merusak citra Undip
sebagai universitas yang sudah cukup
punya nama, maka perlu dicegah dan
ditangkal. Atau karena Budi tetap ngo-

tot untuk menggunakan kata menyetubuhi, sementara pihak panitia bahkan Rektor! - tidak mau menerimanya? Bisa jadi, pencekalan itu karena

"prestasi" Budi Maryono selama ini


sebagai mahasiswa yang vokal untuk
kalangan Undip. Tetapi, yang jelas Budi
batal membacakan naskah pidatonya.
Memang, jatah untuk memberikan
kata.sambutan dalam acara wisuda itu
digantikan Oktiva Herianto yang juga
dari Fak. Sastra. Tapi apakah itu menyelesaikan masalah? Yang jelaS masih
dibutuhkan kedewasaan berfikir dan

bersikap pada semua fihak untuk


mewujudkan Undip dan segenap civitas

akademikanya menjadi benar-benar


berkualitas tinggi.
(Bustanul Arifin)

HAYAMWIJRUK, No.2 Th. VII/1992

.-t
I

I
i

,I
l
I

i
I

.i
l

li$iA
t. ttii'A'
._
1

t,'r

,)

'LAIUI GENGGAT|AN

UDAYIT POPUTHR

D,r. Sapard.i Djoko Dlmono, sastrawan cran kritikus sastra yang pernah
' dimunculkan sebagai tokoh angkatan 70 dan g0-an bersama Sutuia3iCalzum Bakhri, Darmanto Yatman, Hamid Jabar. Jabatan akademit
sekarang ini sebagai Pembanru Dekan I FS. Lri.
wawancara berlangsujrg d! rumahnya Jl. Kalimanran. Depok.
Pewawancara Arwani dan Syamsul yang- sei:al igu s nrengerjaku'n .oiring.
Toleronsi don oenohorooon
med io mo sso'terh-odoJ kor
yo sosho besor sekbli

Ferhatian
media
massa
$
z terhadap perkerytrangan
sastra agak-

nya cukup

tre-

sar, ini terlihat dengan banyaknya media

yang memuat
karya sastra.

u*,,,1 Ya,

me-

mang, ada ba-

nyak pener-

bitan

dalam

masyarakat.

Tidak

hanya

!i:i

rnendukung perkembangau sastra kita? Apakah


penerbitan buku itu menunjang. kira sulit untuk
mengatakan ya atau tidak, karena penerbitan
buku juga mempertimbangakan untung dan rugi.
Di dalam pasar, sastra itu dianqgap barang digangan, tidak ada bedany,a dengan yang lain.
Kalau sescorang menanamkan modalnya pada
sektor itu, si penanam moclri pasti menghirapkan keuntungan.

Namun yang mengunrungkan dari industri

koran. Penerbitan buku,

buku ini adalah masih adanya idealisme.


Kadang-kadang, meskipun ngak laku, ia masih

berkala seperti

mau menertritkan. Jadi, di sana ada proyek rugi.


Memang, rnau tidak mau, orang te tap berpegang

penerbitan
HAYAIVIWURUK, No" 2 Th.YIlllggz

majalah ini memegang peranan penting dalarn


peikembangan sastia modern. Karena karya
sastra itu baru akan ada kalau sudah diterbitkan.
Meskipun semua orang menuiis karya sastra,
tetapi kalau tidak ada yang menerbirkan, kita
tidak akan tahu, sastra itu ada. Nah, sekarang,
masalahnya, penerbitan macam apakah yang

11
: ,!:1

.--!.r:y-!.'';t

qi

fl

F
J
t

ii
pada prinsip kalau sudah rugi, ia tidak mau lagi
menerbitkan . Lha, di sinilah sebenarnya masaIali perkembangan sastra modern.

wR
;w3 x

Dagatmana
:tr.:El fpengaruh jenis

l.i
,

#A
lpenerbitan itu
'-*i":Alterhadap
per-

:,:t

-':,i =ke*bangan sas-

Y. I
'tu*

tra?

#
ffi
Ei
G
E
c
/E
' e

Jenis-jenis
penerbitan
ini
1

I
t

akan membawa
pengaruh pada
jenis-jenis karya

sastra apa yang

lberkembang.

Karya sastra itu


I kqn
bcrmacam-

macam,

ada

novel, cerpen, puisi,'naskah drama. Nah, perkernbangan dalam masyarakat, kadang-kadang


berbeda-beda. Menerbitkan novel itu relatif lebih sulit daripada puisi. Tetapi dari segi
kemungkinan laku-jualnya lebih besar. Kalau

orang menerbitkan cerpen, kemungkinan


penyebarluasannya lebih besar. Cerita pendek

adalah karya sastra yang paling mudah


diedarkan. Ka(ena .hampir semua koran di
seluruh Indonesia memuat cerpen, juga
majalah-majalah. Jadi, kalau kita hitung, dalam
satu tahun setiap koran menerbitkdn 52 cerita
pendek. Itu belum yang ada di majalah-majalah.
Sedangkan puisi, itu nomor dua. Puisi ini juga
banyak sekali.

Dengan demikian, karya sastra sebenarnya


mendapat tempat di dalam media kita. Meskipuniabarangkalitidak lakujual. Kalau puisi atau
cerpen dicopot dari koran, koran itu tidak rugi.
Itu menunjukkanbahwa sikap kita terhadap karya sastra sangat positif. Toleransi media massa
sangat besar dan penghargaan terhadap karya
sastra diam-diam besar sekali. Nah, sekarang
masalahnya, apakah perkembangan di koran itu
sudah cukup? Kalau bisa kalr sastra itu disimpan
dalam bentuk buku, dilestarikan dalam bentuk
buku. Jadi, kesulitan kita sekarang adalah masalah bagaimana menyebarluaskan karya sastra
dalam bentuk buku.

rakat membaca karya sastra itu. Bagaimana


kalau karya sastra itu dikaitkan dengan kebutuhan masyarakat?
Memang dari situ bisa kelihatan kalau sebenarnya karya sastra sudah mendapat tempat

di kalangan - paling tidak - orang-orang yang


mengelola media massa. Itu belurn diukur
dengan kebutuhan masyarakat. Artinya,.apakah

pernah ada angket yang dibuat koran-koran


mengenai arti pentingnya cerita itu, saya tidak
tahu. Mungkin majalah semacam Kartini,
Femina, p.ernah membuat angket mengenai
rubrik mana yang disukai pembaca, apakah
cerbung, cerita nyata, masak-memasak, atau
yang lain. Tetapi kenyataan bahwa koran atau
majalah-ma.ialah itu tidak pernah absen memuat

cerita; itu menunjukkaa kalau cerita-cerita itu


disukai masyarakat. Yang menjadi masalah,
.apakah orang membaca cerita itu hanya sebagai

kompensasi setelah membaca hal-hal yang


sifatnya nyata? Apakah kegemaran orang
membaca cerita

itu sebagai kompensasi ter-

hadap kegemaran membaca berita. Jadi cerita


itu mempunyai'lungsi tertentu kalau dia ada di
tengah-tengah berita yang ramai. Nah, sekarang
pertanyaannya, apakah kalau sastra itu diambil
dari koran dan kemudian dibukukan, apakah
orang masih juga beli? Ini perlu penelitian. Ini
persoalan yang'rumit, karena berkaitan dengan
sikap, Kalau kita tidak beli itu pun bukanberarti

tidak menghargai. Alasan kan bermacammacam, tidak punya uang, misalnya.

Apakah itu bukan karena situasi tn&s/&:


rakat yang memang menghendaki sesuatu yang
sifatnya instan, praktis, dan serba cepat? Se.

hingga puisi atau cerpen yang muncul kebanyakan medianya koran.

Penghargaan midia massa yang tinggi itu

Kalau menyinggung masalah itu, berarti kita


bicara mengenai kebudayaan populer. Memang,
sekarang ini kita berada dalam genggaman budaya populer. Semua yang ditujukan kepada kita
adalah produk budaya populer. Memang, puisi
lebih cepat dinikmati, ditulis, dan banyak koran
memuatnya. Tetapi kita harus ingat, meskipun
novel seret penerbitannya, tetapi hampir semua
media massa memuat novel secara bersambung.
Jadi itu berarti tidak semua instan kan? Kalau
instan, ngak ingat waktu. Setelah dibaca lalu
dibuang. Kalau ini justru ditunggu-tunggu.

kan tidakbisa dijailikan ukuran apakah masya-

Jadi, masalahnya, terletak pada kemampuan

HAYAIIWURUK, No. 2 Th. Ylll L992


,'i,

masyarakat untuk r:::=biarai kesenian. Kalau


kita nonton drama. n:isalnl'a, itu membiayai
kesenian.

Kehidupan sastra di tahun 30, 40, sarnpai


60-an, kelihatannla lebih semarak kalau kita
bandingkan dengan sekarang?
Saya kira tidak begitu. Orang itu memang
suka bernostalgia. Jadi, yang lama selalu dipandang fpmantis. Padahal. majalah puj angga b ant

dicetak ianva beberapa .itus saja. ni'n yarg


lakg paling serarus. Jadi anggapan itu tida[ Uetul. Saya sanqat bertentangan dengan orang yang
mengatakan bah*,a angkatan 50-an lebih sema-

1ak, Sekarang orang lebih mengenal Chairil


lrr*1., terapi pada zaman itu tidak ada yang
kenal Chairil Anu'ar. Bahkan ketika'dia *eninggal, tak ada orang yang melayat. Tetapi sekarang

se.tiap orang Indonesia kenal Rendra; Umar

jumlah buku, dulu berapa


fuy.u1, dil. Juga

jumlah buku Chairil, paling ratusan, sekarang


berdpa puluh ribu buku Rendra dibaca orang?

I\Iasalah kualitas?

Penulis resensi

vono su

ddr punp nomei ;p Eiper


ccyd rfioryorokot

Mosvorokct tldok bisc


begitu soio dikecoh

Sama saja. Orang Pujanga Baru iiu kayak


apa siir? Kita menghargai Chairil, karena dia
memang pioner waktu itu. Sebetulnya Chairil
hanva menulis sekitar 70 sajak. Dan yang asli
benar cuma beberapa. Lainnya curi sana-curi
sini. Sedang yang berbobot, bernilai sastra yang

bagus, paling
cuma empat atau

lima. Selain itu,


apa sih sajak
Kepada Angkatanlan, atau Aktt.
S

aj

Ch

airil

yang bagus itr:

Deraiderai Centara. Yang lain,

setiap penyair
muda bisa membuat seperti itu.

f3

Tetapi yang

dikenal jus[ru

Kalau itu yang'dikenat ai ietotut, betul.


Karena sekolah materi yang masuk adalah yang
lama.. Di ddlaiir, pendidikan yang dipentinikan
adalah masa lampau. Karenapendiaitan iti tra_
rus memberikan bekal kepada anak didik untuk
mengetahui khasanah rohani dan kekavaan
di masa lampau. Jadi, sasrra klasik yang

iLh"li
diberikan,

bukap sastra modern. Di Inggris pun

begitll.'seriap grang Inggris tahu Shakespeire,

padahal Shakespeare itu empat ratus tahun yang


*.nuii, dua ratus tahun
Ialu. Barangkali anak-anak Inggris tidak rnengenal penyair-penyair yang menulis sekarang.

laiu. Chailes Dicken

Jadi, begitu masuk dalam pendidikan for-

mal, SD, SMP, SMA, yang dipeihatikan adalah


masa lampau, karena masa"larnpau sudah

memberikan filter, mana yang bail dan yang


tiuruk. Sastr4.itu kaa harus dites dulu dengan
zaman. Kalau sekarang diberikan, yang dibiri_
kan yang mana. Kita kan belum memberikan
filter. Kalau sirdah lima puluh tahun bahkan
sampai seratus tahun rnasih bagus clibaca, orang

baru yakin kalau itu bagus. Kemudian baru


diizinkan masuk dalam buku -buku pelajaran.
Tentunya hal itu membutuhkan dokumen_
tasi. Dan kalau kita Iihat kebaniakan karya
sastra sekarang dipublikasikan ieu.at koran.
Tentunl,a sulit men doku mentasikannla?
Ya, memang, kalau dijadikan buku kemungkinhn didokumenter lebihbesar. Ini masalahnya.
Tetapi, nanti akan terjadi sesuatu yang sifatnya
alamiah, Jadi seleksi itu bisa seleksi yang,"rgr;,
dibuat, namun ada juga yang alamiahl SetIJah
sekian puluh tahun, di antara sekian ratus ribu
karangan akan muncul nama-nama yang akan
metdorong pengamat atau para penelitiuntuk
menguurpulkan karya sastra. Tapi, tidak semua
karya sastra terkumpul. Itu akan terjadi, di manapun akan terjadi. Jadi kita tidak usah khawatir
il3 uk11 hilang. Pada hakekatnva. sesuatu yang
dicetak itu tidak akan pernah hilang. DiKonipas,
dari penerbitan pertama sampai sekarang rrrasih
ada,

Jadi, akhirnya, tergantung pemuncutan


kritikus?

sastrawan-sastr

awan dulu. Sedangkan sastrarvan sekarang


kurang dikenal,

Iya, pasti. Kritikus kan orang yang dapat


'rnemberikan bimbingan,

pengarah*,

dun

memberikan panduan kepada masyarakat luas

HAYAMWURUK No.2 Th. VII/1992

13

t;-G

iG1

=it-

'-Y

t.

,ifi

,',',,i.1di$rF;fJffi

mengenaibuku- buku apa r trr.g mere ka baca dan

[,r

nikmati.

Di dalam masyarakat, tiap

i;'
,l'.
::i,,-':'

buku. Tidak mungkin orans


':

L.ulan ada raiusan


L,:rca semua-

i-iir

nva. kecuali ka-

Jir:,

re na masalah
r'.'al:tu, juga kendala dana. Lha,

kalau

mereka
ingin tahu, mereka bisa membaca resensi.
Kalau memang,
baeus ra be1i.

Oleh karcna
itu, buku-buku
yang laris sekarang biasanya
buku-baku vang
menuruI resensi
bait. Buku Bri-

l
i

Di doiom rnosyqrokot

:l

itu horus

t,,
1l

teriedio

sYAMs{'rt

n/lrg- BttnLt;.g .\lq-

nyar, setelah diresensi Bagya (Subag1,,a


Sastrorvardoyo, ed.) langsung laris. KemuJian
buku tinus Suryadi, Pengolatan pai1,en. juta
begitu. Saya yakin sebagian besar karena

,.r.nri.

itu dipercava masyarakat. Ia tidak mau


mengorbankan kepercayaan masyarakat. Ma_
syarakat itu tid:k bodoh. Masyarakat tidak bisa
begitu saja drk:;,h. Kaiau karya jelek dikatakan
bagtrs, lha ya rusak. Kecuali kalam masalah
selera. Selera cranq itu mempunyai ambang ba_
tas tertenru. Jadi lidak bisa dipaksakan. Anak
nama,

kecil disuruh m;mbaca Betinggu, ya tidak

paham.

Berarti sah saja bila akhirnya ada karya

sastra serius dan populer?

. . Oh iya. Bukan hanra sah, tapi itu wajib. Di


dalam masyarakat itu harus tersedia sebanyak_

banyaknya jenis bacaan, untuk semua jenis


orang. Kalau tidak, berkhianar masyarakai itu.
Kalau masyarakat itu berpretensi untuk ,r.nr_

**y*l_

hasilkan"hanya satu jenis, itu nur"unyu


kat totaliter, masyarakat fasis, tidak iemokratis.
iv{isalnya, di Rusia atau Cina masyarakat hanya
diberi satu jenis bacaan, yaitu Re-alisme Sosial.

Itu sadis. .Iacli'iJatram maiyarakat


se di

a b,acidn

.rrl&cff

it, h;r;, ;r-

{n:rn&cam, ada bacaan untuk

ibu, remaja, anak-anak, tukang becalc

il"

populer, serius, ada yang berisai filsafat,

ya;g
me_

ngandung amanat-arnanat yang dalam, pun yang

tantas, ada sinyalemen, penulisan resensi


dipengaruhi oleh pasar. Selringga rang
l1t<u]tu
diperlihatkan cuirra l,ang traik-baik. N{aksudpya, sekarang' banyak grup-grup penerbitan,
kalau dia menerbitkan buku, yang nreresensi
juga dari kalangan grup itu sendiri
Kebetulan, di Malaysia, saya menulis seper_
ti apa yang Saudara katakan. Itu memang ida,
danjustru ingin saya buktikan. Sekarang ini saya
juga membimbing skripsi tentang resensi buku.
Tentpo, terutama memang meresensi buku-buku
terbitan Grafiti Pers. Sedang Kontpos terbitan

Gramedia, itu jelas. Jadi penerbit yang mem_


pun,vai rnedia, dari segi pemasaran, lebih diuntungkan dibanding yang lain. Dari situ keliiraran,

karena satu kelompok, ada kecenclerungan


untu{ menampilkan yang bagus-bagus. Oke y, itu
br-tui" Tetapi ada satu hal yang tidak diperoleh,

\ama. Seseorang yang sudah mempunyai nama,


ia tidak mau merlgorbankan namanya, sekaclar
untuk memuji-mr.rji sesuatu yang ticlak ia sukai.
Pak Bagya tidak mungkin berbuat itu, kendati
diminta.

Penulis-penulis resensi yang sudah punya

main-rnain. Orang membaca faryu sasira, iujuannya kan macam-macam.

Tapi, nampaknya dari kubu sastra serius


bany'ak mengeluhkan peminatnya yang semakin

menurun.

Peminat sastra serius menurun? Itu tidak


betul. Apakah sastra serius itu identik dengan
sastra yang bagus? Tidak. Apakah karya sastra

serius yang tidak dibaca itu sastra yang bagus?

Jadi tetap masalah kualitas. Sastra ,..1u,


iuog
jelek

itu banyak sekali, baca saja Hoison.'Lha


buat apa orang membaca kalau itu jelek. Sering_
kali pengaran gyangberpretensi untuk serius itu
kar.ena_tir].ak mampu menulis, Sehingga
sok
serius. Jadi, bukan tidak ada pemhaci'sastra
serius, tetapi sastra yang menganrgap serius
itu
tidak a<Ia yang baik.

Kalau rnemangbaik, tentu akan laku. Seperri


Manyar atau pen gakuan pa iye m,
itu sampai cetak ulang beberapi kali.
Sekaiiiagi, masvarakat iiu tidak bodoh, tidak
.
bisa dibodohi begitu saja.

B uru ng-bu_rung

i
I
I

Bahwa jumlah orang yang sungguh_suri.gguh

L
HdYAVIWURUK, No.2 Th.

.;L

VII/1992

I
I

.:

berkesenian tqrbatas. di negeri mana pun juga


begitu. Jadi, kalau m:ngharapkan orang nonton
musik Bethoven sama ,j:nsan penonton Michael
Jackson, itu impian -\ gg ak akan ada. Itu lain'lagi.
Mengenai peran redaktu l' tern.yata memang

memegang peranan penting. Penulis yang


kurang dikenal sepertinya cukup sulit untuk
menembusnya. Tapi, seorang Itomo l\{anguu
dengan karyanl a seperti Bunury-Btmrng Rantau
(cerita bersambung di Kampas erl.) itu secara

teknis kan semau Romo. Berarti pengaruh


redaktur sangat dominan?

Iya, Saudara betul. Teiapi redaktur itu bu-

kan jagoan. Ia tidak dapat melihat dengan cepat


kualitas orane, Jadi pengalaman yang bertahuntahnn merupakan jaminan. Setiap sastra\van,
Goenarvan \{uhamad, Rendra, Putu Wijaya, dan

i
I

lain-lain, pernah mengalarni kejadian konyol,


diiendang-tendang- redaktur. Namun, sastrawau -vang benar dan berkualitas - mempunyai
bakat dan ke mampuan - dia tidak akan rnenyerah. Ditolak, masih saja mengirimkan. Pada
suatu saet dia akan mengalahkan redaktur.

I
I
AQgo*odo gunonya
cerewet,i^

''lnrcnqkclcn /u'on,
!.iL

CnrcFotcn Dr/*on.

Kalau kita kem'bali pada masalah kritikus.


Nampaknla, dalam pemunculan llettgarang-pengarang baru ada pengaruh kritikus lewat
pembabtisannya. Yirng kita kenal sekarang ini
paling-paling angkatan'45,'66,dsbnya. Sementara angkatan '70 atau '80-an sudah tidakada
gaungnya lagi.

{
I

Maksudnya
tidak ada yang

sastrawan dan kritiltus akan gelir Coba Saudara


lihat apa ying dikatakuo o.alng yang menyebut
dirinya kritik'ug . terrnasuk Pak Jassin -, rne.reka

memb.uat""an[katan-angkatan dan peiiocleperiode:yang aneh-aneh. Ada, Pujangga Baru,


ada Balai Pustaka. Pujaugga Baru dan Balai
Pustaka itu bedanya apa sih?. Dari segi zaman
sa!a,sudah membingungkan. Apalagi belum ada

'55. Pak Jassin kemudian muncul dan


mengatakar ada angkatan'66. Tahun -55 sampai
66 itu baru LL tahun, sudah ada angkatan lagi.
Dari angkatan '66 muncul lagi ingkatan 70-an.
lnikon gila ! Itu baru berapa tahun s/l ?, 4 tahun!
L.antas ada lagi angkatan 80-an. lni kan ngak
waras. Teru$i.tgrang,saja ini bukan pekerjaan
kritik yang beitar. Itu kritik yangngawur dan asal
ngomong. Dan semua orang tahu; masyarakat
tahu, yang asa-:l ngomong pasti tidak akan dldengein. Ngak ada gunanya cerewet, 'Ini angkatan 70-an, ini angkatan 80-an." Barangnya itu
yang mana. Itu kadang membingungkan, dan

pasti membingungkan, karena itu absurd. Itu


omong kosong, absurd, apus-opusan. Itu ngak
masuk akal.

Hal itu selalu membuat sava marah. Kalau


orang mau men,eangkat angkatan 70-an. 30-an,
itu berarti menganggap kami sudah mati semua.
Kami belum mati, bahkan akan menuiis sampai
akhir zaman . Lha wong Pak Takdir saja, yang
angkatan 30-an masih menulis kok. Gimana?
Apa mau disikat saja? Ya ngakbisa.
Lantas, bagairnana supaya penulis atau
sastraryan muda bisa muncul, kalau ada kecen-

derungan nama

yang saya katakan

penerbitun?

alarniah. Oraag
itu tidak bisa n:rernaksakan kepada masyara-

kat, inisalnya da.


iam s"r;atu forum
oiang ber- teriak-

Masalahnya bukan ada angkatan apa tidak.


Tetapi apakah ada yang menulis leb,ih bagus dari
yaug sudah rnenulis. Kalau ada penulis muda
yang lebih bagus dari Rendra, r a dia bisa mengalahkan Rendra. Tetapi kalau ridak ada, ya selamanya dia akan kalah terus. Atau menunggu
Rendra mati. Itu saja. Jadi kalau ada penulis
yang lebih muda dari angkatan sekarang dia harus lebih pintar dari orang-orang ini, lebih bagus
tulisannya. Dalam sastra itu terjadi kompetisi.

culkan angkatan
ini, angkatan itu
dsbnya, dengan menampilkan tokoh-tokoh
tertentu. Tetapi kemudian yang diurunculkan
tidak sesuai dengan apa yang diomongkan. Itu
tidak ada gunanya. Saya sebagai seorang

HAYAMWURUK, No.2 Th. VII/1992

':

sampai 50 itu.hanya 5 tahun, terus ada an$katan

memperhatikan,

teriak ulemun-

lima be.las tahu-n orang sudah mencanangkan


angkalan '45. Terus pada tatf,ii-.50{n, AFp
Rgsidibilang,'ada angkatan 50.an. Ta\un a5

begitu? Itulah

,s

itu menjadi

,i

ii;l
LI
tt

it
il
il
it

il

JI

it
iI
I

I
I
I
!

pertimbangan

Penuangan ide pengarang dalam tulisan,


agaknya tidak murni lagi. Ini dipgngaruhi,

15
l,t{
--;t!!

misalnya, oleh faktor penerbit/redaktur. Jadi


sebelumrrnenulis ia sudah mempertimbangkan

pada.siapa karya

itu

akan dikirimkan. Dan

kalau sCkiranya.tulisan itu berbahaya ia perlu

'

mengemasnya

!
2

&

sedemikian rupa.

Jo0i bagaimana
hal itu bisa di-

Iihat

sebagai

kualitas pengarang?

ngarung di mana-

pun akan selalu


begitu. Pengarang bukanlah

karya

sesuatuyangjatuh dari langit, tetapi hasil budal'a

Dalam sastra kita itu ada masalali-masalah


yang mengganggu yaitu masalah SARA. "Kalau
kita menulis jangan sampai menyangkut masalah
itu." Ini sebenarnya hambatan yang cukup besar
dalam kesusasteraan kita. Sehingga sulit bagi

pengarang untuk menulis karya sastra berbentuk

novel. Karena noyel sebagai salah satu bentuk


yang paling muda dalam kesusasteraan, dia ha-

rus berakar pada masalah-masalah kongkrit


yang ada dalam masyarakat. Masalah-masalah
kongkrit itu, di sini, masalah SARA kan? Masalah Suku Adat-istiadat, Ras dan Agama. Tetapi

ngan cara apapun, n)'emes lewat samping kepala


boleh clan sebagainya. Jadi, kita mempunyai kebebasan di dalam aturan-aturan itu. Dan dalam
kesenian juga begitu. Hakikatnya begitu.

Kualitas seorang pengarang justru harus


ditunjukkan dalam ketidakbebasan. Semakin
tidak bebas,.semakin besar tantangan buat dia

untuk menampilkan kemampuan artistik

se-

tinggi-tingginya. Ini memang sirsah. Tetapi justru


di situ dia harus mencari cara untuk menyampaikan lewat karyanya. Kesenian itu pada dasarnya
merupakan protes. Kita bisa memprotes agama
kita sendiri, tetapi tinggal bagaimana caranya.
SepertiRobohnya Surau Kamikarya A.A. Navis,

itu kritik terhadap praktik-praktik agama yang


sangat keras. Tapi apakah Navis pernah dikritik?

Sedangkan Langit Makin Mendung justru


membuat oJang marah karena disampaikan
dengan lugu. Padahal, sebenarnya lebih kejam
Navis.

Kesenian yang tinggi disampaikan dengan

baik, dengan cara menyembunyikan, tidak

norma-norma, nilai-nilai, malah tidak bisa berkesenian. Sebenarnya kesenian itu justru lahir

Jadi, masalahnya, kemampuan artistik dari


seniman. Kalau seniman itu mengeluh, "Wah saya tidak bisa menulis lagi karena ditelikung." lt:o

besar selalu tunduk pada itu.


irP

olf, dsbn,va. Nah, orang tidak boleh


melanggar aturan itu. Namun, asal aturan itu
tidak dilanggar, kita boleh mematikan lawan de-

sebenarnya, di manapun sastra tidak mempunyai


kebebasan mutlak. Kalau seniman hidup di alam
di mana dia bisa trerbuat apa saja, tanpa kaidah,

berdasarkan kaidah-kaidah. Kesenian yang


t:1,

saya

namanya

masyarakat tertentu. Masyarakat tertentu. itu


diwakili oleh pengarang. Dan pengarang turiduk
kepada kaidah-kaidah,.nilai-nilai, norma-norma
yang ada dalam masyarakat. Jadi dalam berkesenian atau berbuat apa saja orang itu diikat
oleh norma-norma, kaidah-kaidah dan nilainilai.

:i
'i

aturan-aturan yang sangat ketat. Kalau

terlepas dari
sastra bukanlah

lr

Kristen atau sebalikni a, ya nanti berantem saban


hari. Ini masalahnva. Jadi dalam masyarakat itu
sudah ada ikatan-ikatan. Seorang sastrawan
yang baik bisa melihat peluang-peluang di dalam

makhluk yang
masyarakatnya.

i.:

banyak suku bangsa. bahasa, agama. Kalau kita


boleh berbuat se:naknya, misalnya saya orang

analogikan, misalnl'a dalam permainan


badminton, kalau begini tidak boleh, begitu

Bahv/a

l1

Jadi itu memang ada batasan-batasan.


Batasan itu bukan hanya masalah politik,
pemerintah. Banvak sekali. Dan kita sudah
sepakat untuk tidak menerbitkan yang
berhubungan dengan SARA. Kalau tidak, habis
Republik ini. Replblik ini kan terdiri dari
Islam menulis nor.el yang mengejek orang

Semua pe-

ffi

habisan. Itu bisa, tapi ya diuber-uber seperti


Salman Rusdi itu.

Sekarang ini yang kita harapkan adalah seniman yang bisa membaca situasi masyarakatnl'a.
Sebenarnya kita bisa membuat novel, misalnya
yang mengejek orang Cina, tapi begitu terbit, ya
"digebugin" orang. Atau meledek agama habis-

se-

carablak-blakan.Kalau itu sft cara orang kampung. Artinya, disampaikan secara kasar.

s/r senimangombal. Hanya alasanbelaka. Kalau


saya bilang, dia tidak mempunyai kemampuan
apa-apa. Seniman besar di mana pun itu diam
dan menulis tervs, ngak mau tahu di terbitkan
apa tidak.

HAYAh,IWURUK, No.2 Th. VII/1992

svncd.

ASSOStASIONtS

$
BOLEH dibilang, sastra sebagai treq kini sudah berlalu.
Ketidakngetreoannya ditandai dengan kegagalan (?) upaya
heroik beberapa pecintanya untuk meneruskan tradisi "angkatanisme". Angkatan 70 dan 80 ketika dicctuskan, walau ramai
dipolemikkan oleh dan antar mereka, tero)-ata tidak populer.
Korie Layun Rampan mencetuskan lahirnya angkatan 80 dl
tahun 1"984 dengan menunjuk Sapardi Joko Damono, Sutardji
Calzum Bachri, Darmanto Yatman, Hamid Jabar, sebagaipah-'
'
lawan-pahlawan pembaharuan pe4iuisian
Jauh sebelumnya, Dami N. Toda, pada tahun 1977 mencetuskan angkatan 70, dengan mengajukan pahlawan-pahla-

wan yang sama. Dua gagasan angkatan tadi ternyata hanya


ramai ketika dicetuskan. Gemanya- hanya sekejap. Selanjutnya hilang tanpa kesan.

fandi-tanda kedua adalah kegetolan mempolemikkan


"keterpencilan sastra" di akhir tahun 80-an. Polemik yang cukup ramai ini j.ustru menunjukkan fakta bahwa sastra memang
terpencil, suka atau tidak, diakui atau tidak.
Muramnya kehidupan sastra dekade 80-an jelas membuat
frustrasi para penghayat-pengamat-pelaku kesusastraan. Ini
terlebih dirasakan oleh generasi baru yang mulai menekuni
dunia ini. Kini terhampar padang gersang kreativitas. Tidak
muncul tunas-tunas baru yang sanggup survive dalam tanah
tandus dunia sastra.
Baiklah. Harus diakui, fakta memang menunjukkan dunia
sastra kini sedang mengalami "malaise". Harus diakui, generasi
kemarin lebih kreatif dan romantis dalam mengamini kesusastraan. Kalau sudah demikian lantas mau apa? Meng- harapkan
kembali datangnya masa subur bumi sastra, yangpenuh dengan
aktivitas romantis? Bagaimana pengupayaannya? Terus berkarya! Jelas. Tapi, sungguh, berkarya (yang orisinil dan bagus)
ternyata perkara yang sulit. Terlebih jika diparalelbandingkan
dengan karya-karya sastra "kemarin". Ada apa ini? Kenapa kok
bebal betul otak-otak sekarang. Kepekaan rasa dalam mengha'
yati kehidupan, sebagai sumber proses penciptaan, kini betul-

t'etul

tumpul.

***

THOMAS HOBBES (1588-1679), filsuf Inggris, beranggsp3s, "pengalaman adalah permulaan segala pengenalan".
Psngenalan tak lain adalah penggabungan data-data indrawi
$ang diserap, diidentifikasikan dan disim- pan dalam memori
otal-- Tambahan saya, LL). Selain sebagai filsuf Hobbes, juga
ttwtbi sebagai psikolog (bahkan dia pelopornya di Inggris).
Dalemb'idangini diaberpendapat: Jiwa terdiri dari tigabagian,

HAYAMWURUK, No. 2 Th, VIV1992

'

yaitu sensasi, recall tlan


asosiasi. Sensasi adalah.
proses seseorang menerima rangsang. Sedang
recall adalah proses se-

LUKAS.rIntr.ARSO

seorang memproduksi
kembali sesuqtu ataurangsqltg yang.pernah dirasakan atau dialami. Dan asosiasi.adalah pirosei' terjadinya pe"ggabungii
antara satu riangsang denganiang**g iuiooy".
Karena adanya proses-ploses penggabungan itu seseorrrng
dapat berfikir.
Berpijak dari premis di atas, ada baiknya kita (baca: saya)
akan coba "menyelidiki" kehidupan sastra (kebudayaan) Indonesia dekade terakhir. Dengan asumsi bahw.4 lehidupan sastra
80-an (hingga kini) mengalami lesu total (malaise). Mengapa
asumsi ini muncul? Karena sepinya kdgiatan sastra. Minimnya
penerbitan karya sastra. Tidak adanya tren sastra baru. Serta
yang paling mengenaskan, tidak munculnya generasi baru dalam dunia sastra (otomatis hilangnp angkatan 80 yang "seharusnya" hadir).

Fakta-fakta (qsu-tifl itu memang menyedihkaa. Tapi yang


terpenting bukan menangisi, menyesali atau mengutuk ketidak
segaran vitalitas kehidupan sastra serta kemandulannya sekarang. Yang perlu dipertanyakan justru, kenapa dia begitu?
Mengapa doi lesu? Inilah yang perlu ndiselidiki". Karena kelesuan tidak saja hadir pada dunia sastra, tetapi sudah -elingkupi kebudayaan Indonesia pada umumnya. Kebudayaan Indonesia kini benar-benar sudah mandul.
Penyelidikan kemandulan kebudayaan Indonesia ini memakai hukum asosiasi (menurut punyanya Thomas Hobbes,
yang, kemudian dilanjutkan

John Stuart Mills dan Herbert

Spencer) yakni mulai deugan mempelajari sebab-sebab suatu


proses dan kemudian menyelidiki efek-efeknya-

'

**1

Dekade ini diisi oleh generasi muda yang lahir tahun 60-an.
Proses tumbuh kembangnya diwarnai oleh bercokolnya kekuasaan militer di Indonesia. Pola pembangunan kebudayaan
dibayangi oleh tipikal militer: prafltis, pragmatis, patuh dan
tidak toleran terhadap "penghambat". Warna pembangunan
kebudayaan dilingkupi oleh "dendamn terhadap kemiskinan
(dan kebangkrutan) ekonomi negara di jaman Orla. Untuk
membalas dendam kemiskinan materi ini, maka dicanangkan
program pembangunan ekonomi sebagai prioritas uta/na.

,?
- -.

,.1 .:-

Proses ekonomisasi menuntut. stabilitas politik sebagai


prasyarat utama. Pemahaman stabilitas diwujudkan dengan sebesar mungkin mengatasi dan mbniperketat orang berpendapat. Yang bolle-f,r berpendapat adalah mereka yang dibayar
untuk mengabdi pada kemauan kekuasaan, yakni teknokrat.
Manajemen pembangunan adalah "sikat" bagi yang tidak mau
sepakat (khas militer). Nuansa psikologis inilah yang membentuk (disadari atau tidak) mental generasi sekarang. Sistem

represi telah menjadi landasan banlunan mental, yang


ujung-ujungrya membentuk struktur tata pikiry4ng afkir. Indoktrinasi dan justifikasi dipaksakan lewat pendidikan. Karena terbiasa (tepatnya dibiasakan) berpola pikir praktis, pragmatis dan patuh, maka sumber daya pikir menjadi lemah, terbatas dan danghal. Jika ada segelintir yang nekat mengasah,
menggali, membebaskan (bahkan meliarkan) daya pikir, akhirnya juga terhadaig oleh sempitnya sarana ucap untuk meng-

aksentuasikahnya. Trauma pembatasan dengan kekerasan


mengakibatkan emisi pikir bersilang sengkaruL.berjejal dalam
otak dan akibatnya, ga3ap, tidak runut, kapau, bingung ketika
dilontarkan dalam bentuk gagasan verbal.
Proses ekonomisasi yang berlebihan tidak saja mengkerdilkan dan menumpulkan daya pikir, tetapi juga mendehumanisasikan manusia menjadi economical animal. Sehingga
hal-hal yang bersifat refleksi, kontemplasi, meditasi, ektasi yang khas manusia menjadi Ienyap tidak mempunyai arti, di-

telan kerakusan mengejar materi. Sistem nilai dan kondisi


budaya seperti inilah yang melingkupi kelahiran dan proses
pendewasaan generasi,sekarang.
Asosiasi masyarakat kini hanya berkutat di satu masalah:
mengejar materi, memuaskan rangsang kebendaan. Tidak ada

lagi yang tersisa untuk mencukupi rangsang rohani. Aktivitas


mental (pikir) yang merupakan asosiasi ide dari satu kesatuan
pencerapan pengalaman pikiran dan perasaan menjacli tumSVAI\,'6t.l-

pul, Iesu, lunglai. Ciri-ciri ini ditandai dengan Tidak munculnya gagasan orisinal dan besar. Ciptaan-ciptaan yang berlangsung hanya sekadar imitasi. Produk kesenian yang lahir
adalah epigonisme, peniruan-peniruan kasar. Dan kehidupan
sehari.hari menjadi monoton dan membosankan. Inilah yang
oleh Bur Rusuanto dinamakan proses keruntuhan kebudayaan.

Generasi sekararig munskin sadar hal itu. Tapi yang tersisa


dari mereka hanya tinggal ketakberdayaan dalam menghadang
arus deras konsumtifisme dan hedonisme yang menerjang.
Karena mereka adalah produk dan nrujud kemiskinan pengenalan dan pengalaman rohani vang diciptakan Orde Baru.
Inilah harga termahal yang tak terbayarkan dari eksploitasi
proses ekonomi yang buta.
Itu sedikit hipotesa penyelidikan asosiatif saya.

***

KESIMPULANNYA: Buat apa membaca dan berkarya


jika ternyata masyarakat memang (sedang) tidak membutuhkannya. Masyarakat tidak lagi butuh memuaskan rangsang dan me ngkhayalkan rohani, karena tidak kongkrit. De.nsastra,

dam kemiskinan (materi) masa lalu harus terbayar dulu. Sekarang adalah era dari zariran yang ekstrim materi.
I. antas, apa arti lahirnya sebuah generasi yang seharus- nya
berperan mengubah ekstrimitas itu? Sia-siakah kebera- daan
mereka? Benarkah zarnan membentuk manusia (fatalis), atau
menusia yang membentuk zaman (optimisj. Ada yang
menjarvab: Manusia membentuk zaman, lantas zaman membentuk manusia. Jika demikian, boleh jadi mental generasi
sekarang adalah bentultan zaman yang dibentuk oleh generasi-generasi sebelumnya. Dan gagal menolak.
Jika dalam zaman seperti sekarang ini masih ada yang suka
membaca dan berkarya sastra, serta menghayati dunia sastra,
jelas dia bukan tipe manusia zamannya. Jika bukan tipe masa
lalu, maka dia adalah tipe manusia

masa depan yang potensial


merubah zaman. (Ini dibenarkan
rekan John Naisbit, yang bilang,
dekade ini adalah fase awal kebangkitan kesenian, dalam Megatrend 2000).

Jika demikian. Hai, rekan-rckan, mengapa tidak sekarang anda menggeluti seni dan sastra dengan lebih total. Mengasah pikiran
kritis dan kepekaan rasa. Mencari
pengenalan dan pengalaman yang
luas diberbagai bidang. Serta mulai
merombak dan memporak porandakan sistem nilai dan budaya sekarang yang sudah usang dan berkarat. Seperti kata si bijak, jangan

tunggu zaman merombakmu, tapi


rombaklah zamanmu.
Penulis adalah mahasiswa Fakultas Sastra
L'nd ip, Jurusan Sastra Indonesia angkt. 1986

18

I{AYA\l\\'URUK. \o.2 Th. VII/1992

Sastra tak pernah dapat berdiri sendiri, kehidupannya selalu dipengaruhi kondisi sekitarnya. -situasi masyarakat, kondisi politik, penerbit, kritisi dan sebagainya. Konon, kehidupan sastra begitu
t'
semarak. Lantas bagaimana dengan sastra kita saat
j
.

ini?

',

Menurut Drs. Ariel Haryanto, M.A., pelontar sastrakontekstual,sastra dulu begitu memasyarakat. Tetapi bukan lantas
dalam segala hal lebih baik dari sekarang. Sastra sekarang tergeser oleh revolusi industri dari revolusi kapitalis. Artinya,
"Sastra sudah

dipinggirkan."

Sedangkan H.B. Yassin, mengatakan kalau perkernbangan sastra sampai saat ini mengalami kemajuan yang cukup
pesat dibanding zaman Siti Nurbaya. Buku-buku sastra dan tempat-tempat berkarya semakin banyak. Kalau dari segi
kualitas, "Kita tentunya tidak bisa memukul rata. Dulu hanya ada satu penerbit besar'- Balai Pustaka - sehingga, terkesan
j
".
seperti
:.
Sementara Dick Hartoko melihat perkembangan sastra dari sisi sastrawannya. Menurutnya, kini tidak ada
pengarang-pengaraf,tg baru yang.nuncul atau peng4rang muda yang mempunyai pikiran dan perasaan yang bisa
dituangkan dalam bentuk sastra- "Harapan saya justru pada Umar Kayam. Dia seorang pengarang yang bisa memadukan
pikiran dan perasaannya dalam bentuk ia_stra, dan menulis terus. Tidak hanya nggrundel. Ini yang tidak ada pada
pengarang muda sekarang."
Dr.Bakdi Sumanto, staf pgngajar FS UGM yang juga redaktur budaya harian Beita Nasional, melihat terjadinya
pergeseran yang hebat dalam kehidupan sastra. "I/zison, Balai Pustaka, Pustaka Djaja, yangmenjadi barometer sastra
bermutu sudah mulai.kembang-kempis hidupnya. "Sekarang dia sudah tidak berdaya lagi."
Secara kuantitatif kritik sastra kita menurut Drs. Yudiono KS, S.U. mengalami kamajuan pesat. Ini terbukti dengan
banyaknya skripsi. Sekarang, masalahnya, "Mengapa kritik sastra berupa skripsi tidak diterbitkan? Itu kembali lagi pada
prinsip penerbitan," kata staf pengajar Fakultas Sastra Undip itu.
Bagaimana pandangan mereka selanjutnya? Simak hasil wawancara Teguh Hadi Prayitno, Bustanul Arifin, Lukmanul
Hakim, Moh. Fahim, S. Surati, Syamsul Hidayat dan Arwani. Rangkuman darr editing dikerjakan Anvani, Seno dan

mercusuar."

Syamsul untuk Anda.

KETERASINGAN

oleh partai politik, politikus, atau


yayasan-yayasan. Sehingga, katakanlah,
pada masa Orde Lama kita lihat setiap

partai itu betul-betul membuka rubrik

Qastra saat

ini mengalami keter-

asingan. Sebenarnl a istilah ini sudah

lama dipersoalkan, tetapi saya kira


masih relevan. Masalahnya, harus
disadari bahwa dulu orang cenderung
menyebut istilah keterasingan itu
dengan maksud .menyalahkan si
sastrawan. Sebetulnya itu tidak benar,
keterasingan itu tidak disebabkan oleh
karena kesalahan atau kekurangan dari
pihak sastrawan. Tapi dalam konstelasi
sosial kita secara luas, memang sastra

terasa ditinggalkan. Kalau kita perhatikan, dalam sejarahnya pada waktuwaktu yang lalu, sastra dan sastrawan
dulu itu tidak lebih bagus dengan yang
sekarang. Tetapi dulu tidak ditinggalkan

moralitas, memperhalus kesadaran dan


kepekaan estetika. Jadi tergantung dari

posisinya, tapi

ini

dianggap penting

sekali. Sekarang tidak. Karena masyara-

sastra, menyelenggarakan dana untuk

kat kita sedang bergulat

sastrawan, untuk pertemuan-pertemuan


sastra. Sekarang mana ada? Kalau dulu

kesempatan untuk suryiye, kesempatan


untuk menjadi kaya. Jadi katau akhirnya

rakyat itu besar sekali dalam

kesempatan itu datangnya dari atas,


mereka berlombaJomba ke atas. Atas
itu yang namanya istana. Jadi keterasingan itu sebetulnya tidak sematamata karena kesalahan atau tanggung

partis._-ipssi

bid4ng

politik dan sastra dianggap

seliagai salah satu lahan. Kalau sekarang

politik itu datangnya dari atas, jadi


ndangak. terts, ngok lihat pinggir, kiri,
atau kanan. Jadi kalau mau kuat secara
politis harus plnyapolicy ke atas, bukan
mencoba merangkul sastrawan. Dulu
sastrawan !'dipakai", baik untuk sesuatu
yang benar atau sesuatu yang buruk. Kita
bisa berdebat tergantung posisi kita di
mana. Tetapi hampir semua posisi pada
waktu itu melihat sastra itu mempunyai
potensi untuk menggugah kesadaran

rakyat, mengingatkan, memurnikan

HAYAMWLJRUK, No.2 Th. VII/1992

dengan

jawab dari sastrawan. Sastrawan dengan

demikian, kalau boleh dikatakan,


dikhianati, ditinggalkan, ditampik, dan

ditinggalkan, dilupakan oleh rnasyarakatnya.


Saya tidak mengatakan bahwa di da-

lam segala hal sastra di zaman dulu lebih


baik. Persoalannya bukan pada baik atau

buruk, tetapi kenapa dulu sastra begitu


memasyarakat sedangkan sekarang

t9

FT

i,
li
tl

.:::::,'.t'

:',,,::
:tliii!:::::rjlii:'=

terasing. Walaupun begitu belum tentu


sekarang terasing itu lebih jelek. Saya
pikir, sastra yang baik adalahiastra yang
dikenal masyarakat. Saya tidak p".iuyi
ada sesuatu yailg baik ya"g oUyetiiC
Artinya, obyektif itu di luar kesadaran
manusia. Dia baik dalam kesadaran

manusia, si manusia mungkin tidak


sempurna, maka kesaduruniyu penuh
dengan cacat-cacat. Dengan demikian
sastra yang dianggap baik oleh manusia'
yang tidak sempurna mungkin sastra
yang kurang sempurna. Tetapi sastra itu
hidup di dalam masyarakat, menurut
saya tidak ada sastra yang baik di luar
kesadaran manusia, itu yang dalam
d]rinya sendiri, di batu di gunung di
almari. Wah susah, sastra kayak apaitu?
Kalau menurut saya begitu. Tentu saja

i,

[;.

[ir:

nya. Misalnl'a, sampai sekarang ini saya

*.ngugu*i orung
seperti Putu \Yijaya atau Rendra
l"idak habis-habisnya

Kecerdasan orang-orang seperti itu

tidak kalah dengan yang dari luar


Indonesia. Tetapi di sini masalahnya
lain, kondisinya tidak mendukung
sastrawan untuk berpotensi dan trerprestasi atau dihargai dengan baik,
kemudian dihargai masvarakat dengan
baik. Untuk mendidik masyarakat agar
menghargai karya sastra. Sastra ltu
menyebabkan mobilisasi massa dengan

disingkirkan. Yanq mendidik adalah

orang-orang !ang menguasai modal,


menguasai politik. Akibatnya begini,
pendidikan masyarkat ke arah era
industrialisasi. Padahal sastra itu kadang

tidak efisien untuk diindustrialisasil


Yang dibutuhkan adalah kepatuhan.
Dan para sastrarvan itu mempertanya_
kan, bagi orang yang ciitanya itu *.i"-

disebut orang revoiusi kapitaslis dan

potkan dan mengganggu. Kalau dilayani

revolusi industri. Artinya, sastra sudah

harus dijawab satu persatu. pada ..i irri


yang dibutuhkan kepatuhan, kerajinan,

dipinggirkan, peminggiran sastra,


penampikan sastra oleh karena kesibukan pada upa.\a-upa),a nlernperkaya diri.
Idemang, leirat jalur-jalur industrial di
situ sastra bukan tidak bisa mendapat

ketrampilan, tidak banyak omong


melainkan banyak kerja. Sastrawan iti

tidak begitu, ia mempertanyakan,


merenung,"Semua ini apa sih?"

tempat, istilahnya sastra komersiai.

membaca, dan mbngapa dibaca? Berapa


yang membaca, mungkin yang sekolahan

atau berpendidikan. Siapa

,vang

membacE jawabnya orang t,ang sekolah.


Mengapa membaca, jawabn-r,a disuruh
guruiatau dosen. Jadi sastra bukan sarna

sokali,hilang, tapi sudah semakin


tertinggal, makin dikhianati.

Sebenarnya sekarang

ini

banyak

juga sastrawan yang luar biasa cerdas-

20

itu? Jadi sastrawan adalah makhlukyang


menderita pada masa ini, tapi ia tidal
menderita sendirian. Banyak yang
menderita, sepe rti rohaniawan atau pari
intelektual.

dididik, karena vang mendidik tidak

Sastra sekarang bukan sepenuhnya


hilang. Karya sastra masih ada, masih
dicetak, masih dijual di toko buku, masih
dibeli. Tetapi posisinya makin lama
makin tergeser oleh, saya kira, yang

pada zaamad-zaman lampau. Jadi, Srrl


Mtrbaya sampai sekarang pun mungkin
masih dibaca orang. Tapi bila kita tanya
berapa yang membaca, siaph yang

cengeng dan kehidupan remaja. Komikl


komik kita sekarang isinya tentang itu.
Pokoknya cepat kaya kalau nlenulis
begitu. Sala ridak mengatakan orang
bodoh yang mcnulis seperti iLu, oran!
pandai-pandri. tapi kaidahnya begitu.
Apa betul keineinan sastrawan seperti

cukup tahu, sedangkan yang tahu mendidik tidak diperkenankan mendidik,

kesadarannya.

sebagai sesuatu yang terhormat seperti

dengan propagaada yang ada ientang


dada, tentang seks, tentang cinta yang

Apr'esiasi masvarakat terhadap

macam-macarn, sastra yang baik pun


seharusnya macam-macam juga. Baik
untuk orang yang hidupnya di hutan lain
dengan yang masuk kantor, lain sekali

dengan sastra cli mana dia dihargai

yang tidak bermutu tapi laku, yangsesuai

sastra bisa baik bila dididik. Sejauh yang


saya lihat, sekarang nrasyara-kat tida[

karena kesadaran manusia iiu

Tetapi tidak bisa tidak itu retap berbeda

#::

baik.
Saya kira para sastrawan yang sudah

mapan sekalipun sekarang sudai loyo

semua. Mereka tidak mampu me


diri sendiri, menjadi terasing.
Kayak Putu Wijaya itu itu frusrasi
melihat situasi di Indonesia, mengekspresikan diri sendiri saja tidak mempunyai daya. Jadi, sastrawan pemula itu
nrunage

masih sulit pasti, bukan nggal mungkin


ini. Jadi pilihan bagi sastrarvar pemula

hanya ada dua pilihan. Satu, dia ber.


karya terus dalam kesendiriannya, walau

tidak dihargai atau diperhatikan orang


meski dia sangat bermutu. pilihan
kedua, terpaksa melacurkan

diri

atau
kreatifi tas dengan membuat karya-karya

GAYANYA
Qejarah perkembangan sastra kita

usampai

saat ini mengalami kemajuan,


dibandingkan dengan rrya zamarrrnya

lka
Siti Nurbaya Buku-buku sastra

dan

tempat-tempat untuk berkarya semakin


banyak. Beberapa media massa telah
menyediakan Iempat untuk pengarang.
Begitu oula dengan pengarangnya.
Kalau dari segi kualitaskita tentunya
.-

tidak bisa memukul rata semuanya.

Kalau dulu, hanya ada satu penerbiian


besar, Balai Pustaka, sehingga terkesan
mercusuar. Karya yang diterbitkannya

HAYAIvIWURUK, No. 2 Th. yIIi1992

'+ :.-.
'.:'" .rl{.tl
"1".-*,

"

dengan cepat dikenal masyarakat. Dan


lagi media seperti radio, majalah, surat
kebar masih sedikit peredarannya.

Jadi, tidaklah mengherankan jika


peran penerbit dulu cukup punya andil
dalam memunculkan tokoh sePerti
Marah Rusli, Amir Hamzam, Sanusia
Pane, dan Armin Pane, di mana mereka

segala aspek, Ada filsafat, kebudayaan,


ilmu. Jadi dia sudah menjadi "raksasa.

yang tidak bisa dimasukkan ke dalam


angkatan. Tapi, dalam sejarah sastra, ia

tersendiri.

dikenal sebagai angkatan Balai Pustaka.

mempunyai sejarah
Dan sebetulnya, angkatan-angkatan
itu tidak begitu perlu untuk masa
sekarang. Yang diperlukan adalah to=
koh-tokoh yang berani tampil ke depan.

Munculnya angkatan- angkatan,


sebenarnya tidak lepas dari faktor
pendukungnya. Saya, dulu waktu
melontarkan angkatan '45 didukung

lihatan tetapi karyanya bagus sekali.


Hanya saja tidak dipublikasikan atau

Dan tokoh-tokoh ini pun perlu diteliti


lagi, sebab, ada tokoh yang tidak ke-

dengan bahan-bahan yang menunjang


pendapat tersebut. Kemudian Angkatan '66 itu yang saya anggap sebagai

harus bisa mempertimbangan kemungkinan-kemungkinan itu.

MENUNGGU
Saya kira saat ini memang tidak ada

pengarang-pengarang baru yang


muncul. Pengarang yang muda pikiran
dan perasaannya yang bisa dituangkan

dibandingkan dengan Corie LaYun


Rampan, Yakop Sumardjo, Afrisal
Malna Emha Ainun Nadjib atau YB
Mangun Wijaya. Pemikiran mereka itu

dalam bentuk sastra.


Salah satu sebab yang mempenga-

ruhiny,a adalah pengajaran yang tidak

memadai. Sestem pengajaran perlu


disistematikan. Karena kalau terlalu

hebat-hebat mengenai kesusasteraan.


Sekarang ini susahuntuk mengkata-

banyak aturan-aturan yang justru mematikan kreatifitas. Dalam pengajaran


sastra kebanyakan malah menghapal
ikhtisar. Menurut saya, daripada satu

gorikan menjadi angkatan, karena


ciri-cirinya begitu banyak, dan dapat
dikatakan menyatu. Kalau dahulu mep-

cari ciri-ciri itu mudah. Misalnya ang-

katar'Z} itu masalah adat.


Masalah pengelomPokan angkatan,

seperti Takdir Alisyahbana, misalnya,


kalau sekarang masih menulis itu bukan

berarti lantas berubah menjadi angkatan '80. Kendati ia masih berkarya


tetapi sifat karyanya tidak meninggalkan
Pujangga Baru. Wujud pandangannya
mungkin sudah bertambah jauh' tetapi

dia sudah mempunyai fundamen


tersendiri. Semangat gayanya masih
tetap Pujangga Baru.
Lain sekali kalau yang dicontohkan
Romo Mangunwijaya. Dalamhal ini kita
tidak perlu bicara masalah angkatan'
Sebab dia muncul pada usia setengah
abad, dan pandangannYa mencakuP

tidak mendapatkan Penerbit.

Kalau beranggapan bahwa dulu


banyak terjadi benturan'benturan
pemikiran, seperti adanYa Polemik
antara Takdir dengan Chairil Anwar,
karena memang ada isu Yang diPerdebatkan. Kalau sekarang tidak ada
masalah-masalah yang perlu diper-

i
t

mempelajari 15 ikhtisar lebih bagus


hanya 2 telaah buku. Di samping itu
seorang guru sastra, harus mempunyai
minat dan rasa terhadap sastra, kalau
tidak, ya percuma.Ia tidak akan mampu
mengajar sastra.Ia hanya mengajarkan
akhlak-akhlak saja. Jadi, perlu adanya

sistematisasi pengajaran yang ada di

debatkan. Jadi bukan berarti kehidupan


sastra pada masa dulu itu lebih semarak.
Masalah itu muncul menurut zamannya.

SLTA.

Dan untuk menjadi terkenal itu tidak


harus "berkelahi" dengan kiri dan
kanannya, toh itrt tidak menjamin

majalah tidak diperhatikan oleh kritikus,


tunggu saja bukunya Umar Khayam.Ia
sedang menulis buku di Amerika. Pada
ulang tahun saya nanti, ia memberikan

mereka tumbuh menjadi besar.


Untuk bisa tumbuh pengarang harus
pandai mencari jalan, mengasah pikiran

I
I
I

yang bisa melihat kemungkinanken-rungkinan pembaharuan dalam

melontarkan angkatan asal didukung

antologi, tetapi belum diterbitkan.


Jadi, kalau ada anggapan Pemunculan angkatan masih mengandalkan sa.va
itu anggapan yang salah. Sekarang ini
saya justru merasa ketinggalan, jika

pemikiran teori-teori terdahulu. Untuk


itu memang dipcrlukan redaksi yang
mempunyai wawasan yang luas, serta

hatikan. Sehingga seorang redaktur

Layun Rampan sudah samaPai Pada


angkatan '80, ia juga sudah membuat

I
I

mempublikasikan karyanya, karena dari


media tersebut sudah dikerangkai oleh

pendukung. Sebetulnya siapa saja boleh


bahan-bahan penunjang, misalnya saja
sebuah buku antologi' Bahkan Corie

sulitnya pengarang baru untuk

karya sastra. Biasanya searang pcngarang yang terlalu konsentrasi pada isi,
gaya pengungkapannya kurang diper-

Pujangga Baru, ada bahan-bahan

i
,

dan intuisinya serta pendekatan estetik.


Supaya. bisa menciptakan karya baik.
YaifU,dari segi isinya mengandung nilainitai'baru dan gaya pengungkapannya
bisa membuat orang terkagum-kagum.
Yang menjadi persoalan adalah

HAYAIVIWURUK, No. 2 Th' VII/1992

Kalau ada anggapan pengarangdi koran atau

pengarang yang ada

sebuah untuk saya.

Mengapa untuk menulis buku sam-

.i

r:i

,r".#=ffi

e#-+-:;lE#5#;f

!l
i;

sampai nyepi diAmerika? Memang


untuk menhasilkan karya sastra yang
bermutu memerlukan konsentraSi
penuh. Menjauhkan diri dari keramaian,

supaya bisa terus menerus menulis.


Namun, menyepi itu bukan mutlak,
seperti Hariyati Subadio itu karyanya
juga bagus.

Harapan saya itu justru pada Umar

keluar dari menara gading, dan mau


turun ke bawah. Sedangkan untuk

pikir non- faktual ke arah pemikiran


faktual. Dan ini kemudian berkembang

mendokumentasikan karya sastra yang


tqrsebar di koran dan majalah, ketihatl
annya memang banyak yang malas. ini

dengan jelas, Di sana terdapat proses


social ofwenzes , atau kesadaran sosial.

memang dibutuhkan seorang H.B.


Jassin kedua. Jadi kita menunggu
munculnya H.B. assin, Kapau ia akan
muncul, saat ini saya belum melihat.

berkembane? Inibukan masalah berani-tidaknva memberikan terobosan-

Khayam, ia seorang pengarangyang bisa


memadukan'.pikiran dan perasaan yang

Mengapa pada tahun 1980-an tidak

terobosan baru. Tetapi, karena pe-

ngarang

banyak beban
pertimbangan

dituangkannya dalam bentuk karya


sastra. Dan ia terus menulis, tidak
ngrundel terus. Ini yang tidak kelihatan

dalam penKelihatannya
banyak orang
yang malas
untuk
mendokumentasikan
karya sastra
di koran dan majalah.
Kita menunggu
HB Yassin kedua.

pada pengarang muda sekarang.


Sebetulnya kalau kita berharap pada

akan munculnya pengarang- pengarang


muda itu ada. Saya kira pengarang muda

yang meraih hadiah dari majalah


sarinah, ia mempunyai potensi. Nah,
kemudian selama satuminggu diberi penataran-penataran. Tetapi bukan untuk

DICK HARTCKO

diberi kesempatan untuk menulis, lantas


dibicarakan, saling diperbincangkan. Ini
kira carayangpaling tepat. Seperti

Masalah penerbitan, penerbit yang


bersungeuh-sungguh terhadap sastra
memang sedikit sekali. Kita memang
mengharapkan uluran tangan dari

penerbit untuk menerbitkan buku-buku


sastra. Kendati buku itu tidak laris,
sebenarnya penerbit bisa menyiasati
dengan perimbangan diberbagai sektor.
Sektor yang lemah diimbangi dengan

sektor vang kuat Jadi tidak hanya

Mengapa

na karya sastra

Memang seorang Korie Lalun Rampan

itu potensial sekali, namun dia belum


memadai seperti H.B. Jassin. Jassin itu
mempunyai latar belakang pengetahuan
dan pendidikan yang sangat luas, kalau
Korie saya kira masih kurang.

Bagaimanakah wujud HB. Jassin


kedua? Uaitu seseorang yang memiliki
rasa terhadap sastra Indonesia, dan
mempunyai kemampuan diri untuk memihak. Sehingga ia bisa muncul menjadi
seorang pembina dan pengarang sastra.

Ini

merupakan proses pertumbuhan

yang alami. Tidak bisa dispesifikasikan.


Ya, kita musti menunggu kapan muncul
H.B. Jassin baru.

mengandalkan satu sektor saja.


Seharusnya penerbit seperti Balai
Pustaka mau turun mencari pengarang-

itu tidak bisa


hadir sendiri- an. Kalau kar- ya sastra
tidak diterbitkan, ia akan menjadi
manuskrip saja. Hanya ada di dalam
disket, tidak bisa kemana-mana
Penerbit sekarang tentu memper-

hitungkan laku-tidaknya karya itu bila


diterbitkan. Tidak seperti dulu, laku-

jualnya di masyarakat, itu tidak


berpengaruh. Kalau kita lihat pada
Pusat Dokumentasi HB. Jassin, kita
akan tahu berapa buah "Siti Nurbaya" di
terbitkan. "Siti Nurbaya" diterbitkan pertama kali hanya beberapa buah saja. Iru
rugi, memang. Di seluruh dunia, yang
namanya penerbitan karva sastra selalu

I
$
l

begitu. Lantas, mengapa mereka bisa


hidup, itu karena sokongan dana dari
pemerintah. Dulu, penerbit sepertiBalai

PERGESERAN

Pustaka men- dapat dukungan dana dari

pengarang muda yang berbakat, yang


muncul di koran-koran atau majalah. Ini
/ran sebetulnya bisa dijadikan modal
untuk menerbitkan buku karva sastra

Qejak tahun 1980-an, saya kira belum


LJmuncul hal-hal yang baru dalam

sekarang apa?

yang bermutu.

karya sastra" Tidak seperti perkembang-

hebat dalam kehidupan sastra. Balai


Pustaka hidupnya kembang-kempis.
Untuk bisa bertahan hidup, ia mulai
menampung buku-buku proyek dari

pemerintah Belanda, untuk menerbitkan buku-buku yangbermutu. Tetapi,

Begitu juga dengan para kritikus.


Kalau seseorang merasa terpanggil

baya", misalnya, berani menarvarkan

untuk menjadi seorang.kritikus sastra


seharusnya mau turun tahta. Ia harus

pergeseran kondep pandangan dari


pengarang-pengarang yang berpola

aa

2'

bagainya.

jadi beban pertimbangan pengarang. Kare-

saya

hanya beberapa orang saja. Yaitu orang


yane konsisten terhadap dunia sastra.

timbangan pe-

nerbit, tuntutan kebutuhan,


politis dan sepenerbit men-

mendengarkan ceramah-ceramah. Ia

10 tahun yang lalu, pernah diadakan


suatu penataran penulis-penulis muda di
puncak, yang ikut sekitar dua puluh
pengarang muda. Ya tidak semuanya
yang menjadi pengarang unggul, tetapi

ciptaan karya
sastranya. Per-

an

sastra di tahun 1920-an. "Siti Nur-

Sekarang terjadi pergeseran yang


I

pemerintah. Pustaka Jaya, yang menjadi

HAYAMWURUK, No.2 Th. YII/1992

t_

jaminan penerbitan karya-karya sastra


bermutu pun sulit bertahan. Sebetulnya
ada juga penerbit obor (Yayasan Obor,
Red.), tetapi ia lebih banyak menerbitkan karya-karya terjemahan, seperti
puisi-puisi Afganistan.

Begitu pula yang terjadi dengan


majalah Hoison, yang menjadi standar
karya sastra bermutu, sekarang juga
mengalami pergeseran. Dia sudah tidak
berdayh lagi. Kendati mendapai subsidi
dari Tempo, hidupnya kembang kempis.

Eoison memang masih terbit, tetapi

dukkan karya itu pada proporsi yarg


sebenarnva. Kita tidak bisa menilai seberapa dasyat karya itu, karena untuk berembug membahas karya itu sudah keta-

kutaa dulu. Ini sebenarnya merupakan


kerugian besar bagi kita. Pemerintahpun
juga rugi, karena pelarangan kesenian
itu merupakan pemiskinan kebudayaan.
Dari sisi kreativitas pun hal itu tidak

mendukung, karena yang dibutuhkan


pertama bagi kreativitas adalah imajinasi. Kalau berimajinasi sudah'takut;
lalu bagaimana? Ini yang terpenting.

misinya sudah tidak jelas lagi.

Jadi, masalahnya, bukan hanya

Orang-orang seperti Danarto, Putu

Wijaya, Budi Darma sekarang lebih


senang mengirimkan karyanya ke
koran-koran, dari pada ke Hoisgn.
Karena apa, memasukkan karya ke
Hoison, orang harus menunggu,s,ampai
tiga bulan. Dan itupunbelum tentu kalau

dimuat.

Di samping itu

honornya juga

berani-tidaknya pengarang melakukan


terobosan-terobosan baru. Apalagi, sekarang, pengarang-pengarang dituntut
kebutuhan-kebutuhan hidup. Sehingga,
kesibukan yang,lebih memukau rdari
pada memikirkan karya sastra.
Kalau saja, pengarang itu bisa hidup

Rp 25 ribu.

Jadi sekarang, memang


geseran hebat,

lagi.

Belum
adanya perti

bangan-perti

Sekarang memang

misalnya, Grafiti atau Gramedia berani


menyediakan sekian juta kepada pengarang supaya meninggalkan anak istri dan
berkonsentrasi di puncak, itu mungkin
Semua itu intinya konsentrasi ko&.
Kalau ditinggal macam-macam, mbok
sampai kapan pun tak akan muncul
karya yang

bagus. . ,','.:

MASIH MUDA
bit

Saat ini ada kecenderungan pener-

enggan untuk menerbitkan karya


sastra, sebab dirasa kurang menghasilkan profit. Gejala itu waja1, men!ingat penerbit k a n lemb aga bisnis, bukan
lembaga sosial. Sehingga ketika akan

kan penelitian saya di berbagai

terjadi pergeseran
yang hebat.
Horison sudah
tidak berwibawa

penerbitan di Jarva Tengah pada taaggal


29 Aprilyang lalu, bahwa penerbit Jawa

Tengah tidak berminat menerbitkan


buku sastra. Mereka "takut" masyarakat

lagi.

mbangan po-

tidak memberikan sambutan. Mengapa?

Iitis. Pemerintah. karena


pertimt'anean
ini, bisa melarang karyakarya sastra.

DR. BA'DISUMANTO,

S.U

Karena pendidikan sastra masyarakat


masih rendah. Sejak Sekolah Dasar
sampai Sekolah Menengah Atas tidak
ada pendidikan sastra yang terprogram.

Ini menjadi serba kompleks. Lha, kena-

Seperti karya- karya Pramu- dya Ananta

Tur, yang dianggap berbau politik


-dianggap

dari karyanya, dia banyak uang, lalu


bersembunyi untuk berkonsentrasi,

pada bagian yang apa. Jadi tidak jelas.

mungkin bisa melahirkan karya sastra


yangbesar. Padahal, sekarang ini, yang
namanya kebutuhan itu banyak sekali.

Kalau.kita pilah-pilah sebenarnya tidak

Dulu orang nggak memikirkan TV,

ada karya yang merupakan agitasi

Vidio, yang macam-macam itu, tidak.

komunis.

Orang-orang seperti Sutardji


Cholzum, Danarto tidak memikirkan.
Dan untuk menciptakan karya sastra,
memerlukan waktu yang lama dan
konsentrasi penuh. Malah, Sutadji
sampai sakit mag, dan dikirimi uang
kakaknya. Dia sampai tertidur di atas

komunis. Namun yang

dana kepada pengaran untuk konsentrasi memcipta karya sastra, mungkin


akan lahir karya yang monurnental. Jadi

menerbitkan buku, ia harus menghitung


kemungkinaa buku itu laku atau tidak,
apakah dapat laba atau tidak. Berdasar-

terjadi perberwibawa

:',:r. lQlau saja, misalnya, di Indonesia


ada.badan-badan yang- per caya kepada
pengarang-pengarang lalu memberikan

mungkin, mereka terseret kesibukan-

sedikit, paling

Hoison tidak

beralasfttrn koran.

berbau

ajaran komunis itu tidak ditegaskan

Menurut beberapa orang, secara


sastra, sebetulnya karya Pramudya itu
tidak begitu baik. Tetapi di luar negeri --

yang ada kecenderungan memusuhi


(Indonesia, R ed.) ia dianggap 'Jago". Sementara di negeri sendiri, kita tidak
mempunyai kesempatan untuk mendu-

meja. Kalau Ashadi Siregar tidur ber-

HAYAIVIWU RUK, NO. 2 Th. YIII L992

pa koran dan majalah bisa menerbitkan

karya sastra? Karena karya sastra itu


ndompleng. Yang mereka jual bukan
karya sastranya, tapi koran sebagai
bisnis informasi. Seandainya tidak ada
karya sastra, koran itu tetap laku mengingat tekanannya pada berita di berbagai

rubriknya.
Nama besar pengarang belum men-

jamin karya itu bakal laku di pasaran.


Buku-buku sastra itlr lambat sekali
terjual. Oleh sebab itu ada penerbit yang

beranggapan bahwa menerbitkan


buku-buku sastra itu harus dengan
modal serep. Artinya dia mempunyai
kesadaran budaya bahwa karya itu harus

23

diterbitkan. Tanpa itu tidak bisa.

r"iiti. Itu tergantung pada keyakinan

Sayangnya penerbit seperti itu belum


banyak, masyarakat kita kanjuga belum

dan kesetiaan pengarang terhadap


profesinya. Masyarakatlah nanti yang
akan membaptisnya. Contohnya N.lI.
Dini" Dia itu tidak butuh lagi publikasi.
Wongka dungsudah mapan ko[. terbukti
dengan banyaknya tulisannya lewat

kaya. Contohnya Yayasan Obor


Indone sia. Yayasan yang disponsori oleh

Belanda itu walaupun bergerak dalam


bidang penerbitan, tapi tidak semata-

profit oiented, Persoalan cepat


laku atau tidak, itu soal nanti. Yang
mata

penerbit tertentu.
Priodisasi hanya penting sebagai

penting adalah kesadaran budaya.


Begitu juga yang terjadi pada kritik
sastra. Di Indonesia secara kuantitatif
laitik sastra maju pesat.Ini terbukti dengan banyaknya skripsi. Tapi itu masih

kajian ilmiah. Dalam kajian apresiasi


tidak ppnting. Hal ini dilakukan karena
sejarah sastra Indonesia itu panjang.

dalam

intrinsik karya sastra di mana ada perubahan lewat arus bawahnya. Walaupun
nantinya bisa, toh tidak gampang karena

ilmu sastra kita ini muda. Maka


tenaganya tentu terbatas, sementara

fakta obyeknya semakin banyak.


Ditambah lagi masyarakat terus menuntut,'Kok ilmu sastra Indonesia tidak
bicara apa-apa?' Padahal kita baru mengutak-atik untuk memapankan ilmunya
itu sendiri.
Munculnya karya sastra yang diang-

jalur akademik. Sekarang

.masalahnya kenapa

kritik sastra yang

berupa skripsi:..tidak diterbitkan? Jadi


kembali lagi kepada prinsip penerbitan
tadi.

Ilmu s,astra kita masih


muda, maka tenaganya
terbatas. Sementara
-terrlu obyektifnya
fakta
semakin
Danyak padahal kita baru
mengotak-atik untuk me
mapankan ilmunya sendiri.

Kewenangan seorang kritikus


terhadap pembaptisan karya sastra atau
pengarangnya merupakan dampak dari
suatu tradisi. Banyak yang sudah jadi
pengarang melalui orang-orang tertentu
misalnya H.B. Jassin, M.S. Hutagalung,

sehingga pengarang itu menjadi


populer. Tapi pembaptisan itu bukan
berarti dia orang yang hebat betul,
melainkan otoritas dari kritikus. Contohnya, ketika Basuki (penyair muda
Fak. Sastra Undip, .Red.) membacakan
puisinya. Bagi saya tidak mudah untuk
mengatakan bahwa ia adalah penyair

yang potensial. Saya menghargai


kepenyairannya atau menghargai
karyanya tapi saya belum bersedia
membaptis bahwa puisinya itu hebat.
Jadi seorang kritisi dalam menyatakan
otoritasnya pasti sudah punya latar
belakang yang luas dengan melihat
lsplang historis proses kreatif seseorang
yang akan dibaptisnya.

Namun sifat pembaptisan itu tidak

mutlak. Persepsi masyarakat juga ikut


menentukan. Contohnya, ketika ,4.
Theeuw membaptis karya-karya Iwan
Simatupang yang dianggapnya sebagai
pembaharu. Tapi di tengah masyarakat

karya tersebut gemanya terbatas.


Akhirnya pembaptisan yang sifatnya
mutlak merupakan dampak positif bagi
kehidupan politik saja. Masyarakat yang
akanmenilai.

Antara pembaptisan

DRS. YUDIONO, KS, SU

Orang tidak bisa melihat karya sastra itu


sekaligus, harus tahap demi tahap,
mengingat sistem akademiknya juga
begitu. Tentu saja pemotongan ini ideal-

nya berdasarkan data yang obyektif,


yakni ciri-ciri karya sastra itu sendiri.
Tapi karena pertumbuhan karya sastra
Indonesia baru setengah abad, maka

ciri-cirinya belum nampak secara


intrinsik. Lalu dimanfaatkanlah ciri-ciri
ekstrinsik seperti Sumpah Pemuda,
pengaruh Jepang, pengaruh revolusi,
dan pengaruh Gestapu. Dari sinilah
orang akan bisa menghargai dan
memahami sejarah sastra Indonesia.
Dan ini selayaknya dipopulerkan ke
masyarakat luas. Itu sebeuarnya tugas
orasng-orang fakultas Sastra, orangorang akademik yang menyebarkan
pengetahuan kepada masyarakat luas.

Sekarang ini; kita mau bikin


periodisasi tapi tidak ada peristiwa
bersejarah yang besar. Tapi kalau kita

dengan

mau, sebenarnya bisa. Angkatasn 70-an

periodisasi tidak ada relevansinya sama

itu pasti ada kalau menuruti ciri-ciri

gap monumental tidak lepas dari


sejarah. Kita tidak bisa menyatakan
bahwa karya ini monumental. Faktornya

banyak sekali, serperti faktor politis,


sosial dan karya sastra itu sendiri.
Misalnya, karya Pramudya Ananta Toer

Keluarya Geilya. Sebelum

ia dikenal

sebagai orang Lekra, Keluatga

Geilyaitu

monumental, karena di tengah revolusi


ia sanggup menulis di penjara. Bahwa
Siti Mtfioya menjadi besar, itu tidak
Iepas dari peran perpustaskaan. Wakfu
itu Balai Pustafia mempunyai cabangcabang perpustakayang tersebar di kotakota besar. Tentunya kegiatan membaca
karya sastra termasuk hiburan yang
murah. DuIu kan belum banyak televisi
maupun radio. Sedangkan koran masih

terbatas sekali peredaranrya. Wajar

kalau membaca buku merupakan


nstatusn
tersendiri. Kalaupun Slri
Nurb aya bkabertahan sampai sekarang

mungkin Marah Rusli sendiri tidak


'menyangka, apalagi sampai dibuat
sinetron.

HAYAMWURUK, No. 2 TtL YIIlf992

TrIrlE wArrs FoR

kO, ,,
rime is the system of those l:I*::f:133""11?J,T.1tiili1b.:q
efficiently and effectivet H"

i41ss2

E*']"

ryoBoDy
i
,iiitiJftTix-,rft8ro

sot ."qu"'.I.r",.;,il:;li;I,iii_*:i: :#l"Jriffiin:lJffilTfi11"ril


time doingthe righr stun
,ffiffiiTffi:1?ffi;ffx
r**\odoubtatall,itmustbeugly. indefinite
rj"l*:: ::,y"::"tf:*:i
1E[{
uod
ayrir"i 1*il"ftare
;::i;T'#r"Jffi;ffff;:1T"r$
nmffi r"#
"oniinu"rl
jlX"-.; on-e anorher. rime
;;_:l:,fffanyadvantages.you,rknow
dms this exam, ,fl"1,"
we (I and my ::*J,1"^l_yr*::^:Tlil::;"rF
can u" ,*"r.oo"I-i] :Hff::ililffiffilffj.I:|,X*#
rodav is execution dav.

weotfmlingaround,

Iookingfor the succesive occurances of anv' . ,, ,,-^ .*,..^


-^,--^_
rff
:-;J?Ji
;"j:r#
ni; Exri's at
#;I'J'H:I:
ff n:'s##:'
Mr. conneqls hand- ihe
# :::]i,
::*
civilizations
of *'" rta"ai,"'.'#"i
"'"",* T#+tTl.
i?"il ?.ll :::tH;:lSH:i
;:XT
lc cnffmiog face at ''The Hunr for region followed
the custom of a;"iAi"g ;;;::*"rouwillbebutbeaqualified

rH

r.:f

,YmI.Tj,}H:
*::-,
m us hiendishouse
th;frr:"'

ffi;;
D

:ld

g,._r*1,i,i8 ;l'.'Jn;",t be a Brockhead! rhat,s a


Ir"ffiff;,?'ffJ::-:'"H:i:Uliil;':?
B[.i:.ff1,,,?H,,:,1#i"fl1]fit
';:,:lq;
a:r exciting
but arso
pj.ojj,:g-l:rda/ishtand

,Tffiil:::iXilli"fillit*r""""".:::

:1;,,.iUEt:[1r.,f:ff;';: ti*jil:.n.I,,"itf *T*::,},;l

A frieud picked me up and ask me


/', shoppirg (franklr it,s just a

crem.a.

Jsr

uqr f4Jl9?
I went to a departement store with
my friends. What exactly we were

'.'l" I

"Holyshit!!" I yelled in a shock. I


stafted at my diary and couldn.t even

payrng my attention). I was daydreaming

when suddenly I heard beauiifut son{


Thelyricswas about time and sungbythi
lat-e--Mr.
|lercury. I listened ,E.y
refully and felt shame on me. Wtraiaia"u-t
'do
with my time? All at once this question came into my mind and I cduidn,t

answer

it. I still didn,t get the right

an'swer but then

saw my encyclopedia.

picked it then opened it and siarted


looking for the definition of time. Bingo!
There it was.

PRIMASTUTI HANDAYANI

division of the day into

Zl";;;il

It will, help you in ttre

tuture. Still remember "The Dead poets


Society?" Remember about Carpe
fiem] Seize rhe Day! Do what you can
do today! Just remember, time ii one
of
Go{,s.., gifts. It depends on you how to

use rr.'',

At rhar time I just smiled and

mumbled (in my hearth) ,,Oh,-anorher


bullshit again! It,s always easiersaid than
done! "But then I started thinking about
all this words. I took a long Urea'tn anj

;'.il:1,iilx'Jf'*:Hi?;,:fri*t
-

|:JJf zu''-wr,rl

conrinuousry
"r,u,g[|";fl:
astronomer Hipparcius
introduced

it on and listened to it (without

looking for? Nothing! We juit wanted to


fool around and stoped at Japan Corner.
Then we went to a cinema and watched
"A Kiss Before Dyrng".

turned

.of the crop! Raho yoat

capabilities!!

fifuigpirg, cause s were broke).


ne b-rd trunch in a Cafe before qle
X-T*g home ar 6 p... Luckr.,
md Dtd s?req't at homE.

shut my mouth. I felt so horrible when I


realized that I speut most of my time by
having fun. nut then I wond.rid,"Who
cares? I'm still young and shouldn,t
stop having fun."
Ipicked a cassette, put it on mytape,

;;*,'il"o:"."spectabre. rrusr me! rt

l;"rv

Ij"cided

il]i

to-change my life, I took a

vow that I would use my time as good


as
possrDle to make my self qualified

This procedure was adopted later bv


(by
crossingmvfinger).Godkniwhowhard
Ptolemy, who atso t;triil; ;h;'Ji
divisionsof

hoursinto60minut;il;;

I,ve tried, but

if couldn,t keep my

promise? W.eIt.,... tife goes on arO


minures inro 60 r".onar. t,
ti_e
watts
to-r nobody.It's all up to me! Big
theuseoftemporalhoursprevaileduntii
thanks.for vou Freddie, I'llnever regreT
the L4th
__ -.^
for
"rrtury,
loving you (your song I mean).
mechanical clocks we.e
. I still couldn.t understand why they
Tine waits for nobodu
didn't they divide a day into 30 hours so
Time waits' for no i*'.
we still have 6 extra hours to have some
V! alt must phn ou, hoiis
iigri;r',
fun. Why should 24 hours a day? It.s uot
Or we'll hsai no more futurc "at ai,
enough for me!
Because time waits
for rubody.......
I lay on my bed, tried to take a nap
but this matter came into my mind and

o;;;;;;ltf;:

;h;; ;h;;;; ".


;;".

..

drove me nuts!!

All of iudden, I

remembered someone who was and is

Penulis adalah Mahasiswa Fakultas


Sastra
Undip, Jurusan Sastra Inggris Angk. 1989

HAYAMWURUK, No.2 Th. VII/1992


?,5
- .il

UPPROOTED GENERATIOI\
a rfrulisan sederhana

r I ini
I
o

berangkat
{ dari sebuah pertanyaan yang terus
'!merusuhi" benak
saya beberapa waktu

ini, yakni tentang


asal-usul akar budaya saya. Masalahnya
begini. Saya lahir di

Medan dari orang


tua -kebetulan- bersuku Batak (secara
genealogis maka
saya Batak pula),

besar di.Iakarta,
hingga terakhir nasib

A. K. FADWANI LUBIS
semua itu bukan suatu apa.

mendamparkan saya
ke Semarang. Sepintas ada kesan baLwa

Namun ada sesuatu yang berubah. Nilai budaya Batak

-yang seharusnya diwariskan--tak pernah saya terim;. Begitu


pula nilai Jakarta, apalagi nilai Jawa. Ditengal-tengah aksiJma

manusia sebagai pendukung kebudayaan, saya juitru merasa


terlepas dari keterikatan akar budaya. Atau, siya yang agaknya
terlampau bloon wfiuk memenuhi arti penuh sebuah akar
budaya pun. Lantas akar mana yang boleh (:harus) sayatryemi?
Meski tak kenal persis mahluknya seperti apa, saya memilih
untuk mendukung kebudayaan Indonesia.
Ketika harus berangkat ke Semarang di penghujung g0.an,
saya berasumsi akan bertemu orang-orang Jawa yang masih
"lengkap" dengan warna budaya yang masih lekat dan pekat,
serta selalu bangga pada kebudayaannya yang adilihung.

Ternyata asumsi itu musti di daur-ulang. Bagaimana tidak?


Bila kemudian saya bertemu dengan paimin dan pariyem yang
tak lagi mengenal ha-na-ca-ra-ka, (meski tak seiuruhnyl
benar), Lientje dan Samuel i'ang -seharusnya ya bukan
Menado, Midun dan Siti yang tak ketahuan lagi.padangnya.
Atau Ucok yang Iahir di pekalongan dan Manuhrtu yurrg 6'.iu,
di Purwakarta, misalnya.

.. Tentu saja saya boleh menuduh bahwa faktor iklim,


lingkungan, gen dan sederetan lain sebagai stimulan

munculnya up rooted generation. Tapi agakaya hal ini bukanlah


sesuatu yang determinis. Karena sedekat apapun, masih
saja
ada berbagai-variasi yang lepas dari situ.^ai, pikiran saya
terlalu berandai. andai dan naif!
. - Suy? lebih berpaling pada saru kara yang menjadi trend
dalam abad ini: globalisasi. Saya sedikit menaiuh curiga pada
globalisasi sebagai unsur penting pembenruk generasi
baru ini.

Yang telah mernbuka katup-katup keterisingan seluruh

penjuru bumi, yang r.nerobohkin pagir-pagar pembatas


antara
satu. dengan yang lain. Dan ,,menghumbaiangkan" sekian
teori-teori usang tentang kehidupan.
Dalam masyarakat yang semakin majemuk ini, saya masih

mereka-reka.tentang eksistensi ikatan p.imordiai seraya


menghitung-hitung seberapa jauh ikatan itu akan teiap
ber_
tahan..Agaknya persoalan tak lagi sederhana seperti semula.
Tiba-tiba saya teringat pada ajian The Borderless Wortd milik
Ohmae. Sekalipun jauh bersimpang, tapi fenomena inikahyang
dia maksud?
Indonesia pun (nampaknya) semakin tak terbatas.

Penulis adalah anggota kelompok study KIBAR


Semula adalah makalah pada forum pertem'uan ketompok
studi KIBAR
FS-UNDIP, 18 September 1991.

HAYAI{\IURUK

No. 2 Th. VrI/r992

kan banyak variabel-variabel untuk


mendukung kreativitas baru. Variabel

itu:'misalnya struktur masyarakat.


Struktur ini akan memberikan peluang
bagi orang yang kreatif. Dulu sastra kita

adi luhung, bahasanya indah-indah,


lantas terjadi pemberontakan. Muncul
sastra yang menggugat, sastra yang
menjungkirbalikkan tata bahasa, seperti
apayang dilakukan Sutardji, atau sastra
yang menjungkirbalikkan tata krama,
rnisalnya puisi-puisi F. Rahardi. Bahasa
sastra kita tidak halus lagi, spesifik,
buram penuh kekasaran, istilah "tahi
kucing" bisa masuk sajak. Kalau dulu
tidak pernah adayangs'eperti itu.
Kondisi semacam itu ientu tidak bisa

disebut kemajuan. Hanya saja karena


dalam situasi laten" Situasi semacam itu
akan membentuk strukturbaru. Dan jus-

tru "struktur ini memberikan kemungkinan-kemungkinan bagi orang-orang


baru untuk muncul." tandas Darmanto.
Agaknya, lontaran Darmanto cukup
memtrerikan jawaban terhadap kepesi-

m'mKom

bukan berarti tanpa kendala. Keber-

Akhir-akhir ini kehidupan sastra mengalami masa surut. Karya saska


dan sasffawan besar belum begitu nampak. Sementara itu ada kecen

kat cuktip menciptakan problem bagi


pernunculan sastrawan-sastrawan

nomnma

derungan semakin banyak media yang dapat meniunpung karya


sastra, seperti koran dan media elektronik.
Bagaimanakah prospek sastra dengan adanya media seperti itu?
Hal,arrtu,trak menugaskan Siti Istimaah, S. Surati, M.Fanani,
Supril'atna, menemui Drs. Damanto Yatman S.U, Drs. Agus Maladi
Irianto,Hzurdry TM, Ir. Bambang Supranoto
membahas rnaszilah tersebut.

Knl,
il1:T*Hi::f*i*fi
yang

besar
muncul dari kalangan
penulis-penulis muda. menurut Drs.
Darmanto Jatman itu merupakan
bagian dari perkembangan sastra. Jadi,
tidaklah patut untuk disesali. Dalam
perkembangan kebudayaan selalu
terjadi begitu, ada maju, mundur, juga
masa istirahat. Kebudayaan Cina, rnisal-

nya, dulu pernah mencapai kejayaan,

sI

!,l tluT,frI,N .ta

2 .D. Wl/1992

tetapi pernah diduduki bangsa Mongol,

kemudian diserbu bangsa Mansuria.


Bahkan kebudayaan yang tresar pun ada

yang musnah sama sekali, seperti


Kebudayaan Astek dan Babilonia di
Mesir. Sehingga kondisi yang terjadi
dalam dunia sastra tidak perlu dikhawatirkan, kalau memang orang itu tahu
sejarah kebudayaan. Menurgtnya hal itu
sifatnya lal"en.
Dalam kondisi seperti itu, dibutuh-

misan masyarakat sastra kita. Namun


adaan karya sastra yang selalu bertautan
dengan penerbit, kritikus dan rnasyara-

muda.

Menurut Drs. Agus Maladi lrianto,


Staf Pengajar FS Undip, pengakuan
eksistensi sastrawan yang pdling tepat
kalau karya itu dipublikasikan dalam
bentuk buku. Seperti pada periode Balai

Pustaka, Fujangga Baru, periode 45,


merelda diakui dan ditandai sampai
sekarang, karena mereka menerbitkan
buku. Ini lain sekali dengan periode 66
ke atas. Kendati prosentasenya lebih banyak, mereka tidak diperhatilan, karena
mereka asyik menulis di koran- koran.
Namun, pemimpin Teater Waktu
yang juga Redaktur Sastra Budaya
Harian Sore Wawasaniru juga mengakui
kalau,penerbitan buku sangat sulit. Ini
berkaitan dengan nil

ai j ual.

Tingkat baca

masyarakat Indonesia masih rendah


sehingga uilai jual sastra kecil. Semeu
tara itu, penerbit mempunyai orientasi
bisnis. Bisnis ituiah yang paling utama
untuk menopang kelangsungan penerbitannya.

.fjffi
rubrik sastra di koran 5 atau 10 tahun
mendatang bisa hilang.
Seolah menguatkan prediksi Agus
Maladi, Handri TIr{ mengatakan kalau
berdasarkan riset yang dilakukan Suara

Merdeka sastra menduduki ranking


yang kurang penting. Ia kurang diminfi
masyarakat. Padahal, untuk saat ini lebih

mementingkan produk yang berorientasi pada selera masyarakat. Adapun ciri


masyarakat di negara berkernbang,
cenderung mengarah pada industrialisasi dan pemenuhan kebutuhan ekoDRS. DARMANTO JATMAN, S.U.

Untuk itulah, publikasi yang paling


mudah ditempuh adalah melalui koran.

Di

samping

jalur birokrasinya lebih

mudah, editing dll. juga tidak terlalu


berbelit-belit, informasinya juga lebih
cepat sampai pada masyarakat.

Adanya rnedia koran, menurut Ir.


Bambang Supranoto, memang sangatlah menggembirakan. Dari segi kuantitas, banyak sastrawan- sastrawan muda
yang muncul. Hanya saja karena. media
yang dipakai sangat terbatas pemun-

culannya tiduik begitu menonjol. Dari


tahun ke tahun tidak ada perkembangan
media sastra. Sementara kuanLiLas
pengarang semakin bertambah. Kondisi

ini

menyebabkan [ingkat persaingan


antar sastrawan semakin tinggi. Sehirigga frekuensi kemunculan sastrawan
semakin kecil." kata mantan Rqdaktur
Budaya Hariar Kartika itu.

Ini berbeda kalau

norni. Sehingga berita berita yang diang-

kat berkisar pada permasalahan-permasalah yang praktis seperi masaiah


ekonomi, politik, olahraga. Sedangkan
masalah-masalah filosofis, sekarang ini
justru dikejar oleh negara.negara maju.
Mereka ingin menggali kembali nilainilai dasar manusia, tentang kebudayaan, filsafat. Tetapi, di negara berkembang, target penjualan sastra sangat

kecil. Sehingga, "Sebenarnya rubrik

.koran

beberapa
tetapi jumlah sastrawannya juga sedikit, sehin_qga peluang

mereka untuk tampil lebih besar.


Sekara-ng ini medianya cenderung tetap.

:,

tempat. Hanra saja, sekarang ini


lahannr a s:Jang tidak menguntungkan.
Dari s:-l bisnis, menurut Darmanto

Jatman. sastra justru sangat meng-

untungkan. hi kalau orang sudah tahu


manajemen kcran justru memasukkan
sastra. Kalau s:kirang koran membuka
18 halaman. sup3\'a mencari isinya
mudah, sastra dimasukkan. Ruang itu
berharga sekali kalau diisi iklan. Kalau
saja iklannva masuk senrua keuntungan

semakin banvak, \amun, jika iklan


kurang,.untuk m:ngisi dengan tulisan

yang banvak dibaca orang sulit,


disamping juea mahal. Dan yang paling
gampang, sastra dimasukkan. "Koran-

luyuE udruk iru.r,'


kataDr. Farouk H.T. Perbincangan L"ukmanul Hakim
d* E tr*gloro den_san sraf perr[ajar Sasna Indonesia
F.S. UGM iru dapat anda simak berikut ini.

, tradisi sasfra kita sekarang ini


sudah ketirggalan zaruan. Secara estetis

pengarang tidak bisa rneneror orang


untuk kontemplasi. Dilihat dari temi
yang diangkat dan cara pengungkap-

Kenvatan itu juga diakui Agus lvlaladi dan Handri TIi{, Redaktur Budaya
Harian Suara Merdeka. Agus N{aladi
melihat pemuatan rubrik sastra budaya

karya-karya yang ada di majalah tahun

kemungkinan dalam kondisi masyarakat


yang kurang mencintai sastra, rubrik-

sebetulnr a s:stra bukan tidak mendapat

. " Fryullus Sry{3gimang behul

a&nya, cerpe,n-terpen yang ada di koran-

karena pertimbangan bisnis. Dan ada

nya sans3i :nak sekali. Di sini jelas

Konon, Fakuitas Sastra bertujuan mengarahkan lurusannya sebagai


ahli sasrrdkritikus sastra, retapi-sampai saat ini sedikit s6t<aU yaig

Dan kalau diperhatikan porsi sastra di


koran-koran juga kecil.

hanya sebagai selingan saja, bukan

iklan-ik-1an. Baei pembuatan copy write


oleh orang \ 3ns mengerti sastra bahasa-

FAK. $ASTRA TAK LAYAK

dibandingkan

dengan kehidupan sastra zaman df,lu. Di


tahun 1970-an, kendati media yang ada
hanva Horison, Budava Djava, Basis dan

sastra di koran hanya sebagai balas


budi. kata Handri TM.
Untuk skill. menurut Handri sastra
sangat bermanfaat, misalnya produk

koran sekarang harapir rsama dengan


1950-an

Ada kecenderungan komersial yang


menghinggapi pengarang. Ia dipacu

untuk,,rneuiqgkatkaa produktivitaS
karya. Dengan demikian mereka tidak
reflektif lagi, mereka bekerja secara
otomatis saja. Sehingga pembaca tidak
.m1ad3Fa!]knn.qp3-a$a, Untuk

i* @h:

inovasi-inavasi baru, menqenai cara


pengurrgktpannva, I uJiti masalah
i'ang dianekar. s3lxr.
Scbenarnr,a inorasi-inovasi

itu

su-

dah ada, misalnva karya-karya Mira


Sato, Seno Gumiro Aji,Darma, Putu
Wijaya, Kurnia Dh, yang soring ada di
Kompas, itu merupakan karya yang
inovatif krearif..
Namun, karya-karya semacam itu
juga tergantung pada koran yang
bersa:rgkutan. Tidak hanya pengarang
saja. Kendati itu karya bermutu bisa saja
ditolak. Sebenarnyh ada juga redaktur
koran yang idealis, tetapi pemilik modal
juga mempunyai kekuasaan- uutuk me-

HAYAMWURUK.

\o.2

Th. VII/1992

koran yang bermutu justru membuka

masa yang laten. Pada masa itu, kelihat-.

yang sudah mempunyai nama, lebih

rubrik sastra, seperti Jawa Pos sekarang


ini juga membuka rubrik sastra. Kalau
sekarang banyak rubrik sastra yang
dihilnagftnq itu kan koran-koran yang
nggak mutu." kata Darmanto.
Lebih lanjut ia mengatakan, fenomena sastra koran berkaitan dengan
adanya kondisi laten yang terjadi pada

anuya tidak terjadi perkembangan


apa-apa. Padahal justru masa itulah
terjadi proses-proses yang mendasar

besar nilaijualnya.

untuk maju.

Redaktur sedapat mungkin memenuhi

saat ini. Sastra koran memberikan


bangun kuantitatif, yang pada akhirnya
karya-karya yang bagus akan dikumpul-

kan menjadi buku. Dan dikelompokkelompokkan, ada yang sastra pop,


sastra serius. Jadi, Sekarang ini baru
terj adi kemungkinan-kemungkinan
baru. Pengarang seperti Dwianto
Setyawan atau Hilman, kebanYakan
orang belum mengenal, sekarang ini
mereka membuka kemungkinan-kemungkinan baru. "Nah, panennya besok.

Panen itu kau proses pemasakan


budaya." tegasnya sambil merrgistilahkan dengan masa remaja. Remaja itu

vl
,*

selera masyarakat pembaca. Sehingga


Subjektivitas redaktur

universalitas juga membelenggu

kerangka pemikiran redaktur.

Pemuatan karya sastra di korankoran tentu tidak mungkin lepas dari


peran redaktur media yang bersangkutan. inijelas sangat subjektif. Subjektiv'itas redaktur ini menurut Agus Maladi

tidak mungkin dapat dihilangkan"


Iv{asing-masing redaktur mempunyai
selera dan kapasitas yang berbeda-beda.

Ukurannya pun lain, ini disebabkan


karena redaktur terbelenggu ikatanikatan nilai jual.

Adanya nilai jual yang meng-

kerangkai pemikiran redaktur ini juga

Agaknya, Bambang Supranoto


memaklumi subjektivitas redaktur.
Redaktur itu juga manusia biasa yang
banyak mempunyai keterbatasan.
Naskah yang masuk begitu banyaknya,
sehingga yang dibaca adalah- orangorang yang dikenalnya terlebih dahulu.
Dengan sendirinya kalau ruang lingkup
pandangan redaktur kecil, penulis dari
luar kota kendati sebetulnya sangat
produktif, bisa terabaikan.
"Kalau kita perhatikan, yang muncul
di Horison hanya orang itu- itu saja. Di

sastrawan.sastrawan baru. Karena ia


juga mempertimbangkan nama. Orang

ssuatu yang lain. Bukan hanya duit


kita lihat' nisalaya di',
Ko4paq ia mendirikar yayasatr-yayasan
non profiL Nah, di sirulah sastra masuk.
JadL iru mupakan proses. Kita tidak

',i,;:ii&.fu11. Sepe*i

''l!;;;tr,,terlalubaoyak'Fa,*g..,*.a,'t';;'
ran-koran yaug baru betjua"S setengah
mati merebut publik Dan mengharap-

",',l;i::%'W#fi

baru dalam bersastra.

Iui bukan berarti

HAYAMWURUK No'

uang', kalau seperti itu bukan sastra.


Jadi, ada pengaruh-pengaruh sebeluninya, yang lepas dari konteks ideologi

atau sistem pemilikan modal seperti


setarang ini.
r,

Wawas4hu",

ur'], ,,1 ,

i,..,

;r;i: .r.i',,;
"

nya karya-karya yang dimuat di


tergantung pada redaktur. Kendati

pandangan dunia yang tingkatnya sudah

kesenangan. Kalau orang ienang

yang secqra tidak langeung berhubungan

dengan pemilik modal. Dau itu bisa

tY;r;ffi :r^rf;iff/,y111ffi

2 Th. VII/1992

ri.'

Dalaru sastra koran jelas pemuatan-

baayak redaktur yang tidak mengenyam


pendidikan{orrtral di fakultas sastra, ltu
tidak rnasatr i:,,Karena, Easalah kritik

*sig;;,::ff*, ga$|d;'i{zt
'iur ada:df'ffi*yala$-r1,ffi, ?e",W.*f
roeprofit,tl$'1,$;,,,',

suk Seandainya kita punya modal pun,


: lot,r mmdirilr*n. neae-rhitan sendirl itu

langsung mengatakan nsaya pengin

sastra sebagai
pemilik
modal.
Saya kira
corong dari
langsung,
tidak
Secara
tidak begitu.
memang ada hubungaflrya. Dalam
konteks pemilik modal ada ideologi
,:: gfiiqd*,, t

modal. Tetapi, itu bukan ber,ar{i jela$,1' !


u
karena alian tetap ada sotisfikiist.litelal ," 'II
dan ideologi dalam karya sastra.'r r -:l II
Sebetulnya, memaog tidak ada karya '
sastra yang terlepas dari pemilik modal. 'i.
Eatah pemilik modal itu raja atau
kapitalis. Hanya saja, hubungan itu ada
kesenjangan yaog sangat jalh. Kalau
orang menginginkan uang, tidak bisa

pakan pengalaman mental, yang sesung-

guhnyi mengkondisikan terbentuktrya


proses keativitas.
Jadi ketika sastrawan sudah tidak
dipayungi lagi oleh laja-raja, mereka
akan mempunyai ketergantungan
kepada para pemilik mOdal. Datam
seperti ini akan memunculkan
kondisi
a tersebut *"t,npri",
, wt*;
karya-karya yang berleda. Dengan
kan media profit.
ada proses elaborasi baru
Namurt*#$.hry,pnxas,$tatuketi;, demikian
dalam pandangan dunia dan ekspresi

Kompas Afrisal Malna yang keluar


terus, sedangkan penulis lainjarang. Ini
bisa mungkin memang \dia itu penulis

menjadi kendala bagi munculnya

mendapatkan tautan$an. Keteganganketegangan yang terjadi dalam upaya


menyebarkan karya sastra, justru meru-

ka pemilili modal itu akan'membutuhkan

Untuk karya-karya yang bersifat


eksperimental pun sulit diterima.

Sebenarnya munculnya kecenderungan seperti itu berkaitan dengan


inovasi-inovasi penyajian karya sastra.
Karena dari segi kreativitas pengarang

i:.

sastra tidak hanya persoalan teori saja,


tetapi menyangkut wawasan, terufama
membaca liarya-kana sastra yang

bai\

dibandingkan dengan Nirwan Dewantq


kendati hukan dari fakultas sastra, akan
lebih baik {ia wawasannya.

29

]:
I

r
SUARAMERDEKA

DRS. AGUS

MALAGI IRIANTO

IR. BAMBANG SUPRANOTO

HANDRY TM

yang bagus. Tetapi tidak menutup


kemungkinan karena redaktur mengeRalnya." katanya. Selanjutnya ia yakin,
kalau sebuah karya sastra itu memang
benar-benar bagus akhirnya akan

Karena karya semacam itu, dalam cita

muncul juga. menurut ukuran siapa saja.


Menanggapi karya-karya ekspe-

pengarang tersebut menbuat karya yang

rasa tertentu terkesan main-main.


Sebenarnya karya demikian tantangan
teknisnya sangat keci1, dibanding
dengan yang konvensional. Bisa jadi
neko-ncko, karena sebetulnya tidak
dapat membuat tulisan dengan baik. Ini

rimental dari pengarang-pengarang

yang secara indiridual sudah mumpuni.


Seperti misalnva Putu Wijaya, pada
awalnya membuat karl,a yang konvensional, misalnya Bila N1alam Bertambah

Malam, setelah eksis,ia baru menciptakan kary,3 inovu,'f eksperimental.


Menurutnl'a, eksperimentasi karya
sastra dimanfaatkan oleh orang supaya

muda, Bambang Supranoto menganggap wajar saja, bila hal itu diragukan.

lain sekali kalau keberangkatannya

bisa mengeksiskan diri, dengan karyanya

diawali dengan kemapanan karya yang

ia dihargai dan dihormati. Untuk itu ia

," " r,'i,Oiangyang.rnernprrrryai seleratin$i


,itti tidak harus me.lalui pendidikan
-.:fotmal.

,'sas,tr rnntih banyak yang berani

sastr;a belum berani- n*smtlriikan

mengatakan baik dan buruknya kar1,a


sastra, walaupun mengatakannya ya di

penilaian suatu karya. Kalau tidak ada


Jassin, lalu siapa yang akan mem,babtis
karya-karya baru? ..,, ,..
,-, ' .

,,.'

',

Tidak harus. Jadi kalau iekaraog


kebanyakan redaktur sastra di koran bu]
kan dari fakultas sastra, tidak masalah.
sampai sekarang, dari kalangan
fakultas sastra, iidak ada keberanian
untuk menilai suatu karya iastra itu baik
dan merupakan. Afaknya, semua masih
tergantung pada H.B. Jassin. Nah, itulah
kelemahan orang-oratrg dari fakultas
sastra. Terus terang saja, kalau menurut
saya, di manapun mereka itu belum

layak udiik :meagatakan'lni*aiy.a

','"i'

dalam kelas saja.

,,,. 'Fadhha,l; kalau kita lihat, dari fakultas sastra banyak dosen 5'ang bergilai St, yarrg mustinya secara teoritis
lebih maju. Dan disitu juga diajarkan
,ltfitik $e$tra yang mrnilai baik buruk,

nya karya sastia.

Ya, memang sekarang ini, banl,ak


sekali teori, dan setiap teori memihki

bagus, inisualu hal yang baru* Itutilum


layak. Saya sendiri belum beraui untuk

kr,ltcqiasistem penilaian sendiri. Nah itu

itir, kareaa'mya mempunvai imperioritas


dalam arti waw*saa.Kalau saya meuulis
paling hanya idterpretatif saja. Saya angtg"p saya memalg.fuElum mampu. Kare",,
' ,,ra ada x'ilayafiyarybelum sayajelbjahi,
"
yaitu membaca novel-novel dunia.

Jadi, kalau mau mengatakan baik


dan''butuk itu nresurut teori siapa dulu?
Mcnurut teori ini karya sastra ini baik,
tetapi rncrrtrut teori yang Iain jclck
Merrurut saya, seorang kritikus itu
haru.s mempunyai kepercvavaan diri.
Dari jugd'harus bertni memilih bahwa
teori ini harus dipakai. Itu yang penring.
Memaugdat'i.fakultas Sastra hal itu agak

''
..

Jadikalahdenganpengamatdiluar
tastra?

tidak gampang.

susah.

Ya,karena itu bukan hanya masalah

teori tetapi

wawasan. Jadi kita harus


mengaqah intuisi, baru justmau. Seberyrnya dari katangan sisatra (fakultas

" Ya, sebemrnya ada kritikus yartg


beiani, sep:eiti.,Urnar Junus, Prihaimi
(Dra. T.H. Sri Rahayu Prihatmi, ed.), itu
juga brcrani untuk justman, ini baik, itu

buruk. Tetapi, persoalannya, orang


percaya atau tidak, t<ao Uegitu. fassin
berani mengatakan begitu karena dia
dipcrcaya. Kalau orang tidak dipercaya,
lantas berbicara macam-macam, nanti
orang menycbutnya sebagai "Don Kisot",
hidup dalam khayalan. Ja<Jivang penting
membangun kepcrcavarn prda masyara-kat.

Jadi, bagaimana dengarr,'lpengi"


jaran di fakultas sastra'sendiri? , '
,',,
Saya sendiri sebagai doseu tidak
berharap banyak dari fakultac,shStra,
Dari segi kapasitas mahasiswar.kita tid[k.
usah muluk-muluk menciptakan sarjana

:l

Jadi sementara ini kita masih


mengandalkan H.!. Jassin sebagai
patokan. Sedangkan dari fakultas

yang nantinya menjadi kritikus yang


berwibawa. Saya tidak rn.*puryul
harapan. Terus terang saja, kapasitas
mahasiswa sastra memang rendah.

HAYAI{WURUK, No. 2 Th. \TI11992

l
)

harus dicoba totalitas kreasinya. Dan

menutup kemungkinan ia akan seperti


pertunjukan Michel Jackson. Hanya
saja, kalau karyanya memang rendah
Iantas diekspos besar-besaran malah
akan menjatuhkan kewibawaan pem-

salah satu saringan untuk membuktikan

kesungguhannya adalah kemampuan


mengatasi tantangan waktu. Seandainya

eksperimentasinya tidak diterima oleh


masyarakat, lantas ia berhenii, itu ber-

arti hanya main-main saja.

baptis.

f'Kalau

Konsumen harus dibebaskan untuk


menentukan seleranya. Masalah nanti-

nya konsumen salah; itu sejarah yang


akan membuktikan. Banyak orang dihargai setelah ia meninggil. Seperti*Van
Gogh, misalnya."

bigus, tetapi karena Rendra sudah

eksperimental dari penulis-penulis baru

punya nama, karya itu ikut juga menjadi


pembicaraan kritikus.
Kondisi saat ini, dalam pandangannya, budaya publisitas, dalam arti kritik

naskah satu-dua kalimat saja. Sehingga


masalah kualitas ia tidak bisa benar-

benar pbjektif. "Kadang-kadang ada

Keterlibatan Kritikus

sebagai kritikus, sastrawan mempunyai


kewibawaan sebagai seorang sastrawan.
Ini harus dijaga." tegasnya
Menandaskan adanya pembabtisan
Bambang Supranoto menginggap sahsah saja..Nainun dalam pembabtisan
yang ideal, se6rang yang dibabtis harus

penting. Kalau sebuah karya karya


pendatang baru dibicarakan orang besar

nantinya akan terangkat. Ketergan-

para kritikus. Misalnya,"Nirwan Dewanto, saya tidak yakin kalau dia tidak
dibesarkan Umar Kiyam. Sebetulnya

tungaa semacam

tentrinya tidak menunmbuhkembangkan


-kehidupan karya
sastra. Untuk itu Agus

Maladi menganggap perlunya perubahan kondisi. " Mulailah masing'masing mempunyai kewibawian.
Kritikus mempunyai kewibawaan

Peran kritikus terhadap eksistensi

sastra,belum benar-benar tercipta.


antara kritisi dan penulis, seringkali
justru saling bantai membantai. Hal ini

karya yang bagus, tetapi namanya tidak


dikenal ia dapat tersisih oleh nama yang
sering muncul."

sastrawan, menurutAgus Maladi, sangat

i
i

yang dulu sebetulnya banyak yang tidak

Bagi Handry, kalau ada karya

Dan seringkali ia hanya membaca

ini

dipengaruhi oleh

Sebetulnya kritikus itu penting,


kalau memang bisa berdialog dengan
karya sastra. Sehingga kesusastraan bisa

bisa menunjukkan kualitasnya. Kalau


dalam rimba kebudayaan seorang yang
dibabtis tidak mampu menunjukkan
kualitasnya ia akan tersingkir. Peranan

kritikus dengan karya sastra." kata


Darmanto

Dalam studi mahasiswa fakultas


sastra, banyak dipelajari pengarangpengarang Amerika, Inggris, sehingga
mereka bisa menciptakan kritik sastra

kripsi yang membahas kritik sastra kritik

sastra dianggap maju pesat, berarti


kesusastraan Indonesia malah lebih
maju lagi. "Di koran-koran puisi, anak
kecil saja banyak yaag nuiis, di majalah-

majalah, remaja-remaja nulis puisi


pirang-pirang di majalah wanita cerita
pendek pirang-pirang. Itu kalau menurut ukuran kuantitas.
Kalau dari segi kualitas sebetulnya
sastra sekarang ini tidak mengalami
penurunan, tetapi belum ada leveling

atau kenaikan tingkatan dalam kesusasteraan. Dan yang terjadi saat ini
adalah pembukaan kunci-kunci bat'u,

yang menilai "Masyarakat itu tidak


bodoh, tidak bisa dibohongikalau memang berkualitas ia akan tetap tampil.
Namun kalau tidak, kendati diangkat-

rakat, yang pertama publisitasnya,

Sementara itu Darmanto melihat


kalau pengaruh kritikus terhadap sastrawan dan karyanya justru menggangu.

lau sudah banyak akan terus ber-

Ini

akrab dengan sastra majalah, akan


muncul sastrawan-sastrawan besar."

pengarang

itu hidup. Seperti

karya

Amadeus Mozzard. Namuan, kalau saja

dulu diperkenalkan publisitas tidak

angkat ia akan jatuh." katanya.

ingin yang menggerakkan dialek

HAYAMWLJRUK, No.2 Th. VII/1992


|

?.dl

disebabkan kritikus sastra tidak

mampu berdialog dengan karya sastra,


belum mampu menjadi lawan dialog,
apalagi menggerakkan dialek. "sekarang

itu bagus, tetapi tidak bisa diriianfaatkan


berdialog dengan sastra Indonesia.
Kalau dengan adanya sekripsi-se-

menganggap penyair-penyair lain bisa


melakukan." katanya.
Pembabtisan sangat mutlak diperlukan, kalau saja karya sastra sebagai
produk. Produk ini akan diakui masya-

cepat proses. Sedangkan masyarakatlah

hidup sendiri. Nah sikap itu ndak beuer.


Seharusnya ada interdependensi antara

pembaptis, sebetulnya hanya memper-

tetap akan diakui masyarakat, meskipun


penagkuan itu kadang tidak pada saat

l-

tidak berbuat apa-apa. tra hanya menulis


enthuk duit, nulis enthuk duit.', katanya.

dia biasa-biasa saja-Inibukan karena saya cemburu, tetapi secara subjektif saya

kemudian pemasaran. Memang suatu


karya yang benar-benar berkualitas

sastrawafinya sendirl. Kritikus malah

Makanya, dalam pembaptisan,


maju. tetapi kenyataan sekarang ini
seorang kritisi bersikap subjektif. Ia. justru sebaliknya. Kritikus mencoba
akan memilih orang yang sudah punya
bErdiri sendiri, menciptakan otonorni.
nama. Karya-karya Yudistira Adi Ada atau tidak ada sastra mereka bisa
Nugroho, Asep Yamyam Noer, kendati
mengkritik. "Kalau tidak ada Sastra
bagus tidak dibicarakan. Mereka Indonesia, mereka mengkritik Sastra
cenderung mengulas karya-karya Sunda. Tidak aCa Sastra Sunda, ya
augkatan- angkatan lama. Karya Rendra
Sastra Amerika. Pokoknya eksis dan

mem4ng sungguh-sungguh, masyarakat


menerima atau tidak ia akan jalan terus.

tidak langsung dimuat, tetapi disimpan


dulu. Kalau memang pengarang itu
sudah sering muncul di media sekelilingnya, ia baru berani memuatnya.

pintu-pintu baru. Kalau dulu hanya


dikenal lewat buku, sekarang ada
majalah, koran, media elektrouika.
Ibaratnya air meskipun ha-nya terbatas,
kalau alirannya hanya satu bisa terjadi
banjir. Sekarang ini alirannya sedang
melebar ke mana-mana. Besok pun ka-

kembang lagi. Pasti deh. Nanti kalau kita


sudah akrab dengan sastra koran, sudah

tandas Darmanto Jatman.


Pewawancara

S, _gunti, InsetyonotoJ-ulananul

Hakt& M. Fanani. SuorivatnaSiti Istimaah, Bustanul'Aiifin '

3t

RE,AKTUALISASI S OLDARTTAS POLITTK


MAHASTSWA
Dengamatan yang cermat terhadap kisi-kisi

fkehidupan

berbangsa dan bernegira akhir-

akhir ini akan membuat kita, terutama

mahasiswa, tertegun. Betapa tidak. Di tengahtengah verbalisme era tinggal landas yang berjargon politis ketimbang mendidik, sejumlah
persoalan yang ikut berinteraksi simbiose dengan
integritas bangsa; persatuan dan kesatuan,

ditemukan berbagai keretakan-keretakan,


utopia-utopia sepihak, keinginan-keinginan
sepihak, pemihakan-pemihakan sepihak, dan
pemanfaatan sepihak terhadap "peluang yang
tersedia". Akibatnya ikrar kemeidekaan L7
Agustus 1945 menjadi terancam, tercabut dari
akar sanubari, terlupakan dan bahkan menjadi
alasan untuk mengelabuhi kebodohan bangsa,

Kita semua dipukaukan oleh apa yang


disebut dengan demokrasi, keterbukaan, persatuan dan kesatuan, egaliter, solidaritas sosial,
kesetiakawanan, harmonisasi dan keadilan sosial
bagi seluruh bangsa Indonesia. Tetapi, dibalik
kata-kata manis tersebut, ter:elubung berbagai
pembodohan massa, pembodohan stnrktural, dan
kepura-puraan demi kepentingan golongan, isme,
suku, dan bahkan pribadi. Mahasiswa tidak boleh
beryolitik praktis ai kampus, tetapi rektor boleh.
Peja!atpemerintah tidak boleh berkampanye atas
nama OPP tertentu, tetapi kenyataannya pejabat
adalah juru kampanye pemihakan. Konglomerat
yang seharusnya menjadi penyangga ekonomi
rakyat temyata berbalik menjadi pemeras ralgat.

Hukum yang seharusnya menjadi pelindung


mereka yang lemah, tetapi malah menjadi bumerang bagi mereka yang lemah. Yang kaya seharusnya memperhatikan si miskin danpapa - karena di
balik kekayaan itu ada hak si miskin - malah memperkosa si miskin demi stabilitas kekayaannya.
Perguruan tinggi seharusnya menjadi "dapur
SYA[\4'S

krasi, tetapi praktik demokratik tidak melekat

UMAR NATUNA

sama sekali dalam gaya hidup mereka. Tetapi itu

inspirasi' spiritual, moral,ilmu dan kemajuan,


malah berbalik menjadi tukang konfirmasi,
legitimasi bagi berlangsungnya praktik-praktik
pembodohan massal dan struktural. Organisasi

ikatan-ikatan. Demikian juga, ikatan-ikatan

mahasiswa idealnya menjadi sarana untuk


memadukan prestasi dan kreaktifitas ternyata

I:ntas apa yang har.rs dilakukan mahasiswa


kalau kondisi mahasis*'a yang progresif pun sudah

beralih haluan menjadi sarana untuk memadukan


prestige dan persaingan formalitas semata. Dosen
yang idealnya sebagai partner mahasiswa malah
berulah menjadi senior tanpa salah.
Anehnya, hampir dipastikan bahwa praktik
kepura-puraan itu berjalan dengan mulus tanpa
ada resewe, Seolah-olah alam turut merestuinya,
Kekuatan yang ada tak satu pun mau mencoba
mengkaji ulang kondisi objektif yang ada. Semua

komponen yang ada termasuk kornponen


mahasiswa bungkam, mereka lebih senang ber-

main colak-colek dengan lawan jenis dibalik


bangku kuliah, organisasi dan rapat-rapat keilmu-

an. Mereka lebih senang menghitung angkaangka dan huruf-huruf A B C, daripada mengerahkan semua sifat kemahasiswaan dan
kepemudaan mereka untuk suatu perbaikan.
Memang diakui tidak semua mahasiswa
demikian, ada segelintir yang masih menggeliat.

Tetapi mereka tidak mampu melepaskan sifat


keterbatasan mereka sebagai manusia, mereka
lupa bahwa tidak ada satu pun di d unia karya besar
yang bisa dikerjakan sendirian. Mereka lebih senang berkumpul dan berdebat dengan keinginan

sedemikian rupa? Atau dengan perkataan lhin,


bagaimana nasib bangsa ini kalau dunia mahasiswa sudah tidak mau mengerti lagi apa yang harus
mereka perbuat? Salahkah mereka bila tak berbuat? Atau salahkah mereka jika berbuat salah?
Jawabnya tenu saja tidak. Karena dalam suasana

yang penuh kepura-puraan memang tidak ada


alasan untuk menvatakan siapa yang salah dan
siapa yang harus disalahkan.
' Tetapi, sebagai mahasiswa dan kaum muda,
kita tidak terlalu salah untuk mencoba mengagendakan berbagai kesalahan yang ada, dan
kemudian mencoba mengadilinya. Cuma yang
perlu diingat dan disadari bahwa mahasiswa tidak

tersebut, mahasis*'a petlu mencari kearifan dari


berbagai pihak.
Namun yang terpenting dalanr proses
pencarian kearifan itu, mahasiswa pertu berpegang pada dasar-dasar solidaritas sosial yang
dapat melahirkan kearifan. Dasar-dasar solida-

api, pedas tapi sama sekali tidak mampu mengusik


kemapanan dan kemampatan yang ada.

melakukan apa yang disebut reaktualisasi


solidaritas politik. Tanpa dasar-dasar tersebut

me-

reaktualisasi solidaritas mahasiswa akan terjebak


pada sektoral, sentralistis, otoriter, monopoli, dan
egoisme. Selama ini, kita rasakan bahwa dunia
mahasiswa kita sudah kita kotori dengan jargon
sentralistis, sektoral, otoriter dan egoisme. Oleh
karena itu gerakan mahasis*'a tidak Iagi mendapat

tak puny" mata hati


untuk memahami
ralryat kecil. Karena

pada akar budaya mahasiswq seperti diungkapkan

apa? Tidak lain,

di atas.

karena mereka punya praduga rakyat


kecil tidak bisa apa-

Akliirnya penulis hanya berharap semoga


kita sebagai mahasiswa mau memeriksa secara

il

apa. Kalau ada suatu


gerakan, rakyat kecil
mereka atur dan paket. Apakah itu tidak
sama dengan paketpaket pembangunan

{i

yang ada? Akhir-

[]

akhir ini banyak mahasiswa yang gandrung dengan demo-

ir

rangan, kemandekan dan pembungkaman

demokrasi dan holistik.


Dengan dasar-dasar baru itulah mahasiswa

Mereka

-rT

sepihak. Dalam proses nmengadili' berbagai kecu-

mengajarkan kearifan kepada komponen lain.


Dus, kehadiran mereka bagaikan sbmut-semut

mang sering berkunjung ke rakyzt kecil,


dan berdiskusi me-

fr

berhak mengadili semua kesalahan secara

ritas itu, antara lain; perdamaian, pluralitas,


jaringan, egaliter, orientasi proses, partisipasi,

tetapi salang mereka

32

terikat oleh rkatan.

sepihak tanpa mau mencari kearifan atau

ngenai rakyat kecil,

semua kita anggap suatu proses pencarian diri.


Pencarian diri memang mutlak perlu, tetapi yang
perlu disada:-i kita tidak bebas. Kita terikat oleh

tempat karena memang dasarnya tidak lagi


memakai dasar-dasar perjuangan yang beryijak

jujur

dasar-dasar perjuangan kita selama ini,


memilah-pilah mana perjuangan perorangan,
mana pcrjuangan sektoral dan mana perjuangan

mahasiswa itu sendiri. Barangkali, dengan langkah

itulah kita akan menemukan diri atlu identitas


kita kembali. Dengan identitas itulah kita tidak

akan pernah hilang dari kekejaman masa,


kekuasaan, ideologi dan budaya kepura-puraan.
Penulis Redaktur SKM Amanat IAIN
Walisongo Semarang.

HAYAMWURUK, No.2 Th. YII/1992

*-T-

r'

-i.
.'

BENARKAH KRITIKUS ITU SASTRAWAI\


YANG GAGAL?
tl

!I

Sebuah serangan yang cenderung


mengasorkan derajat karir kritikus, tercermin
lewat anggapan bahwa dia biasanya merupakan
karir kompensasi dari sastrawan yang gagal.
Mereka yang kapasitas bakatnya sebagai penulis

sajak, cerita pendek atau novel tidak begitu


memenuhi kriterium "memadai", lantas banting
kemudi menjadi kritikus. Maka terbentuklah
semacam mitos yang mewabahi persepsi
sementara pelaku sastra yang berpikiran picik
bahwa menjadi kritikus merupakan alternatif

para pelaku sastra menjalankan panggilan


nuraninya dengan stamina penciptaan yang prima.

Dan perjalanan sejarah dimaksudkan bakal


lebihlengkap akurasi datanya, manakala
terawetkan melalui kacamata pengamatan
pihak-pihak yang berkenan menjadi pemikir
masalah sastra yang serius.

Jadi sama sekali tidak benar kritikus itu


sastrawan yang gagal.
Pekerjaan kritik sama mulianya dengan pekerjaan

genre-genre sastra imajinatif.


Padahal sesungguhnya, meminati pekerjaan
sebagai kritikus adalah satu perkara, sedangkan
menjadi penulis sastra adalah lain perkara. Tidak
bijaksana bila keduanya dipertautkan dalam suatu

mencipta'karya sastra bagi sumbangan kultural


suatu bangsa. Persoalannya hanya terlokasi pada
perlainan keahlian yang dipunyai masing-masing
aktorpenlumbang. Ada yang keahlianya memang
cdcok untuk inenyandang predikat pelaku sastra.
Ada pula yilng beruntung memiliki keahlian di
lapangan kritik. Dan tidak sedikit, ada pihak yang
mempunyai dua keahlian itu sekaligus.

berupa diskriminasi posisi. Bagaimanapun kedua


karir tersebut menrbutuhkan corak keahlian

berbeda satu sama lain, dengan tuntutan


kesukaran yang berbeda.

Tugas Suci Kritikus:

Kritikus = Sastrawan yang Gagal?

bergulir secara wajar keharibaan sejarah bilamana

nomor dua bersastra. Kalau "wah' dengan mereka


yang langsung menceburi kegiatan penciptaan

pranata hirarki, yang menghamburkan impresi

&

JOKOMONO

Kritikus yang mampu meramu secara liat dan


proporsional antara tenaga intelektual dan tenaga
intuisinya, dialah yang mempunyai bekal awal
memadai guna menjalankan tugas. sucinya.
Adapun tugas suci kritikus, bukanlah sekadar
menetapkan evaluasi terhadap teks sebagaimana
yang teilangkap kekuatan empiriknya. Tetapi juga
bagaimana dia. mempertanggungjawabkan karya

Pengidentikan kritikus dengan saskawan


yang gagal jelas suatu pendapat yang tidak
beranjak dari kejernihan logika. Gejala negatif ini
cgnderung terbelenggu oleh prilaku intelektual
yang sempit teritorial geraknya. Sehingga miskin
sekali pengetahuan yang berpaut mesra dengan
tawaran alternatif yang memungkinkan seorang
peminat menuntaskan kebutuhan bersastra.
Lantas pada dampaknya, alpa berpagut prinsip.
yang toleran terhadap genre-genre yang relatif
jauh dari rengkuh tradisi intelektualitasnya. Itu

pendukun

mungkin karena tarafpemikirannya belum cukup

menghidupi kesusas-

kritiknya sehingga dapat berfaedah menjadi


pupuk yang meriyubutkan bagi kehidupan sejarah
kesusastlaan pangsanya. Termasuk menciptakan

suatu wilayah kondisi dimana sekalian.aktor


yang

dewasa untuk mengeliminasikan bujukan-

tlaan te$angkitkan

bujukan asumsi yang sesat.


Dan puncak tragedi dad kondisi yang kurang
sehat tadi maka lahirlah entitas fendapat yang
mengandung benih diskriminasi. Para pengidap
kedekilan j iwa ini, lantas takpunya nyali berkawan

gairah loyalitasnya.

kebijaksanaan untuk memandang kegiatan


,menulis sajak, cerita pendek, novel "sejajar
dengan" kegiatan menulis kritik ataupun esei
tenang kesusastraan. Oleh karena itu tidak perlu
memperlakukan genre- genre sastra imajinatif
sebagai setingkat lebih.bergengsi daripada
genre-genre sastra non-imajinatif.
Nilai kesejajaran kedua kelompok karif tadi

dang itulah kemungkinan paling besar terengkuh


kemashuran.
Kritikus sastra, apapun tanggapan sumbang

sementara pihak atas keberadaanya, tetaplah


diperlukan sebagai fi gurpembentuk responsiyang
terorganisasi secara tefiulis dan relatif berangkat
dari tenaga pikir dan rasa kalangan pembaca yang
terlatih. Sekali lagi, kritikus sastra tidak lebih
rendah daripada pelaku sastra. Kritikus Sastra
bukan semacam karir kompensasi bagi sastrawan
yang gagal.

' Kalau toh dalam realita di lapangan ada


beberapa kasus yang mengidentifikasikan
tindakan_banting kemudi menjadi kritikus setelah

letih mengais pengakuan dari bidang penulisan


genre-genre sastra imajinatif. Maka itu sesungguhnya harus dipandang sebagai kegagalan. Jadi
sastrawan yang bersangkutan mengingsutkan
minatnya untuk menekuni karir sebagai kritikus
sastra. Melainkan hanyalah kasus pelokasian
kembali potensi keahlian pada bidang yang lebih
tepat. Sama sekali tak perlu ada anggapan bahwa
karir kritikus lebih rendah tataran posisinya
dibanding dengan karir sastrawan.

jawab kritikus. Dengan demikian tidak


kalah penting kiranya, tugas kritikus

dibandingkan dengan tugas sastrawan, dalam konste-

lasi pembentukan
sejarah kesusastra-

an. Tulisan-tulisan

kritik

sastra memberikan sumbangan


yang rak katah ber-

HAYAMWIJRUK, No. 2 Th. Ylll 1992

maias memandang jagad kesusastraan secara


utuh. Dan hanya memfokuskan perhatian pada
bidang-bidang yang paling besar mengundang
minat. Demi pertimbangkan nai( sebab dari bi-

betapa besar beban


memberati tanggung

tanpa topangan dalih yang dapat dipertanggungjawabkan secara nalar. Dunia kesusastraan akan
memperoleh iklim yang sehat bila keduanya
menjalanlankan tugas masingmasiirg dengan baik.

terasakan andilnya di sektor pengembhngan ilmu


sastra.
l-antaran itulah pelecehan eksistensi kritikus
lazimnya tumbuh dari naluri berpikir mereka yang

Tugas suci tersebut, paling tidak


dapat membuktikan

bukanlah isu-isu yang sengaja diartifisialkan,

I-alu kualitas dan kuantitas teks gubahan al'an

haiganya dengan teks-teks sastra itu sendiri.


Teristimewa ketika bahan-bahan tulisan kritik
tadi diolah kembali oleh para teoritikus menjadi
suatu formula konsep, sehingga kelak bakal

J
2
b<

--i-

33

"i

-l

DICARI

universitas hal itu harus dikonfumasikan


terlebih dahulu.

Ketika diminta

KELOMPOK ALTERNATIF
e
----- J

acapkali ditentukan oleh

keberhasilan lembaga

itu dalam

membawakan aspirasi anggotanya. Itu


berarti organisasi atau lernbaga harus
mampu melindungi dan mensejahterakan semua anggota Yang bernaung di
dalamnya. Kepentingan dan kesejahteraan inilah masalah yarg paling men-

dasar bagi kelangsungan hiduP


organisasi atau lembaga.

Demikian juga kehadiran organisasi


mahasiswa dalam melakukan fungsinya

sebagai pembawa aspirasi mahasiswa


dirasakan sangat penting' Mahasiswa
sebagai bagian mi4syarakat kampus,

merupakan kelompok Yang Paling


bawah. Betapa tidak, bila kepentingan
mereka sering tidak bisa menembus
sistem yang berlaku di kampus mereka.

Maka, sudah meujadi tugas organisasi


mahasiswa untuk mewujudkan kondisi

Manunggal, sebenarnYa NKK/BKK


tidak mutlak menjadi penyebab utama
suramnya organisasi mahasiswa.
Pemisahan' dunia politik praktis dari
kampus itu bisa diantisipasi, kalau
mahasiswa sendiri mempunyai kreatifitas. Jadi kampus sendiri yang harus
menciptakan iklim yang menumbuhkan
kreatifitas. "Undip sendiri saya nilai
gagal dalam hal ini," tandasnya. Di
UGM, NKIVBKK dan sekarang SMPT
relatif dapat diantisipasi. Kasus terbaru
Sema Fisip UGM

peraturan-Peraturan
yang membatasi gerak mahasiswa; tapi
mereka bisa menum-

buhkan iklim kreatif


itu. Lebih lanjut ia
mengatakan tentang

Menanggapi gejala ini, Eriyanti Rianto,

SMPT - yang tidak


rnampu memotret

' Ketua Senat Mahasiswa Fak. Kedokter-

pada aktivis-aktivis

f.E

lembaga mahasiswa Senat Fakultas dan

Undip periode 199UL992, mengatakan, "Ada semacam kesenjangan hubungan antara organisasi mahasiswa
dengan mahasiswanYa. Sistem NKK/
BKK yang diterapkan oleh pemerintah
untuk mengantisiPasi gerakan
mahasiswa - yang menurut pemerintah

realita.

adalah gerakan anarkis - telah menekan

tanyakan."Bagaimanapun

an

otonomi mahasiswa." Sementara itu,


untuk menjalankan program programnya harus ada koordinasi dari PR
(Pembantu Rektor) III. "Hal inilah yang
mengkondisikan mahasiswa semakin
terpaku pada sistem yang ada," tegasnya.
Sementara itu menurut Arief Aka,

Redaksi Pelaksana koran kamPus

SMPT Undip yang telah berjalan


dua tahun, menurut EriYati Rianto,
masih terjebak sebatas pada kegiatan
operasional saja. "Saya melihat kalau
kita memang dipojokkan ke arah sana,"
ujarnya. Seharusya SMPT ltu mempunyai posisi strategis, baik itu mewarnai dunia politik rnaupun dinamika

mengadakan mimbar

kekhawatirannYa

kemandekan dan masa suram.

teraan."

bebas. Walau ada

ideal yang diidamkan'


Dalam masa dan Pasca NKffiKK,
organisasi mahasiswa mengalami suatu

'

Undip rnengatakan, "Organisasi kemahasiswaan adalah organisasi non-s


truktural,, organisasi perwakilan
mahasiswa. Di Fakultas ada Senat
Fakultas danBPM, di jurusan adaHMj.
Sedangkan di Universitas dinamakan
SMPT. Tugas utama mereka adalah
mengkoordinir kegiatan yang bersifat
minat, bakat penalaran dan kesejah-

" detgan organisasi kematrasiswaan?

treberadaan atau eksistensi suatu

A.f.g-i*usi

tanggapannYa

tentang keberadaan organisasi mahasiswa, Madyono Joedoedhinoto, PR. III

Mengenai otono-

mi organisasi mahasiswa, Hari Hartadi,


ketua Senat FisiP
Undip periode 1991/

DEMONSTRASI: penyampaian aspirasi tak lewat olganisasi

1992, masih memper-

kita masih

kehidupan sosial masyarakat. Lebih

tanggungan IJniversitas," ujarnya. Senada dengan itu, Darmawan Amirnoto,


PD. II Fak. Sastra mengatakan, bahwa
Universitas adalah lembaga di mana
mahasiswa berada, maka segala inisiatif
dan kreatifitasnya tentu harus ada yang
mengontrol. Entah itu berbeda atau

lanjut ia meirgatakan bahwa keberadaan


lembaga itu masih bersifat show.

tidak dengan konseP fakultas atau

Mungkin karena masih dalam prbses


maka belum optimal, artinya bentuknya
sendiri belum terlihat.
Di lain pihak, Madyono menolak
kalau peran SMPT sel4ma ini kurang
berarti. "Kasus SDSB merupakan bukti

HAYAMWURUK, No.2 Th. VIV1992

I
baiwa lemtag! m mrmpu memainkan
peranannva Ka-leu orang bertanya
mengenai asfirasi dan kesejahteraan
masih trel,no' frjalankan oleh lembaga
ini, aspirasi lang mana? Sing opo?"
Kalaupun SDSB masih ada

itu

bukan
berarti SIIPT tidak mampu mennmpung

aspirasi mahasiswa. nllmuwan itu


tugasnya meneliti, lalu menyampaikan
hasiln3a kepada pembuat kebijaksanaan. Perkara digunakan atau tidak, yang
penting kita sudah melakukannya,n tegas

PR.III ini berapi-api.


Sikap Apriori Mahasiswa

t
I

Kesenjangan hubungan antara

organisasi mahasiswa dengan anggotanya merupakan sisi lain yang menjadi

penyebab kemandekan dinamisasi


kehidupan kampus selama ini. Dua hal
saling berkait, lembaga mahasissa
kurang mewakili aspirasi maha-qi.,,r a.
dan mahasiswa tidak merasa dinakili
oleh mereka. Mengenai hal ini A:i:f
menilai, orang-orang yang duduli di
organisasi mahasiswa relatif s.:t,asai
hasil penunjukan saja, ditunjr.tk cleh

:
:
I

adaen orgenisasi hemahasis*-aanErilEtti R.ianto melihat bahsa sistem


yang berlaku sekarang ini meuyebabkan

mahasiswa terpaku pada pergaulan


akademis. Mereka sudah tidak antusias
melihat keberadan organisasi mahanDinamika mahasiswa era Dema
siswa.
(Dewan Mahasiswa) sudah mati,n
tegasnya.

Senada dengan Eriyanti, Hari


Hartadi mengatakan bahwa masih banvak mahasiswa yang belum atau bahkan
tidak mengakui keberadaan organisasi
mahasiswa. "Kalau di Fisip sendiri, kami

sedang menciptakan komunikasi dua


arah, walaupun hasilnya belum kelihat
an,n tambahnya. Menurutnya, ketidakpedulian mahasiswa ini yang harus dicari
sebab danjalan pemecah- annya.
Kelompok Alternatif

Kehadiran kelompok-kelompok
otonom mahasiswa seringkali dapat
mengisi peranan pembawa aspirasi
mahasiswa. Kelompok atau lembaga

1r3,@Otmi@

mencapar [a:-ltrilr

r-*.llui- ql

hinqsa Leril"r rerctr tnltr&Sr


densil sa*r sedrl {.id'.l H
kalau kita stkr.rrry

-.Tl*[,eF

lembasa ma-hesism f! llfr &


waktu detat iai. Tagi;nng tEG

dasar adalah meuemular hellembaga alternatif seprrti pnr *'


sisrva, kelompok studi atau trloql*,
independen iainnva yane tidat [esrk{rft
pada format baru,' kata.A.rie f let'ihpS-

Pers mahasiswa atau kelompol


mahasiswa yang tidak terikat deugan
pihak fakultas dan universitas, kinijustru
menempati posisi yang strategis didalam
mewarnai kedehidupan politik maupun
dinamika kehidupan sosial di kampus.
"Saya pikir diskusi-diskusi, juga pers
mahasiswa cukup mewarnai dinamika
mahasiswa setelah pasca NKIVBKK,"
tambah Eriyanti Rianto. Nahl
Pewawancara: Petrus, Lukmanul Hakim.

Fanani

Perangkunr: Petrus

lembaga- lembaga ekstra itu. Sedirgkan

mahasiswa sendiri otonomiara -Laiam


memilih nyaris tidak ada. "Suara itu kan
dicari.'kowe nyoblos iki !' Jadi i'i Lldak

PEIIIILU SMPT,
SEBUAH ALTERNATIF

olyektif," tegas Arief. Kalaup,i; d:ngan


model kampanye, ternyata sehrna ini

itu tidak efekt: -{p:


"ang
dijanjikan dalam kamp:ri:. tidak

kampanye
'

h
n

pernah dilaksanakan kedi.r orargny'a


telah menduduki jabata-o.
Ketidakpedulian rnahas;(.$-a terhadap organisasi juga m:rupaiian faktor

terjadinya kesenjauonn :ut'ungan itu.


Pada tipe mahasiss'a r'"ng menrendiri,
aktivitas besar bu}aa I"gi meujadi bagian dari dirinya. hlereLa aqik'dengan
dunianya sendiri-ssnCi:i- Dan itu yang
sering terjadi. 'Ya:rg eluf di olah raga,
ya olah raga tholi Yu"g di kesenian, ya
kesenian thok." tata -l,-rief. Keadaan ini,

menurutnya, dipnenia:uhi oleh kultur

1.

lama mereka semais ,ir S\Ld. Pola-pola

pengajaran

Dua kali kepengurusan SM UNDIP sudah berialan.


Sudah mampukah menralankan fungsinya seliagai
penampung dan penyalur aspirasi rnahasiswa.

Salah satu organisasi kemahasisn'a-

an pada tingkat universitas adalah


SMPT (Senat Mahasiswa Perguruan
Tinggi). Di Universitas Diponegoro
SMPT ini dinamakan Senat Mahasiswa

di SIITA masih melekat.


pr;nbebasan sendiri
upaya
Sedangkan
LiJ.
efe
tidak
relatif

&

Sikap apriori rr:rihrsiswa terhadap

siswa ke arah perluasan wawasan dan

1lLt a& di sekelilingnya

peningkatan kecendekiawanan serta


integritas pribadi. Adanya perangkat

t8

permasalahan

ti

membaqs

ja:r;ak terhadap keber-

Universitas Diponegoro, disingkat SNf


Undip, yang diidealkan sebagai wahana

dan sarana pengembangan diri maha-

[L{1'"L\t$URLI\ No.2 Th. VIV1992

baru ini ditandai pro dan kontra, bahkan


rasa pesimis dan optimis mewarnai "di_

paks

akannya"

lahir SM

(I{ ar a n*nmtlc No.2 Th.V/1990).

Undip

\fengacu pada SK Rektor Nomor


L'Sll/"T09/1991, SM Undip berfuagsi
berfunesi sebagai forum perwaliilan mahasisu'a pada tingkat universitas untuk
menampung dan menyalurkan aspirasi
mahasiswa di lingkungan Undip. Tidak
04

35

SM Undip yang ideal tersebut menjadi dambaan bagi mahasaja, fungsi

siswanya. Mengenai hal itu, Erwinanto,


mahasiswa Kedokteran Undip yang juga
aktif di m arch i ng b a n d ini, berharap agar

SM Undipmampu menjadi penghubung


antara pihak rektor dengan mahasiswa
sehingga jalur demokrasi dapat tercipta.
Selain itu, SM Undip seharusnya mampu

menjadi penyelaras kegiatan antar


fakultas. "Namun yang terjadi, SM
Undip sampai priode kedua ini pun
masih belum bertindak nyata dalam
menampung aspirasi mahasiswa,"
tandasnya.

Kurang berhasilnya SM Undip


dalam menyalurkan aspirasi mahasiswa

itu juga dibenarkan oleh Imam, maha-

semua mahasiswa. Erwinanto juga


berharap perlunya diberi penjelasan
mengenai bentuk dan tujuan pembentukan organisasi SMPT serta tugas
apa yang diembannya, sehingga dapat
membangkitkan minat mahasiswa.
KepadaHayantwuruk, Edi N.S., ketua Senat Mahasiswa Fakultas Ekonomi

Undip, cenderung membandingkan


dengan kepengurusan SM Undip priode

pertama. "Pada priode kepengurusan


yang kedua ini programprogramnya
hampir sama dengan program Senat
Mahasiswa fakultas. Padahal dulu misi
yang dibawa SM Undip itu untuk menciptakan iklim yang bergairah di Undip,
baik aktifitas kemahasiswaan maupun
kepekaan sosialnya. y

siswa Teknik Sipil Undip angkatan 1990.

Entah *engupa

Dia berpendapat sampai dua kali masa

akhirnya misi itu

kepengurusan SM Undip berdiri


sebagai suatu lembaga namun belum
terlihat bahwa mereka telah melakukan

lupakan. fufrngkin
karena SMPT maupun Senat Mahasis-

tugas sesuai dengan fungsinya.

wa Fakultas masing-

Dari kenyataan itu Erwinanto


menyimpulkan bahwa sampai saat ini
SM Undip masih merupakan sebatas
tempat berkumpul perwakilan dari tiap
fakultas, bukannya badan yang dapat

menampung aspirasi mahasiswa.


Dengan tegas Erwinanto mengatakan,
"SMPT yang ada di Undip terbentuk hanya karena keadaan, bukannya terbentuk dengan keinginan untuk
menyalurkan aspirasi mahasiswa."
Agus Heru, ketua SM Undip menolak anggapan bahwa organisasi yang
dipimpinnya tidak dapat menjalankan
fungsinya dengan baik. Dia rnemandang
SM Undip hanya belum berfungsi saja.
"Karena kalau kita ingin menciptakan
kondisi yang benar-benar menampung
aspirasi mahasiswa, maka seluruh mahasiswa yang ada di Undip harus menganggap bahwa SM Undip itu eksis. Saya

akui sejak pertama lahirnya SMPT,


sebagian besar mahasiswa sudah skeptis
dengan keberadaan SMPT,' tegasnya.
Seakan menjawab ajakan ketua SM
pndip, Lita Kurniasih, mahasiswi Fisip
Undip angkatan 1990 yang juga aktif di

Prixna, menilai ketidakpedulian

mahasiswa terhadap eksistensi SMPT

itu wajar karena bentuk dan susunan


fungsionarisnya tidak diketahui oleh
36

kemahasiswaan yang bersangkutan.


Keseluruhan pengurusnya berjumlah 24

orang, terdiri dari 6 orang utusan dari

UKM (Unit Kegiatan Mahasiswa),

18

orang dari fakultas (BPM dan Sema).


Mereka yang menjadi pengurus hampir
sebagian besar pentolan dari masingmasing fakultas. Dua kali kepengurusan
SM Undip pun ketuanya, kebetulan,

dijabat ketua Sema fakultas, yaitu


Gesang (fak. Peternakan), dan Agus
Heru (fak.MIPA). Dualisme jabatan

tersebut apakah mampu dijalankan


secara optimal?

Menjawab pertanyaan tersebut,


Agus Heru berpendapat bahwa duaduanya bisa dijalankan bersama-sama,

ter. I

X
E

masing jalan sen-

diri," komentarnya.
Edi juga mengakui
kalau dia jarang ke

kantor SM Undip.
Itu karena di sana tidak ada suasana
segar dengan diskusi

non-formal, misalnya. Yang didamiklim yang bergairah yang bisa membuat

para mahasiswa senang dan betah


datang ke kantor SM Undip.

"Kekurangan-kekurangan yang ada


pada SM Undip itu wajar karena selain
usianya yang relatif masih muda, juga

belum bisa mengevaluasi secara


maksimal. Periode pertama tidak genap

tinggal bagaimana mengatur proses


manajerial saja. Seperti pengalamannya
yang dikisahkan pada Hayamwtrult
"Saya menjadi ketua Sema fakultas
MIPA, secara kebetulan dipilih juga
menjadi ketua SM Undip, dalam hal ini
pengalaman saya, saya benar-benar
mencurahkan pikiran pada SM Undip.

berusia satu tahun," jelas Arif M.2.,


anggota SM Undip yang juga menjabat
wakil ketua BPM Fak. Hukum. Menu-

Walaupun begitu, dalam keperluan-

rutnya, untuk meningkatkan kualitasnya,


SM Undip masih dalam proses mencari

keperkuan strategis mungkin saya juga


ikut campur. Sekali lagi itu hanya proses

bentuk.

manajerial."

Dualisme Jabatan
Keanggotaan SM Undip terdiri dari
satu orang fungsionaris, wakil dari BPM
fakultas, Sema Fakultas dan UKM yang
mendapat rekomendasi dari organisasi

ngusulkan agar terjadi fungsionarisasi di

Sedangkan di Sema fakultas, Sekretaris

Umum-lah yang menggantikan.

Komentar AritMZ.lain ligi, dia me


masing-masing institusi yang ada. Sebaiknya tidak terjadi dualisme kepemimpinan. Yang dikirimkan ke SM
Undip, menurutnya, jangan yang

HAYAMIYIJRUIq No.2 Th. VII/1992


,,*
E,-

{
{

mempunyai jabatan fungsional di

lagi satuan yang non-struktural."

fakultasnya, karena bisa terjadi over j ob.


Edi N.S. dalam melihat persoalan ini
justru mengenang kelahiran SMpT di
Undip. "Sebelum adanya SM Undip, ada
semacam forum komunikasi Sema BpM

Seolah membenarkan apa yang


dikatakan Agus, Imam menilai, dengan
adany'a pemilu itu akan lebih bersifat
demokratis dan lebih baik dari pada cara
milihan yang sebelumnya.
Pada dasarnya Arif setuju dengan
sistem pemilu, bahkan menurutnya itu
sangat ideal. "Tetapi karena kita sudah
memiliki Sema fakultas dan BpM (yang
dipilih langsung oleh mahasiswa) bila
mereka dijadikan wakil di SM Undip
sudah cukup representatif. Kalau kita
pe

se-Undip yang merumuskan bahwa


fungsionaris SMPT itu tidak harus fung-

sionaris Sema fakultas, tetapi aktivisaktivis yang terlibat di fakultasnya


masing-masing. Keadaannya menjadi
lain ketika. konsep SMPT diterima di
Undip. Fungsionaris di fakultas (Sema
danBPM) mau tidakmau harus mehjadi
fungsionaris SM Undip," kenangnya
dengan nada menyesali.

mengadakal pemilihan langsung di


tingkat universitas, di samping membutuhkan waktu yang sangat panjang juga
bisa menghabiskan biaya yang besar.

o Jadi, mcnuru[ saya

kurang efisien."

Ianjuti. Begitu pula dengan rnunculnya

itu

da-

pat terlaksana? Di
tingkat fakultas
untuk pemilihan
BPM, paling-paling
hanya memperoleh

75% dari jumlah

Pemilu

mahasiswa,

Bertolak dari kenyataan di atas


muncul komentar-komentar agar SM

yakin tidak ada 50% yang akan menggunakan hak pilihnya. Selain pertimbangan terpisahnya beberapa fakultas,
pertimbangan yang lain adalah kepedulian mahasiswa terhadap hal-hal demikian masih dipertanyakan.
Begitu pula Nuswantoro, ketua

mengubah SK R ektor tentang organisasi


kemahasiswaan di lingkungan Universitas Diponegoro. "Saya pikir SK Rektor
bisa saja diganti, asal kita punya posisi
bargaining yang kuat. Kebanyakan kita
kurang berani memanfaatkan itu," kata
EdiNS optimis.
"r.,aangr idealnya begitu. Artinya
kalau pengurus SMPI dipilih melalui
pernilu, maka SM Undip akan lebih

efektif," kata Agus Heru. "Dengan


pemilu itu diharapkan nantinya SMPT
akan menjadi institusi legislatif, bukan

di tingkat universitas

dia

BPM Fakultas Hukum Undip. Dia


menyangsikan apakah pihak rektorat
siap menerima usulan itu. Karena lancarnya birokrasi ilu dari sana. Kalaupun
pemilu SMPT itu dapat terlaksanakan,
dia berpesan agar mereka konsekuen
dengan apa yang dikatak4n, yaitu untuk

memperjuangkan aspirasi mahasiswa,


bukan cuma slogan agar bisa duduk di
sana.

Edi NS. menyodorkan mekanisrne


Pemilu SM Undip, "Saya kira, bertahap

HAYA}IWURUII No. 2 Th. YtIl t992

kan hal-hal yang benar-benar analistis."


,Terlepas dari hasilnya, SM Undip
pcriode ini telah beberapa' kali melakukan terobosan, baik untuk lingkungan

pemilu SMPT itu

nya, apakah

mahasiswa (semaca* PeTilu, Red.).


Untuk merealisasikannya tentu harus

bahwa,"Kondisi mahasiswa Undip sebagian besar hanya terpaku pada kehidupan kampus yang bersifatr akademis,
untuk melihat keluar saya lihat kurang
begitu tertarik. Sedangkan mereka yang
menyuarakan dan mengoreksi ketimpangan sosial masyarakat, tindakan
mereka itu hanya tindakan reaktif, bu-

luar kampus. Dengsan diantar pR. III


Undip, SM Undip pernah mengajukan

diharapkan semua
mahasiswa menggunakan hak pilih-

dengan jalan pemilihan langsung dari

Mengenai iklim diUndip, ketua SM

Undip periode kedua berkomentar

$ Ketika melihat
I kondisi umum ma! hasiswa Undip, Arif
^ mengaku semakin
pesimis. Dalam

Undip dalam memilih pengurusnya

itu lebih bagus. pertama diadakan


pemilihan di tingkat fakultas, kemudian
di tingkat universitas. Tapi itu memang
susah, karena harus'mengubah iklirn
yang ada di Undip ini."

kampus maupun terhadap masyarakat

alternatif pengganti,SDSB. Sayangnya


usaha baik itu sepertinya tidak ditindakdesas-desus akan diberlakukannya

LDK
(Latihan Dasar Keprajuritan), SM
Undip menolaknya dengan memberikan

argumen-argumen yang cukup


mendasar.

Sebagai alternatif, pemilu untuk


memilih anggora SM Undip perlu kita
coba. Itu juga sekaligus bisa digunakan
sebagai barometer kepedulian mamahasiswa terhadap organisasi kemahasis-

waan. Agus Heru selaku ketua SM


Undip pada masa kepengurusan ini,
periode tahun 1991/1992, berjanji akan
berusaha menyiasati dengan meman-

faatkan semaksimal dan seoptimal


mungkin, agar keberadaan SMpT di
lingkungan Universitas Diponegoro
tidak sia-sia. Kita lihat saja nanti.

Pewawancara: Agus pawenang,

Dwitadi, Eta Farmacellia, Heru Santoso, Imam Suteja, Ir{ugiarto, primastuti

Handayani, Rahmi Satyawati, Supriyatna


Perangkum: Teguh Hape.

S;:::,,#
Iorong sempit
dan suram

_IEiYCHAYATI
PENGATTNAN

yang memisahkan kantin Sastra dan bangu-

nan milik FNGT. Sebuah

baki

-it,

dengan

gelas-gelas berisi air teh terletak di


tangannya. Ia terus melangkah menuju

r rangan dosen, laiu rnembagikaa gelas


minuman satu persatu ke meja disen.
Setelah selesai ia berbalih menuju
kantor-TU, rnerngantarkan behera$a
gelas minuman yang rnasih tersisa.

Mas Bambang, panggilan laki-laki


-berusia
32 tahun
itu, kembali lagi ke

lo_

rong sempit dan surarn menuju ,markas,-

nya. Tapi tak larna ia muncul lagi,


berjalan rnenuju kantor
TU untuk me-

ngambil sesuatu. Ya, ada

perkuliahan
yang akan se-

gera dimulai
bertempat di
ruang besar
103 dimana
biasanya mahasiswa 'tumplek'. Sang

dosen yang
bers angkut-

an telah meminta wireless

pada

pak

Ngadiran di
TU, agar kuliah bisa berjalan lancar.
Agar suara
dosen tidak
terkalahk an
begitu saja
oleh suara bi-

sik-bisik mahasiswa yang munglin


merasa sia-sia menaruh kuping se_
tegak-tegaknya. Dan mas Ba*bang puo

3u1c{ dengan wireless di tangannya,


berjalan melewati g".orrrboli,
mahasiswa yang kadang tak merasa per_

lu untuk n:enr ib,ak. memberi


untuknya,

.lalan

Bila kuliah t:lah usai. sosok mas

Bambang rnen',eiirap lagi tli antara


kerumunan mahasisrva r ang berebut

mencari kartu absen. Tak acla yang


perduli dan rak ada yanq *.nyidurl
kalau wireless yang tadinva telah
mempcrmuduh mere ka kulieh rclah
tidak ada lagi di temparnr a. Mas
Bambang telah membawan\.a kembali

cita menj:Ci

+l
at
:l

orang pu-

l
I

nya jabatan
tinggi. Yane

.'&

*dt*t

ia inginkan
hanya bekerja. "Ya

ffi

+;-;e

untuk ban-

tu-bantu
keluarga,

cerita

ffi
BATIBANG PITAYA

"

mas

Bambang. Apalagi bapaknya yang

> Ini tak halnl u terjadi


'pada pagi

konon pernah bekerja sJbagai-marrdoi


sawah untuk sebuah pabrik gula telah

atau tengah

lahir. Maka ia pun harus hidup

hari. Saat sore

dan

malam

pun. bila dibu-

tuhkan ia

se-

lalu siap

da-

tang.

"Saya

kan pembantu
umum. Saya

harus selalu
siap mengerjakan apa saja
dan kapan sa-

ja

ada pang-

gilan," tuturnya pelan, tapi

dengan raut
ah yang

rvaj

senus.

Bambang
Pitaya demi-

kian

nama
lengk apnya,
telah memulai
pengabdian- nya di Fakultas Sastra se_
jak tahun 1987. Menamatkan SMA_nya
di Yogyakarta tahun 1981, ia tidak per_
nah berniat menjadi mahasiswa kaiena
memang keadaan materi keluarga yang
kurang memadai. Ia juga tidak bercital

keburu meninggal sebelum Ia sendiri

sederhana bersama ibu dan kakai

satu-satunya di Bantul, yogyakarta.

Ia

sernpat hijrah ke Bogor ikut

saudaranya di sana. tapi rupanfa betrum


lowongan pckerjaan untuknya.

l"-.r,"diu
Maka ketika saudaranya

,vang

iain, yang

tinggal di Jatingalei, memberirahu


bahwa ada penerimaan karyawan untuk

lingkungan Undip, ia pun mencoba


mendaftar setelah lulus ia ditempatkan
di kampus Sastra, hingga sekarang.

NIcski ditcmpatkan di
.belakang
.
yang

gutiang

beranl.akan, ia ,n'engutl
tetap senang bekerja di Fakultas Saitra.
Tetapi belum sempat mas Bambang
menjelaskan apa alasannya sudah adi
salah seorang temannya yang nyeletuk,
"Soalnya banvak ceweknya!;yu

yang rerlerak

di

.rrnn

belakang kantin dai

kantor Sema itu meskipun penuh dengan


gelas-gelas minuman, kursi_kursi
befas,

dan tetek bengek lainnya yang kurang


tersusun rapi, tapi suasana yang adi

mencerminkan kehangatan dan- per_


saudaraan. Terkadang muncul guyorun
yang rada Vulgar, dan yang jadiliru.u,
adalah mas B.ambang, karena memangia

paling pendiam dan pemalu diantlra

semuanya,

HAYAMWURUK, No.2 Th. VII/1992


i*

I
*

Tak pernah tersirat rasa marah atau


jengkel di wajahnya. Danjuga tak per-

CIffiS:HE$ffNG;;:;'
,1$;=!

nah ia mengeluh tentang gaji yang hanya


berjumlah Rp 58.000,00 per bulan. Se-

mentara untuk pekerjaan sore/ malam-

Keii{o tohd bchwo i(plssrgcnyo ka}uh

jud; der,gon pihok Kurdwol *r,i**o .:,:ruh6


ksot..b seioti - dengon tekod bulot per{i

hari ia mendapat tambahan honor Rp


7.500,00 per bulan.
i

Tak pernah pula ia memusingkan


apakah ia harus rela jalan kaki dari
rumah pondokannya di Genuk Krajan
Gang VI No. 11 menuju ke karnpus
Sastra, ya karena sepeda satu-satunya

br?cpo

"

r,ctl otos keJodion Ini. Bertopo but<on


;bernaksud mergsingkon .diii rEori sd lff
perscabn keluorgonyq topi untuk 'meng,
olcl-"kridoningelmu'

meofih dki

npu

,,ypfig

be!'hodopon dengon pihok yong "tidok


ftoruo-rbeyJuo.ng,,,ien0on, m#&6i
xen;ktngon opo yong teloh dipertohonkon.
&n unfuk bertohon rnusii membufuhkon
kekrcton. Kekuoirrn yong dibelolennyo Aengon 'hening", memusoikon perhotion don

Setiap

ilck-. Dio

dibuktikan dari kehidupan keluarga


muda yang baru saja dibangunnya. Kirakira setahun yang lalu ia telah menikah
dengan Partinah, Seorang gadis asal
Pengok. Kata mas Bambang ia tidak

p:kircn pod6 sott-lrliiik] .: :i. :: :.': r:: :iIi ,.r


Di lqin tempot, Bhotoro Indro - penguosc Korong Kohendron - songoi gusor otrcs
'ri,.tgkoh" Niwotokowoco, rot<sosa yong
memiliki ilmu "oJi gineng soko Wedo" 6tmu
kebol yong melombongkon sssuoiu yong
i.dah dq0.r luhu0:rp.emberion Song Hysfiq.
Promesfi Guru. Siopo sojo yong memiljki

pernah bertengkar dengan istrinya 1'ana


bekerja sebagai pegawai Tata Usaha di
IAIN Yogya itu. Apalagi setelah leb,ih
kurang sebulan yang lalu hadir seora;rg

il..nu tersebut, sqngot sulit ditoklukkon kecuoli

oleh orong

tf g

tii

rnonUiogunO.l,fer-.

hotiqn,, Bhstciq,.lndrq :lgh.l teituju..,podo


Arjuno' DiuJ:iloh,Arluna,yong .so.dqhg' ber..

Fajar bagi kehidupan mereka berdua.

{Jntuk bisa berkumpui denean

topoproio dengo* ,tuJuh bidod*ri.

mereka, mas Bambang harus menunggu

Senin jam emFat pasi harus kembali lagi

msfiuJu. t(eoe

.Ulion

unfuk "menggogolkon" topobrotonyo. No-

i mun, gemuonvo

tok

tidgk bErhosil: Bhstcrq"indro

kurang ,'sliq{.::, }o rnen;6lmo menlodi


pengemi$.fua. -bongkok; berpokoiseorong
I
y_ong brnoms Resi
compang-cqrnping
Io*
PodVo. l?uponyo nuroni don sifot perike1
rnqnu8i0on Arjund ter$snfuh soot menyqksikon "penderiluon" dl hqdoponnyo sehinogo
iopony! lerhenti sejenok. Seieloh fmenguJi'
Arjuno, Resi Podyo berubch wujud kemboti
j

menJodi Bhotoro Indro. lo yokin nonyo


ArJunoloh yong mompu mengolorkon

ke Semarang krr:n: F,kultas "Sastra


telah menantinre. Ru:ilg dosenpun
harus dibersihkan. minuman harus
dibuat, wireless harus diangkat. Dan
banyak lagi pekerjaan yang menyira

Niwqtokowoco.' Don song ksoirio selot


kemboli tekun bertopo sompoi mendop.t
gelol Eggowon Ciptc l-lening.

hari-harinya.

loht Mqmsng ,.Murko' u.rluk mendopoi-

r Dikobolkanripuio,Arfufiq Ime{rliliki Sumcr-

seno Wilig sekunfum. bungo yong songoi


lndoh don horum bounyo. N;*otlkq*q-cq

sompoi'keblingef mendengornyo.

Diufus-

Ya, diantara riuhnya tawa mahadi sepanjang teras depan dan


belakang kampus, diantara ributnya
demonstrasi menjegal BMOM, atau
meriahnya hari wisuda, adalah seorang

konnyo meski dengon kekeroson sekolipun.


Untunglah Arjung':,.brhqsil mpmpartahol-rkqnnyo temq$ik k9iikq .Niwotokowaco berusqho rirne{ebutnyg. T'&. honyo ifu, SOjO.

Bambang Pitaya yang selalu siap menjalankan tugas-tugas yang diperintahkan


padanya. Yang menjalani hidup begitu

Benor jugrO keyokinon Bhotoro lndro.


Niwotokowoco dopot dikolohkon oleh se-

siswa

sederhana, begitu apa adanya.

(Rahmila Murtiana)

Niwoiokowoco okhirnyo moti

di

ruqfu keyokinqn bohwo kebenorontoh yong


horus dipertohqnkofl. SesrEfu yong bqgl ktio

mungkin ogok sj.lt untuk dttedsmohkon


dolom reqliirOs sehOrl-ho4. Merqpeft(shonkon
kebenoron mungkin somo goJo dengon
melcwqn unsur loln yong punyo pemiklrqn
berbedo. Don Inl sorna so,o perong dengron

sorono

uuno tohu bohwo hlOup ini setofu

baiknya."
Kesabaran mas Bambang juga bisa

,l

sebob lfuioh

rr,ur+f,(.

pekerjaan harus dilakukan sebaik-

waktu yang hanya datang ser,inggu


sekali. "Itupun kalau tidak ada pekerj:ran," tambahnya. Pernah ia Cigoda
teman-temannya di gudang t ah',i 3 113,
Bambangitu karvinnya se mii{gu sekilil"
Dan mas Bambang hai1.,; gi53 ig.se n\um se dikit tersipu.
Ya Sabru siang ia pul:r: ke Yog,a

gu0qnq.r indqckilO,,,;p.,nlefOsor,,

sedang rusak. Apapun kondisinya, mas

Bambang tetap berprinsip

di

l:-,:

tongon

Arjuno.

Dolqm moso dimono kekocor.rgn begifu

domiqsn dibufuhkon 'sorq kso#o

sefoti"

$ebogoi penyelcrnot Seseororq lorE tkhk


honyo 'sokti' Jugo horus konsisfen torhodqp
pendirionnlo. Idok l"Erq,ut Oleh galombore
orus yong dohq/qt l6ng sewokfu-wokfu siop
menelon $ope sots: Tenfunl,q dio i1orus

memiliki kekuoton. Kehroton

yqr

rSop

dimonfoolkan dokxm ssgob bittrosl cpopun.


Don kekuolon sebogoimono l,long dimllikt
oleh song ksotrio Be,oti brupo lknu. Seperfl
kotc Froncis Bocart 'Memilkl pr{]efirhuon

berorti menriliki kekuoton'. Soloh

qctg

kekuoton ifu berosol dorl berguru dengon


diri sendiri. Sebob muzuh ierhbot oCotctt
diri serdiri. Unfuk tfuloh rnngqpo A4uno

meloLukon icpobroto. Olo riengonggsp


keluorgonyo ick dopot mgngolohkon musuh

'terhebof tersebul lrclkolo Kurowo .menggodo", dgngon mbno$lung. sdu' dodu. 6dn
kenyoloon., ckhirry4,ftnernbukti*an sendid.
: Fondows lersingkir dorl,'penlqs politild yoilg

digelor oteh Kurswq,


Dan suofu soat biso scjc vong tiook

juJur okon menong Ker-;.Cok odiiqn bakol


xeserokcrl.n nerebok d:rnono-

I:r"::,","

OIcr':g-crorq} seokcn iidok berdsyo klgi


dipartul(on
qdcbh keberonlcn, Xebsrooiofi, unfuk rnenguboh ieolitos yong kocou. Kgberonbn

me:ilrst r+ctjics dun;cnyq.

\trq

uni'rk msmuloi sgrolonyo.


Befupopun kebersnion

ifu

hqrus di.

troycr r:'rol.ol, tujuno relo mengosingkon diri

dori kenkmobn duniowi don

ketuorgg
Poncjqwo horus puos ierusir dori gemertio
kehidupon,isi.eqo.., lnilch pengorbonon !ar:
besor mereko seponJong hidupnyo. perlof-

bonon yang berhorgo dokrm menggopoi


kebenoron yong diyot<ininyo.
Nyotoloh bohwo kebenoron semokln
menJodi borong lrrngko di lood inl. Bonlrok

pihok brusshs mernpsrbutkonnyq.

Jorong pulc -y&fg fe6j*h

cukup

kuot

tonfi:i

bertorung opoktgi

, Tok

:,116E1

unfuk

beriohon. Yong muncr' hon)hh suorq


porou yong merpiqlorcrxon seb,tioh pen-

deritoon, Tinggol bognlnono nuroni ini


ierponggil unhrf borp*it dotsm t6bisusn

Jugo

yong selomo lni mernbrurgkom ktto. Fkrruskoh mencori song ksokkr seJoti, ,Begowon

orong yong sulit iergodo dolom pror",

dengon pondongan serOo progmotts, bnpo

orong yong iidok honyo sokii trcpi

seseorong yong teguh pendirionnyo. Sese-

pencoiion dif-,i'o*qn hgke!*ot.tcalgnpufiqonl


yong didopot dori "ngetmu". Boginyo odo

Cipto Hening', di dunio yong

penuh

kito sendirl yong mernuloi.


,: ::: ) : .:,!:

i;:

Soiful Rolwron
.

HAYAMWURUK, No.2 Th. VIVI992


it!:

39

Cerita Tentang mBah Takim


Telah dua puluh tahun lebih mBah Takim menjadi i-am
tarygar itrr. Bagi janaah ta4ggar - terutama yang muda 9i
jymtah tahun tersebut fidaklah menjadi rnasalah,
-grh
'fakim benar-benar masih mempo' -"";J"*an"ot
tugasnya
sebagaiimam dsnganbaik Sayang menurut merek4 ke6sraan
EBah Takim dalam melafal- lantunkan ayat-ayat AI eulan
telah sangat berkurang sekararg. Selain itrq gerak sholat mBah
Takim "terlalu' tumatorinatu Akibatnya: membuka peluang
yang sangat besar bagi mekmum

uf,ffi

pstamrrn.

'mBah Takim harus digenti. Dia sudah terlalu tua.


"Y4 tapi siapa penggantinya?'
_ 'Banyak Pak Haji Salam bisa pak Medi pun bisa- Mas
Munandar, meski masih muda juga 6a-ptt.'

nKalau begitu yang


menjadi masalah bukan siapa

penggantinya Tapi bersediakah mBah Takim diganti!

'Korion, Pak Medi 5udah pernah menyarankan mBah


Takim untuk istirahaf Tapi mBah Takim menolak. Dia merasa
masih kuat dan mampu menjadi Imam di langgar ki6.'
"Apa yang sebaiknya kita lalcukaa sekarang?'
T(ta ramai-ramai sqasowan kembah Takim. Kita katakan

terus terang bahwa kekukuhan mBah Takim memegang


Jabatan' imam itu telah menimbulkan keresahan, s-ertl
menghambat regenerasi di kalangan kita sendiri. Oleh karena
itu - dengau hati-hati kita sampaikan - sebaiknya mBah Takim
istirahat, dan berbesar jiwa memulai nkehidupannya' sebrgai
makmum.
\Mah, bisa-bisa mBah Takim merasa kita singklrkan nanti.
Jangan lupa, mBah Takim sudah tua, dia gampang tersinggurg
dan nnudah pula menyalahtafsirkan niat baik kita.tr
"Begini saja, selama ini kalau mau sholat, kita selalu
menrrnggu mBah Takim datang. Nah, sekarang kebiasaaa itu
kita hentikan."
Tvlaksudmu kita tidak usah lagi menunggu mBah Takim
dan langsung mendaulat Pak Medi, pak Haji Salam, atau Mas
Munandar untuk menjadi imam, bgitu ?,

?as!'
'Wadth, nBah Takim
bisa sakit hati kalau begitu.

Dia tidak hanya

akan

merasa disingkirkan, tapi


juga digulingtar" Iai bisa

menimbulkan luka dan


dendam-"

'Ierus bagaimana?"

nMengganti imam
ternyata tidak gampang."

j
i

DRS. BUDI MARYONO

'Sebenarnya g mpalrg
hanya kita yang membuatnya jadi sulit. ICta masih
belum bisa
melepe.tan diri dari b,elenggu ,rikuh_pekewuh,, yang pada
giliran selanjutnya membuat kita selalu kr -s endilu-ditnth.,
'Lha,-wis piye, wongyangkita hadrpi slang tua."
Perbincangan di warung kopi itu- terkunci. Dan mBah
__

t;

Takimpun tetap menjadi.rmam, meski ber-shaf_shaf makmum

dibelakangpya mengikuti dengan setengah hati.


Dalam sebuah khotbah Jum,at, .""g khotib antara lain
mengatakaa "Reberapa tahun lalu" ada ieorrrrg imam yang

psninggal dunia ketika sedang melaksana_


kan tugasnya. Dii
menTC--84 dalam posisi sujud- Allahu Akbar! Si&ng Jum,at
yangbe{ahagia, inilah salah satu contohorurgyrog*irioggul
dunia dalam keadaan khusnul Mtotimah. Nuf, *"""aui"yi"A
tengah sholat imam kita meninggal seperti itr4 apa yang harus
kita lakukatr? Tidak laiq salah seorang
y-g-berada
di belakang imam harus segera

-ut-*

*enggttikannya fidlk perlu


wara-wara lebih dulu bahwa imam kita meninggal aUa
I{esuwen! Soalimam yang meninggal dunia aakm
frsisi zujud
itu urusan Allah. Sedangkan kitai;at iu, wajib merampu,gkao
sholat-'
oDemikian

pula jika di tengah sholat imam kemtut" Maka


imam tersebut harus memensiunkan diri, dan salah seorang
makmum harus menggantikannya. Segera! kalau kebetulan
keluarnya gas beracun itu tidak menimbulkan bunyi, ya

imam harus tahu diri! Dia tidak boleh terus


-!;"A
menjadi imam l,s1dl25arkan anggapan makmum tidak
ada yang tahu bahwa dia sudah ti dak layak lagi menjadi
imam. Ini penipuan dan kebohongan besar! icita harus
senantiasa ingat Allah maha Melihat.n

Imam harus tahu diri! Kalimat yang diucapkan


sang k{rotib dengan tekanan berat ini ielalu menguntit
kemanapun saya pergl. Dan malam, ketika hendak ti_
dur, tiba-tiba saya teringat mBah Takim. Ah, seandai-

nya. Ya,- seandainya mBah Takim menjadi imam yang

tahu diri....

i
!
;
I

lampercaris 0,1

iI

Penulis adalah cerpenis dan stafBiro Kepetrulisan Indonesia

!
I
I

@opendo| Semarang

I
1
x

li

40

HAYAMWURUK, No.2 Th. VIV1992

!
I
I

ill

l"

,.c

"

Kampus Fakultas

sikap bahwa: L. Pe-

Undip,20 Mei
yang lalu, begitu
semarak. Pagi itu ku-

milu adalah sia-sia,


dia tidak menjalan-

Sastra

rang lebih pukul 10.00


WIB, sekitar 30 mahasiswa yang tergabung

dalam Forum Mahasiswa Semarang "pu-

nya kerj a". Untuk


memperingati hari
Kebangkitan Nasional

t
I

TERGELINCIR PLE$ETAN
Peringatan Kebangkitan Naslonal yang dikemas dalam
plesetan upacara telah menghantarkan dua mahasiswa
masuk tahlnan. Padahal, itu dilakukan di dalam lingku
ngan
- kampus, Ternyata otonomi kampus lak punya
kekuatan ketika berhadapan dengan kekuasan

ya dan energi

di

te-

ngah gegap gempita


pembangunan.2" Ji-

ka

memang pemilu

te- tap dilaksanakan.

upacara unik yang


berlabel "Apel Siaga

UU

Kebangkitan Nasional". "(Jpacara" itu

dikemas dalam bentuk pertunjukan


teater komedi. Tentu saja itu menarik
perhatian mahasiswa yang lain. Meski
tidak bergabung langsung di pelataran
mcnikmati "sajian" itu.
Makin siang suasana kian "panas".

Yang menonton kian berjubel tidak


hanya di dalam kampus, tetapi juga
melongok lewat pagar depan kampus.
Entah siapa yang mengundang. di
luar pagar kampus, polisi dan ABRI
mulai berdatangan dan berjaga-jaga.
Kampus Sastra serasa terkepun". Tidak tanggung-tanggung, selain bersenjata lengkap, polisi dan ABRI itu juga
sempat merekam acara ter-iebut dalam
video. Tetapi para "peserta upl- ^
cara' itu serasa tak perduli. .{ci- I
ra terus hcrj")an den[an bunjrt.
Pada "up.rcara" itu. F\{S
mengeluarkan kri:i;:,1 i r:ig
cukup tajam. Iv{ereka m:igkritik mekanisme dan kualitas pemilu di Indonesia. Menurut me-

Pertama-tama, cabut

golongan tertentu. Sementara itu


kelompok eksekutif ini begitu absolut
sehingga bisa rnengatur MPR sebagai
Iembaga tertinggi negara. Sernua itu
masih diperparah dengan adanya Litsus (Penelitian Khusus) bagi caloncalon wakil rakyat. Wakil-wakil yang
seharusnya adalah produk heteroge-

nitas rakyat dipaksa untuk menjadi


sejenis. Akhirnya wakil-wakil rakyat
produk pemilu meski dari tiga kontestan yang berbeda, begitu mereka
resmi menjadi wakil rakyat, mereka
adalah sama: tangan panjang eksekutif.

Dengan demikian, demokrasi yang


sebenarnya belum nampak pada
pelaksanaan pemilu di Indonesia.
Berdasarkan pokok-poko|< pemikiran
itu, FMS mengeluarkan pernyataan

reka, pemilu

seharusnya merupakan wahana kontrol rakyat

terhadap pcmcgang tarnpuk


kekuasaan. Pemilu juga merupakan sarana strategis untuk rne-

lakukan perubahan

dalar:n
mengambil keputusan berbagai

sendi kehidupan. Namun, ternyata sistem pemilu yang diterapkan sekarang masih jauh
dari harapan rakyat. Apapun
hasil pemilu, sebenarnya pemenangnya sudah jelas, yaitu
eksekutif - yang dikuasai oleh

it
r

pendidikan potritik,
tapi malah pendiktean politik yang berarti pemborosan bia-

mereka mengadakan

kampus, ratusan mahasiswa ikut

it

kan fungsi sebagai

HAYAMWURUK, No.2 Th. VII/1992

yang mengatur

pengangkatan anggota MPRIDPR. 3.


Jadikan mahasiswa sebagai kelompok
netral, sesuai peraturan bahwa maha-

siswa tidak boleh berpolitik praktis,


serta beri wewenang untuk menjadi
pengawas pelaksanaan pemilu. Sebagai

kelompok yang tidak memihak atau


memilih mahasiswa bisa berfungsi sebagai wasit dan juri yang adil dalam
pelaksanaan pemilu.
Acara itu selesai kurang lebih jam
11.30 WIB. Tapi masalahnya tidak selesai hanya sampai di situ. Sebelum massa
bubar, pihak keamanan mulai bereaksi,
Mereka menanekap seorang mahasisrva

yang keluar dari pelataran

kampus.

ntara itu yang lain, dengan memakai pakaian preman, juga menangkap
tiga (3) mahasisrva lagi di dalam
lingkungan kampus. Anehnya,

Seme

itu tidak
disertai surat resmi. Sebagiau
mahasiswa yang mencoba
memprotes dan menghalangi
penangkapan itu tidak dihirausemua penangkapan

kan. Belakangan baru diketahui


bahwa keempat mahasiswa itu -

Lukas Luwarso,

Dui

Sugiono,

Hari Sutanta (Fak.

Sastra
Undip) dan Poitak Ike Wibowo
(Fak. Hukum Unissula) - dibawa

ke Mapoltabes Semarang, Setelah "menginap di sana, keesokan harinra (21 Mei) surat
penangkapan baru dikeluarkan
atas nama Lukas dan Poltak dengan tuduhan melakukan tindak
pidana subversif, "ajaibnya" surat

penangkapan itu tertanggal 20


Mei. Hari itujuga, Kamis 21 Mei,

lffi
flt-,f6p
ir:aliii:::';:::::ria-4

untuk keduanya dikeluarkan surat


penahanan dengan tuduhan melanggar
pasal 1-54 KUHP. Surat penaharrurr ltu

berlaku untuk 20 hari. Dengan alasan


galah tangkap Hari Sutanti dan Dwi
Sugiono dilepas, tapi keduanya masih
dikenai wajib lapor hari Senin dan Kamis
'

selama dua minggu. Sampai

di sini,

persoalannya kelihatannya akan bergulir

lebih jauh.
Subversif?

Mengenai tuduhan tindak pidana


subversif, Prof. Dr. Muladi SH., dekan
Fak. Hukum Undip, menghimbau agar

aparat penegak hukum bersikap hati_


hati dalam hal mengkategorikan tindak

tersangka, tampaknya pihak Undip atau

Itu yang membuat saya tidak mengerti,

Unissula sebagai almamater keduanya


tidak cepat mengambil kebijakan untuk
mengantisipasi masalah itu. Drs. Anhari
Basuki SU., PD. III Fak. Sastra Undip

harusnya kan perlakuaorrya ,a-i. Di


Yogya mereka itu malah keliling kota,
saya
di koran, malah polisinya
-baca

mendekat."

ketika ditemui empat hari setelah


peristiwa itu menyatakan baru akan

Ketidakmengertian Anhari ter_


hadap sikap pihak kepolisian dalarn

melakukan koordinasi dengan pihak

peristiwa "Kampanye Golput" itu, mung-

Mengenai penangkapan yang dilakukan


di dalam kampus, Anhari mengatakan,
"Waktu pengambilan itu, saya sedang di

golput dan mengancam akan menjadi


Golput dalam pemilu 1992 - peHsiiwa

pimpinan (Dekan dan Rektor,-Red.)


kin juga mewakili kebingungan sebagian
untuk menghubungi pihak kepolisian..l, mahasiswa Semarang.
Kalau dibandLg"Saya baru datang dari Magelang kema-*, kan dengan
"Peristiwa yogya,' yang
rin sore, kok," katanya membela diri. diantaranya ada mimbar
UeUis ai falf(
Sunan Kalijaga - yang juga mencuatkan

pidana subversif, sebab tuduhan itu sangat berat. Menurut guru besar Hukum
Pidana ini, seseorang itu bisa diancam

tindak pidana subversif bila terbukti

tindakannya menggoyahkan negara dan

pembangunan. Namun stigma tidak


boleh jalan dulu, sebelum ada bukti.
Asas praduga tak bersalah harus berIaku. Juga, tersangka harus diberi hak
untukmelakukan pembelaan.
Semeutara itu R. Djoko Mulyo SH.,
Kepala Kejaksaan Tinggi Jateng, menyatakan bahwa kedua tersangka itu akan
ditindak tegas, karena tindakan kedua-

nya itu termasuk menghambat pemilu.

Pihak Kejaksaan Tinggi Jateng tidak


akan segan-segan menindak siapa saja
yang mencoba mengganggu pelaksana_
an pesta demokrasi. Menurutnya, kasus
yang lebih dikenal dengan "Kampanye

Golput" itu termasuk tindak pidana


umum. "Tuduhannya bisa kenakalan
atau menghambat pemilu," jelasnya
seperti dikutip harian l4/awasan.
Direktur LBH Semarang, puspoadji SH., yang ditunjuk sebagai kuasa
hukum kedua tersangka, mengatakan

bahrva waktu penangkapan kliennya


dikenai tuduhan subversi. Tapi ketika
ditahan, keduanya dituduh melanggar

-t
kli
:.a.

f:,j
.t:

i;l
[.
tx;
ll,

it,i

biro rektor karena dipanggii. Kemudian


saya ditelpon bahwa Lukas sudah
diambil (tangkap) polisi. padahal kara-

nya itu tidak akan diambil karena


kegiatan

itu di dalam kampus. Kalau

memang diambil, ya karena (kegiatan)


itu tidak adaizin. Mereka (polisi)masuk

pasal 154 KUHP; menyatakan perasaan

itu ya mungkin

permusuhan, kebencian atau penghina-

pertimbangan. Barangkali kegiatan itu


dianggap mengganggu." Tetapi yang
jelas penangkapan itu terjadi di dalam

an terhadap pemerintah Indonesia.


Menurutnya, kalau memang yaug
dilakukan kliennya itu berkaitan

a*gu"

masalah pemilu, mustinya diterapkan


UUPemilu.
Lepas dari pasal berapa atau UU
apa yang akan dikenakan kepada kedua

dengan

segala

lingkungan kampus yang di atas kertas

mempunyai otonomi. Apakah yang


dilakukan FMS sudah sedemikian
berbahaya? "Tapi di Yogya kok ada

"Kampanye Golput" di Fak. Sastra


'Undip ini tidaklah terlalu fatal.
Tapi
mengapa penganannya berbeda?
Apakah karena "tradisi perlawanan,,
mahasiswa Yogya sudah cukup tua dan

kokoh, daa "Apel Siaga Kebangkitan

Nasional" oleh Forum Mahaiiswa


di Semarang dianggap satu
embrio yang akan melahirkin iradisi
perlawanan juga, maka harus cepat_
Semarang

cepat "digugurkan,,? Tapi setelah mile_


wati "kawah candradimuka',, biasanya
justru akan menguatkan janin itu dan
melahirkan bayi yang kuat.

gejala seperti ini (pawai Golput, Red.).

Fanani. Amani, dari berbagaisumber.

i1
[1
ltil
(.fl

ll:

Ii

HAYAMWURUK, No. 2 Th. yfiltggz

H
!

B;,,

I
I

.. !,

,i9- -

rang satu

Otonomi Kampus,

DALAM BAYANG.BAYANG
KEKUASAAN
I

wan gelap tengah membaYangi


A6lsnsmi kampus, yang selama ini
diyakini sebagai tempat pengembangan
kemampuan kritis dan akademis maha-

siswa. Betapa tidak, sebagai buntut

"Apel Siaga Kebangkitan Nasional"


tanggal 20 Mei 1992, emPat orang
-ahasiswa ditangkap - dalam lirigkung-

- oleh pihak

keamanan
berpakaian preman tanpa disertai surat

an'kampus!

resmi. Memang, setelah 24 jam dua


mahasiswa dilepaskan, tapi yang lain
(Lukas Luwarso dan Poltak Ike Wibowo) ditahan dengan tuduhan melanggar
pasal 154 KUHP; menyatakan perasaan

permusuhan, kebencian atau penghinaan terhadap pemerintah Indonesia'


Banyak pihak, terutama dari kalangan mahasiswa, menyesalkan penangkap
an itu. Simpati pada dua mahasiswa yang

ditangkap, secara langsung ataupun


tidak langsung, pun berdatangan dari
mahasiswa dari berbagai perguruan
tinggi di Indonesia. Diantaran;"a dari
Forum Komunikasi Nf ahasisrl'a
Merdeka (FORKOMM), Yaog bereaksi
keras. FORKON{}VI yang terdiri dari
para mahasis*'a Yang datang dari
berbagpi pergurun ringgi di berbagai
kota seperti Yogl'akarta, Jakarta,
Semarang Surahay4 Ualqn& Jember,
Solo, Salatiga, Bandung Bogor dan
Denpasar, pada tanggal I Juni 1992

fi

halaman
mengadakan aksi sinpatil
Mapoltabes Semarang.
Dalam aksi yang berjalan tertib ini,
FORKOMM menuntut kePada KaPol-

tabes Semarang, Kolonel Pol. Drs.

Gunawan, untuk membebaskan dua


orang mahasiswa yang masih ditahan,
serta merehabilitasi namanl'a. Selanjutnya merela meminta Kapoltabes untuk

berdialog secara langsung, serta

tF

antaranya Menteri Dalam Negeri,


Pangab, Menhankam, Menteri P dan K,
dan semua mahasiswa Indonesia, berisi
3 tuntutan. Yaitu, tuntutan untuk menghormati otonomi kampus, sebagai tempat pengembangan kemampuan kritis
dan akademis. Kedua, tuntutan untuk
menghornrati format
kebJbasan akademis i

dibebaskannya Lukas dan Poltak,


sambil menyanyikan Padonru Negei di
halaman Mapoltabes, sebelumnya pihak
keamanan berusaha merebut poster
yang digelar pada saat aksi tersebut.
Dalam dialog itu hanya tujuh maha-

siswa yang sempat mengajukan pertanyaan dan pernyataan, yaitu Khusnul


(J akarta), Matasah (Malang),
Susilo (Solo), Jayadi (Salatiga), Heri
Subayang, Burhan, Acong (ketiganya
dari Yogyakarta). Inilah petikan dialog

Zaeni

itu.

mahasiswa hingga h
ekspresi kritis dan

analitis mahasiswa
menjadi jelas dan berkembang. Serta, tuntutan untukmencabut

segala tuntutan hukum dan membebas-

kan secepatnya para


pelaku "Apel Siaga
Kebangkitan Nasional", Lukas Luwarso
dan Poltak Ike Wibo-

wo,

Jika tuntutan tersebut tidak dipenuhi,

maka FORKOMM
akan Golput'pada
tanggal 9 Juni 1.992
nanti dan mengkampanyekan Golput
secara terus menerus, mengadakan aksi

Forkom (FK): Kami menilai, selama

pembelaan untuk kedua pelaku apel

pemeriksaan sekaligus tuduhan yang

sampai kedua-duanya benar-benar

diberlakukan terhadap Lukas dan

bebas, serta menyebarluaskan permasalahan ini kepada seluruh mahasiswa

Poltak, setelah kami pelajar, ternyata

Indonesia.
Seusai dialog dan pembacaan per-

Poltak. Itu satu, Pak. Kedua, pen[am-

nyataan sikap, Kapoltabes minta agar


mahasiswa kembali ke tempat masingmasing dengan tertib. "statemen Anda
saya terima. Dan apayangAnda sampaikan tadi agar dikontirmasikan dengan

mendengarkan pernyataan sikap atas


penahanan Poltak dan l.ukas. Pernyata-

LBH. Jadi setelah ini bicara dengan


LBH." tutur Gunawan sambii rnenutup
dialog yang berlangsung di aula

Y.

an sikap dengan 30 tembusan, di

Mapoltabes Semarang selama lebih ku-

jam.

Selanjutnya mahasiswa membakar


poster-poster yangbertuliskan tuntutan

HAYAI/IWURUK, No.2 Th. VII/1992

tidak sesuai maksud Saudara Lukas dan


bilan terhadap Lukas dan Poltak sendiri

di lingkungan kampus oleh pihak


keamanan jelas melanggar otonomi
kampus. Lebihlebih mereka itu berpakaian preman, dan tanpa disertai surat
penangkapan.

Kapoltabes (KP;: Ngene, ngene yo.


Ada ketentuan yang menyatakan dalam
hal tertangkap tangan boleh dilakukan
penangkapan tanpi surat perintah. Ini

E
[r
lr

kita tidak usah ngotot- ngototanlah.


S/ow. Mengenai pertanyaan pertama,
.Anda kan tidak tidak tahu dan melihat
"sendiri pada saat terjadinya pertiwa itu.
Nah, apa yang dilakukan Poltabes ini
adalah dalam rangka untuk melakukan
penyidikan terhadap seseorang yang
diduga melakukan pelanggaran ter-

t.

hadap salah satu pasal yang tertuang di


dalam Kitab Hukum Pidana kita.
FK: Tetapi Pak, kami mendengar,
mereka dituduh menyebarkan kebenci-

["

kebencian, kebencian yang bagaimana?

an. Lha kok dituduh menyebarkan


Mereka kan tidak menghina pemerintah. Mereka mengkritik sistem
pelaksanaan Pemilu, yang dianggap
tidak adil. Dan itu pun bisa dibuktikan
dengan beberapa kasus dari tahun per
tahun, di mana terjadi pemanipulasian

i,

ii
;1

suara dan cara-cara sepihak dimenangkan oleh salah satu OPP. Sehingga kami
menganggap apa yang dilakukan oleh
Lukas dan Poltak itu suatu aktivitas yang
mencoba untuk mengkritisi sistem yang
ada. Lebih- lebih bila dikaitkan dengan

apa yang selama ini oleh pemerintah


dengung-dengungkan bahwa masyarakat dan atau mahasiswa dalam pembangunan ini tidak hanya dianggap
sebagai obyek. Tetapi, subyek. Terlebih
lagi bila kita kaitkan dengan pasal 28

UUD 1945 yang menyatakan kebebasan


berserikat dan berpendapat. ltu kan
konsekuensi logis dari pelaksanaan
pasal tersebut.

KP: Saya memahami sepenuhnya

tadi sifatnya me- i


nyangkut Rolitik, j

pemerintahai, monggo itu Anda salurkan

'

melalui perwakilan

Anda. Kalau

ada

DPR, ya DPR.

FK: BAP (Berita


Acara Pemeriksaan,
Red.) yang kami
terima dari Lukas dan

Poltak, ternyata pemeriksaan di sana


bukan masalah- masalah kriminal sebagaimana yang Bapak

katakan. Tetapi sudah menyangkut masalah politik. Seperti


masalah (aksi masa-

Pembacaan Statemen

lah) Kedung Ombo dan SDSB, yang


menjauh dari prasangka penangkapan
awal.

KP: Itu pengembangan dari suatu


pemeriksaan. Yang penting pedomannya. Nanti Andakan tahu pasal berapa
yang akan di- prasangkakan kepada yang
bersangkut- an, Saya tidak bohong. Dan
itu yang saya lakukan.

FK: Sampai sekarang kawan Lukas

dan Potak belum dilimpahkan ke


kejaksaan, dalam arti kewenangan tetap
ada pada Poltabes. Begini Pak, persoal-

annya bukan kita tidak melalui jalur


hukum atau tidak. Tetapi, permasalahannya adalah bahwa penahanan yang
dilakukan Poltabes Semarang terhadap

apa yang Anda sampaikan. Namun,

dua rekan kami, kami rasa cukup

pihak polisi hanya melakukan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Dan lagi,
proses yang dilakukan oleh Poltabes
adalah proses biasa, seperti yang dilakukan terhadap orang-orang lain yang
melakukan pelanggaran terhadap aturan perundang-undangan. Dan cara-cara
yang kita lakukan, ac:uanya juga sama.

gegabah bagi hukum. Sehingga pada saat

Kemudian sementara Anda-Anda


berpendapat bahwa ini tidak salah, dan

lain sebagainya, mongo

itu nanti

disampaikan melalui penasehat hukum


yang sudah ditunjuk oleh Poltak dan
Lukas. Melalui itu, salurkan aspirasi
Anda. Sehingga perbantuan hukum yang
Anda sampaikan tadi akan tersalurkan.
Lha kalau ada masalah-masalah yang

mereka ditangkap diisukan berhadapan


dengan tuduhan subversif, jelas sangat
tidak relevan. Karena Undang-Undang
Pemilu pun tidak ada yang mengatakan

bahwa seseorang yang menyatakan


perasaannya dengan beberapa kegiatan

yang dilakukan di kampus itu tidak


sesuai dengan undang-undang tersebut.
Terus, dalam pasal 154 itupun disebutkan bahwa kerumunan massa dalam
artian umum itu sudah tidak cocok, karena itu dilakukan di lingkungan kampus.
Kalau yang dimaksudkan umum, jelas itu
dilakukan di lapangan dan mengundang
massa. Untuk itu kami minta kepada
Kapoltabes agar secepatnya mengeluar-

kan Lukas dan Poltak dari tahanan.


K: Andakan tidak tahukejadiannya.
Makanya, aspirasi yang Anda kemukakan tadi, nanti sampaikan saja melalui

penasehat hukum. Anda membuat


statemen dan sebagainya, terus penasehat itu akan menyampaikan kepada kita.
Sehingga kita sepakati aturan main hukumnya ini. Dan kita hanya ingin mena-

ngani masalah kriminalnya. Soal dia


salah a(au tidak, itu kan bagaimana pro-

sesnya. Nah, mengenai apakah pasal

yang dipersangkakan ini terbukti apa


tidak, kita lihat saja nanti. Kalau tidak
terbukti, berarti sayalah yang memang
tidak becus. Dan itu konsekuensi saya
sebagai petugas. Untuk itu, berikanlah
kesempatan kepada kita untuk membikin terang perkara. Karena tingkat sekarang ini baru dalama tahap membikin
terang perkara.
FK: Hanya saja, nanti Bapak jangan

khawatir kalau dianggap tidak becus.


S

ehingga untuk itu Bapak akan berusaha

mati-matian untuk membuktikan bahwa


Poltal dan Lukas itu kriminal.
W : Ngalg n gak. Kala:un anti dalam
pemeriksaan Poltak dan Lukas dinyatakan ngakber salahkan berarti saya tidak
dapat membuktikan. Saya tidak meneri-

ma Anda tadi karena saya rapat. Itu


masalahnya. Dan mungkin bisa ditampung oleh stafsaya. Tetapi karenabelum
ar, maka saya keluar.
FK: Dari beberapa aktivitas yang

cle

HAYAMWLJRUK, No.

2.

Th. Ylll L992

Yogyakarta ini menjadipresedenbuat di


Semarang, buat menegakkan hukum di

Indonesia. Maksudnya, kasus di

Semarang ini juga bakal menjadi'prC.i


seden buat kota-kota lain untuk melaku-,
kan penangkapan. Nah, ini yang tidak

kami inginkan. Artinya, sikap kritis

Effiffi
lt:""-,r^,*-irr*1i'ft
SLOW WAE

nassa
Kapoltabes menenangkan massa

ada izin. Mereka me-

mangmintaizintetapi

tidak diizinkan.
Penangkapan poltak

dilakukan mahasiswa di hampir semua


kota di Indonesia, hanya Semareng yang
diambil penr"ganan. Padahal, yang saya
dengar, dan lebihvulgar, adalah aktivitas

yang dilakukan oleh rekan-rekan di


Yogyakarta. Tapi anehnya, dari hal yang
sama itu, kenapa yang di Yogyakarta itu
dibiarkan meskipun itu bahlan sampai
di luar lingkungan kampus. Sementara
yang di Semarang ini malah ditangkap,

di dalam kampus lagi. Apalagi dengan


dikenai tuduhan pasal 15-1 KUHP.
Dengan sedikit kreatif membuat
plesepn untuk menyalurkan aspirasi
kan tidat bisa dituduh sebagai pelalu
kdminal.Itu akar menjadi lebih baikbila
kepada mereka dilalukan suatu pendekatan edukatif.

KP: Mengenai masaiah itu sebaiknya Anda salurkan melalui rektor yang
Anda ma*sud. Tetapi rektor kan sekalang tidak bicara

sanna saya.

FIC Jadi rektornya belum bicara


sama Bapak?

KP: Undip sudah, Unissula belum.


Kami sampaikan kepada rektor Undip
bahwa kami ssdan* menangani masalah

ini. Untuk itu saya minta agar beliau


memberikan kesempatan kepada kami
untuk membikin terang perkara.
FK: Kami menghaigai kepolisian
sebagai alat keamanan. Tetapi dalam ka-

sus semacam

ini, sebaiknya

kan

masalah itu.
t-

FK: Tetapi
:tapi pihak kepolisian sendiri
1

ketika menangl
nangkap Lukas dan Poltak
:tai surat
penangkapan.
tanpa disertai
su
KP: Ituu nanti
nant Anda tanyakan pada
Pak Rektor.
rr. Tetapi
Te
mengenai itu kan
jelar
sudah sayar jelaskan
bahwa kepolisian
nangkap tanpa izin dalam hal
berhak menangk
tertangkap tangan.
tanga Sementara mengenai
yang tadi,, soal
soa perbedaan dengan
n, itu
itu saya tidak tahu. Saya
daerah lain,
sendiri juga
mengetahui apakah
tidr
;a tidak
mereka diizinkar
zinkan rektornya apa tidak.
FK: Soalnya
alnyabegini, Pak. Kami takut,
jangan-jangan
p
yang dilaku3an penahanan
kan oleh pihak
rihak Poltabes Semarang ini
dilakukan hanya
hanya untuk gagah-gagahan.
Kan tidak sehat
sehat itu. Apa sih kriterianya
itu boleh
seseorang itu
bo
ditangkap?
KP:Nah,ini'
rh, iniyang saya ingin ingatkan
kepada Anda.
,da. Apa
A yang kita lakukan di
sinisamasekali
:kali titidak didasari sikap ingin
gagah-gagahan.
rhan. Dari awal saya sudah
wa rmbisi
bilang bahwa
a
untuk melakukan
penahanan terhadap
terhr
rnereka itu tidak
ada. Kemudian,
rdian, kalau Anda tanya krirgkapan, jelas kriterianya bisa
teria penangkapi
.berbeda-beda,
o
:da, oleh
situasi dan kondisi.

Yang jelas
rs kri
kriterianya tergantung
kepada unsur-ur
sur-unsur yang disangkakan

kejelasan mengenai ketenangan umum


yang mana. Ini kan jelas suatu preseden
yang tidak baik buat masa depan bangsa.
KP: Saya mengerti apa yang Anda

ini ingin
menegakkan'demokrasi. Jadi, seolaholah yang Anda bilang golput dan segala
macam itu, salah persepsi. Nanti Anda
maksud. Mernang kita semua

konsultasilah sama LBH.


F: Tetapi, dengan menahan Lukas
dan Poltak, kami rasa itu bukan suatu
cara untuk menyelesaikan masalah.
Jangan disangka kekerasan akan dapat
menyelesaikan masalah. Penjara tidak
akan membungkam masyarakat, hanya
akan memperdalam dendam generasi
muda terhadap sistem negara. Lagian,
kala:u tolt mereka ingin dimintai keterangan, jangan di sel, Kami menjamin
semua, bahwa mereka tidak akan lari.
Kalau mmemang Bapak butuh keterangan, kami siap mengantarnya. Jangan
diredam dengan cara begitu. Nantinya
mentalnya rusak.
KP: Baik, itu akan saya tampung.

Hanya saja Anda perlu mengetahui


bahwa seseorang yang untuk sementara

dimintai keterangan, dan untuk itu


dilakukan penahanan, bisa ditangguhkan dengan beberapa persyaratan. Salah

satunya adalah yang bersangkutan


jangan sampai melakukan tindakanyang
sama pada saat dia dalam masa penang-

guhan. Nah, ini juga menjadi pertirnbangan pada penyidik. Oleh karena
saya berpendapat bahwa penyelesaian kasus ini saya prioritaskan untuk
segera dituntaskan. Iolr, kita juga memperlakukan mereka dengan baik. Tanya
saja pada Poltak dan Lukas. Tidak terus
kita tekan.

itu

kepada pelaku.
aku.

'ang menjadi keprihatinan


FK: Yang
kami, jangan-.
igan-jangan peristiwa di

HAYAMWURUK No.2 Th. YII/1992


tL

Se-

hingga mereka merasa tidak ikut bertanggung jawab mengenai

selalu akan ditekan. Mahasiswa yang


ingin menyampaikan aspirasi sclalu
ditekan, dan dianggap mengganggu
ketenangan umum meski belum ada

Tim IIw: Reza, Syamsul, Fanani, Seno, Arw"ani

i::ii
!i

-.

CERPEN

:j,
itr

,i;

,i
i{

1
il.
:1
.1,

Surat

,l
tu

t
d
:1

IH

'i
Ei

Ei
HI

lr
E

ti
H

H
B

sampai kapan pun. Barangkali baru akan berubah ketika aku


mulai kerj a. Arttnya ketika aku sudah lulus dari perkuli ahan yang
membosankan ini. Dalant surat-surat itu selalu ditanyakan: bagaimana kabarmu, bagaimana kesehatanmu, kapan kamu lulus
(seandainya aku cepat lulus dalam waktuyang singkat, ibu dan
b ap okku p as ti s en ang s ek a I i ), b e I aj arl ah y ang raj in, j angan p ikirkan hal4al lsin selain kuliah (termasuk di dalamnya jangan
ikuti diskusi, men$h$i kegiatan-kegiatan, mengikuti dentonstrasi, pocaran).
Ach" begitulah orang tuaku, yang tak ada bedanya dengan
orang-orang tua lain di negoruyang sedangberkembang ini.
Perssaan dan suasana jiwaku akan tetap samaketika selesai
membaca sttrat. Terus begitu berulang seiing dengon seingnya
kedatangan surat dari kampung yang juga memuat peintah dan
nasehat yang sama. Memang tampaknya membosankan, paling
tidak begitulah bagiku. Sama membosankannya dengan ceita

46

dai kampung datang lagi. Tepatnya dai kedua orang


q dan t amp akny a ak an t et ap s am a

aku. Is iny a m as ih t et ap s am

yang kukenrukakan di hadapanmu s aat ini. Bos an yang

seb os

an-

bosannya. Yoh, begitulah. Rasa bosan. Muak. Marah. Malas.


Lelah. Sakit hati. Dai sejuta lainnya akan datangberombongan
menyerangku. Memburuku hingga aku benar-benar lari teftiit-

biit

ke sebuoh sudut yang paling hilam. Terpojok

Bosan, karena kupikn hidup ini tak lebih dai perulangan


rutin belaka. Bahwa aku hanya harus menjadi mesinyangmenghidupi sebuah peranan mati. Pagi berangkat ke kampus, memasuki ruang hiliah yang sempit dan sumpek di mana calcrawala
begitu menghadang. Duduk di bangku berdebu yang keras ber-

jam-jant lamanya. Mendengarkan dosen ngomong ngalorngidul, yang kadang kurang begitu jelas juntrungnya.
Miip seorang bocah cililg aku duduk manis tanpa sempat
melahir pola pemikiran tersendii. Dan tenfii saja tanpa sempat
bisa bicara. Ya, kupikir-pikir semakin lama aku akan berubah
menj adi orang linglung dan bisu. Siang hai, s etelah hampir mati
lemas sku pulang ke rumah kostku berjalan kaki di langit ter-

bukq teryangang panas matahai. Akan tetapi pada suatu

HAYAMWURUK, No.2 Th. VII/1992

r
L

CERPEN
tempo akubisapulangnaikbus kotq yangpenuh sesak Natnury
kebiasaan semacam ini hampir sulit kudapatkary karena hanya

kan pikiran gtna menyelesaikannya.


anku dap bs 1sy su*b angkan.
bis a h"tlakukm jikalau alaryunya uang lebih. psdah al namanya
Awanhitamsedangmengelantungdalambenakku.
.
SeUugh,,1
uanglebih hampir dapat dikatakqn takpemah ada langankan
dataran hitarnyang menyesakkan. Alat terdampar fli ssna.nu;r:_|i:
lebih, culatp saja sudah memertukan pengiitan yang tidak mengj adi mal*lukyang m en deitq paling m endeita. B anyak turyzuian
enal<kan.
dan tontangan yang membentang di depanla^t dan menuntut
Sesampainya di rumah aku menuju warung langanan (di penyelesaian dalam waktu
berbarengan dengannya. Dua titik
sini kupakai kata warung langganan dalam arti sebenar- el*trim yang s ama-s ama me nmbingungkan.
benamya. Langanan aku makan, dan sudah pasti langanan
- Dulu, d?l* bayangankt, menjadi mahasiswa berjaket
aku ngebonuntuk makan ala kadamya, Sepiing nosi tambah
almamater kuning be$alan gagah. Bisa menikmati segata
sayur disertai dengan dua kerat tempe atau tshu. Sore hai aku previlage
menyenangkan. Namun, bayangan itu seilua
_yang
p e ran

musti belaj ar sampai malam suntuk. B egitulah hi dupku berj alan

menjadi hancur berantakan ketika aku telah-benar-benar men_


antara siHus-siklus yang monoton. Yang paling membuat aku
jadi mahasiswa. Ternyata menjadi mahasiswa sangat menyulitmarah, mualg bosan, adalah mengapa aku hants menjadi mesin
kan. Ketika diam, dikatakan tidak mempunyai-kepedulian,
(atau tepatnya dipalcsa menjadi mesin pencai status oleh orangtetapi ketika mencoba mengeliat semua oiangmulai khawatr
orang di sekelilingku. Di,sini yang paling kusesolkan mengapa
kemudian menyiapkan perangkap untuk menjinakkannya.
orang Uaku juga ikut-ikutan meletakkan kuk pengekang pada
Lantas, aku harus memilih peran yang mana?
pundakku. Ini yang paling menjadi alasan unruk begitu).
Memang aku harus menyadai bahwa aku anqk orang
Kemudian yang muncul adalah rasa leloh yang membuatku tak miskin. Bahwa untuk
kuliah perlu biaya yong tidak seatiit
berdqta. Lemas lunglai bagaikan remuk fi.tlangbelulang. Akibat
jumlahnya. Dan jumlah yang tak sedikit iru sulit mencainya.
selanjutnya yang muncul adalah kemalasan yang menggerogoti
laltwa aku harus segera lulus dengan cepat untuk mempertn'gan
te mb ok kehen dak hi dupku.
beban yang musti ditanggung oleh orang tuaku. Benir, binar
MungkinAnda akan menduga katau aku sedangterjangkiti
sekali aku pun buttth kesenangan. Butuh uang untuk membeli
bibit-bibit stres atau malahan depresi mental yang akut. ya,
kesenangan itu. Namun, juga teramat benar bihwa uang kuliah
barangkali benar adanya. Iadi aku tak perlu membela dii di ylng ,Yboyar itu murah, karena
mendpat subsidi dai pemedepanmu. Benar, benar sekali dugaan yang sedang berkelebat
intah. Sedangkan uang pemeintah itu didapat lewat pojak.
dalam benak Anda. a4lat kebingungan menghadapi kerancuan
Pajak sendiri adalah uong yang dipungut-dai *oryirit ot.
sikap kejiwaan. Pada' sisi yangiaii akau ingin mZnjadi mahaAlangkah teganya jikalau aku mengabaikan hat iai dengan
siswa yang bailg aktif mengikuti \ailiah, cepat lulus dengan Ip
up aya y ang m a mpu ku I a kuk a n.
yang tingi. Taat menghafalkan omongon dosen. Dan mematiKini ketika aku berada di tengah pusaran kebingungan, dan
kan segala kein$nanku untuk menj adi yang lain. yah, untttk cai
ketika benar-benar tidak dapat memah ani dinku sendii sebuah
selamat mending menjadi mahasiswa patla umumnya saja.
pilihanharus diambil. Semakin panjang jalan don lorong_lorong
Di safi"t sisi, ada sesuatu yang menarik-naik dalam nurani- kebingtngan yang musti aku susui. Aku
hsrus memilih. Untui
ku. Kondisi di luar diiku yang sangat mempihatinkan jiwaku.
iru akuhanya memilih satu jalanyangkurasa cocokuntuk diiku
Mengapa sku tidak bisa sepexi orang lain yang bisa dengan
sendii. Paling tidal<, cocok sampai saat aku berceita di depantenang melepaskan harkat don hasrat kemanusiaannya begitu
muini.
saja Seingl<ali aht mengutuki dinfu sendii. Aku benor-benar
Akhimyq aku ntemilih pulang. Bukan pulang ke kampung
menjadi asing dan tidak bisa memahami diiku sendii_ Coba halaman. Bukannya aku pulang ke ketentraman
rumah-yang
An da b ayanglca4 b et ap a s akiny a orang y an g kehilangan diinya
mematikan, yang sebenamya tak lebih dari malapetaka.-Aku
sendii. Ketidal<beronian yang paling tidak mengenakkkan ada- pulangke pusat waniku. Mencai diiku sendiiyaigtelah
lama
lah ketika kita tidak bisa lagi memaharni
sendii. Karena hilang. Membenamkan diiku dalarn arus kebingungan yang
pelaian terakhir yang mungkin mampu menyelamatkan manuteruyata akan mendewasakan diiku.
sia adalah apabila rnasih monpu mencoi hiburan untuk diirrya
Di sana aku menjadi sosok yang hidup. Bukan menjadi
sendii totkala orang lain tak m:au meneima kita. Nah, beginilah
benda mati yangbebas dimainkan dan dituirut oleh orangiain.
keadaanku. Bukannya aku meminta simpati padaAndq dengan
Ibu, bapalg inilah anakmu. Yang telah mempunyai sotu pilihon.
aht berceita seperti rnr'. Ngga\ nggalq aku nggak perlu bela- Aku akan membulctikannya. Iangan tuntut akt macanT_mscam.
sungkawamu. Meskipun aku benar-benar menderita, namun
Pilihanku satu hal, aku ingin jadi manusia.
demikian dengan sombong aku akanberaniberkata bahwa aku
masih cukup beruntung bila dibandingkan dengan Anda.
Ada dalam bayanganlaq suatu saat aku bisa menyumbangYogyakarta, awal Desember 1991
kan tenagaku unfitk masyarakat ketika aka sudah lulus nanti,
Kado Natal untuk Bojoku.

dii

Akon tetapi htpikir itu terlalu lamq bukankah saat ini pun
aku mampu mel akukannya. Kalaupun tidak m ampu
turun secara langsung
tengah-tengah masyarakat turut menyelesaikan msalah yang adq paling tidak kita bisa merywmbang-

s ebenamya

HAYAIVIWURUK, No. 2 Th. Ylll1992


.3,:' 'jJ.gi<

Penulis adalah Cerpenis dan Mahasis*a Fakultas Sastra UGM


Jurusan Sastra Indonesia, Angk. 19g?

47

Qatu

masalah lama yang masih tetap

L)kontekstual untuk dicermati adalah


.kenyataaan bahwa masyarakat lebih
suka membaca karya sastra pop daripada karya sastra serius. Masyarakat
lebih enjoy pada bacaan-bacaan ringan,
penuh romantika dan menghanyutkan.
Sedangkan ketika dihadapakan pada

Dari Buku Sampai


Layar Gelas

karya sastra semacam Atheis-nya


Achdiat Kartamiharja, Telegram atau
Stasiun-nya Putu Wijaya, Sri Sumarah
dan Bawuk karya Umar Kayam, atau
cerpen-cerpen Danarto, ternyata ma-

syarakat

tidak

begitu menerima.

drama Antara Bumi dan Langit karya


Armin Pane. Lantas bermunculan film-

Memang karya-karya sastra yang serius


sering sulit dipahami, karena bahasanya
yang susah dipahami atau alur ceritanya

film lainnya yang diangakat dari karyakarya satra. Misalnya Anak Perawan di

sulit dimengerti, sehingga akhirnya


hanya sampai pada sekelompok kecil
orang saja. Padahal karya-karya sastra
yang di dalamnya mengandung ajaran
moral, kritik sosial, ataupun lukisan
kondisi masyarakat atau bangsa pada
zaman tertentu, yang tentu saja ada
gunanya sering hanya tersusun rapi di
perpustakaan atau di toko buku.
Soal lain yang layak disimak yaitu
kondisi masyarakat kita. Drs. Agus
Maladi, dosen fakultas Sastra Undip,
pemimpin teater dan re{aktur harian
Wawasan menganggap bahwa dalam
negara berkembang seperti Indonesia
minat baca yang rendah tidak sebanding
dengan budaya "nonton" yang cukup
menonjol. Padahal untuk menumbuhkan budaya baca harus melalui proses

Alisyahbana) tahun 1963, P agar Kawat


Berduri 1-963 (Trisnoyuwono), Liburan
Seniman 1965 (Usmar Ismail, Malam
Jahanam 1971 (Motinggo Busye), Salah
Asuhan 1972 (Abdul Muis), Si Doel

yang pan jang. Kalau tingkat apresiasi


dan pola pikir masyarakat sudah stabil
barulah budaya baca tercipta. "Melihat
kondisi masyarakat kita yang seperti ini,
tidak mudah untuk memasyarakatkan
karya sastra. Jadi masih perlu dicari

alternatif yang sekiranya

bisa

memberikan hasil yang memuaskan.

Kiprah Media Audiovisual


Salah satu upaya yang diharapkan
punya andil cukup besar untuk memasyarakatkan karya-karya sastra adalah

Sarang Perawan (Sutan Takdir

Anak Betawi 1973 (aman Datuk


Modjoindo), Atheis 1974 (Achdiat
Kartamiharja), Kemelut Hidup 1978
(Ramadhan K.H.), Roro Mendut 1984
(Y.B. Mangunwij aya), Ronggeng Dukuh

Paruk 1985 (Ahmad Tohari), Bila


Malam Bertambah Malam 1990 (Putu
Wijaya), Noesa Penida 1990 (Anjar
Asmara), Pertemuan Dua Hati 1990
(N.H. DinD, dan lain-lain. Yang paiing
akhir dan cukup berhasil adalah sinetron
Siti Nurbaya 1991 (Marah Rusli) dan
Sengsara Membawa Nikmat 1991 (Tulis
Sutan Sakti). Menyusul sukses kedua
sinetron tersebut berhembus kabar baik

menggembirakan. "Sepanj ang visu4lisasi


karya sastra itu mampu membangkitkan
rasa cinta pada sastra, saya setuju. Tapi
perlu dingat juga bahwa selama kondisi

perekonomian, politik dan sosial


masyarakat belum mendukung, tidak
bisa menciptakan masyarakat sastra,"
tegas Agus Maladi lagi. Yang juga musti

diteliti adalah apakah setelah menonton,


masyarakat akan tertarik pada bukunya
dan berusaha mencarinya atau tidak.
Dra. Th. Sri Rahayu P, MA., dosen

fakultas Sastra Undip memandang


visualisasi karya sastra sangat positif
karena dengan itu bisa mengenalkan dan

mengakrabkan karya sastra pada


ditayangkan

Takdir Alisyahbana), Sukreni Gadis Bali


(A.A. Panji Tisna) dan Tenggelamnya
Kapal van der Wijck (Hamka) juga akan
dibuat sinetron.

Mengamati peran audivisual dalam


memperkenalkan atau memasyarakatkan karya sastra, Jawahir Muhammad,

staf administrasi Unisula Semarang,

yang semula hanya ada

sastra telah dirintis oleh dr. Huyung


pada tahun 1950 dengan memfilmkan

Memang, sambutan masyarakat


terhadap visualisasi karya sastra cukup

masyarakat. Khusus karya satra yang

maupun layar gelas. Sebenarnya visualiIndonesia. Usaha memanfaatkan teknologi audiovisual untuk visualisasi karya

karya sastra," tambahnya.

Siregar), Layar Terkembang (Sutan

mengemukakan bahwa visualisasi karya


sastra mampu menglridupkan imajinasi

itu bukanlah hal baru di

merupakan terobosan baru untuk


menarik minat masyarakat terhadap

bahwa Azab dan Sengsara (Merari

dengan visualisasi lewat layar perak


sasi seperti

Sementara itu Agus Maladi mengatakan, bahwa untuk memasyarakatkan


sesuatu lewat media audiovisual memang terkadang lebih efektif. "Sinetron

dalam angan-angan pembaca dan


sulit dirumuskan bentuk konkritnya.

"Dengan media pandang-dengar,


ide-ide yang abstrak menjadi konkrit,"

di televisi itu lebih bisa


diterima masyarakat luas sampai ke
pelosok-pelosok desa. Masyarakat
dapat menikmati karya sastra serius
yang dikemas dalam bentuk sinetron
karena bisa ditonton dengan santai di
rumah bersama keluarga, tidak perlu
beli karcis dan tidak perlu mengkhususkan membaca teks asli dalam buku.
"Oleh sebab itu tidak perlu heran bila
mendengar ibu-ibu rumah tangga yang

asyik ngobrol mengenai keculasan


Daatuk Maringgih atau kesialan- ke-

sialan yang dialami oleh Midun,"


tambahnya.
Harapan dan Kenyataan

Yang cukup menjanjikan harapan

jelasnya.

HAYANIWURUK, No.2 Th. VII/1992


-i:"..

,!

l,
I

tetap

unsur seksnya. Padahal ada nilai-nilai:

mgngadili, i1u 5udah termasuk disiplin

manusiawi dan religiusnya juga. Orang.;


yang, bgluni :rnembapa, n-oyelnya taPi t
*"tit rt filmnya tentu akan memanddng

sosialisasi karya sastra. Bukan soal


m

asvarakhtii tgii. Lii(iip'! kritis'' dalam

menanggafii, pemvisualan karya saiitra

yang melenceng diari teks aslinya'


Sebpgl.aa Blenonto+ tertentumampu
metrilaln diln mengkritik agar visualisasi

tidak iiciak terlepas dari tema dan


afrianat:yang terkandung dalam teks
aslinya. Adanya penonton yang mempu

"menilai" ini menunjukkan bahwa


sebagaian atau segolongan masyarakat
iang telah membaca bukunya. Mereka

tidak mungkin daPat menilai dan


-membandingkan kalau sinetronnya
menyalahi pakem, frka tidak membaca
bukunya. Kita bisa sedikit bernafas lega
karena*arya. s,astra \it1 tidak terlalu
terasing di tengah 4asYarakat Yang
telah melahirkannYa atauPun Pada
masyarakat generasi berikutnYa.

kritis Penonton,
Djarvahii Muhammad, Pengaratrg
Meng-enai sikaP

Semarang yang perpah diajukan pada


Pengadilan Sastra sehubungan cerbung-

krativitas sastr4" tandasnYa.


kbih tanjut Djawahir berpendapat
bahra produser dan sutradara harus
berkonsultasi dengan pengarangnya
ketika akan mengangkat karya sastra ke
media gambar. Selain itu sutradara jug,3,.

lain. Kalau'dibandingkat"dengan film,


sinetron di televisi masih lebih kentara

i
,

dampakpos'it-i ka1,enaid-eseirtralnya'
r.,asih'diteriras iituh dan [idak terlalu
ygit.!,,
terpaku pada pertimbangan segi
pengaralg,
perlu menghorniati
komersial saja.

sutradara boleh mengubah naskah tapi


tidak boleh menghilangkan isi, tema d4n-,

amanat yang disiratkan pengarang

.,'
.

Memang, untuk bisa rnenghasilkan,

film-film atau sinetron yahg

bagus

kualitasnya dibutuhkan beberaPa


da-lam karyanya.
,
persyaratan:'Khusus untuk film atau
RahaYu
menurut
itu
Sementara
'silretron yartg mengangkat karya iastra
sutradara
mpmpunyai
Prihatmi ..oturg
hak untuk berkreatifitas dan meng- dibututrkan sttradara'yeng'mengerti
interpretasikan kembali karya sastra magalah saqtra dan p.rempunyai latar '
belakang,pendidikan sas(ra. Dengan itu,
yang diangkat ke media gambar. Setelah
harus
diharapkan mampu menangkaP
kita
gambar,
media
menjadi
ya+g tidak dijelaskan
yang
media
karena
:nuansa.nuapsa
berbeda
menilainya
karya sastra dan
dalam
eksplisit
secara
di'
Itu
boleh
tidak
berbeda.
dipakai
momperkayanya'
bisa
"Idealsekaligus
RahaYu.
dengan
Senada
kacaukan.
Prihatmi, Agus Maladi punmengatakan ' nya, sutradara itu memiliki wawasan
bahwa pemvisualisasian memang kebudayaan, sastra, keseniirn, juga
mengutangi inti kadar cerita dan me' secara teknis menguasai metodeCEMPAKA.
metode perfilman," tegas Djawahir
:

Muhammad. Selain itu dibutuhkan juga


seorang produser yang mempunYai
perhatian pada dunia seni dan sastra.
Sehingga bisa memadukan dunia bisnis
dan dunia seni, bukan hanya memasuki

dunia seni semata-mata karena nilai


bisnisn-va. Selama iai kebanyakan
produser film hanya mau me-milih

ruz

karya-karya sastra yang zudah dikenal


luas dalam masyarakat dengan harapan
jika diangkat ke layar perak akan meraih
sukses besar.lseharusnya'produser juga

'&:,.
nya yang berjudul Nyanyian lJiban,

menanggapi panjang lebar. Harus


diakui, ketika karya sastra diangkat ke
film atau sinetro..n me'nang ada

nilai-nilai yang hilang. Nilai-nilai filsafat,


indahan bahasa, romantisme-romanhr." y*g hanya bisa dinikamti lewat
bahasa tidak selalu bisa divisualisasikan:
Selain itu bahasa gambar memperhati-

kan pula aspek waktu dan faktor


kemampuan pemain untuk mengekspie-

sikan tuntutan-tuntutan dalam teks'ke


dalam bahasa gambar. "Jadi, kita berhak
untuk puas atau tidak puas, tapi tidak
menuniut sepanjang referensi kita pada

sastranya. Kalau soal nilai sastra,

meminta pertanggung-jawaban atau

mangantarabahasa tulis dengan bahasa

memikirkan kewajiban moralnya untuk

gambai' dibedakan. Konsekuensiny?,,


nilai'estetika antara kedua media ter-

.IBempgrkenalkan karya.karya sastra

sebut mimang berbeda. Agar visualisasi


karya sastra berhasil baik memangperlu

'imengawiakan" keinginan sutradara


dengan penulis.

' ,':'bts,'Tavif Rudiyanto, Kepala Biib


terkandung dalam karya sastra masih
diikutkan juga perlu mempertahankan
ide aslinya'Akan celaka kalau menonjolkan salah satu segi Yang membawa
dampak negatif. Misalnya novel Ahmad
Tohari Ronggeng Dukuh Paruk menj adi
rusak karena yang ditonjolkan justru

HAYAMIV{JRUK, No. 2 ThrMIlI992

yang belum be'gitu dikenal juga,l

:tainbahnia.;:'r,':

r'

'

;, :'.. d,[furi111y.d,,adanya usaha untuk


mengangkat karyi'karya sastra ke dalam

film atau sinetion diharapkdu

bisa

membantu memperkeualkan karYakarya sastia kepada masyar.akdf secara


luas sehingga sasira bisa lebih dirasakan
manfaatnya. Kalau itu tercapai maka
sastra tidak hanya terpeneil Pada
masyarakat sastra saja. Semo$a."
Pe*awm@

Pmudya \lhrdmi

Cdu

Iir

w4skno Adi
Ugiringsih

BNtanul Arifm

Pemgku :

Ikc

'

I
i

SAJAK BANGUN TIDUR

. semalam dengan perempuan demonstran Se I am at p agi, Srengenge


tid.urm.u, pula.s sekali semala.m

kau mendenglrur perl aban,

ngat perl ab an

Meski begitu cuhtp mengingatkanl?u parla traktor mendent

aht gemetaran di sannpingnu


lalu ku.lekapkan kepalaku di bidang darlantu
Irama napasmu yang bagai alurt
metnbuat jituaku sentakht ngungun
sebelunt kudengar suara-suara gadub
seperti radio di rongga d.adamu gemuntb

rnenyiarkan berita dari negeri-negeri jantlt


Segerombolan bunrb melancarkan aksi mogok kery'a
dan bubar dengan ancamanpemecatan
tnalamnjta mereka membakar gwdang
dan beres dengan beberapa lehtsant
Di lain bagian api mengbapus penonabanpenduduk
sebuab kota, tantpa dihetabui sumbent1a
Kentudian sebuab pengunuonan4 melaiang pendudttk ittt
nrcndirikan ba.igunan di atas tantab rtereka
yang telab jadi abu
Hai itu, kant tabu (?), api tnengga',xti. kebijaksanaan.
sebagai penye le s aian taw ar-tnenaloar
mengigau tentang matabari yang tersungkur
ke dalann selokan), Aku disergap kekbanaatiran
(Kanr.

lalu lampu akumatikan


dan beberapa laron binasa oleb panasnla
Ab, kau telab mernbukarnata, merab penub gairab
di dalamnja sebuab cermin terbelab
menjtembunyi kan ut ajab-w aj ab berclarab

Bukalab baju tidunnu,


ingtn kubintp lagi uangi pelub pekerja rod:i
Jlang menggaritkan sungai parba d.i penttmu,
yang kaib dengan debu,

unfiik kulekatkan pad.a tembok kesangsianht


Ilnruk terakbir kalinla biar kukucttlt keningmu
yang kian melebar. Aku akan lebib dulu keluar
kopi sudab kusedub di sudut kamar
di atas meja kerja
Setelab kau ramltungkan saiak protesmu
1'angmasib saja. liar, timbun kegagalan dan bakar
Dan jika. nanti htdengar derap kaki berlaskar-laskar
httunggu kau di pinru penjara
J^kilra
t987

KEPENGIN PUIAN G
dan kotapurt meraung panjang
dan ketakutan lrun nrcngePung orang-olar?g
J)ang uanita menyimpan sisa kebenian
di sela-sela httantg, yang lelalzi

di anrtara kedua pangkal haki


.

Aku ntengigil seorangan

lantas kubunt cintaku di banghu sekolab


jalan aku gemetaran dirajru kemesraant iklan
sejak itu aht tah pentab kembali he rumab

Di

hti dia (!) suasana kota besar

uarnanya jinga bagai ataca seusai asbar


bangkitkan kenangant malam kasntarant di desa

uaktu bercurnbu di bautab gairab bulan puntanta


Kekagiltbu jaub di depan

ntelengok bagai rambut surinla


bennain cinta entab dengan siapa
sedartg al?L. terpuruk di sirti, direjant
dentant yang Drcnggerogoti basrat perbuntant
Aku akan lxtlang saja
ttge but sepatja ng ja lant
tte I e u, a t k an nta I at tt d.enil nta I ant
kepada pagi a.kant a.ku ucatrtkan "Ilallo!"
latttas rn.ertdertgkur di tantan, di sarnplng nrctorhu

jtang buikat detrgatz pergelangatt kakibu


A.ht kepengirt pulang
kenba li ke orantg-orang
Kami akan hentut bersarna sekeras-kerasnla
ketika kota-kota kbusttk berdoa
agar takjadi bunub diri

lantarant ketahttan
Jakarta
1987

HAYAMWURUK No.2 Th. VII/1992

l.

1t
tl

li
I

TENTANG ANAK YANG MENGGAMBAR

)K SREI,rGEI{GE

Bukan, kekasibht, anak itu ctona

tnenggatnbar utajab bapafurya yang


tak pentab ltulang lze4ja

sejak ia bant agub bulatt


dalann. rabhn ibuttya

t
i

Bukan, bukant! Ia menggambar


pada bunghts kacang yang tah utttb selembar

i.

Ya, kata orang-orantg, kekasi ltkrt

Kata orang-orang gantbar itu persis bapaknya


justnt karerta tida.k berbentuk u'ajab }{anusia

BATAS TEIAH HIIA.NG. K{TA ORANG


Segala batas telab bilang, kata or,zt:z
hmi jadi kecl dan langit iadi seriPi;
lapi kant bimbang, seusai mengajttr .lt satu siattg,

Jakarta
September

SEI{ANDUNG BUKIT GOMBEL

di kelas anak-anak rnenimallS bola ,iutia


dant tale pentab taltu di tnanta tertipn! rlrl,tg tuanya
:

i
.'

,
I

Lantarart itukab kau Patab gait,;b'


nterasa bidup bagai daun yang ;11*lNri1lt dai tanab
dant. kembali htrub ke ta.nah: sll{y'tiXi
babkanAdann, kau bilang, cuma bi-',tialan
yang kita ciptakan sefll.ata un:ttk n':.-:', akinkan dii
'babuta
ktta punya akar benta'tti .t!-ztiusia,
bulzan kera ata.u lairtnYa
Maka aht lttttt berlattYa.
pada seribtt tabun ntendatatt<
bagaintanta bisa orartg Perc t;'. .a
babuta kita bettar-bettar icn:!. ;'.;,t?
(Br"rkankah setiap tlar.i':s;i . j:'.r

t
I

se

jerah?)

Sedang kita, ctuna i'ii;:r -i izri-i ,nertggerogoti


ruttius atl ke bij a kan b c r| t ti t i; ii r- I e t nbar
nantun tak bunjurtg jttdi P:t::tr

Segaia Lta:as teiah li!tzrt;. kata orang


te:.23 ?ercd.1 ,z l'altta orang kebanqlakan,
seialu |17:r: ,li perltitungan
kita.
seperti

tapi kau

Pekalongan

April 1991

HAYAMWURUK. No. 2 Th. VIII 1992

IL
r

be
:

Scpa nja r ry r t uts i t rt ke ri ng ini


lunt ter kubur ras a ke bi I angan ny a

gltgur daurl di pelepab denil buab

Ia baca tanab pecab-Pecab


udara jinga dan lantgit tak berupa
s ep antj ang I angkab ka kinlt a
Ia rasa kentatian ya.ng sarna pentab dikenalt;i,t
tanpa berani ia paslikarl di mana
Seperti penxab ia cerita
tapi erxtab kepa.da siaPa

tentang bocab lattang bertualang

Dan sejarab, kalt bi!a'l{. L:t:.i :.ik pentab pttttya


cuali le ge nda j,' a t gP. ?i :. i iui ": l'.2 r t a klt lu k be s ar
juga sepatu nrereka dLTti LtpLz tLi.'.z (tat,Pa ntenl/ebut n',ant'a)
yang terinjak di bau'.tlr,:''; a
ke

1!!l

ntenaban. tamparan

lnlan matabari

ntencari sarang angin di lembab paling bau'ab


di lanrtan. paling dalam diiendela cakrau'ala
Ketika tak sanggltP ia seberangi gelontbang ritulunya
ken*ali. Di jalan- langkabn'ya tertaltan
ntendengar serak gagak di keltenirtgan
Di lengalt udara gentetarart
d.i pobon tanpa danntan
ia pun

: sosok bundantya bergelantungan

Ia nrcrintib perlaban
air rnat anJ/ a rnengSen anS
Matabari mengantbanzg di lautan
Semarang
1987

TAKUT?
Sudah bukan menjadi rahasia Iagi

kalau banyak keluhan dialamatkan

Perguruan Tinggi. Hal

[e

ini berkaitan

dengan semakin kurang pekanya


kampus dalam mengantipasi reilita yang
terjadi di sekelilingnya. Kampus seolah

diam seribu bahasa. Tak ada gaung yang


berarti terutama saat dimana ada "pihak;
yang sangat membutuhkan sumbangan
"keilmuannyar'. Akibatnya dari suasana
seporti ini, menimbulkan gejala keter-

asingan antara kampus dengan dunia

SATRIO SENO PRAKOSO:

panda@sudah

ditelan sang waktu. Sedangkan untuk


mengasahny4 kembali membutuh-

kankan waktu berapa lama lagi.


Haruskah ini terjadi pada sebuah bangsa

yang dulu pernah melahirkan tokoh


sekaliber Soekarno, Hatta, Syahrir dan
berbagai tokoh lainnya.
Saat ini mahasiswa ibarat penonton

film horor. Mereka seakan diteror


habis-habisan oleh film yang ditontonnya. Kepiawaian dalam penggambilan

luar. Mahasiswa seolah dijauhkan


dengan aktualitas kejadian yung ."-

gambar, apiknya skenario disertai

harusnya mereka cermati sebagai calon


ilmuwan di masa yang akan datang.

logi pendukungnya telah

"Kelesuan" ini melahirkan berbagai


kepa"cla
pihak-pihak yang dianggap bertapggung

tudingan yang ditujukan

jawab terhadap pelaksanaan .proses,


belajar, mengajar. Diaritaranya tertuju
pada sistem, yang dianggap memandulkan potensi kritis mahasiswa. Ada yang.
menuding kepada dosen, yang dianggaf

sebagai biang keladi mundurnya


kreativitas mahasiswa lantaran pengajaran yang cenderung monolog.
Namun tak jarang pula yang tertuju
kepada fasilitas, yang dirasakan kurang
sehingga mahasiswa kurang mendapat

nilai tambah lantaran dijejali

terus

berani pun mungkin bisa dibuai


ketakutan lantaran tak tahan diteror
terus menerus. Jalan satu-satunya ada-

Iah menutup rnata, tidak usah melihat

Terlepas dari berbagai tudingan

tak becus "memanfaatkan,'

situasi yang katanya dianggap kurang

menquntungkan. Mereka dianggap


"tidak siap" untuk ditempa dalam

kompleks. Mereka hanya berpikir


tahu untuk apa ilmu itu diwariskan
kepadany'a.
Dan yang terjadi sekarang, Kampus
makin kehilangan "pisau tajam'i nya yang

agent of social change.

penyakit memang tak


keadaan sekitarnya. Seseorang bisa saja terserang penyakit bila
kondisi badannya lemah, lingkungan
yang tidak sehat maupun tak adanya
kekebalan tubuh. Namun dalam mengamati gejala ini, penyakit itu muncul

,Iepaslimbulnya
dari

Tentunya alasan yang dipandang tepat


adalah adanya rasa takut akan akitat
yang bakal diterima. Dan akibat itu

karena telah dipasang seperangkat


sistem yang ada di sekelilingnya.
Penerapan NKK/BKK, yang melarang
berpolitik praktis di kampus telah

tercekam dalam "intimidasi" nya.


Bertolak dari gejala ini, lalu merebaklah penyakit yang cukup mengerikan
dan sangat sulit disembuhkan. Moralitas

bagaimana supaya bisa cepat lulus tanpa

lebih parah lagi, di kalangan mahasiswi


seperti kehilangan "kesaktian" sebagai
msan yang punya potensi besar sebagai

manusia yang sedang menyaksikan hlm


horor. "fforor" di kampusnya sendiri.
Yang muncul adalah ketakutan. Takut

telah berhasil menggiring mereka

institusi dengan kehidupan yang serba

nepotisme, personalisme, favoritisme

yang kesemuanya. itu membentuk


semacam 'klik" tersembunyi (yang tak
sulit diamati bila kita jeli). Dan yang

karena ketiada beranian pihak yang

Ya, mahasiswa tak lebih dari

mahasiswa menjadi "silent generation',.


Sedemikian hebatnya sistem itu, sampai
berteriak pun sudah tak kedengaran
gaungnya, hilang bagai ditelan gemuruh
badai. Nyatalah bahwa "sang sutradara,'

dengan mengatakan justru mahasiswa-

meredam gejolak di kampus. Intilidasi


pun terjadi dimana-mana. pengaruh
feodal juga sudah terlanjur meiasuk
lebih jauh yakni dengan menjalarnya

"kekejian" yang ada dihadapan kita.

lagi dengan makin tidak dihargainya


otonomi kampus telah memaksa

tadi, kesemuanya dapat ditangkis


1,ang

membuat
mereka "hanyut" dalam keinginan sang
sutradara. Bahkan mereka yang paling

membelenggu potensi kritis. Ditambah

dengan teori yang tak berkesudahan.

lah

dengan kecanggihan perangkat tekno-

kekerasan pun sudah mulai mewarnai


kehidupan mahasiswa terutama dalam

ilmiah kini semakin dijadikan sasaran

sanggup melakukan mekanisme kontrol.

berupa "penderitaan,, yangmenghantui


masa depan seseorang.

Dari sisi ini tampak bahwa

usaha

untuk membuat lingkungan yang dilanda

phobia sudah dilakukan sedemikian


sistematis. Perangkat intimidasi pun
makin canggih. Tidak tampak oleh
indera kita tapi bisa dirasakar. Mahasiswa kian ditekan oleh alat yang telah

dipasang sedemikian rupa sehingga


kemanapun mereka "bergerak" tak 6iia
lepas dari pengamatan.

Akhirnya pisau analitis mahasiswa


kini makin tidak tajam lagi.
Tinggallah kampus sebagai sosok
yang sakit.

Perlukah suntikan untuk membangkitkannya?

pelecehan.

Jegal menjegal bukan menjadi hal

dulunya sanggup digunakan untuk


memunculkan sejarah. Kesanggupan
untuk melahirkan generasi yang ber-

baru. Suap menyuap menjalar di


berbagai kalangan kampus. Manipulasi
nilai tidak lagi dianggap tabu. Penerapan

Penulis adalah Mahasiswa Fakultas Sastra


Undip Jurusan Sejarah

Angl(. 1986

HAYAIVIWURUK, No.2 Th. VII/1992


-

"*.;r-

- -."*&rl*ild

,-.

Angkatan 45, Politik Militer


dan Kehidupan Demokrasi

Tahun 194G1947, kita mengalami Clash 1,.

dengan Belanda. Kita harus hijrah ke daerah


Selataa ke daerah Wonosobo, Temanggung,
Parakan, dan sekitar front SemaranJ. Xiii

konsolidasi dan terus berjuang. Kemudjan Clash

ll, kita kembali ldgi ke daerah

Pekalongan,

Pemalang Teghl. Kembali kita melawan Belanda,


sampai saat pbngakuan kedaulatan. Tahun 1950

kita diberangkatkan ke Surabaya untuk


membangun Angkatan Laut yang sebenarnya

dengan peralatan yang ditinggalkan atau


Letnan Jendral KKO/Marinir (Purn.) AliSach.n. 63 tahun, merupakan salah
seorang saksi, sekaligus pelaku aktif, kehilu,pan b,erbangsa dan bernegara di
negeri ini. Pelbagaipergulatan dan perubaf:an. pCitrk, dengan pelbagai corak
dan iklim politiknya, pernah dialaminya. Dan [arena sikap konsistennya dalam

meng- ugemi komitmen dan keyakinan po, :iir',?. membuat dirinya terpental
dari lingkungan sentral kekuasaan. Karier r-:iier dan politiknya terpancung.
Dia dipensiun sebagai perwira tinggi i, gl^s 5erusia 52 tahun. Dia, bersama
sekawanan orang yang mempunyai kesarnaan sikap dan idealitas politik,
kemudian dicap oleh rezim penguasa sebagai "Pembangkang Politik".
Termasuk di dalam kelompok - yang ieg"n cikenal sebagai "Kelompok Petisi
50" - ini, antara lain HR. Dharsono imartan Pangdam Siliwangi dan mantan
Sekjen Asean), HM. Sanusi, AM. Fat*a -:rEeng (mantan Kapolri), dlsb.
Jabatan dalam pemerintahan yang tera'rhir disandang AIi Sadikin adalah
Gubernur DKI Jakarta, tahun 1966-197i
Wawancara (perihal Angkatan'45, pX it-lk m il iter, dan keh id upan demokrasi)
ini dilakukan di rumah kediamannya, Jalan Borobudur No. 2 Jakarta Pusat,
bulan September 1988. Pewawancara Sutrasno T. Diharjo dan Oedianto,
transkripsi dan editing dikerjakan deh P.nu.

SEKITAR ANGKATAN '45


Bila dilihai dari slsl kesejarahan, kapan sesungguhnya Angkatan

'45 lahir? Apa kaiiannya dengan proses kelahiran BKR (Badan


Keamanan Hakyat), TKF (Tentara Keamanan Rakyat), TNI (Tenlara
Nasional lndonesia), dll.?
Bicara perihal Angkatan '45, tentu tak dacat dipisahkan dengan
perjuangan kemerdekaan, proklamasi keme<se kaan.

Tahun 1945 usia saya baru 19 (sembilan-belas) tahun. Dan,


kebetulan, sebelum Agustus 1945, saya berada di laut, bersama R.E.
Martadinata (almarhum). Beliau sebagai komandan, saya ahli mesinnya.
Tapi perasaan bahwa kita sebagai pwa hdonesia yang menginginkan
kemerdekaan, saat itu sudah ada. Waktu saya di sekolah dasar dulu, kita
sudah tahu tokoh-tokoh seperti Sukarno, l-{atta, Agus Salim, dsb.
Kiia sudah mengerti, siapa mereka dan untuk apa mereka berjuang.
Pada masa pendudukan Jepang, kita melihat caa-cara periuangan
mereka. Kendati mereka dianggap bekerjasama (dengan Jepang), kita
tetap rnempunyai kepercayaan dan perasaan bahwa sebetulnya mereka
itu sedang mendidik kita untuk menuju kepada kemerdekaan. Karena
tahun 192Gan Bung Karno dan Bung Hatta pernah berkata bahwa
nantinya akan ada perang dunia, dan di situlah besar kemungkinan bisa
menladi bangsa merdeka. Hal ini sudah menjadi keyakinan kita.
Ketika kita tahu Jepang telah menyerah (kepada Sekutu) - waktu itu
saya berada di Tanjung Priok - Laksamana Martadinata berkata ada
proklamasi; kita sudah merdeka.
Bulan November, kalau tidak salah, kita sebagai TKR Angkatan Laut,
diberi tugas mendirikan pangkalan Angkatan Laui di Tegal yang meliputi
wilayah sepanjang pantai dari Brebes sarhpai Semarang. lni di sebut
Pangkalan lV (empat) Tegal. Di situlah kita berusaha membangun
Angkatan Laut, seada-adanya. Dan, sejak semula, saya waktu ilu
memang sudah di Korp Marinir yang disebut juga Korp Komando

diserahkan oleh Belanda.


lnilah sejarah pokok pribadi saya, pada saat
perjuangan kemerdekaan.
Sekarang, agar lebih jelas dan mendalam,
apa yang Saudara tanyakan?

Menurui Anda, apa pengertian Angkatan


'45?
lstilah Angkatan '45 muncul tahun 1gso-an.
Bukan pada tahun 1945-1950. Kalau tidak salah,

istilah itu dilansir oleh Chaerul Saleh, dalam

pengertian sebagai suatu oiganisasi.

Di

dalamnya bergabung berbagai orang, militer


dan sipil, yang merasa dan diakui sebagai

pejuang.

Jadi, di tahun 1945-1950 tidak.ada sebutan


Angkatan '44.. Saat itu semua orang berjuang.
Entah sebagai BKR atau TNl. Atau sebagai
lasykar rakyat, seperti .Hizbullah, Sabilillah, atau
laskar PNKA (jawatan kereta api). Baik sipil
maupun militer, semua berjuang; Seluruh rakyat
berjuang. Dan saat itu kita tidak mempersoalkan
sebutan-sebutan sebagai pejuang, dsb.
Baru di tahun 195&an muncul Angkatan '45,

sebagai organisasi, Sekarang dengan organisasi


itulah orang-orang yang dulu pernah berjuang
seolah-olah ingin melestarikan, "Dulu saya
berjuang, saya berjasa." Semacam legalitas, begitulah.
lni apa-apaan? Dulu nggak mikirl
Dulu, saya nggak tahu Panca Sila dan Undang-undang Dasar,4S!
Sampaitahun 1950-an tahu kita bedil, dan di depan kita Belanda. ltu saja!
Tapi, toh, kita tetap membela kemerdekaan bangsa dan negara.

Dengan lerbentuknya organisasl semacbm iiu, seperti ada


pahlawan kesiangan.

Disebut sebagai pahlawan kesiangan sih tidak. Tidak. Cuma,


orang-orang yang merasa dulu ikut berjuang, ingin bisa berkumpul. Dan,
pengertian Angkatan '45 di sini bukan hanya dari militer saja. Tetapi, juga
MAMA

Angkatan Laut.

HAYANTWURUK, No.2 Th. VII/1992

53

il,,ir.lliit+if;r
bokes lentara, orang-oreng,sipil,
po-lilisi, dsb. Semuanya itu, Saperti
sBilng dikatakan, ingin malostarikan
semangat dan nilai-nilai '45.
Apr makeudhya?
. Nilai-nilai '45? Ya, supaya kita ini
men'lpunyai semanget nasionalidme
yang benar, yang baik-baik. Dulu,.kita
tahu siapa musuh kita, dalam arti

politis. Yakni, imperielisrne, kolonialisme.

Nah, dalam perjuangan mela.

wan musuh-mustrh: itu kita harus

1945'an, saya kira, Saudarajuga akan


melakukan hal yang sama. Saat itu,
tahun 1945, saya ditakdirkan Tuhan

Tapi saya sekarang mclihat,

berusia 19 lahun. dan ketika kita

seolah Angkatan '66 diklaim

melihat bahwa kemerdekaan bangsa

pemuda rian mahasiswa,


Padahal, itu..tidak betul
karena saat itu .semua ikut
berperan. '- baik sipil
mauputl militer. h,laka sal,a
setuju dengan pernyataan

mempunyai semangat patriotis, juiur,


adil. lni nilai-nilai yang bagus.

Fangab; "Suclahlah, trerhenti


saja." Arnat te pat itu. Karcna,

Tapi, sekarang, kenyataannya sih


lain. {tertawa terkckah-kekeh} Semua
itu, sekarang ini, sudah jadi busuk.

jangan-jangan nanti ada Angkatan'74,'78 lalu

dan negara mengharlapai bahaya


(kembali bercokolnya) Belanda, ya
kita berjuang to? Jadi, itu merupakan
panggilan. "Karena hak sejarah '48,
maka harus begini, gini, gini!" Biia kita
berlaku demikian, narnanya pejuang
yang berharap ft"iendapat irnbalan.
Dan itu bukan pejuang. Karena, sudah
tidak hanya berpamrih lagi. Ya to? liu

relas salah.

Dengan adanya Dl-tN (Dewan


Ha;'ian Nasionnli o'an DHD (Dewan

Saudara juga bikin Angkatan '88.

Harian Daerah) Angkatan'4S,

Mungkin, karena keadaan sudah


busuk, rnaka sekarang ini sering
ditonjol-tonjolkan perlunya polestarien nilai-nilai /furgkatan '45 itu. Karena, kalau tidak busuk, toh tidak lagi
dipersoalkan. Merdeka, ya udah merdeka aja. Begitu.
Tapi, karena keadaan sudah menjurus ka kebusukan, seperti
keadaan sekarang ini, lalu seolah-olah ingin ad8 pegangan. lvlalahan
sekarang banyak berbagai reuni dan organisasi para pejuang, yang dutu

tidak pornah ada. lni, seolahclah, ada keinginan untuk mendaFrat


pengakuan. "Saya ini dulu pejuang lho. Awas lho!', Walau sebeniar lagi
akan mati dikubur. Ya to?
Pross pemitosan?
Ya. Jadi, memitoskan diri sendiri. Bany:ik itu; 6ntah organisas! apa
saja. Malahan diturunkan kepada anak-anaknyan seperti',putra-putri....,'
(?), di Yogyakarta. Padahal, berjuang pun tidak. Tapi sebenarnya, kita
tahu, bahwa tujuannya tak lain dan tak bukan, memang, politis, fasilitas,
dsb.

Apr kailan perjuangan '45 dengan angkatan-angkalan


sebelumnya, Angkaian '08, '28, dsb.? Apa pendapat Anda mengenal
gagasan Try Sulrisno, Penglima ABRI, agar penyebutan Angkatan '66
dihapuskan?
Saya kira, pengertian mengenai perjuangan '45 itu adalah klimaks
dari perjuangan bangsa selama lebiir kureng 300 (tiga ratus) iahun.
Sehelumnya, banyak pemberonlakan di seluruh tanah a!r, bukan? Tetapi
perlawanan bersenjata melawan kolonial Belanda itu kila kalah. rlingga
kemudian beralih pada kegiatan politik yang agak modern, dari Budi
utomo, tahun 1908, kemudian 1928, dan klimaksnya 1945. Di tahun 1945
itulah cita+ita sekian retus tahun itu terjelma, lndonesia merdeka
Sekarang, Saudara minia pendapai saya teniang angkatan '66.
Yang mana itu? Apakah Angkaian 66 hanya pemuda dan mahasisswa
saja? Tidak. Karena yang berjuang melawan PKl, 1966, bukan hanya
pemuda dan mahasiswa saja. Semua berjuang rnelawan PKI to? Dus,
jangan dikira pada tahun 1966 itu yang berjuang hanya pemuda dan
mahasiswa saja. nggak!
Tapi,'sekarang saya melihat, seolah angkatan '66 itu diklaim
pemtCa dah mahasiswa. Padahal, itu tidak betul karena saat itu semua
berperanan -baik sipil maupun militer. Maka, saya setuju dengan
pernyalaan Pangab itu; "Sudahlah, berhenti saja." Amat iepat itu. Karena,
jangan-jangan nanti ada Angkatan '74,'?8. Lalu, Saudara juga bikin
Angkatan 88? (tertawa terkekeh),

Apakah itu berarti Anda setuju bila, misalnya, ada anggapan


bahwa di anlara Angkatan yang ada, Angkatan'45{ah yang paling
hebat?
Saya pribadi tidak merasa hebat. Betull Saya merasa, waktu itu,
sebagai pemuda, sudah sewajarnya berjuang membela bangsa, negara,
dan kemerdekaan. Tidak ada keinginan, untuk
Nantinya jadi ini-itu. Tidak ada. Ya, saya tidak merasa bahwa
Angkatan ?$lah yang terhebat. Tidak! Tidak perlu mengklaim begitu.
Saya kira, kalau kita mengklaim begitu, kita mbnjadi tidak bermoral.
Karena apa? Karena, itu sudah kewajiban kita, membela bangsa, negara,
dan kemerdekaan. Bila Saudara dilahirkan tahun 1930-an, atau tahun

54

bagaimana pendapat Ande?


Saya setuju. Hanya saja, selama
se karan

g saya

rrrer

ihat

r"f.",l' :ijl.l;J]"Ir::'

;.illi,ft?l

"0" artinya jadi lain tor (arena yang <iuiuk


rneiestarikannya. Bila domikian,
dalarn DHN dan DHD nanti adarah geneiasi baru yang sama sekari tidak
berkecimpung dalam perjuangan 1 g45.
Ada gejala-gajala mengupayakan pelestarian itu. Tapi, sebetulnya
semua itu tuluannya politis, power politics. Akhirnya, maksud itu ke sana
muaranya.
Tuiuan politik?
Ya. Generasi Angkatan '4S kan Goikar...

Jadi, pelestarian lkekuasaan; Golkar? Atau, identik dengan itu?


He..he..he {tertawa terkekeh). Orang-orang yang ada di DHN, yang
masuk ke DPP, MPR, semua Golkar kan? Ada pepabri (perhimpunai
P_urnawirawan ABRl,ed.), okelah peoabri. Tapi. sekarang ada FKfrpl
(Forum Komunikasi Putera-puteri purnawirawan dan neRt;. CoUa, ini

apa-apaa,r?

Tuluannya apa?

!-ie? Unluk metestarikan,'Semangat perjuangan,,, He..he..he

(tertau;a sinis).

Dan, melebarkan sayap Golkar?


lya

Golkar atau ABRI?


Tadin;.a Pepabri, ya bagi ABBI. Sekarang ditarik masuk Hankarn
(maksudnya Departemen pertahanan & Keamanan, ed.) Kantornya di
jalan Diponegoro. Duiu, ada plangnya (papan nama, ed.) Sekaiat3g,
{v'
(Pepabri) langsung dibina Hankam. Apa-apaan ini, coba?l '
Tapi, bila Saudara mau mernbentuk crganisasi, iidak boleh. (alau
mereka, semua boleh, semua halal. Nah,jadilah mereka anggoia DpR,
Ketua KNP|. Ya to?

Jadi, semua meilgarah ke sana: power politics! lianti, dua puluh


tahun lagi, bukan hanya putera-puteri lagi. Tapi,'cucu-cr.rcu. He..he.
Sesungguhnya, yang dilestarikan itu nilai-nilal ABRI yang
.bagaimana?
Atau, nilai-nilai ,4S yang bagaimana?

Nilai-nilai ABRI nggak aCa. ABFj cukup malu untuk tidak


menyebutkan nilai-nilai '45 yang cjia.-nbrl, yang sifatnya nasional.
Nilai-nilai ABRI, ya Sapta l"4arga, Surnpah prajurit.

Lalu, nilai-nilai seperti apa.yang hendak diwariskan?


Begini. Demokrasi, sekarang ini, kan sudah menyimpang dari UL,D?

Frakteknya?

lya. Mereka tidak berani to, menyatakan bahwa itu tidak betui? Kalau

saya menyatakan itu tidak betui, bila demokrasi semacam itu mau
d.alam kerangka mau melestarikan jiwa dan semangat ,45.
!iw11is.kan,

Itu tidak betul.


Dulu, tahun 194S, bukan demikian cita-cita saya. Dalam pikiran saya

tidak ada keharusan bahwa ABRI dwi-fungs!. Berjuang itu sudih


merupakan tugas kita, panggilan kita; kewajiban kita.

. . Sekarang, coba pikirkan,

,,Karena saya
berjuang, berjasa, ya

dwi-fungsilah." Kalau begitu, di Amerika dwi_fungsiluga tuh. Karena,


du-lu
militernya juga masuk hutan, berjuang.

HAYAMWURUK, No. 2 Th. YlIl L992

'

;...
r,

":*'ts",
. ';ll*-:
::.'.'i -l

^ .'':r.

:i'

p(
bertambah
erlambah pengangguran.
Sekolan selesai, lalu menganggur, itu tidak
pemikitan saya dulu.
ada
da dalam pe
Sekaranl
Sekarang;
timbuilah neo"feodalisme. Sekarang timbullah neok apitalisme.
ap italisme Sekarang, baru berusia 20-30-an sudah jadi
kapitalis-kapil
apitalis-kapitalis. ltu, dulu nggak ada, saya pikir. Malahan dulu, tahun
1950-an,
saya tidak banyak tahu tentani neo-neo
950-an, sayr
omong banyak
eo-nya. Apa itu? Tapi, sekarang, itd tdrbukti betul. Ada neo-kapitalisme.
neo-nya.
Neo-leodalisn
leo-leodalisme dihidupkan kembaii, Padahal, du!u, perjuangan kita ini
anti-feodalisn
nti-feodalisme, anti-kapitalisme. Nah, kenrana semangat '4S itu?

Kalau menurut saya, secara ssderhana saja, adalah kejujuran


terhadap dan dalam perjuangan bangsa. ltu sebetulnya. jujur, sebagai
warganogara dan berbuat segala sesuatu untuk bangta dan negara.
Cuma, sekarang ini, untuk itu banyak diberi segala macam slogan.
Padahal, sudah bila: Kita mau jujur nggak bagi bangsa dan negara. ltu
saja, Masalahnya dulu kita bersemangat patriotisme, nasionalistis, ilu,
rnemang sudah seharusnya. Nah, sekarang, kalau kita nggakjujur, menipu, merampok, untuk apa melestarikan segala macam itu? Pemboholg
kan, kalau kenyataan hidupnya begitu?
Hasil Munas (Musyawarah Nasional DHN Angkatan '45) di Manado
apa? Apa ada pengabdian pada bangsa dan negara? Ada nggak? Nggak

MILITER, IPOLITIK, DAN KEHIDUPAT'I DEMOKRASI


Saiful S
Sulun pernah usul agar 19 Desember diiadikan Hari
Naslonal, unluk
u
memperingatl peristiwa 19 Desember 1949.

adA!

Hanya pernyalaan. Aplikaslnya nggak ada.


Nah! Apa itu? Mau bubar, bubar saja. Kalau lima tahun lagi mau
bertemu, ya kumpul lagi saja. Saya, dulu, juga pernah manjadi Ketua I
DHN Angkatan '45 ya...
Lalu, ketika ltu, sesungguhnya apa yang ada dalam DHN?
Sebetulnya, nggak ada pekerjaan, Kumpulnya saja berapa kali
setahun sih? Apa sebetulnya yang bisa kami, Angkatan '45, perbuat?
Ngobrol-ngobrol ini-itu tidak akan menjadi sesuatu hal yang baik. Palingpaling hanya menjadi tambahan suara bagi pemerintah. ltu saja. Ya to?
Tapl, ketlka menjabat Ketua I DHN, barangkali, Anda mengakui
pula bahwa nilal-nilai '45 seharusnya diwariskan kepada generasi
muda?
Waktu itu, iahun 1974, persoalannya tidak memuncak Pada upaya
pewarisan segala macam. Kehidr,pan sicaar-siogan juga berbeda
dengan sekarang ini. Lagi pula, bukarikar pe:r:bicaraan soal pewarisan
nilai-nilai kepada generasi muda menggen.ar o, tahun-tahun akhir ini?
Tapi, menurut Saudara sendiri bagairnar:a?
Menurut kami, mereka sangal giat meyebarkan gagasan dalam
uPaya Pewarlsan tersebul.

Bagaimana ppendapat Anda?


(yang dimaksud adalah "Kelompok Peiisi 50", ed.) tidak setuju,
Kami (yar
dan mengirin
mengirim surat ke DPB.
Kami tidak
tid
setuju dengan pendapat Saiful Sulun bahwa hari itu
merupakan hz
hari yang penting. Karena waktu itu para pemirirpin lhdonesia
menyerah kepada
kep
Belanda. Soalnya, kalau peristiwa itu diartikan sebagai
penyerahan, ikan malu bila dijadikan Hari Nasional? Bukankah syarat
untuk dijadikan
dijadike hari Nasional itu bila ada pengorbanan dan kebanggaan
di dalamnya?
Menurut kami, pemerintah kita, Soekarno-Hatta, waktu itu tidak
Menurut
menyerah. Mr
Mereka ditawan Belanda. Dan itu sesuai dengan siasat dan
perju
strategi perjuangan.
ltu merupakan keputusan kabinei. Dan, karena
mereka berdu
berdua merupakan oranEj yang demokrat, apa yang diputuskan
ya harus mereka taati. Dus, mereka tidak.."tidak.,.tidak
kabinet, ya

menyerah! Bagi
B;
mereka, lebih baik ditawan, sesuai strategi. Sehingga
masih bisa tberhubungdn. dengan dunia luar secara resmi, meski
berstatus taw
tawanan. Buktinya, PBB ribut dengan sponsor negara lain,
seperti lndia d
dan Australia; Dan, kontak terus ada, Seandainya kita semua
di hutan, berg
bergerilya, ya tidak aCa kontak, Pandangan para pemimpin itu,

Ya. Tapi, persoalannya, apakah n-:ereka sendiri berbuat

pandangan ki
kita juga.
Waktu itr
itu, seluruh pemimpin ditawan, telapi Jendral Soedirman
memilih ber,
bergerilya. Apakah ini, secara implisit, memperlihatkan
bahwa tanpa militer, tidak akan ada negara Republik lndonesia?
Itu tidak
tidak betull Karena, kabinet memutuskan Bapak Sjafrudin

sebagaimana yang dikatakannya?

Barangkall, lidak luga.


Heeh..heh...he (terkekeh).

Bagl saya, upaya pewarisan nilai-nilai '45 itu merupakan

gambaran absurd. Tidak jelas apa yang mau dileslarikan.


Apa korupsinya yang mau dilestarika'r? Ya to? Apakah penyalahgunaan kekuasaan, yang mereka lakukan.;ang mau dilestarikan? Nah
kalau kita sudah hidup bersih semuanya. iain persoalan. Tapi, kalau
kenyataannya begitu, mau apa?
Maka, biarlah Saudara cari sendiri, nanti, jalan hidup Saudara, sebagai bangsa dan negara. Saudara pasti tahu. mana jalan yang benar dan
mana yang tidak benar.

Prawiraneg a
Prawiranegara
sebagai Penjabat Presiden Pemerintahan Darurat
Republik lndc
lndone.sia (PDBI). Dus, Repubiik masih ada. Dan, Soedirman

tunduk pada Sjafrudin. Sebagai Panglima, Soedirman memang


berkuasa. Tetapi, dalam politik, Sjafrudin yang menentukan. Kalau ini
pun gagal, kabinet pun sudah menentukan ada duta besar kita di luar
negeri yang nanti akan menjadi pemerintahan Flepublik di penga- singan.
Jadi, pemerintahan tetap ada. Meski, dalam keadaan darurat, Dus, tidak
berarti bahwa hanya militer yang

Zaman sudah lain kok. Ya, tuntutannya, tantangannya, sudah lain.

Dan dalam kemerdekaan itu lah


demokrasi harus ierwujud.

Apakah hal ltu didorong oleh


adanya keinginan agar nama mereka
lercatat dalam arsip sejarah, dengan
nama baik?
lya. Biar tercatat dan diakui sebagai pejuang. oAku ini orang '45 awas
lho!" Tapi, menurut sa,-a, hai semacam
itu sudah lewat. Dulu, saya berjuang,
ikut memerdekakan dan mendirikan

*,

'

Tidak
idak seperti
seperti sekaralgf pulufan ribu;, ya puluhan ribu, tiap tahun

Lalu, eesungguhnya, nilal-nllal'45 tlu apa?


Saya kira, mengenai hal ini, Saudara sudah tahu sendiri dari
bacaan-bacaan, dari omongan-omongan orang.
Kaml lngln mendengar Iangsung darl Anda.

Tapi kemerdekaan tetap harus ada to?

r:.

. +"1
,.
":r"4.fu,1,,. |, ".-.-A
. ir -..-'- ''l]",',irl''1;.;"'r*},i*. 'r;'':';",'";'1.''"';l

berjuang. Semua berjuang. baik


...Soedirman tunduk kepada Sjafrudin. Sebagai
panglima, Soedirman memang berkuasa. Tetapi,

dalam kehidupan politik,

Sjafrudin yang paling


menentukan. Kalaupun ini
gagal, kabinet pun sudah
menentukan duta besar kita
di luar negeri yang nanti akan
menj ad i p emeri nt ahan

republik, atas ridla AIlah, dengan

Republik Indonesia di

harapan semoga hari depan lebih baik.


Tapi, kenyataannya, tidak baik.

pemerintahan tetap ada.

pengasingan.

Maksudnya?

Gambaran saya dulu mengenai


hari depan bangsa yang baik adalah
adanya keadilan dan kesejahleraan.

HAYAMWURUK, No.2 Th. VII/1992

Jadi

militer maupun sipil. Menteri- menteri


yang tak sampai tertawan pun tetap
berjuang. Saudara saya, Mr. Tir-tadinata, Jaksa Agung, saat itu me-

ngungsi ke Temanggung,

dan
membantu perjuangan Cengan Pak
Nasution, Komanoo jawa. ltu saya
tahu. Jadi, tldak cerarti bahwa

pemerintah tidai a:a. Pemerintah


Republik ada, ,airi pemerintahan

darurat yang c pimpin Sjafrudin

Prawiranega:a

ci

Bukittinggi,

Sumatera Barat. Di dalam buku beliau semua perscalan itu ada.


Perbedaan peran sosial-politik

militer di tahun-tahun awal


kemerdekaan dengan sekarang,
bagaimana?
Dulu, yang saya alami, di mana-

mana pemerintahan sipil berjalan.

55

rl.1l{

lfrtfl/ffi

{.:ill

'Dus; ada pemerintahan dan'semua-

bayarkan. Tidak adil kan? Karena, FPP

nya sipil. Bukan tentara. Kalau

dan PDI pembiayaannya mereka

sekarang, Saudara banyak melihat,

Dulu saya pernah bertanya


kepadp Nasution, "ABRInya berapa Pak". Kata
Nasution, "Sekian prosen

gubernul tentara, bupati tentara..


Waktu itu, tahun-tahun awal kemerdekaan, semuanya masih

sipil'

Fungsi militer waklu itu aph?


Ya sebagai tentara.

Jadi, semacam pengawal, atau


sebagai...?
Saat itu kita berhadapan dengan
Belanda secara fisik. Perjuangan itu
ditunjang oleh rakyat dengan dibantu
dan dibina pemerintAhiin sipil,
Diplomasi sipil, dan tisik oleh...
Diplomasinya oleh Bung Karno,
Bung Hatta, di pulau Mentok, dengan
Komisi Tiga Negara, PBB. Secara fisik

dari 10Vo." Nah, mungkin 2


atau 3Vo. Tapi bisa juga 5%

to? Nah sekarang berapa


ratus itu.

Jadi dulu hanya sekian


prosen dari 1.0Vo. Dan
'duduknya hanya di MPR -- untuk menjaga
Undang-undang Dasar.

militer tidak berdiplomasi, Militer

tanggung sendiri. Golkar, karena ada


Korpri, rezekinya paling banyak to?
ABRI segala kegiatan politiknya
dibiayai pemerintah. Jadi, dibiayai
negara to? Padahal, itu uang negara,
uang rakyat kan? Dus, sudah begitu

punya senjata lagi! Ya, punya


senjata.

Apakah Anda setuiu kellka


Nasulion mencetuskan konsep dwlfungsi lni?

Saya memang bertemu Pak

Nasution. Katanya, beliau ini


arsiteknya. Tapi beliau mengatakan,
tidak menduga bahwa akan sejauh ini.
Apakah dia menyesal?

perangl Diplomasi diatur dan


dilakukan para pemimpin yang

Mengenai ini, tanya pada dia.

tertawan. Dus, di sinilah strateginya. Perang, ya perang. Jalan terus.


Pemerintahan darurat ole[ Sjafrudin jalan terus. Dan hubungan dengan
Soedirman pun ada. Nah, diplomasi dengan PBB diatur oleh
pemimpin-pemirnpin kita, Bung Karno dan Bung Hatta, dan lain-lain
-yang dalam status tawanan. Tapi.akhir.nya pemimpin itu bisa kembali
ke Yogya. Kita yang berperang, melakukan gerilya dibantu masyarakat.
Nah, dalam hal ini, buat kita, yang paling berjasa adalah rakyat.
Dimanapun kita berada, pada saat ilu, entah di pegunungan, di paniai,
kita mendapat makan dari i'akyat. Kalau tidak ada rakyat, kita pasti
kelaparan. Dari rakyat pr,rla kita mendapat info.mengenai kedudukan
Belanda. Dan kalau sudah kepepet, atau diserang mendadak, kita
sembunyi bersama rakyat, di tengah{engah rakyat. Saat itu, bukan main
bantuan rakyat.

Kalau begitu,dulu mililer dekat sekali dengan rakyat. Tapi


sekarang antara militer dan rakyat, seolah ada. jarak?
Kalau saya memandang, memang ya. Ada jarak. ltu sebenarnya
tidak baik. Mereka, ABRI, berasal dari dan untuk rakyat to? Sekarang ada

program ABRI Masuk Desa. Maksudhya, barangkali, uniuk kembali


mendekati rakyat. Karenar sekarang sudah jauh, sudah jauh
meninggalkan desa-desa di pegunungan, dan terpusat. di kota-kota.
Barangkali, karena itu lantas diadakan kegiatan. Tapi, tentunya ini politis.
Ada maksud-maksud politislah,
Dulrr, kita nggak di kota-kota. Kalaupun di kota, kita ini paling-paling
sebagai under-ground, bawah tanah. Tapi kalau di kampung-kampung,
di pegunungan, kita bersama rakyat. Menimbun senjata, amunisi, sakit,
rakyatlah yang membantu, Dalam hal ini camat, bupati, dan lurah-lurah
membantu. Dan keadaan, sudah tentu, dalam darurat perang"
Apakah peran sosial polilik miliier, seperti yang terlihat sekarang

ini, rnerupakan ekses dwi-fungsi ABRI? Kenapa ABRI mendominasi


sipil?
Sayatidak setuju dengan dwi-fungsi ABRI. Tapi, kemudian adayang

rnengatakan saya ABRI-phcbi karena saya bekas jendral. Namun,


sebagai anggota ABRI maupun sebagai warga negara, saya tetap tidak

men)eiujui dwi-fungsi ABRI. Apapun klaim yang mereka lontar.kan


-karena 'hak sejarah", dan lain-lain dalih - saya anggap, perang itu
memai: sudah kewajiban ABRI. Kenapa ini diributkan? Hak sejarah
segala ::acam? Lebih-lebih, hak sejarah" itu mau diwariskan kepada
generasi raru ABRI, yang dulu tidak ikut berperang. Saya kira, itu sudah
berlebihar Kataupun dwi-fungsi Ciker.iakan, sebaiknya berhenti pada
angkatar-i :5 sajalah.

Kelidak setujuan itu, jelasnya bagaimana?


Karena nriliter sudah terlalu jauh campur tangan dalam kehidupan
sosial politi;(. ,Jadi, jelasnya, selain ada partai Golkar, PPP, dan PDl, ada
partai ABRI. Curna, mereka nggak mau disebut partai ABRI. Tapi, dengan
keterlibatannya dalanr bidang sosial politik, itu partai ABHI,

Terselubung?
Ya. Dan celakanya, kehidupan partai ini (maksudnya ABRI, ed.)
dibiayai oleh negara. Atau oleh Saudara, dari pajak yang Saudara

Jangan tanya pada saya. Tapi

ceritanya begini. Pengertian ABRI masuk Golkar, menjadi dwi- fungsi itu
dalam rangka civic-mission, tahun 1950-an, dengan bantuan per3latan
dari Amerika buldoser, truk, dll. Artinya, kita membantu masyarakat
pedesaan untuk memperbaikijalan, saluran irigasi, dan sebagainya, Dan
penempatan orang-orang ABRI di mana-rnana, statusnya pun dalam arti
teknis, Erukan politis. Bukan politis.
Kemudian, tahun 1957, Bung Karno menyatakan bahwa di lembaga
penvakilan ada utusan golongan, atau utusan daerah, di samping parta;
politik. lni sesuai undang-undang dasar. Menurut Jendral Nasution,
utusan golongan-golongan ltu hanya 107o dari jumlah keseluruhan
anggola MPR. Tapi, sekarang berapa?
Dulu, saya pernah bertanya kepada Nasution, ,,ABRl-nya berapa
Pak?" Kata Nasution, "Sekian prosen dari 1O%.', Nah, mungkin 2ataug%,
Tapi, bisa.juga 5% to? Nah sekarang, ada.berapa ratus itu?
Jadi, dulu hanya sekian prosen dari 10%. Dan duduknya hanya di
MPR -- untuk menjaga undang-undang dasar.
Tidak di DPR?

TiCak di DFRi Ya to? Dan, kalau begitu, saya setuju. Jadi, bila
demikian, kita ini - karena punyd senjata - ibaratnya sebagai wardogs.
Kalau ada orang yang nakal, yang ingin mengubah undang-undang
dasar --kendati kemungkinannya bisa, karena ada pasal yang
mengaturnya dalam UUD - kita cukup bilang, ,,Nggak boleh. Awas ya!,,
Ha..ha..ha, Cukup, begitu saja.
Semacam pengawal konstitusi?
Ya, pengawal. Begitu. Walaupun cuma 2 atau 3yo, tapi kami ikut
menentukan. ikut duduk dan hadir di situ. Tidak di luar, tapijuga di dalam
MPR, Namun, sekarang dwi-fungsi itu ada di maha-mana, Di mana sih,
sekarang, yang nggak ada?
Pada pokoknya, saya tidak setuju. Karena dengan dwi{ungsi, saya
merasakan sedemikian dominannya kekuasaan ABRI, Sebagai
dinamisaior dan stabiiisator bagai nation-building, ini tidak baik. Karena
yang harus menjadi dinamisator dan stabilisator rakyat itu sendiri.
Jangan ABRI. Kok dimonopoli?
Rakyat harus dinamisl Rakyat harus menjadi stabilisatorl Bukan
AEBI sa,ia. Betul tidak?

Karena suara rakyal mencerminkan suara banyak orang?

lya! Jadi, harus begitu. Tapi, sekarang semua ABRI. Bagi


nation-building dan character-building, itu tidak mendidik. Coba tanya,
sampai kapan ABRI berhenti jadi stabilisator? lni berarti sampai kapan
pun, sampai kiamat, tidak akan stabil kan, bila tidak ada ABRI dengan
dwi-fungslnya? Lalu, kapan kita jadi bangsa yang dewasa?
Jadi harus ada batas waktu, kapan peran ABRI sebagai stabilisator

berakhir. Kopkamtib (Komando Operasional dan Ketertiban, ed.)


sekarang sudah dihapus. Penggantinya Bakorstanas (Badan Koordinasi
Bantuan Stabilitas Nasional). Sekarang ABRI hanya disebut sebagai

stabilisator. Tapi, sampai kapan? Jadi, semr.ra itu hanya alasan untuk
tetap berkuasa, dan menjadi kekuatan yang dominan sebagai alat sosial
politik,

IIAYAMWURUK, No.2 Th. VII/1992

*-**J*c

Itu, saya kira, tidak baik bagi pertumbuhan demckrasi.

' Terstruklur?

Nggak perilin to? Kareni itr-i,,ada ngg"ii iqw dan adit? Teievisi, setiap'
hari, penuh dengan berita pemerintah. Peemerintahnya siapa? Keipii!
Korpri itu siapa?:Golkaii

Dan

memang, dalam ABRI tidak ada demokrasi.


Sebabnya?
Bubar dong ABRI-nya. Kalau prajurit tidak setuju oan berbeda
pendapat dengan komandan kompinya, misalnya, kan repot? Jadi ,
dalam ABRI memang tidak ada demokrasi. Yangada ketegakan disiplin;
Sapta Marga, Sumpah Prajurit. Pada dasarnya, memang. ABRI tidak
demokratis. Jadi, tentu, segala sesuatunya dibiasakan dengan
kehidupan mereka to?

Jadi, pemerlntah identik'dengdn Golkar?


Dengan sendirinya don6i. Kampanye partai-partai hanya pada saat

pemilu. Tapi Golkar - melalui Korpri, AQR|, dalam Keluarga Besar G'oikar
- selama lima tahun terus meneruq. .berkampanye. padahal, televisi
dibiayai oleh rakyat. Bukan oleh GolkaijHeh...he...he...(terkekeh-kekeh).
Nah, itu bila dihubungkan dengan demokrasi adalah: hak tidak
berada di tangan rakyat. Adanya hanya di hilir, di pusat, pada pimpinan
to? Misalnya di dalam Golkar; "Nanti di lirlunas!,,Tapi, di atas Munas ada
Ketua Dewan Pembina Gelkar,
Nah; Munas tidak akan

lya. Karena memang, jiwanya sudah demikian. Dan. dengan adanya


dwi-fungsi ini, akan tetap merupakan penghambat bagi upaya untuk
mengambil keputusan melgenai segala selualq.yang tidak akan
menuju kehidupan demokrasi yang sebenar benarn!a.
disetujui dewan Apa ifu dQmokrasi? Jadi, segala sesuatunya hanya
Dengan dwi-fungsi ABRI, yang menempalkan militer dalam
formalitas.
segala segi kehidupan....
Kembali ke masalah dwi-fungsi ABFll, apakah itu merupakan
Kalau dalam kerangka civic-mission saya set:rju. Fninya, secara
upaya 4niliterisasi?
skategis dibutuhkan. Tapi, tidak secara politjs. lalar: arti, sebagai
kekuasaan politik, power-politics, saya tidak setuju
Dalam hal ini mereka hati-hati untuk mewujudkannya,
Militerisasinya cukup kuat melalui Golkar. Juga, secara tidak langsung
Saya, ketika menjadi gubernur, tidak merasa da'a=: C'r'i-f ungsi. Saya
melalui Korpri, KNPI, Kadin, Serikat Buruh (SpSl),dlsb. Maka dari itu,
melihatnya sebagai civic-mission. Saat itu, Bung Ka:r: mer:gatakan, "Ali,
lucunya, di dalam MPR tidak ada utusan {raksi golonganr Meski,
kamu saya tetapkan jadi Gubernur Jakarta.' Dar saya, nggak tahu
seharusnya ada. Tapi, Abdurrrahman Wahid, Ketua Umum pB NU, yang
dw;{ungsi ABRI segala macam. Saya juga tidak pe:nah melapor ke
Markas Besar Pertahanan. Paling-paling saya rne apor ke lvlenteri. Dalam
berasal dari nonpolitik (setelah NU menyatakan kembali ke Khittah 1926,
Negeri. Nggak perlu sumpah khusus, sepeflr i/el.rrarin ketika ada
sebagai organisasi keagamaan dan keldar dar,i..PPp, ed.) toh masuk ke
penyumpahan anggota ABRI yang ditugaskan ci i,ar militer. Sudah
Fraksi Karya Pembangunan di MPR. Saya dengar dari seorang tckoh
politik, dari seratus orang utusan golongan yang diangkat menjadi
cukup kita disumpah sebagai gubernur, atau dir,eii. Tldak perlu sumpah
anggota MPR, hanya ada dua orang yang pada akhirnya masuk ke dalam
khusus. Nanti, dia bingung, karena kiblatnya jaa cjria lo?
fraksi parpol.
Dwi-fungsi ABRI itu tidak terlepas dari ba3a mana kehidupan dan
tata politik kita. Karena untuk berkuasa tiiai c-,-s tianya dengan ABRI,
Jadi, banyak persoalan yang merupakan penyimpangan terhadap
pengertian demokrasi. Pelaksanaan Pemilu, misalnya, tak pernah kita
maka dibentuklah Golkar sebgai kek.ratan scs a-pcirl;k. Dan, kemudian
ketahui praktiknya be*ar atau tidak. Karena orang-orang partai tidak
rnenjadi' Keluarga Besar Goikar. Goikanrya se.rrri adalah ABRI dan
diikutkan dalam pan'itia.pemilihan. Panitia pemilu dibentuk oleh
Korpri. Seluruh aparatur suda.h menjadi sa;- (esaiJan.
pemerintah, dan angQotanya pun pegawai negeri - yang berarti Golkar.
Nah, kalau kita mengerti bahwa demcira3" ':u tergantung kapada
Banyak masalah peka yang menyimpang dari pengertian
kehidupan kepartaian yang sehat, baga-r:ara r:a bisa mengharapkan
demokrasi. Jadi, janganlah mengharapkan ada demokrasi. Kalau
adanya demokrasi bila kehidupan kepa'taiar" . cuat seperti ini? Ada
partai memang, PDI dan PPP. Tapi, itu sekadar keranjangan tangan saja.
sekarang ada tulisan{ulisan yang berkeinginan untuk maju, semua itu
omong kosong. ltu hanya menipu diri sendiri. Jadi. pokok pangkainya
Dan, agar disebut ada demokrasi, mala aoa parlai dan tiap 5 tahun
adalah dwiJungsi ABRI. Sedang Golkar adalah bikinan ABRI. Karena
sekali diadakan pemilu. Ya to?
penguasaan politik melalui ABRI tidak cukup dan agar lerkesan
Formalitas?
demokratis maka dibentuklah Golkar.
Formalitas! Tapi, waktu pemilihan umJm. kandidalkandidat PDI
Agar jaringannya lebih kuat?.
dan PPP di-screening dulu oleh pihak keamara,r bukan? Kalaudianggap
Nggak, Biar kelihatan bukan militer, tapi sipil. ya to? Dan, sekarang
ada orang-orang yang nakal, tidak boleh mas!k menjadi anggota MPR
jadi mood seolah-olah dalam Munas Golkar mendatang ada dua
atau DPB. Nah, apakah itu demokrasi. yar,g.-;;r dan adil?
golongan, yakni ABRI dan sipil. Tapi, sebenarnya sama saja ini.
Sekarang, pemilu disebut luber (}angs;ng, umum, bebas, dan
Lalu, undang-undang mengenai apa yang.ditentang Kelompok
rahasia, ed.). Tapi, kenapa tidak setu.ju dengan PDI dan PPP agar asas
pemilu ditambah dengan jujur dan adit?(enapa? Karena, memang,
Petisi 50?
pada dasarnya jiwanya tidak jujur dan tidak adil. Dan, barangkali, karena
Ya undang-undang mengenai kehidupan demokrasi, mengenai
takut kepada Allah, nggak mau disebut
kepartaian, dan Pemilu.
jujur dan adil. Sebab, nantinya mereka
Sebabnya?
memang harus berlaku jujur dan adil.
Lho, kok Saudara bertanya begiDan partai harus aktif dalam organisasi
tu? Karena kita menganggap, itu
Kampanye-kamparye pzutai politik hzurya pada
Sekarang kan tidak?
tidak sesuai dengan Undang-undang
.pemilu.
saat pemilu. Tapi Golkar' - melalui, (orpri, ABRI,
Pemerintah? Pemerintah itu siaDasar 45. Dalam pengertian, bagaipa? Korpri! Korpri itu siapa? Golkari Ya
dalam keluarga besar Golkar selama 5 tifiun
mana jadinya demokrasi? ltu moti-

to?

Sekarang, partai-partai hanya boleh bergerak sampai kabupaten. Tapi


kalau Golkar, melalui Korpri dan Babinssa, bisa sampai ke kelurahan. Malahan, dulu bisa kila lihat setiap hari di
televisi acara para menteri atau pejabat
meresmikan ini-itu atau dialog dan diskusi, yang kesemuanya Golkar. Dengan

'

terus menerus berkampanye. Padahal, televisi


dibiayai oleh rakyat. Bukan

vasi kami.

oleh Golkar.
Nah, itu kalau dihubungkan

Ya tidak ditanggapi dong. Masa


bodoh, to mereka yang berkuasa.

dengan demoklasi

: Hak

ti

dali berada di tangan rak


)'at. Adanya hanya di pusat.

Pada pimpinan to.

kata lain, pejabat pemerintah yang.,.

Mewakili Golkar?
Nah! Tapi, kan tidak bakal pernah
kita lihat, misalnya, kunjungan Naro
atau Sudardji (tokoh-tokoh PPP, ed.) ke

daerah-daerah masuk ke televisi?

HAYAMWURUK, No.2 Th. YIV1992

Tanggapan penguasa?

Pelaksanaan Pen:l|u. misalnya. Kenapa harus pada hari kerja, dan tidak
dijadikan hari libur? Padahal, apakah
ada pegawai negeri yang bekerja
pada hari itu? ..Juga, apakah pada
waktu Pemilu d; kampus ada kuliah?
Nah, murid-murid SMA,pun kadang

digiring harus mencoblos di lingkungan sekolahnya. ltu sekadar


oontoh kecil atau sederhana saja.
Mengenai kepartaian, kenapa

5/

ri= ffi-iHtr:':dS;X;
't,

,,"

hanya boleh sampai ke tingkat kabupaten? Kenyataannya, Golkar boleh

dan bisa sampai ke desa-desa.


F,
H
v_

fi

Ke-

jujur dan adil, kenapa pemeiintah

tidak setuju asas luber dan jurdi!


(langsung, umum, bebab, rahasia,
dan jujur, dan adil, ed.)? Kenapa tidak

setuju, kalau mernahg'dasarnya jujur


dan adil? Kerjakan dong usulan parpol
itu: luber dan lurdll.

Kalau ltu

Kesalahan Orla memang


pada sistem multi partai,
yang bikin kacau, sehingga
semangat dan kepentingan
golongan menjadi lebih
penting dari pada semangat
kepentingan nasional.
Percekcokan pun sering

n4pa pgrpol tidak? Nah, bagaimana


pendidikan politiknya dongl
Apakah Saudara bisa merijamin
ada keadilan dan kejujuran dalam
pelaksanaan Pemilu? Kalau rneming

dllaksanakan,

mungkln, Sama saJa menelantangl


$

aman, dan tidak terjadi keributan.


Karena apa? Penyelenggaraannya

terjadi. Hingga kabinet tidak


bisa berjalan lama. Otomatis

program pemerintah- tidak berjalan, tidak pernah


torlaksana.

mereka?

t
t

suplier perherintah, kontraktor pemerintah. Didapat dari mana sih, uang


Golkar,kalau bukan dari relasi-relasi dagang, dll? Sedang parpol, dapat
uang dari mana? Parpol nggak punya borongan, nggak punya pekerjaan.
Kalau kita bicara ientang demokrasi, masalah pokoknya pada lima
undang-undang itulah (UU Pemilu, UU rnengenai .earpoi/Gbt*ar, UU
Referendum, UU mengeaai SusunAn/ Kedudukan MPFUDPFUDPRD, dan
UU Keormasan, ed,). Selama ini tidak diubah, jangan mengharapkan
demokrasi berjalan'dengan baik.
' Di Burma. hampir saina seperti di sini to?,Di sana ada Partai Sosialis
Burma. Nah, di sini ada Keluarga lesar Golongan Karya, dengan tiga
jalurnya;jalurABRl, Korpri, dan Golkar, Bedanyb, di sana para mahasiswa
dan bhiksu berani mati, sedang di sini, mahiisiswa masih takut-takut dan
ulama-ulamanya melacurkan diri.

Mengenal oposlsl bagaimana?


Katanya, dalam demokrasi Pancasila kan nggak ada oposisi?
Ya. Tapl, sebagal negara demokrasl.,,.
Bagi orang asing, memang, kami dikenal sebagai oposisi.

[.
I

ll
i,

Secara terse!ubung?
Nggak. Mereka, orang"orang asing, menyebut kelompok petisi 50
sebagai oposisi, pembangkang. Jadi, istilahnya pembangkang. Tapi,

dalam pengertian bahasa lnggris oppositions, karena kita berbeda


l,

pendapat.

Bukankah perbedaan pendapat itu lustru memberikan input?


Tapl, kenapa justru dianggap menentang?
Ya,sarna seperti pernyataan bahwa votting tidak bol6h. Padahal,
dalam undang-undang dasar tertera, presiden dipilih berdasarkan suara
terbanyak. Tapi, sekarang, dalam pemilihan presiden tidak ada votting.
Tapi, bila gubernur, bupati atau walikota ada votting. Cuma, sudah diatur,
calonnya tiga. ltu kan lucu. Kalau memang konsisten, gubernur
seharusnya tidak pakai votting. - calon tunggal saja. Untuk gubernur dan
bupati atau walikota, dalam undang-undangnya dinyatakan calonnya
paling sedikit tiga. Dan paling banyak lima. Dah itu harus. Tapi, kenapa
untuk presiden tunggal?
Hu semua karena, "Semua gua, semua gua"', Yang berkuasa, semua
gua.'Jadi, seperti raja dua ratus tahun yang lalu. Sabda raja; apa yang
dikatakan, dia yang membuat, dan semua benar. Apalagi?

Bagaimana perbedaan kehidupan demokrasi sekarang ini


dengan masa Orde Lama?
Kesalahan Orla memang pada sistem multi partai, yang bikin kacau,
sehingga semangat dan kepentingan golongan menjadi lebih penting
daripada semangat demi kepentingan nasional. Percekcokan pun sering
terjadi. Hingga, kabinet tak bertahan lama. Otomatis program pemerintah tidak berjalan, tidak pernah ter- laksana.
Tapi, secara psikologis itu bisa dianggap sebagai "penyakit anak".
Karena, sedang senang-senangnyA merdeka. Namun; kalau kita lihat,
satu-satunya Pemilu yang paling jujur dan bersih justru terjadi pada masa
Orla, tahun 1955. Walaupun diikuti oleh lebih dari 30 partai, tapi tenetram,

,i

58

!rl\
t-1 \
I

kalau di desa-desa yang jauh, tidak


ada yang berani menjadi KPPS (Ketua
Panitia Pemilihan Suara) to?

Ketika saya menjadi Gubernur


DKl, dalam pemilu 1971, 1977, Gotkar

kalah lerus. Karena penyelenggaraannya jujur dan adil. Saya, waktu itu,

mempergunakan komputer. Jadi,


sampai ke bawah pun merasa ikut,

Karena,tiap-tiappartaipesertar"fl ff *'.1"J::i;i?:T;'ill$'#fl ll",l:


Nah, dengan begitu, tinggal dicocokkan saja. Hingga. tidak mungkin

terjadi satu formulir suara ikut di beberapa TpS. Tidak mungkin.


Pada masa Orba bagaimana?
Komputernya nggak dipakai. Flusak, katanya. Ha..ha..ha.
Pengganti saya, di DKl, berkata, ,,Komputer nggak bisa dipercaya!
Pakai perhitungan sendiri saja." Tapi, yaah..., itulah manusia. Namun,
secara jujur pun saya mengakui bahwa bagaimanapun Bung Karno
mempunyai cukup banyak kesalahan dalam bidang politik. Kendati
sebagai manusia, dia banyak berjasa.

REGENERASI KEPEMIMPINAN ABRI

Mengenai regenerasi alau alih-generasi dalam ABRI


bagaimana?
Sebenarnya tidak perlu disebut atih-generasi. Karena itu alamiah;
yang tua pensiun, yang muda maju ke depan. Namun seolah-otah

pengertian regenerasi itu brool pergi, brool masuk.


Padahal, itu berjalan alamiah. Dus, dalam ABRI, sudah sewajainya
terjadi regenerasi. Karena dalam ABRI ada pembatasan usia to? Jenderal
itu hanya sampai usia 56 tahun, setelah itu pensiun. (Tapi, saya dipensiun
ketika usia 52 tahun.) Perwira tinggi hingga 56 tahun, dan perwira
menengah 52 tahun, kalau nggak salah. Dan memang itu harus berjalan.
Dus, itu masalah biasa, masalah teknis.

Ketika Maret 1988 lalu L.B. Moerdani menyerahterimakan


jabatan Pangab kepada Try Sutrisno, dia anlara lain menyatakan
bahwa salah satu alasan penting regenerasi ABRI adalah karena
adanya ancaman pada masa depan, yang justru bukan dari luar tetapi
dari dalam negeri. Bagaimana pendapat Anda?
.Omong kosong. Begenerasi itu alamiah, tidak ada hubungannya
denlan ancaman-ancaman. Regenerasi itu wajar, alamiah. Ketika
seseorang berusia sekian, dan kepangkatannya sudah sekian tahun, dia
harus naik pangkat, dan lain sebagainya. ltu sudah ada aturannya. Jadi,
omong kosong bila regenerasi dihubung-hubungkan dengan masalah
bahaya. lni kan kebiasaan di sini, biar tetap ada perasaan bahaya saja?
Rakyat diindoktrinasi terus bahwa bahaya terus ada saja. padahal, tidak
ada. Orde Baru sudah berusia 23 tahun. Tapi, rakyat terus menerus
dibikin takut, seolah ada bahaya ini- bahaya itu, atau bahaya laten pKl.
Ya to? Tapi, kenapa tidak pernah dinyatakan ada bahaya ekstrim tengah?

Karena, dialah yang ekstrim tengah itu. Kenapa demikian? Karena,


dengan diasumsikan adanya bahaya, rnaka perlu ada stabilisasi to?
Karena perlu stabilisasi, maka harus ada Kopkamtib. Setelah Kopkamtib
dihapus, harus ada Bakorstanas. Nah, ini kan sebenarnya masalah
kepercayaan pada diri sendiri? Kalau saya sih malu, Orde Baru sudah 23
tahun masih tetap nggak percaya pada diri sendiri. Malu saya. Sudah 23
tahun, dan kita merasa tetap tidak stabil saja. Katanya, pembangunan di

HAYAMWURUK, No.2 Th. YII/1992

ii

rT

sekarang, kan tidak?


Sekarang, dalam panitia pemilihan tidak ada unsur partai. Malahan

an Suara), sampai ke kelurahan, kemudian kecamatan dan walikota,

Nggak bisa korupsi dan memoras


perusahaan to? Tidak bisa. menjadi

campur-tangan pemerintah. Kalau

Hasil suara tiap TPS (Tempat Pemilih-

Ya; Karena harus konsekuen,

bukan pemerintah, tapi partai politik.


Dus mereka saling kontrol. Tidak ada

"-,Y"qE{,,-

-\
\
'

t\.

mana-mana, dan segalanya, maju, hebat.,. Tapi, kok tetap sa;a merasa
tidak stabil? Sudah 23 tahun Orde Baru, flan itu berarti satu oenerasi.
Tapi, terus saja takut nggak stabil, iakut ada bahaya. Sar.idara malu
nggak sebagai bangsa, seperti ini? Dan kita iidak tahu, kapan selesainya
stabilitas ini.

Mengapa regenerasl dalam mllller terkesan lebih berhasll,


ketlmbang dl kalangan slpll?
Karena barangkali, dalam deparlemendepartemen tsapil) tidak ada

"'"nirl:,ih[ffi:fi::."

kanannya dengan sapra uarea drABRI?


Tidak. Regenerasi, sekali lagi, adalah proses alarniah. Mungkin

karena di kalangan sipil ada konco dan bukan konco, hingga ada yang
sekonyong-konyong naik dan mendadak meloncati yang lebih tua.
Masalah pendidikannya, misalnya, kan di ABRI jelas? Juga yang
menyangkut siklus pendidikannya, di ABRI jelas. Sedaflg di kalangan
sipil, hal- hal ilu kurang terjamin, Di samping, mungkin" soal anggaran
belanja juga mempengaruhi. Di ABRI, masalah siHus kependidikan dan
nilainya, mungkin lebihterjamin. ltu pasti. Juga dalarn rnasalah anggaran
belanja.
Tapi sebenarnya, dalam kepemimpinan yang ba,k. regenerasi itu ya
harus berjalan normal.

Secara alami?
Ya, alamiah. Cuma dengan banyaknya orangrarg ABRI yang jadi
Dirjen, maka berheniilah kesempatan sipil, ya to? i(an lucu orang pensiun
dari ABRI, atau sudah hampir pensiun, dijadikan Dir.en. Kalau orang sipil
pensiun, ya nggak kerja apa-apa to? Nah. bila di ABRI - karena ada
dwi-fungsi - bisa jadi Dirjen, bisa jadi lnspekur .endral lirien), Sekretarie
Perusahaan Negara, Tenlu saja tempat-lempat ,ang diisi oleh ABfll ini
menghentikan flow-nya personal sipil. lGrya h; ka.rr ,barat air mengalir,
makin ke hilir makin berhenti, Berhenti, artinya ie. $ i.in. Padahal, di suatu
departemen ada empat atau lima Dirjen. tiar karena tiga atau empat
daripadanya diduduki ABRI, maka berhenf,lah, resempatan orang sipil.
Berhenti. Jadi, memang banyak hambatan ia.^ - di samping secara
teknis - secara historis tidak dijalankan deogfi baik. Nah, inilah yang
saya kritik. Kenapa tidak bisa? Seharusnra t, sal Ya, seharusnya tiaP
menteri bisa mengatur itu, Dulu, ketika sa;;a jadi Gubernur DKl, saya bikin
ranklist, daftar kepangkatan, pakai kornpu,te{ E}ila ada yang pensiun,
misalnya, saya minta lima orang ca:on paoa Sekretaris Daerah.
ncmor 4 misalnya. Kalau
Kemudian, saya pilih yang terbaik. Sala an
dia meloncat, saya panggil peringl3l d; atas.r'ya, nomor 1,2, dan 3.
"Kamu, nomor dua dan tiga.' Tap sara :nenunjuk nomor 4 sebagai

kepala. "Bagaimana pendapat'n-

lerira

atau tidak?" Ada dua

t'rca } claan militer yang baik, kalau


misalnya saya diloncati, saya ha,-,s ahu alasanya. Umpamanya,
sekarang saya Mayor Jendral- t3f'r:aru s.a teman saya yang lebih
muda dipromosikan - mendali.;'-. sara Saya protes secara resmi;
kemungkinan, menerima dan

kenapa saya diloncati? A,tssan saya harus bisa mengatakan


alasan-alasannya Nan. kaau sala tCak bisa rnenerima, saya berhenti.
Kalau saya menerirna- sar" E?p d,'s tapi tidak naik pangkat, ltu di
zaman saya bisa d$aLar',ia.-, Seraraj di ABRI. nggak jalan itu. Padahal
itu berhubungan derBan etla pcr*,''a hepenriraan.
Nah di kalangan sipfl, s*lirrg : atau empat dari enam Dirjen di
suatu depatemen misakrya, d&s r:-,,,:er. Jadi, "saluran airnya" berhenti
to? Di samping, tentu saja, wa r,ergatur ke dalamnya kurang baik konco-koncoan.

Koncoisme?
Nah ! Tapi kalau kita sudah memBrnpi ranklist, daftar pangkat, tidak
ada main loncat-loncatan. Sekali diloncati, diberi tahu: "Kamu goblog.
Kamu tidak cakap!" Misalnya begitulah. Jadi orang merasa ada jaminan,
jaminan hukum. Dia bisa tahu, nanti urnur sekian bisa jadi ini misalnya,
asal bekerja dengan baik. Dus, orang itu dirangsang untuk berprestasi.
Tapi, kalau nggakada jaminan, peduli amatto? Kerjasemaunya. Namun,
kalau ada ranklist, seseorang tahu di mana posisinya. Dan kalau dia

bekerja secara baik, dia tahu pasti bahwa pada usia sekian pasti jadi apa.
lni mengenakkan. Dan, memang, seharusnya begitu. Walaupun jabatan
Dirjen, misalnya, merupakan pilihan.

****

)2
i

F
I

HAYANIWURUK, No. 2 Th. Ylll 1992

,r1.r'6ff

1,

'n"' "a"'''

:g' 'fii'a

"@#460n* ',i"'
, \';':@T
i*.*,i-,:
T.'i,

o.,

'*r+ji:',,;::;'b::',,.

*.;qq
i.l/i

cv.
M E D.[.A GRAFIKA
(O
Jl. Sutan Syahrir a2a

utnz-

51819 Fax' 51819 Solo 5712

(o 37755 Solo 57122


,tt,xaoireio Rt.01/Rw.l

ryr*

lt\

bi':*

i.

**J*

l=t:i: i:.

KETOPR{K PLESETAN,
SEBUAH TEROBOSAN
BARU
!=::.ah

hiburan untuk sejenak mblepaskan Cr-'

mir;.dIfrl:]flt

sen'-'
sungan hidup kesenian, sedangkan

dal ::ia:

mai

sukses menggelar lakon

*::Plrurr.ffi

'

!.1: - l :\ I mengenalkan karYa seni


l .:,
- ,i:r.lisasikan di atas panggung'

r
.

"-: . -:,''

nglaras lagi, b:|.lnl i..r,ts& nrr:irru[f,iu


dinlebih dinamis. -'\;'iua lr'--r"* ::rual

bukan se-

.r.:.:

:3nampUng:i: ' ::.rSeS kgfja

:jl3n

KetoPrak Yang meruP:!;:

,:i

r-"-: '

karya

lebih dari

-::uk

mendobrak kemaPanan-k=:l': ': ':


:
vans terasa memhel::5- :::' :- -:
:'
'-1
b':
I
i,orlokrn tcrutam3
Namun bukan

"xrtl

[,=.:iE:-]!Df,r gur :tuu .&


ilr: ul:j"r*:tr.{]lr;lll mmil r'ffi'

aialJr-"ruh"-nya. Keduanya tidak

'f,,ii :'r .lruffl utfuns Mm


.r., '. ==. harus dibina dan ditumbuh- Per*atsl.rl
r,;;: ::= :' -r1,.*t* lmf
13=;,.;Ll demi kehidupan kesenian un'.ukm3ruiti=:' u'b;T'rfi- T'iTillr.
vang
l:- :a- i.:i.
juga pada irar* E:t-;jmc nruNg :m&*
R-..::as kesenian, Yang ditujukan

r:
be

rym'ilhu

lr.mluimcl r{Irnu@@n*
beLs'& lnrnu lufi;ltruq$

kaitan
dap a: ::prsahkan begitu saja' Ada

SenoPati (dudu)
22 APril 1992
F=:runskaslfabu
iansialu di SimPangLimaSe mirang, kembali KetoPrak
Pie
- s e t an-PimPinan M arwoto
uniuk eiei di hotel Graha
sanlitalKati ini lakon Yang
digelar Surninten (ora) Edan'

i$eatifitas dari pekerja seni ini

frf,ltlililLii.,::Iiiil& mmromr

;:.l

dari himpitan rutinaitas kerja seh.,:rhari, \fereka initah "nafas" bagi kelaoe-

mena-

. .::'!Ut PaSar"

b;r'::

mustahil

KetoPrak P':'i:

,-:,:

niduP dan
-,.."ma. ]r{aka

:. \{arrvoto

:::,tuk keto:-:S;tan me-

:::;t

diacungi

it:; !:':r'r -r;


- ll-i.ruru
begitu tertarii r:":: i1-Gi'
kian SU-II4-E!LEN-QBAI-EPAN :
:
:
$
;:
tradisional, khususnia
;ro uq. vvr
r i -a:J
-..,1.'i:X
itu dicampur peraxi,r
tertarik dan menikr:clrl I ; r': t r'''
subur seja,f." ai"u-ika I tradisional
(
:nq
:
::
r'-5eg3r
'-::'
\ang
rnusikPud?tlsepertidtuT
iontonan
r::r r-riii1 yang kian lil*;i;;t dan I
- .--,,
L-'r:
traor'
{'
Sebagai bentuk kesenian
I
t,e rsusah-:usah meng;: - 'r:
atauPun
-,lri
KemaPanan
:JmPek.
:
.-:
^trrnrtn
*:
':ketopla|
nal,
rlesetll:.:t:n, i:-'
\{emalg. bagaimanP;: - -r' *- .:si-konv.rrri rru.*.irf'Aia"frrr.
" *--"- - I| *"*t'::J^?,i::""::*::;;,:
'*:dan menjawab t-uhi
totrtonsn Pada Prinsi;: r :
itu
sendiri'
::rkenrbangan seni
I
" r' untuk menghibur Pe r::' " i - i
*bctin"f,;;;l';
puisi
hrlnya
.:.
I ',"*11 "Ifl::ll',-:::;'i:l'.-t'
*
mitra kesenial dengan S- I rr -d
-:.-:,i.
teater samPakan, maka
dan
i:5'
j
Dinamika keseniar' ::; : -:
;, , , -;k ;i";";"; telah melakukannva I Selamat'
t'r*L: '"i!:.dan isinya, secara 5;l'ri "-;;'j*--:
;::i:: cukupbaik,
::
menEikuti atauPun m'=::
1.1. ncermati PenamPilan ketoPrak
TEATER
,o^io. Dengan demil:r: + x-E-;r*
''-'-'# r : ::::an dalam PementasannYa di
wilayah yangselama ini ='is;
Graha
hotel
di
MENDAGELKA'\ LlTFI.]
-: ::":rg Lima dan
]uflqr! rri:
rawan dan tabu, terutar'a TdlE
kentara
yang
n'i
$m irdiiilii j.- i tampak perbedaan
Mengakrabi Pe :
konservatif bahrva suatu lirrt
ketoPrak
dan
,-:;" ketoprak Plesetan
r,.i.,l--' T
dengan mena\"::
boleh keluar dari k':r: :';-$mf,h'itL"l:"
'i.1" r
::i:,.11'. Ilu terlihat terutama dalam
generasi mud:

i'

il:

yang ada dan telah Eill-ru'lLsii. *lu$*ll


,uii]i!E n;di:'
muncul Marwoto -Tal: i*t:!',r

bahasa. Ketoprak plesetan


-- ':::,:--oaan
-i
Jawa,
-.i : lalu menggrtnakan bahasa

i:': -"'&tuI' u" Ieni bukan hanr: ': -l ;3n=-oekeria seni atau =: I ir 'iitru
;
' ill i;;*"'iii' -i-i
l""i-"puog dalam

ou melihat kenyata--- :

tidak jarang kalimat-kaiimat

: ::

dari itu, anggota 65''t5'idliilbl

*''
juga membutuhli;i -

trrt**rl "l]hr

t E":''firi&

[lvlvrwuRl"tL \u

Lliiilir'r

li'{

]' llh. rm,lryql

:"::

Dahasa Indonesia atau bahasa

, berloncatan daiam dialog


Hal ini unttlk memPermudah
antarPemain, sekaligus me-

adaiah SUBtu r" -

dilakukan tea:=:
-" Dementasa-.

Abril
'

Naskah

--:

c - -:

1992
S;

k::r

lJ

-?-"*:
!0 *u

'ri'

r'---ru fl]fllL

-,-- :T.r

uuuflu{$.d@hi'

fi'l''
,.]

K
,.s*i'

I
Ia

:.

naskahnya dan kebebasa Mas Ton


berteater untuk menghibur penonton
adalah sah-sah saja. Sebatas tidak
sekadar demi memenuhi selera
penonton seperti sering terjadi dalam
dunia perfilman kita. Di sini lantas yang

tidak:.periu.: Bermain-main tanpa


menyadari hakekat dari apa Yang
,dimainkan. Maka jangin kqget kalau
Lingkar disini orang sebagai "teater
Srimulat"

. ..

di

mana cita. rasa seni ber-

yangberkepanjangan.
',: :' teater agaknya dikesampingkan. Atau
boleh dikata'sekadar pelengkap dari
keiiiginan
Berkisah tentang
(diplg1a.nkan
alur ccrita dan bukan menjadikannya
Ayahanda Bapak .Tuan
yang
sebagai kekuatan bercerita. Bahkan
Puri
tscsar
penguasa
Budi Bobo),
tokoh-tokoh dalam lakon WAS WAS ini
dan
kekaYahn
hendak mewariskan
kekuasaannya kepada ketiga anaknya,

Den Ayu Woro'Pembayun (Irma),


Pangeran Domblong (Roso), dan
Pangeran Bagong (Irawan). Itu hanyalah

taktik untuk menguji loyalitas ketiga


anaknya- Mendengar bapaknya hendak

rrengumumkan hari kematiannYa,


mereka salit berebut pengaruh untuk
mendapatkan simpati dari Ayahanda

Bapak Tuan.Ada yang,mehangis


sekeras-kerasnya, bahkan ada Yang
mengancam bunuh diri untuk menunjukkan kepatuhan dan kecintaan pada
Ayahandanya. Hal initernyata diketahui
oleh Robot (Prih Raharjo); abdi setia

dan sangat dipercaya ini kemudidn


berkhianat. Akhirnya kedok rnereka
terbongkar setelah Ayahanda Bapak
Tuan yang pura.pura mati itu bangkit

dari kuburnya. Ia segera mengambil alih


lagi kekuasaannya dari tangan Robot,
sedangkan ketiga anaknya dikutuknya

menjadibatu.

It\
$,\

iil\

Tokoh Badut, misalnya. Ketika


mereka mereka "sekeranjang pujipujian" yang dipersembahkan kepada
Ayahanda, tampak ekspresi ataupun

bentuk teaternya, bukan sekadar


dagelan. Juga terlihat pemain memainkan adegan secara tidak dan jauh dari

kejujuran berteater. Budi Bobo yang


memerankan Ayahanda Bapak Tuan
pun ikut-ikutan membadut meskipun
seharusnya ia memerankan tokoh
befkarakter kuat , berotak brilian'dan
licin. Sementara pemeran tokoh-tokoh

teater Koma dan Gandrik memang


benar-benar guyonan cerdas, bukan
sekadar membadut. Guyonan kritik
sosial dan politik dilontarkan dalam
dialog yang cerdas dan bernas. Dan itu
mampu memancing penonton untuk
tertawa, mengiyakan dan merenungkan
isi-

guyonan-guyo4an itu. Nada-nadanya

memasukkan guyonan dan dagelan


sebagai bumbu dalam pementasan

kan diri, meski dalam kadar dan kapasitas yang berbeda.

teater tyelah menjadi suatu trend.


Masalahnya kini, mampukah teater
Lingkar meramu dagelan atau guyooan

Yang menjadi pertanyaan, kenapa

itu menjadi lebih apik dan berbobot.

yang lain pun beramairamai membadut-

yang

badut?

Penonton teater

jeli tentu
tertawa dua
kali. Pertama,
tertawa yang
sebenarnya

namun kenyataannya WAS WAS me-

karena

mang mampu membuat Penonton


tertawa. Dan kiat teater Lingkar pada
akhirnya terpenuhi. Terbukti dengan
melimpahnya penonton. Mereka

manglucu.Ke-

me-

dua, tertawa
karena melihat
kebodohan-k
ebodohan pe-

datang untuk menghibur diri, bukan

main dalam

untuk menambah beban pikiran. Dalam


hal mr, memang, teater Lingkar cukuP
berhasil.

m e nghayati

karakter dari
tokoh yang ia

Tapi, satu hal Yang Patut disaYangkan, teater Lingkar telah terjetak pada
kelucuan-kelucuan yang . sebenarpya

perankan.

Pemikiran
Prie GS dalam

Sekadar bermain dan tertawa

HAYAMWURUK, No.2 Th. VII/r992

62

fT'

misalnya. Tapi harus diakui guyonan

akting yang-dibuat-buat. Padahal, tidak


sedikit penoriton yang ingin menikmati

"Naskah WAS WAS ini saya buat karena

tertau'a. Memang kebanyakan penonton

kita? Semoga saja tidak.


Ir{emang harus diakui, bagaimanapun juga teater butuh publik penonton.
Ada yang menjaringnya lewat kelucuankelucuan atau dagelan-dagelan yang.
diselipakan dalam setiap pementasannya. Teater Koma dan teater Gandrik,

::

harus mem-

tertawa-tawa." Begitu pengakuan Prie


GS. Entah sekadar dalih atdu tidak,

tuntutan penonton. Kreatifitas dan


kebebasan berkesenian pun menjadi
mandeg. Akankah itu meland'a teater

hampir semuanya terlihat membadutkan


diri. Hal ini, disadari atau tidak, membuat pemainbodoh dalam berteater dan
tidak menjadikan mereka dewasa. ,

Naskah yang mempunYai Potensi


kelucuan tinggi ini memang sengaja
dibuat untuk menghibur Penonton'
saya cuma ingin tertawa. Kebutuhan
'saja, bermain dan
saya sederhana

terjadi adalah komersialisasi. Akibatnya


seni telah melacurkan diri hanya karena

Be**.

-,

-.{d

E
-i'..
)n

.,

ta

Tentu saja masalahnya akan menjadi


lain kalau Prie GS tetap ngotot untuk
cukup hanya "bermain dan tertau'a-

(Aona soeLa'

tarya'

!g

ln
di
'&t

Ia-

E.

nDg

El-

ft,
an

ng
an

tik
lm

itu
luk
tan

rra

lrn
no

:',f
.:

,l

. ... r*,r.
. 1'j

lakang merijadi kesulitaii untuk

.grenjalin' ;k:orhtrnikasi dengan penon:


[bnnyar
''
Tata panggung CotrexBaca PuiSi

ini dibuatl'cukup: tyleneh

dengan

memasang dUa tiang bambu yang ditutup tirai plastik transparan. Ada sema.

COTREX BACA PUISI,


DEBUTAN TANPA
KEJUTAN

cam to\r'er menjulang tinggr {i tengahtengah panggtng, meia-ureja kecil ditata


b:rj ur:rpalit an, serta kertas-kertas koran

vrcg beserakan di panggung. Yang

Perlahan-lahan Penonton Yang


semula gaduh menjadi tenang ketili'r
tiba-tiba dari luar panggung bergemr

m:nimbulkan kesan mendalam pada


p.nonton adalah di depan panggung
membujur sesosok tubuh diam tak
b:rgerak di atas sebuah tangga yang
i:j:takkan melintas di atas panggung.
.;
''Ide ini.saya
peroleh dari puisi

suara cak..., cak..', cak..., cak'.. bergenai

mendekati penonton. Suara itu terx


bergerak mendekati penonton, naik i:
atas panggung dan berhenti, meneLrkan'suasana magis. Lalu meluncur;

O rang-

orang Manekin, bahkan seharus-

nra terbungkus semua Namun karena


riJak ada dana, ya akhirnya saya buat

puisi Barong, sebuah Puisi larl

menggambarkan permainan ra$'at E iLl


Itulah awal dari serangkaian Pcm-

seperti ini,",tutur' Gunawan Budi


Sus.anto selaku fenanggung jawab

bacaan puisi Tri BudiYanto, Xri 'r


dikenal dengan nama Cotr:r :
panggung terbuka Fakultas Srr-r'
Undip

" rf,enangkap, pembacaannya;r:Aklbatnyil


sebagai sebuah tontonan Cotrex gagal

ra
Ira

sJftrng.

'

Sebenarnya dari ke duapuluh puisi


vang'dibacakan Cotrex malam itu yang
ditunggu-tunggu penonton adalah
Orang-orang Manekin. Namun penonton menjadi kecewa setelah 6gnsan'T:ti

, Rabu malam 19 Februa; llrl

yang lalu. Acara itu dilaksanakr: urnur

Mala: E;lLrrar
Purnama" yang sudah beberl;'a )umt
mandeg. Dan Cotrex mer--i : l
menghidupkan kembali Pi: g;5r15
mengisi kegiatan "Gairah

pembacaannya malam itu, tern,vata tiCf,k


sebagus ketika pertama kali dibac.:k"-aPanit ia

nya pada Parade'.Penyair Kar;u. di


penghujung tahun 1990 ra:: l.i,lu.
Padahal puisi itulah yang

bisa menjadi "gong" pada

di:,;:pkan

r:r:,n

itu.

Ternyata Cotrex gagal men.:ukul i :;rE itu


dengan merdu.
ini.
"Saya sungguh kecet,

-drn

Ibarat orang yang akan r;ncapai


orgasme ternyata kemudien g.ugeL coba

bayangkan...." Demikiai s:lah satu


lontaran uneg-uneg dari Fe : -,.ton ketika diadakan dialog deng.r peoyairnya
seusai acara pembacaal p;-.i itu.
Lepas dari hasil a-l:L';" usaha pembacaan puisi segara li:-i;el - apalagi
karya sendiri oleh C..-"r:s sebenarnva
menghembuskan har:p:-u sega. Di laio
waktu diharapkan lah-rr penyair-penyair
baru dari kampus Sasri rangberani darr
mampu tampil tegar. S:*oga.
Gagal r.:njalin

r$92

ft

smull'r:rs;

HAYA\I\\URUIL \o- I Th' VII/1992

(Fahmi Ins.)

. .'':,.
Daii Pementasan Basa
:,'i',. E.grpuisi,,-,]:,i.r,.,,
.:

i-.:

PUASKAN PENIKMAT'
SENI

sebagai pembaca puisi sekaligus sebagai

Qiapa saja orangnyayang mengamati

lJsecara intens kegiatan seni di Fakultas Sastra Undip, dan pernah menyaksi-

keheningan dan keterpanaa, penontoo


ketika menyaksikan penyair berambut

Budi Susanto sebagai pembahas, serta


Drs. Tavip Rudiyanto sebagai moderatornya. "Saya tidak bisa memahami
puisi-puisi Basa Basuki, tapi saya
melihat banyak diantaranya puisi-puisi
pamflet yang maksudnya supaya bisa

kepenyairannya.
Puisi-ptiisi yang dipilih Basuki uniuk
dibacakannya malam itu, sebagian besar
memang mendukung pementasannya.
Terutama puisi-puisi yang wujud visual-

nya miri,p inilik Sutardji Calzoum


Bachri. Puisi' jenis demikian, Iebih

Budiyanto Baca Puisi:dan terakhir Basa

memusatkan perhatiannya pada aspek


bunyi, dan memanfaatkan aliterasi dan
asonansi. Sehingga saat Basa Basuki
membacakannya pada awal pertunjuk-

oleh Teater Emper Kampus,.secara j uj ur


ia akan berkata: "Seni diFhkultas Sasira
mulai hidup!' Ini meman$-tidak,bisa kita
pungkiri, seb-ab sej,a{.-Smper Kampus

(Emka) "ditinggaikan'u Agus Maladi


Irianto, dalam rentan!1'waktu 5 tahuu.
Terasa kiprah seni di Fakultas Sastia
seperti rnemasuki tahap guiun pasirj panas dan gersang. Rimbunan pohon hijau

di

kampus tua seperti terbakar, para

seniman kampus pun takllagi terdengar


Iagi gaungnya: Dan kalau pun ada ke-

giatan seni, itu hanyalah sekedar


konsumsi sendiri didalam,kampus.

Namun sekarang, dalam kurun


waktu satu tahun terakhir ini, bila orang

menempatkan diri dalam satu dataral


historis, maka mereka akan bisa meneri-

ma keempat pementasan Emka itu,


seperti halnya orang menyambut
datangnya tahun baru, dan menyobek

kalender kemarin untuk diganti


kalender baru.

kan malam itu, mampu memukau

hasilan pementasan-pementasan
sebelumnya. Pementasan Basa Basuki

Berpuisi yang digelar Teater Emka


sabtu malam,25 April 1992 di PKM
Undip pun tergolong berhasil. Tidak
hanya dari jumlah penonton, tapi juga
dari segi pementasan pembacaan puisi
itu sendiri, yang kurang lebih. sama dengan apa yang pernah beberapa tali
terjadi di gedung pertunjukkan baca
puisi.
.'

dimengerti," papar Yudiono KS. Lalu ia


mencoba menganalisa dari segi bahasa.
"Dari segi bahasa, ungkapan
Allahuaku jelas tidak bisa diterima,"

paparnya lagi saat menganalisa puisi


yang berj udul "sembahyang". Sedangkan

sebelumnya, Gunawan Budi Susanto


membahasnya dari segi tematik. Menu-

rutnya ada peralihan tematik, yaitu


kegelisahan metafisis menuju kege-

penontonnya. Ia yang berdiri dibelakang


podium, dengan sinar-sinar lampu yang

lisahan sosiologis.

menyergapnya, mampu melisankan


puisi-puisinya dengan olah vokal yang

Pendapat kedua pembicara itu,


berhasil memancing hadirin. Sehingga

terlatih.
Namun penonton sempat kehilangan greget, manakala Basa Basuki pindah
kedepan podium dan duduk membacakan puisi-puisinya yang berjenis puisi
auditorium. Puisi yang cenderung ditulis

lahirlah beragam pendapat dalam mengapresiasikan puisi-puisi Basa Basuki.


Dan semua pendapat itu tentu saja sah
adanya. Sebab menikmati puisi, sebagaimana dikatakan A. Teeuw, bisa
dilihat dari berbagai macam aspeknya.

pendek, tampaknya kurang mendukung


pertunjukkannya. Schingga penampilan
yang sambil duduk itu tak sebagus

Dan karena itu berbagai kesan dan


tanggapan bisa saja muniul dari kita.
(Aona Soeko)

sebelumnnya. Terasa

kurang darah. Tapi


untung hal ini tidak
berlangsung lama.
Basa Basuki kemudian beranjak dari du-

duknya, dan rnaju

Sebagaimana halny'a dengan keber-

Usai pementasan dilanjutkan


diskusi untuk menyorot secara tekstual
puisi-puisi Basa Basuki yang berjumlah
25 buah itu. Dalam acara diskusi ini tampil Drs Yudiono KS. SU. dan Gunawan

kan pementasan Akulah Diponegoro,


Budi Maryono Baca Cerpen, Tri
Basuki Berpuisi yang diielenggarakan

nonton untuk sesekali bertepuk tangan,


dan betah menyaksikannya sampai
pementasan berakhir.

penyair yang'patut .diperhitungkan


keberadaannya. Ia tampil,b,egitu atraktif
sehingga penonton pun terpukau
dengan gayanya itu.Inibisa dilihat dari

ggndlong itu beraksi di "mimbar"

;.r

''''
r.... lt
Basuki,yang selama ini hanya
-'Basa
bb6kubang di dalam kampus, malarn itu
m&inpu menunjuk{qan potensinya

se-

langkah sambil berdiri,


kembali ia membacakau
puisi-puisi pamfletnya.
Ia meregang-regang, se-

dikit ngotot, dan terkesan kelelahan. Maklum, puisi jenis ketiga ini

cenderung ditulis panjang. Tapi kandungan


isinya banyak mengungkap keburaman
sosial, memaksa pe-

HAYAMIYIJRUK, No.2 Th. VII/1992

64

*\

*3;so--

;*

ft,

..'.'..i..;i --

'

;\;.

1u'.

Bu ls, Dekan dan


DOK. HAYAAAWTJRUK

Cr eiring dengan perkembangan zaman'

an,mdhasiswi sastra, Karena itukah?


, Ketikardikonfirmasikan padanya ia
enggan indnj.awabj "Iui. untuk kita saja.

Menjolang abad 20, lahir R.A. Kartini

fita [gn

D...uiu uJttrilup p..uni, wanita


Indonesia mengalami Perubahan.
yang membawa angin segar bagi
kehidupan kaum wanita. Dengan
kepeloporan dan perjuangan Kartini,
wanita Indonesia mulai tampil dalam
bidang pendidikan untuk memPer-

kbbetulan perempuan. Akhirnya ia


beralasan, "Suami saya (dr, Soetoqo,
Red) sedang sakit. Saya harus
meluangkan banyak waktu untuk
memikirkan keluarga.",

dalam kehidupan berumah tangga


maupun dalam sistem kehidupan sosial
Prof. Dr. Istia t i Soetomo

masyarakat.

perjuangan Kartini mulai membuahkan


hasil. Kini sudah tidak begitu asing
menemui kenyataan banyak wanita yane

menduduki posisi penting sebagai


pemimpin, atau pengambil keputusan di
berbagai bidang kehiduPan. Salah
satunya adalah Prof. Dr. Istiati Soetorngr.
Bu Is, demikian panggilan akabnl'a. 19

d:kin

Juni 1989 resrni menjabat sebagai


Fakultas Sastra Undip. Prestasi iiu ie lah
mengukir sejarah hidupnya, Betrp tiJak.
Bu Is adalah wanita pertama di Fakultas

Sastra ataupun Undip yane r:l;njat'at


sebagai dekan. \{aka, tak h:rar kalau
banyak terlontar decak kel;eguman
kepadanya. Juga seloroh^ t'ah;: Bu is

tercarik L'ndiP.
Kini, periode jaL,al:n d:kan telah

adalah dekan

selesai ia jalani, baoy'ali h.ll leng patut

di d:pan

kampus, rehabilitasi gedung


dan sarana fisik lainnyaberjalan lancar.
.A.presiasi dan pelestarian kesenian
iradisional, seperti sintren, karawitan,
'.vavang, mendapat prioritas. Dan yang
masih menjadi obesesinya, barangkali,

idalah pembukaan jurusan baru.

Konon, learoipan,.Sastra dan Bahasa


J:pang, Sastra danBahasaArab, hendak
dibuka di Sastra Undip.
Itu hanya akan menjadi obsesi,
karena periode ini Bu Is tidak menjadi

mengurusi keluarga. Di bidang ini ia


cukup dibilanglberhasil, ketiga anaknya
kini iudah ruintfrs, mengikuti profesi

suarninya, seb'qg4i .dskter. Bahkan


leluarga mgnjadi pertimbangan utama.

d.ipilih menjadi dekan, iapul


minta persetujuan keluarga. Saat itu Pak

Ketikiia

Tomo memang menyetujui. Tidak


seperti sekarang, ia menolak untuk

meluangkan waktu untuk keluarga. Dan

itu yang memang banyak

mewujudkannya?

dekan lagi. Ia ingin lebih banYak


didengar

orang. Namun disinyalir ada hal lain


yang melatarbelakangi. Beberapa bulan

lalu terjadi demonstrasi menolak


BMOM. Dari sana terdengar suara
mahasiswa yang mangatakan bahwa

pemimpin. Pembangunan sarana fisik


cukup semarak. Dua panggung tergelar

"Rektor bilang, No BMOM no problem"

DOK. HAYA^,IWURUK

Dan m44ng, kendati disibukkan


aktivitas rnenggjar karier, ia tidak lantas
melupakan I'kodrat" sebagai perempuan,

dicalonkan kembali. Kendati konon


semua anggota senat fakultas mendukungnya. Dan obsesinya belum
terealisasi. Rukankah dengan tidak
menjadi dekan ia kurang leluasa untuk

sebagai

dicatat dalam kiprahnla

tah-u

reporterl Hayamwuruk yang memang

juangkan perbaikan kedudukan wanita.

Dipenghujung abad 20-an ini.

sama-.u-a'*ianita tentu

menjiga pErasaan." tuturnya pada

(ini juga tertulis pada poster yang


dibawa). Ini yang
membuat Bu Is tidak

mengerti,

karena

Agaknya cukup berharap kepada


calon penggantinya urituk melanjutkan
kebijakan. Dari ketiga calon menurut Bu
Is ada kelebihan yang berbeda-beda.
Prof. Drs. Soejarwo adalah seorang
administrator yang baik. ia juga seorang
penyair. Drs. Anhari Basuki, S.U. mem-

punyai kedekatan dengan mahasiswa,


"sehingga ia bisa "ngemong" mahasiswa

dan program BMOM bisa jalan".

dalam setiap kesem-

katanya.

patan ia selalu ditanya

tentang BMOM.
Kalau saja Rektor

Ya, semenjak pemunculan BMOM


di tahun 1988, dekan baru, seolah, diuji
untuk mewujudkan BMOM di Fakultas

memang bilang begitu,


tentu saja Bu Is yang

Sastra Undip. Barangkali perlu


ditambah kreteria menjadi dekan sastra.

menjadi sasaranmaha-

siswa. Padahal ia
cukup mengerti keada-

HAYAMWURUK, No.2 Th. VII/1992

Winda Widyasari, Tati Akhbariyah

pemuda saat itu. Dia

I -)N

Anderson dalarh birku"ini; hdalah


untuk memaparkahpemikiranpe,mikirannya agar gagasangagasan yang terkandung dalam
ka,ryanya dapat dikaji, dipahami

Dalam tulisan-tulisannya tersebut perspektif Anderson, yang


mengutamakan empati budaya

..dan'dinilai sebagai suatu kesatuan yang utuh. Aualisis terhadap

tertentu, dengan perhatian


khusus terhadap bagaimana

pp;kernbangan -perni!iran

Aod"oson ini aitairuka4ll6r,i..


..dasarkan kesadaran..:;Ckah

peristiwa-peristiwa sosial dialami berdasarkan suatu pandangan

dunia tertentu akan terlihat


lebih jelas, demikian pula

pengaruhnya yang tidaki ssdikit'


terhadap perkembanga.q,studi-

'konsistensi

studi politik Indoriesil :dan':ara


para sarj aira mp,,3{.ng{i1.i4ya
sekarang. Se lain ".s.tlidi' Bolitik

J.iaui buku

yang mehu{is tentang

Penyusun
Penerbit

nasionalisme dan iev:olusi


Indonesia. George Mc. T Kahin
di mata Ben Anderson dianggap
t erlalu mengandalkun ru*l-".sumber penelitian erang-orang

Politik, Bydaya dan


Perubahanilsoiial Ben
Ariderson dalain, Studi

Generasi Ben .,Anderson


adalah g"neru.i'p"i:tima yang
keluar dari pe.nd-ahulunya, yaitu
generasi Georgg Mc.. T Kahin

Tahun:

Politik Ind!,nesia,.,1"
: Vedi R. Hadiz
: PT Gramedia Pustaka
utama, Jakarta bekerja
sama dengan Yayasan
SPES Jakarta.

dieerakkan oleh pemuda sebagai tokoh,


sentral. Dia melihat pada masa awal

kemerdekaan, yai.tu pada saat akhir

pola-pola budaya Jawa tradisional dan pengaruhnya terhadap

politik Indonesia

modern.

Budaya Jawa tersebut, antara

lain.yang paling berpengaruh


teihadap politik Indonesi4 adalah feodaiisme.

Setidak-tidaknya dalam
salah satu karyanya yang

akan dapat

mendeteksi

berkembangnya suatu hubungan

Revolution :Indonesian Politics


1945:L946'. Karya penting Anderson

ditandai oleh tantangan terhadap


konvensi umum, menjadi bahan studi
sejarah yang berharga karena pcnafsir-

penjajahan Jepang, diikuti'oleh masa

an kembalinya terhadap peristiwa-

pertentangan antara pihak-pihak na-

peristiwa dan peranan-peranan pribadi

sionalis mengenai strategi yang paling ::!ang agak kontroversial. Peranan


tepat untuk memprtahankan kemer- pemuda pada fase perjuangan ini adalah
dekaannr a yang telah diproklamirkan .,sesuatu yang utama, seperti Tan Malaka

dan diakhiri dengan peristiwa yang


dalam sejarah disebut sebagai peritiwa
Juli 1946. Hal itu tertuailg dalam
disertasi Anderson pads:: - U.liVetsitas
Cornell, AS, yangberjudul"fn! fd a,q

Karya-kary ar,ya yarg banyak


menggagas tentang presistensi

menyinggung masalah ini, kita

L992
Jumlah halaman: 190 hal

kalangan tua dan pemimpin


revolusi. Ben Anderson memusatkan perhatiannya pada revolusi
Indonesia di pulau.Jawa yang

66

dalam menghindari

acuan-acuan budaya Barat.

Indonesia digelutinya, Ben


Anderson jug:a- mengetahkan

Thailand.

khusus dalam "Java In


A Time Revolution".
Pada bagian lain
penyusun menge-

tengahkan bagaimana
karya-karya Ben Anderson dilihat dari sudut politik
budaya dan bahasa, terutama di
Indonesia, dengan mengacu
pada sejumlah tulisan pentingnya yang mengupas masalah ini.

guml nasil pollnK ;rnoQge,$la..l:


Tujuan dar;i rhqnografi Ben

studi politik

menuliskan secara

dan Persatuan Perjuangan. Dia menga-

wali penelitiannya dengan menguraikan


terlebih dahulu "lingkungan" budaya dan
sosial yang telah ikut rnembantu dan
mEnyumbang pada terciptanya psikologi

cinta-benci yang kompleks antara Anderson dan kebudayaan


Jawa, terutama tentang politik dan
masyarakat Indonesia di bawah Orde

Baru. Ben Anderson dinilai oleh

penyusun simpati dengan unsur-unsur


tertentu dalam kebudayaan Jawa. Dia
juga menemukan perbedaan utama
antara masyarakat Jawa dan Barat,
yaitu mitologi religius yang dihormati
pada masyarakat Jawa, sedangkan pada
masayarakat Barat hal itu tidak dijum-

pai. Mitologi religius ini dapat didefinisikan sebagai seperangkat simbol


budaya atau nasional yang dapat memaksakan penerimaannya oleh segenap

masyarakat, baik secara horisontal

HAYAI\{\IrURUK, No. 2 Th. YlIllg,))

T-melalui setiai i:
masyarakat

B3t.: r

ada mitos religiu-'

"'"'

Sesuatu yadg. menari( dari


; -:r,Li:::.::r1'a tentang Thailand adalah
i: ;--: : ::;ngan. lildersofr untuk ti&k

Thail,:-:.

-;

..-:i :,;ldasarkafr .analisisnya pada


: -:: , i psikologis, seperti dalam karya-

pikat atau releva:.:

universal.

Dalam tulisan tel:n:-i


Anderson memPerlihai-t:
annya terhadap 'me=;: : -- i I :
ser.nangat revolusi, se 1t-r.: :: : r::
kemunculan kembali cirl-;-'. -: : :'"
daiam masyarakat Indonas:i- !::r::

i
I

;l

,l
I

sedikit paradoksal, ia k:n-:.iOrC: I::=enerangkan "negara"

-t
I

.: -' i -- buh

selarna

::.:., ;"rntoh, tema "apa yang t:l"i :::r:r l.lonesia" yang muncul d;ia
'l- :::.
-: ContemPorarY Indone .;:

'al
a-l
ml
",
la

rio-

Politi;".

lap

:..-.

mals'.:

=e

suati F,.:!;tri:u baru yang raJ;sel.

' L:;.: :-ku ini, pen1"u:un ber: : r- ; l,.h pemikirar-p":nil<ira::


Ben A::::i;: Calam politik hd"',aesiaDia jug: , c: r3aknya m.en,v: s;aik::
pemikir=: E:: .{nderson secar:::- j:-

soroti kerobali oleh

temporarr'
Indonesirr

Esi

P'-.rclu'-p-spektif .yang i::= ; :rkan


Ani;r;l r.c:larig benar-b:a=r bermakla ::::ii:1,'Hgrb.ert Fe :th pun

3d2

tes On Con-

rk

:.:ngus untuk "menyel::rSifga

- !:i:;-:; demikian banril; rkali


k. ::i:.iilr: Jii:m pemikiran .t:: rson.

dengan

dalam 'No-

rt.

P:

<=3:i',-_.4'

Political"C-

Anderson

eri

Ei,,

mer.:l,.i i.:-, e-karya Anders.-l sebagai

:ingkat Individu. Karenanya,


- i: -i on dapat berbicara tentang
:' -:-:. seperti Pembentukan kelas,
r -'.:l-i,. kelas suatu tema yang.iarang

s-al p:;;:;aqn' yang leb& :&smaJar- i:e.: i:' a: :l:ii' nasionafisad;Dda6"


t::it ir,i :iik teori M4rxis m3uFnrn
-:::a t.jl ={:rat dalam suatu -,s"f,a

: : ::,:.en yang diberikat kePada'usaha


-:. -n, njabarkan motif-motif tindak-.

.: :-

'i,s!;l'
masa ki.:: ,

.=begai ekspresi tertinggi dari

sl
;\
ai

.:r.:ra tentang Indonesia' tetapi


: ;:: r.:itan yang lebih besar kePada
-i.:: untuk menganalisis apa yang
:-: :: -i sebagai kekuatan-kekuatan
i : i.:. Jbyektif dalam masYarak.at,
::.:.ri dengan Penguraflgan bobot
r

J rng baru digeluti oleh Anderson'


,

.:alisme merupakan topik Yang


i.'"'.". Jia m'bnulis dalam Imagined
C::,::unities : Reflections On The

C:;:.s

and Spread Nationalism adalah

i'- ..; tujuair.buku itu untuk menawari:.:- b;$erapa, usul sementara ke arah

r.&jir:i.a

dan teinyata

tqE5g-c:r!'a-n. Walaupun

E:rl.Lei

p.g

uiiri;":

Andersoa itersebut sedikit ilril.{


banyak ditrrn;ilkan contoh-c : ::: :
hasil karya -{-e&son.
Ehdah Setil-,-. ?:=:r-r.. TH, Mahasisca 9-.
Fakultas Sastra

i--.:

L:: r

Comnu:;;

rg.

af

a-

,'--

'"3r2

mi-ii ri:::--

ruh

l: i,
Li-i:i

rda-

-;

Bn:- s-:.:
_-r-,.:

1am

'aDg

kita
ek-ri

j'- -" --

a:

I
\'I

agan
s all3J3ln
l dan
Orde

oleh
.ui1sur

,.:rgai landasan untuk m;::"- *!.1:


,-i;,.is politiknya. Setelah E::--:i;x-

; -:+]i.'n kegunaan terbatas C.::

:: i i:
i=rl.iaP
konvensional
:
::.::ikiran
"lelaahan politik" Indoc,:si,',:ns
,. r,,iar berdasarkan bah.:-bri::

!
I

i
{

.{aCerson menyodorkan suaru meiode

bentuk".::rnatif, yaitu menyoroti


yang rer*ujud

Barat,

:;:,tuk symbolic speech


:.irm karya kartun, film. m&upun

,Ormati

n Pada

:r - rumen-monumen sebagai sarana


-::.:k memahami "pemikiran politik"
-: : - nesia, khususnya di masa

dijum-

didefi'
simbol

pat me-

\-lli19'l.l

--

:=r:;1is oleh "tokoh-tokoh' p'olitik.

utama

risontal

-.

3"-

:- :;rsebut telah menuo;ui.r.:' t".;;r:r',.a secara jelas. AnC.:. ::: :-:


-.:g;gunakan simbol-simt': " : ;:,', ;

a. Dia

segenap

t:i:

ile

Baru.
Pada bab lima, penyusun menge-

pemikiran-Pemikiran
l r"isahkan
:.-i:rson tentang politik kelas di
t
t

}L{1'{\,IWURUK, No. 2 Th.'{lll L992

67

I
1

&
.B

ffiffiffit4ffi
zuO
ffifr
h\,t

"

:lT:"rniukkan,
dicegahI

,,t.,,:

geiala
dan YogYakarta merebak

'

ada dan tak bisa


betapapun Golput memans
t,

:' '

.r:l

int:PTl:^l
DPR' Pemerintah' kalangan
ir456g6""'
Cengkeh'
r
kdto
Niaga
Geger
vvt'v'Tata
semua
_
u..r.a a,
rarA
suara'
buka
dbn mahasiswa .1cun
"'t,taiat,
. 6nFr,^
BPPC'
ketua
ffiilSuhrtto,
;iia'pa
asal bunyi?
sih sebenarnya yang
Nasionar di
"io"i ::?y^1 Kebanskitan
ditanskaP Porisi'
fi
",

Iffi;""*"iun
;ffi#wa
[:H'i,'

itu?
Mana otonomi kamPus
merambah kamPus'
--isu O'nYl inte'rl sudah
muncul
ini
Akhir-akhir
lawan'
manl
membedahl
sulit
Memang, kian
Sastra kita betdiri'
lima tahun Fit<uttas
luh
'
dua
dari
Lebih
ruang kutiah'
empat
hanYa PUrIya
Tapi' sampai t"'nt ini'
berehut; tempat' dong!
mau kulia harus

**t:,::na

'

pu

Kahu

.seoentartagiBuiG,det<ankita,purnatugaS..:*".
Siapa Pun PenggantinYa'

*.ilgryo*i
::i

kita'

sen

F.1TI

HAYAM
TAI

Anda mungkin juga menyukai