Anda di halaman 1dari 13

Ketoasidosis Diabetikum

Adnan Firdaus/102012105/B7
FK Universitas Kristen Krida Wacana
Jalan Terusan Arjuna No. 6 Kebon Jeruk Jakarta Barat - Indonesia

Email: adnan.2012FK105@civitas.ukrida.ac.id/firdauz_4g@yahoo.com

Pendahuluan
Ketoadosis diabetik (KAD) merupakan komplikasi akut yang paling serius yang dapat
terjadi pada anak- anak dengan diabetes melitus (DM) tipe 1, dan merupakan kondisi gawat
darurat yang sering menimbulkan morbiditas dan mortalitas, walaupun telah banyak kemajuan
yang diketahui baik tentang patogenesisnya maupun dalam hal diagnosis dan tatalaksananya. 1
Anak-anak dengan KAD sebaiknya dikelola di rumah sakit, di ruang perawatan intensif.
Tujuan pelaksanaan KAD adalah memperbaiki sirkulasi dan perfusi jaringan (resusitasi dan
rehidrasi), menghentikan ketogenesis (insulin), koreksi gangguan elektrolit, mencegah
komplikasi, mengenali dan menghilangkan faktor pencetus.1
Skenario Kasus
Seorang perempuan berusia 7 tahun dibawa ibunya ke UGD RS dengan keluhan lemas
sejak beberapa jam yang lalu. Keluhan disertai nyeri perut dan kadang-kadang muntah. Menurut
ibunya, pasien BAK sedikit sekali. Terjadi penurunan berat badan 3 kg sejak 2 minggu yang lalu,
semakin mudah lelah sejak 1 minggu yang lalu dan terutama pasien merasa cepat haus, sering
kencing dan ngompol pada saat tidur sejak 3 hari yang lalu. Pemeriksaan fisik: tampak
somnolen, denyut jantung 120 x/menit, TD 80/50 mmHg, suhu 37 oC, pernapasan 40 x/menit,
cepat dan dalam, bau keton, capillary refill 3 detik, serta turgor kulit menurun. Laboratorium:
GDS 400 mg/dl.
Anamnesis
1.
2.
3.
4.
5.
6.

Apakah pasien mengalami polifagia, poliuria, polidipsia??


Apakah terjadi penurunan berat badan??
Apakah terdapat nyeri perut??
Apakah pasien merasa lemas/lemah??
Apakah pasien mengalami muntah??
Apakah pasien mengalami pusing??

Fakultas Kedokteran Ukrida

Pemeriksaan Fisik
Gambaran klinis klasik termasuk riwayat poliuria, polidipsia, dan polifagia, penurunan
berat badan, muntah, sakit perut, dehidrasi, lemah, clouding of sensoria, dan akhirnya koma.2
Pemeriksaan klinis termasuk turgor kulit yang menurun, respirasi kusmaull, takikardia,
hipotensi, perubahan status mental, syok, dan koma. Lebih dari 25% pasien KAD menjadi
muntah-muntah yang tampak seperti kopi. Perhatian lebih harus diberikan untuk pasien dengan
hipotermia karena menunjukkan prognosis yang lebih buruk. Demikian pula dengan abdominal
pain, karena gejala ini dapat merupakan akibat atau sebuah indikasi dari pencetusnya, khususnya
pasien muda. Evalusi lebih lanjut diperlukan jika gejala ini tidak membaik dengan koreksi
dehidrasi dan asidosis metabolik.2
Pemeriksaan Penunjang
1.

2.

3.

Gula darah menunjukkan adanya peningkatan atau hiperglikemia (konsentrasi glukosa serum
mulai dari 200 mg/dl sampai >1000 mg/dl).3
Analisis gas darah (AGD) ditemukan pH di bawah 7,25 dan konsentasi bikarbonat serum
kurang dari 15 mEq/l.3
Konsentrasi natrium serum dapat meningkat, normal, atau rendah tergantung dari
keseimbangan antara kehilangan natrium dan air. Kadar natrium diukur biasanya lebih rendah
daripada kadar natrium sebenarnya karena adanya hiperglikemia. Hiperlipidemia yang terjadi

4.
5.

pada pasien KAD juga berperan dalam menurunnya kadar natrium serum yang terukur.3
Kadar urea darah (BUN) dapat meningkat akibat azotemia prerenal karena dehidrasi.3
Jumlah leukosit biasanya meningkat dan bergeser ke kiri tanpa adanya tanda infeksi. Jarang
ditemukan demam. Jika ditemukan demam, harus dicari sumber infeksi yang mungkin
memicu terjadinya KAD.3

Diagnosis
Diagnosis KAD didasarkan atas adanya trias biokimia yakni hiperglikemia, ketonemia,
dan asidosis. Kriteria diagnosis yang telah disepakati luas adalah seperti:2
1. Hiperglikemia bila kadar glukosa darah >11 mmol/L (>200 mg/dl).
2. Asidosis, bila pH darah < 7,3.
3. Kadar bikarbonat <15 mmol/L.
Menurut Karen J. Marcdante dkk (2014) diagnosis KAD ditegakkan jika terdapat sebagai
berikut:3

Fakultas Kedokteran Ukrida

1. Kadar pH arteri <7,25.


2. Kadar bikarbonat <15 mEq/L.
3. Keton dalam serum atau urin meningkat.
Epidemiologi
Data komunitas di Amerika Serikat, Rochester, menunjukkan bahwa insiden KAD
sebesar 8/1.000 pasien DM per tahun untuk semua kelompok umur, sedangkan untuk kelompok
umur kurang dari 30 tahun sebesar 13,4/1.000 pasien DM per tahun. Sumber lain menyebutkan
insiden KAD sebesar 4,6-8/1.000 pasien DM per tahun. KAD dilaporkan bertanggung jawab
untuk lebih dari 100.000 pasien yang dirawat per tahun di Amerika Serikat. Walupun data
komunitas di Indonesia belum ada, agaknya insiden KAD di Indonesia tidak sebanyak di negara
barat, mengingat prevalensi DM tipe 1 yang rendah. Laporan insiden KAD di Indonesia
umumnya berasal dari data rumah sakit dan terutama pada pasien DM tipe 2.3,4
Angka kematian pasien dengan KAD di negara maju kurang dari 5% pada banyak senter,
beberapa sumber lain menyebutkan 5-10%, 2-10% atau 9-10%. Sedangkan di klinik dengan
sarana sederhana dan pasien usia lanjut angka kematian dapat mencapai 25-50%. Angka
kematian menjadi lebih tinggi pada beberapa keadaan yang menyertai KAD, seperti sepsis, syok
berat, infark miokard akut yang luas, pasien usia lanjut, kadar glukosa darah awal yang tinggi,
uremia dan kadar keasaman darah yang rendah. Kematian pada pasien KAD usia muda
umumnya dapat dihindari dengan diagnosis cepat, pengobatan yang tepat dan rasional sesuai
dengan patofisiologinya.3-5

Definisi
KAD adalah keadaan dekompensasi kekacauan metabolik yang ditandai oleh trias
hiperglikemia, asidosis, dan ketosis, terutama disebabkan oleh defisiensi insulin absolut atau
relatif. KAD dan Hiperosmolar Hyperglycemia State (HHS) adalah 2 komplikasi akut metabolik
diabetes melitus yang paling serius dan mengancam nyawa. Kedua keadaan tersebut dapat terjadi
pada DM tipe 1 dan 2, meskipun KAD lebih sering dijumpai pada DM tipe 1. KAD mungkin
merupakan manifestasi awal dari DM tipe 1 atau mungkin merupakan akibat dari kebutuhan
insulin pada DM tipe 1 pada keadaan infeksi, trauma, infark miokard, atau kelainan lainnya.5
Etiologi

Fakultas Kedokteran Ukrida

1.
2.

Jika kita tidak mampu mengenali manifestasi klinis awal DM tipe 1.2
Pada pasien DM tipe 1 lama yang lupa menyuntik insulin atau tidak dapat mendapat insulin
secara adekuat saat sakit. Pada saat sakit kebutuhan insulin bertambah akibat meningkatnya
konsentrasi hormon kontraregulatori dan hormon stres (glukagon, GH, kortisol, dan

3.

katekolamin).2
Infeksi, dan diperkirakan sebagai pencetus lebih dari 50% kasus KAD. Pada infeksi akan
terjadi peningkatan sekresi kortisol dan glukagon sehingga peningkatan kadar gula darah
yang bermakna. Faktor lainnya adalah cerebrovascular accident, alcohol abuse, pancreatitis,
infark jantung, trauma, stress psikoligis. Infeksi yang diketahui paling sering mencetuskan
KAD adalah infeksi saluran kemih dan pneumonia. Pneumonia atau penyakit paru lainnya
dapat mempengaruhi oksigenasi dan mencetuskan gagal napas, sehingga harus selalu
diperhatikan sebagai keadaan yang serius dan akan menurunkan kompensasi respiratorik dan
asidosis metabolik. Infeksi lain dapat berupa infeksi ringan seperti skin lesion atau infeksi

4.

tenggorokan.3,6
Obat-obatan yang dapat mencetuskan KAD pada penderita DM 1 seperti kortikosteroid dosis
tinggi, antipsikotik, pentamidine, obat simpatomimetik (seperti dobutamin dan terbutalin),

5.

beta bloker, fenitoin, diazoxide, dan imunosupresan.6


Penderita dengan kontrol metabolik yang buruk atau telah mengalami KAD sebelumnya,
penderita DM 1 usia muda (kurang dari 5 tahun), pubertas dan remaja puteri, anak-anak
dengan gangguan psikiatri, dan status ekonomi rendah.4

Patofisiologi
Apabila sekresi insulin yang adekuat tidak ada, maka akan berlangsung terus-menerus
oksidasi asam lemak parsial oleh hepar menjadi benda keton. Dua dari tiga benda keton ini
merupakan asam organik, menyebabkan asidosis metabolik dengan peningkatan anion gap.
Asidosis laktat juga berperan terhadap terjadinya asidosis jika terdapat dehidrasi berat sehingga
perfusi jaringan perifer berkurang.2
Hiperglikemia menyebabkan diuresis osmotik yang pada awalnya dikompensasi dengan
banyak minum. Seiring dengan makin beratnya hiperglikemia dan diuresis, sebagian pasien tidak
mampu mempertahankan asupan cairan dan timbul dehidrasi. Muntah yang terjadi akibat
asidosis dan meningkatnya insensible water lost akibat takipnu berat memperberat derajat
dehidrasi. Kelainan elektrolit terjadi akibat hilangnya elektrolit di urin dan gangguan
transmembran akibat asidosis. Ketoasidosis menyebabkan ion hidrogen terakumulasi dalam
tubuh sehingga kalium keluar dari intrasel ke ekstrasel ditukar dengan ion hidrogen. Kadar

Fakultas Kedokteran Ukrida

kalium serum awalnya meningkat akibat asidosis, tapi kemudian menurun karena diekskresi oleh
ginjal. Kadar kalium saat diagnosis dapat meningkat, normal, atau menurun, tergantung dari
lamanya ketoasidosis, akan tetapi kadar kalium intraseluler pasti menurun. Penurunan
konsentrasi kalium serum merupakan tanda bahaya bahwa kalium tubuh total terdeplesi. Kadar
fosfat juga menurun akibat meningkatnya ekskresi fosfat ginjal. Ekskresi fosfat ini diperlukan
untuk eliminasi ion hidrogen yang berlebihan. Deplesi natrium juga sering ditemukan pada
pasien KAD, terjadi akibat ekskresi natrium karena proses diuresis osmotik dan kehilangan lewat
saluran cerna akibat muntah.2
Manifestasi Klinis
Saat awal, KAD ditandai dengan poliuria, polidipsia, mual, dan muntah. Seringkali
ditemukan nyeri abdomen yang terkadang menyerupai akut abdomen. Abdomen biasanya
tampak kempis karena muntah atau tampak distensi sekunder akibat ileus paralitik. Pada KAD
tetap ditemukan poliuria meskipun secara klinis terdapat dehidrasi. Poliuria ini terjadi karena
diuresis osmotik dan hal ini yang membedakan pasien KAD dari pasien gastroenteritis atau
kelainan gastrointestinal lainnya. Asidosis menyebabkan takipnu dengan napas cepat dan dalam
(kussmaul). Terkadang tercium bau napas aseton atau fruity. Pada pasien KAD juga dapat
ditemukan penurunan kesadaran, mulai dari disorinentasi sampai koma.2
Penatalaksaan
Rekomendasi Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) No.008/Rek/PP IDAI/V/2014 tentang
Tatalaksana Menurunkan Angka Kematian KAD pada Anak dengan DM 1
Memperhatikan:7
1. KAD merupakan komplikasi akut diabetes melitus tipe 1 yang disebabkan kekurangan
insulin.
2. KAD sering terjadi akibat keterlambatan penegakan diagnosis kasus baru DM 1 pada anak.
3. Insiden kematian akibat KAD sebesar 0,15-0,3% bahkan lebih tinggi pada daerah dengan
keterbatasan fasilitas.
4. Sebesar 57-87% penyebab kematian KAD adalah edema serebri.
5. Seperempat penderita edema serebri pada KAD yang berhasil diselamatkan memiliki
gangguan neurologis permanen.
Rekomendasi:7

Fakultas Kedokteran Ukrida

1. Perlu kewaspadaan gejala dan tanda KAD pada anak dengan DM 1, di antaranya poliuria,
polidipsia, polifagia, penurunan berat badan, sesak napas (pernapasan kusmaull, bau keton),
nyeri perut, muntah, dan letargi.
2. Perlu pemeriksaan gula darah sewaktu pada semua kegawatan anak terutama di unit gawat
darurat.
3. Perlu pemeriksaan analisis gas darah, elektrolit, keton darah/urin untuk menegakkan
diagnosis KAD (pH <7,3; HCO3 <15 mmol/L).
4. Perlu diketahui dan dikuasai prinsip tatalaksana KAD pada anak dengan DM 1, yaitu:
a. Penilaian kegawatan berupa tanda klinis dan infeksi.
b. Perbaikan jalan napas, pipa nasogastrik, akses intravena, monitor jantung, oksigenasi,
antibiotik bila ada infeksi, dan kateter urin.
c. Syok (bila ada) diatasi dengan pemberian cairan normal saline 0,9% untuk penggantian
cairan dalam 4-6 jam pertama, dilanjutkan dengan normal saline 0,9% ditambah dengan
KCl untuk 48 jam berikutnya.
d. Insulin kerja pendek/cepat (0,1 unit/kg BB/jam) diberikan 1-2 jam setelah terapi cairan.
e. Koreksi kalium bergantung kadar kalium dalam darah, hipokalemia (KCl 20 mmol/L
sebelum terapi insulin), normokalemia (KCl 20 mmol/L bersamaan dengan insulin),
hiperkalemia (tunda pemberian KCl hingga dieresis).
f. Bikarbonat (1 mmol/kg BB dalam 60 menit) tidak rutin digunakan, kecuali asidemia
berat atau syok.
g. Perlu pemantauan pemeriksaan darah berkala (gula darah sewaktu/jam, analisis gas
darah, elektrolit, keton), EKG bila perlu, dan keton urin.
5. Perlu mengenal gejala dan tanda edema serebri berupa nyeri kepala, frekuensi denyut jantung
menurun, perubahan status neurologis, gejala gangguan neurologis, peningkatan tekanan
darah, dan penurunan saturasi oksigen. Apabila terdapat tanda dan gejala tersebut, dapat
diberikan tatalaksana berupa pengurangan kecepatan infus cairan dan pemberian manitol 0,51 gram/kg IV dalam 20 menit atau NaCl 0,3% 5 ml/kg dalam 30 menit.
6. Perlu perawatan kasus KAD pada anak dengan DM 1 di unit perawatan intensif atau yang
setara.
7. Perlu pelatihan tatalaksana KAD pada anak dengan DM 1 kepada dokter spesialis anak.
Terapi untuk pasien KAD meliputi penggantian defisit cairan, koreksi asidosis dan
hiperglikemia dengan pemberian insulin, koreksi ketidakseimbangan elektrolit dan monitoring
komplikasi terapi. Pendekatan terapi yang optimal terletak pada keseimbangan antara koreksi
kehilangan cairan dan menghindari perubahan osmolaritas dan keseimbangan cairan yang terlalu
cepat. Komplikasi akibat KAD dan terapi KAD yang serius adalah edema serebri dan herniasi
otak.8

Fakultas Kedokteran Ukrida

1. Dehidrasi
Derajat dehidrasi pada pasien KAD berat dianggap sebesar 10%. Jika terdapat data berat
badan terakhir maka derajat dehidrasi dapat dihitung dengan tepat. Bolus cairan isotonik IV
(normal salin, ringer laktat) sebanyak 10-20 ml/kg harus diberikan untuk mengembalikan
volume intravaskular dan perfusi renal. Sisa defisit cairan setelah bolus harus ditambahkan
pada kebutuhan cairan rumatan dan total cairan harus diganti secara perlahan dalam waktu
36-48 jam. Kehilangan yang masih berlangsung akibat diuresis osmotik biasanya tidak perlu
diganti kecuali jika jumlah urin cukup banyak atau terdapat perfusi perifer yang buruk.
Diuresis osmotik biasanya minimal jika kadar glukosa <300 mg/dl. Untuk menghindari
perubahan osmolaritas serum yang terlalu cepat sebaiknya digunakan NaCl 0,9% pada 4-6
jam pertama, selanjutnya dengan NaCl 0,45%.8
2. Hiperglikemia
Insulin kerja cepat harus diberikan dalam drip IV kontinu (0,1 U/kg/jam). Kadar glukosa
serum tidak boleh turun lebih dari 100 mg/dl/jam. Jika kadar glukosa serum sudah mencapai
250-300 mg/dl, perlu ditambahkan glukosa ke cairan IV. Jika kadar glukosa serum kurang
dari 200 mg/dl sebelum asidosis terkoreksi, konsentrasi glukosa pada cairan IV harus
dinaikkan; infuse insulin tidak boleh diturunkan lebih dari setengah dan insulin harus
dihentikan setelah asidosis terkoreksi.9
3. Asidosis
Terapi insulin mengurangi produksi asam lemak bebas, mengurangi katabolisme protein dan
meningkatkan ambilan glukosa perifer. Proses ini akan mengoreksi asidosis. Terapi
bikarbonat tidak perlu diberikan kecuali jika ditemukan asidosis berat (pH <7,0) yang
menyebabkan instabilitas hemodinamik atau hiperkalemia simtomatik. Efek samping
pemberian bikarbonat antara lain adalah terjadinya asidosis paradoksikal sistem saraf pusat
(akibat meningkatnya difusi karbondioksida melalui sawar darah otak), hipoksia jaringan
akibat pergeseran kurva disosiasi oksihemoglobin, perubahan osmotik yang mendadak, dan
meningkatnya risiko edema serebri. Setelah asidosis terkoreksi, konsentrasi keton urin akan
meningkat. Beta hidroksibutirat tidak terdeteksi pada pemeriksaan urin karena diubah
menjadi asetoasetat, satu bentuk keton yang dapat dideteksi dalam urin. Oleh sebab itu,
pemeriksaan keton urin bukan merupakan penanda keberhasilan terapi.8,9
4. Imbalans Elektrolit
Tanpa melihat kadar kalium serum pada saat awal, kalium total pada pasien KAD biasanya
terdeplesi. Kadar kalium menurun dengan cepat setelah pemberian insulin dan glukosa;
asidosis yang terkoreksi menyebabkan kalium ditukar kembali dengan ion hidrogen
intraseluler. Jika sudah ada produksi urin yang adekuat maka kalium harus ditambahkan pada

Fakultas Kedokteran Ukrida

cairan intravena. Untuk mengganti kalium harus diberikan kalium klorida 50% dan kalium
fosfat 50% dengan konsentrasi 20-40 mEq/l. kombinasi tersebut juga menjadi sumber fosfat
untuk mengganti defisit fosfat, tetapi harus dihindari pemberian fosfat yang berlebihan
karena dapat menyebabkan hipokalsemia. Jika kadar kalium lebih tinggi dari 6 mEq/l tidak
perlu ditambahkan kalium IV sampai kadar kalium turun.9
5. Monitoring
Gunakan lembar observasi untuk mencatat dan memonitor keseimbangan cairan dan hasil
pemeriksaan laboratorium. Pemeriksaan awal laboratorium harus meliputi pemeriksaan kadar
glukosa, natrium, kalium, klorida, bikarbonat, BUN, kreatinin, kalsium, fosfat, dan
magnesium; pH arteri atau pH vena; dan urinalisis. Pemeriksaan kadar glukosa serum harus
diulang tiap jam selama terapi. Status mental dan status neurologis harus dievaluasi secara
berkala. Jika terdapat keluhan sakit kepala atau kemunduran status mental, segera evaluasi
kemungkinan adanya edema serebri.8
Komplikasi
1.

Edema serebri timbul pada 1%-5% kasus KAD. Edema serebri merupakan komplikasi KAD
yang paling serius dengan angka mortalitas antara 20%-80%. Patogenesis edema serebri
melibatkan perubahan osmolaritas yang menyebabkan akumulasi cairan intraselular dan
pembengkakan sel. Edema serebri subklinis sering ditemukan pada KAD, tetapi faktor yang
berperan pada proses ini masih belum jelas. Edema serebri biasanya timbul 6-12 jam setelah
terapi KAD dimulai, biasanya timbul setelah terdapat periode perbaikan klinis yang jelas.
Faktor risiko edema serebri meliputi konsentrasi BUN awal yang tinggi, PCO 2 awal yang
rendah, kadar natrium tidak meningkat pada saat kadar glukosa darah menurun, dan terapi
bikarbonat. Gejala edema serebri lanjut meliputi penurunan kesadaran, papiledema, dilatasi
pupil atau pupil yang tidak simetris, hipertensi, bradikardia, dan apnu. Terapi edema serebri
adalah dengan manitol IV, intubasi endotrakeal, dan hiperventilasi. Kadang butuh mengebor

2.
3.

4.

subdural.10
Trombosis intrakranial atau infark.2
Nekrosis tubular akut dengan gagal ginjal akut yang disebabkan oleh dehidrasi berat,
pankreatitis, aritmia akibat abnormalitas elektrolit, adema pulmoner, dan iskemia.2
Edema perifer biasanya timbul dalam 24-48 jam setelah pemberian terapi dan berhubungan
dengan meningkatnya ADH dan aldosteron.2

Pencegahan

Fakultas Kedokteran Ukrida

Dua faktor yang paling beperan pada timbulnya KAD adalah terapi insulin yang tidak
adekuat dan infeksi. Dari pengalaman di negara maju, keduanya dapat diatasi dengan
memberikan hotline/akses yang mudah bagi penderita untuk mencapai fasilitas kesehatan,
komunikasi yang efektif antara petugas kesehatan dengan penderita dan keluarganya di saat
sakit, serta edukasi.10
Langkah-langkah pencegahan efektif yang dapat dilakukan pada penderita DM tipe 1
agar tidak terjadi KAD adalah deteksi awal adanya dekompensasi metabolik dan
penatalaksanaan yang tepat. Hal praktis yang dapat dilakukan adalah:10
1. Menjamin agar jangan sampai terjadi defisiensi insulin (tidak menghentikan pemberian
2.
3.
4.
5.
6.

insulin, manajemen insulin yang tepat di saat sakit).


Menghindari stres.
Menghindari puasa yang berkepanjangan.
Mencegah dehidrasi.
Mengobati infeksi secara adekuat.
Melakukan pemantauan kadar gula darah/keton secara mandiri.

Kesimpulan
KAD adalah keadaan dekompensasi kekacauan metabolik yang ditandai oleh trias
hiperglikemia, asidosis, dan ketosis yang merupakan komplikasi akut metabolik diabetes melitus
yang paling serius dan mengancam jiwa.
Daftar Pustaka
1.

Faizi M, Netty EP. Tatalaksana ketoasidosis diabetik pada anak-continuing education ilmu
kesehatan anak xxxv kapita selekta ilmu kesehatan anak iv hot topics in pediatrics.
Surabaya: Divisi Endokrinologi Bagian Ilmu Kesehatan Anak FK Unair RSU Dr. Soetomo.
Hotel JW Marriot, 3-4 September 2005.

2.

Marcdante KJ, Behrman RE, Kliegman RM, Jenson HB. Nelson essentials of pediatrics.

3.

Edisi 6. IDAI, penerjemah. Siangapore: Saunders Elsevier; 2014. hal. 684-9.


Gotera W, Budiyasa DGA. Penatalaksanaan ketoasidosis diabetik (kad). SMF Ilmu Penyakit
Dalam FK Unud RSUP Sanglah Denpasar. Journal Penyakit Dalam; Vol.11; No.2; Mei;

4.

2010.
Masharani U. Diabetic ketoacidosis. In: McPhee SJ, Papadakis MA, editors. Lange current

5.

medical diagnosis and treatment. 49th ed. New York: Lange; 2010. p.1111-5.
Guneysel O, Guralp I, Onur O. Bicarbonate therapy in diabetic ketoacidosis. Bratisl Lek

6.

Listy 2009: 109 (10): 453-4.


Trachtenbarg DE. Diabetic ketoacidosis. American Family Physician 2005: 71 (9): 1705-14

Fakultas Kedokteran Ukrida

7.

Ikatan Dokter Anak Indonesia. Tatalaksana menurunkan angka kematian ketoasidosis


diabetikum (kad) pada anak dengan diabetes mellitus tipe 1 (dm 1). 03 Juni 2014. Diunduh

8.
9.

21 November 2014 Pukul 07.10 WIB.


APEG. Clinical practice guidelines: type-1 diabetes in children and adolescents. 2005.
American Diabetes Association. Hyperglycemic crisis in diabetes. Diabetes Care 2004; 27

(1): 94-102.
10. Soewondo P. Ketoasidosis diabetik. Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata
M, Setiati S, editor. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 4. Jakarta: Pusat Penerbitan
Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI; 2006. p.1896-9.

Gambar 1: Kriteria Diagnostik KAD Menurut American Diabetes Association

Fakultas Kedokteran Ukrida

Gambar 2: Patofisiologi Ketoasidosis Diabetik

Fakultas Kedokteran Ukrida

DM Tipe 1
Etiologi

Manifestasi
Penunjang
Tatalaksana
Komplikasi

Destruksi sel beta pankreas, peran


lingkungan, bawaan genetik.
Poliuria, polidipsia, polifagia, BB
turun.
Gula darah, AGD, Na serum, BUN.
Insulin, nutrisi, pemantauan GD.
Retinopati, nefropati, risiko penyakit
koroner.

Diabetes Insipidus
Gangguan X-linked, nefritis
interstisial, sickle cell disease,
trauma, infark, hipokalemia.
Dehidrasi, gelisah, lemas, letargi,
hiperglikemia, hipokalemia.
Normal saline 20 ml/kg
Perdarahan otak, kejang, koma.

Tabel 1: Diagnosa Banding KAD

Fakultas Kedokteran Ukrida

Fakultas Kedokteran Ukrida

Anda mungkin juga menyukai