Anda di halaman 1dari 18

Meningitis Tuberkulosis

Putri Primastuti Handayani. 102013477. B7


Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jl. Arjuna Utara No. 06 Jakarta 11510. Telephone: (021)5694-2051. Email: putri_muhendra@live.com

Pendahuluan
Perubahan gaya hidup dan pola pikir pada dunia modern memberikan dampak besar bagi
tubuh, terutama penyakit-penyakit yang berhubungan dengan perubahan gaya hidup
berhubungan dengan pola pikir maupun berhubungan dengan usia yang bertambah atau penyakir
degenerative, salah satu penyakit degerative ini berhubungan dengan kerusakan salah satu organ
penting bagi tubuh yaitu otak, kerusakan ini bisa berupa reaksi radang, dan kemunduran proses
piker maupun ingatan. Salah satu yang berkaitan dengan radang adalah radang selaput otak atau
meningitis, Dalam makalah ini kita akan membahas mengenai kasus meningitis lebih lanjut dan
dikhusus kan untuk meningitis tuberculosis, yang kita ketahui Tbc adalah salah satu penyakit
yang masih sering kita jumpai di Indonesia. Meningitis merupakan salah satu infeksi pada
susunan saraf pusat yang mengenai selaput otak dan selaput medulla spinalis yang juga disebut
sebagai meningens. Meningitis dapat disebabkan oleh berbagai jenis mikroorganisme seperti
bakteri, virus, jamur dan parasit. Meningitis Tuberkulosis tergolong ke dalam meningitis yang
disebabkan oleh bakteri yaitu Mycobacterium Tuberculosa. Bakteri tersebut menyebar ke otak
dari bagian tubuh yang lain. Meningitis Tuberkulosa adalah bentuk umum dari infeksi
tuberculosis pada system saraf pusat dan memiliki tingkat kecacatan dan kematian yang tinggi. 1
Meningitis tuberkulosis adalah infeksi pada meningen yang disebabkan oleh basil tahan asam
Mycobacterium tuberculosis (Dewanto, 2009). Meningitis tuberkulosis adalah peradangan pada
selaput meningen, cairan serebrospinal dan spinal kolumna yang menyebabkan proses infeksi
pada sistem saraf pusat (Harsono, 2005). Insiden meningitis TB sebanding dengan TB primer,
umumnya bergantung pada status sosio-ekonomi, higiene masyarakat, umur, status gizi dan
faktor genetik yang menentukan respon imun seseorang. Faktor predisposisi berkembangnya
infeksi TB adalah malnutrisi, penggunaan kortikosteroid, keganasan, cedera kepala, infeksi HIV
dan diabetes mellitus.2

Pembahasan
Anamnesis
Pada anamnesis, ditanyakan nama, umur, jenis kelamin, keluhan utama, riwayat penyakit
dahulu, riwayat penyakit sekarang, riwayat sosial, riwayat keluarga, dan riwayat obat.2-4
Keluhan utama dan riwayat penyakit sekarang
Apakah pasien mengalami nyeri kepala? Kapan mulai merasakannya? Nyerinya seperti
apa apakah seperti tertekan, berat, atau seperti dipukul dari luar. Apakah mendadak (seperti petir)
atau bertahap? Apakah ada gejala penyerta seperti fotophobia, kaku leher (stiffness), mual,
muntah, demam, mengantuk, atau bingung? Pernahkah pasien mengalami nyeri kepala
sebelumnya? Apakah ada tanda-tanda neurologis: diplopia, kelemahan fokal, atau gejala
sensoris? Apa ada gejala sistemik seperti mual, muntah, demam, atau menggigil?
Riwayat penyakit dahulu
Adakah riwayat meningitis, kebocoran atau pirau LCS, trauma kepala berat yang baru
terjadi? Apakah pasien mengalami imunosupresi? Adakah riwayat vaksinasi? Ditanyakan apakah
pernah mengalami flu seperti influenza, batuk kering, batuk berdarah, lemas, demam samarsamar di malam hari dan apakah didiagnosa tuberkulosis paru atau tidak.
Riwayat keluarga dan sosial
Ditanyakan apakah ada anggota keluarga yang mengalami gejala yang sama atau adakah
riwayat meningitis dalam keluarga? Adakah kontak dengan pasien yang diduga meningitis?
Apakah baru-baru ini pasien berpergian ke luar negeri?
Riwayat obat-obatan
Tanyakan pada pasien apakah baru-baru ini mendapat terapi antibiotic atau Obat Anti
Tuberkulosa (OAT) serta kepatuhannya dalam meminum obat, juga tanyakan apakah pasien
memiliki alergi antibiotik.

Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik beberapa hal penting yang perlu dilakukan, seperti: kesadaran
umum, tanda-tanda vital. Perhatikan apakah pasien tampak sakit ringan atau berat? Apakah
pasien waspada, mengantuk, atau tidak sadar? Pengukuran suhu tubuh, denyut nadi, tekanan
darah, dan laju pernapasan juga dilakukan. Lihatlah pada kulit apakah muncul ruam, khususnya
akibat septicemia meningokokal, kaku leher, atau fotofobia? Apakah tanda Kerning positif atau
tidak. Adakah kelainan pada pemeriksaan fisik neurologis? Fundi normal atau edema papil?
Periksa tenggorokan, hidung, telinga, dan mulut. Lakukan pemeriksaan fisik umum secara
lengkap terutama untuk mencari tanda focus septik lain.2
Pemeriksaan Rangsangan Meningeal2,4
Pemeriksaan Kaku Kuduk. Pasien berbaring terlentang dan dilakukan
pergerakan pasif berupa fleksi dan rotasi kepala. Tanda kaku kuduk positif (+) bila
didapatkan kekakuan dan tahanan pada pergerakan fleksi kepala disertai rasa nyeri dan
spasme otot. Dagu tidak dapat disentuhkan ke dada dan juga didapatkan tahanan pada
hiperekstensi dan rotasi kepala.
Pemeriksaan Tanda Kernig. Pasien berbaring terlentang, tangan diangkat dan
dilakukan fleksi pada sendi panggul kemudian ekstensi tungkai bawah pada sendi lutut
sejauh mengkin tanpa rasa nyeri. Tanda Kernig positif (+) bila ekstensi sendi lutut tidak
mencapai sudut 135 (kaki tidak dapat di ekstensikan sempurna) disertai spasme otot
paha biasanya diikuti rasa nyeri.
Pemeriksaan Tanda Brudzinski I ( Brudzinski Leher). Pasien berbaring
terlentang dan pemeriksa meletakkan tangan kirinya dibawah kepala dan tangan kanan
diatas dada pasien kemudian dilakukan fleksi kepala dengan cepat kearah dada sejauh
mungkin. Tanda Brudzinski I positif (+) bila pada pemeriksaan terjadi fleksi involunter
pada leher.
Pemeriksaan Tanda Brudzinski II ( Brudzinski Kontra Lateral Tungkai).
Pasien berbaring terlentang dan dilakukan fleksi pasif paha pada sendi panggul (seperti
pada pemeriksaan Kernig). Tanda Brudzinski II positif (+) bila pada pemeriksaan terjadi
fleksi involunter pada sendi panggul dan lutut kontralateral.1

Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan darah lengkap
Anemia ringan. Peningkatan laju endap darah.
2. Lumbal pungsi
Gambaran LCS pada meningitis TB :

Warna jernih (khas), bila dibiarkan mengendap akan membentuk batang-batang.


Dapat juga berwarna xanhtochrom bila penyakitnya telah berlangsung lama dan
ada hambatan di medulla spinalis

Jumlah Sel meningkat MN > PMN


Jumlah sel 100 500 sel / l. Mula-mula, sel polimorfonuklear dan limfosit sama
banyak jumlahnya, atau kadang-kadang sel polimorfonuklear lebih banyak
(pleositosis mononuklear). Kadang-kadang, jumlah sel pada fase akut dapat
mencapai 1000 / mm3.

Limfositer

Protein meningkat (dapat lebih dari 200 mg / mm3). Hal ini menyebabkan liquor
cerebrospinalis dapat berwarna xanthochrom dan pada permukaan dapat tampak
sarang laba-laba ataupun bekuan yang menunjukkan tingginya kadar fibrinogen.

Glukosa menurun <50 % kadar glukosa darah


Kadar glukosa: biasanya menurun (<>liquor cerebrospinalis dikenal sebagai
hipoglikorazia. Adapun kadar glukosa normal pada liquor cerebrospinalis adalah
60% dari kadar glukosa darah. Kadar klorida normal pada stadium awal,
kemudian menurun.

Pemeriksaan tambahan lainnya :

Tes Tuberkulin

Ziehl-Neelsen ( ZN )

PCR ( Polymerase Chain Reaction )

3. Rontgen thorax

TB apex paru

TB milier

4. CT scan otak

Penyengatan kontras ( enhancement ) di sisterna basalis

Tuberkuloma : massa nodular, massa ring-enhanced

Komplikasi

5.

: hidrosefalus

MRI
Diagnosis dapat ditegakkan secara cepat dengan PCR, ELISA dan aglutinasi Latex.

Baku emas diagnosis meningitis TB adalah menemukan M. tb dalam kultur CSS. Namun
pemeriksaan kultur CSS ini membutuhkan waktu yang lama dan memberikan hasil positif
hanya pada kira-kira setengah dari penderita.1,4,5

Diagnosis Kerja
Meningitis Tuberkulosis
Meningitis tuberkulosis merupakan peradangan pada selaput otak (meningen) yang
disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberkulosis. Penyakit ini merupakan salah satu bentuk
komplikasi yang sering muncul pada penyakit tuberkulosis paru. Infeksi primer muncul di paruparu dan dapat menyebar secara limfogen dan hematogen ke berbagai daerah tubuh di luar paru,
seperti perikardium, usus, kulit, tulang, sendi, dan selaput otak.1

Diagnosis Banding
Meningitis Bakterialis
Peradangan pada meningen (selaput otak) yang disebabkan oleh bakteri. Meningitis
paling sering menyerang anak-anak usia 1 bulan- 2 tahun. Lebih jarang terjadi pada dewasa,
kecuali mereka yang memiliki faktor resiko khusus. Wabah meningitis meningokokus bisa terjadi
dalam suatu lingkungan, misalnya perkemahan militer, asrama mahasiswa atau sekumpulan
orang yang berhubungan dekat. Bakteri yang menjadi penyebab dari lebih 80% kasus meningitis
adalah: Neisseria meningitidis, Hemophilus influenzae, Streptococcus pneumoniae .Ketiga jenis
bakteri tersebut, dalam keadaan normal terdapat di lingkungan sekitar dan bahkan bisa hidup di
dalam hidung dan sistem pernafasan manusia tanpa menyebabkan keluhan. Kadang ketiga
organisme tersebut menginfeksi otak tanpa alasan tertentu.
Pada kasus lainnya, infeksi terjadi setelah suatu cedera kepala atau akibat kelainan sistem
kekebalan. Resiko terjadinya meningitis bakterialis meningkat pada: penyalahgunaan alkohol,
telah menjalani splenektomi (pengangkatan limpa), penderita infeksi telinga dan hidung
menahun, pneumonia pneumokokus atau penyakit sel sabit. Bakteri lainnya yang juga bisa
5

menyebabkan meningitis adalah Escherichia coli (dalam keadaan normal ditemukan di dalam
usus dan tinja) dan Klebsiella. Infeksi karena bakteri ini biasanya terjadi setelah suatu cedera
kepala, pembedahan otak atau medula spinalis, infeksi darah atau infeksi yang didapat di rumah
sakit; infeksi ini lebih sering terjadi pada orang yang memiliki kelainan sistem kekebalan.
Penderita gagal ginjal atau pemakai kortikosteroid jangka panjang memiliki resiko yang lebih
tinggi untuk menderit meningitis yang disebabkan oleh bakteri Listeria. Demam, sakit kepala,
kaku kuduk, sakit tenggorokan dan muntah (yang seringkali terjadi setelah kelainan sistem
pernafasan), merupakan gejala awal yang utama dari meningitis. 1
Meningitis Viral
Viral meningitis merupakan inflamasi dari leptomening sebagai manifestasi dari infeksi
CNS. Viral dipakai karena merupakan agen penyebab, dan penggunaan meningitis
mengimplikasikan kurangnya parenkim dan keterlibatan spinal (lainnya dinamakan encephalitis
dan

mielitis).

Dengan

jelas,

patogen

virus

dapat

menyebabkan

kombinasi

dari

meningoencephalitis atau meningomielitis, dan terutama ditangani dengan bacterial meningitis


yang dapat timbul dengan keadaan aseptic (atau nonbakteri) yang mendukung Pada meningitis
viral yang asli, perjalanan klinis biasanya terbatas, dengan pemulihan komplit pada 7-10 hari.
Lebih dari 85% kasus hari ini disebabkan oleh enterovirus non polio; maka, karakteristik
penyakit, manifestasi klinis, dan epidemiologi menunjukkan infeksi enteroviral ini. 1

Etiologi
Penyebab infeksi ini dapat diklasifikasikan atas:1,5,6
1. Bakteri:

Pneumococcus

Meningococcus

Haemophilus influenza

Staphylococcus

Escherichia coli

Salmonella

Mycobacterium tuberculosis

2. Virus :

Enterovirus

3. Jamur :

Cryptococcus neoformans

Coccidioides immitris

Pada laporan kasus meningitis tuberkulosa ini, mycobacterium tuberculosis merupakan


faktor penyebab paling utama dalam terjadinya penyakit meningitis.
Meningitis Tuberkulosa disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis humanus,
sedangkan menurut peneliti yang lain dalam literatur yang berbeda meningitis Tuberkulosis
disebabkan oleh dua mycobacterium yaitu Mycobacterium tubeculosis dan Mycobacterium bovis
yang biasanya menyebabkan infeksi pada sapi dan jarang pada manusia. Mycobacterium
tuberculosis merupakan basil yang berbentuk batang, berukuran 0,2-0,6 m x 1,0-10m, tidak
bergerak dan tidak membentuk spora. Mycobacterium tuberculosis bersifat obligat aerob, hal ini
menerangkan predileksinya pada jaringan yang oksigenasinya tinggi seperti apeks paru, ginjal
dan otak.5,6
Mycobacterium tidak tampak dengan pewarnaan gram tetapi tampak dengan pewarnaan
Ziehl-Neelsen. Basil ini bersifat tahan asam, artinya tahan terhadap pewarnaan carbolfuchsin
Yang menggunakan campuran asam klorida-etanol. Sifat tahan asam ini disebabkan karena kadar
lipid yang tinggi pada dinding selnya. Lipid pada dinding sel basil Mycobacterium tuberculosis
meliputi hampir 60% dari dinding selnya, dan merupakan hidrokarbon rantai panjang yang
disebutasam mikolat. Mycobacterium tuberculosa tumbuh lambat dengan double time dalam 1824 jam, maka secara klinis kulturnya memerlukan waktu 8 minggu sebelum dinyatakan negatif.5,6

Epidemiologi
Meningitis TB merupakan salah satu komplikasi TB primer. Morbiditas dan mortalitas
penyakit ini tinggi dan prognosisnya buruk. Komplikasi meningitis TB terjadi setiap 300 TB
primer yang tidak diobati. CDC melaporkan pada tahun 1990 morbiditas meningitis TB 6,2%
dari TB ekstrapulmonal. Insiden meningitis TB sebanding dengan TB primer, umumnya
bergantung pada status sosio-ekonomi, higiene masyarakat, umur, status gizi dan faktor genetik
yang menentukan respon imun seseorang. Faktor predisposisi berkembangnya infeksi TB adalah
malnutrisi, penggunaan kortikosteroid, keganasan, cedera kepala, infeksi HIV dan diabetes
7

melitus. Penyakit ini dapat menyerang semua umur, anak-anak lebih sering dibanding dengan
dewasa terutama pada 5 tahun pertama kehidupan. Jarang ditemukan pada usia dibawah 6 bulan
dan hampir tidak pernah ditemukan pada usia dibawah 3 bulan.1

Anatomi dan Fisiologi


Otak dan sumsum otak belakang diselimuti meningea yang melindungi struktur syaraf
yang halus, membawa pembuluh darah dan dengan sekresi sejenis cairan yaitu cairan
serebrospinal. Meningea terdiri dari tiga lapis, yaitu:7

Piameter : yang menyelipkan dirinya ke dalam celah pada otak dan sumsum tulang

belakang dan sebagai akibat dari kontak yang sangat erat akan menyediakan darah untuk
struktur-struktur ini.

Arachnoid : Merupakan selaput halus yang memisahkan pia meter dan dura meter.

Durameter : Merupakan lapisan paling luar yang padat dan keras berasal dari jaringan

ikat tebal dan kuat.

Gambaran klinis
8

Gejala klinis meningitis TB berbeda untuk masing-masing penderita. Faktor-faktor yang


bertanggung jawab terhadap gejala klinis erat kaitannya dengan perubahan patologi yang
ditemukan. Tanda dan gejala klinis meningitis TB muncul perlahan-lahan dalam waktu beberapa
minggu.1
Keluhan pertama biasanya nyeri kepala. Rasa ini dapat menjalar ke tengkuk dan
punggung. Tengkuk menjadi kaku. Kaku kuduk disebabkan oleh mengejangnya otot-otot
ekstensor tengkuk. Bila hebat, terjadi opistotonus, yaitu tengkuk kaku dalam sikap kepala
tertengadah dan punggung dalam sikap hiperekstensi. Kesadaran menurun.tanda Kernigs dan
Brudzinsky positif.1,2,8
Gejala meningitis tidak selalu sama, tergantung dari usia si penderita serta virus apa yang
menyebabkannya. Gejala yang paling umum adalah demam yang tinggi, sakit kepala, pilek,
mual, muntah, kejang. Setelah itu biasanya penderita merasa sangat lelah, leher terasa pegal dan
kaku, gangguan kesadaran serta penglihatan menjadi kurang jelas.
Gejala pada bayi yang terkena meningitis, biasanya menjadi sangat rewel muncul bercak
pada kulit tangisan lebih keras dan nadanya tinggi, demam ringan, badan terasa kaku, dan terjadi
gangguan kesadaran seperti tangannya membuat gerakan tidak beraturan.
Gejala meningitis meliputi:1,2,8

Gejala infeksi akut

Panas
Nafsu makan tidak ada
Anak lesu

Gejala kenaikan tekanan intracranial

Kesadaran menurun
Kejang-kejang
Ubun-ubun besar menonjol

Gejala rangsangan meningeal

Kaku kuduk
Kernig
Brudzinky I dan II positif
9

Manifestasi Klinik
Menurut Lincoln, manifestasi klinis dari meningitis tuberculosa dikelompokkan dalam tiga
stadium:1,8
1. Stadium I (stadium inisial / stadium non spesifik / fase prodromal)
Prodromal, berlangsung 1 - 3 minggu. Biasanya gejalanya tidak khas, timbul perlahanlahan, tanpa kelainan neurologis. Gejala: demam (tidak terlalu tinggi), rasa lemah, nafsu makan
menurun (anorexia), nyeri perut, sakit kepala, tidur terganggu, mual, muntah , konstipasi,apatis.
2. Stadium II (stadium transisional / fase meningitik)
Pada fase ini terjadi rangsangan pada selaput otak atau meningen. Ditandai oleh adanya
kelainan neurologik, akibat eksudat yang terbentuk diatas lengkung serebri. Pemeriksaan kaku
kuduk (+), refleks Kernig dan Brudzinski (+) kecuali pada bayi. Dengan berjalannya waktu,
terbentuk infiltrat (massa jelly berwarna abu) di dasar otak menyebabkan gangguan otak atau
batang otak. Pada fase ini, eksudat yang mengalami organisasi akan mengakibatkan kelumpuhan
saraf kranial dan hidrosefalus, gangguan kesadaran, papiledema ringan serta adanya tuberkel di
koroid. Vaskulitis menyebabkan gangguan fokal, saraf kranial dan kadang medulla spinalis.
Hemiparesis yang timbul disebabkan karena infark atau iskemia, quadriparesis dapat terjadi
akibat infark bilateral atau edema otak yang berat. Gejala: akibat rangsang meningen (sakit
kepala berat dan muntah), akibat peradangan atau penyempitan arteri di otak (disorientasi,
bingung, kejang, tremor, hemibalismus atau hemikorea, hemiparesis atau quadriparesis,
penurunan kesadaran), gangguan otak atau batang otak atau gangguan saraf kranial yang sering
terkena adalah saraf otak III, IV, VI, dan VII (strabismus diplopia, ptosis - reaksi pupil lambat,
gangguan penglihatan kabur).
3. Stadium III (koma / fase paralitik)
Terjadi percepatan penyakit, berlandsung selama 2-3 minggu. Gangguan fungsi otak
semakin jelas. Terjadi akibat infark batang otak akibat lesi pembuluh darah atau strangulasi oleh
eksudat yang mengalami organisasi. Gejala: pernapasan irregular, demam tinggi, edema papil,
hiperglikemia, kesadaran makin menurun, irritable dan apatik, mengantuk, stupor, koma, otot
ekstensor menjadi kaku dan spasme, opistotonus, pupil melebar dan tidak bereaksi sama sekali,
nadi dan pernafasan menjadi tidak teratur, hiperpireksia.
10

Tiga stadium tersebut di atas biasanya tidak jelas batasnya antara satu dengan yang lain,
tetapi bila tidak diobati biasanya berlangsung 3 minggu sebelum pasien meninggal. Dikatakan
akut bila 3 stadium tersebit berlangsung selama 1 minggu.1

Patofisiologi
Meningitis tuberkulosis pada umumnya sebagai penyebaran infeksi tuberkulosis primer
di tempat lain. Biasanya fokus infeksi primer di paru- paru. Tuberkulosis secara primer
merupakan penyakit pada manusia. Reservoir infeksi utamanya adalah manusia, dan penyakit ini
ditularkan dari orang ke orang terutama melalui partikel droplet yang dikeluarkan oleh penderita
tuberkulosis paru pada saat batuk. Partikel-partikel yang mengandung Mycobacterium
tuberculosis ini dapat bertahan lama di udara atau pada debu rumah dan terhirup masuk ke dalam
paru-paru orang sehat. Pintu masuk infeksi ini adalah saluran nafas sehingga infeksi pertama
biasanya terjadi pada paru-paru. Transmisi melalui saluran cerna dan kulit jarang terjadi.8
Droplet yang terinfeksi mencapai alveoli dan berkembang biak dalam ruang alveoli,
makrofag alveoli maupun makrofag yang berasal dari sirkulasi. Sejumlah kuman menyebar
terutama ke kelenjar getah bening hilus. Lesi primer pada paru-paru berupa lesi eksudatif
parenkimal dan kelenjar limfenya disebut kompleks Ghon. Pada fase awal kuman dari kelenjar
getah bening masuk ke dalam aliran darah sehingga terjadi penyebaran hematogen. Dalam waktu
2-4 minggu setelah terinfeksi, terbentuklah respon imunitas selular terhadap infeksi tersebut.
Limfosit-T distimulasi oleh antigen basil ini untuk membentuk limfokin, yang kemudian
mengaktivasi sel fagosit mononuklear dalam aliran darah. Dalam makrofag yang diaktivasi ini
organisme dapat mati, tetapi sebaliknya banyak juga makrofag yang mati. Kemudian
terbentuklah tuberkel terdiri dari makrofag, limfosit dan sel-sel lain mengelilingi jaringan
nekrotik dan perkijuan sebagai pusatnya.8
Setelah infeksi pertama dapat terjadi dua kemungkinan, pada orang yang sehat lesi akan
sembuh spontan dengan meninggalkan kalsifikasi dan jaringan fibrotik. Pada orang dengan daya
tahan tubuh yang rendah, penyebaran hematogen akan menyebabkan infeksi umum yang fatal,
yang disebut sebagai tuberkulosis millier diseminata. Pada keadaan dimana respon host masih
cukup efektif tetapi kurang efisien akan timbul fokus perkijuan yang besar dan mengalami

11

enkapsulasi fibrosa tetapi menyimpan basil yang dorman. Klien dengan infeksi laten memiliki
resiko 10% untuk berkembang menjadi tuberkulosis aktif.
Reaktivasi dari fokus perkijuan akan terjadi bila daya tahan tubuh host menurun, maka
akan terjadi pembesaran tuberkel, pusat perkijuan akan melunak dan mengalami pencairan, basil
mengalami proliferasi, lesi akan pecah lalu melepaskan organisme dan produk-produk antigen ke
jaringan disekitarnya. Apabila hal-hal yang dijelaskan di atas terjadi pada susunan saraf pusat
maka akan terjadi infeksi yang disebut meningitis tuberkulosis. Fokus tuberkel yang berlokasi
dipermukaan otak yang berdekatan dengan ruang subarakhnoid dan terletak sub ependimal
disebut sebagai Focus Rich.8
Reaktivasi dan ruptur dari fokus rich akan menyebabkan pelepasan basil Tuberkulosis
dan antigennya kedalam ruang sub arakhnoid atau sistem ventrikel. Setelah bakteri itu berada di
ruang sub arakhnoid, bersama dengan granuloma akan membentuk suatu inflamasi eksudat yang
padat. Inflamasi eksudat tadi akan mempengaruhi Sylvian fissures, basal cisterns, brainstem
dan cerebellum. Gumpalan eksudat yang berbentuk padat tadi juga dapat ditemukan di fossa
interpedicular yang mempengaruhi saraf penglihatan, arteri karotis interna, dan daerah
supercellar anterior. Eksudat tadi akan meluas dan berkembang bersama pembuluh darah kecil,
dan dapat dipastikan terjadi iskemia dan infark yang disebabkan oleh vaskulitis. Vaskulitis pada
pembuluh darah besar juga mengakibatkan infark. Vaskulitis biasanya mempengaruhi bagian
tengah arteri di cerebrum.1,8
Secara patologis, ada tiga keadaaan yang terjadi pada meningitis tuberkulosis:
1. Araknoiditis proliferatif. Proses ini terutama terjadi di basal otak, berupa pembentukan
massa fibrotik yang melibatkan saraf kranialis dan kemudian menembus pembuluh darah.
Reaksi radang akut di leptomening ini ditandai dengan adanya eksudat gelatin, berwarna
kuning kehijauan di basis otak. Secara mikroskopik, eksudat terdiri dari limfosit dan sel
plasma dengan nekrosis perkijuan. Pada stadium lebih lanjut, eksudat akan mengalami
organisasi dan mungkin mengeras serta mengalami kalsifikasi. Adapun saraf kranialis yang
terkena akan mengalami paralisis. Saraf yang paling sering terkena adalah saraf kranial VI,
kemudian III dan IV, sehingga akan timbul gejala diplopia dan strabismus. Bila mengenai
saraf kranial II, maka kiasma optikum menjadi iskemik dan timbul gejala penglihatan kabur
12

bahkan bisa buta bila terjadi atrofi papil saraf kranial II. Bila mengenai saraf kranial VIII
akan menyebabkan gangguan pendengaran yang sifatnya permanen.
2. Vaskulitis dengan trombosis dan infark pembuluh darah kortikomeningeal yang
melintasi membran basalis atau berada di dalam parenkim otak. Hal ini menyebabkan
timbulnya radang obstruksi dan selanjutnya infark serebri. Kelainan inilah yang
meninggalkan sekuele neurologis bila pasien selamat. Apabila infark terjadi di daerah sekitar
arteri cerebri media atau arteri karotis interna, maka akan timbul hemiparesis dan apabila
infarknya bilateral akan terjadi quadriparesis. Pada pemeriksaan histologis arteri yang
terkena, ditemukan adanya perdarahan, proliferasi, dan degenerasi. Pada tunika adventisia
ditemukan adanya infiltrasi sel dengan atau tanpa pembentukan tuberkel dan nekrosis
perkijuan. Pada tunika media tidak tampak kelainan, hanya infiltrasi sel yang ringan dan
kadang perubahan fibrinoid. Kelainan pada tunika intima berupa infiltrasi subendotel,
proliferasi tunika intima, degenerasi, dan perkijuan. Yang sering terkena adalah arteri cerebri
media dan anterior serta cabang-cabangnya, dan arteri karotis interna. Vena selaput otak
dapat mengalami flebitis dengan derajat yang bervariasi dan menyebabkan trombosis serta
oklusi sebagian atau total. Mekanisme terjadinya flebitis tidak jelas, diduga hipersensitivitas
tipe lambat menyebabkan infiltrasi sel mononuklear dan perubahan fibrin.
3. Hidrosefalus komunikans akibat perluasan inflamasi ke sisterna basalis yang akan
mengganggu sirkulasi dan resorpsi cairan serebrospinalis.
Adapun perlengketan yang terjadi dalam kanalis sentralis medulla spinalis akan
menyebabkan spinal block dan paraplegia. Gambaran patologi yang terjadi pada meningitis
tuberkulosis ada 4 tipe, yaitu: 8
1. Disseminated milliary tubercles, seperti pada tuberkulosis milier
2. Focal caseous plaques, contohnya tuberkuloma yang sering menyebabkan meningitis yang
difus.
3. Acute inflammatory caseous meningitis, terlokalisasi, disertai perkijuan dari tuberkel, biasanya
di korteks; difus, dengan eksudat gelatinosa di ruang subarakhnoid.
4. Meningitis proliferatif, terlokalisasi, pada selaput otak; difus dengan gambaran tidak jelas.
Gambaran patologi ini tidak terpisah-pisah dan mungkin terjadi bersamaan pada setiap
pasien. Gambaran patologi tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu umur, berat dan
13

lamanya sakit, respon imun pasien, lama dan respon pengobatan yang diberikan, virulensi dan
jumlah kuman juga merupakan faktor yang mempengaruhi.8

Penatalaksanaan

Medikamentosa
Pengobatan di awal merupakan suatu momen yang krusial untuk pengobatan TBC,

pengobatan dimulai dengan penmberian antituberkulosis. WHO merekomendasikan


pengobatan berlangsung selama 6 bulan, tetapi ada beberapa organisaasi lain yang
merekomendasikan

pengobatan

9-12

bulan,

misalnya

British

Infection

Society

mengindikasikan pengobatan TBC menggunakan isoniazid, rifampisin, pyrazinamid dan


etambutol selama 2 bulan pertama lalu dilanjutkan dengan isoniazid dan rifampisin selama
10 bulan. Izoniazid merupakan obat lini pertama karena mempunyai efek penetrasi ke LCS
dan antibakterial yang sangat baik. Streptomisin dapat digunakan untuk mengganti etambutol
sebagai antiTB, tetapi tidak bisa untuk menembus LCS. Terapi lini kedua dapat digunakan
etionamid, cycloserine, paraaminosalisilat acid, aminoglikosida amikasin, kapreomisin dan
thiacetazone. Kortikosteroid yang diberikan bersama dengan obat anti TB dapat mengurangi
mortalitas dan morbiditas. Terapi tambahan kortikosteroid lebih dari 2 minggu dapat
meningkatkan kelangsungan hidup, tetapi apabila terapi lebih dari 4 minggu tidak juga
menimbulkan kematian. Resisten pengobatan terhadap antituberkulosis dapat meningkatkan
kematian.9
Pengobatan simptomatis:9
1. Kortikosteroid :
Dexamethasone dosis awal 0,5 mg/KgBB IV dilanjutkan dengan dosis rumatan 0,5
mg/KgBB IV dibagi dalam 3 dosis, selama 3 hari.Diberikan 30 menit sebelum pemberian
antibiotika. Terdapat pembentukan sitokin dan mediator inflamasi yang berlebih pada ruang
subarakhnoid karena lisis bakteri dan sel. Ini menyebabkan edema dan peningkatan infiltrasi
neutrofil dan dapat memperburuk keadaan neurologis pasien.5
2. Menghentikan kejang :
a.
Diazepam 0,2-0,5 mg/KgBB/dosis IV atau 0,4-0,6 mg/KgBB/dosis. Diberikan rectal
b.
c.

14

suppositoria, kemudian dilanjutkan dengan


Phenytoin 5 mg/KgBB/hari IV/PO dibagi dalam 3 dosis atau
Phenobarbital 5-7 mg/Kg/hari IM/PO dibagi dalam 3 dosis.4,5

3. Menurunkan demam :
a.
Antipiretika: Paracetamol 10 mg/KgBB/dosis PO atau
b.
Ibuprofen 5-10mg/KgBB/dosis PO diberikan 3-4 kali sehari
c.
Kompres air hangat/biasa
4. Pengobatan suportif :
a.
Cairan intravena
b.
Berikan oxygen jika perlu.
Non medikamentosa
- Pada waktu kejang:
a. Longgarkan pakaian, bila perlu dibuka
b. Hisap lender
c. Kosongkan lambung untuk menghindari muntah dan aspirasi
d. Hindarkan penderita dari rudapaksa (misalnya jatuh)
- Bila penderita tidak sadar lama:
a. Beri makanan melalui sonde
b. Cegah dekubitus dan pnemonia ortostatik dengan merubah posisi penderita sesering

mungkin, minimal ke kiri dan ke kanan setiap 6 jam


c. Cegah kekeringan kornea dengan boorwater/salep antibiotika
Bila mengalami inkontinensia urin lakukan pemasangan kateter
Bila mengalami inkontinensia alvi lakukan lavemen.

Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi akibat daripada meningitis ialah:1,4
1) Syok:
Penderita meningitis Tuberkulosis membutuhkan resusitasi cairan selama evaluasi
awal dan stabilisasi. Resusitasi dapat menggunakan cairan Lactated ringer atau normal
saline.
2) SIADH:
Sindrom sekresi hormon antidiuretik yang tidak tepat (syndrome of inappropriate
secretion of antidiuretic hormone ; SIADH) terjadi pada kebanyakan penderita
meningitis, menimbulkan hiponatremia dan penurunan osmolalitas serum pada 30-50%.
Ini dapat memperburuk edema serebral atau secara tidak tergantung menimbulkan
15

kejang-kejang hiponatremia. Kemudian dalam perjalanan terapi, diabetes insipidus


sentral dapat terjadi sebagai akibat dari disfungsi hipotalamus dan pituitari.
3) Trombosis vena serebral, yang menyebabkan kejang, koma, atau kelumpuhan.
4) Efusi atau abses subdural, yaitu penumpukan cairan di ruangan subdural karena adanya
infeksi oleh kuman.
5) Hidrosefalus, yaitu pertumbuhan lingkaran kepala yang cepat dan abnormal yang
disebabkan oleh penyumbatan cairan serebrospinalis.
6) Ensefalitis, yaitu radang pada otak.
7) Abses otak, terjadi karena radang yang berisi pus atau nanah di otak.
8) Arteritis pembuluh darah otak, yang dapat mengakibatkan infark otak karena adanya
infeksi pada pembuluh darah yang mengakibatkan kematian pada jaringan otak.
9) Gangguan perkembangan mental dan inteligensi karena adanya retardasi mental yang
mengakibatkan perkembangan mental dan kecerdasan anak terganggu.

Pencegahan
Pencegahan Primer. Tujuan pencegahan primer adalah mencegah timbulnya faktor
resiko meningitis bagi individu yang belum mempunyai faktor resiko dengan melaksanakan pola
hidup sehat. Pencegahan dapat dilakukan dengan memberikan imunisasi meningitis pada bayi
agar dapat membentuk kekebalan tubuh. Pencegahan juga dapat dilakukan dengan cara
mengurangi kontak langsung dengan penderita dan mengurangi tingkat kepadatan di lingkungan
perumahan dan di lingkungan seperti barak, sekolah, tenda dan kapal. Meningitis juga dapat
dicegah dengan cara meningkatkan personal hygiene seperti mencuci tangan yang bersih
sebelum makan dan setelah dari toilet.
Pencegahan Sekunder. Pencegahan sekunder bertujuan untuk menemukan penyakit
sejak awal, saat masih tanpa gejala (asimptomatik) dan saat pengobatan awal dapat
menghentikan perjalanan penyakit. Pencegahan sekunder dapat dilakukan dengan diagnosis dini
dan pengobatan segera. Deteksi dini juga dapat ditingkatan dengan mendidik petugas kesehatan
serta keluarga untuk mengenali gejala awal meningitis. Dalam mendiagnosa penyakit dapat
dilakukan dengan pemeriksaan fisik, pemeriksaan cairan otak, pemeriksaan laboratorium yang
meliputi test darah dan pemeriksaan X-ray (rontgen) paru. Selain itu juga dapat dilakukan
surveilans ketat terhadap anggota keluarga penderita, rumah penitipan anak dan kontak dekat
lainnya untuk menemukan penderita secara dini.
16

Pencegahan Tertier. Pencegahan tertier merupakan aktifitas klinik yang mencegah


kerusakan lanjut atau mengurangi komplikasi setelah penyakit berhenti. Pada tingkat pencegahan
ini bertujuan untuk menurunkan kelemahan dan kecacatan akibat meningitis, dan membantu
penderita untuk melakukan penyesuaian terhadap kondisi - kondisi yang tidak diobati lagi, dan
mengurangi kemungkinan untuk mengalami dampak neurologis jangka panjang misalnya tuli
atau ketidakmampuan untuk belajar. Fisioterapi dan rehabilitasi juga diberikan untuk mencegah
dan mengurangi cacat.1

Prognosis
Jika segera diberikan pengobatan, maka jumlah penderita yang meninggal mencapai
kurang dari 10%. Tetapi jika diagnosis maupun pengobatannya tertunda, maka bisa terjadi
kerusakan otak yang menetap atau kematian, terutama pada anak yang sangat kecil dan pada usia
lanjut. Sebagian besar penderita bisa sembuh sempurna, tetapi beberapa penderita sering
mengalami kejang. Gejala sisa lainnya adalah kelainan mental yang menetap serta kelumpuhan.

Kesimpulan
Meningitis tuberkulosis merupakan peradangan pada selaput otak yang disebabkan oleh
bakteri Mycobacterium tuberkulosis yang penyebarannya melalui hematogen atau limfogen.
Gejala khasnya adalah adanya tanda rangsang meningeal yang positif. Perlu pengobatan segera
untuk mencegah prognosis yang buruk.

17

Daftar Pustaka
1. Fauci AS, Braunwald E, Kasper DL, Hauser SL, Longo DL, Jameson JL, et al. Harrisons
Principals of Internal Medicine 18th edition. USA: The McGraw-Hill Inc. 2008.h.5862-4.
2. Welsby PD. Pemeriksaan fisik dan anamnesis klinis. Jakarta: EGC; 2010.h. 1-7
3. Gleadle, Jonathan. Pengambilan anamnesis. Dalam: At a glance anamnesis dan
pemeriksaan fisik. Jakarta: Penerbit Erlangga; 2007.h.83.
4. Gillespie SH, Bamford KB. At a glance mikrobilogi medis dan infeksi. Ed ke-3. Jakarta:
5.
6.
7.
8.

Penerbit Erlangga; 2009.h.362-4.


Jawetz. Mikrobiologi Kedokteran. Ed 24. Jakarta: EGC; 2005.h.770.
Brooks GF, Butel JS, Morse SA. Mikrobiologi kedokteran. Jakarta: EGC; 2008.h.207.
Sloane E. Anatomi dan fisiologi untuk pemula. Jakarta: EGC; 2005.h.228-30.
Price SA, Wilson LM. Infeksi SSP. Dalam: Hartwig MS. Patofisiologi konsep klinis

proses proses penyakit. Jakarta: EGC; 2006.h.1153.


9. Departemen Farmakologi dan terapeutik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Farmakologi dan terapi. Edisi ke-5. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2007.h.642-5.

18

Anda mungkin juga menyukai