Pendahuluan
Meningitis adalah suatu radang pada meningens (selaput yang melindungi otak dan batang otak),
disebabkan oleh bakteri, dan virus yang dapat terjadi secara akut atau kronik. Meningitis dibagi
menjadi 2 golongan berdasarkan perubahan yang terjadi pada cairan otak, yaitu meningitis serosa
dan meningitis purulenta. Pada meningitis serosa cairan otak berwarna jernih sampai xantokrom,
sedangkan pada meningitis purulenta cairan otak berwarna opalesen sampai keruh. Meningitis
serosa dibagi menjadi 2 yaitu meningitis serosa viral yang disebabkan oleh infeksi virus dan
meningitis serosa tuberkulosis yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis.
Meningitis serosa tuberkulosis atau meningitis tuberkulosis merupakan satu dari sekian jenis
meningitis yang paling sering dan paling berbahaya karena berbeda dengan meningitis lainnya
dari perjalanan penyakitnya yang lambat dan progresif. Meningitis tuberkulosis terjadi sebagai
akibat komplikasi dari penyebaran tuberkulosis primer, biasanya dari paru.1
Anamnesis
Adapun anamnesis yang perlu ditanyakan meliputi:
a. Identitas pasien meliputi nama, umur, jenis kelamin,pekerjaan,suku bangsa, tempat tinggal,
status, dan agama.
1
b. Keluhan utama pasien, keluhan yang menyebabkan pasien datang ke dokter, seperti pada
kasus, pasien datang dengan keluhan sakit kepala yang semakin berat dan demam sejak 2
minggu lalu.
c. Riwayat penyakit sekarang, yang perlu ditanyakan adalah sejak kapan mulai mengalaminya,
pada skenario pasien datang dengan keluhan sering ngantuk dan tidak nafsu makan.
d. Riwayat penyakit dahulu, perlu ditanyakan penyakit-penyakit yang berkaitan dengan penyakit
sekarang dan riwayat minum obatnya. Sebelumnya pernah mengalami atau belum ?
e. Riwayat pribadi, sosial dan keluarga.
Adakah keluarga yang menderita hal yang sama ? Apakah dalam keluarga ada yang sudah
meninggal ? Kalau ada umur berapa meninggal dan apa penyebab kematiannya ?
Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan didapatkan kaku kuduk, suhu badan naik turun, kadang-kadang suhu malah
merendah, nadi sangat labil, lebih sering dijumpai nadi yang lambat, hiperestesi umum, abdomen
tampak mencekung, afasia motorik atau sensoris, reflek pupil yang lambat dan reflek tendon
yang lemah.
Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan cairan otak
Merupakan kunci diagnosis untuk meningitis tuberkulosis, Cairan serebrospinal pada meningitis
tuberkulosis jernih, tidak berwarna, dan bila didiamkan akan membentuk cob web atau
pellicle atau sarang laba-laba. Tekanan sedikit meninggi dan jumlah sel kurang dari 500/ mm3
dengan dominan limfosit. Protein meninggi sampai 200mg% dan kadar glukosa menurun sampai
dibawah 40mg%.
Pemeriksaan darah rutin
Darah perifer lengkap, gula darah dan elektrolit. Selain itu perlu diperiksa juga jumlah dan
hitung jenis leukosit serta peningkatan laju endap darah (LED).
Tes tuberkulin
Pemberian tuberkulin intradermal sebanyak 0,1 cc atau tes Mantoux berguna untuk diagnosis,
terutama pada anak.
Tuberkel koroid
Tuberkel koroid menandakan suatu proses tuberkulosis lanjut. Nampak sebagai fokus eksudat
putih keabuan dibawah pembuluh darah retina.
Pemeriksaan radiologik
Foto Thorak
Hampir sebagian besar penderita meningitis tuberkulosis akan menunjukkan gambaran
radiologik sesuai untuk suatu tuberkulosis.
Foto tengkorak
Pada stadium akut meningitis tuberkulosis tidak akan menjumpai kelainan pada foto tengkorak.
Pelebaran sutura menandakan suatu peninggian tekanan intrakranial.
Pemeriksaan CT Scan
Dapat digunakan untuk diagnosis meningitis tuberkulosis, kelainan yang nampak adalah :
Infark
Angiografi
Pada fase akut meningitis tuberkulosis dapat dijumpai kelainan pembuluh darah berupa
penyempitan segmental arteri pada daerah basis otak. Penyempitan ini terjadi akibat arteritis atau
kompresi mekanik oleh eksudat kental.
Elektroensefalografi
Dijumpai gambaran EEG abnormal berupa perlambatan difus, bentuk sinusoidal, teratur dengan
aktivitas gelombang delta voltase tinggi. Selain itu dapat memperlihatkan terdapatnya lesi fokal
sesuai dengan lesi infark atau fokus epileptik.2
Diagnosis Kerja
Meningitis Tuberkulosis
Ditentukan atas dasar gambaran klinis serta yang terpenting ialah gambaran pemeriksaan cairan
otak. Diagnosis pasti hanya dapat dibuat bila ditemukan kuman tuberkulosis dalam cairan otak.
Uji tuberkulin yang positif, kelainan radiologis yang tampak pada foto thorak dan terdapatnya
sumber infeksi dalam keluarga hanya dapat menyokong diagnosis. Uji tuberkulin pada
meningitis tuberkulosis sering negatif karena anergi, terutama dalam stadium terminalis.
Dari pemeriksaan dan kultur cairan otak didapatkan tekanan yang meningkat, warna dapat jernih
atau xantokrom, protein meningkat sampai 500 mg/ dl, kadar glukosa LCS menurun biasanya <
40 mg/ dl tapi dapat juga < 20 mg/ dl, kadar klorida menurun, leukosit yang meningkat sampai
500/ mm3 dengan dominasi sel mononuklear.
Diagnosis Banding
Meningitis Aseptik
Meningitis aseptic atau virus ini merupakan penyebab sebagian besar inflamasi meningens akut
yang umumnya bersifat self limited dan tidak berbahaya.
Meningitis Bakterialis
Meningitis bakterialis adalah peradangan pada selaput otak yang disebabkan infeksi bakteri,
ditandai adanya bakteri penyebab dan peningkatan sel-sel polimorfonuklear pada analisis CSS.
Salah satu infeksi yang paling berbahaya pada anak karena tingginya kejadian komplikasi akut.
Etiologi
tuberculosis
termasuk
dalam
ordo
Aktinomisetales,
Famili
Manifestasi klinik
Gambaran klinik meningitis tuberkulosis sangat variabel dan pada permulaan penyakit sukar
diketahui, perjalanan penyakit perlahan-lahan dan keluhan sering tidak jelas dan tidak khas.
Meningitis tuberkulosis dapat muncul bertahun-tahun setelah infeksi, ketika ruptur dari satu atau
lebih tuberkel subependimal melepaskan basil tuberkel ke ruangan subarachnoid. Progresi klinis
meningitis tuberkulosis dapat terjadi cepat atau perlahan.
Progresi
cepat
cenderung
lebih
sering terjadi pada infant dan anak usia muda. Namun yang lebih umum terjadi, gejala dan tanda
berkembang perlahan selama beberapa minggu dan dibagi menjadi 3 stadium, yaitu :
1.
2.
Stadium II (transisi)
5
Stadium kedua biasanya mulai dengan lebih mendadak. Tanda yang paling umum adalah
letargi, kaku kuduk, kejang, tanda Brudzinski atau Kerniq positif, hipertoni, muntah,
gangguan saraf kranial, dan tanda-tanda kelainan neurologis fokal yang lain. Perburukan
penyakit secara klinis biasanya sejalan dengan perkembangan hidrosefalus, peningkatan
tekanan intrakranial, dan vaskulitis.
Pada beberapa anak tidak terdapat adanya tanda rangsang meningeal namun bisa terdapat
tanda-tanda ensefalitis, seperti hiperpireksia, kejang, penurunan kesadaran atau disorientasi,
defisit neurologis dan gerakan involunter.
Pasien tampak mengantuk, disorientasi disertai tanda rangsang meningeal. Refleks tendon
meningkat, refleks abdomen menghilang, disertai klonus patela dan pergelangan kaki.
3.
Patofisiologi
Meningitis tuberkulosis merupakan proses sekunder terhadap proses tuberkulosis di tempat lain
pada tubuh. Meningitis tuberkulosis pada anak seringkali dihubungkan dengan penjalaran suatu
kompleks primer. Terjadinya meningitis bukanlah karena terinfeksinya selaput otak langsung
oleh penyebaran hematogen, melainkan biasanya sekunder melalui pembentukan tuberkel pada
permukaan otak, sumsum tulang belakang atau vertebra yang kemudian pecah ke dalam rongga
arachnoid (ruang subarachnoid). Kadang-kadang terjadi perkontinuitatum dari mastoiditis atau
spondilitis. Hal inilah yang menjelaskan bahwa meningitis tuberkulosis secara histologis dapat
disebut sebagai meningoensefalitis.
Dengan kata lain terinfeksinya meningen didahului dengan terbentuknya tuberkel di otak atau
paru, kemudian tuberkel akan pecah dan bakteri masuk ke rongga sub arachnoidea. Hal ini
6
terjadi karena basil tuberkel tidak mudah masuk meningen melalui bakterimia dan perubahan
vaskuler pada meningitis tuberkulosis tidak dapat ditimbulkan oleh bakterimia, tetapi baru terjadi
setelah terjadi suatu infeksi pada ruang subarachnoid. Setelah melepaskan bacilus dan materi
granulomatosa kedalam rongga subarachnoid kemudian terbentuk sejumlah eksudat gelatin
kental berwarna putih. Eksudat tersebut sebagian besar akan menempati dasar otak terutama
pada batang otak dan sebagian kecil terdapat pada permukaan otak. Eksudat ini menyelubungi
arteri dan nervus kranialis, membentuk seperti sumbatan leher botol pada aliran cairan
serebrospinal pada tingkat pembukaan tentorium, yang akan dapat menyebabkan hidrosefalus
serta kelainan pada saraf otak. Saraf otak yang biasanya terkena pada meningitis tuberkulosis
akibat gejala penekanan oleh eksudat yang kental adalah saraf otak II, III, IV dan VII.
Terdapatnya kelainan pada pembuluh darah seperti arteritis dan flebitis yang menimbulkan
sumbatan dapat menyebabkan infark otak yang kemudian akan menyebabkan perlunakan otak.4
Gambaran patologis pada meningitis tuberkulosis terdapat dalam 4 bentuk, yaitu :
1.
2.
3.
4.
Meningitis proliferatif
Gambaran patologi tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu umur, berat dan lamanya
sakit, respon imun pasien, lama dan respon pengobatan, virulensi dan jumlah basil.
Epidemiologi
Meningitis tuberkulosis masih banyak ditemukan di Indonesia karena morbiditasnya selain
bergantung kepada tingkat kekebalan tubuh seseorang juga dipengaruhi oleh faktor sosial
ekonomi, tingkat kesadaran kesehatan masyarakat, status gizi dan faktor genetik tertentu yang
berhubungan dengan faktor imun.
Penatalaksanaan
Pengobatan sedini mungkin sangat penting untuk mencegah terjadinya komplikasi. Sesuai
dengan
rekomendasi
American
Academy
of
Pediatric
1994,
diberikan
pengobatan
Isoniazid (INH) 5-15 mg/ kgBB/ hari, dosis maksimum 300 mg/ hari
Bila timbul ikterus dosis dikurangi, efek samping berupa kesemutan, gatal-gatal, nyeri otot
2.
Rifampisin (R) 10-15 mg/ kgBB/ hari, dosis maksimum 600 mg/ hari
Bila timbul ikterus dosis dikurangi, efek samping berupa mual, trombositopenia
3.
Pirazinamid (Z) 25-35 mg/ kgBB/ hari, dosis maksimum 2 gram/ hari
Efek samping berupa hepatitis, nyeri sendi, reaksi hipersensitif
4.
Streptomisin (S) 15-30 mg/ kgBB/ hari, dosis maksimum 750 mg/ hari (i.m). Efek
samping berupa kerusakan nervus VIII, dan bersifat nefrotoksik
5.
Etambutol (E) 15-20 mg/ kgBB/ hari, dosis maksimum 2,5 gram / hari
6.
Prednison 1-2 mg/ kgBB/ hari selama 2-3 minggu, dilanjutkan dengan tapering off
Steroid diberikan untuk mencegah arteritis/ infark otak, komplikasi infeksi, perlekatan dan
menghambat reaksi inflamasi. Jika didapatkan hidrosefalus non-komunikan, dapat dilakukan
pemasangan VP-Shunt. Jika terdapat hidrosefalus komunikan, pengobatan medis dengan
furosemide dan acetazolamid akan mengembalikan nilai normal tekanan intra kranial dalam satu
sampai dua minggu. Pasien yang tidak berhasil dengan cara ini maka akan direncanakan pula
pemasangan ventrikuloperitoneal shunt.5
Prognosis
Prognosis meningitis tuberkulosis berhubungan dengan stadium klinis penyakit saat terapi
dimulai. Sebagian besar pasien pada stadium pertama memiliki prognosis baik, sedangkan
kebanyakan pasien pada stadium pertama memiliki prognosis baik, sedangkan kebanyakan
pasien pada stadium ketiga yang bertahan hidup mengalami disabilitas permanen, antara lain
kebutaan, tuli, paraplegia, diabetes insipidus, atau retardasi mental. Prognosis untuk infant pada
umumnya lebih buruk daripada anak yang lebih tua.
Komplikasi
Dapat terjadi akibat pengobatan yang tidak sempurna atau pengobatan yang terlambat. Dapat
terjadi cacat neurologis berupa paresis, paralisis sampai deserebrasi, hidrosefalus akibat
sumbatan, resorbsi berkurang atau produk berlebihan dari cairan otak. Anak juga dapat menjadi
buta atau tuli dan kadang timbul retardasi mental.
Kesimpulan
Meningitis adalah suatu radang pada meningens (selaput yang melindungi otak dan batang otak),
satu dari sekian jenis meningitis yang paling sering dan paling berbahaya, biasanya disebabkan
oleh bakteri penyebab tuberkulosis yaitu Mycobacterium tuberculosis varian hominis.
Meningitis tuberkulosis disebabkan oleh penyebaran Mycobacterium tuberculosis dari bagian
tubuh yang lain. Kuman mencapai susunan saraf pusat melalui aliran darah dan membentuk
tuberkel di selaput otak dan jaringan otak dibawahnya.
Manifestasi klinik terdiri dari 3 stadium yaitu stadium inisial ditandai dengan gejala yang non
spesifik berupa apatis dan iritabel, stadium transisi ditandai dengan terdapatnya kaku kuduk dan
kejang dan stadium terminal yang ditandai dengan koma, hemiplegi atau paraplegi.
Diagnosis dan pengobatan dini dapat memberikan angka kesembuhan yang tinggi dapat
mencegah terjadinya komplikasi.
Daftar Pustaka
1.
2.
Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI. Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak,
Jilid 2 Jakarta: Infomedika, 2002.
3.
4.
Jawets, Melnick & Adelberg. Mikrobiologi Kedokteran. Edisi 20. EGC. Jakarta,
1996.
5.
10