Anda di halaman 1dari 11

Kokain adalah zat adiktif yang tergolong stimulansia terhadap susunan

saraf pusat dan sering disalahgunakan, disamping amfetamin, kafein dan efedrin.
Umumnya kokain diperdagangkan secara ilegal dan dicampur dengan berbagai
zat. Kokain dapat digunakan dengan cara mengendus melalui lubang hidung
(snorting), menyuntik, merokok dengan kokain, atau diabsorbsi melalui
mukosa. Potensi ketergantungannya dikaitkan dengan rute penggunaannya.
Potensi terbesar ketergantungan ditimbulkan, bila dilakukan dengan cara suntikan
atau merokok dalam bentuk kokain murni (freebase). Bentuk murni kokain
dikenal dengan sebutan crack yang dijual untuk penggunaan tunggal dan dirokok.
Murahnya biaya dosis tunggal crack dan selalu tersedianya crack dipasaran
sebagai bahan siap pakai, merupakan peluang untuk memudahkan penyebaran
kokain di daerah urban. Meningkatnya penggunaaan crack di daerah urban
tersebut sangat erat kaitannya dengan terjadinya tindak kekerasan dan kriminal.
(Depkes RI, 2000)
Kokain merupakan alkaloid yang didapatkan dari tanaman belukar
Erythroxylon coca, yang berasal dari Amerika Selatan, di mana daun dari tanaman
belukar dikunyah-kunyah oleh penduduk setempat untuk mendapatkan efek
stimulant. Kokain dikonsumsi dalam beberapa preparat (misalnya Daun coca,
Pasta coca, kokain hidroklorida, dan kokain alkaloid) yang memiliki perbedaan
potensi tergantung level pemurnian dan kecepatan onset. Kokain merupakan
bahan aktif dalam tiap preparat. Alkaloid kokain pertama kali diisolasi pada tahun
1860 dan pertama kali digunakan sebagai anestetik local di tahun 1880. Sampai
sekarang kokain masih digunakan sebagai anestetik local khususnya untuk

pembedahan mata, hidung dan tenggorok karena efek vasokonstriksinya juga


membantu. (Holstege, 2005)
Preparat kokain yang biasanya digunakan di Amerika adalah crack,
merupakan kokain alkaloid yang diekstrak dari kristal hidroklorida yang di buat
menjadi

bubuk

kemudian

dicampur

dengan

sodium

bikarbonat

dan

membiarkannya mengering menjadi butiran-butiran kecil/ small rocks. Crack


berbeda dengan preparat kokain lainnya terutama karena mudah diuapkan dan di
hisap dan begitu pula dengan efeknya yang memiliki onset yang sangat cepat.
Gejala klinik dan efek samping yang berhubungan dengan penggunaan crack
tergantung dari dosis dari tiap preparat kokain. (Holstege, 2005)
I.

DEFINISI
Kokain adalah senyawa sintesis yang memicu metabolisme sel menjadi

sangat cepat. Kokain merupakan alkaloid yang didapatkan dari tumbuhan koka
atau Erythroxylon coca atau sintesis dari ergonin. Tumbuhan ini berasal dari
Amerika Selatan. Daunnya biasa dikunyah oleh penduduk setempat untuk
mendapatkan efek stimulan. Garam hidroklorit merupakan anestesi lokal yang
efektif yang digunakan pada konsentrasi 10-200 g/L, tetapi secara wajar hanya
digunakan secara topikal karena resiko toksisitas sistemik jika diberikan melalui
jalur pemberian lain. Saat ini kokaina masih digunakan sebagai anestetik lokal,
khususnya untuk pembedahan mata, hidung dan tenggorokan, karena efek
vasokonstriksif-nya juga membantu. Kokaina diklasifikasikan sebagai suatu
narkotika, bersama dengan morfina dan heroina karena efek adiktif.

Menurut data Rumah Sakit Ketergantungan Obat, sebanyak 72 pasien


yang dikirim untuk psikoterapi terdiri atas 94,4% laki-laki dan sisanya
perempuan; 90,28% belum menikah, 6,94% sudah menikah, dan 2,78 telah cerai;
94,4% merokok tembakau, 81,8% minum alkohol; 77,78% mengisap ganja,
81,72% memakai obat tidur, 19,4% memakai psikostimulan, dan 19,1%
mengonsumsi opioid. Menurut National Survey on Drug Use & Health di
Amerika tahun 2002, diperkirakan sekitar dua juta penduduk Amerika merupakan
pengguna kokain. Perkiraan pengguna crack sekitar 567.000 penduduk. Sekitar
3,5% pria dan 1,6% wanita pernah menggunakan kokain sedikitnya sekali pada
tahun 2002. Pengguna kokain sekitar 0,4% umur 12-17 tahun, 6,7% pada dewasa
muda usia 18-25 tahun, dan 1,8% dewasa usia 26 tahun ke atas. (Holstege, 2005)
Kokain digunakan karena secara karakteristik menyebabkan elasi, euforia,
peningkatan harga diri dan perasan perbaikan pada tugas mental dan fisik. Kokain
dalam dosis rendah dapat disertai dengan perbaikan kinerja pada beberapa tugas
kognitif.
1.

Intoksikasi kokain
Intoksikasi kokain adalah sindrom mental organik yang terjadi beberapa

menit sampai satu jam setelah menggunakan kokain. Sindrom tersebut dapat
menyebabkan gangguan fisik dan perilaku. Lamanya kerja kokain dalam tubuh
sangat singkat, eliminasi waktu paruh kokain hanya satu jam. Kecuali pada kasuskasus overdosis, sebagian besar kokain sudah hilang dari tubuh pada saat pasien
masuk ke ruang gawat darurat atau kamar praktek dokter. Pengaruh kokain pada

fisik dan perilaku akibat intoksikasi memerlukan tindakan segera. (Depkes RI,
2000)
Tanda-tanda klinis: 1,3,4

Takhikardia

Dilatasi pupil, midriasis

Meningkatnya tekanan darah

Berkeringat, panas dingin

Tremor

Mual, muntah

Meningkatnya suhu badan, nadi aritmia

Halusinasi visual atau taktil

Sinkope

Nyeri dada

Dan bila overdosis maka dapat terjadi kejang, tertekannya pernapasan,


koma dan meninggal.

Gejala gejala klinis meliputi:

Euforia, disforia

Agitasi psikomotor

Agresif dan menantang berkelahi

Waham paranoid

Halusinasi

Delirium

Eksitasi

Penilaian realita yang kurang wajar (poor judgement), gangguan fungsi


sosial dan okupasional

Meningkatnya kewaspadaan dan aktivitas bergerak terus menerus,


memaksakan keinginan, banyak berbicara

Mulut kering

Meningkatnya kepercayaan diri

Selera makan kurang

Grandiositas

Perilaku repetitif dan stereotipik

Panik

Keadaan putus kokain


Umumnya tidak ada tanda-tanda klinis keadaan putus kokain yang tepat
untuk menggambarkan perubahan fisiologis yang terjadi setelah penghentian
penggunaan berat kokain. Gejala-gejala klinis keadaan putus kokain ditandai
dengan adanya perasaan disforik yang menetap selama lebih dari 24 jam setelah
menurunnya konsumsi kokain dan diikuti gejala-gejala berikut: (Depkes RI, 2000)

Keletihan (fatigue)

Insomnia atau hipersomnia

Agitasi psikomotor

Ide-ide bunuh diri dan paranoid

Mudah tersinggung atau iritabel

Perasaan depresif

Keadaan putus kokain adalah satu-satunya indikasi yang menunjukkan


adanya ketergantungan kokain. Gejala utama keadaan putus kokain adalah
menagih kokain (craving). Beratnya kondisi keadaan putus kokain berkaitan
dengan jumlah, lama dan cara penggunaan kokain. Snorting menyebabkan
ketergantungan dan keadaan putus kokain ringan, penggunaan intravena dan
merokok crack (freebase) menyebabkan ketergantungan dan keadaan putus
kokain berat. (DEPKES RI, 2000)
Gejala-gejala putus kokain mencapai puncaknya setelah beberapa hari, dan
berakhir setelah beberapa minggu. Bila gejala-gejala tetap ada setelah lebih
beberapa minggu, maka ini menunjukkan adanya indikasi depresi sekunder.
Gangguan psikiatris lainnya yang sering menyertai ketergantungan kokain adalah
gangguan kepribadian, ketergantungan alkohol dan ketergantungan sedativahipnotika. (DEPKES RI, 2000)
Perasaan disforia dan depresi berat merupakan dua gejala yang sering
terdapat pada keadaan putus kokain. Dengan ditemukannya dua gejala tersebut
perlu dipertimbangkan pula adanya gangguan psikiatris lainnya sebagai diagnosis
banding. Pasien sering menderita gangguan kepribadian yang mendasarinya
(gangguan kepribadian ambang atau antisosial), sehingga berperilaku manipulatif.
Akibatnya pasien sering mengobati keadaan putus kokain pada dirinya sendiri
dengan menggunakan kembali kokain. Angka relaps tetap tinggi meskipun ia telah
dirawat berkali-kali.(DEPKES RI, 2000)
KOMPLIKASI
1. Aspek fisik

Kongesti hidung, walaupun peradangan, pembengkakan, perdarahan dan


ulserasi berat pada mukosa hidung juga dapat terjadi.

Pemakaian kokain jangka panjang menyebabkan perforasi septum hidung

Crack bebas basa dan yang dihisap seperti rokok dapat menyebabkan
kerusakan pada saluran bronchial dan paru-paru.

Pengguna kokain intravena adalah disertai dengan infeksi, embolisme dan


penularan Sindroma Imunodefisiensi di dapat (AIDS)

Komplikasi neurologist ringan adalah perkembangan distonia akut, nyeri


kepala mirip migraine

Komplikasi terberat adalah efek serebrovaskuler, epileptic dan jantung dan


kematian

2. Aspek psikologis

Panik yang disebabkan perilaku yang tidak rasional, sangat menggangu


dirinya sendiri dan lingkungannya.

Pasien pengguna kokain menderita waham kejaran, berperilaku ganas dan


bermusuhan.

Dosis tinggi kokain dapat menyebabkan angina pektoris, hipertensi dan


aritmia jantung.

Dapat pula terjadi hipertermia dan kejang.

Intoksikasi kokain dapat menyebabkan penekanan susunan saraf pusat


sehingga menimbulkan kematian.

PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Laboratorium

Elektrolit : akut bisa memberikan gambaran hipokalemi sedangkan pada


intoksikasi kokain yang berat memberikan gambaran hiperkalemi.

Glukosa darah : pada pemeriksaan gula darah memberikan gambaran


hipoglikemi

Fungsi ginjal : gagal ginjal berhubungan dengan rhabdomyolisis dan


trombosis arteri ginjal pernah dilaporkan pada penyalahgunaan kokain.

Urinalisis untuk skrining kokain atau zat adiktif lain yang digunakan
bersama-sama,

Tes kehamilan : semua wanita yang berada dalam usia subur sbaiknya
dilkukan tes kehamilan

Fungsi hati : kerusakan hati mungkin terjadi pada intoksikasi akut. Sebagai
tambahan, pasien yang menggunakan kokain beresiko untuk terinfeksi
hepatitis, yang pada akirnya bias menyebabkan perubahan mental.

Jumlah sel darah : anemia, lekositosis, dan leucopenia

Toksikologi : Urine drug screens : Benzoylecogonine (bentuk metabolic


kokain) bisa ditemukan pada urin 60 jam setelah menggunakan kokain.
Pada pengguna kokain yang berat bisa ditemukan sampai 22 hari.

Enzim jantung : pada pengguna kokain terdapat angka prevalensi yang


tinggi untuk terjadinya myocardial infection, pasien yang dating dengan
nyeri dada dan riwayat penggunaan kokain bisa dipikirkan untuk
melakukan pemeriksaan enzim jantung.

2. Radiologi

Chest x-Ray : pneumomediastinum, pneumothorax, pneumonia, emboli


paru, atelektasis.

CT-Scan. : perdarahan intrakranial dan emboli serta trombosis strok.

3. Tes lain : Analisa gas darah, EKG, EEG (DEPKES RI, 2000)

DAFTAR PUSTAKA

1. Pedoman Terapi Pasien Ketergantungan Narkotika dan Zat Adiktif


Lainnya. DEPKES RI Direktorat Jendral Pelayanan Medik. 2000. Penerbit
Bakti Husada.
2. Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders (DSM-IVTM).
Fourth Edition. Washington DC. 2000.
3. Holstege, Christopher P, MD. Cocain-Related Psychiatric Disorders.
http://www.emedicine.com. 2005.
4. Kaplan Harold MD et al, Gangguan berhubungan dengan kokain. Sinopsis
Psikiatri. Edisi 7 jilid satu. Hal 638-41
5. Tomb Davia A., M.D. Penyalahgunaan Obat. Buku Saku Psikiatri. Edisi
Keenam. Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Anda mungkin juga menyukai