SISTEM KENDALI
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas selesainya buku pegangan kuliah Sistem Kendali
di lingkungan Jurusan Teknik Elektro, Fakultas Teknologi Industri, Institut Teknologi Bandung.
Buku yang terdiri dari 9 bab ini disusun dengan merujuk pada materi yang terdapat pada
keempat textbook yang tertulis pada Daftar Pustaka. Meskipun demikian, Bab 5, 6, 7 dan 8
disusun dengan merujuk hanya pada textbook pertama yang sekaligus merupakan buku referensi
matakuliah EL303 Sistem Kendali, yaitu Ogata, K., Modern Control Engineering, 3rd Edition,
Prentice Hall International. Inc., 1997. Urutan pembahasan dan pengelompokan pokok-pokok
bahasan pada buku ini disesuaikan dengan silabus dan satuan acara perkuliahan (SAP) EL303.
Buku ini dirancang untuk diajarkan pada mahasiswa strata 1 tingkat dua / tiga yang
telah memahami matakuliah prasyarat seperti Teori Rangkaian dan Transformasi Laplace.
Pembahasan Sistem Kendali pada buku ini dibatasi hanya untuk sistem linier kontinyu dengan
pendekatan tradisional menggunakan konsep fungsi alih, meskipun konsep modern seperti
konsep ruang waktu (state space concept)
program MATLAB untuk membantu analisis dan desain sistem kendali juga dibahas.
Materi buku ini telah diajarkan pada matakuliah EL303 sejak tahun 1993, tentu saja
dengan beberapa penyempurnaan sepanjang waktu tersebut. Dengan beban kredit 3 SKS dan
waktu kuliah 16 minggu, diharapkan seluruh materi pada buku ini dapat dipahami oleh
mahasiswa. Perkecualian dapat diberikan pada materi konsep ruang waktu yang pada buku ini
diberikan secara lengkap. Untuk menambah pemahaman mahasiswa terhadap materi pada buku
ini, maka pada buku ini telah pula dilengkapi dengan 64 contoh pembahasan soal. Sedang bagi
para pengajar, buku ini juga dilengkapi dengan transparansi pengajaran.
Meskipun buku ini telah disiapkan secara intensif selama 1 tahun, kami sadar bahwa
masih banyak kekurangan-kekurangan pada buku ini, baik dari segi penyampaiannya, maupun
dari segi materinya. Untuk itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran perbaikan terhadap
buku ini dari para pembaca sekalian, para pakar maupun para mahasiswa pemakai.
Akhir kata kami ucapkan terimakasih pada semua pihak yang telah membantu
penyiapan, penulisan dan penerbitan buku ini.
Bandung, Oktober 1999
Penulis
DAFTAR ISI
Hal
Bab I
: PENDAHULUAN
1.1. Definisi dan Pengertian
1.2. Contoh Sistem Kendali Lup Terbuka dan Lup Tertutup
1.2.1. Sistem Kendali Suhu Ruangan
1.2.2. Sistem Kendali Posisi (Servo Mekanis)
1.3. Sistematika Pembahasan
1
2
5
5
8
12
14
14
15
18
19
23
25
31
32
34
34
36
41
41
43
53
53
54
54
55
55
56
57
57
61
61
63
64
65
66
68
69
70
71
72
ii
73
77
79
80
93
93
96
97
100
102
102
103
103
104
106
110
115
118
122
125
129
129
130
133
133
139
141
144
144
146
150
150
151
151
152
157
158
158
160
162
163
164
168
169
171
175
iii
177
184
184
186
186
187
187
189
192
196
197
198
199
200
204
205
205
207
209
211
212
215
226
227
228
229
229
230
231
233
233
234
235
237
242
242
243
248
249
250
255
257
257
259
260
261
iv
DAFTAR PUSTAKA
262
263
264
264
266
267
268
269
270
271
271
273
274
282
BAB I
PENDAHULUAN
Bab I : Pendahuluan
2
____________________________________________________________________________________
Contoh-contoh :
1. Penguatan elektronik
sumber
ei
Amplifier
eo
Baik masukan (er) maupun keluaran (eo) dapat berupa tegangan elektrik, dalam
satuan volt.
2. Motor DC
Motor DC
Masukan berupa tegangan jangkar atau tegangan medan e, dalam satuan volt,
sedang keluaran berupa putaran motor, dalam satuan radian/detik.
Bab I : Pendahuluan
3
____________________________________________________________________________________
3. Potensiometer
R1/R2
Potensiometer
ei
R2
eo
4. Generator
ei
eo
ei
Generator
eo
R(s)
C(s)
(s)
G(s)
H(s)
Bab I : Pendahuluan
4
____________________________________________________________________________________
Beberapa pengertian yang terkait dengan sistem kendali adalah sebagai berikut:
operasi
tertentu.
Sistem adalah kumpulan dari subsistem atau komponen atau elemen-elemen yang
bekerja saling berkaitan untuk mencapai suatu tujuan tertentu.
Sistem kendali umpan balik (feedback control system) adalah sistem kenali yang
mempunyai elemen umpan balik, yang berfungsi untuk mengamati keluaran yang
terjadi untuk dibandingkan dengan masukannya (yang diinginkan).
Sistem
kendali kadang dibedakan menjadi dua kelas. Jika tujuan sistem kendali untuk
mempertahankan variabel fisik pada beberapa nilai yang konstan dengan adanya
gangguan-gangguan, disebut sebagai pengatur (automatic regulating system).
Contohnya adalah sistem kendali suhu dan lain-lain. Jenis yang kedua adalah sistem
kendali posisi atau servo mekanis (servomechanism), yaitu sistem yang digunakan
untuk mengendalikan posisi atau pergerakan mekanis, seringkali digunakan untuk
menggambarkan sistem kendali dengan variabel fisik yang harus mengikuti atau
melacak, dalam fungsi waktu yang diinginkan. Contohnya adalah gerakan lengan
robot dan lain-lain.
Sistem kendali proses (process control system) adalah sistem kendali yang umum
digunakan pada industri, seperti untuk mengendalikan temperatur, tekanan, aliran,
tinggi muka cairan dan lain-lain.
Bab I : Pendahuluan
5
____________________________________________________________________________________
Sistem kendali lup terbuka (open loop system) di mana tidak terdapat elemen yang
mengamati keluaran yang terjadi untuk dibandingkan dengan masukannya (yang
diinginkan), meskipun menggunakan sebuah pengendali (controller) untuk
memperoleh tanggapan yang diinginkan.
Sistem kendali lup tertutup (closed loop system) adalah sebutan lain dari sistem
kendali dengan umpan balik.
1.2
E
R
T
r
= batere
= elemen pemanas
= termometer
= ruangan
r
kendalian
masukan
arus
listrik
r+R
keluaran
suhu yang
terjadi
Gambar 1-2: Diagram blok sistem kendali suhu ruang lup terbuka.
Bab I : Pendahuluan
6
____________________________________________________________________________________
Ditambahkan saklar S yang akan membatasi aliran listrik I. Bila suhu ruangan
lebih kecil atau sama dengan suhu yang diinginkan, maka saklar harus dalam keadaan
tertutup, sehingga arus mengalir dan ruangan menghangat. Bila suhu ruangan lebih
besar dari suhu yang diinginkan, maka saklar S harus dibuka untuk memutuskan aliran
arus listrik, sehingga ruangan tidak bertambah panas. Untuk itu diperlukan seorang
operator yang senantiasa mengamati penunjukkan termometer T. Operator ini berfungsi
sebagai elemen umpan balik dan juga sebagai error detector (bersama-sama dengan
saklar S).
T
S = saklar
S
I
R
r
detektor galat
Pengendali
op + S
masukan
suhu yang
diinginkan
masukan
komando
= masukan
referensi
kendalian
Rangkaian
Listrik
sinyal
galat
sinyal
umpan balik
r+R
keluaran
suhu yang
terjadi
arus listrik
operator
elemen
umpan balik
Gambar 1-3: Diagram blok sistem kendali suhu ruang lup tertutup manual.
Bab I : Pendahuluan
7
____________________________________________________________________________________
Bila hanya saklar S yang dipasang, maka masih diperlukan seorang operator
yang senantiasa harus mengamati penunjukan termometer. Sistem ini meskipun sudah
merupakan sistem kendali lup tertutup, tetapi masih manual. Dengan menambahkan
sebuah saklar otomatis (saklar bimetal, Sb) yang telah dikalibrasi sesuai dengan suhu
yang diinginkan, maka bila suhu ruangan lebih kecil atau sama dengan yang diinginkan
maka saklar Sb dalam keadaan tertutup dan arus listrik mengalir memanaskan ruangan;
sedangkan bila suhu ruangan lebih besar dari suhu yang diinginkan maka saklar Sb akan
terbuka dan arus listrik terputus. Sistem kendali lup tertutup ini sudah bekerja secara
otomatis. Lihat Gambar 1-4 berikut.
Bab I : Pendahuluan
8
____________________________________________________________________________________
Sb = saklar bimetal
(pada t = 0, dikalibrasi)
Sb
I
E
R
r
detektor galat
masukan
komando
transducer
Sb
suhu yang
diinginkan
Sb
Pengendali
kendalian
Rangkaian
Listrik
keluaran
r+R
sinyal kendali
(arus listrik)
Sb
elemen
umpan balik
Gambar 1-4: Diagram blok sistem kendali suhu ruangan lup tertutup otomatik.
Bab I : Pendahuluan
9
____________________________________________________________________________________
I
= posisi
E = batere
M = motor DC
B = beban, berupa meriam
P = piringan yang mempunyai busur derajat
If
E
konstan
270
90
180
kendalian
arus I
masukan
M+ B
Keluaran tidak mempengaruhi masukan. Sistem ini merupakan sistem lup terbuka.
Bila saklar S dipasang, maka aliran arus listrik dapat dibatasi. Bila posisi belum
mencapai seperti yang diinginkan, maka saklar harus tertutup sehingga arus tetap
mengalir dan motor tetap berputar. Bila posisi seperti yang diinginkan, maka arus harus
diputuskan agar motor diam dan peluru ditembakkan ke sasaran. Sistem kendali ini
sudah mempunyai elemen umpan balik (operator), sehingga sudah merupakan sistem
kendali lup tertutup, walaupun masih manual.
Bab I : Pendahuluan
10
____________________________________________________________________________________
S
S = saklar
If
konstan
piringan
detektor galat
masukan op + S
referensi +
posisi yang
diinginkan -
pengendali
Rangkaian
Listrik
kendalian
M+ B
keluaran
posisi yang
terjadi
Operator
elemen umpan balik
Gambar 1-6 : Diagram blok sistem kendali posisi lup tertutup manual.
Agar sistem kendali lup tertutup ini beroperasi secara otomatis, salah satu
caranya adalah memasangkan dua buah potensiometer yang dirangkaikan sebagai
jembatan wheatstone. Salah satu potensiometer mengamati keluaran dan yang lainnya
mengamati masukan.
Potensiometer B1 : mengamati keluaran
C dan
mengumpanbalikan ke masukan.
>
<
dan masukan
Bab I : Pendahuluan
11
____________________________________________________________________________________
=>ER = Ef => ER - Ef = 0
Sistem di atas sudah merupakan sistem kendali lup tertutup yang otomatis.
1
0
If konstan
M
c
1'
P
0'
2'
ER - E f
P
potensiometer
(jembatan wheatstone)
B1
B2
R
Ef
ER
Bab I : Pendahuluan
12
____________________________________________________________________________________
detektor galat
masukan transducer
pengendali
komando
+
potensio
Rangkaian
R
B2
Listrik
posisi yang
diinginkan
ER - E f
masukan
referensi
ER
kendalian
M+B
keluaran
C
posisi yang
terjadi
potensio
B1
Ef
Bab I : Pendahuluan
13
____________________________________________________________________________________
BAB II
2.1 Pendahuluan
Dinamika kebanyakan sistem, baik sistem mekanik, elektrik, termal, ekonomi,
biologi, dst, dapat dinyatakan dalam persamaan-persamaan differensial. Model
matematis tersebut dapat diturunkan dari hukum-hukum fisis yang berlaku untuk sistem
ybs, misalnya hukum Newton untuk sistem mekanis, hukum Kirchoff untuk sistem
elektrik, dst. Meskipun demikian, perlu juga dicatat bahwa dua sistem fisis yang berbeda
dapat saja memiliki model matematis sama. Misal: analogi sistem mekanis dengan
sistem elektrik, sehingga model matematis suatu sistem yang sama tidak selalu
menggambarkan sistem fisis yang sama.
Ada dua model matematis yang umum digunakan dalam sistem kendali, yaitu
fungsi alih (transfer function) dan ruang waktu (state space representation). Untuk
analisis tanggapan transient dan tanggapan analisis sistem bermasukan-tunggal-
14
berkeluaran-tunggal, linier, invariant waktu, maka model fungsi alih akan lebih tepat.
Sebaliknya, model ruang waktu lebih sesuai untuk sistem yang lebih kompleks
(masukan-banyak-keluaran-banyak, non linier, time-varying).
Bila diperlukan dalam analisis yang teliti, model matematis suatu sistem dapat
ditingkatkan akurasinya dengan memodelkan sistem tersebut secara lebih lengkap.
Meskipun demikian, dalam memodelkan suatu sistem perlu dibuat suatu kompromi
antara kesederhanaan model dengan akurasi hasil analisis. Penyederhanaan model dapat
dilakukan dengan mengabaikan beberapa sifat fisik inherent tertentu dari sistem
tersebut. Misalkan kita menginginkan suatu model matematis linier dengan parameter
tergumpal (lumped parameter) yang dapat dinyatakan dalam persamaan differensial
biasa, maka beberapa sifat non linier dan beberapa parameter terdistribusi yang ada pada
sistem harus selalu diabaikan. Pemodelan dengan beberapa pengabaian seperti ini dapat
dianggap memadai apabila diperoleh suatu tanggapan serupa antara hasil analisis dari
model matematis tersebut dengan hasil eksperimen sistem fisiknya.
Pada prinsipnya, model sederhana selalu lebih menarik untuk digunakan
mengingat kemudahan dalam penyelesaiannya. Apabila dibutuhkan analisis yang lebih
lengkap, maka model matematis yang lebih lengkap dapat dikembangkan lebih lanjut.
Frekuensi kerja suatu sistem juga akan mempengaruhi apakah suatu model
cukup memadai untuk digunakan. Misalnya parameter-parameter terdistribusi yang
dapat diabaikan pada frekuensi rendah, tidak lagi berlaku untuk frekuensi tinggi. Massa
suatu pegas yang dapat diabaikan pada saat beroperasi pada frekuensi rendah, akan
menjadi sifat penting dari sistem bila beroperasi pada frekuensi tinggi.
keluaran
Daerah linear
masukan
Gambar 2-1: Zona linier dari karakteristik nonlinier suatu komponen
Pada sistem linear berlaku hukum superposisi yang secara sederhana dapat dijelaskan
sbb. Tanggapan suatu sistem terhadap beberapa masukan berbeda merupakan kombinasi
tanggapan dari masing-masing masukan. Pengujian kelinearan suatu sistem dapat
dilakukan dengan memberikan masukan sinusoidal. Apabila tanggapan sistem berupa
fungsi sinus murni, maka sistem tersebut linier. Dinamika suatu sistem linear orde-n
dapat dinyatakan dalam persamaan diferensial linier orde n berikut ini
An
dny
d n 1y
A
n 1
dt n
dt n 1
A0y
x(t)
dengan An 0,
y(t) = variabel keluaran,
x(t) = variabel masukan,
Meskipun dalam analisis sistem seringkali dianggap linear, dalam beberapa hal
elemen-elemen nonlinear sengaja disertakan dalam sistem kendali untuk optimasi unjuk
kerja. Misalnya relay on-off dipakai pada sistem kontrol optimal waktu, sistem kendali
pesawat dan sistem peluru kendali.
sistem
kontinyu
waktu
digambarkan
dengan persamaan-persamaan
Sedang apabila sistem memiliki satu atau lebih variabel / sinyal yang diskrit terhadap
waktu, maka sistem tersebut disebut diskrit waktu. Sinyal diskrit terhadap waktu hanya
diketahui magnituda nya pada saat dicuplik saja. Umumnya selang waktu cuplik diambil
seragam T dan harus memenuhi aturan Nyquist. Sistem seperti ini dicirikan dengan
persamaan difference, misalnya sbb:
x(k+1)= Ax(k) + Bu(k)
dengan: x(k) = variabel-variabel state yang dicuplik pada waktu kT,
T = perioda waktu cuplik,
u(k) = variabel-variabel masukan yang dicuplik pada waktu kT,
A, B = matriks dengan ukuran yang sesuai
Pada buku ini pembahasan sistem kendali hanya dibatasi untuk sistem linier,
masukan-tunggal keluaran-tunggal,
parameternya tergumpal. Dengan demikian, analisis dan desain sistem kendali lebih
tepat bila menggunakan fungsi alih yang merupakan domain frekuensi kompleks. Alat
bantu analisis dan desain dapat berupa Root Locus (domain waktu), dan Bode Plot atau
Nyquist (domain frekuensi).
Meskipun demikian, pada bab ini dibahas juga tentang konsep ruang waktu
(domain waktu) yang berguna untuk mempelajari sistem kendali modern yang lebih
kompleks dan berakurasi tinggi (ditandai dengan masukan-banyak-keluaran-banyak,
non-linear, time-varying, optimal, robust).
Untuk
memperoleh fungsi alih rangkaian, maka rangkaian harus dianggap memiliki semua
kondisi mula nol, sehingga fungsi alih diperoleh dengan membandingkan variabel
keluaran terhadap variabel masukan.
Contoh 2-1
L
C
i(t)
e(t)
Ri(t)
e(t)
Ri(t)
1
idt
C
di(t)
dt
e(t)
1
idt
C
I ( s)
E ( s)
Cs
LCs RCs 1
2
Contoh 2-2
R
ei
eo
di
dt
Ri
1
idt
c
eo
1
idt
c
ei
sLI ( s) RI ( s)
1
I ( s)
sC
Eo ( s )
s 2 LI ( s) RsI ( s)
1
I ( s)
Cs
Ei ( s)
I (s)
sE o ( s)
C
I ( s)
sE i ( s)
c
Eo ( s )
E i (s)
I ( s)
C
1
s 2 L Rs
I (s)
C
LCs
1
RCs 1
Contoh 2-3
L1
e(t)
C +-
i1(t)
i2(t)
L2 e0(t)
e( t )
e0
Ri1
L2
di1
dt
L1
e0
(1)
di2
dt
i1 (t ) i2 (t )
( 2)
de0 (t )
dt
(3)
E ( s)
I1 ( s)
E ( s) E0 ( s)
R sL1
E0 ( s) sL2 I 2 ( s)
I1 ( s) I 2 ( s)
( 2)
Substitusi (1)&(2)
atau :
(1)
E0 ( s)
sL2
I 2 ( s)
sC E0 ( s)
E ( s) E0 ( s)
R sL1
(1)
(3)
(3), diperoleh :
E0 ( s)
sL2
SL2 E ( s) sL2 E0 ( s)
sC E0 ( s)
R sL1 E0 ( s)
sC E0 ( s)
R sL1 sL2
sL 2 E s
s L1
sL2 E ( s)
s 2 L2 C R
L2 E 0 s
sL1
s L1
sL1 s 2 L 2 C E 0 ( s)
L2
R E0 ( s)
sL2
2
s L2 C R
( 2)
sL1
s L1
L2
sL2
s3 L1 L2 C s2 L2 CR s L1
L2
Contoh 2-4
R2
i2
R1
ei
i0
ex
i1
eo
ei
ex
ex
R1
eo
ei
R1
R2
eo
R2
Diperoleh:
R2
ei atau dalam fungsi alih :
R1
eo
E o ( s)
Ei ( s)
R2
R1
Contoh 2-5
Dengan menggunakan hukum Kirchoff (KCL) pada node ex, diperoleh:
R1
i1
ei
ex
i2
i1
i3
R2
i1
eo
ei
ex
R1
ei
Ri
d (e x eo )
dt
de o
~C
dt
e x eo
e
i3
~ o
R2
R2
i2
i2 i3
ei
R1
Ei ( s )
R1
deo
dt
eo
R2
sCEo ( s)
Eo ( s )
R2
sehingga
Eo ( s )
Ei ( s )
R2
1
R1 R2 Cs 1
Dengan
menganggap bahwa semua kondisi mula nol, maka fungsi alih dapat diperoleh.
Contoh 2-6
x input
y output
k
kons tan
d2x
dx
m
b
d 2
dt
kx
Diperoleh:
d2y
dy
m 2 b
dt
dt
dn
dt
d2y
dy
m 2 b
dt
dt
ky
k y n
dn
dt
kn
ms 2
bs
k Y ( s)
bs
k U ( s)
atau :
Y ( s)
U ( s)
bs
ms
k
bs k
Contoh 2-7
x
M = massa, (kg)
A = percepatan, m / s2
F = gaya, N
k
m
gaya luar f
b
Gambar 2-8: Sistem Mekanis 2 dengan gerak translasi
Hukum Newton kedua :
ma
d2x
dx
b
d 2
dt
kx
ms 2
bs
k Y ( s)
atau :
Y ( s)
U ( s)
bs
ms
k
bs k
bs
k U ( s)
X ( s)
F ( s)
ms
1
bs k
Contoh 2-8
J
w
b
Gambar 2-9: Sistem mekanis dengan gerak rotasi
Hukum Newton kedua untuk gerak rotasi:
d2
J 2
dt
atau :
J
d
dt
d
dt
dengan variabel keluaran. Dengan menganggap bahwa semua kondisi mula nol, maka
fungsi alih dapat diperoleh.
Contoh 2-9
if
Ki = konstanta torsi
Rf
ia
konstan
ef(t)
Lf
Bm = koefisien gesekan
Jm, B m, T m
m,
............................(1)
.............................(2)
R f i f (t) L f
J m d 2 m (t)
K i dt 2
B m d m (t)
d J m d 2 m (t)
)
L
(
f
K i dt 2
dt K i dt 2
e f (t)
Rf (
e f (t)
R f J m d 2 m (t)
Ki
dt 2
B m R f d m (t)
Ki
dt
e f (t)
L f J m d 3 m (t)
Ki
dt 3
Rf Jm
L f J m d 3 m (t)
Ki
dt 3
L f B m d 2 m (t)
)
Ki
dt 2
B m d m (t)
)
K i dt
L f B m d 2 m (t)
Ki
dt 2
B m R f d m (t)
Ki
dt
Contoh 2-10
ia
La
Ra
+
eb M
ea(t)
if = konstan
m,
Jm, B m, T m
Tm (t)
Jm
d 2 m (t)
dt 2
Bm
(t)
.................(2)
dt
m
e a (t)
R a i a (t)
La
di a (t)
dt
Kb
d m
.......................(4)
dt
e b ..................(3)
dengan :
eb
Kb
m (t)
Arus jangkar menghasilkan torsi yang akan diterapkan pada enersia dan friksi, sehingga
:
Jm
d2
m (t)
2
dt
dengan
m (t)
Tm (t)
dt
K i i a (t)
m (t)dt
Jm
Bm
d2
m (t)
2
dt
i a (t)
Bm
m (t)
J m d 2 m (t)
K i dt 2
dt
Ki
Bm d m ( t)
.............(5)
Ki
dt
J m d 2 m (t) B m d m (t)
d(
)
B m d m (t)
K i dt 2
K i dt
) La
K i dt
dt
J m d 2 m (t)
K i dt 2
e a (t)
Ra (
e a (t)
R a J m d 2 m (t)
Ki
dt 2
R a B m d m (t)
Ki
dt
e a (t)
L a J m d m(t)
Ki
dt 3
RaJm
Ki
L a J m d 3 m (t)
Ki
dt 3
2
L a B m d m (t)
)
Ki
dt 2
L a B m d 2 m (t)
Ki
dt 2
R a Bm
Ki
Kb )
(t)
dt
Contoh 2-11
Gambar 2-12: Generator DC
Rf
ef
Rg
Lg
eg
Lf
if
if = arus medan
ia
ea
zL
ia = arus jangkar
Arus keluaran ia dapat dikontrol dari besarnya arus if, dan n = konstan.
eg
k1 n
sehingga e g
dan
k2 i f ,
k g .i f
atau
kg = konstanta generator
(1)
if
eg
kg
(2)
Kb
Kb
d m
dt
d
dt
(t)
ef
Rf if
Lf
di f
(3)
dt
Rf
eg
L f deg
kg
k g dt
Dalam Laplace:
1
Rf
kg
E f ( s)
sL f E g (s) atau :
E g ( s)
E f ( s)
kg
Rf
sL f
ea
ea
eg
ia R g
di a
;
dt
ea
zL
Lg
ia z L atau
ia
(6)
(7)
ea
eg
eg
Rg
ea
E g (s)
ea
Lg dea
z L dt
Rg
sL g
z L ( s)
z L ( s)
zL
1
Lg dea
z L dt
ea
Rg
zL
, dalam Laplace :
Ea ( s)
Diperoleh:
Ea ( s)
E g ( s)
z L ( s)
z L ( s) Rg Lg s
Sehingga :
Ea ( s)
E f ( s)
E g ( s)
E f ( s)
Ea ( s)
E g ( s)
kg
Rf
sL f
z L ( s)
z L (s) Rg sLg
(4)
Contoh 2-12
Generator dc mendrive motor dc dengan pengontrolan arus jangkar
Konfigurasi dasar :
Lg
Rg
Rf
ef
Lm
Rm
eg
Lf
em
if
ia
n
generator dc
If
Ef
servo motor
Eg s
kg
Ef s
Rf
(1)
sL f
Rg
E g ( s)
Rm i a
Rg
Lg
Rm
Lm
s Lg
dia
d
k e o , dalam Laplace :
dt
dt
Lm I a ( s) k e s o ( s)
(2)
Persamaan Beban :
T
kT
d2 o
d
B o , dengan T k T i a , dalam Laplace :
2
dt
dt
2
I a ( s) Js
Bs o ( s) atau :
J
I a (s)
Js 2
Bs
o (s)
kT
Substitusi (3) (2), diperoleh :
( s)
E g ( s)
(3)
s J Lm
Lg s
Rm
Rg J
kT
Lm
Lg B s
Rm
Rg B
k e kT
s
E f ( s)
o
( s) E g ( s)
x
E g ( s) E f ( s)
o
s J Lm
Lg s 2
Rm
Rg J
kT
Lm
kg
Lg B s
Rm
Rg B k e kT R f
sL f
d n 1y
bn 1 n 1
dt
b1
dy
dt
b0y
u(t)
................................. (2-1)
0.
Untuk suatu masukan u(t), maka keluaran y(t) dapat diperoleh dengan cara
menyelesaikan persamaan diferensial di atas. Dengan transformasi Laplace, persamaan
(2-1) menjadi :
(b n s n
b n 1s n
b1s b 0 )Y(s)
U(s) [b n y (n
(b n s
dengan y
dky
,k
dt k
1,2, , n
n 1
1)
(0) (b n s b n 1 )y (n
2)
(0)
b1 )y(0)]
............................................. (2-2)
Hal khusus, bila kondisi mula y(0), y(1)(0), y(2)(0), ..., y(n-1)(0) sama dengan nol, maka
persamaan (2-2) dapat dituliskan sebagai :
(b n sn
atau
Y(s)
U(s)
b n 1s n
b1s b 0 )Y(s)
U(s)
1
bns
b n 1s
n 1
................................. (2-3)
b 1s b 0
1
bns
b n 1s
n 1
b 1s b 0
U(s) .
............................................. (2-4)
Untuk itu, perlu diperkenalkan suatu metoda lain, yaitu metoda variabel keadaan (state
variable). Metoda variabel keadaan berdasarkan atas kenyataan bahwa ada informasi
lain yang menentukan keluaran dari sistem, selain masukannya, yaitu keadaan (state)
dari sistem.
y1 (t)
u 1 (t)
u(t)
u 2 (t)
u m (t)
y(t)
y 2 (t)
y p (t)
x 1 (t)
;
x(t)
x 2 (t)
x n (t)
(2-5)
Ruang dimensi n yang dibentuk oleh ke-n komponen dari x(t) disebut ruang keadaan
(state space). Keadaan sistem mempunyai hubungan erat dengan kondisi mula, karena
keadaan pada saat t=0 (saat permulaan u(t)), dapat diambil sebagai kondisi mula dari
sistem.
Bagi sistem dengan dinamika yang dapat dinyatakan dalam bentuk suatu
persamaan diferensial, maka jumlah komponen dari x(t) adalah sama dngan orde dari
persamaan diferensialnya. Karena untuk persamaan diferensial dengan orde n, maka ada
n besaran yang menentukan kondisi mulanya, yang dapat diambil sebagai x(0).
Perlu diperhatikan bahwa meskipun jumlah komponen dari x(t) untuk suatu
sistem adalah tetap (yaitu n), tetapi mereka tidaklah selalu unik. Berdasarkan konsep
variabel keadaan ini, maka dinamika sistem pada umumnya dapat dituliskan dalam dua
persamaan, yaitu :
x (t)
f (x(t), u(t), t)
........................................... (2-6)
........................................... (2-7)
Dalam persamaan keadaan, persamaan diferensial dari sistem yang berorde n, diubah
menjadi n buah persamaan diferensial orde 1 secara simultan dan ditulis dalam notasi
vektor matriks.
Untuk suatu sistem yang linier, maka persamaan keadaan dan persamaan
keluarannya merupakan kombinasi linier dari x(t) dan u(t), dan dituliskan :
Persamaan keadaan : x (t) = Ax(t) + Bu(t)
................................. (2-8)
................................. (2-9)
x (0)
x
C
Contoh 2-13
Perhatikan rangkaian listrik berikut.
L
i1
u(t)
C1 i2
v1
C2
v2
y(t)
Dari rangkaian di atas, kondisi mula ditentukan oleh v10, v20, dan i20, maka dipilih
variabel keadaannya adalah :
x1
v1
x2
v2
x3
v3
..................................................... (2-10)
Persamaan keadaan :
u
Ri 1
v1
Ri 1
x1
i1
v1
1
(i1
C1
i 2 )dt
v10
x1
1
(i1
C1
x 3 )dt
v10
x 1
i1
x3
x1
RC1
C1
v2
1
i dt
C2 2
v 20
x2
1
x 3dt
C2
v 20
x 2
x3
C2
di 2
dt
Lx 3
u
RC1
x1
R
x3
C1
u
R
........................................... (2-11)
......................................... (2-12)
v1
x1
v2
x2
x1
L
x 3
x2
L
......................................... (2-13)
x 1
x 2
x 3
1
RC1
1
L
1
C1
1
C2
1
L
x1
x2
x3
1
RC1
0 u
0
............................. (2-14)
A x + B u
(u hanya terdiri dari satu komponen, maka tidak ditulis dalam notasi vektor).
x1
0 1 0 x2
.................................................. (2-15)
x3
y
Cara ini lebih praktis digunakan bila diagram sistem diketahui di mana besaran-besaran
yang menentukan kondisi mula dipilih sebagai variabel keadaan.
y (n)
b n 1y (n
dengan y
(k)
1)
dky
,k
dt k
b0 y
1,2,......, n
u
.............................. (2-16)
Untuk itu, variabel-veriabel yang pada saat permulaan (t = 0) menentukan kondisi mula,
dipilih sebagai variabel keadaannya, yaitu :
x1
x2
y (1)
....................................... (2-17)
y (n
xn
1)
x 1
y (1)
x2
x 2
y (2)
x3
x n
y (n
x n
1)
.......................... (2-18)
xn
y (n)
b 0 y b1 y (1)
b 0 x1 b 0 x 2
b n 1 y (n 1) u
b n 1x n u
x 1
x 2
x 3
0
0
0
b0
x n
x
1
0
0
0
1
0
b1
b2
0
0
0
bn
x1
x2
x3
xn
0
0
0 u ..................... (2-19)
+ Bu
Persamaan keluaran :
Keluarannya adalah x1, maka :
x1
x2
1 0 0
.................................................. (2-20)
xn
y
Bila persamaan diferensial sistem mempunyai bentuk yang lebih umum seperti berikut :
y (n)
b n 1y (n
1)
b1y (1)
b0 y
a m u (m)
a m 1u (m
1)
a 1u (1)
a0u
............................... (2-21)
dengan m < n
x1(n)
b n 1x1(n
1)
b1x1(1)
b 0 x1
........................................ (2-22)
x2
x1(1)
x3
x 1(2)
..................................................... (2-23)
x 1(n
xn
1)
x 1
x1(1)
x2
x 2
x1(2)
x3
x n
x1(n
x n
1)
x1(n)
............................. (2-24)
xn
b 0 x1 b1 x1(1)
b 0 x1 b1 x 2
b n 1 x1(n
b n 1x n u
1)
x 1
x 2
x 3
0
0
0
b0
x n
x
1
0
0
0
1
0
b1
b2
0
0
0
bn
x1
x2
x3
xn
0
0
0 u ..................... (2-25)
+ Bu
x1(n
b n 1 x1(n
1)
b1 x1(1)
b 0 x1 , maka
u (1)
x 1(n)
b n 1 x 1(n
1)
b1 x 1(1)
b 0 x 1
u (1)
x (n)
2
b n 1 x (n
2
1)
b1 x (1)
2
b0x2
(2)
x (n)
3
1)
b n 1 x (n
3
b1 x (1)
3
............... (2-26)
b0x
u (m)
x (n)
m 1
b n 1 x (n
m
1)
1
b1 x (1)
m 1
b0x m
y (n)
b n 1 y (n
1)
b1 y (1)
b0y
a m x (n)
m 1
b n 1a m x (n
m
a m 1 x (n)
m
1)
1
b 0a m x m
1)
b n 1a m 1 x (n
m
b 0a m 1x m
a 0 x1(n)
b n 1a 0 x1(n
1)
b 0 a 0 x1
.(2-27)
Dengan menyamakan ruas kiri dan ruas kanan persamaan (2-27) didapat persamaan
keluaran :
y
a 1x 2 a m 1x m
a 0 x1
a mxm
x1
x2
x3
y
a1 a m
a0
0 0
............................. (2-28)
xm
xn
y
Contoh 2-14
Diketahui suatu sistem dinyatakan oleh persamaan diferensial :
y (4)
3y (3)
5y (2)
2y
Jawab :
Variabel keadaan dipilih :
x1
x2
y (1)
x3
y (2)
x4
y (3)
x 1
y (1)
x2
x 2
y (2)
x3
x 3
y (3)
x4
x 4
(4)
2y 5y (2) 3y (3) u
2x 1 5x 3 3x 4 u
Persamaan keadaannya :
Ax Bu
0
0
0
2
1
0
0
0
0
1
0
5
0
0
x
1
3
0
0
u ; dengan x
0
0
x1
x2
x3
x4
x1
Cx
(1 0 0 0)x
Contoh 2-15
Diketahui persamaan diferensial suatu sistem adalah :
y (4)
3y (3)
5y (2)
2y
4u (2)
6u (1)
Jawab :
Variabel keadaan x1 dipilih sedemikian rupa sehingga memenuhi :
x 1(4)
3x 1(3)
5x 1(2)
(1)
1
x2
x3
x 1(2)
x4
x 1(3)
dapat dituliskan :
2x 1
x 1
x1(1)
x2
x 2
x1(2)
x3
x 3
x 1(3)
x4
x 4
x1(4)
Persamaan keadaannya :
0
0
0
2
Ax Bu
1
0
0
0
0
1
0
5
0
0
x
1
3
0
0
u
0
1
x1
x2
x3
x4
; dengan x
Persamaan keluarannya :
x 1(4)
3x 1(3)
5x 1(2)
2x 1
u (1)
x 1(5)
3x 1(4)
5x 1(3)
2x 1(1)
(2)
x (4)
3
3x (3)
3
5x (2)
3
2x 3
x (4)
2
3x (3)
2
5x (2)
2
2x 2
sehingga :
y (4)
3y (3)
5y (2)
2y
4u (2)
6u (1)
4{x (4)
3
3x (3)
3
5x (2)
3
{x 1(4)
{x 1(4)
6x (4)
2
5{x 1(2)
Jadi : y
y
x1
Cx
6x 2
(1 6
4x 3
3x 1(3)
6x (2)
2
5x 1(2)
2x 3 } 6{x (4)
2
3x (3)
2
5x (2)
2
2x 2 }
2x 1}
(3)
4x (4)
3 } 3{x 1
4x (3)
3 } 2{x 1
6x (3)
2
6x 2
4x (3)
3 }
4x 3 }
atau
4 0) x
T(s)
Y(s)
U(s)
a msm
s
a m 1s m
b n 1s
n 1
a 1s a 0
b 1s b 0
dengan m < n
...... (2-29)
Pembentukan persamaan keadaan dan persamaan keluaran antara lain dapat dilakukan
dengan dua cara yaitu cara serial dan paralel.
T(s)
Y(s)
U(s)
a msm
a m 1s m
1 b n 1s
n 1
a 1s
b 1s
n 1
n 1
a 0s
b 0s
........................... (2-30)
Misalkan :
E(s)
U(s)
1 b n 1s
E(s)
U(s) (b n 1s
U(s)
1
b 1s
1
...................................... (2-31)
n 1
b 1s
b 0s
n 1
b n 1s 1 E(s) b1s
b 0 s n )E(s)
n 1
E(s)
b 0 s n E(s)
E(s)
Y(s)
U(s)
a msm
a m 1s m
n 1
a 1s
n 1
a 0s
U(s)
n 1
E(s) a 1s
n 1
E(s) a 0 s n E(s)
................ (2-32)
Dari gambar simulasi serial berikut, hanya integratornya yang memerlukan kondisi mula
(IC), sehingga keluaran integrator diambil sebagai variabel keadaan, seperti berikut
(dalam bentuk Laplace) :
Y(s)
E(s)
U(s)
E(s)= x n
x m+1 IC
IC
IC x
n
x2
am
s-1 E(s)
s m-n E(s)
-bn-1
a1
s-n+1 E(s)
IC
x 1 a0
s-n E(s)
-bm
-b1
-b0
Xi
1
X
s i
Xn
1
( b 0 X1
s
sX i
Xi
sX n
; i = 1, 2, , n - 1
..................................................... (2-33)
b1 X 2 b n 1 X n
U)
..................................................... (2-34)
; i = 1, 2,, n -1
.................................................... (2-35)
b1 X 2 b n 1 X n
b 0 X1
.................................................... (2-36)
xi
x n
;i
b 0 x1
1, 2,, n - 1
b1 x 2 b n 1 x n
................................................... (2-37)
................................................... (2-38)
a 0 X1
a 1X 2 a m 1X m
a mXm
................................................... (2-39)
a 1x 2 a m 1x m
a 0 x1
a mxm
................................................... (2-40)
x 1
x 2
x n
x n
x
x1
x2
0
b0
0
b1
1
bn
xn
xn
b2
+ Bu
0
1
............... (2-41)
Persamaan keluarannya :
x1
x2
y
a0
a1 a m
xm
0 0
am
............................ (2-42)
xn
y
Matriks A yang bentuknya seperti di atas biasa disebut matriks berbentuk kanonik.
T(s)
dengan
1,
K1
s
Y(s)
U(s)
2 , ,
K2
s
Kn
s
............................... (2-43)
n
dahulu, sehingga :
Y(s)
K1
s
K2
s
U(s)
1
U(s)
2
Kn
s
U(s)
.............................. (2-44)
x1
K1
x 20
x2
K2
xn0
xn
Kn
Karena hanya integrator yang memerlukan kondisi mula, maka keluaran integrator
diambil sebagai variabel keadaan.
Dalam bentuk Laplace :
Xi
sX i
+ X i + U ; i = 1, 2,, n
................... (2-45)
i xi
; i = 1, 2,, n
.............................. (2-46)
K2 X2 K n X n
K1 X1
............................. (2-47)
K2 x2 K n x n
K1 x 1
............................. (2-48)
x 1
x 2
x n
x
0
=
0
2
0
0
0
0
x1
x2
1
1
u
xn
......................................... (2-49)
1
x
+ Bu
Persamaan keluaran :
K1
K2 K n
x1
x2
xn
........................................ (2-50)
Matriks A yang bentuknya seperti di atas biasa disebut matriks berbentuk diagonal
(normal).
Perlu diperhatikan bahwa untuk sistem tertentu, variabel keadaan yang diambil pada
cara serie dan paralel tidaklah sama, karena pemilihan varaibel keadaan tidaklah unik.
Contoh 2-16
Tentukan persamaan keadaan dan persamaan keluaran dari sistem berikut, bila
diketahui fungsi alih sistem adalah :
Y(s)
U(s)
2(s 5)
s(s 2)(s 3)
Jawab :
Y(s)
U(s)
2(s 5)
s(s 2)(s 3)
2sU(s) 10U(s)
y (3)
10u
5y (2)
6y (1)
2u (1)
........................(1)
Karena masukannya bukan u saja (ada u(1)) maka dipilih variabel keadaan x1
sehingga
memenuhi :
x 1(3)
5x 1(2)
x2
x 1(1)
x3
x1(2)
6x1(1)
........................... (2)
sehingga :
x 1
x1(1)
x2
x 2
x1(2)
x3
x 3
x1(3)
5x1(2)
6x 1(1)
5x 3
6x 2
Persamaan keadaan :
0
0
1 0
0 1 x
0
0 u
; dengan : x
x 1
x 2
x 3
Persamaan keluaran :
Dari persamaan (2) :
u
u (1)
x1(3)
x1(4)
5x1(2)
5x1(3)
6x1(1)
6x1(2)
x (3)
2
5x (2)
2
6x (1)
2
dan x
x1
x2
x3
y (3)
5y (2)
6y (1)
2u (1)
10u
(2)
(3)
(2)
(1)
2{x (3)
+ 6x (1)
2 + 5x 2
2 } + 10{x 1 + 5x 1 + 6x 1 }
{10x1(3)
2x (3)
5{10x1(2)
2 }
2x (2)
6{10x1(1)
2 }
2x (1)
2 }
Jadi :
y
10x 1
2x 2
x1
10
0 x2
(10
0)x
x3
x 1
- x1
10
IC=0
- x2
x 2
IC=0
x 3
- x3
10
10
0.5
0.6
Contoh 2-17
Gambarkan kembali simulasi soal pada Contoh 2-16 secara serial dan paralel.
Jawab :
Simulasi serial
Y(s)
U(s)
2(s 5)
s(s 2)(s 3)
6x
x u 5x
6x
u
x 5x
0.2
u(t)
10
10
-x
y(t)
10
10
0.5
0.6
Simulasi paralel :
Y(s)
U(s)
2(s 5)
s(s 2)(2 3)
A
s
s 2
s 3
5As 6A
Bs(s 3) Cs(s 2)
Bs2
3Bs Cs2
(A B C)s2 0
(5A 3B 2C)s 2s
10
(*) : 2A 2B 2C
(**) : 5A 3B 2C
10
3A
B
(*) :
3 C
2Cs
A B C 0
5A 3B 2C
6A
2s 10
2s 10
....................(*)
2 .....................(**)
2
2 3A
0
15
2 5
3
3
X1 (s)
Y(s)
U(s)
X1 (s)
U(s)
X 3 (s)
X 3 (s)
U(s)
A 53
sX1 (s) 5 3 U(s)
x 1 5 3 u
s
s
B
3
sX 2 (s) 2X 2 (s)
3U(s)
s 2 s 2
x 2 2x 2
3u x 2
3u 2x 2
X1 (s)
U(s)
X 2 (s)
U(s)
X 3 (s)
U(s)
X 2 (s)
U(s)
X 2 (s)
U(s)
C
s 3
s 3
sX 3 (s) 3X 3 (s)
x 3
3 U(s)
3u
3x 3
0.166
x 1
0.3
x1
10
x 2
- x2
10
10
0.2
x 3
0.133
10
- x3
10
0.3
x 3
x1
3u
3u 2x 2
x2
x3
0 0
0 -2
0 0
0
0 x
-3
3 u
4
dan
y= 1
1x
Contoh 2-18
Diberikan rangkaian elektrik seperti berikut :
S
+
v(t)
1H
10
i(t)
1/15 F
Pada t = 0, saklar S ditutup. Sebelum saklar ditutup, ada tegangan pada kapasitor C
sebesar 10 Volt. Tentukan persamaan keadaan dan persamaan keluaran untuk sistem
di atas untuk t > 0, bila masukannya v(t) =10sint. Gambarkan simulasi komputer
analog nya.
Jawab :
v(t)
vR
vL
vC
...........................(1)
Dari rangkaian di atas, kondisi mula ditentukan oleh iLO dan vCO, maka dipilih variabel
keadaannya adalah :
x1
x2
i
vC
vL
v(t)
1
idt
C
vC
vL
vR
di
dt
vC
v CO
di
dt
10sint 10i v C
10sint 10i x 2
1
x2
idt v CO
C
1
x 2
15i 15x1
C
v L dt i LO
x1
v L dt i LO
x 1
vL
10sint 10i x 2
10sint 10x1 x 2
Persamaan keadaan :
-10
15
-1
x
0
1
10sint x
0
; dengan x
x 1
x 2
dan x
x1
x2
Persamaan keluaran :
i
x1
0x
Gambar simulasinya :
10sint x 1
- x1
100
x1
0,1
x 2
- x2
100
0,15
Contoh 2-19
Perhatikan contoh yang lalu (motor DC dengan If konstan).
Dipilih variabel keadaan :
x1
m (t)
x2
x3
m (t)
i a (t)
sehingga
x 1
(t)
m
m (t)
m (t)
dt
x 2
m (t)
x 3
di a (t)
dt
d2
m (t)
2
x2
.....................(*)
m (t)
dt
dt
i a (t)
d2
m (t)
2
dt
x 2
J m d 2 m (t)
K i dt 2
Bm d m (t)
K i dt
B m K i d m (t)
K i J m dt
Bm
x
Jm 2
Ki
x
Jm 3
Ki
i (t)
Jm a
.......................(**)
R a i a (t)
La
di a (t)
dt
eb
di a (t)
e a (t) R a i a (t) K b m (t)
dt
di a (t)
Ra
Kb
1
e a (t)
i a (t)
(t)
dt
La
La
La m
Kb
Ra
1
x 3
e a (t)
x2
x
...............................(***)
La
La
La 3
La
Persamaan keadaan :
x 1
x 2
1
Bm
Jm
Kb
La
x 3
0
0
Ki
Jm
Ra
La
x1
x2
x3
1
La
e a (t )
Persamaan keluaran :
y
m (t)
x1
x1
0 x2
x3
mula-mula dibahas solusi untuk persamaan keadaan homogen, dilanjutkan dengan solusi
untuk persamaan keadaan non-homogen, dan ditutup dengan solusi persamaan keluaran.
Ax
Solusi persamaan homogen dapat dilakukan dengan berbagai cara, antara lain
melalui domain waktu, melalui matriks transisi, dan melalui transformasi Laplace.
x(t)
b0
b1
ax
b1
b2 t 2 bk t k
b1 t
2b 2 t kb k t k
2b 2 t kb k t k
a(b 0
b1 t
ab 0
b1
b 2 t 2 b k t k )
ab1 t ab 2 t 2 ab k t k
ab 0
2b 2
ab 1
b2
1
2
3b 3
ab 2
b3
1
3 ab 2
1
2
ab1
a.ab 0
1 1
3a 2
a 2 b0
1
2
a 2 b0
1 3
6 a b0
bk
1
a b
k! k 0
x(t) pada t = 0 = b 0
x(t)
x(t)
x(0)
1 2 2
a t
2!
e at x(0)
1 3 3
1 k k
a t
a t )x(0)
3!
k!
(1 at
Vektor matriks : x
Ax
; A = n x n, matriks konstan
e At x(0)
x(t)
(t)x 0
(t)x 0
Ax
(t)x 0
(t)
A (t)x 0
A (t)
Jadi :
e At
(t)
e At x 0
Ax
(u = 0)
Transformasi Laplacenya :
sX(s) x(0) AX(s)
sX(s) AX(s) x(0)
(sI A )X(s) x(0)
X(s)
x(0)
(sI A )
X(s)
(sI A ) 1 x(0)
(sI - A ) -1
L-1[(sI - A ) -1 ]
A A2
+ 3
s2
s
A2t2
2!
k k
A t
= I+
k=1 k!
I
At
1!
A3
s4
A 3t 3
3!
= e At
Sehingga :
x(t) = e At x(0)
(t) = A (t)
(t)x 0
(t) = e At
2 , ,
1,
n=
1t
0
2t
3t
nt
1 0
0 1
sI - A =
-A
adj(sI - A)
det(sI - A)
11
(-1) 2 minor
12
(-1) 3 minor
21
(-1) 3 minor
22
(-1) 4 minor
11
21
12
22
dikali dengan e - At
x - Ax = Bu
e - At (x - Ax) = e - At Bu
d - At
e x = e - At Bu
dt
t
e - At x = x(0) + e - A Bu ( )d
0
t
At
y = Cx + Du
dengan y adalah solusi persamaan keluaran, x solusi persamaan keadaan dan u adalah
masukan.
Contoh 2-20
Diketahui
x = Ax + bu , di mana A =
0 6
0
; b=
-1 - 5
1
1
0
-6
s+5
Adj(sI - A )
det(sI - A )
(sI - A ) -1 =
Adj(sI - A )
11
= (-1) 2 (s + 5) = s + 5
12
= (-1) 3 (1) = -1
det(sI - A )
21
= (-1) (6) = 6
22
= (-1) 4 s = s
-6
s+5
s2
(s 5) 6
s+5
-1
5s 6
(s 2)(s 3)
s 5
(s 2)(s 3)
-1
(s 2)(s 3)
(sI - A ) -1
6
(s 2)(s 3)
s
(s 2)(s 3)
At
3e -2t
e
2e
3t
3t
6e
3t
2t
6e -2t
2e
6e
2t
3t
3e
3t
x(t)
A (t t 0 )
e A (t
x t0
Bu( )d
x(t) =
3e -2t
e
t
3e -2(t-
x(t) =
3t
3t
3(t- )
3e -2t
2e
3t
3t
2t
2e
3(t- )
6e -2t
2e
2(t- )
2t
2e
1
3e 3t
3
2e 2t 2e
3t
2t
1
3t
3e
6e -2(t2e
6e -2(t2e
6e
2(t- )
6e
2(t- )
0
3(t- )
3e
3(t- )
3e
3(t- )
3(t- )
0
1
1d
6
s
Contoh 2-21
Diketahui persamaan diferensial :
+ 2y =
y + 3y
u + 7u +12u
Persamaan sistem tersebut dapat dituliskan dalam suatu persamaan vektor matriks :
x = Ax + Bu
+ 2x = u
x + 3x
x 1
x 2
x2
x 1
x3
sehingga :
x 1 x 2
x 2
x 3
x3
1
3x
2x 1
2x 2
3x 3
Persamaan keadaannya :
0
x = 0
1
0
0
0
1 x+ 0 u
-2
-3
1
B
-1
0
-1
0
0
2
2
3
+3
3) 0 0 0 2
3
2
+3
+ 2) = 0
( + 1)( + 2) = 0
1=
0;
2=
-1;
3=
Matriks diagonal D :
D= 0
0
0
0
0
= 0
3
0
-1
0
0
-2
-2
BAB III
a0 y
( n 1)
a1 y
( m)
an 1 y
an y
b0 x
( m 1)
bn 1 x
b1 x
an x
(n
m)
(3-1)
y (0)
( n 1)
( m)
y (0) y(0)
( m 1)
x (0)
x (0) x(0)
(3-2)
Maka fungsi Laplace Persamaan 3-1 dengan mengambil semua kondisi mula =0 adalah
sbb:
[a0 s n
a1 s n
b1 s m
... bm 1 s
bm ] X (s)
(3-3)
Dengan menganggap input = X(s), output = Y(s), maka fungsi alihnya adalah :
L [keluaran]
|
L [masukan] semua kondisis
Y(s)
X(s)
b0 s
a0 s n
m 1
b1 s
a1 s n
mula 0
bn 1 s bm
an 1 s an
61
(3-4)
Gambar 3-1: Fungsi alih 2 komponen yang terhubung seri tanpa terbebani
Gambar 3-2: Fungsi alih 2 komponen yang terhubung seri dan terbebani
x(t)
f(t)
x(t)
M
f(t)
Menurut hukum Newton dan hukum Hooke, maka dalam keadaan seimbang :
f(t)
d 2 x(t)
dt 2
dx(t)
dt
................................................... (3-5)
K(t)
Fungsi alih :
TF
X(s)
F(s)
................................................... (3-6)
F(s)
Ds K)X(s)
................................................... (3-7)
Sehingga diperoleh:
TF
X(s)
F(s)
Ms
1
Ds K
................................................... (3-8)
J
D
masukan.
= penyimpangan sudut
keluaran
D = gesekan
Berdasarkan hukum Newton dan hukum Hooke, dalam keadaan seimbang :
T(t)
d2
m (t)
2
dt
m (t)
dt
m (t)
................................................... (3-9)
Js2
m (s)
(Js2
Ds
Ds K)
m (s)
m (s)
m (s)
.................................................. (3-10)
TF
m (s)
T(s)
Js
1
Ds K
................................................ (3-11)
masukan
Tm ,
gir mekanis
N1
T1
Motor
Jm
Dm
keluaran
N2
K
J
T2 , 2
D
Gambar 3-5: Sistem roda gigi mekanis.
Roda gigi mekanis mempunyai perbandingan gigi roda gigi :
N1
N2
Tm
T1
(J ms2
T2
(Js2
Ds)
D ms)
................................................. (3-12)
................................................. (3-13)
Misalkan jari-jari roda gigi 1 = r1 dan roda gigi 2 = r2, maka karena penyimpangan linier
m
r1
r2
N1
N2
N1
N2
........................ (3-14)
T2
T1
T2 N
T1
Tm
[(Js2
Ds K)N 2
(J ms2
D ms)]
(J m s2
D m s)
TF
Tm
(Js
Ds K)N
N2
2
....................... (3-16)
Ia
La
keluaran
If
konstan
Ei
masukan
beban mekanis
rotasi
(R a
sL a )I a
eb
(R a
sL a )I a
Kb
(R a
sL a )I a
Kb s
Catatan :
....................................... (3-17)
Km Ia
; Km
konstanta motor
Momen putar yang digunakan untuk menggerakkan beban yang terdiri dari J dan D
serta K (mekanis rotasi),
(Js2
Ta
Ds K)
Ta
(Js2
Km Ia
(Js2
Ia
Ds K)
Ds K)
Km
..................................................... (3-18)
Ei
(R a
(R a
TF =
sL a )
(Js2
sL a )(
Ds K)
Km
Js2
Ds K
)
Km
Kb s
Kb Km s
Km
Km
Ei
(R a
sL a )(Js
Ds K) + K b K m s
.............................. (3-19)
Dalam servo :
Km
K b <<, R a >> L a
sehingga
Km
bila K <<
sebut : K'
dan
Km
m
Ei
Ra
J
D( s 1)s
D
Ei
Km
Js
Ra
Ds
E i Js
Km
Ra
s(Js D)
Ra
Ds K
(R a D)
J
, maka
D
K'
s( m s 1)
...................................................... (3-20)
Rf
Rg
Lf
if
ef(t)
eg(t)
Lg
ia
ea(t)
zL
Nilai ia tergantung pada impedansi rangkain beban ZL. Tegangan induksi dalam jangkar
(eg(t)) adalah fungsi dari kecepatan putaran n dan fluks yang dihasilkan oleh medan, ,
sehingga
e g (t)
K1n
Fluks tergantung pada arus medan dan karakteristik besi yang digunakan dalam medan,
dan hubungannya dapat diekspresikan (dalam keadaan jenuh) sebagai berikut :
K2 i f
sehingga
e g (t)
K1 K2 n i f
e g (t)
Kg i f
....................................................... (3-21)
Rf if
Lf
di f
dt
if
...................................................... (3-22)
e g (t)
Kg
...................................................... (3-23)
e f (t)
L f de g (t)
K g dt
Rf
e (t)
Kg g
Transformasi Laplacenya :
E f (s)
Rf
E (s)
Kg g
1
(R
Kg f
Lf
sE (s)
Kg g
sL f )E g (s)
Fungsi alih :
Kg
E g (s)
E f (s)
bila K =
Kg
Rf
E g (s)
E f (s)
Kg
Rf
sL f
dan
K
1+ s
Rf
Lf
1
s
Rf
Lf
, maka
Rf
............................................ (3-24)
3.1.6. Potensiometer
Mencari selisih posisi mekanis antara keluaran dan masukan.
masukan
R
VR
keluaran
VC
= simpangan masukan
= simpangan keluaran
E = sumber tegangan DC
T
Ver = tegangan listrik yang dihasilkan karena adanya perbedaan simpangan masukan
dan keluaran.
Ver
VR
VC
VR
VR
VC
Ver
VC
C)
Kp (
C)
TF
Ver
R
....................................................... (3-25)
Kp
C
i(t)
eo (t)
R2
i(t)
TF
I(s)
e i (t)
e o (t)
E i (s)
E o (s)
E i (s)
(R 1
E o (s)
(R 2
E o (s)
E i (s)
R2
1
)I(s)
sC
1
)I(s)
sC
TF
E o (s)
E i (s)
sCR 2 1
(R 1 R 2 )sC 1
.......................................... (3-26)
R1
e i (t)
i(t)
R2 eo (t)
E i (s)
sC
E o (s)
TF =
1
R1
R 2 I(s)
R 2 I(s)
E o (s)
E i (s)
E o (s)
E i (s)
R2
R1 R 2
1 sCR 1
R2
1
RC
R1 R 2 1
............................... (3-27)
Z1
Z2
C2
C1
R4
R2
i1
i2
R1
R3
Ei(s)
E(s)
Eo(s)
pembalik tanda
Z1
R1
R 1 C1 s 1
dan Z 2
R2
R 2 C2 s 1
E i (s) E (s)
Z1
karena E (s)
E(s)
E i (s)
i 2 atau
E (s) E(s)
Z2
0 , maka
Z2
Z1
R 2 R 1C 1s 1
R 1 R 1C 1s 1
C1
C2
s
s
1
R 1C 1
1
R 2C2
Tanda minus pada fungsi alih di atas memperlihatkan bahwa rangkaian di atas memiliki
beda fasa antara input dan output sebesar 180o.
E o (s)
E i (s)
R4
R3
E o (s)
E i (s)
E o (s) E(s)
E(s) E i (s)
E o (s)
E i (s)
R 2 R 4 R 1C 1s 1
R1R 3 R 2 C2 s 1
E o (s)
E i (s)
Ts 1
Ts 1
Kc
R 4 C1
R 3C 2
s
Kc
s
s
s
1
R 1C 1
1
R 2C2
1
T
1
T
.............. (3-28)
dengan
R 1C1
R 2 C2
; Kc
R2R4
R1R 3
R 4 C1
R 3C 2
Perhatikan bahwa
R 4 C1 R 2 C 2
R 3 C 2 R 1C1
Kc
R 2 C2
R 1C1
R2R4
R1R 3
Kc
Berdasarkan persamaan (3-19), rangkaian ini adalah rangkaian fasa maju jika
R 1C1
R 2 C 2 atau
R 2 C2 .
Y(s)
U(s)
............................................... (3-29)
G(s)
Ax
Bu
.............................................. (3-30)
y = Cx + Du
.............................................. (3-31)
AX(s) BU(s)
............................................. (3-32)
............................................. (3-33)
........................................... (3-34)
Y(s)
= G(s) = C(sI A) -1 B D
U(s)
.......................................... (3-35)
Contoh 3-1 :
Perhatikan kembali contoh motor DC dengan arus medan If konstan sebelumnya.
Persamaan keadaannya :
0
x
0
0
1
B
- m
Jm
K
- b
La
0
0
Ki
x + 0 e a (t)
Jm
1
Ra
La
La
Persamaan keluarannya :
y= 1
x1
0 x2
x3
G(s) = C(sI - A ) -1 B D
1
s 0 0
0 s 0
= 1 0 0
0 0
1
B
- m
Jm
Kb
La
s
0
0
Ki
Jm
Ra
La
1
s
= 1 0 0 0
0
-1
B
s+ m
Jm
Kb
La
0
Ki
Jm
R
s+ a
La
0
0
1
La
1
sebut : [ x]
= 0
0
-1
B
s+ m
Jm
0
Ki
Jm
Kb
La
s+
Bm
Jm
( 1) 2
x 12
( 1) 3 0
x 13
( 1) 4 0
x 21
( 1) 3 ( s
Ra
) 0
La
x 22
( 1) 4 s(s
Ra
) 0
La
x 23
( 1) 5
Kb
s 0
La
x 31
( 1) 4
Ki
Jm
Adj[x]
det[x]
Ra
La
x 11
Ra
La
Ki Kb
J m La
0
+ 0
1
La
Ki
s 0
Jm
x 32
( 1) 5 -
x 32
( 1) 6 s(s
Bm
) 0
Jm
-1
B
s+ m
Jm
Kb
La
s+
[x]
Bm
Jm
Bm
Jm
s+
s s+
Bm
Jm
s+
s+
0
Ki
Jm
R
s+ a
La
-
Ra
La
Ra
Ki Kb
+
La
J m La
s+
s+
Ra
La
Ki
Jm
s s+
Ra
La
Ki
s
Jm
Kb
La
Bm
Jm
s+
Ra
La
Ra
Ki K b
+
La
J m La
G(s) = 1 0 0
s s+
Ki K b
s
J m La
s+
Ra
La
s s+
Kb
La
s+
Ra
La
Bm
Jm
Ki K b
s
J m La
Bm
Jm
s s+
Ki
Jm
Ra
La
Ki
s
Jm
s s+
Ki K b
s
J m La
Bm
Jm
0
0
1
La
G(s) =
B
s s+ m
Jm
1
R
s+ a
La
Bm
Jm
1
R
s+ a
La
G(s) =
s s+
Ki K b
s
J m La
Ki K b
s
J m La
R
s+ a
La
Ki K b
R K
s+ a i
J m La
La J m
0
0
1
La
Ki
)
J m La
Ki
G(s) =
s3
G(s) =
B
s+ m
Jm
Ra
La
Bm 2
s
Jm
Bm R a K i K b
s J m La
J m La
Ki
J m L a s3
(J m R a
B m L a )s2
(Bm R a
K i K b )s
Terlihat bahwa sistem di atas tidak memiliki zero, tetapi memiliki tiga buah pole, yaitu
s = 0
s =
s=
(J m R a B m L a )
2J m L a
(J m R a B m L a )
2J m L a
J 2m R 2a
2J m L a B m R a
4J m L a K i K b
2J m L a
J 2m R 2a
2J m L a B m R a
4J m L a K i K b
2J m L a
Ef
Eg
I f konst
konst
Eb
+
E
Detektor galat
R
Kp
Potensiometer
E Ka
Amp
Kg
Ef
s
Km
Eg
1
Generator
DC
s(s
1)
Motor DC
Detektor galat
R
Kp
TF :
Kp
C
Ef
E Ka
TF :
Ef
E
pada frekuensi
Ka
rendah
Kg
Ef
s
Eg
1
Km
Eg
s(s
TF :
Eg
Ef
Kg
s
1)
TF :
Km
Eg
s(s
1)
Contoh 3-2:
x1
a
c
b
x2
.................................................. (3-36)
Sistem kendali posisi yang mempunyai diagram blok seperti Gambar 3-13, SFG-nya
ditujukkan pada Gambar 3-16.
Km
R
Kp
Ka
Eg
Ef
s(s
1)
Kg
s
-1
1. Rangkaian Seri.
G1
x1
G2
x2
G 1G 2
x1
G1G 2
G2
G1
x2
atau G 2 G 1
x1
x2
x2
x1
2. Rangkaian Paralel.
G1
x1
x2
x2
x2
x1
x2
G 1 x1 G 2 x1
(G 1 G 2 )x 1
G1
G1 G2
x1
G2
x2
G1 G 2
x1
G2
x2
x1
x3
x1
x2
e
x1 x 2
x3
Ge
x3
x2
Gx 1 Gx 2
x1
x3
1
x1
x3
G
x2
x2
x1
x2
x1
x3
x3
x2
1
x )
G 2
x1
1
G
Gx1 x 2
x3
G ( x1
x3
x1
x3
1
G
x2
x2
x1
x2
x1
Gx 1
1
x
G 2
x1
x1
x2
1
G
x1
x1
x2
x1
x2
x2
-1
G
-1
x2
x2
x2
Gx 1
x2
x2
1
x2
+1
x1
x1
x1
x2
G
x1
x2
Ge
G x1 Hx 2
1 GH x 2
Gx1 GHx 2
Gx1
G
x
1 GH 1
x2
x2
x1 Hx 2
e
x2
x1
G
1 GH
x1
G
1 GH
x2
x2
x1
Contoh 3-3:
Reduksikan diagram blok berikut, bila :
a. blok K diisolasikan dalam arah maju (forward path),
b. blok K tidak diisolasikan dalam arah maju.
Dan tentukan
C(s)
dalam keadaan seperti itu.
R(s)
R(s) +
1
s 4
C(s)
s
0,1
R(s) +
--+
1
s 4
C(s)
s
s 4
0,1
s 4
R(s) +
1
s 4
+
+
C(s)
s
s 4
0,1
s 4
R(s)
C(s)
s 4
s 0,1
s 4
R(s)
K
K(s 0,1)
1
s 4
R(s)
K
(1 K)s (4 0,1K)
TF
C(s)
R(s)
1
s 4
C(s)
C(s)
K
(1 K)s (4 0,1K)
Gambar 3-18: Tahapan penyederhanaan diagram blok untuk Gambar 3-17 dengan K
diisolasi.
b. K tidak diisolasi :
R(s) +
K
s 4
C(s)
s
0,1
R(s)
K
(1 K)s
C(s)
0,1
R(s)
(1 K)s
TF
C(s)
R(s)
K
(4 0,1K)
C(s)
K
(1 K)s (4 0,1K)
Gambar 3-19: Tahapan penyederhanaan diagram blok untuk Gambar 3-17 dengan K
tidak diisolasi.
Contoh 3-4:
Diketahui diagram blok seperti berikut. Tentukan outputnya C(s).
D(s)
R(s) +
G 1 (s)
C(s)
G 2 (s)
Jawab :
Untuk menentukan C(s) dalam sistem masukan banyak (multiple input), dilakukan
dengan cara superposisi, yaitu membuat satu masukan aktif untuk satu saat tertentu,
sedang yang lain dibuat = 0. Dari contoh ini, maka
R(s) +
G 1 (s)G 2 (s)
C R (s)
G 1 (s)G 2 (s)
1 G 1 (s)G 2 (s)
G 1 (s)G 2 (s)
C R (s)
R(s)
1 G 1 (s)G 2 (s)
C D (s)
G 2 (s)
-1
D(s) +
G 2 (s)
C D (s)
+
-1
D(s) +
-
G 2 (s)
C D (s)
G 1 (s)
G 1 (s)
Gambar 3-22: Penyederhanaan diagram blok Gambar 3-20 dengan mengabaikan sinyal
masukan.
C D (s)
D(s)
G 2 (s)
1 G 1 (s)G 2 (s)
C D (s) =
G 2 (s)
D(s)
1 G 1 (s)G 2 (s)
G 1 (s)G 2 (s)
G 2 (s)
R(s)
D(s)
1 G 1 (s)G 2 (s)
1 G 1 (s)G 2 (s)
G 2 (s)
(G (s)R(s) + D(s))
1 G 1 (s)G 2 (s) 1
n 1
................................................... (3-37)
dengan :
Tn = fungsi alih dari arah maju ke-n.
n = 1, 2, 3, ...
= determinan dari SFG, ditentukan sebagai berikut,
=1
L1
L2
L3
L4
L1
L2
perkalian penguatan dari dua lintasan tertutup yang tidak saling bersinggungan
(
L2
L3
perkalian penguatan dari tiga lintasan tertutup yang tidak saling bersinggungan.
.dan seterusnya.
Contoh 3-5:
C(s)
sistem dengan SFG berikut ini.
R(s)
H2
H3
G2
G1
G3
G4
R(s)
G5
G8
G6
H6
C(s)
G7
H7
G 1G 2 G 3 G 4
T2
G 5G 5G 7 G 8
L1
G 2 H 2 ; G 3H 3; G 6H 6 ; G 7 H 7
L1 G 2 H 2
L2
G 3H 3
G6H6
G7H7
G 2 H 2 G 6 H 6 ; G 2 H 2 G 7 H 7 ; G 3 H 3G 6 H 6 ; G 3 H 3G 7 H 7
L2 G 2 G 6 H 2 H 6
L3
G 2G 7 H 2 H 7
G 3G 6 H 3 H 6
G 3G 7 H 3 H 7
0
L3
1 (G 6 H 6
G7H7 )
1 (G 2 H 2
G 3H 3 )
1 (G 2 H 2 G 3 H 3 G 6 H 6 G 7 H 7 ) (G 2 G 6 H 2 H 6
G 3G 6 H 3 H 6 G 3G 7 H 3 H 7 )
C(s)
R(s)
T(s)
T1
1 G2H2
T2
G 2G 7 H 2 H 7
G 1G 2 G 3 G 4 (1 G 6 H 6 G 7 H 7 ) G 5 G 5 G 7 G 8 (1 G 2 H 2 G 3 H 3 )
G 3 H 3 G 6 H 6 G 7 H 7 G 2 G 6 H 2 H 6 G 2 G 7 H 2 H 7 G 3G 6 H 3 H 6 G 3G 7 H 3 H 7
Contoh 3-6:
Tentukan fungsi alih dari fungsi berikut :
G7
G8
R (s)
G1
G2
G3
G4
- H4
G6
G5
C(s)
- H1
- H2
-H3
Jawab:
T1
G 1G 2 G 3 G 4 G 5 G 6
T2
G 1G 2 G 7 G 6
T3
G 1G 2 G 3 G 4 G 8
L1
G 1G 2 G 3 G 4 G 5 G 6 H 3 ; G 2 G 3 G 4 G 5 H 2 ; G 4 H 4 ; G 5 G 6 H 1 ; G 1G 2 G 7 H 3 G 6 ;
G 8 H 1 ; G 2 G 7 H 2 ; G 1G 2 G 3 G 4 G 8 H 3
L1
G 1G 2 G 3 G 4 G 5 G 6 H 3
G 8 H1
L2
G 2G 7 H 2
G 2 G 3G 4 G 5 H 2
G 4H4
G 5 G 6 H1
G 1G 2 G 3 G 4 G 8 H 3
G 4 H 4 G 2 G 7 H 2 ; G 4 H 4 G 1G 2 G 7 G 6 H 3 ; G 8 H 1G 2 G 7 H 2
L 2 G 2G 4G 7 H 2H 4
L3
G 1G 2 G 4 G 6 G 7 H 3 H 4
0
L3
1 0 1
1 ( G 4H4 ) 1 G 4H4
1 0 1
1
T(s)
L1
C(s)
R(s)
L2
T1
T2
T3
G 2 G 7 G 8 H1H 2
G 1G 2 G 7 G 6 H 3
Contoh 3-7:
Carilah fungsi alih sistem dengan diagram blok berikut melalui:
a. reduksi diagram blok
b. signal flowgraph.
b
R(s) +
G1
+ -
H2
G2
G3
G4
C(s)
+
H1
H3
C(s) = G4.a
b = H2.a
a=
H2 .
C(s)
G4
H
C(s)
= 2 C(s)
G4
G4
a. Cara reduksi :
H2/G 4
R(s) +
G1
+ -
G2
G 3G 4
G3
+
H1
H3
G4
C(s)
H2/G 4
R(s) +
+ -
G1
C(s)
G 3G 4
1 G 3G 4 H 1
G2
G 2 G 3G 4
1 G 3G 4 H 1
H3
G 2 G 3G 4
R(s) +
G1
(1 G 3 G 4 H 1 )
G 2 G 3G 4 H 2
1 (
)
1 G 3G 4 H 1 G 4
C(s)
H3
G 2 G 3G 4
(1 G 3 G 4 H 1 )
G 2G 3H 2
1 G 3G 4 H 1
1 G 3G 4 H 1
G 2 G 3G 4
1 G 3G 4 H 1 G 2 G 3 H 2
R(s) +
G 1G 2 G 3 G 4
1 G 3G 4 H 1 G 2 G 3 H 2
C(s)
H3
Gambar 3-26: Tahapan reduksi diagram blok sistem pada Gambar 3-25.
C(s)
R(s)
C(s)
R(s)
G 1G 2 G 3 G 4
1 G 3G 4 H 1 G 2 G 3 H 2
G 1G 2 G 3 G 4
1 (
)H
1 G 3G 4 H 1 G 2 G 3 H 2 3
G 1G 2 G 3 G 4
1 G 3 G 4 H 1 G 2 G 3 H 2 G 1G 2 G 3 G 4 H 3
G1
G2
G3
G4
C(s)
H1
H3
T1
G 1G 2 G 3 G 4
L1
G 2 G 3 H 2 ; G 3 G 4 H 1 ; G 1G 2 G 3 G 4 H 3
L1 G 3 G 4 H 1
L2
G 2G 3H 2
G 1G 2 G 3 G 4 H 3
G 2G 3H 2
G 1G 2 G 3 G 4 H 3
0
L2
1 0 1
1 G 3 G 4 H1
C(s)
R(s)
T1
1 G 3 G 4 H1
G 1G 2 G 3 G 4
G 2 G 3 H 2 G 1G 2 G 3 G 4 H 3
Terbukti bahwa kedua cara tersebut menghasilkan fungsi alih yang sama.
BAB IV
akselerasi, fungsi impuls, fungsi sinusoida dan sebagainya. Dengan sinyal uji ini dapat
dilakukan analisis matematika dan eksperimen secara mudah, karena sinyal-sinyal ini
merupakan fungsi waktu yang sederhana.
Pada bab ini mula-mula akan dibahas tanggapan transient sistem orde-1, dan
dilanjutkan dengan sistem orde-2 dan sistem orde tinggi. Parameter-parameter transient
untuk mengukur unjuk kerja sistem orde-2 dibahas pada bagian berikutnya. Selanjutnya,
analisis keadaan tunak sistem dilakukan untuk mengukur ketelitian sistem. Analisis
kepekaan digunakan untuk mengetahui pengaruh perubahan karakterisitik komponen
terhadap karakteristik sistem. Bab ini ditutup dengan analisis kestabilan, dimulai dengan
konsep dasar kestabilan dan diakhiri dengan metoda Routh Hurwitz untuk analisis
kestabilan.
R(s) +
E(s)
1
Ts
C(s)
C(s)
R(s)
1
Ts 1
93
C (s)
Dari persamaan terakhir ini terlihat bahwa tanggapan sistem akan tergantung baik pada
karakteristik sistem yang diwakili oleh
Berikut ini akan dibahas tanggapan sistem orde-1 tersebut terhadap beberapa macam
sinyal masukan.
Masukan Undak Satuan (unit step)
1
R(s)
Ts 1
1
T
s Ts 1
C(s)
c(t)
1
s
R(s)
r(t) = u(t)
C(s)
1 1
Ts 1 s
1 e
(t
0)
c(T)
1 e
0,632
Konstanta waktu T yang lebih kecil mempercepat tanggapan sistem. Karakteristik kurva
tanggapan eksponensial adalah kemiringan garis singgung pada t = 0 adalah
dc
dt
1
e
T
1
T
T
t 0
c(t)
1
kemiringan= T
r(t)
u(t)
1
0,632
c(t) 1 e
0
1
, karena
T
tu(t)
1
s2
R(s)
1
1
Ts 1 s2
1 T
T2
s2 s Ts 1
C(s)
c(t)
C(s)
t T Te
(t
0)
Sinyal galat :
e(t)
r(t) c(t)
T(1 e
e( )
T)
c(t)
galat
keadaan
tunak
r(t)=tu(t)
c(t)
0
(t)
C(s)
c(t)
R(s)
c(t)
1
Ts 1
1
e
T
1.
T
(t
0)
c(t)
0
Gambar 4-4: Tanggapan sistem orde-1 terhadap masukan impuls
a 2 s2
a 1s a 0
Pada kawasan frekuensi, orde dari sistem ditunjukkan dari pangkat variabel (s) yang
tertinggi untuk sistem fungsi alih lup tertutup (closed loop transfer function = CLTF).
Pada kawasan waktu, orde dari sistem adalah orde suku persamaan diferensial yang
tertinggi dari keluaran sistem tersebut.
R +
C
R
E
R
G
1 GH
1
1 GH
CLTF
Contoh 4-1:
Elemen arah maju terdiri dari amplifier dan motor + beban.
G=
AK m
s(s m 1)
Km
s(s
C
1)
C
TF:
R
G
1 GH
G
1 G
AK m
m
............................. (4-1)
AK m
s
m
AK m
............................. (4-2)
............................ (4-3)
s2
2s
ns
2
n
maka
AK m
n m
1
AK m
............................ (4-4)
s2
2s
2
n
ns
kemungkinannya adalah
1. kedua akar persamaan riel dan tidak sama ( > 1)
2. kedua akar persamaan riel dan sama ( = 1)
3. kedua akar persamaan kompleks sekawan (0<<1)
u(t)
1
s
R(s)
R(s)
1
s
C(s)
2
n
s(s 2
2
n)
Untuk > 1
C(s) dapat diuraikan menjadi :
C(s)
K1
s
K2
s s1
K3
s s2
Im
s2
s1
0 s3
Riel
s1
s2
s3
Gambar 4-7: Konfigurasi pole sistem orde-2 untuk kasus teredam lebih.
s1 dan s2
s3 = 0
dan
K1
1
1
K2
2(
1 1)
1 1)
K3
2(
maka didapat :
c(t) 1 K2e
1)
nt
K3e
c(t)
1)
nt
................................ (4-5)
r(t)=u(t)
1
c(t)
teredam lebih
(over damped)
Gambar 4-8: Tanggapan step sistem orde-2 untuk kasus teredam lebih
Untuk = 1
2
n
s(s
n)
Im
s1 = s 2
s3 0
s3 0
s1 = s 2
Riel
Gambar 4-9: Konfigurasi pole sistem orde-2 untuk kasus teredam kritis
C(s)
K1
K1
(s
K2
n)
n;
c(t) 1
(s
K2
n)
1 ;
n te
nt
K3
s
K 3 = 1, maka
nt
............................... (4-6)
c(t)
r(t)=u(t)
1
critical
damped
c(t)
0
Gambar 4-10: Tanggapan step sistem orde-2 untuk kasus teredam kritis
C(s)
K1
s
K2
s s1
K3
s s2
Im
- s1
s2
s3
s3 0
=-
s1
Riel
sin
0
1
= arc sin 1
- s2
Gambar 4-11: Konfigurasi pole sistem orde-2 untuk kasus teredam kurang
dengan :
K1
K2
e- j
2jsin
K3
e+j
2jsin
c(t) = 1 +
e1-
, maka
nt
sin(
nt
1-
.............................. (4-7)
Gambar 4-12: Tanggapan step sistem orde-2 untuk kasus teredam kurang
Gambar 4-13: Tanggapan step sistem orde-2 untuk kasus teredam kurang
Dalam tanggapan peralihan ada beberapa hal yang akan ditentukan besarannya, antara
lain adalah sebagai berikut.
1. Waktu tunda (td) : Waktu yang diperlukan agar tanggapan mencapai
50 % nilai akhir pertama kali.
2. Waktu naik (tr) : Waktu yang dibutuhkan agar tanggapan naik dari :
- 0 % ke 100 % dari nilai akhirnya (teredam kurang)
- 10 % ke 90 % dari nilai akhirnya (teredam lebih)
3. Waktu Puncak (tp) : Waktu yang dibutuhkan agar tanggapan mencapai
puncak simpangan pertama kali.
4. Presentase simpangan puncak, Mp :
Perbandingan antara nilai puncak tertinggi dari kurva tangapan terhadap nilai akhir
tanggapan
C tp c ~
% Mp
x100 %
C(~)
% Mp merupakan indikator langsung kestabilan relatif sistem.
5.
c( t r ) 1 1 e
Mengingat
ntr
cos
dtr
0,
cos
dtr
sin
dtr
maka
sin
dtr
Atau :
tan
Diperoleh
tr
dtr
1
d
tan
d
d
Gambar 4-14: Hubungan antara letak pole dan besaran waktu alih.
sin
dtp
t tp
ntp
Diperoleh :
sin
dtp
Sehingga :
0, , 2 , 3 ,
dtp
tp
d
Mp
c tp
tp
1
n
cos
1
1
sin
Diperoleh :
Mp
x100%
c( t ) 1
e
1
nt
sin
dt
tan
Kurva tanggapan persamaan diatas dapat dilihat pada Gambar 4-14. Terlihat baik dari
persamaan diatas, maupun dari Gambar 4-14, bahwa waktu menetap ditentukan oleh
1
konstanta waktu, dalam hal ini adalah
n
Gambar 4-16: Kurva envelope yang digunakan untuk menentukan waktu menetap.
Untuk memudahkan penurunan rumus waktu menetap ini, maka kurva hubungan antara
konstanta waktu dengan koefisien redaman yang ditunjukkan pada Gambar 4-17 dapat
digunakan untuk memperkirakan besarnya waktu menetap ini. Untuk faktor redaman
antara 0,3 hingga 0,7, maka waktu menetap dapat diturunkan sebagai berikut:
ts
4T
ts
3T
Gambar 4-17: Kurva hubungan antara konstanta waktu dan koefisien redaman.
Contoh 4-2:
Suatu sistem umpan balik satuan mempunyai spesifikasi prosentasi overshoot 5% dan
peak time (tp) = 1 detik, untuk masukan undak satuan. Tentukan fungsi alih lup
terbukanya.
Jawab :
Prosentasi overshoot = e
e
1
bila
0,05
ln 0,05
2,996
3,1416, maka
5%
2,996
0,909456
1
2
0,91
1 2
2
0,91 0,91 2
2
0,91
0,91 2
0,91 1,91 2
0,91
0,69
1,91
tp
1 detik
n
n
1 0,69 2
4,34
s2
G(s)
ns
s2
2
n
s2
5,99s 18,84
5,99s 17,84
C(s)
R(s)
1 G(s)
E(s)
e(t) ss
lim e(t)
lim sE(s)
s 0
e(t) ss
lim s
s 0
R(s)
1 G(s)
........................... (4-9)
r(t)
Ku(t)
R(s)
K
s
Undak satuan : K = 1.
r(t)
R(s)
Ktu(t)
K
s2
Satuan lereng : K = 1.
3. Fungsi parabolik
r(t)
Kt 2
0
Kt 2
r(t)
2K
s3
R(s)
1
2
Satuan parabolik : K
Tipe Sistem
Dinyatakan oleh jumlah pole dari G(s)H(s) yang terletak di pusat koordinat
bidang s. Bila sistemnya mempunyai umpan balik satuan, maka
G(s)H(s)
G(s)
K(s z1 )(s z 2 )
sl (s p1 )(s p 2 )
(s z m )
(s p k )
Ketentuan : 1. k + l > m
2. z1, z2, ...,zm adalah zero dari G(s)
maka :
l=0
sistem tipe 0
l=1
sistem tipe 1
l=2
.
.
.
l=n
sistem tipe 2
sistem tipe n
e(t) ss
1
lims s
s 0 1 G(s)
1
0 1 G(s)
lim
s
1
s
1
1 limG(s)
s 0
............................ (4-10)
Bila : K p
e(t) ss
limG(s) , maka
s
1
1 Kp
Untuk tipe 0 :
Kz1z 2
p1p 2
Kp
zm
pk
e(t) ss
1
1 Kp
............................ (4-11)
Untuk tipe 1 :
Kp
e(t)ss
Untuk tipe 2 :
Kp
e(t)ss
e(t) ss
1
2
lims s
s 0 1 G(s)
1
0 sG(s)
1
limsG(s)
lim
s
1
s2
s 0
1
Kv
e(t) ss
Untuk tipe 0 :
Kv
e(t) ss
Untuk tipe 1 :
m
K
Kv =
i=1
k
zi
1
Kv
e(t) ss
pj
j=1
Untuk tipe 2 :
Kv
e(t) ss
e(t) ss
1
s3
lims
s 0 1 G(s)
1
0 s G(s)
lim
s
1
s3
1
lims2 G(s)
s 0
........................... (4-12)
Untuk tipe 0 : K a
e(t) ss
Untuk tipe 1 : K a
e(t) ss
e(t) ss
1
Ka
e(t) ss
1
Ka
............................ (4-13)
Untuk tipe 2 : K a =
i=1
k
zi
pj
j=1
1
1 Kp
1
Kv
masukan
fungsi
undak
ram p
paraboli k
1
Ka
T
S
T
Gi
Gi
T
Gi
dT
S
T
Gi
dGi
T
Gi
Gi dT
T dGi
........................................ (4-14)
Untuk memberikan ilustrasi tentang kepekaan ini, kita lihat sebuah sistem kendali yang
dinyatakan oleh diagram blok berikut.
R(s)
G1(s)
C(s)
G(s)
H(s)
C(s)
R(s)
T(s)
G 1 (s)G(s)
1 G(s)H(s)
S TG1
G 1 dT
T dG 1
G1
G
T 1 GH
G1
G
G 1G 1 GH
1 GH
Perubahan relatif dari T akan sama dengan perubahan relatif dari G1.
b. Terhadap perubahan H(s)
T
H
H dT
T dH
dT
;
dH
G 1G 2
(1 GH) 2
G 1G 2
H
T (1 GH) 2
G 1G 2
H
G 1G (1 GH) 2
1 GH
GH
1 GH
Bila GH >>> 1, maka STH -1 atau perubahan relatif T sama dengan perubahan relatif H
(dalam arah berlawanan).
c. Terhadap perubahan G(s)
S TG
G dT
T dG
S TG
G1
G
T 1 GH
dT
dG
G 1 1 GH
1 GH
G
G1G
HG 1G
2
1 GH
G1
1 GH 1 GH
G1
1
1 GH
Contoh 4-3:
Tentukan galat keadaan tunak (steady state error) untuk sistem berikut, bila diketahui
masukannya
a. undak satuan (unit step),
b. satuan lereng (unit ramp),
c. satuan parabolik (unit parabolik).
R(s)
10
0,2s 1
0,5s 1
15
s2
0,6
3s 4
Jawab :
H(s) = 1
G(s)H(s)
(10)(0,2s 1)(15)(0,6)
(0,5s 1)(s2 3s 4)
90(0,2s 1)
18(s 5)
2
(0,5s 1)(s 3s 4) (0,5s 1)(s2 3s 4)
1
s
C(s)
E(s)
1
R(s)
1 G(s)H(s)
1
1
18(s 5)
s
1
2
(0,5s 1)(s 3s 4)
s3 5s2 10s 8
s(s3 5s2 46s 188)
e(t) ss
limsE(s)
s
8
188
lims
s
s3 5s2 10s 8
s(s3 5s2 46s 188)
0,0426
E(s)
s3 5s2 10s 8
s2 (s3 5s2 46s 188)
e(t) ss
limsE(s)
s
lims
s
1
s2
s3 5s2 10s 8
s2 (s3 5s2 46s 188)
E(s)
s3 5s2 10s 8
s3 (s3 5s2 46s 188)
e(t) ss
limsE(s)
s
lims
s
1
s3
s3 5s2 10s 8
s3 (s3 5s2 46s 188)
Contoh 4-4:
Diketahui : G(s)
K
s(s 2)
; H(s)
s 1
s 3
Tentukan :
a. Tipe sistem
b. Kepekaan fungsi alih terhadap K
c. c(t)ss, e(t)ss bila masukannya undak satuan (unit step)
d. Kp, Kv, dan Ka untuk K = 10.
Jawab :
K
s(s 2)
G(s)
G(s)H(s)
; H(s)
s 1
s 3
K(s 1)
s(s 2)(s 3)
a. Sistem tipe 1
b. TF
G(s)
1 G(s)H(s)
K
s(s 2)
K
s 1
1
s(s 2) s 3
K(s 3)
s(s 2)(s 3) K(s 1)
Kepekaan TF terhadap K :
S TK
K
T
K
T
dT
dK
dT dG
dG dK
K
1
1
(
)
2 )(
G(s)
(1 G(s)H(s)) s(s 2)
1 G(s)H(s)
K
1
K
K(s 1)
s(s 2)
(1
s(s 2)
s(s 2)(s 3)
1
K(s 1)
1
s(s 2)(s 3)
S TK
c. c(t) ss
e(t) ss
s3
s3
5s 2
s3
s3 5s 2 6s
5s 2 6s Ks K
5s 2 6
(6 K)s K
G(s)
R(s)
s 0
s 0 1 G(s)H(s)
K(s 3)
3K
lim
s 0 s(s 2)(s 3)
K(s 1)
K
limsC(s)
lim s
1
R(s)
s 0
s 0
1 + G(s)H(s)
1
1
lims
s 0
1 + G(s)H(s) s
1
1
lim
0
K(s 1)
K
s 0
1
1
s(s 2)(s 3)
0
limsE(s)
lims
lims
s 0
G(s)
1
1 G(s)H(s) s
T(s)
K(s 1)
K
s 0
s 0 s(s 2)(s 3)
0
sK(s 1)
K
limsG(s)H(s) = lim
s 0
s 0 s(s 2)(s 3)
6
d. K p
limG(s)H(s) = lim
Kv
s2 K(s 1)
0 s(s 2)(s 3)
Ka
s 0
10
6
C
R
Fungsi alih :
G
1 GH
A0
s s1
C(s)
R(s)
A1
An
s s2
s sn
c(t)
1 A 0 e s0t
A1e s1t A n e sn t
Bila :
; k = 0, 1, 2
....................... (4-15)
1. Semua
negatif sebagaimana terlihat pada Gambar 4-24, maka dari Persamaan (4-
15) diperoleh:
( Im)
sk
0
(riel)
c(t)
ej
nt
1 A0 e
1
0t
An e
semua e
kt
nt
, karena
negatif
terbatas (bounded )
Menurut definisi, suatu sistem yang akar-akar persamaan karakteristiknya terletak di
sebelah kiri sumbu khayal pada bidang s adalah stabil.
c(t)
1 A0 e
untuk setiap
0t
An e
kt
nt
kecuali e
zt
1 untuk t = 0
untuk t =
maka : c(t)
untuk t =
Dengan demikian, sistem tidak stabil bila ada akar persamaan karakteristik terletak di
sebelah kanan sumbu khayal pada bidang s.
Kesimpulan :
Definisi sistem stabil adalah bila semua akar persamaan karakteristik terletak di
sebelah kiri sumbu khayal pada bidang s. Tanggapan waktu c(t) untuk masukan undak
satuan dapat dihitung bila akar-akar persamaan karakteristik diketahui. Output c(t) akan
menuju
bila ada salah satu akar memiliki bagian nyata ( ) > 0, sehingga sistem tidak
stabil. Bila semua akar terletak di sebelah kiri sumbu khayal (semua bagian nyatanya <
0), maka sistem stabil karena c(t) terbatas.
Tanggapan c(t) terdiri dari 2 bagian :
bagian keadaan tunak akan sebanding dengan masukannya, sehingga bila masukan
terbatas, maka bagian keadaan tunaknya juga terbatas;
bagian peralihan yang tergantung dari karakteristik sistem.
Dengan asumsi bahwa masukan sistem pasti terbatas dalam amplitudo, maka kestabilan
sistem hanya tergantung dari karakteristik sistemnya.
Hubungan antara variabel keluaran C(s), variabel masukan referensi R(s) dan variabel
gangguan N(s), dinyatakan dalam persamaan berikut ini :
C(s)
G 1 (s)G 2 (s)
G 3 (s)
R(s)
N(s)
1 G 1 (s)G 2 (s)H(s)
1 G 1 (s)G 2 (s)H(s)
menentukan apakah suatu sistem stabil atau tidak, meskipun metoda ini tidak dapat
menentukan lokasi akar-akar. Untuk sistem orde satu dan orde dua, akar-akar ini dapat
diperoleh secara analitis. Untuk sistem orde tinggi, digunakan bantuan suatu program
komputer. Kestabilan sistem-sistem linier invariant waktu juga dapat ditentukan dengan
teknik root locus, dan kriteria Nyquist. Kedua hal ini akan dibahas masing-masing pada
bab 5 dan bab 7.
Anggap Fungsi alih loop tertutup suatu sistem sbb:
q(s)
a n sn
a n 1s n
a 1s a 0
dihilangkan)
2. Bila ada koefisien yang bernilai 0 atau negatif disamping adanya koefisien positif,
maka hal ini menunjukkan ada satu akar atau akar-akar imajiner atau memiliki
bagian real positif (sistem tak stabil). Kondisi perlu (tetapi belum cukup) untuk
stabil adalah semua koefisien persamaan polinom positif dan lengkap.
3. Bila semua koefisien positif, buat deret R-H sbb:
sn
an
a n-2
a n-6
s n-1
a n-1
a n-3
a n-7
s n-2
b1
b2
b3
s n-3
c1
c2
c3
s1
s0
dengan :
a n 1 .a n
b1
an
a n 1 .a n
b2
a n 1.a n
b3
a n. a n
a n. a n
an
an
a n .a n
b 1. a n
a n 1 .b 2
b1
b 1. a n
a n 1 .b 3
b1
4. Kriteria kestabilan Routh : banyaknya akar tak stabil = banyaknya perubahan tanda
pada kolom pertama deret R-H.
5. Syarat perlu dan cukup untuk stabil :
Semua koefisien persamaan karakteristik positif, dan
Semua suku pada kolom pertama tabel R-H bertanda positif.
Aturan-Aturan untuk Tabel R-H :
1. Setiap baris pada deret R-H dapat dibagi dengan bilangan konstan.
Contoh 4-5:
q(s)
s6
3s5
Deret R
2s 4
9s 3
5s 2
20
12s 20
H:
s6
s5
12
-1
20
24
7
22
7
20
20
s2
s1
s0
2. Bila salah satu koefisien pada kolom pertama = 0, maka substitusikan harga s =
1/x, lalu buat deret R-H baru.
Contoh 4-6:
q(s)
s5
s4
2s 3
2s2
3s 15
Deret R - H :
s5
s4
15
s3
0 - 12
s2
Substitusikan : s =
1
, sehingga
x
1
x
1
x
()
1
x
1
x
15x 5
3x 4
15
x4
x3
-8
-2
-4
-1
x2
1
2
2x 3
2x 2
1
x
1
x
15
x 1 0
3. Apabila ada baris mempunyai koefisien nol semuanya, maka baris di atas baris yang
mengandung koefisien nol tadi dideferensial 1 kali untuk menentukan koefisien
pada baris tadi.
Contoh 4-7:
q(s)
s4
2s 3
11s 2
18s 18
Deret R - H
s4
11
18
18
s2
1
18
s0
0, dideferensial 1 kali
2s = 0
deret R - H dilanjutkan dengan :
s2
s1
s0
Karena tidak terjadi perubahan tanda pada kolom pertama, berarti tidak ada akar
persamaan karakteristik di kanan sumbu khayal
sistem stabil.
Kasus Khusus 1
Bila ada suku pada kolom pertama bernilai 0 dengan suku-suku lain tidak 0 atau tak ada
lagi suku tersisa, maka suku 0 diganti dengan bilangan positif sangat kecil
, dan baris
berikutnya dihitung.
Contoh 4-8:
Mengingat koefisien diatas dan dibawah 0 sama, maka hal ini menunjukkan adanya
sepasang akar yang terletak disumbu imajiner s = j.
Bila koefisien diatas dan dibawah 0 berbeda, maka hal ini menunjukkan ada satu
perubahan tanda.
Contoh 4-9:
Contoh 4-10:
Contoh 4-11:
Diketahui persamaan karakteristik suatu sistem adalah :
q(s) s4 7s3
Deret R - H :
s4
s3
s2
s1
s0
15s2
(25 K)s 2K = 0
15
2K
7
(25 + K)
80 - K
2K
7
80 - K
(25 + K) - 14K
7
80 - K
7
2K
Agar sistem stabil, berarti tidak boleh terdapat akar di sebelah kanan sumbu khayal,
artinya tidak boleh terjadi perubahan tanda pada kolom pertama deret R-H.
Koefisien kolompertama baris s4 dan s3 adalah
harus
. Jadi haruslah
80 K
0
7
80 K
(25 K) - 14K
7
1
s :
0
80 K
7
0
s : 2K 0
maka :
80 K
Syarat 1 :
0 80 K 0
7
s2 :
80
....................(1)
80 K
)(25 K) - 14K
7
Syarat 2 :
0
80 K
7
98K
(25 K)
0
80 K
(80 K)(25 K) 98K 0
(
K2
43K 2000
K2
43K 2000
432 8000
2
43 99,24
2
28,121
43
K 1,2
K1
K2
K1
K2
71121
,
28,121
.................(2)
71121
,
Syarat 3 : 2K
........... ......(3)
.(4)
Dari semua nilai syarat K, yaitu (1), (2), (3), dan (4), maka K yang memenuhi adalah :
0
28,121
Contoh 4-12 :
Suatu sistem dengan masukan umpan balik satuan (unity feedback) dengan masukan
r(t)
G(s)
K(2s 1)
s(4s 1)(s 1) 2
Tentukan :
a. Harga K supaya harga galat keadaan tunak (steady state error) sama dengan atau
lebih kecil dari 0,1.
b. Dengan K pada soal a, apakah sistem stabil.
c. Jika pada butir b sistem tidak stabil, berapa besar harga K agar sistem tepat pada
batas kestabilan ?
Jawab :
a. Harga K agar e(t)ss
r(t)
1 5t
R(s)
0,1
1
s
5
s2
s 5
s2
1
R(s)
1 G(s)H(s)
1
s 5
K(2s 1)
s2
1
s(4s 1)(s 1) 2
E(s)
s(4s 1)(s 1) 2 (s 5)
{s(4s 1)(s 1) 2 K(2s 1)}s 2
e(t) ss
limsE(s)
e(t) ss
s(4s + 1)(s + 1) 2 (s 5)
lims
2
s 0 {s(4s 1)(s 1)
K(2s 1)}s2
0,1
5
K
0,1
K
5
K
0,1
50
50
b. K = 50
TF
C(s)
R(s)
G(s)
1 G(s)H(s)
K(2s 1)
s(4s 1)(s 1) 2
s(4s 1)(s 1) 2
4s 4
9s 3
6s 2
K(2s 1)
(2K 1)s K
5
K
s4
s3
(2K + 1)
54 - 4(2K + 1)
K
9
50 - 8K
K
9
(50 - 8K)(2K + 1)
9K
9
50 8K
9
2
- 16K 11K 50
50 8K
K
s2
s0
Substitusikan K = 50
Hurwitz
0
0
c. Batas kestabilan
Routh-Hurwitz :
1.
50 8K
9
16K 2 11K 50
50 8K
2.
50
8
16K 2
16K 2
11K 50
0
0
2,145
1,457
1,457
3. K
11K 50
11
K1 K 2
K1
K2
6,25
2,145
2,145
Bab V:
ROOT LOCUS
Root Locus yang menggambarkan pergeseran letak
sistem dengan berubahnya nilai penguatan lup terbuka sistem ybs memberikan
gambaran lengkap tentang perubahan karakteristik sistem terhadap perubahan
penguatan sistem (gain adjustment). Dengan menentukan karakteristik sistem yang
diinginkan, perancang dapat mengetahui letak pole-pole dominan sistem yang dinginkan
pada bidang-s.
tersebut terhadap root Locus sistem semula, perancang dapat mengetahui bagaimana
mengubah karakteristik sistem semula menjadi yang diinginkan.
Pada bab ini akan dibahas konsep dasar dan cara menggambar Root Locus suatu
sistem., baik untuk sistem dengan umpan-balik negatif (umumnya untuk sistem
kendali), maupun untuk sistem dengan umpan-balik positif (muncul pada lup dalam
dan sistem keseluruhan tetap stabil dengan uumpanbalik negatif pada lup luarnya).
Penggambaran Root Locus juga dapat dilakukan dengan menggunakan perangkat lunak
MatLab yang juga dibahas secara singkat pada bab ini. Selanjutnya dibahas juga Root
Locus untuk sistem berfasa non-minimum dan sistem yang memiliki transport lag.
5.1 Pendahuluan
Karakteristik tanggapan transient sistem lup tertutup dapat ditentukan dari lokasi
pole-pole (lup tertutupnya) atau akar-akar persamaan karakteristik sistem. Untuk sistem
pada Gambar 5-1, maka persamaan karakteristiknya adalah sbb:
1+ KG(s)H(s) = 0
(5-1)
129
Bila penguatan lup terbuka K berubah pada Persamaan (5-1), maka letak pole-pole nya
juga berubah. Dengan demikian, perlu pemahaman pola perpindahan letak pole-pole
dalam bidang s.
Desain sistem kendali paling sederhana adalah melalui gain adjusment: pilih
nilai K sedemikian rupa sehingga pole-pole terletak dilokasi pada bidang s yang
diinginkan. Apabila letak pole-pole yang dinginkan tak tercapai melalui cara ini, maka
desain sistem kendali harus melalui kompensasi, yaitu memindahkan letak pole yang tak
diinginkan melalui konsep pole-zero cancellation.
Untuk mengetahui pola perpindahan letak pole-pole pada bidang-s , maka perlu
terlebih dahulu mencari akar-akar persamaan karakteristik sistem ybs. Untuk mencari
akar-akar persamaan orde tinggi secara matematis sulit, terlebih dengan K sebagai
variabel. Untuk saat ini alternatif yang dapat digunakan adalah MATLAB.
W.R. Evan mengembangkan metoda untuk mencari akar-akar persamaan orde
tinggi secara sederhana yang sangat banyak digunakan pada bidang kendali. Metoda
tersebut disebut metoda Root Locus. Root Locus dapat diartikan sebagai tempat
kedudukan akar-akar persamaan karakteristik dengan K = 0 sampai K = tak hingga.
Melalui Root Locus dapat diduga pergeseran letak pole-pole baik terhadap perubahan
K, maupun terhadap penambahan pole-pole atau zero-zero lup terbuka.
(5-2)
s
Bila dihitung
4 4K
2
1 K
(5-3)
s1
s2
-2
-1
-1
-1+j1
-1-j1
10
-1+j3
-1-j3
101
-1+j10
-1-j10
-1 + j
-1-j
Dari Tabel 5-1 diatas, dapat digambarkan letak pole-pole sistem pada bidang s
sebagaimana terlihat pada Gambar 5-3 yang merupakan Root locus sistem ybs.
Root Locus bermula dari pole-pole G(s)H(s) (untuk K=0) dan berakhir di
zero-zero G(s)H(s) (untuk K
takhingga.
Root Locus cukup bermanfaat dalam desain sistem kendali linear karena
Root Locus dapat menunjukkan pole-pole dan zero-zero lup terbuka
mana yang harus diubah sehingga spesifikasi unjuk kerja sistem dapat
dipenuhi.
(5-4)
Atau:
G(s)H(s) = -1,
(5-5)
k = 0, 1, 2, .
(5-6a)
Syarat magnitude:
| G(s)H(s)|
=1
(5-6b)
Dengan demikian, suatu titik pada bidang s yang terletak pada root locus harus
memenuhi kedua syarat diatas.
G(s)H(s) = 1800(2k+1);
k = 0, 1, 2, .
Ambil titik test : bila jumlah total pole dan zero dikanan titik ini ganjil,
maka titik tsb terletak di Root Locus.
180 0 (2k 1)
n m
k=0, 1, 2,
Titik Potong asimtot-asimtot pada sumbu nyata:
letak pole berhingga
a
n m
dK
ds
B ' ( s ) A( s ) B( s ) A' ( s )
0
A2 ( s )
5. Tentukan sudut-sudut datang / sudut-sudut berangkat untuk pole-pole / zerozero kompleks sekawan.
Sudut datang (dari suatu pole kompleks) = 1800 (jumlah sudut vektorvektor dari pole-pole lain ke pole kompleks tsb) + ( jumlah sudut vektorvektor dari zero-zero ke pole kompleks tsb).
Sudut pergi (ke suatu zero kompleks) = 1800 (jumlah sudut vektorvektor dari zero-zero lain ke zero kompleks tsb) + ( jumlah sudut vektorvektor dari pole-pole ke zero kompleks tsb).
7. Sketsa Root Locus secara lebih teliti pada daerah-daerah selain sumbu nyata
dan asimtot.
Secara grafis:
Contoh 5-1:
Gambarkan Root Locus sistem balikan satuan dengan G ( s)
K
s( s 1)(s
2)
Tentukan juga nilai K agar koefisien redaman pole-pole kompleks sekawan loop
tertutup dominannya bernilai 0,5.
Solusi :
1. Tentukan Root Locus pada sumbu nyata.
j
Titik uji 2
-2
-1
Titik uji 1
0
Gunakan titik uji pada penggalan sumbu nyata. Apabila titik uji memenuhi syarat sudut
untuk Root Locus, maka penggalan garis tersebut adalah bagian Root Locus pada
sumbu nyata.
Untuk titik uji 1 :
Syarat sudut :
(s 1)
(s 2)
00
00
00
demikian penggalan garis pada sumbu nyata positip bukan bagian Root Locus.
Untuk titik uji 2 :
Syarat sudut :
(s 1)
(s 2)
180 0
00
00
180 0 (terpenuhi).
Sehingga penggalan garis pada sumbu nyata antara 0 dan 1 merupakan bagian Root
Locus.
Dengan cara yang sama, dapat dibuktikan bahwa penggalan garis antara 1 dan 2
bukan bagian Root Locus dan penggalan garis antara 2 dan -~ merupakan bagian Root
Locus.
2. Penentuan asimtot Root Locus
Banyaknya asimtot = banyaknya pole (n) banyaknya zero (m) = 3 - 0 = 3
180 0 (2k 1)
3
Sudut asimtot =
; (k
60 0 ; 180 0 dan
0,1, 2)
60 0
n m
( 0 1 2) 0
3 0
dK
ds
K
1 0
s(s 1)(s 2)
dK
ds
(3s 2
Diperoleh s1
6s 2)
atau K
(s 3
3s 2
2s) , sehingga:
2
K
Syarat stabil tercapai bila 0 < K < 6. Bila dihitung, perpotongan Root Locus
dengan sumbu khayal ini terjadi pada : s
j 2.
Cara lain untuk mengetahui titik potong ini adalah secara analisis. Anggap s = j
(pada sumbu khayal), subtitusikan pada persamaan karakteristik sistem. Solusi
persamaan kompleks ini akan menghasilkan
2 dan K = 6.
5. Tentukan beberapa titik uji dekat titik pencar yang memenuhi syarat sudut Root
Locus agar diperoleh plot Root Locus secara akurat (lihat gambar berikut ini).
6. Root Locus dari informasi sebelumnya ditunjukkan pada gambar berikut ini.
maka
. Dengan
cos . Untuk
0,5,
s ( s )(s
2) s
0 , 3337 j 0 , 5780
1,0383
Gambar 5-7: Perubahan bentuk Root Locus akibat pergeseran kecil pole-pole
Orde sistem dapat berkurang akibat pole-pole G(s) di hilangkan (cancelled)
oleh zero-zero H(s) sebagaimana ditunjukkan pada
Gambar 5-8.
Tabel 5-2: Konfigurasi pole-zero lup terbuka dan gambar Root Locus nya
num
den
dengan :
(s z1 )(s z 2 ) (s z m )
num
sm
(z1
z2
z m )s m
z1 z 2 z m
p1 p 2 p n
(s p1 )(s p 2 ) (s p n )
den
sn
( p1
p2
p n )s n
Perlu diingat bahwa vektor num dan den harus ditulis dalam urutan pangkat s yang
menurun. Perintah MATLAB yang umumnya digunakan untuk menggambar Root
Locus dilayar komputer adalah :
rlocus(num, den)
Sedang untuk sistem yang didefinisikan dalam konsep ruang waktu, maka perintah yang
digunakan adalah :
rlocus (A, B, C, D)
Pada kedua perintah tersebut, penguatan lup terbuka sistem K secara otomatis
ditentukan.
Apabila pole-pole lup tertutup untuk beberapa nilai K ingin dihitung, maka perintah
berikut ini dapat digunakan :
rlocus(num,den,K), atau
rlocus(A,B,C,D,K)
dengan K = vektor yang berisi semua nilai penguatan dimana pole-pole lup tertutup
ingin dihitung.
Cara lain penggambaran Root Locus adalah dengan menggunakan arguman berikut ini :
[r,K] = rlocus(num,den)
[r,K] = rlocus(num,den,K)
[r,K] = rlocus(A,B,C,D)
[r,K] = rlocus(A,B,C,D,K)
Pada layar akan tampil matriks r dan vektor penguatan K. Perintah plot(r, ) dapat
digunakan untuk menggambar Root Locus. Sedang perintah :
r=rlocus(num,den)
plot( r , ' o )
atau,
plot( r, x )
dapat digunakan untuk menggambar Root Locus dengan tanda `o atau `x ,
Mengingat vektor penguatan ditentukan secara otomatis, maka plot Root Locus
berikut ini :
G (s)H(s)
G (s)H(s)
G (s)H(s)
K (s 1)
s(s 2)(s 3)
10 K (s 1)
s(s 2)(s 3)
200 K (s 1)
s(s 2)(s 3)
Contoh 5-2:
Plot Root Locus menggunakan MATLAB suatu sistem kendali balikan satuan dengan :
G (s)
K (s 2 2s 4)
s(s 4)(s 6)(s 2 1,4s 1)
Solusi :
Mengingat persamaan penyebut belum dalam bentuk polinominal orde-5, maka hal ini
perlu dilakukan lebih dahulu. Perintah konvolusi dapat digunakan untuk memperoleh
bentuk polinomial tersebut :
Definisikan :
s2
s(s 4)
4s : a
[1 4 0]
s 6
: b
[1 6]
s 2 1.4s 1
: c
[1 1.4 1]
4];
den = [1
11.4
39
43.6
24
0];
rlocus(num,den)
Warning:Divide by zero
v = [-10
10
-10
10]; axix(v)
grid
title(Root-Locus Plot of G(s) = K(s^2 + 2s +4)/[s(s + 4)(s + 6)(s^2 + 1.4s + 1)])
Gambar 5-9 : Sistem kendali dengan k bukan sebagai penguatan lup terbuka
Dengan demikian perlu modifikasi aturan penggambaran Root Locus dari aturan semula
(untuk umpanbalik negatif).
k 360 0
Aturan3: Sudut-sudut asimtot =
; k=0, 1, 2,
n m
Aturan5: Sudut datang dan sudut pergi : 1800 diganti dengan 00.
Contoh 5-3:
Gambarkan Root locus untuk sistem lup tertutup dalam dengan umpanbalik positif pada
sistem berikut ini.
Solusi:
1. Plot pole-pole lup terbuka (s = -1 + j1, s = -1 - j1, s = -3) dan zero (s = -2) pada
bidang kompleks. Dengan naiknya nilai K dari 0 hingga
akan bergerak dari pole-pole lup terbuka dan berakhir pada zero-zero lup terbuka
(baik zero berhingga maupun tak berhingga), sebagaimana terjadi pada sistem
umpan-balik negatif.
2. Tentukan root locus pada sumbu nyata . Root locus akan berada pada penggal garis
antara -2 dan + dan antara -3 dan - .
3. Tentukan asimtot-asimtot root locus. Sudut-sudut asimtot =
k. 3600 / (3 - 1) =
atau:
6. Tentukan titik-titk uji disekitar sumbu imajiner dan titik asal dan gunakan syarat
sudut untuk menggambarkan root locus pada daerah ini secara lebih teliti. Root
locus selengkapnya untuk sistem umpanbalik positif ini dengan fungsi alih lup
tertutup:
(
C ( s)
R( s )
K(s 2)
(s 3)(s 2s 2) K(s
2
2)
Sedang gambar berikut ini menunjukkan root locus sistem yang sama tetapi dengan
umpanbalik negatif .
G(s)H(s)=
G(s)H(s).
Gambar 5-13 : Gambar root loci dan constant-gain loci untuk 2 sistem yang
berbeda.
kembali menjadi tak stabil pada K > 195. Keadaan stabil yang berpindah-pindah ini
disebut stabil kondisional. Pada prakteknya stabil kondisional tak diinginkan, karena
sistem mudah menjadi tak stabil. Sistem stabil kondisional dapat terjadi pada sistem
dengan lintasan maju tak stabil (karena ada minor lup). Meskipun demikian, sistem
stabil kondisional dapat dihindari melalui kompensasi yang sesuai (penambahan zero).
Gambar 5-14 : Sistem dengan kestabilan kondisional dan Root Locus nya
Gambar 5-15 : Sistem fasa non minimum dan Root Locus nya
1800 (2k+1); k= 0, 1, 2,
Sehingga:
K (Ta s 1)
s (Ts 1)
Dengan demikian ada keterlambatan waktu sebesar T dari input x ke output y , atau:
y(t) = x(t-T). Diperoleh fungsi alih sbb:
Fungsi Alih:
Contoh 5-4:
Gambarkan Root locus sistem tungku pemanas yang ditunjukkan pada gambar berikut
ini.
Gambar 5-17 : Diagram blok sistem tungku pemanas pada Gambar 5-16.
Solusi:
hitung 57.3o
1T.
untuk
, dan
1T
1.
18 kiri memenuhi persamaan root locus, sehingga titik tersebut berada pada root locus.
Dengan mengulangi prosedure diatas, maka akan diperoleh root locus seperti terlihat
pada Gambar 5-18 kanan.
Perlu juga diingat bahwa bila s mendekati - , maka fungsi alih lup terbuka :
K e-Ts
akan mendekati - , karena
s 1
K e- Ts
lim
s s 1
d ds [ K e- Ts ]
d/ds[s 1]
Dengan demikian, s= -
KTe
Ts
hingga tak hingga. Mengingat syarat sudut fasa untuk root locus memiliki tak terhingga
nilai (ingat k = 0, 1, 2, ), maka akan ada tak terhingga root locus pula. Misalnya untuk
k = 1, maka syarat sudut berubah menjadi:
s 1
Gambar 5-18: Penentuan titik pada Root Locus dan Root Locusnya
Gambar 5-19: Root Locus lengkap sistem pada Gambar 5-17 untuk T= 1 detik
Dari Contoh 5-4 terlihat bahwa dead time menyebabkan ketidakstabilan sistem,
sekalipun untuk sistem orde-1.
Sedang pendekatan lain yang lebih umum adalah dengan menggunakan deret
Taylor sbb:
Bab VI:
adjustment ini seringkali tidak dapat memenuhi spesifikasi semula. Untuk mengatasi
hal ini, maka perlu ditambahkan kompensator pada sistem yang dapat mengubah letak
pole ke posisi yang diinginkan. Pada bab ini akan dibahas metoda kompensasi fasa
maju, fasa mundur dan kombinasi keduanya.
6.1 Pendahuluan
Sistem kendali dirancang untuk melakukan tugas-tugas tertentu. Kebutuhankebutuhan pada suatu sistem kendali biasanya dinyatakan dalam spesifikasi unjuk kerja
(selanjutnya akan disebut spesifikasi saja), yang umumnya terkait dengan akurasi,
kestabilan relatif dan kecepatan tanggap. Spesifikasi tersebut adakalnya dinyatakan
dalam angka-angka yang tetap, adakalanya sebagian dinyatakan dalam angka-angka
yang tetap dan lainnya dalam pernyataan kualitatif. Untuk kasus yang terakhir, maka
spesifikasi sistem dapat saja berubah selama proses desain karena spesifikasinya tak
pernah dapat dicapai akibat saling berbenturan persyaratan atau terlalu mahal untuk
direalisasikan.
Secara
umum,
spesifikasi
sistem
sebaiknya
tidak
terlalu
ketat
bila
memungkinkan. Suatu sistem yang memerlukan ketelitian tinggi (pada keadaan tunak)
dalam operasinya, maka sebaiknya spesifikasi tanggapan transient nya jangan terlalu
ketat mengingat hal ini akanmemerlukan komponen-komponen yang mahal. Spesifikasi
158
sistem harus dinyatakan secara jelas dan tepat agar perancangannya menghasilkan
sistem kendali yang optimal untuk tugasnya.
Langkah pertama dalam mengubah karakteristik sistem agar spesifikasi dapat
dicapai adalah melalui pengaturan penguatan (gain adjustment). Pada kebanyakan
kasus praktis, cara ini tidak menghasilkan perubahan perilaku sistem yang sesuai dengan
spesifikasinya. Umumnya, memperbesar penguatan sistem akan meningkatkan akurasi
keadaan tunaknya, tetapi hal tersebut akan memperburuk kestabilan atau bahkan
membuat sistem tak stabil. Dalam hal ini, maka sistem perlu dirancang ulang melalui
perubahan struktur atau dengan menambahkan komponen sehingga perilaku sistem
secara keseluruhan memenuhi spesifikasinya. Komponen yang perlu ditambahkan
tersebut disebut kompensator, yang berfungsi untuk mengkompensasi kekurangan unjuk
kerja sistem semula.
Sesuai dengan penempatannya, maka kompensasi dapat dilakukan secara seri
maupun secara paralel (terhadap plant nya) sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 6-1.
Pemilihan kompensasi seri atau paralel sangat ditentukan oleh beberapa faktor, antara
lain adalah Sifat-sifat sinyal dalam sistem, ketersediaan komponen, faktor ekonomis,
pengalaman perancang dan level daya pada beberapa bagian sistem.
Untuk
menghindari disipasi daya, kompensasi seri harus diletakkan pada titik dengan daya
terendah pada lintasan maju. Dipihak lain, sepanjang sinyal yang sesuai tersedia,
kompensasi paralel akan memerlukan komponen lebih sedikit (amplifier tambahan tak
diperlukan) karena terjadi pada transfer energi dari level daya tinggi ke level daya
rendah.
Apabila kompensator diperlukan untuk memenuhi spesifikasi sistem, maka
perancang harus mengimplementasikannya kedalam divais fisik dengan fungsi alih yang
diperlukan. Secara fisik, kompensator dapat direalisasikan secara mekanik, hidraulik,
pneumatik, elektrik, elektronik atau kombinasi diantaranya. Pemilihan realisasi
kompensator sangat ditentukan oleh sifat plant yang dikendalikan. Bila pada sistem
terlibat cairan yang mudah terbakar, maka baik kompensator maupun aktuator harus
menggunakan komponen pneumatik untuk menghindari percikan api. Sebaliknya, bila
kemungkinan tersebut tidak muncul, maka komponen elektronik lah yang umumnya
digunakan mengingat kemudahan dalam transmisi, peningkatan ketelitian, peningkatan
keandalan, kemudahan kompensasi dan sebagainya.
Sesuai dengan jenisnya, kompensator sangat beragam. Sebagian diantaranya
adalah kompensator fasa maju (Fasa Maju), fasa mundur (Fasa Mundur), fasa mundurmaju (Fasa Mundur-Fasa Maju), dan kompensator umpanbalik kecepatan (tachometer).
Jenis kompensasi yang disebut terakhir ini tidak dibahas pada bab ini.
Seperti telah dibahas pada bab V, Root locus dapat digunakan untuk
menunjukkan pergerakan pole-pole lup tertutup sebagi akibat perubahan penguatan
sistem. Dengan demikian, root locus dapat digunakan untuk menguji apakah unjuk
kerja yang diinginkan dapat dicapai hanya melalui gain adjustment. Pada kenyataannya,
dalam beberapa kasus, sistem tidak selalu stabil untuk semua nilai penguatan, sehingga
root locus nya harus diubah agar spesifikasi semula tercapai. Hal ini dapat dilakukan
dengan menyisipkan kompensator yang memiliki satu (atau dua) pole dan satu (atau
dua) zero. Dengan memahami pengaruh penambahan pole dan zero ini, maka perancang
dapat menentukan letak pole dan zero kompensator secara tepat agar pole-pole dominan
sistem terkompensasi terletak pada posisi yang diinginkan. Spesifikasi dalam kawasan
waktu (misalnya waktu puncak, simpangan puncak, dan seterusnya)
selalu dapat
dinyatakan dalam faktor redaman dan frekuensi natural tak teredam, yang menentukan
letak pole-pole dominan sistem terkompensasi. Dengan demikian, spesifikasi yang
diinginkan dapat dinyatakan dalam letak pole dominan yang diinginkan.
Gambar 6-2: Pengaruh penambahan pole pada fungsi alih lup terbuka.
Gambar 6-2 menunjukkan pengaruh penambahan pole lup terbuka pada root
locus sistem.
Gambar 6-3 : Pengaruh penambahan zero pada fungsi alih lup terbuka
E o ( s) R4 C1
E i ( s) R3 C2
1
R1C1
1
s
R2 C2
s
1
Ts 1
T
K c
Kc
1
Ts 1
s
T
s
(6-1)
dengan:
T = R1C1; T= R2C2;
Kc = R4C1/R3C2;
= R2C2/R1C1
(6-2)
(6-3)
(6-4)
1
Ts 1
T
Gc ( s) K c
Kc
1
Ts 1
s
T
s
(0 1)
(6-5)
Dengan memperhatikan lagi Persamaan (6-2), maka letak pole dan zero kompensator
dapat dilihat pada Gambar 6-5.
dibatasi minimum 0,07 (yang berarti memberikan fasa maju max 60o), karena
alasan praktis agar kompensator dapat direalisasikan dengan mudah.
diinginkan
dari
Pastikan bahwa letak pole pada butir 1 tak dapat dicapai dengan gain
adjustment.
1
Ts 1
T
Gc ( s) K c
Kc
1
Ts 1
s
T
s
(0 1)
1
T
dan s
1
T
Contoh 6-1:
Suatu sistem balikan satuan dengan G(s)
4
, diinginkan agar frekuensi natural
s(s 2)
Solusi :
1) Tentukan apakah melalui gain adjustment spesifikasi tersebut dapat dipenuhi.
Root Locus sistem semula ditunjukkan pada gambar berikut ini.
s12 n j n 1 2
2 j 2 3
Terlihat bahwa pole-pole tersebut tak terletak pada Root Locus sistem semula,
sehingga sistem perlu dikompensasi.
0 1
sehingga dapat fungsi alih lup terbuka sistem terkompensasi menjadi G c (s)G(s) .
Sudut fasa G(s) pada pole lup tertutup yang diinginkan adalah :
4
s(s 2)
3 210 0
s 2 j 2
Mengingat syarat sudut untuk Root Locus adalah 1800, maka sudut yang harus
diberikan oleh kompensator maju adalah 30 0 .
Buat garis bagi PB pada sudut yang dibentuk oleh garis OPA, dengan P = pole lup
tertutup yang diinginkan (s 2 j2 3 ) . Selanjutnya tarik garis PC dan PD yang
masing-masing membentuk sudut
Secara analisis, diperoleh zero pada s = -2,9 dan pole pada s = -5,4, sehingga
diperoleh T = 0,345 dan 0,537
5. Penentuan nilai Kc
Sistem terkompensasi menjadi
G c (s) G(s)
4K c (s 2,9)
s(s 2)(s 5,4)
4K c (s 2,9)
s(s 2)(s 5,4) s 2 j2
1
3
Sistem
terkompensasi
G c (s)G(s)
memiliki
fungsi
alih
lup
terbuka
18,7(s 2,9)
s(s 2)(s 5,4)
Sedang rangkaian kompensatornya dapat dilihat pada gambar dibawah ini dengan
mengingat bahwa :
G c (s) 4,68
s 2,9
0,34s 1 R 2 R 4 R 1C1 1
2,51
s 5,4
0,185s 1 R 1 R 3 R 2 C 2 s 1
7. Pengecekan ulang Kv :
Kv sistem semula =
s 0
4
2 det ik 1
s(s 2)
Terlihat bahwa tanggapan keadaan tunak sistem terkompensasi lebih baik pula.
Pole ketiga sistem terkompensasi akan diperoleh pada s = -3,4. Terlihat bahwa pole
ini berdekatan dengan zero kompensator pada s = -2,9, sehingga pengaruh pole
tersebut pada tanggapan peralihan relatif kecil.
8. Ada beberapa alternatif penentuan pole dan zero komponen satuan, tidak hanya
seperti pada butir 4. Pada prinsipnya cukup sudut CPD pada Gambar 7-9 saja yang
dibuat 300, sehingga letak pole dan zero kompensator dapat digeser-geser sepanjang
sumbu nyata.
Salah satu alternatif adalah dengan meletakkan zero kompensator pada s = -2 (dan
pole pada s = -4), sehingga sistem terkompensasi memiliki orde tetap = 2 (bukan 3)
akibat pole sistem semula pada s = -2 dihilangkan oleh zero kompensator tersebut.
Pada keadaan ini Kv yang diperoleh adalah 4 detik-1.
1
E o ( s)
Ts 1
T ;
Kc
Kc
1
E i ( s)
Ts 1
s
T
s
(6-6)
dengan:
T = R 1 C1 ;
T= R2C2;
= R2C2/R1C1 > 1
kompensator akan saling berdekatan dan kedua-duanya berada sangat dekat dengan titik
asal. Dengan membuat pole dan zero berdekatan satu dengan lainnya, maka pengaruh
keduanya saling meniadakan. Hal ini pada akhirnya menyebabkan karakteristik
peralihan sistem semula tidak banyak berubah. Disisi lain, kompensator memberikan
tambahan penguatan loop terbuka pada sistem yang dikompensasinya, sehingga galat
keadaan tunak sistem mengecil. Dengan alasan praktis, umumnya nilai penguatan
dibatasi dalam cakupan antara 1 hingga 15.
Kompensator ini digunakan bila tanggapan transient sistem semula
memuaskan (melalui gain adjustment), tetapi karakteristik keadaan tunaknya tidak
memenuhi. Telah diketahui pada pembahasan tentang karakteristik keadaan tunak pada
Bab 4.3, bahwa galat keadaan tunak akan mengecil dengan membesarnya penguatan lup
terbuka. Dengan demikian, perbaikan+ sistem dapat dilakukan dengan memperbesar
penguatan tersebut. Meskipun demikian, bila hal ini dilakukan hanya dengan
memperbesar penguatan saja, maka karakteristik peralihan sistem akan berubah, bahkan
sistem mungkin menjadi tidak stabil sebagaimana telah diketahui pada pembahasan
Root Locus pada Bab 5. Dengan menggunakan kompensator fasa mundur, maka
penguatan lup terbuka dapat ditingkatkan, sementara bentuk Root Locus disekitar polepole dominannya tidak banyak berubah.
Perubahan bentuk Root Locus disekitar pole-pole dominan ini dapat diketahui
dari sudut yang dikontribusikan kompensator. Sudut ini harus cukup kecil ( kurang
dari 5o),
bentuk Root Locus disekitar pole-pole dominan) masih dalam batas toleransi rancangan.
Dengan menempatkan pole dan zero kompensator berdekatan dan dekat dengan titik
asal, maka sudut kontribusi yang kecil dapat dicapai.
Perhatikan kembali Persamaan (6-6). Bila diambil
1
1
T
T
1
T K
Gc ( s1 ) K c
c
1
s1
T
s1
(6-7)
Bila Kc=1, maka tanggapan transient tak berubah, tetapi penguatan total lup terbuka
sistem terkompensasi pada Persamaan (6-8) meningkat dengan faktor . Dengan
demikian, konstanta galat statik membesar dengan faktor , sehingga galat keadaan
tunak mengecil.
Gc ( s)G( s) Kc
Ts 1
G( s) ;
Ts 1
(6-8)
dari
spesifikasi transientnya.
-
Anggap kompensator memiliki fungsi alih seperti pada Persamaan (6-6) yang
dituliskan kembali dibawah ini.
1
Ts 1
T ;
Gc ( s) Kc
Kc
1
Ts 1
s
T
s
Gc(s)G(s)
2. Hitung konstanta galat statik sistem semula G(s). Tentukan faktor penguatan yang
perlu ditambahkan melalui:
(Root Locus lama dan baru akan hampir berhimpitan bila sudut yang
dikontribusikan oleh kompensator cukup kecil).
Contoh 6-2:
Sistem semula : G(s) H(s)
K
dengan K 1,06
s(s 1) (s 2)
0,53 s 1
s s s(s 1) (s 2)
Kv
s12 = -0,33
j0,58
atau : 0,5
n 0,67 rad / s
Gambar Root Locus sistem semula :
Menentukan :
K v yang diinginkan
5
~10
K v semula
0,53
Menentukan T :
Nilai T harus dipilih cukup besar agar pole dan zero kompensator berdekatan dan
dekat titik asal, sehingga karakteristik transient tak banyak berubah (Root Locus
sistem terkompensasi hanya tergeser sedikit dari Root Locus sistem semula).
Tolok ukur besarnya perubahan karakteristik transient dapat dilihat dari sudut fasa
yang dikontribusikan oleh kompensator. Makin kecil sudut ini (katakan antara 10
sampai 100), makin kecil pula perubahan karakteristik transient sistem.
s 0,1
s 0,01
Sudut yang dikontribusikan oleh Gc(s) pada s = -0,33 j0,58 adalah :
Misal : T = 10, maka Gc(s) = Kc
Gc( s)
Kc
0,23 j 0,58
0,32 j 0,58
s 033 j 0,58
tan 1
0,58
0,58
tan 1
0,23
0,32
Dengan anggapan bahwa T = 10 dapat direalisasikan dan sudut cukup kecil, pilih T =
10.
G c (s) G(s)
1,06K c (s 0,1)
s(s 1)(s 2)(s 0,01)
Root Locusnya :
- Menentukan Kc
Kc dicari dari syarat magnitude Root Locus sistem terkompensasi :
G c (s)G(s)
untuk = 0,5
s1, 2 j 3
sehingga :
1,06 K c (s 0,1
1
s j 3
s(s 1)(s 2)(s 0,01
Diperoleh persamaan :
1,06K c 0,1 j 3
2 4 2 12 2 j 3 4 2 2
Atau :
1,06Kc 4(2 2 1)
dan :
Pole
s 0,1
s 0,01
tertutup
dominan
semula
dengan
Pole lup tertutup dominan sistem terkompensasi S1,2 0,28 j0,48 dengan =
0,5 dan n = 0,56 rad/detik.
Terlihat bahwa terjadi penurunan pada n sebesar 16 %, sehingga tanggapan
sistem terkompensasi lebih lambat.
Kv yang diperoleh :
lim
sGc(s)G (s)
s 0
1,06x0,88 (0,1)
4,7 s 1
(1) (2) (0,01)
Kv
kompensator Fasa Mundur memperbesar penguatan pada frekuensi rendah yang pada
akhirnya memperbaiki akurasi keadaan tunak, dan memperlambat tanggapan akibat
mengecilnya lebar bidang frekuensi. Dengan menggabungkan kedua kompensator
tersebut, maka akan diperoleh perbaikan karakteristik sistem baik pada daerah peralihan
maupun pada keadaan tunak.
Dalam realisasinya menggunakan rangkaian elektronik, kompensator ini tetap
hanya membutuhkan 2 tingkat OpAm sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 6-8.
Eo ( s ) R6 Z1 ( s )
Ei ( s ) R5 Z 2 ( s )
R R ( R R3 )C1 s 1
R2 C 2 s 1
4 6 1
R3 R5
R1C1 s 1 ( R2 R4 )C 2 s 1
Ambil :
T1 ( R1 R3 )C1 ;
T1
T2 ( R2 R4 )C 2
Sehingga:
(6-9)
R1C1 ;T2 R2 C 2 ;
E o ( s)
T1 s 1 T2 s 1
Kc
T2 s 1
E i ( s)
T1
s 1
Kc
1
1
s s
T1
T2
1
s s
T1
T2
dengan:
R R3
R R4
1
1; 2
1
R1
R2
R R R R R3
Kc 2 4 6 1
R1 R3 R5 R2 R4
(6-10)
Meskipun demikian, mengingat ada 2 parameter yang terlibat dalam kompensasi ini,
maka prosedur perancangannya dibedakan antara untuk kasus dan untuk kasus
.
Langkah-langkah Perancangan untuk Kasus adalah sbb:
1. Tentukan letak pole-pole lup tertutup dominan yang diinginkan
(dari spesifikasi).
2. Ambil fungsi alih lup terbuka sistem semula G(s) dan kompensator Gc(s) seperti
persamaan sebelumnya. Tentukan sudut deficiency yang harus dikontribusikan
oleh bagian Fasa Maju kompensator.
3. Anggap T2 dipilih cukup besar, sehingga
1
T2
1; s1= salah satu pole lup tertutup dominan.
1
s1
T2
s1
s1
T1
s1
T1
Kc
1
s
T1
s
T1
G ( s1 ) 1
s s
T1
T2
lim s0 sKc
G ( s)
1
s s
T1
T2
lim s0 sKc
G ( s)
Tentukan T2 sehingga:
1
T2
1; dan
1
s1
T2
s1
s1
T1
5o
s1
T1
0o
s s
T1
T2
lim s0 sK c
1
s s
T1
T2
G ( s)
lim s0 sK c G ( s)
3. Tentukan sudut deficiency yang harus dikontribusikan oleh bagian Fasa Maju
kompensator.
4. Tentukan T1 dan melalui syarat magnitude dan sudut fasa:
Kc
1
s
T1
s
T1
G ( s1 ) 1 ;
s1
T1
s1
T1
1
1
s1
T2
T1
1; dan 5o
1
s1
s
T2
T1
s1
0o
dengan :
s1= salah satu pole lup tertutup dominan.
Catatan: T2 tak boleh terlalu besar agar dapat direalisir.
Contoh 6-3:
Suatu sistem kendali balikan satuan dengan G(s)
4
diinginkan memiliki
s(s 0,5)
koefisien redaman dari pole-pole lup tertutup dominannya sebesar 0,5, menaikkan
frekuensi natural tak teredamnya hingga 5 rad/detik, dan konstanta kecepatan
statiknya 80 detik-1.
Solusi :
1). Pengecekan melalui gain adjustment
Persamaan karakteristik sistem semula :
-0,5
s
T1
Gc (s) K c
s
T1
s
T2
1
s
T2
; ( 1 ; 1)
s
4K c
T1
G c (s) G (s)
s(s 0,5)
s
T1
s
T2
1
s
T2
Sudut
fasa
4
s(s 0,5)
sistem
semula
untuk
pole-pole
yang
diinginkan
adalah
235 0
s 2, 5 j4, 33
Dengan demikian fasa maju yang harus diberikan oleh bagian fasa maju dan
kompensator adalah 550.
j4
55o
j3
j2
j1
B
-6
x-5
-4
-3
-2
-1
-j1
-j2
-j3
Disini zero kompensator bagian fasa majunya dipilih pada s = -0,5 untuk
menghilangkan pole sistem semula pada s = -0,5.
Sedang pole kompensator dapat dihitung dengan memperhatikan sudut APB adalah
550 ; diperoleh s = -5,021. Dengan demikian bagian kompensator ini adalah :
1
T1
s 0,5
Kc
Kc
s 5,021
s
T1
s
Diperoleh T1 = 2 ; = 10,04
5. Kc ditentukan dari syarat magnitude : G c (s) G (s) 1
Kc
s 0,5
4
1
s 5,021
s(s 0,5) s 2,5 j4,33
Diperoleh Kc = 6,26
[Catatan : bagian fasa mundur tak disertakan dalam syarat magnitude karena
magnitude kompensator bagian fasa mundur ini mendekati 1]
G (s)
s 0
4
80 lim s(6,26)
s 0
10,04 s(s 0,5)
80 4,988 , diperoleh 16,04
80 lim sK c
1
T2
1
s
16,04T2
s
dan 5 0
s 2 , 5 j 4 , 33
00
s 2 , 5 j 4 , 33
s
5
s 0,2
s 0,01247
1
s 16,04 x5
s 5,02 s 0,01247
G c (s)G(s)
25,04(s 0,2)
s(s 5,02)(s 0,01247 )
7. Pengecekan Ulang
Root Locus sistem terkompensasi ditunjukkan pada gambar diatas. Bila dihitung,
maka letak pole lup tertutup dominan (yang semula diinginkan pada
s 2,5 j4,33 hanya tergeser sedikit ke s 2,4123 j4,2756 (dengan = 0,491)
akibat pengaruh bagian fasa mundur kompensator, sedang letak pole ketiga sistem
terkompensasi pada s = -0,2078. Mengingat pole ini dekat sekali dengan zero pada s
= -0,2, maka pengaruh pole ini pada tanggapan peralihan kecil.
Sedang perbandingan tanggapan undak satuan dan lereng satuan sistem semula dan
sistem terkompensasi dapat dilihat pada 2 gambar berikut ini :
BAB VII
TANGGAPAN FREKUENSI
Tanggapan frekuensi adalah tanggapan keadaan tunak suatu sistem terhadap
masukan sinusoidal. Dalam metoda tanggapan frekuensi, frekuensi sinyal masukan
dalam suatu daerah frekuensi tertentu diubah dan tanggapan frekuensi yang dihasilkan
dipelajari.
Kriteria kestabilan Nyquist memungkinkan untuk menyelidiki kestabilan mutlak
maupun relatif sistem linier lup tertutup dari karakteristik tanggapan frekuensi lup
terbukanya. Dalam menggunakan kriteria kestabilan ini tidak diperlukan untuk
menentukan akar-akar persamaan karakteristik. Pengujian tanggapan frekuensi pada
umumnya sederhana dan dapat dilakukan secara teliti dengan menggunakan pembangkit
sinyal sinusoidal yang telah tersedia dan alat-alat ukur yang teliti. Seringkali fungsi alih
komponen yang rumit dapat ditentukan secara eksperimental dengan pengujian
tanggapan frekuensi.
Metoda tanggapan frekuensi dapat diterapkan pada sistem yang tidak
mempunyai fungsi rasional. Solusi dari pada itu, sistem (kendalian) yang tidak diketahui
atau sistem yang benar-benar dikenal, dapat ditangani dengan metoda tanggapan
frekuensi sedemikian sehingga pengaruh derau yang tidak diinginkan dapat diabaikan
dan analisis serta perancangan semacam ini dapat diperluas ke sistem kendali non-linier.
Pada bab ini akan dibahas metoda Bode Plot dan metoda Nyquist untuk analisis
sistem kendali dalam kawasan frekuensi. Selanjutnya dibahas konsep kestabilan
menurut Bode Plot dan menurut kriteria Nyquist. Bila pada Bab V konsep kestabilan
sistem kendali dapat langsung diterapkan pada Root Locus yang berkawasan waktu,
maka pada bab ini konsep kestabilan pada Bode Plot dan Nyquist diterapkan secara
tidak langsung, yaitu dengan mengaitkan letak pole-pole lup tertutup sistem dengan
besaran margin fasa dan margin penguatan.
7.1 Pendahuluan
Perhatikan sistem linier yang tidak berubah dengan waktu seperti yang terlihat
pada Gambar 7-1 berikut ini.
184
y(t)
x(t)
G(s)
X(s)
Y(s)
Y(s)
X(s)
(7-1)
G(s)
X sin
(7-2)
(7-3)
Y sin( t + )
dengan
X G(j )
(7-4a)
dan
G(j )
tan
(7-4b)
Suatu sistem linier yang tidak berubah dengan waktu stabil yang dikenai
masukan sinusoidal, pada keadaan tunak, akan mempunyai keluaran sinusoidal dengan
frekuensi yang sama dengan masukannya.Tetapi amplituda dan fasa dari keluaran, pada
umumnya, berbeda dengan masukannya. Pada kenyataannya, amplitudo keluaran
merupakan hasil kali amplitudo masukan dengan G(j ) ; sedangkan sudut fasa berbeda
dari masukannya sebesar
G(j ).
G(j )
Y(j )
X(j )
G(j )
Y(j )
X(j )
Y(j )
X(j )
(7-5)
G(j )
4. Faktor kuadratik 1 2
j
n
7.2.1.1 Penguatan K
Setiap angka yang lebih besar dari satu mempunyai nilai positif dalam dB,
sedangkan angka yang lebih kecil dari satu mempunyai nilai negatif. Kurva besaran log
untuk penguatan K yang konstan merupakan garis horizontal dengan besaran 20 log K
dB. Sudut fasa penguatan K adalah nol. Pengaruh perubahan penguatan K pada fungsi
alih dapat menaikkan atau menurunkan kurva besaran log fungsi alih tadi sesuai dengan
besar 20 log K, tetapi tidak mempunyai pengaruh pada sudut fasa.
dB
20 log K
20 log
1
j
20 log
(j ) 1
1
dalam desibel adalah
j
dB
ke 2
1,
dengan
adalah suatu
1
ke 10
1,
dB digambarkan terhadap
20 log j
20 log
dB
dengan sudut fasa yang konstan, yaitu 900. Kurva besaran log adalah suatu garis lurus
dengan kemiringan 20 dB/dekade. Gambar berikut memperlihatkan kurva tanggapan
frekuensi masing-masing untuk 1 dan j . Perbedaan kedua tanggapan frekuensi dari
j
faktor 1 dan j terletak pada tanda kemiringan kurva besaran - log dan tanda sudut
j
dB
40
40
20
20
-20
-20
-40
0,1
10
-40
0,1
100
90
180
0,1
10
100
10
100
10
100
90
180 o
0,1
1
j
masing-masing menjadi
1
(j ) n
log j
20 log (j ) n
log j
20 log
20n log
dB
atau
20n log
dB
1
j
dan
1
j
(j )n,
= -90o n di
j T) 1
20 log
1
1 j T
20 log 1
<<
T2
= 1.
1
adalah
1 j T
T 2 dB
1
, besaran log dapat didekati dengan
T
20 log 1 = 0 dB
Jadi kurva besaran log pada frekuensi rendah terletak di garis konstan 0 dB.
>>
T2
1
, besaran log dapat didekati dengan
T
20 log T dB
1
, besaran log = 0 dB
T
10
, besaran log = -20 dB
T
. Untuk
1
,
T
kurva besaran log tersebut menjadi suatu garis lurus dengan kemiringan -20 dB/dekade
atau -6 dB/oktaf.
Kurva tanggapan frekuensi dari faktor
1
dapat didekati dengan dua buah
1 j T
garis lurus asimtotis, satu garis lurus pada 0 dB untuk daerah frekuensi 0 <
<
1
, dan
T
yang lain garis lurus dengan kemiringan -20 dB/dekade (-6 dB/oktaf) untuk rentang
frekuensi
1
<
T
<
. Kurva besaran log dan kurva sudut fasanya terlihat pada gambar
berikut.
Gambar 7-4: Kurva tanggapan frekuensi besaran - log dan sudut fasanya, untuk
1
.
1 j T
1
merupakan frekuensi sudut karena
T
1
kedua asimtot mempunyai nilai yang sama. (Ekspresi asimtot frekuensi
T
rendah pada
=
1
, frekuensi
1 j T
1
adalah 20 log 1 dB = 0 dB; ekspresi asimtotik frekuensi tinggi pada
T
1
juga 20 log 1 dB = 0 dB). Frekuensi sudut membagi kurva tanggapan frekuensi
T
menjadi dua daerah, yaitu kurva untuk daerah frekuensi rendah dan kurva untuk daerah
frekuensi tinggi. Frekuensi sudut sangat penting dalam membuat sketsa kurva
tanggapan frekuensi logaritmik. Sudut fasa sebenarnya
dari faktor
1
adalah
1 j T
tan
Pada frekuensi nol, sudut fasanya adalah 00. Pada frekuensi sudut, sudut fasanya adalah
tan
T
T
tan 1 1
450
20 log 1 1 20 log 1
10 log 2
3,03 dB
3 dB
Galat pada frekuensi satu oktaf di bawah frekuensi sudut, yaitu pada
20 log
1
1 20 log 1
4
20 log
5
2
0,97 dB
- 1 dB
Galat pada frekuensi satu oktaf di atas frekuensi sudut, yaitu pada
20 log 2 2
1 20 log 2
20 log
5
2
0,97 dB
1
adalah
2T
2
adalah
T
-1 dB
Jadi galat pada satu oktaf di bawah atau di atas frekuensi sudut hampir sama dengan -1
dB. Dengan demikian galat pada satu dekade di bawah atau di atas frekuensi sudut kirakira -0,04 dB. Dalam prakteknya, kurva tanggapan frekuensi yang teliti digambarkan
dengan menempatkan titik -3 dB pada frekuensi sudut dan titik -1 dB satu oktaf di
bawah atau di atas frekuensi sudut dan selanjutnya menghubungkan titik ini dengan
suatu kurva yang halus (smooth).
Suatu kelebihan diagram Bode adalah untuk faktor-faktor kebalikan, misalnya
hanya perlu diubah tandanya. Karena
20 log 1 j T
1 j T
tan
20 log
1
1
1 j T
1
1 j T
1
adalah 20 dB/dekade. Dan sudut
1 j T
. Kurva
1
seperti terlihat pada gambar berikut.
1 j T
2 1
1 2
j
n
1 2
j
n
Jika
> 1, maka faktor kuadratik ini dapat dinyatakan sebagai perkalian dua buah orde
pertama dengan pole riel. Pole s1 dan s2 adalah akar-akar nyata, dengan bentuk
s
s1
1 dan
s
s2
< 1, maka faktor kuadratik akan mempunyai dua akar kompleks sekawan.
Pendekatan asimtot pada kurva tanggapan frekuensi untuk suatu faktor dengan harga
rendah adalah tidak teliti. Hal ini disebabkan besaran dan fasa faktor kuadratik tersebut
tergantung pada frekuensi sudut dan rasio redaman .
Mengingat:
20 log
1 2
20 log
1 j
2
n
j
n
n,
menjadi
-20 log 1 = 0 dB
Jadi asimtot frekuensi rendah merupakan garis horizontal pada 0 dB.
Untuk frekuensi tinggi,
20 log
2
n
dB
40 log
n
Persamaan untuk asimtot frekuensi tinggi merupakan garis lurus dengan kemiringan -40
dB/dekade, karena
40 log
10
40 40 log
n
frekuensi ini
40 log
40 log 1 0 dB
, karena pada
Sudut
fasa
faktor
kuadratik
1 2
j
n
tan
j
n
n,
Pada
2
0
tan1
..... (7-6)
1
n
dan . Pada
tan
1
1 2
adalah
900
, sudut fasa menjadi -1800. Kurva sudut fasa simetris miring terhadap
infleksi pada
= -900.
2
j
n
dapat diperoleh hanya dengan membalik tanda besaran log dan sudut fasa dari faktor
1
2
1 2
j
n
Contoh 7-1
Gambarkan diagram Bode untuk fungsi alih lup terbuka
G(s)H(s)
Jawab :
40(s 10)
s(s 40)
G(s)H(s)
40(s 10)
s(s 40)
40(j
j (j
G(j )H(j )
10)
40)
j
1
10
j
1
40
400
40 j
j
1
10
j
1
40
10
j
1 dan
1
j
40
1
(garis -20 dB/dekade atau -6 dB/oktaf melalui titik
j
10
G(j )H(j )
G(j )H(j )
5,710
G(j )H(j )
11,310
G(j )H(j )
26,57 0
10
G(j )H(j )
450
20
G(j )H(j )
63,430
40
G(j )H(j )
76 0
G(j )H(j )
j
40
G(j )H(j )
1
G(j )H(j )
1,430
10
G(j )H(j )
14,0 0
20
G(j )H(j )
26,57 0
40
G(j )H(j )
450
80
G(j )H(j )
63,430
tan
10
tan
40
= 1).
G(j )H(j )
1
j
G(j )H(j )
10
900
G(j )H(j )
00
G(j )H(j )
Gambar 7-6: Kurva tanggapan frekuensi besaran - log dan sudut fasanya, untuk
Contoh 7-1.
E(s)
G(s)
C(s)
Konstanta galat posisi statik, konstanta galat kecepatan statik dan konstanta galat
akselerasi statik, masing-masing menggambarkan perilaku frekuensi rendah dari sistem
tipe 0, tipe 1 dan tipe 2. Untuk setiap sistem, hanya ada satu konstanta galat statik yang
terhingga dan signifikan. (Makin besar harga konstanta galat statik terhingga tersebut,
maka penguatan lup menjadi semakin tinggi jika
mendekati nol).
Tipe sistem menentukan kemiringan kurva besaran - log pada frekuensi rendah.
Jadi, informasi mengenai keberadaan dan besarnya galat keadaan tunak suatu sistem
kendali terhadap masukan dapat ditentukan dari pengamatan pada daerah frekuensi
rendah kurva besaran - log.
atau
G(j )
K(Ta j
j N (T1 j
1)(Tb j
1)(T2 j
1) (Tm j
1) (Tp j
1)
1)
Gambar 7-8 memperlihatkan suatu contoh diagram besaran - log suatu sistem tipe 0.
Dalam suatu sistem, besaran G(j ) sama dengan Kp pada frekuensi rendah, atau
dB
-20 dB/dekade
20 log K p
-40 dB/dekade
lim G(j )
Kp
Hal ini berarti asimtot frekuensi rendah berupa garis harizontal yang terletak pada 20
log Kp dB.
dB
20 log K
Kv
- 40 dB / dekade
G(j ) =
Kv
, untuk
j
<< 1
sehingga
20 log
Kv
j
= 20 log K v
=1
Perpotongan dari segmen keadaan mula -20 dB/dekade (atau perpanjangannya) dengan
garis 0 dB mempunyai suatu frekuensi yang besarnya sama dengan Kv. Untuk melihat
hal ini, definisikan frekuensi pada perpotongan ini sebagai
Kv
=1
j
atau
Kv
1,
maka
Ka
, untuk
(j ) 2
G(j ) =
<< 1
maka
20 log
Ka
j
= 20 log K a
=1
dB
- 40 dB / dekade
60 dB / dekade
20log K a
20 dB / dekade
0
1
Ka
dalam ska la log
Frekuensi
perpanjangannya) dengan garis 0 dB memberikan kuadrat Ka. Hal ini dapat dilihat dari
20 log
Ka
(j ) 2
Ka
(j ) 2
Ka
sehingga
1
2
a
Ka
= 20 log 1 = 0
Contoh 7-2
Diberikan fungsi alih sistem
G (s)
25
4s 25
Jawab :
Program MATLAB :
num=[0 0 25];
den=[1 4 25];
bode(num,den)
subplot(2,1,1);
title(Diagram bode dari G(s) = 25/(s^2+42+25))
25
.
4s 25
Contoh 7-3
Diberikan fungsi alih lup terbuka suatu sistem adalah
G (s)
9(s2 0,2s 1)
s(s2 1,2s 9)
Jawab :
Program MATLAB :
num=[ 0 9 1.8 9];
den=[ 1 1.2 9 0];
bode(num,den)
subplot(2,1,1);
title(Diagram Bode dari G(s) = 9(s^2+0,2s+1)/[s(s^2+1,2s+9)]
Diagram Bode yang dihasilkan secara otomatis akan mempunyai rentang frekuensi 0,1
rad/dtk sampai 10 rad/dtk.
9(s2 0,2s 1)
.
s(s2 1,2s 9)
Jika diinginkan gambar diagram Bode dari 0,1 rad/dtk sampai 1000 rad/dtk, masukkan
perintah
w=logspace(-2,3,100)
Perintah ini menghasilkan 100 titik logaritmis yang sama di antara 0,01 rad/dtk dan 100
rad/dtk.
9(s2 0,2s 1)
.
s(s2 1,2s 9)
Program MATLAB-nya :
num=[ 0 9 1.8 9];
den=[ 1 1.2 9 0];
w=logspace(-2,3,100);
bode(num,den,w)
subplot(2,1,1);
title(Diagram Bode dari G(s) = 9(s^2+0,2s+1)/[s(s^2+1,2s+9)]
kemudian rentang frekuensi ditentukan, tetapi rentang besaran dan rentang sudut fasa
secara otomatis akan ditentukan.
Untuk rentang besaran dan rentang sudut fasa tertentu, gunakan perintah
[mag,phase,] = bode(num,den,w)
Matriks mag dan phase berisi besaran dan sudut fasa tanggapan frekuensi yang
dievaluasi pada titik-titik frekuensi yang ditentukan. Sudut fasa dikembalikan ke dalam
satuan derajat. Besaran dapat dikonversikan ke desibel dengan pernyataan
magdB=20*log(mag)
Jadi diagram polar adalah tempat kedudukan vektor G(j ) G(j ) jika
sampai
diubah dari 0
. Dalam diagram polar, sudut fasa positif (negatif) diukur berlawanan arah
dengan arah jarum jam (searah dengan arah jarum jam) dari sumbu riel positif. Diagram
polar sering disebut diagram Nyquist. Gambar 7-11 berikut merupakan contoh diagram
polar.
Re G(j
Im
Re
G(j
)
Im G(j )
G(j
Setiap titik pada diagram polar dari G(j ) merupakan titik terminal dari vektor
untuk harga
tertentu. Proyeksi G(j ) pada sumbu nyata dan sumbu khayal adalah
komponen nyata dan komponen khayal G(j ). Untuk menggambar diagram polar, baik
besaran G(j ) maupun sudut fasa
frekuensi
maka data yang diperlukan untuk menggambar diagram polar dapat diperoleh secara
langsung dari diagram logaritmik tersebut, yaitu jika diagram ini digambarkan lebih
dahulu dan skala desibel diubah menjadi skala besaran biasa. Atau MATLAB (program
komputer) dapat digunakan untuk menentukan suatu diagram polar G(j ) atau
mendapatkan G(j ) dan
1
7.3.1 Faktor Integral Dan Derivatif (j )
1
adalah sumbu khayal negatif, karena
j
G( j )
1
j
G( j )
900
900
G(j0)
1
1 j T
= 0 dan
1
1
=
tan
1
, masing-masing adalah
T
1
1 00 dan G(j )
T
1
2
450
Jika
menuju
Diagram polar dari fungsi alih ini adalah setengah lingkaran jika frekuensi diubah dari 0
sampai
,seperti terlihat pada gambar berikut. Pusat terletak di 0,5 pada sumbu nyata
Im
1
2
1
G(j
T2
1
)
T
T
2
Re
0,5
G(j
1
)
T
T=1
1
.
1 j T
X + jY
dengan
X=
Y=
1
1+
1+
T2
T
= bagian imajiner dari G(j )
T2
maka diperoleh
(X
1 2
)
2
11
21
T2
2 2
T
T
2 2
T
1
2
Jadi, pada bidang X-Y, G(j ) berupa lingkaran dengan pusat di X = , Y = 0 dan jarijari , seperti diperlihatkan gambar berikut. Lingkaran bagian bawah berkaitan dengan
0
0.
0,5
Diagram polar dan fungsi alih 1 + j T berupa garis lurus melalui titik (1,0)
dalam bidang kompleks dan paralel dengan sumber imajiner, seperti yang terlihat pada
gambar berikut.
Im
0
0
Re
1 2
j
n
G(j )
1 2
>0
j
n
1800
-1800 jika
sumbu riel negatif. Harga-harga G(j ) dalam rentang frekuensi yang diinginkan dapat
dihitung secara langsung, atau dengan menggunakan diagram Bode, atau dengan
menggunakan MATLAB.
Contoh diagram polar dari fungsi alih yang diperhatikan, seperti yang terlihat
pada gambar berikut. Bentuk eksak dari suatu diagram polar tergantung dari harga rasio
redaman , tetapi bentuk umum dari diagram sama, baik untuk keadaan kurang teredam
(1> >0) dan terlalu diredam ( >1).
1 2
j
n
Im
0
1
Re
j
n
untuk
n
>0
; >0
K(1 + Ta j )(1 + Tb j )
(j ) (1 + T1 j )(1 + T2 j )
G(j )
b o (j ) m
a o (j ) n
b 1 (j ) m-1
a 1 (j ) n-1
; n > m.
Titik awal diagram polar adalah berhingga dan terletak pada sumbu riel positif.
Garis
nyata. Titik
tersebut
2. Untuk
Bentuk j pada penyebut menambah - 900 pada sudut fasa total dari G(j ) untuk 0
. Pada
Pada frekuensi rendah, diagram polar mempunyai asimtot berupa garis lurus yang
sejajar dengan sumbu khayal negatif. Pada
sehingga kurva konvergen ke titik asal dan menyinggung salah satu sumbu.
3. Untuk
Bentuk (j )2 pada penyebut menambah pada sudut fasa total dari G(j ) untuk 0
. Pada
frekuensi rendah, diagram polar mempunyai asimtot berupa garis lurus yang sejajar
dengan sumbu riel negatif. Pada
menyinggung salah satu sumbu.
Bentuk umum bagian frekuensi rendah diagram polar dari sistem tipe 0, tipe 1,
dan tipe 2 terlihat pada gambar berikut.
Gambar 7-20: Diagram polar dari sistem tipe 0, tipe 1, dan tipe 2.
Terlihat bahwa jika derajat polinomial penyebut dari G(j ) lebih besar dari derajat
polinomial pembilangnya, maka tempat kedudukan G(j ) konvergen ke titik pusat (0,0)
searah dengan arah jarum jam. Pada
satu sumbu.
Bentuk kurva diagram polar yang rumit disebabkan oleh dinamika
pembilangnya, yaitu konstanta waktu dalam pembilang dari fungsi alih.
Gambar 7-21: Diagram polar dari fungsi alih dengan dinamika pembilang.
Dalam analisis sistem kendali, diagram polar dari G(j ) pada rentang frekuensi yang
diinginkan harus ditentukan secara teliti.
Contoh 7-4 :
Penguatan lup terbuka G( j ) H( j )
j (0,6 j
5
1)(0,1j
untuk
G(j )H(j )
5
j
G(j )H(j )
5
(j )3 0,06
90 0
0
270 0
270 0
180 0
00
-1
(
0,433
4)
90 0
1)
Perpotongan dengan garis -1800 (dicari dengan cara coba-coba), yaitu pada
tertentu, dalam hal ini pada
G( j ) H( j )
= 4 rad/dtk.
5
4 j(2,4 j 1)(0,4 j 1)
5
4( 2,4
1 )( 0,4
0,433
180 0
1 )
c. Cara pemetaan
Untuk menggambarkan G(s)H(s) dengan pemetaan dari bidang s ke bidang GH
(koordinat bola). Diperlukan kurva yang lengkap, termasuk frekuensi kompleks dan
negatif. Mes kipun demikian, cara ini tidak teliti.
G(s)
num(s)
den(s)
dengan num dan den berisi koefisien polinomial dalam pangkat s yang menurun.
Perintah
nyquist(num,den,w)
menggunakan vektor frekuensi w yang ditentukan oleh pemakai. Vektor w menyatakan
titik-titik frekuensi dalam radian per detik di mana tanggapan frekuensi akan dihitung.
Bila diminta dengan argumen sebelah kiri
[re,im,w] = nyquist(num,den)
atau
[re,im,w] = nyquist(num,den,w)
MATLAB mengembalikan tanggapan frekuensi sistem dalam matriks re, im, dan w.
Tidak terdapat diagram pada layar. Matriks re dan im berisi bagian riel dan imajiner dari
tanggapan frekuensi sistem yang dievaluasi pada titik-titik frekuensi tertentu dalam
vektor w. Perhatikan bahwa re dan im mempunyai banyak kolom sebagai keluaran dan
satu baris untuk setiap elemen dalam w.
Contoh 7-5
Diberikan fungsi alih lup terbuka dari sistem adalah
G(s)
1
0,8s 1
Jawab :
Karena sistem diberikan dalam bentuk fungsi alih, perintah
nyquist(num,den)
dapat digunakan untuk menggambar suatu diagram Nyquist.
Program MATLABnya :
num=[0 0 1];
den=[ 1 1.8 1];
nyquist(num,den)
grid
title(Diagram Nyquist dari G(s) = 1/(s^2+0,8s+1))
1
0,8s 1
1
untuk rentang -2 hingga +2
0,8s 1
0,
tertutup terletak disebelah kiri bidang-s. Sistem tetap stabil meskipun pole-pole/zerozero fungsi alih loop terbuka ada yang terletak disebelah kanan bidang-s.
Kriteria ini sangat berguna karena kestabilan mutlak sistem lup tertutup dapat
ditentukan secara grafis dari kurva tanggapan frekuensi lup terbuka sehingga tidak perlu
mencari pole-pole lup tertutup. Kurva tanggapan frekuensi lup terbuka yang diperoleh
secara analitis maupun yang diperoleh secara eksperimental dapat digunakan untuk
analisis kestabilan.
Untuk memahami konsep kestabilan Nyquist, diperlukan pemahaman tentang
konsep pemetaan dari bidang-s ke bidang F ( s) 1 G ( s) H ( s) terlebih dahulu.
Gambar 7-24 menunjukkan hasil pemetaan tersebut untuk beberapa kasus. Beberapa
catatan yang dapat diambil dari Gambar 7-24 adalah sebagai berikut:
1. Bila ada n pole dikelilingi oleh kurva tertutup bidang-s, maka titik asal akan
dikelilingi n kali berlawanan arah jarum jam pada di bidang F(s).
2. Bila ada pole dan zero dengan jumlah sama pada kurva tertutup di bidang -s,
maka kurva tertutup di bidang F(s) tak mengelilingi titik asal.
3. Bila ada zero yang dilingkupi oleh kurva tertutup di-bidang-s, maka kurva
tertutup pada bidang F(s) nya akan mengelilingi titik asal searah jarum jam
sebanyak jumlah zero tersebut.
4. Bila kurva tertutup di bidang-s tak mencakup pole atau zero, maka kurva
pemetaannya di bidang F(s) tak mengelilingi titik asal pula.
5. Pemetaan dari bidang-s ke bidang F(s) merupakan pemetaan 1-1, sebaliknya
tidak.
Secara umum, persamaan karakteristik suatu sistem kendali dapat dinyatakan sbb:
F ( s)
p( s)
q ( s)
Bila P = jumlah pole F(s) yang terletak di dalam beberapa lintasan tertutup dibidang-s,
dan Z = jumlah zero F(s) yang terletak di dalam beberapa lintasan tertutup di bidang-s,
dengan lintasan-lintasan tersebut tidak melalui pole-pole / zero-zero tersebut. Apabila
lintasan-lintasan pada bidang-s tersebut dipetakan pada bidang F(s), maka jumlah total
N lintasan tertutup di bidang F(s) yang mengelilingi titik asal searah jarum jam = Z - P.
Dalam aplikasinya, teori pemetaan pada analisis kestabilan harus memenuhi
beberapa persyaratan berikut ini:
Lintasan tertutup pada bidang-s mencakup semua bidang sebelah kanan (disebut
lintasan Nyquist) sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 7-25.
Semua pole dan zero 1 + G(s) H(s) yang memiliki bagian nyata positip tercakup
pada lintasan Nyquist.
Sistem stabil bila tak ada akar-akar persamaan karakteristik 1+G(s)H(s) = 0, atau
pole-pole loop tertutup didalam lintasan Nyquist.
ditunjukkan pada Gambar 7-26. Dengan demikian, pengelilingan titik asal pada kurva [1
+ G(j ) H(j )] berubah menjadi pengelilingan titik -1 + j0 pada kurva G(j ) H(j ).
Berikut ini adalah kriteria kestabilan Nyquist untuk kasus G(s)H(s) tak memiliki
pole/zero pada sumbu maya j . Bila fungsi alih loop terbuka G(s)H(s) memiliki k pole
di sebelah kanan bidang-s dan lim
s ~ G(s)H(s) = konstan, maka sistem stabil bila kurva
G(j )H(j ) mengelilingi titik -1 + j0 sebanyak k kali berlawanan arah jarum jam.
Secara matematis, kriteria tersebut dapat dituliskan sebagai berikut:
Z=N+P
dengan:
Z = banyaknya akar persamaan karakteristik 1+G(s)H(s)=0, atau pole-pole loop
tertutup yang terletak disebelah kanan bidang-s.
N = Berapa kali titik -1+j0 pada bidang G(j )H(j ) dikelilingi searah jarum
jam.
P = banyaknya pole loop terbuka G(s)H(s) yang terletak disebelah kanan
bidang-s.
Kriteria
tersebut
dapat
dinyatakan
sebagai
berikut:
Banyaknya
akar
F(s)=1+G(s)H(s) yang terletak di daerah tak stabil sama dengan banyaknya pole
G(s)H(s) di daerah tak stabil ditambah dengan berapa kali kurva F(s) mengelilingi titik
asal searah jarum jam.
Dengan demikian, sistem stabil bila Z = 0. Hal ini dapat terjadi apabila:
1. P = 0 dan N = 0
2. Bila P
0, maka N = -P
Pada kasus pertama, sistem yang tak memiliki pole dan zero loop terbuka yang terletak
disebelah kanan bidang-s (disebut sistem fasa minimum) akan stabil bila kurva Nyquist
pada bidang G(j )H(j ) tak mengelilingi titik 1+j0. Sedang pada kasus kedua, yaitu
untuk sistem yang memiliki P pole dan /atau zero loop terbuka yang terletak disebelah
kanan bidang-s (disebut sistem fasa non minimum) akan stabil bila kurva Nyquist pada
bidang G(j )H(j ) mengelilingi titik 1+j0 berlawanan arah jarum jam sebanyak P
kali.
Pada sistem yang memiliki beberapa loop, maka kestabilannya harus dianalisis
secara hati-hati mengingat sistem tersebut mungkin memiliki pole-pole yang terletak
disebelah kanan bidang-s. Perlu dicatat bahwa meskipun sistem loop dalamnya tidak
stabil, dengan perancangan yang sesuai sistem keseluruhan dapat stabil. Inspeksi
pengelilingan titik 1 + j0 oleh kurva G(j )H(j ) tidak cukup untuk melacak ketidak
stabilan pada sistem loop banyak. Dalam kasus ini, kestabilan lebih mudah diuji dengan
kriteria Routh.
Bila ada fungsi transendental (misal e-Ts) pada G(s)H(s), dekati fungsi tersebut
dengan 2 suku pertama deret sebagai berikut:
Ts
2
Ts
1
2
1
Ts
(Ts ) 2
8
(Ts ) 2
8
(Ts )3
48
(Ts )3
48
Ts
2
Ts
1
2
1
Ts
2 Ts
2 Ts
(7-7)
.
Gambar 7-27: Kurva Nyquist tidak melintasi pole / zero loop terbuka pada titik asal
Contoh 7-6:
Tentukan kestabilan sistem yang memiliki fungsi alih lup terbuka:
k
GsH s
ss 1
Jawab:
Pemetaan s
dengan
ej
;
; 90o sampai
G ej
H ej
90o , maka
k
ej
e j
(setengah lingkaran dengan jari-jari ~ dan bermula dari +900 hingga -900)
Contoh 7- 7:
Tentukan kestabilan sistem yang memiliki fungsi alih lup terbuka:
GsH s
k
s2 Ts 1
Jawab:
Pemetaan s
ej ; t
0;
: 90 o sampai 90o ,
diperoleh :
lim
GsH s
s te j
k
e j2
2
k
2
s Ts 1
Terlihat dari Gambar 7-29 bahwa : N=2, P=2, sehingga Z=2 yang menunjukkan
adanya 2 pole lup tertutup sistem berada didaerah tak stabil pada bidang s.
Contoh 7-8:
Analisislah kestabilan sistem yang memiliki fungsi alih lup terbuka berikut ini.
Gambar 7-30: Kurva Nyquist sistem pada Contoh 7-8 pada bidang GH
Contoh 7-9:
Analisislah kestabilan sistem yang memiliki fungsi alih lup terbuka berikut ini.
Gambar 7-31: Kurva Nyquist sistem pada Contoh 7-9 pada bidang GH
Contoh 7-10:
Analisislah kestabilan sistem yang memiliki fungsi alih lup terbuka berikut ini.
Gambar 7-32: Kurva Nyquist sistem pada Contoh 7-10 pada bidang GH
Contoh 7-11:
Analisislah kestabilan sistem yang memiliki fungsi alih lup terbuka berikut ini.
Gambar 7-33: Kurva Nyquist sistem pada Contoh 7-11 pada bidang GH.
Contoh 7-12:
Analisislah kestabilan sistem yang memiliki fungsi alih lup terbuka berikut ini.
Gambar 7-34: Kurva Nyquist sistem pada Contoh 7-12 pada bidang GH
Contoh 7-13:
Analisislah kestabilan sistem yang memiliki fungsi alih lup terbuka berikut ini.
10
G(s) H(s)
s(s 2)(s 3)
270 0
sistem stabil
180 0
00
90 0
Gambar 7-35: Kurva Nyquist sistem untuk G(s) H(s)
10
pada bidang GH
s(s 2)(s 3)
100
.
s(s 2)(s 3)
270 0
180 0
00
sistem stabil
90 0
100
pada bidang GH
s(s 2)(s 3)
500
.
s(s 2)(s 3)
00
90 0
500
pada bidang GH
s(s 2)(s 3)
K
sistemnya akan stabil bersyarat (conditionally
s(s 2)(s 3)
stable).
sumbu maya pada bidang-s. Dengan kata lain, sumbu maya merupakan batas antara
stabil dan tidak stabil.
Pada kawasan frekuensi, syarat kestabilan dapat diturunkan dari persamaan
karakteristik sistem balikan satuan [1 + G(j )=0 atau G(j )= -1], dengan G(j ) adalah
elemen maju. Persamaan kompleks ini selanjutnya dapat dipecah menjadi persamaan
untuk magnitude dan untuk sudut fasa. Dari persamaan untuk magnitude selanjutnya
diturunkan konsep margin penguatan dan margin fasa diturunkan dari persamaan kedua.
Konsep kestabilan akan lebih mudah dipahami setelah memahami pengertian margin
fasa dan margin penguatan.
adalah
dari fungsi alih lup terbuka pada frekuensi gain cross over
atau
= 1800 +
(7-8)
Dari gambar berikut terlihat bahwa dalam diagram polar sebuah garis harus
digambar dari pusat ke titik di mana lingkaran satuan berpotongan dengan diagram
G(j ). Sudut dari sumbu riel negatif ke garis ini adalah margin fasa. Margin fasa positif
untuk
atau zero di kanan sumbu khayal bidang s) yang stabil, margin fasa harus positif. Dalam
diagram logaritmik, titik kritis dalam bidang kompleks berkaitan dengan garis 0 dB dan
-1800.
G dB
G dB
margin penguatan
positif
log
margin penguatan
negatif
log
90 0
90 0
180 0
log
270 0
180 0
log
270 0
margin fasa
negatif
Sistem stabil
Im
Im
Bidang G
Bidang G
margin
penguatan
positif
margin fasa
negatif
1
Kg
-1
1
Re
margin
fasa positif
-1
Re
1
Kg
margin
penguatan
negatif
G( j )
G( j )
Sistem stabil
Gambar 7-23: Margin fasa dan margin penguatan dari sistem stabil
dan sistem tidak stabil.
sudut fasa fungsi alih lup terbuka = -1800, maka margin penguatan Kg adalah
Kg
1
G( j
(7-9a)
20 log K g
20 log G ( j
(7-9b)
Margin fasa yang diekspresikan dalam desibel, positif jika Kg > 1 dan negatif jika Kg <
1. Jadi suatu margin fasa positif (dalam desibel) berarti sistem stabil, dan margin fasa
negatif (dalam desibel) berarti sistem tidak stabil.
Sistem stabil dalam fasa minimum ditunjukkan oleh margin penguatannya, yaitu
seberapa besar penguatan dapat dinaikkan sebelum sistem menjadi tidak stabil. Sistem
tidak stabil ditunjukkan oleh seberapa besar penguatan yang harus diturunkan agar
sistem menjadi stabil.
C(s)
R(s)
G(s)
1 G(s)
Im
-1+j0
Re
A
G( j )
Gambar 7-24: Diagram Polar G(j ) pada bidang G(j ).
Perbandingan dari vektor OA dan PA adalah tanggapan frekuensi lup tertutup untuk
nilai
G( j 1 )
1 G( j 1 )
C( j
R( j
1)
1)
(7-10)
Hal ini memperlihatkan bahwa setiap titik pada bidang G(j ) terhubung ke suatu nilai
C( j )
tertentu.
R( j )
Besaran tanggapan frekuensi lup tertutup didefinisikan sebagai M dan sudut fasanya ,
C( j )
Mej .
R( j )
sehingga
jY
1 X
jY
dan M 2 adalah
X2
M2
1 X
Y2
2
Y2
sehingga
X2 1 M 2
2M 2 X M 2
0 ......... (7-11)
1 M2 Y2
1
. Persamaan ini adalah
2
1
,0 . Jika M 1,
2
X2
2M 2
X
M2 1
M2
Y2
M2 1
2M 2
X
M2 1
M2
Y2
2
M 1
0
M2
(M 2
1) 2
, didapat
M2
(M 2
M2
1) 2
(M 2
1) 2
sehingga
X
M2
M2 1
Y2
M2
(M 2
1) 2
........................................ (7-12)
M
M2
M2
dan
M2 1
X jY
1 X jY
ej
Sudut fasa
adalah
tan
X
Y
tan
Y
1 X
=N
maka
N
tan tan
Y
X
tan
Y
1 X
karena
tan(A
tan A tan B
1 tan A tan B
B)
maka diperoleh
Y
Y
X 1 X
Y Y
1
X 1 X
Y
X Y2
atau
X2
Tambahkan
Persamaan
X
1
Y
N
X Y2
1
4
1
2N
1
2
(7-13)
1
dan Y
2
1
4
merupakan
1
dengan jari-jari
2N
1
2N
.. (7-13)
persamaan
1
4
1
2N
lingkaran
yang
berpusat
di
BAB VIII
8.1 Pendahuluan
Dalam sistem kendali, kinerja tanggapan peralihan pada umumnya lebih penting.
Pada pendekatan tanggapan frekuensi, kinerja tanggapan frekuensi ditentukan secara
tidak langsung. Yaitu melalui bentuk-bentuk margin fasa, margin penguatan, resonansi
besaran puncak (memberikan perkiraaan kasar dai redaman sistem), frekuensi gain
crossover, frekuensi resonansi, lebar pita (memberikan perkiraan kasar dari kecepatan
tanggapan peralihan) dan konstanta galat kecepatan statik (memberikan ketelitian
keadaan tunak). Meskipun korelasi antara tanggapan peralihan dan tanggapan frekuensi
tidak langsung, spesifikasi kawasan frekuensi mudah dipahami dengan pendekatan
diagram Bode.
Setelah lup terbuka dirancang dengan metoda tanggapan frekuensi, pole dan
zero lup tertutup dapat ditentukan. Karakteristik tanggapan frekuensi harus diperiksa
untuk melihat apakah sistem yang dirancang memenuhi persyaratan kawasan waktu.
Jika tidak memenuhi harus dimodifikasi dan dianalisa ulang sampai diperoleh suatu
hasil yang memuaskan.
Perancangan dalam kawasan frekuensi adalah sederhana dan jelas. Diagram
tanggapan frekuensi secara nyata menunjukkan cara sistem yang akan dimodifikasi,
meskipun prediksi secara pasti dari karakteristik tanggapan peralihannya tidak dapat
dilakukan.
233
<<
gco):
(tipe) sistem.
2. Daerah frekuensi tengah (frekuensi
gco):
dalam besaran
kawasan frekuensi seperti margin fasa dan margin penguatan, konstanta galat statik dst.
Kompensasi ini digunakan apabila tanggapan transient sistem tak memuaskan, atau
bahkan sistem semula tak stabil.
Kc
Ts 1
Ts 1
1
T
;
1
T
s
Kc
s
1
dan pole
T
Zero adalah s
(0 <
< 1)
1
. Karena 0 <
T
(8-1)
sebelah kiri (sumbu khayal). Dengan alasan implementasi praktis rangkaiannya, nilai
minimum
biasanya diambil sekitar 0,05. Hal ini berarti fasa maju maksimum yang
m
m
1 (1
2
0
1
1 (1
2
Re
j T 1
; (0 <
j T 1
< 1) dengan
garis yang digambarkan dari titik pusat ke setengah lingkaran memberikan sudut fasa
maju maksimum,
fasa pada
m.
adalah
m,
m.
dengan
1
sin
2
m
1
1
............. (8-2)
Persamaan (8-2) menghubungkan sudut fasa maju maksimum dengan nilai dari
= 0,1.
dB
10
0
10
20
0,1
T
1
T
10
T
100
T
10
T
( rad / dtk)
90 0
00
0,1
T
1
T
1
T
log
1
1
log
2
T
log
1
T
Jadi
1
m
................... (8-3)
Secara umum, terlihat bahwa kompensator fasa maju adalah suatu filter yang
meloloskan frekuensi tinggi (high pass filter).
Gc(s)
G(s)
1. Asumsikan fungsi alih kompensator fasa maju seperti pada Persamaan (8-1) berikut
ini:
G c (s)
Ts 1
Ts 1
Kc
s
Kc
s
1
T ; (0 <
1
T
< 1)
Definisikan
Kc
(8-4)
sehingga
G c ( s)
Ts 1
Ts 1
(8-5)
Ts 1
G (s)
Ts 1
Ts 1
Ts 1
KG(s) =
G (s)
Ts 1
Ts 1 1
(8-6)
dengan
G1(s) = KG(s)
(8-7)
Tentukan penguatan K yang memenuhi syarat seperti pada konstanta galat statik.
2. Dengan menggunakan penguatan K yang telah ditentukan, gambarkan diagram
Bode sistem G1(s). Tentukan apakah margin fasanya memenuhi spesifikasi yang
diinginkan. Apabila telah terpenuhi, maka perancangan dengan teknik gain
adjustment ini telah selesai.
3. Apabila margin fasa sistem pada butir 2 tidak terpenuhi, maka tentukan sudut fasa
maju
yang perlu ditambahkan ke sistem G1(s) agar margin fasa yang diinginkan
tercapai..
frekuensi di mana besaran sistem yang tidak terkompensasi G1(j ) sama dengan 20log
1
m
terjadi
1
T
yang
Contoh 8-1
Diberikan sistem kendali seperti terlihat pada Gambar 8-4 berikut.
4
s(s 2)
G(s)
4
s(s 2)
Diinginkan untuk merancang suatu kompensator sistem di atas, sehingga konstanta galat
kecepatan statik Kv adalah 20 detik-1, margin fasa setidaknya 500 dan margin penguatan
sedikitnya 10 dB.
Solusi:
Gunakan Persamaan (8-1) untuk kompensator :
G c (s)
Kc
Ts 1
Ts 1
s
Kc
s
1
T
1
T
4K
dengan K
s(s 2)
Kc .
Kv
atau
lim sG c (s)G(s)
s 0
lim s
s 0
Ts 1
G (s)
Ts 1 1
s4K
0 s(s
2)
lim
s
2K
20
K = 10
40
j (j
2)
20
j (0,5 j
Gambar 8-5 berikut memperlihatkan kurva besaran dan sudut fasa dari G1(j ).
40
.
j (j
2)
1)
Dari Gambar 8-5, diperoleh margin fasa 170 dan margin penguatan +
yang diinginkan adalah 500 (sedikitnya). Jadi perlu ditambahkan fasa maju setidaknya
330. Penambahan suatu kompensator fasa maju akan mengubah kurva besaran dalam
diagram Bode, di mana frekuensi gain crossover akan tergeser ke kanan. Untuk
menaikkan frekuensi gain crossover harus diimbangi dengan kenaikan fasa mundur
dari G1(j ). Perhatikan pergeseran frekuensi gain crossover, asumsikan bahwa
m,
fasa
maksimum yang diinginkan, adalah 380 (yang berarti 50 ditambahkan untuk kompensasi
pergeseran frekuensi gain crossover).
Karena sin
1
1
dan
380 , maka
0,24 .
1
dan
T
1
T
1
dari kompensator
T
1 j
Ts 1
1 j T
adalah
Ts 1
1 j T
1
T
sehingga
dan G 1 ( j )
1
0,24
1
0,49
6,2 dB pada
4,41 atau
1
1
1 j
6,2dB
1
c
, atau
T
1
T
18,4
Kc
10
0,24
41,7
Kc
s 4,41
s 18,4
Kc
0,227s 1
0,054s 1
41,7
s 4,41
0,227s 1
10
s 18,4
0,054s 1
Ingat bahwa :
G c (s)
G 1 (s)
K
G c (s)
10G (s)
10
G c (s)G (s)
Gc ( j )
terlihat pada Gambar 8-6. Sistem
10
G c (s)G(s)
41,7
s 4,41 4
s 18,4 s(s 2)
Kompensator fasa maju menyebabkan frekuensi gain crossover naik dari 6,3
radian/detik menjadi 9 radian/detik. Kenaikan frekuensi ini berarti kenaikan dalam lebar
pita, yang berimplikasi pada meningkatnya tanggapan. Margin fasa dan margin
penguatan masing-masing 500 (kira-kira) dan +
41,7(s 4,41)
s 18,4
4
s(s 2)
margin fasa. Hal ini dicapai dengan memperbesar penguatan sistem pada
G c (s)
Kc
Ts 1
Ts 1
s
Kc
s
1
T
;(
1
T
(8-8)
> 1)
1
dan
T
1
. Pole terletak di sebelah kanan zero.
T
Im
Kc
0
Kc
0
Re
Kc (j T 1)
.
j T 1
dB
30
20
10
0
( rad / dtk)
00
90 0
0,01
T
1
T
0,1
T
10
T
( rad / dtk)
(j T 1)
untuk
j T 1
=10 .
1
dan
T
1
. Dari Gambar 8-9 terlihat bahwa kompensator fasa mundur adalah
T
suatu filter yang melalukan sinyal frekuensi rendah (low pass filter).
1. Asumsikan kompensator fasa mundur memiliki fungsi alih seperti Persamaan (8-8):
G c (s)
Kc
Ts 1
Ts 1
Definisikan
Kc
Maka
G c (s)
s
Kc
s
1
T
;(
1
T
> 1)
(8-9)
Ts 1
Ts 1
(8-10)
G c (s)G(s)
dengan
Ts 1
G(s)
Ts 1
G 1 (s)
Ts 1
KG(s)
Ts 1
Ts 1
G (s)
Ts 1 1
(8-11)
KG (s)
fasa dan margin penguatan, maka carilah tititk frekuensi di mana sudut fasa fungsi
alih lup terbuka = -1800 ditambah margin fasa yang diinginkan. Margin fasa yang
diinginkan margin fasanya ditentukan ditambah 50 sampai 120. (Penambahan 50
sampai 120 mengkompensasi fasa mundur dari kompensator fasa mundur). Pilih
frekuensi ini sebagai frekuensi gain crossover yang baru.
3. Untuk mencegah efek gangguan fasa mundur terhadap kompensator fasa mundur,
pole dan zero dari kompensator fasa mundur harus ditempatkan pada lokasi yang
lebih rendah dibanding frekuensi gain crossover yang baru. Jadi, pilih frekuensi
sudut
1
(berkaitan dengan zero kompensator fasa mundur) 1 oktaf atau 1
T
1
.
T
yang
Contoh 8-2
Perhatikan sistem seperti yang terlihat pada Gambar 8-10 berikut.
+
1
s(s 1)(0,5s 1)
1
s(s 1)(0,5s 1)
G(s)
G c (s)
Kc
Ts 1
Ts 1
Didefinisikan K c
Juga didefinisikan
G 1 (s)
1
T
;(
1
T
s
Kc
s
KG(s)
> 1)
K
s(s 1)(0,5s 1)
Kv
sK
0 s( s 1)( 0,5s 1)
lim
s
lim s
0
Ts 1
G (s)
Ts 1 1
K
lim sG 1 (s)
s
atau K = 5
Dengan K = 5, sistem terkompensasi memenuhi syarat kinerja keadaan tunak.
Selanjutnya gambarkan diagram Bode dari
G1 ( j )
j (j
5
1)(0,5 j
1)
Gambar 8-11 memperlihatkan kurva besaran dan kurva sudut fasa dari G1(j ). Dari
gambar tersebut diperoleh margin fasa = -200, yang berarti sistem tidak stabil.
1
(yang berkaitan dengan zero
T
kompensator fasa mundur) adalah 0,1 radian/detik. Karena frekuensi sudut ini tidak
terlalu jauh di bawah frekuensi gain crossover yang baru, modifikasi dalam kurva fasa
boleh tidak kecil. Selanjutnya ditambahkan 120 untuk margin fasanya. Margin fasanya
menjadi 520. Sudut fasa fungsi alih lup terbuka yang tidak terkompensasi adalah -1280
pada
20 atau
= 10.
1
, yang berkaitan dengan pole dari kompensator
T
1
T
0,01 radian/detik.
G c (s)
1
10
Kc
1
s+
100
s+
Kc
5
10
0,5
G c (s)G(s)
5(10s 1)
s(100s 1)(s 1)(0,5s 1)
Kurva besaran dan kurva sudut fasa Gc(j )G(j ) terlihat pada Gambar 8-13. Dari
gambar ini terlihat bahwa margin fasa sistem terkompensasi sekitar 400, margin
penguatan sekitar 11 dB, dan konstanta galat kecepatan statik adalah 5 detik-1,
semuanya sesuai dengan yang diinginkan. Jadi sistem terkompensasi memenuhi syarat
pada keadaan tunak dan kestabilan relatif.
Frekuensi gain crossover yang baru menurun dari 2 radian/detik menjadi 0,5
radian/detik, yang berarti lebar pita frekuensi nya berkurang (menyebabkan tanggapan
sistem lebih lambat).
s
G c (s)
Kc
s
dengan
1
T1
T1
1
T2
........................... (8-12)
1
T2
s
Bentuk
1
T1
1 T1s 1
;
T1
s 1
T1
Sedang bentuk
s
1
T2
1
T2
T2 s 1
T2 s 1
;(
. Diagram polar
berikut.
Im
0
1
Re
0
<
1<
Frekuensi
1
1 adalah
1
T1T2
1,
Gambar 8-15 memperlihatkan diagram Bode dari suatu kompensator fasa mundurmaju, bila Kc = 1,
dan T2
Gambar 8-15: Diagram blok dari suatu kompensator mundur-maju yang diberikan oleh
Persamaan (8-3) dengan Kc = 1, = dan T2 10T1 .
G c (s)
Kc
(T1 s 1)(T2 1)
T1
s 1 T2 s 1
s
Kc
s
1
T1
T1
s
s
1
T2
1
T2
....... (8-14)
Bagian fasa maju dari kompensator ini (bagian yang menyangkut T1) mengubah kurva
tanggapan frekuensi dengan menambah sudut fasa maju dan mengurangi margin fasa
pada frekuensi gain crossover. Bagian fasa mundur (bagian yang menyangkut T2)
mengubah redaman dekat dan di atas frekuensi gain crossover dan selanjutnya
mengizinkan peningkatan pada rentang frekuensi rendah untuk memperbaiki kinerja
keadaan tunak.
Contoh 8-3
Perhatikan sistem umpan balik satuan yang mempunyai fungsi alih lup terbuka
K
s(s 1)(s 2)
G(s)
Diinginkan konstanta galat kecepatan statik Kv 10 detik-1, margin fasa 500, dan margin
penguatan 10 dB atau lebih.
Solusi:
1.
Kv
lim sG c (s)G(s)
s 0
lim sG c (s)
s 0
K
s(s 1)(s 2)
K
2
10
Jadi K = 20
selanjutnya dipilih sebagai frekuensi gain crossover yang baru, selanjutnya sudut fasa
maju yang diinginkan pada
Sekali dipilih frekuensi gain crossover adalah 1,5 radian/detik, dapat ditentukan
frekuensi sudut bagian fasa mundur dari kompensator fasa mundur-maju. Selanjutnya
1
yang berkaitan dengan zero dari bagian fasa mundur
T2
kompensator menjadi 1 dekade di bawah frekuensi gain crossover yang baru, atau pada
= 0,15 radian/detik.
mensubstitusikan
1
sin
diberikan oleh
1
1
1
1
(8-15)
Bila
= 10, maka
Jadi
1
(yang berkaitan dengan pole bagian
T2
= 10.
s 0,15
s 0,015
10
6,67s 1
66,7s 1
Bagian fasa maju dapat ditentukan seperti berikut. Karena frekuensi gain
crossover yang baru adalah
= 1,5
radian/detik, maka frekuensi ini adalah frekuensi gain crossover baru, seperti yang
diinginkan. Dari persyaratan ini, adalah mungkin untuk menggambar sebuah garis lurus
dengan kemiringan 20 dB/dekade, melalui titik (-13 dB, 1,5 radian/detik). Perpotongan
garis ini dan garis 0 dB serta garis -20 dB menentukan frekuensi sudut. Jadi frekuensi
sudut untuk bagian mendahului adalah
= 7 radian/detik.
Dengan demikian, fungsi alih bagian mendahului dari kompensator fasa mundur-maju
menjadi
s 0,7
s 7
1 1,43s 1
10 0,143s 1
Kombinasi fungsi alih dari bagian tertinggal dan mendahului dari kompensator menjadi
fungsi alih kompensator fasa mundur-maju. Karena dipilih Kc = 1, maka
G c (s)
s 0,7
s 7
s 0,15
s 0,015
1,43s 1
0,143s 1
6,67s 1
66,7s 1
Kurva besaran dan sudut fasa dari kompensator fasa mundur-maju yang dirancang
terlihat pada Gambar 8-17. Fungsi alih lup terbuka sistem terkompensasi adalah
G c (s)G(s)
(s 0,7)(s 0,15)20
(s 7)(s 0,015)s(s 1)(s 2)
10(1,43s 1)(6,67s 1)
s(0,143s 1)(66,7s 1)(s 1)(0,5s 1)
Kurva besaran dan kurva sudut fasa sistem dalam persamaan diatas juga terlihat dalam
Gambar 8-18. Margin fasa sistem terkompensasi adalah 500, margin penguatan adalah
16 dB, dan konstanta galat kecepatan statik adalah 10 detik-1. Semua persyaratan
dipenuhi dan perancangan telah dilengkapi.
ketelitian keadaan tunak), sementara pada waktu yang sama lebar pita sistem dan
kestabilan margin dapat ditingkatkan.
6. Meskipun sejumlah besar tugas-tugas kompensasi praktis dapat dilakukan dengan
kompensator fasa maju, fasa mundur atau fasa mundur-maju, untuk sistem yang
rumit, kompensasi sederhana dengan menggunakan kompensator-kompensator ini
tidak mungkin memberikan hasil yang memuaskan, sehingga harus digunakan
kompensator lain yang mempunyai konfigurasi pole-zero yang berbeda.
Bab IX
PENGENDALI OTOMATIS
DI INDUSTRI
Pengendali otomatis membandingkan nilai sebenarnya dari keluaran sistem
dengan masukannya, menentukan penyimpangan dan menghasilkan sinyal kendali yang
akan mengurangi penyimpangan sehingga menjadi nol atau sekecil mungkin. Proses di
mana pengendali otomatis menghasilkan sinyal kendali disebut aksi kendali.
Pada bab ini akan dibahas berbagai mode pengendalian analog yang ada di
industri, dimulai dari pengendali sederhana 2-posisi, hingga pengendali kompleks
seperti PID. Pada bagian akhir bab ini dibahas juga tentang aturan penalaan Ziegler
Nichols, baik menggunakan metoda 1 maupun metoda 2 yang disertai pula dengan
contoh penggunaannya.
9.1
Pendahuluan
Gambar 9-1 menunjukkan diagram blok suatu sistem kendali di industri yang
terdiri dari pengendali otomatis, suatu aktuator, suatu plant, dan suatu sensor untuk
mengukur keluaran yang selanjutnya akan dibandingkan dengan masukan referensi.
Pengendali mendeteksi sinyal galat aktuasi yang biasanya memiliki level daya
rendah, sehingga perlu diperkuat hingga mencapai level daya yang memadai oleh
penguat tegangan/daya. Keluaran dari pengendali otomatis ini selanjutnya diterima oleh
aktuator, misalnya motor atau klep pneumatik, motor hidraulik atau motor listrik.
Aktuator merupakan suatu divais daya yang berfungsi untuk memproduksi sinyal
masukan untuk plant (kendalian) sedemikian rupa sehingga sinyal keluaran akan
mendekati snyal masukan referensi.
Sensor yang diletakkan pada jalur balikan digunakan untuk mengubah variabel
keluaran menjadi variabel lain yang lebih sesuai, seperti perubahan posisi, tekanan, atau
tegangan, yang dapat digunakan untuk perbandingan dengan sinyal masukan referensi.
Set
point dari pengendali otomatik harus diubah menjadi masukan referensi yang
257
Pengendali Otomatik
Detektor galat
Masukan
referensi
(set point)
Penguat
Aktuator
Plant
Keluaran
9.2
ON dan OFF. Pengendali posisi ON-OFF relatif sederhana dan tidak mahal, serta
banyak digunakan dalam kendali di industri.
Gambar 9-2: Pengendali On-Off tanpa (a) dan dengan differential gap (b).
(9-1)
U2 = 0 atau U2 = -U1.
9.3
u(t)
(9-2a)
K p e(t)
U(s)
E(s)
(9-2b)
Kp
E(s)
KP
U(s)
N
E
R +
Kp
T+
C
1
s(Js f)
Js
E(s)
N(s)
1
fs K p
C(s)
N(s)
Js
1
fs K p
Galat keadaan tunak yang disebabkan oleh torsi gangguan undak dengan besar Tn
diberikan oleh :
e(t) ss
lim sE(s)
s
lim
s
Js
Tn
s
fs K p s
Tn
Kp
Pada keadaan tunak, pengendali proporsional memberikan torsi - Tn, yang sama besar
tetapi berlawanan tanda dengan torsi gangguan Tn. Keluaran keadaan tunak yang
disebabkan oleh torsi gangguan undak adalah
c(t) ss
e(t) ss
Tn
Kp
Galat keadaan tunak dapat diperkecil dengan memperbesar harga Kp, tetapi pembesaran
Kp akan menimbulkan tanggapan sistem lebih berosilasi.
Dengan menggunakan program MATLAB, tanggapan undak satuan terhadap
gangguan torsi dapat diperoleh seperti pada Gambar 9-6. Sistem 1 pada Gambar 9-6
adalah untuk J=1, f=0,5 dan Kp=1, dengan keluaran y1 adalah keluaran c(t) untuk
sistem 1. Demikian juga y2 adalah keluaran c(t) untuk sistem 2 yang memiliki J=1,
f=0,5 dan Kp=4.
r +
1
Js2
Kp
Fungsi alihnya :
C(s)
R(s)
Kp
Js2
Kp
terhadap
seperti
pada
9.4
pengendali u(t) diubah pada laju proporsional dari sinyal galat aktuasi e(t), sehingga
du(t)
dt
K i e(t) atau
u(t)
(9-3a)
K i e(t)dt
0
U(s)
E(s)
Ki
s
(9-3b)
Dari fungsi alih ini dapat disimpulkan beberapa sifat pengendali integral sbb:
Jika nilai e(t) naik dua kali, maka laju perubahan u(t) terhadap waktu menjadi 2 kali
lebih cepat.
Memiliki sifat reset control : bila e(t) tetap (zero actuating error) , maka nilai u(t)
akan tetap seperti semula.
E(s)
Ki
s
U(s)
X(s) +
E(s)
K
s
R
RCs 1
H(s)
KR
RCs s KR
X(s) H(s)
X(s)
E(s)
X(s)
RCs 2 s
RCs 2 s KR
Karena sistem stabil, maka kesalahan keadaan tunak untuk tanggapan undak satuan
diperoleh dengan menggunakan teorema nilai akhir sebagai berikut.
e(t) ss
lim sE(s)
s
lim
s
s(RCs 2 s) 1
RCs 2 s KR s
Jadi kendali integral pada sistem tinggi permukaan cairan meniadakan galat keadaan
tunak pada tanggapan terhadap masukan undak. Ini merupakan perbaikan yang penting
dari kendali proporsional yang menimbulkan offset.
9.5
sebagai berikut:
u(t)
K p e(t) +
Kp
Ti
e(t)dt
0
(9-4a)
U(s)
E(s)
1
)
Ti s
K p (1
(9-4b)
u(t)
e(t)
+
K p (1 Ti s) U(s)
Ti s
E(s)
2
Kp
Kp
hanya proporsional
aksi kendali
PI
Ti
m as ukan fungs i
undak satuan
keluaran
pengendali
K p (1
1
)
Ti s
T +
C
1
s(Js f)
E(s)
Js
fs
Kp
Kps
N(s)
Ti
Kp
Ti
negatif, maka galat keadaan tunak dari tanggapan terhadap torsi gangguan undak
dengan besar Tn, diperoleh dengan menggunakan teorema nilai akhir :
e(t) ss
lim sE(s)
s
lim
s
Js3
fs2
Kps
Kp
Tn
s
Ti
Jadi galat keadaan tunak akibat gangguan torsi dihilangkan jika pengendalinya adalah
jenis proporsional plus integral.
Dari gambar diatas, dapat ditarik beberapa catatan sbb:
Aksi kendali proporsional cenderung menstabilkan sistem.
Aksi kendali integral cenderung menghilangkan atau memperkecil galatkeadaan
tunak dari tanggapan terhadap berbagai masukan.
Kp 1
1
Ti s
K p 1 Ti s
Ti
s
Kc
Ts 1
;
Ts 1
1 dapatlah
pada frekuensi 0)
K p e(t) + K p
de(t)
dt
(9-5a)
U(s)
E(s)
(9-5b)
K p (1 Td s)
u(t)
e(t)
+
E(s)
K p (1 Td s)
aksi kendali
PD
Td
U(s)
hanya
proporsional
0
t
masukan fungsi
lereng
t
keluaran
pengendali
Magnitude output pengendali sebanding dengan laju perubahan sinyal galat (rate
control).
K p (1 Td s)
1
Js2
Fungsi alihnya :
C(s)
R(s)
K p (1 Td s)
Js2
K p Td s K p
Tanggapan sistem c(t) terhadap masukan undak satuan adalah seperti berikut.
Kurva tanggapan menunjukkan perbaikan yang cukup besar dari kurva tanggapan asal
pada gambar kurva di atas.
Kc
Ts 1
Ts 1
(0
1) , dapatlah
gco.
Bila margin fasa dinaikkan, maka magnitude pengendali naik terus untuk
frekuensi tinggi
Kompensator fasa maju dapat menaikkan fasa maju, tetapi kenaikan magnitude
pada frekuensi tinggi sangat kecil dibandingkan dengan pengendali PD.
Pengendali PD tak dapat direalisasikan dengan elemen pasif RLC, harus dengan
Op Am, R dan C.
PD
memperbaiki
karakteristik
tanggapan
transient,
yaitu
u(t)
K p e(t) +
Kp
Ti
e(t)dt
K p Td
de(t)
dt
(9-6a)
U(s)
E(s)
K p (1
1
+ Td s)
Ti s
(9-6b)
e(t)
+
2
E(s) Kp (1 Ts
TT
i
i ds )
U(s)
Ts
i
0
t
masukan fungsi
lereng
hanya
proporsional
t
keluaran
pengendali
Pengendali ini praktis dapat digunakan untuk semua kondisi proses. Dengan adanya
komponen integral, maka galatoffset pada mode proporsional dapat dihilangkan. Disisi
lain pengendali ini dapat menekan kecenderungan osilasi.
Persamaan
Gc ( s )
K p Ti Td s 2 Ti s 1
Td s)
Ti
s
1
K p (1
Ti s
dengan fungsi alih kompensator fasa mundur-maju pada Persamaan (8-12) berikut ini:
s
Gc ( s) K c
s
1
T1
T1
s
s
1
T2
1;
1
T2
K p(1 1 s Tds)
Ti
kendalian
didapat, maka pendekatan analitik untuk merancang suatu pengendali PID adalah tidak
mungkin. Selanjutnya harus diusahakan pendekatan eksperimental untuk menala
pengendali PID.
Proses pemilihan parameter-parameter pengendali agar memenuhi spesifikasi
yang diberikan disebut penalaan pengendali. Ziegler dan Nichols mengusulkan aturan
untuk menala pengendali PID (berarti menentukan nilai Kp, Ti, dan Td) berdasarkan
pada langkah tanggapan eksperimental atau berdasarkan pada nilai Kp yang dihasilkan
dalam kestabilan marginal bila hanya aksi kendali proporsional yang digunakan. Aturan
Ziegler -Nichols baik untuk digunakan bila model matematik kendalian tidak diketahui.
(Aturan ini juga dapat digunakan untuk merancang sistem yang model matematiknya
diketahui).
Ziegler - Nichols mengusulkan aturan untuk menentukan nilai penguatan proporsional
Kp, waktu integral Ti dan waktu derivatif Td berdasarkan pada karakteristik tanggapan
peralihan dari kendalian yang diberikan. Penalaan pengendali PID dapat dilakukan oleh
para insinyur di tempat secara eksperimen pada kendalian. Ada dua metoda aturan
penalaan Ziegler - Nichols, di mana keduanya diarahkan untuk mendapatkan overshoot
maksimum 25% dengan masukan undak. Lihat Gambar 9-18 berikut.
kendalian
u(t)
c(t)
Jika kendalian tidak mengandung integrator atau pole-pole kompleks sekawan dominan,
maka kurva tanggapan undak satuan terlihat seperti kurva berbentuk S (lihat Gambar 920). Jika tanggapan tidak berbentuk kurva S, metoda ini tidak dapat diterapkan. Kurva
tanggapan undak seperti ini dapat dihasilkan secara eksperimen atau dari suatu simulasi
dinamika kendalian.
c(t)
garis s inggung
pada titik belok
0
L
C(s)
dapat didekati dengan suatu sistem
U(s)
Ke Ls
Ts 1
Ziegler - Nichols mengusulkan untuk menentukan nilai Kp, Ti, dan Td menurut rumus
seperti yang terlihat pada Tabel 9.1 berikut.
Tabel 9-1: Aturan Penalaan Ziegler - Nichols berdasarkan pada tanggapan undak
dari kendalian (metoda pertama)
Tipe
Kp
Ti
Td
Pengendali
P
T
L
PI
PID
0,9
T
L
L
0,3
1,2
T
L
2L
0,5L
K p (1
1
Ti s
Td s)
T
1
1
L
2 Ls
2
1
s
L
0,6T
s
1,2
0,5Ls
(9-7)
Jadi pengendali PID mempunyai sebuah pole pada titik pusat dan zero pada s
1
.
L
r(t)
+
Kp
u(t) kendalian
c(t)
c(t)
Pcr
0
Tabel 9-2: Aturan penalaan Ziegler - Nichols berdasarkan pada penguatan kritis Kcr dan
perioda kritis Pcr (metoda kedua).
Tipe
Kp
Ti
Td
Pengendali
P
0,5 Kcr
PI
0,45 Kcr
1
P
1,2 cr
PID
0,6 Kcr
0,5Pcr
0,125Pcr
Pengendali yang ditata dengan metoda kedua aturan Ziegler - Nichols memberikan
G c (s)
K p (1
1
Ti s
0,6K cr (1
Td s)
1
0,5Pcr s
s
0,075K cr Pcr
4
Pcr
0,125Pcr s)
(9-8)
Jadi pengendali PID mempunyai sebuah pole pada titik pusat dan zero ganda pada
4
.
Pcr
G(s)
(s 2)(s 3)
s(s 1)(s 5)
Karena terdapat suatu integrator, metoda pertama tidak dapat diterapkan. Menunjuk
Gambar 9-19, tanggapan undak dari kendalian ini bukan kurva yang berbentuk S. Jika
metoda kedua dicobakan (lihat Gambar 9-21) sistem lup tertutup dengan suatu
pengendali proporsional tidak akan berosilasi terus-menerus berapapun nilai Kp yang
diambil. Hal ini dapat dilihat dari analisis berikut. Karena persamaan karakteristik
sistem:
(6 K p )s2
(5 5K p )s 6K p
s3
s2
1
s0
5 + 5K p
6 + Kp
30 + 29K p
6 Kp
6K p
6K p
5K 2p
0
0
Koefisien dalam kolom pertama positif untuk semua nilai Kp postif. Jadi sistem lup
tertutup tidak akan berosilasi terus-menerus, dan nilai penguatan kritis Kcr tidak ada.
Jadi metoda kedua tidak dapat diterapkan.
Contoh
Perhatikan sistem kendali seperti yang terlihat pada Gambar 9-23, di mana suatu
pengendali PID digunakan untuk mengendalikan sistem.
R(s)
Gc( s)
pengendali
PID
1
s(s 1)(s 5)
C(s)
G c (s)
K p (1
1
Td s)
Ti s
C(s)
R(s)
Kp
s(s 1)(s 5) K p
Nilai Kp yang membuat sistem stabil marginal sehingga osilasi terus-menerus terjadi
dapat diperoleh dengan menggunakan kriteria kestabilan Routh. Karena persamaan
karakteristik untuk sistem lup tertutup adalah
s3
6s2
5s K p
s2
Kp
30 - K p
s1
s
6
Kp
Dengan menguji koefisien kolom pertama deret Routh, osilasi akan terjadi jika Kp = 30.
Jadi penguatan kritis Kcr adalah
Kcr = 30
Bila penguatan Kp ditentukan sama dengan Kcr (= 30), persamaan karakteristik menjadi
s3
6s2
5s 30
ke
( j )3
6( j ) 2
2
atau 6(5
5j
2
j (5
30
)
0
2
5.
Pcr
2
5
2,8099
0,6K cr
Ti
0,5Pcr
Td
0,125Pcr
0,6x30 18
0,5x2,8099
1,405
0,125x2,8099
0,35124
K p (1
18(1
1
Ti s
1
1,405s
Td s)
0,35124s)
6,3223(s 1,4235) 2
s
Pengendali PID mempunyai sebuah pole pada titik pusat dan zero ganda pada s=1,4235.
R(s) +
6,3223(s 1,4235) 2
s
1
s(s 1)(s 5)
C(s)
Gambar 9-24: Diagram blok sistem dengan pengendali PID yang dirancang
menggunakan aturan Ziegler-Nichols (metoda kedua).
Selanjutnya menentukan tanggapan undak satuan dari sistem. Fungsi alih lup
C(s)
tertutup:
R(s)
s4
Tanggapan undak satuan dari sistem ini dapat diperoleh secara mudah dengan
MATLAB.
Gambar 9-25: Kurva tanggapan undak satuan dari sistem pengendali PID yang
dirancang menggunakan aturan penalaan Ziegler - Nichols (metoda kedua).
Dari Gambar 9-25 terlihat bahwa simpangan maksimum yang terjadi terlalu
tinggi, yaitu 62%. Hal ini dapat direduksi dengan penalaan secara halus parameterparameter pengendali. Penalaan secara halus dapat dilakukan oleh komputer. Dengan
tetap menjaga Kp =18 dan menggerakkan zeroganda ke s = -0,65, yaitu menggunakan
pengendali PID:
G c (s) 18(1
1
3,077s
0,7692s) 13,848
(s 0,65) 2
s
Overshoot maksimum dalam tanggapan undak satuan dapat direduksi menjadi sekitar
18% sebagaimana terlihat pada Gambar 9-26.
Gambar 9-26: Tanggapan undak satuan sistem pada Gambar 9-23 dengan
pengendali PID mempunyai parameter Kp = 18, Ti =3,077dan Td =0,7692.
Jika penguatan proporsional Kp dinaikkan sampai 39,42, tanpa mengubah lokasi zero
ganda (s = -0,65), yaitu menggunakan pengendali PID
G c (s)
39,42(1
1
3,077s
0,7692s)
30,322
(s 0,65) 2
s
Gambar 9-27: Tanggapan undak satuan sistem dalam Gambar 9-23 dengan pengendali
PID mempunyai parameter Kp = 39,42, Ti =3,077dan Td =0,7692.
Karena overshoot maksimum dengan kasus ini cukup dekat ke 25% dan tanggapan lebih
cepat dari sistem dengan Gc(s) yang diberikan persamaan (9-6), Gc(s) yang terakhir ini
dapat diterima. Nilai penalaan menjadi
Kp = 39,42
; Ti = 3,077
; Td =0,7692
Menarik untuk diamati bahwa masing-masing nilai kira-kira dua kali nilai yang
diusulkan metoda kedua aturan penalaan Ziegler - Nichols. Hal penting yang perlu
dicatat adalah aturan penalaan Ziegler - Nichols telah ditetapkan pada titik awal untuk
penalaan yang halus.
DAFTAR PUSTAKA
2. Dorf, R.C. and Bishop, RH, Modern Control Systems, 7th Edition, Addison
Wesley Publishing Company, 1995.
3. Nise, N.S, Control Systems Engineering, 2nd Edition, Addison Wesley
Publishing Company, 1995.
4. Shinners, Stanley M., Modern Control System Theory and Design, John Wiley
and Sons, Inc., 1992.
282