Anda di halaman 1dari 27

BAB 1

PENDAHULUAN
Pada manusia, terdapat sistem yang mengatur dan mengendalikan kerja alat tubuh agar bekerja serasi
dan sesuai dengan fungsinya. Sistem tersebut dinamakan sistem saraf dan hormon. Untuk penyakit
Parkinson, umumnya memiliki gejala awal yang menyerang kemampuan motorik halus penderita.
Kemampuan ini diatur oleh sistem saraf pusat ( otak ). Ada gangguan pada neurotransmitter
( penghantar rangsang pada otak ) yaitu dopamin, hal ini mengakibatkan gerakan tubuh tidak luwes
karena otot otot menjadi kaku.
Penyakit Parkinson umumnya menyerang orang-orang yang berusia antara 50-69 tahun, namun ada
sebagian penelitian yang ada bahwa parkinson juga bisa terjadi pada orang muda usia 20-an. Parkinson
menyerang sekitar 1 diantara 250 orang yang berusia diatas 40 tahun dan sekitar 1 dari 100 orang yang
berusia diatas 65 tahun. Penyakit Parkinson telah ditemukan oleh Dr. James Parkinson pada tahun 1817
di London. Kemudian oleh pierre Marie Charlott, seorang dokter ahli asli syaraf prancis, penyakit tersebut
dinamakan parkinson sesuai dengan nama penemunya. Penyakit ini sering juga di sebut dengan
Sharking palsy. Sejak saat itu muncul istilah parkinsonism yang menggambarkan gejala klinisnya.

Biasanya penderita mengalami tremor, kaku otot, sulit berjalan, gangguan keseimbangan dan gerak
gerik menjadi lambat (bradykinesia). Gejala primer tersebut disebabkan berkurangnya rangsangan
pada korteks motorik dari ganglia basalis, biasanya karena kekurangan dopamin, yang diproduksi
oleh neuron dopaminergik di otak, sedangkan gejala sekunder biasanya berupa gangguan pada fungsi
luhur dan gangguan wicara.
Para ahli menyebutkan bahwa penyakit parkinson disebabkan oleh kekurangan Dopamin yaitu zat
yang dihasilkan oleh otak yang berfungsi untuk mempengaruhi kemampuan seseorang untuk
memulai, melanjutkan dan mengakhiri gerakan. Hampir 70% penderita penyakit parkinson
mengalami sedikit getaran pada tangan atau kaki hingga keseluruh badan. Parkinson bersifat
progresif,yang berarti semakin buruk dari waktu ke waktu, tapi biasanya ini terjadi perlahan lahan,
selama bertahun-tahun dan ada perawatan yang baik yang dapat membantu anda menjalani
kehidupan yang penuh.

PENYAKIT PARKINSON
BAB II
ISI
2.1 DEFINISI
Terdapat dua istilah berkaitan yang perlu dibedakan yaitu Penyakit Parkinson dan Parkinsonism.
Penyakit Parkinson adalah penyakit bersifat progresif yang disebabkan adanya gangguan pada otak,
suatu penyakit degeneratif pada sistem saraf (neurodegenerative) yang secara patologi ditandai oleh
degenerasi ganglia basalis terutama di substansia nigra pars kompakta ( SNC ) yang disertai adanya
inklusi sitoplasmik eosinofilik ( Lewy bodies ). Penyakit parkinson adalah bagian dari parkinsonism.

Parkinsonism yaitu suatu sindroma yang ditandai oleh tremor

waktu istirahat,

rigiditas

( kekakuan otot ),

) dan gangguan

postural

bradikinesia ( berkurangnya kecepatan gerakan

( kesulitan memelihara keseimbangan dan berjalan ) akibat penurunan kadar dopamin dengan
berbagai macam sebab.

2.2 EPIDEMIOLOGI
Penyakit Parkinson adalah salah satu penyakit neurodegeneratif yang paling banyak dialami pada
umur lanjut dan jarang terjadi dibawah umur 30 tahun. Biasanya mulai timbul pada usia 40-70
tahun, dan mencapai puncak pada decade ke-enam. Penyakit Parkinson bisa menyerang laki-laki
dan perempuan. Onsetnya terjadi pada sekitar usia 60 tahun, rata-rata usia mulai terkena penyakit
Parkinson adalah 61 tahun.
Penyakit Parkinson yang mulai sebelum umur 20 tahun disebut sebagai Juvenile Parkinsonism. Penyakit
Parkinson lebih banyak pada pria dengan ratio pria dibandingkan wanita 3:2. Penyakit Parkinson meliputi
lebih dari 80% Parkinsonism. Di Amerika Utara meliputi 1 juta penderita atau 1% dari populasi berusia
lebih dari 65 tahun. Penyakit Parkinson mempunyai prevalensi 160 per 100.000 populasi, dan angka
kejadiannya berkisar 20 per 100.000 populasi. Keduanya meningkat seiring dengan bertambahnya umur.
Pada umur 70 tahun prevalensi dapat mencapai 120 dan angka kejadian 55 kasus per 100.000 populasi per
tahun. Kematian biasanya tidak disebabkan oleh Penyakit Parkinson sendiri tetapi oleh karena terjadinya
infeksi sekunder.

2.3 ANATOMI SISTEM SARAF PUSAT DAN GANGLIA BASALIS


Otak merupakan pusat sistem saraf. Otak dapat dibagi menjadi korteks serebral, ganglia basalis,
talamus dan hipotalamus, mesencephalon, pons, serebelum. Kortex serebral tersusun menjadi dua
hemisfer yang masing-masing dibagi menjadi empat lobus yaitu: lobus frontal, parietal, occipital, dan
temporal. Serebrum bertanggung jawab untuk fungsi motorik, asosiatif, dan fungsi mental. Ganglia
basalis terdiri dari nukleus caudatus dan lentikularis, kapsula interna, dan amigdala yang merupakan
struktur extrapiramidal. Struktur ini berfungsi untuk modulasi gerakan volunter tubuh, perubahan
sikap tubuh, dan integrasi otonom. Ganglia basal berperan khusus dalam gerakan extremitas secara
halus. Kerusakan ganglia basal akan mengakibatkan kaku dan tremor.

Talamus merupakan stasiun pemancar impuls sensorik dan motorik yang berjalan dari dan ke otak.
Talamus berperan dalam kontrol respon primitif seperti rasa takut, perlindungan diri, pusat persepsi
nyeri, dan suhu. Hipotalamus terletak dibawah talamus terdiri dari kiasma optikum dan
neurohipofisis. Neurohipofisis bertanggungjawab pada pengaturan suhu, cairan, nutrisi, dan
tingkahlaku seksual. Kesadaran merupakan fungsi utama susunan saraf pusat. Interaksi antara
hemisfer serebri dan formatio retikularis yang konstan dan efektif diperlukan untuk mempertahankan
fungsi kesadaran.

Ganglia basalis sering ikut terlibat di dalam proses degeneratif dan mengakibatkan gangguan
gerakan, yang dapat berupa gerakan menjadi lamban atau gerakan menjadi berlebihan. Gerak
lamban di sebut sebagai gerak involunter yang abnormal, hiperkinesia atau diskinesia. Ganglia
basalis itu sendiri terdiri dari :
1.
2.
3.

Korpus striatum : nukleus kaudatus, putamen, dan globus palidus.


Substansia nigra.
Nukleus subtalamik.
Jika otak memerintahkan suatu aktivitas (misalnya mengangkat lengan), maka sel-sel saraf di dalam ganglia
basalis akan membantu menghaluskan gerakan tersebut dan mengatur perubahan sikap tubuh. Ganglia basalis
mengolah sinyal dan mengantarkan pesan ke talamus, yang akan menyampaikan informasi yang telah diolah
kembali ke korteks serebri. Keseluruhan sinyal tersebut diantarkan oleh bahan kimia neurotransmiter sebagai
impuls listrik di sepanjang jalur saraf dan diantara saraf-saraf. Neurotransmiter yang utama pada ganglia
basalis adalah dopamin.

2.4 ETIOLOGI
Kebanyakan orang yang menderita Parkinson Disease (PD) tidak diketahui penyebab pastinya
(idiopatik). Akan tetapi ada beberapa faktor risiko (multifaktorial) yang telah dikenalpasti dan
mungkin menjadi penyebab penyakit parkinson yakni :
2.4.1
Usia
Karena Penyakit Parkinson umumnya dijumpai pada usia lanjut dan jarang timbul pada usia di
bawah 30 tahun.

2.4.2

Ras

Di mana orang kulit putih lebih sering mendapat penyakit Parkinson daripada orang Asia dan
Afrika.
2.4.3

Genetik

Faktor genetik amat penting dengan penemuan pelbagai kecacatan pada gen tertentu yang terdapat pada
penderita Penyakit Parkinson, khususnya penderita Parkinson pada usia muda.

2.4.4

Lingkungan

Toksin (seperti 1-methyl-4-phenyl-1,2,3,6-trihidroxypyridine (MPTP), CO, Mn, Mg, CS2,


methanol, etanol dan sianida), penggunaan herbisida dan pestisida, penggunaan obat ( misalnya
antipsikosis yang digunakan untuk mengobati paranoria berat dan skizofrenia ) menghambat
kerja dopamia pada sel saraf serta jangkitan.
Fenotiazin, benzamid, metildopa, dan reserpin, metoklopramid, SSRI, Amiodarone, Diltiazem,
asam valproat
2.4.5

Cedera kranio serebral : meski peranannya masih belum jelas, dan

2.4.6

Tekanan emosional : yang juga dipercayai menjadi faktor risiko.

2.5 PATOLOGI
Secara makroskopis, substansia nigra dan locus seruleus mengalami depigmentasi dan dari pemeriksaan
makroskopis pada daerah tersebut ditemukan hilangnya neuron yang mengandung melanin. Pada beberapa

neuron yang tersisa ditemukan badan lewy, yaitu inklusi dalam sitoplasma yang berbentuk bulat
sampai memanjang, bersifat osmofilik dengan porosnya yang padat dikelilingi oleh lingkaran
yang lebih jernih.
Secara histologis, terdapat degenerasi dari jalur nigrostratia dopaminergik, dengan hilangnya
badan-badan sel dari substansia nigra, degenerasi akson dan sinaps di dalam striatum dengan
akibat berkurangnya isi dopamin dalam striatum.

Lewy bodies

2.6 PATOFISIOLOGI
Pada penyakit Parkinson, sel-sel saraf pada ganglia basalis mengalami kemunduran sehingga
pembentukan dopamin berkurang dan hubungan dengan sel saraf dan otot lainnya juga lebih
sedikit.
Secara patofisiologi diketahui bahwa pada penyakit parkinson terjadi gangguan keseimbangan
neuro-humoral di ganglia basal, khususnya traktur nigrostriatum dalam sistem ekstrapiramidal.
Ehringer dan Hornykiewiez mengungkapkan bahwa kemusnahan neuron di pars kompakta
substansia nigra yang dopaminergik itu merupakan lesi utama yang mendasari penyaki
parkinson.
Korpus striatum sebagian terdiri dari kolinergik. Komponen kolinergik yang merangsang dan komponen
dopaminergik yang menghambat terdapat dalam suatu keseimbangan yang dinamis.

Bilamana kondisi dopaminergik striatal lebih unggul daripada kondisi kolinergik striatal, yang berarti
bahwa dalam striatum terdapat jumlah dopamin yang jauh lebih banyak dari asetilkolin, maka timbul
sindrom yang menyerupai Korea Huntington, suatu gerak berlebihan dan tak bertujuan yang tidak
dapat dikendalikan. Sebaliknya, bilamana terjadi disproporsi fungsional antara kedua komponen
tersebut dengan meningkatnya fungsi komponen kolinergik akan menimbulkan sindrom Parkinson.
Pada penyakit parkinson, baik yang idiopatik maupun yang simptomatik, konsentrasi dopamin di
dalam korpus striatum dan substansia nigra sangat kurang sehingga kondisi di korpus striatum lebih
kolinergik daripada dopaminergik. Peningkatan aktivitas kolinergik striatal memberikan efek tremor.

Menurunnya jumlah dopamin dan zat metabolitnya yang dinamakan Homovanilic Acid (HVA) di
kedua bangunan itu berkolerasi secara relevan dengan derajat kemusnahan neuron di substansia
nigra pars kompakta.
Neuron dopaminergik di substansia nigra rusak, korpus striatum mendapat impuls dari substania
nigra yang kekurangan dopamin Stimulasi ke korteks menurun

Dopaminergic neuron
2.7 PATOGENESIS
Namun fakta yang menunjukkan bahwa penyakit ini muncul pada usia lanjut memberi pemikiran bahwa
penyakit ini mungkin berhubungan dengan proses penuaan sel-sel neuronal, khususnya
pada individu-individu yang sel-sel nigranya sangat rentan. Enzim-enzim yang dibutuhkan untuk
membuang metabolisme katekolamin, mungkin merupakan faktor pada penyakit parkinson. Hidrogen
peroksida adalah by-produk dari metabolisme katekolamin dan pembuangannya tergantung pada
enzim-enzim peroksidase dan katalase. Enzim-enzim ini normalnya tinggi pada substansia nigra dan
mengalami penurunan seiring penuaan umur, tapi akan lebih menurun pada penderita parkinson.
Reduksi enzim-enzim ini akan mengakibatkan akumulasi hidrogen peroksida dan produk toksik
lainnya yang kemudian menyebabkan destruksi sel-sel nigra dan hilangnya tirosin hidroksilase yang
adalah enzim yang bertanggung jawab atas produksi dopamin.
Penurunan dopamin dalam korpus striatum mengacaukan keseimbangan antara dopamin (penghambat)
dan asetilkolin (perangsang). Inilah yang menjadi dasar dari kebanyakan gejala penyakit parkinson.
Sampai saat ini belum diungkapkan dengan baik bagaimana berkurangnya dopamin di striatum yang
menyebabkan gejala parkinson (tremor, rigiditas, dan aknesia)
Suatu teori mengemukakan bahwa munculnya tremor diduga oleh karena dopamin yang disekresikan
dalam nukleus kaudatus dan putamen berfungsi sebagai penghambat yang merusak neuron dopamingik di
substansia nigra sehingga menyebabkan kaudatus dan putamen menjadi sangat aktif dan kemungkinan
menghasilkan signal perangsang secara terus menerus ke sistem pengaturan motorik kortikospinal. Signal
ini diduga merangsang otot bahkan seluruh otot sehingga menimbulkan kekakuan dan melalui mekanisme
umpan balik mengakibatkan efek inhibisi penghambat dopamin akan hilang sehingga menimbulkan
tremor.

Akinesia didiga disebabkan oleh karena adanya penurunan dopamin di sistim limbik terutama
nukleus accumbens, yang diikuti oleh menurunnya sekresi dopamin di ganglia basalis. Keadaan
ini menyebabkan menurunnya dorongan fisik untuk aktivasi motork begitu besar sehingga timbul
akinesia.

2.8 KLASIFIKASI
2.8.1

Parkinsonismus primer/ idiopatik/paralysis agitans


Sering dijumpai dalam praktek sehari-hari dan kronis, tetapi penyebabnya belum jelas.

Kira-kira 7 dari 8 kasus parkinson termasuk jenis ini.

Penyakit Parkinson

2.8.2

Parkinsonismus sekunder atau simtomatik

Dapat disebabkan pasca ensefalitis virus, pasca infeksi lain : tuberkulosis, sifilis
meningovaskuler.

Iatrogenik atau drug induced, misalnya neuroleptik ( antipsikotik ) golongan fenotiazin,


anti emetic, reserpin, tetrabenazin.

Lain-lain, misalnya perdarahan serebral petekial pasca trauma yang berulang-ulang pada
petinju, infark lakuner, tumor serebri, hipoparatiroid dan kalsifikasi.

Toksin : MPTP, CO, Mn, Mg, methanol, etanol, sianid


2.8.3 Sindrom paraparkinson ( Parkinson plus )
Pada kelompok ini gejalanya hanya merupakan sebagian dari gambaran penyakit

keseluruhan.

Jenis ini bisa didapat pada penyakit Wilson ( degenerasi hepato-lentikularis ), hidrosefalus
normotensif, sindrom Shy-drager, degenerasi striatonigral, atropi palidal
( parkinsonismus juvenilis ).

Sindroma Demensia : Kompleks Parkinsonism dementia ALS ( Guam ), penyakit


Lewy bodies difus, penyakit Alzheimer.
2.8.4 Penyakit heredodegeneratif
Penyakit Hungtinton
Penyakit Wilson
Nekrosis striatal dan sitopati mitokondria
Penyakit Gerstmann Strausler - Scheinker

2.9 GEJALA KLINIS


2.9.1

Gejala utama dari penyakit PD adalah ("TRAP"):

Tremor:
Tremor Istirahat (Rest Tremor) yang khas ini merupakan gejala yang paling jelas, sering terdapat
pada awal penyakit dan mudah diidentifikasi oleh penderita maupun keluarganya sendiri. Rest tremor
ini bersifat kasar (kurang lebih 4 siklus/detik), dan gerakannya seperti memulung pil (pill-rolling)
atau seperti menghitung uang logam. Tremor dapat dimulai dari satu ekstremitas saja pada awal
gejala dan dapat menyebar sehingga mengenai seluruh anggota tubuh (lengan, rahang, lidah, kelopak
mata, tungkai) bahkan juga suara. Tremor dapat menghilang jika otot berelaksasi total ataupun
dengan melakukan gerakan volunter. Faktor fisik dan emosi dapat mencetuskan timbulnya tremor ini.
Ada jenis tremor yang lainnya dengan frekuensi 7-8 siklus/menit. Tidak seperti yang 4 siklus/menit,
tremor ini dapat tetap ada pada gerakan volunter dan tidak berhubungan dengan posisi diam dari
anggota gerak (bukan rest tremor) dan lebih mudah hilang pada posisi otot yang relaksasi. Pasien
bisa menampakkan gejala kedua tremor ini atau hanya salah satunya.

Rigiditas
Kekakuan; peningkatan tonus otot. Dikombinasikan dengan rest tremor, kekakuan ini menghasilkan
fenomena 'cog-wheel' saat ekstremitas digerakkan secara pasif. Hal ini juga sangat jelas dapat dirasakan
dengan cara mempalpasi otot pasien bahkan pada keadaan rileks

Bradykinesia/Akinesia:
Pengurangan atau tidak adanya gerakan sama sekali. Gerakan cepat, berulang-ulang
menghasilkan sebuah gerakan disritmik dan pengurangan kekuatan gerakan.

Postural instability (ketidakstabilan postural):


Tidak adanya refleks postural sehingga mengakibatkan ketidakseimbangan dan rasa ingin jatuh

2.9.2

Gejala motorik yang lainnya:

Gangguan gerakan dan postur tubuh.

Shuffling

Ditandai gerakan dengan langkah kecil-kecil, dengan kaki yang hampir tidak terangkat dari
lantai sehingga menimbulkan suara diseret waktu berjalan. Halangan kecil saja dapat
menyebabkan pasien tersandung.

Turning "en bloc"


lain halnya dengan gerakan membalik badan pada orang normal, pasien Parkinson
mempertahankan tulang belakang mereka tetap kaku (rigit) karena untuk membalikkan badan,
mereka butuh melakukannya dengan perlahan-lahan.

Bungkuk.
Pada keadaan yang parah, kepala dan bahu atas dapat sangat membungkuk (camptocornia).

Festination
Kombinasi dari postur yang membungkuk, ketidakseimbangan, dan langkah yang pendekpendek. Ini menyebabkan gerakan yang makin lama semakin cepat sehingga berakhir dengan
terjatuh.

Gait freezing
"Membeku" adalah sebuah manifestasi dari akinesia (ketidakmampuan untuk bergerak).
Membekunya gerakan dikarakterisasikan dengan adanya ketidakmampuan untuk menggerakkan
kaki yang makin parah jika berjalan pada tempat yang sempit dan berantakan atau pada usaha
untuk memulai sebuah gerakan.

Distonia (sekitar 20% dari kasus)


Kontraksi otot yang abnormal, terus menerus, dan menimbulkan sakit seperti terbelit, biasanya
mengenai otot kaki dan pergelangan kaki (terutama fleksi dari ibu jari kaki dan inversi dari kaki)
yang mengganggu pergerakan tubuh saat berjalan.

Gangguan menelan dan berbicara.

Hipofonia

suara menjadi kecil, serak, dan bicara monoton. Beberapa orang dengan penyakit Parkinson
mengeluhkan lidahnya "berat" ataupun berkata-kata 'kotor'.

Gangguan non motorik yang menyebabkan gangguan pada berbicara ataupun berbahasa,
baik yang ekspresif maupun pengulangan kata-kata
Termasuk diantaranya penurunan kefasihan berbahasa dan gangguan kognitif tertutama yang terkait
dengan pemahaman arti dari isi pembicaraan dan ekspresi wajah.

Disfagia
Ketidakmampuan untuk menelan, sehingga dapat menyebabkan aspirasi dan pneumonia.

Fatigue-kelelahan (lebih dari 50% kasus)

Muka seperti topeng


Berkurangnya gerakan pada otot-otot kecil wajah menimbulkan gambaran wajah yang tanpa atau
sedikit ekspresi (hipomimia) ,disertai dengan jarangnya mata mengedip. Pada orang normal,
frekuensi mengedipkan mata kurang lebih 12-20 kali per menit, sedangkan pada pasien Parkinson
hanya 5-10 kali per menit. Selain itu ditemukan adanya sedikit pembesaran pada fisura palpebra
sehingga pasien seperti melotot (Stellwag Sign).

Kesulitan untuk membalikkan posisi tubuh saat di ranjang ataupun bangun dengan posisi
duduk.

2.9.3

Gejala non-motorik

Gejala non-motorik ini sering terjadi dan merupakan penyebab yang utama dalam menimbulkan
kematian pada pasien Parkinson.

Depresi
Dapat muncul pada tahap apapun pada pasien dengan Parkinson , bahkan sebelum timbul
disfungsi motorik, dan menimbulkan dampak yang signifikan pada kualitas hidup pasien yang
bersangkutan.
Gangguan kognitif
Respon yang melambat baik volunteer ataupun involunter respon.
Gangguan fungsi eksekutif : dapat berkembang menjadi demensia yang hampir timbul pada 20-40% kasus PD,
dimulai dengan berkurangnya daya pikir dan berkembang dengan kesulitan mengintepretasi pikiran abstrak,
ingatan, dan tingkah laku. Halusinasi, delusi dan paranoia dapat muncul. Obat asetilkolin esterease dapat
memperbaiki keadaan ini pada beberapa pasien.

Kehilangan ingatan jangka pendek.

Disfungsi otonom
Keringat berlebihan, air ludah berlebihan, gangguan sfingter terutama inkontinensia dan
hipotensi ortostatik.

2.9.4

Gangguan Tidur

Somnolensi pada siang hari yang berlebihan.

Insomnia

Gangguan pada fase tidur REM


Mimpi yang mengganggu - dapat muncul beberapa tahun kemudian setelah diagnosa PD
ditegakkan

2.9.5

Abnormalitas Sistem Sensorik

Gejala sensorik seperti disfungsi olfaktorik, nyeri, parestesi, akathisia, nyeri daerah mulut dan nyeri pada regio
genitalia merupakan gangguan terbanyak namun sekaligus sering tidak dikenali sebagai gejala Parkinsonian.
Dalam salah satu studi ditemukan bahwa disfungsi system olfaktori (hiposmia) mungkin merupakan tanda dini
dari penyakit Parkinson, hal ini dikorelasikan dengan meningkatnya resiko sebanyak 10% terhadap terjadinya
penyakit dalam 2 tahun kemudian. Telah didalilkan bahwa disfungsi olfaktori dihubungkan dengan hilangnya
neuron di area kortikomedial amigdala, atau hilangnya neuron dopaminergik di bulbus olfaktorius

2.10 KOMPLIKASI PENYAKIT


2.10.1 Hipokinesia
Atrofi / kelemahan otot sekunder, kontraktur sendi, deformitas : kifosis, skoliosis
2.10.2 Gangguan fungsi luhur
Afasia, agnosia, apraksia
2.10.3 Gangguan postural
Perubahan kardio-pulmonal, ulkus dekubitus, jatuh
2.10.4 Gangguan mental
Gangguan pola tidur, emosional, gangguan seksual, depresi, bradifrenia, psikosis, demensia

2.10.5 Gangguan vegetative


Hipotensi postural, inkontinensia urine, gangguan keringat

2.11 DIAGNOSIS
PD kadang sulit untuk didiagnosa secara akurat. Penelitian-penelitian telah menunjukkan 25-35%
diagnosa salah bukanlah hal yang jarang. Sampel dari jaringan otak adalah satu-satunya metoda
diagnostik yang pasti. Saat ini belum ada tes darah maupun laboratorium yang telah terbukti membantu
dalam mendiagnosa PD. Karenanya, diagnosis dibuat berdasarkan riwayat perjalanan penyakit dan
pemeriksaan neurologis. Unified Parkinson's Disease Rating (lihat lampiran) adalah alat klinis yang
utama digunakan dalam membantu mendiagnosa dan menentukan derajat keparahan dari PD. Tanda dan
gejala dini dari PD kadang dikesampingkan sebagai efek dari proses penuaan yang normal. Karenanya
klinisi mungkin perlu untuk mengobservasi orang tersebut untuk beberapa waktu hingga terlihat jelas
bahwa gejala-gejala yang dimaksud memang ada secara konsisten. Tanda-tanda motorik biasanya berawal
secara unilateral. Sebuah diagnosa PD memerlukan adanya tanda-tanda cardinal berikut ini: tremor distal
saat istirahat dengan ukuran 3 hingga 6 Hz, rigiditas, bradikinesia, dan onset yang asimetris. Tanda-tanda
lain yang sering dikenal meliputi instabilitas postural dengan onset lambat, penciuman yang berkurang,
dan mikrografia. Pasien juga harus merespon positif terhadap tes terapi dari levodopa atau agonis
dopamine.

2.11.1 Kriteria Diagnostik berdasarkan Kriteria Hughes:


Possible: terdapat salah satu dari gejala utama

Tremor istirahat

Rigiditas

Bradikinesia

Kegagalan reflex postural Probable

Bila terdapat kombinasi dua gejala utama (termasuk kegagalan reflex postural) atau satu dari
tiga gejala pertama yang tidak simetris (dua dari empat tanda motorik).

Definite

Bila terdapat kombinasi tiga dari empat gejala atau dua gejala dengan satu gejala lain yang tidak
simetris (tiga tanda cardinal). Bila semua tanda-tanda tidak jelas sebaiknya

dilakukan pemeriksaan ulangan beberapa bulan kemudian.


Kemajuan di bidang radiologi telah membantu dalam menentukan etiologi Parkinsonism dan
dalam mendiagnosa PD yang idiopatik dengan lebih akurat. Walaupun CT scan dan MRI tidak dapat
menunjukkan pola yang spesifik untuk PD, alat-alat ini dapat membantu mengeliminasi atau
mengkonfirmasi penyakit-penyakit lainnya. Teknologi yang sedang dikembangkan (contohnya
Positron Emission Tomography, Single Photon Emission CT) kemungkinan akan berpengaruh pada
diagnosa PD, tetapi, keduanya tidaklah murah.

Tanda khusus
Meyersons sign

Tidak dapat mencegah mata berkedip kedip bila daerah glabela diketuk berulang.
Ketukan berulang ( 2x/detik ) pada glabela membangkitkan reaksi berkedip kedip

terus menerus )

2.11.2

Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan penunjang dilakukan bila ada indikasi, antara lain dengan melakukan pemeriksaan :

Neuroimaging : CT Scan, MRI


Untuk mengetahui gambaran internal otak. Pada penyakit parkinson kemungkinan didapatkan
gambaran pelebaran ventrikel.

Analisis cairan serebrospinalis

Pengambilan cairan serebrospinal dapat dilakukan dengan cara Lumbal Punksi, Sisternal Punksi atau
Lateral Cervical Punksi. Lumbal Punksi merupakan prosedure neuro diagnostik yang paling sering
dilakukan, sedangkan sisternal punksi dan lateral hanya dilakukan oleh orang yang benar-benar ahli.
Dilakukan dengan cara menginsersi jarum berongga ke dalam ruang sub-araknoid di antara lengkung
saraf vertebra lumbal ketiga dan lumbal keempat. Kemungkinan hasil menunjukkan adanya
penurunan kadar dopamine

Laboratorium ( Penyakit Parkinson sekunder ) : patologi anatomi, pemeriksaan kadar


bahan Cu ( Wilsons disease, prion Bovine spongiform encephalopathy)

2.11.3 Diagnosis banding

Tremor esensial

Hidrosefalus bertekanan normal

Progresif supranuklear palsi

Degenerasi striatonigra

Parkinsonism akibat pengaruh obat obatan

Sekali didiagnosis, dapat dievaluasi perkembangan penyakitnya dengan skala Hoehn dan Yahr
( Hoehn dan Yahr Staging of Parkinsons Disease )
Stadium satu
Gejala dan tanda pada satu sisi, terdapat gejala yang ringan, terdapat gejala yang menggangu
tetapi tidak menimbulkan kecacatan, biasanya terdapat tremor pada satu anggota gerak, gejala
yang timbul dapat dikenali orang terdekat ( teman ).
Stadium dua
Terdapat gejala bilateral, terdapat kecacatan minimal, sikap / cara berjalan terganggu.
Stadium tiga
Gerak tubuh nyata melambat, keseimbangan mulai terganggu saat berjalan / berdiri, disfungsi
umum sedang.
Stadium empat
Terdapat gejala yang lebih berat, masih dapat berjalan hanya untuk jarak tertentu, rigiditas dan
bradikinesia, tidak mampu berdiri sendiri, tremor dapat berkurang dibanding stadium
sebelumnya.

Stadium lima
Stadium kakhetik ( cachectic stage ), kecacatan total, tidak mampu berdiri dan berjalan,
memerlukan perawatan tetap.

2.12

PENATALAKSANAAN

Penyakit Parkinson bisa diobati dengan berbagai obat, seperti levodopa, Bromokriptin, pergolid,
selegilin, antikolinergik (Benztropin atau triheksifenidil), antihistamin, anti depresi, propanolol
dan amantadin.
Tidak satupun dari obat-obat tersebut yang menyembuhkan penyakit atau menghentikan
perkembangannya, tetapi obat-obat tersebut menyebabkan penderita lebih mudah melakukan
suatu gerakan dan memperpanjang harapan hidup penderita. Obat ini mengurangi tremor dan
kekakuan otot dan memperbaiki gerakan.
Penderita Parkinson ringan bisa kembali menjalani aktivitasnya secara normal dan penderita yang
sebelumnya terbaring di tempat tidur menjadi kembali mandiri. Beberapa ahli percaya bahwa
menambahkan atau mengganti Levodopa dengan Bromokriptin selama tahun-tahun pertama pengobatan
bisa menunda munculnya gerakan-gerakan yang tidak dikehendaki.

Untuk mempertahankan mobilitasnya, penderita dianjurkan untuk tetap melakukan kegiatan


sehari-harinya sebanyak mungkin dan mengikuti program latihan secara rutin. Terapi fisik dan
pemakaian alat bantu mekanik (misalnya kursi roda) bisa membantu penderita tetap mandiri.
Makanan kaya serat bisa membantu mengatasi sembelit akibat kurangnya aktivitas, dehidrasi
dan beberapa obat. Makanan tambahan dan pelunak tinja bisa membantu memperlancar buang
air besar. Pemberian makanan harus benar-benar diperhatikan karena kekakuan otot bisa
menyebabkan penderita mengalami kesulitan menelan sehingga bisa mengalami kekurangan gizi
(malnutrisi).
2.12.1 Umum ( supportive )
a. Pendidikan
Pasien harus mengerti bahwa penyakit Parkinson merupakan penyakit kronik progresif, dengan
tingkat progresifitas yang berbeda-beda pada setiap orang, dan telah banyak pendekatan yang
dilakukan untuk memperingan gejala. Adanya group pendukung yang berisikan pasien penderita
Parkinson tahap lanjut, akan lebih membantu penderita yang baru saja didiagnosa sebagai
penderita penyakit Parkinson. Pasien harus diberikan nasehat mengenai latihan, termasul
stretching, strengthening, fitness kardiovaskular, dan latihan keseimbangan, walaupun hanya
dalam waktu singkat.
b. Latihan fisik
Bagi penderita Parkinson dapat diberikan fisioterpi berupa terapi wicara. Fisioterapi juga
diarahkan untuk mempertahankan mobilitas sendi, menghindari kelainan sikap anggota gerak
badan, koreksi terhadap kelainan sikap anggota gerak badan serta mempertahankan gaya berjalan

yang normal.3
c. Nutrisi
2.12.2 Medikamentosa
Berdasarkan konsep keseimbangan komponen dopaminergik-kolinergik, kemoterapi penyakit
Parkinson dapat dilakukan dengan dua cara yaitu dengan obat yang bersifat dopaminergik sentral
dan dengan obat yang berefek antikolinergik sentral. Selain itu dikembangkan penghambat
MAO-B berdasarkan konsep pengurangan pembentukan zat radikal bebas. Pilihan obat
Parkinson dapat dilihat pada tabel

Tabel 1. Pilihan obat penyakit Parkinson

A. Obat dopaminergik sentral Levodopa


B. Bromokriptin
C. Perangsang SSP : Dekstroamfetamin Metamfetamin Metilfenidat

II.

Obat Anti Kolinergik Sentral

A. Senyawa Parasimpatolitik Triheksifenidil

Biperiden Sikrimin Prosiklidin Benztropin Mesilat Karamifen


B. Senyawa Anti Histamin Difenhidramin Klorfenoksamin Orfenadrin Fenindamin
C. Derifat Fenotiazin Etoprapazin Prometazin

I.

Dietazin

III.

Obat Dopamino-antikolinergik

A.

Amantadin

B.

Antidepresan Trisiklik Imipramin


Amitriptin

IV.

Penghambat MAO-B ( Mono Amine Oxidase n B ) Inhibitor

Selegiline

Levodopa
Levodopa merupakan precursor dopamine, diyakini merupakan obat antiparkinsonian yang paling efektif.
Dalam percobaan yang membandingkan efektifitas levodopa dan agonis domain, yang dilakukan secara
random, menunjukkan peningkatan ADL dan motorik sebanyak 40-50% dengan penggunaan levodopa.
Levodopa dalam penggunaannya dikombinasikan dengan peripheral decarboxylase inhibitor seperti
carbidopa, untuk mengurangi terjadinya dekarboksilasi levodopa, sebelum mencapai otak. Tersedia dalam
bentuk immediate-release dan controlled-release. Carbidopa plus levodopa dikombinasikan dengan
catechol O-methyltransferase inhibitor, entacapone, merupakan satu preparat lain, yang di produksi untuk
menciptakan suatu prolong aksi, dengan mencegah terjadinya metilasi.
Banyak alasan yang mendasari terjadinya kegagalan terapi dengan menggunakan levodopa, termasuk di
dalamnya; penggunaan yang tidak sesuai index respons seperti tremor, dosis yang tidak adekuat, durasi
terapi yang tidak adekuat, dan interaksi obat (mis; penggunaan levodopa

bersamaan dengan metoclopramide, atau risperidone). Percobaan dengan levodopa harus digunakan selama 3
bulan, dengan peningkatan dosis bertahap, setidaknya 1000 mg per hari (bentuk immediate-release) atau
sampai dosis limitasi yang menampakkan efek merugikan sebelum pasien tidak memiliki respon lagi terhadap
pengobatan dengan levodopa. Karena kegagalan terapi terhadap dosis terapi levodopa hanya dicapai sebanyak
kurang dari 10% pasien yang secara patologi terbukti menderita penyakit Parkinson, maka kegagalan yang
timbul diduga merupakan suatu kemungkinan dari adanya kerusakan lain yang mengindikasikan tidak adanya
terapi farmakologis ataupun terapi pembedahan yang menguntungkan.

Agonis Dopamin
Meskipun agonis dopamine kurang efektif dibandingkan dengan levodopa, obat-obatan ini
merupakan obat first-line alternative dalam terapi penyakit Parkinson. Bermacam-macam agonis
dopamine memiliki efektifitas yang hampir mirip. Salah satu keuntungan yang potensial dari obat ini
dibandingkan dengan levodopa ialah rendahnya resiko untuk terjadinya diskinesia dan fluktuasi
fungsi motorik sebagai efek terapi, dalam 1 hingga 5 tahun pengobatan, khususnya pada pasien yang
mendapatkan agonis dopamine sebagai pengobatan tunggal. Namun bagaimanapun, sering
dibutuhkan penggunaan kombinasi dari agonis dopamine dan levodopa selama beberapa tahun
setelah diagnosis ditegakkan, untuk mengontrol gejala-gejala lanjutan. Agonis dopamine dihindari
pemakaiannya pada pasien dengan demensia, karena kecenderungan obat ini dalam menimbulkan
halusinasi.
Obat-obat agonis dopamine yang lama dikenal, seperti bromokriptine dan pergolide, merupakan derivate
ergot yang jarang menimbulkan fibrosis retroperitoneal, pleural dan pericardial. Baru-baru ini dilaporkan
mengenai hubungan antara penggunaan pergolide dengan terjadinya penebalan dan disfungsi katup-katup
jantung. Hasil echocardiografi pada pasien dengan penggunaan pergolide jangka panjang menunjukkan
adanya penyakit restriktif valvular dengan resiko 2 sampai 4 kali lipat lebih besar dibandingkan pasien
penyakit Parkinson yang tidak

mendapat terapi dengan pergolide. Dengan adanya peristiwa ini, agonis dopamine tidak diberikan
yang berasal dari derivate ergot; seperti pramipexole dan ropinirole.

Obat-obatan Lainnya
Secara umum, antikolinergik tidak digunakan sebagai pengobatan dalam penyakit Parkinson,
dikarenakan efeknya yang merugikan. Namun begitu, obat-obatan golongan ini kadang ditambahkan
jika gejala tremor dirasa sangat mengganggu dan tidak responsive dengan pengobatan lain, meskipun
sesungguhnya, fakta di lapangan menunjukkan kekurang-efektifan obat ini dalam mengurangi tremor.
Obat golongan antikolinergik merupakan kontraindikasi pada pasien dengan demensia dan biasanya
dihindari penggunaannya pada pasien yang berusia lebih dari 70 tahun. MAO inhibitor dan amantadine
memiliki beberapa efek yang merugikan dan membutuhkan peningkatan titrasi sedikit demi sedikit
untuk mencapai dosis terapetik. Namun Karen efek dari obat-obatan ini cenderung lemah, maka obat ini
tidak digunakan sebagai obat tunggal dalam pengobatan.

Obat-obatan untuk mengobati penyakit Parkinson


Obat

Aturan Pemakaian

Keterangan

Levodopa
(dikombinasikan dengan
karbidopa)

Merupakan pengobatan utama


untuk Parkinson
Diberikan bersama karbidopa untuk
meningkatkan efektivitasnya &
mengurangi efek sampingnya
Mulai dengan dosis rendah, yg
selanjutnya ditingkatkan sampai
efek terbesar diperoleh

Setelah beberapa tahun


digunakan, efektivitasnya
bisa berkurang

Bromokriptin atau pergolid

Pada awal pengobatan seringkali

Jarang diberikan sendiri

ditambahkan pada pemberian


Levodopa untuk meningkatkan
kerja Levodopa atau diberikan
kemudian ketika efek
samping Levodopa menimbulkan
masalah baru
Seleglin

Seringkali diberikan sebagai


tambahan pada pemakaian
Levodopa

Bisa meningkatkan
aktivitas Levodopa di
otak

Obat antikolinergik
(benztropin & triheksifenidil),
obat anti depresi tertentu,
antihistamin (difenhidramin)

Pada stadium awal penyakit bisa


diberikan tanpa Levodopa, pada
stadium lanjut diberikan bersamaan
dengan Levodopa, mulai diberikan
dalam dosis rendah

Bisa menimbulkan
beberapa efek samping

Amantadin

Digunakan pada stadium awal


untuk penyakit yg ringan
Pada stadium lanjut diberikan
untuk meningkatkan efek
Levodopa

Bisa menjadi tidak efektif


setelah beberap bulan
digunakan sendiri

2.12.3 Pembedahan
Thalamotomy dan thalamic stimulationdeep brains timulation (DBS) dengan implantasi elektoda dapat
merupakan terapi yang mujarab dalam mengatasi tremor pada penyakit Parkinson, ketika sudah tidak ada
lagi respon dengan pengobatan non-surgikal. Secara umum tindakan bedah (Thalamotomi ventrolateral dan
Pallidektomi) memberikan hasil yang paling baik pada Parkinsonisme idiopatik dengan gejala unilateral
pada penderita dibawah umur 65 tahun. Pallidotomy, pallidal deep brain stimulation dapat mengatasi gejalagejala penyakit Parkinson pada pasien yang responnya terhadap medikasi antiparkinsonism mengalami
komplikasi dengan adanya fluktuasi fungsi motorik yang memburuk dan diskinesia. Karena indikasi dari
terapi surgical pada tahap dini penyakit tidak ditemui dan karena tindakan yang

cukup beresiko serta membutuhkan biaya yang mahal, maka terapi pembedahan ini tidak
mempunyai peran pada awal penyakit Parkinson.

2.13

REHABILITASI MEDIK

Tujuan rehabilitasi medik adalah untuk meningkatkan kualitas hidup penderita dan menghambat
bertambah beratnya gejala penyakit serta mengatasi masalah masalah sebagai berikut :

Abnormalitas gerakan

Kecenderungan postur tubuh yang salah

Gejala otonom

Gangguan perawatan diri ( Activity of Daily Living ADL )

Perubahan psikologik
Untuk mencapai tujuan tersebut diatas dapat dilakukan tindakan
1. Terapi fisik ROM ( range of motion )

Peregangan

Koreksi postur tubuh

Latihan koordinasi

Latihan jalan ( gait training )

Edukasi dan program latihan di rumah

2.

Terapi okupasi

3.

Terapi wicara

4. Psikoterapi
5. Terapi sosial medik

2.14

PROGNOSIS

PD bukanlah suatu penyakit yang dengan sendirinya bersifat fatal, melainkan PD


merupakan suatu penyakit yang bertambah parah dengan seiringnya waktu. Perkiraan
hidup pasien PD biasanya lebih rendah dibanding orang yang tidak mempunyai
penyakit tersebut. Pada PD tahap lanjut, PD mungkin dapat menyebabkan komplikasi
seperti tersedak, pneumonia, dan jatuh yang dapat menimbulkan kematian.
Progresi dari gejala PD mungkin akan memakan waktu 20 tahun atau lebih. Pada
beberapa orang, progresi penyakit ini dapat berjalan lebih cepat. Tidak ada cara untuk
memprediksi bagaimana PD akan bermanifestasi pada seseorang. Dengan
penanganan yang baik, kebanyakan dari penderita PD dapat mempunyai hidup yang
produktif untuk waktu yang panjang setelah didiagnosa.
Beberapa penelitian mengatakan bahwa mortalitas meningkat, dan kelangsungan
hidup menurun pada pasien di rumah jompo dibanding pasien yang tinggal di
komunitas.

BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Penyakit Parkinson merupakan gangguan neurodegenerative progresif yang disebabkan
karena proses degenerasi spesifik neuron-neuron dopaminergik ganglia basalis terutama di
substansia nigra pars kompakta yang disertai inklusi sitoplasmik eosinofilik (badan lewy).
Penyakit Parkinson adalah tipe tersering dari suatu keadaan Parkinsonism, lebih kurang 80% dari
seluruh kasus. Selain itu penyakit Parkinson juga merupakan penyakit neurodegenerative
tersering kedua setelah demensia Alzheimer. PD terdapat 4 manifestasi gejala utama motorik :
tremor saat istirahat, rigiditas, bradikinesia (berkurang atau lambatnya suatu gerakan), dan
instabilitas postural.1,5 Selain itu pada PD juga terdapat gejala non motorik yang termasuk
didalamnya adalah gangguan sensoris dan otonom serta gangguan neurobehavioral
(neuropsikiatri) seperti depresi, ansietas, dan psikosis Manajemen pasien dengan penyakit
Parkinson tahap lanjut sangatlah menantang kita dalam penanganannya dilihat dari segi motorik,
sering timbul komplikasi gejala psikosis, yang disertai dengan berbagai komorbiditas
neuropsikiatri lainnya. Penilaian dan penanganan pasien PD yang disertai gejala neuropsikiatri
membutuhkan perhatian yang lebih besar bagi kita untuk lebih memperhatikan lagi berbagai
faktor penyebab timbulnya gejala neuropsikiatri. Pengenalan secara dini dari gejala-gejala
neuropsikiatri yang timbul hampir menyerupai gejala PD sangatlah penting dalam tatalaksana
pasien lebih lanjut.

DAFTAR PUSTAKA :

1. Medika therapy. com. info penyakit Parkinson. 2009. Diunduh


http://medicatherapy.com/index.php/content/read/348/info-penyakit/parkinson
2. Health dokter. Penyakit Parkinson. 11 September 2009. Diunduh
http://dokterkwok.blog.com/2009/09/11/penyakit-parkinson/

dari
dari

3. Medikaholistik.com. Lebih jauh mengenal penyakit Parkinson. 28 Mei 2009.


Diunduh
dari
http://www.medikaholistik.com/medika.html?
xmodule=document_detail&xid=208
4. Medicine and Health Investigation. Penyakit Parkinson. 2010. Diunduh dari
http://id.shvoong.com/medicine-and-health/investigative-medicine/2043668penyakit- parkinson/#ixzz1LkMefYhz
5. Nuartha BN. : Penyakit Parkinson dan Parkinsonismus. Dalam Harsono (editor).
Kapita Selekta Neurologi. Edisi I. Yogyakarta University, 1996 : 331 9.
6. Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia., Buku Ajar Neurologi KlinisEdisi I.
Yogyakarta : Gajahmada University Press 1996 : 223 8.
7. Guyton Hall. : Serebelum Ganglia Basalais dan Seluruh Pengatur Motorik. Dalam :
Fisiologi Kedokteran. Edisi 9 Jakarta EGC 1997 : 904 5.
8. Morris., JH. : Sistem Saraf. Dalam Robbins, SI., Kumar, V. Editor. Buku Ajar
Patologi II. Alih Bahasa : Lunardhi, JH. Santoso, R. Edisi ke-4. EGC. Jakarta 1995 :
474 510.
9. Sudarmanto. Journal Kelainan Fungsi Saraf. Penyakit Parkinson. May 2008. Diunduh
dari http://sudarmanto.multiply.com/journal
10. Nutt John G, Wooten G. Frederick. Diagnosis and Initial Management of Parkinsons
Disease. The New England Journal of Medicine, 2005;353:1021-7
11. Artikel Kesehatan. Penyakit Parkinson. 25 Juni 2009. Diunduh dari http://artikelinfo- kesehatan.blogspot.com/2009/06/penyakit-parkinson-parkinsons-disease.html

Anda mungkin juga menyukai