Anda di halaman 1dari 6

SINOPSIS KASUS

Seorang laki-laki 74 tahun dengan penyakit arteri koroner


berat mendapat graft by pass a. coroner dengan 5
anastomosis distal. Karena fungsi jantung yang
irreversibel ( ejection fraktion 22% ) infus dosis tinggi
glukosa-insulin kalium dimulai intraoperatif. Postoperatif
secara hemodinamik stabil dan diekstubasi 12 jam
kemudian. Namun 2 hari kemudian terjadi ventricular
aritmia, gel T yang runcing dan blok atrioventrikuler derajat
dua yang sifatnya sementara.
ANALISA MASALAH
Defenisi
Biasanya setelah penghentian terapi glukosa insulin suatu
keseimbangan baru antara kalium intraseluler dan
ekstraseluler akan terbentuk karena hampir 98% dari total
kalium berada di intrasel, perubahan yang dramatis kalium
serum dapat diobservasi. Kadar normal kalium serum
berkisar antara 3,5-5,3 mmol/L. Hiperkalemia
meningkatkan permeabilitas membran miokard terhadap
kalium, menyebabkan peningkatan kecepatan repolarisasi
dan penurunan durasi aksi potensial. Pada hiperkalemia
sedang, aksi dari kalium dapat menurun untuk
berkembangnya suatu aritmia. Peningkatan permeabilitas
kalium pada derajat penurunan hiperkalemia dari
depolarisasi diastolic spontan sinus node dan bagian lain
dari system konduksi menyebabkan bradikardi dan bahkan
asistole pada konsentrasi tinggi dari kalium. Konduksi
abnormal dari Atrioventrikuler ( AV) dan intraventrikuler
dan juga ditemukan pada hiperkalemia berat.
Pasien-pasien ini mempunyai resiko tinggi untuk
berkembang menjadi aritmia yang fatal, seperti pada
fibrilasi ventrikel persisten atau asistol. Peninggian tingkat
kalium serum tidak hanya dapat mempengaruhi konduksi
jantung tetapi juga dapat menyebabkan penurunan
kontraktilitas dari jantung. Efek ini paling potensial terjadi
dengan pasien yang hipokalemia concomitant atau
hiponatremia.
Pengenalan
Untuk mengetahui terjadinya hiperkalemia :
1. Hati-hati terhadap sesuatu yang menyebabkan
hiperkalemia
2. Analisa EKG didapatkan :
Elevasi gelombang T-wave
Pelebaran kompleks QRS

Interval PR yang memanjang


Gelombang P menghilang
3. Pengukuran kalium serum.
4. Manifestasi dini suatu hiperkalemia ditandai dengan
adanya elevasi dan penyempitan gelombang T yang
biasanya ditemukan ketika konsentrasi kalium plasma
berkisar 5,5 mmol/L(fig13-1). Perubahan gelombang T
ini jelas terlihat pada pemasangan precordial Lead
EKG. Pada hiperkalemia yang berat, interval PR
memanjang, amplitudo QRS menurun dan interval QRS
melebar (biasanya terlihat pada nilai kalium > 6,5
mmol/L). Pada pokoknya , gel P menghilang. Pada
hiperkalemia preterminal ditandai dengan melebarnya
kompleks QRS dengan gelombang T, gambaran EKG
berupa sine wave. Pada keadaan ini juga terjadi
flutter dan fibrilasi ventrikel atau asistole biasanya
terjadi dalam jangka waktu yang singkat. Hubungan
antara tingkat hiperkalemia dengan efeknya pada
jaringan lebih baik pada konsentrasi kalium yang lebih
tinggi dari pada konsentrasi yang rendah. Jadi,
pelebaran dari kompleks QRS lebih dipercaya dalam
memperkirakan nilai kalium serum dari pada elevasi
dari gel T. Meskipun perubahan EKG dapat dideteksi
selama fase awal hiperkalemia. Pada suatu kecurigaan
klinik dan pengukuran laboratorium kalium serum
adalah esensial untuk diagnosa pasti hiprkalemia dan
untuk menghindari morbiditas dan mortalitas yang
berhubungan dengan keadaan ini.
Penilaian Faktor Resiko
Hiperkalemia dapat diakibatkan :
1. Suplementasi kalium
2. Pemberian kalium bersama diuretik
3. Insufisiensi renal
4. Trauma
5. Kelainan neuromuskular
6. Suksinilkolin
Luka bakar
Miopati
Hemiplegia atau paraplegia
Tetanus
Denervasi otot dengan berbagai penyebab .
Cedera otot yang masif
Encephalitis
Cedera kepala yang difus

7. Rhabdomiolisis
8. Hemolisis
9. Kelainan endokrin (hiperaldosteronisme)
Addisons disease
Hiporeninemic hipoaldosteronisme
Terapi angiotensin converting enzyme inhibitor
Sintesa prostaglandin inhibitor
Terapi heparin
10. Keracunan digitalis
11. Asidosis
Ketoasidosis
Hipoventilsi
12. Tranfusi darah massif
Karena pembedahan itu sendiri dan atau proses suatu
penyakit dapat menyebabkan perubahan eksresi dan
keseimbangan kalium, pasien yang menerima terapi kalium
atau pemberian diuretik bersama kalium sebelum operasi
mempunyai resiko menjadi hiperkalemia. Kondisi lain yang
berperan terhadap suseptibilitas pasien untuk mengalami
hiperkalemia adalah gagal ginjal. Pasien dengan
insufisiensi renal lanjut tidak berespon secara normal
dengan aldosteron dan kemampuan mereka untuk
mengekresi kalium olehnya tidak dapat diperbaiki.
Gangguan sel oleh berbagai hal menyebabkan kebocoran
kalium intraseluler ke sirkulasi dan sering menyebabkan
hiperkalemia. Beberapa tingkat hiperkalemia dapat dilihat
pada berbagai situasi darurat seperti trauma, luka bakar,
rhabdomiolisis.Selama proses hemolisis sejumlah besar
kalium dibebaskan dalam waktu yang singkat. Reperfusi
pada daerah yang iskemik dapat memobilisasi kalum ini.
Hiperkalemia juga dapat memperburuk asidosis pada
jaringan yang mengalami iskemik. Para anestesiolog
umumnya mengalami masalah-masalah ini intraoperatif
selama operasi aorta sentral.
Suksinil kolin obat pelumpuh otot depolarisasi dapat
menyebabkan peningkatan sementara kalium serum yang
dapat membahayakan terutama pada keadaan
hiperkalemia. Karena suatu proliferasi pada suatu reseptor
nikotinik dan atau perubahan kinetik pada saluran yang
terbuka (misalnya : saluran yang terbuka lebar),
suksinilkolin dapat menyebabkan peningkatan konsentrasi
kalium serum dalam suatu jenis penyakit seperti luka
bakar, penyakit neuromuskuler).
Distribusi kalium antara ruang intrasel dan ekstrasel

tergantung pada kekuatan pH. Suatu penurunan pH 0,1


kira-kira menyebabkan peningkatan 1 mmol/L kalium
serum. Oleh karena itu asidosis metabolik atau asidosis
respiratorius berpotensial menyebabkan hiperkalemia berat
dengan kalium intraseluler keluar dari sel. Sebagai contoh
hipoventilasi penyebab utama hiperkalemia dalam keadaan
teranestesi. Demikian juga ,ketoasidosis diabetik sebagai
akibat kekurangan Insulin (Diabetes tergantung insulin)
atau asidosis diabetik adalah penyebab utama
hiperkalemia di UGD. Ahli anestesi harus tahu bahwa
hiperkalemia bisa terjadi pada pasien diabetik ketoasidosis
yang menjalani pembedahan darurat. Pada pasien-pasien
tersebut, meskipun terjadi hiperkalemia, tetapi total kalium
tubuh berkurang.
Beberapa kondisi lain yang bisa menyebabkan
hiperkalemia klinis secara signifikan jarang. Transfusi
darah masif dapat menyebabkan hiperkalemia dengan
pelepasan kalium yang terakumulasi selama penyimpanan
darah..Jumlah sitrat yang masif juga dapat mengikat
kalium dan memperburuk efek jantung dari
hiperkalemia .Preparat digitalis juga potensial
menyebabakan hiperkalemia klinis secara signifikan,
dengan menghambat pompa Na K ATP ASE.
IMPLIKASI
Masalah utama yang ditimbulkan Hiperkalemia
AV Blok derajat 1,2.3
Aritmia ventrikuler
Bradikardia
Penurunan kontraktilitas
Asistol
Fibrilasi ventrikel
Seperti dijelaskan sebelumnya, Hiperkalemia merusak
fungsi dari jantung melalui gangguan elektrolit dan atau
gangguan mekanik .Walaupun abnormalitas konduksi
akibat hiperkalemia dapat menyebabkan banyak tipe
aritmia yang berbeda, blok jantung dan bradikardia
biasanya lebih sering. Namun demikian denyut ekstrasistol
ventrikel, fibrilasi ventrikel dan asistol, juga merupakan
hasil yang mungkin terjadi .Jumlah yang lebih besar dari
efek sebaliknya terjadi setelah perubahan cepat dan
konsentrasi kalium serum daripada dengan hiperkalemia
kronik.
PENATALAKSANAAN
Kalsium glukonat atau klorida melawan secara cepat

efek jantung dari kalium


Redistribusi kalium dalam sel
1. b-agonis
2. sodium bikarbonat
3. hiperventilasi
4. glukosa insulin
Membuang kalium dari tubuh
1. furosemida
2. Resin pengikat kalium(kayexalate)
3. Dialisis
Pada situasi darurat sangatlah penting untuk menurunkan
konsentrsi kalium ekstraseluler dan melawan efek
hiperkalemia terhadap fungsi miokardium. Walaupun
menormalkan total kalium tubuh merupakan tujuan terapi
jangka panjang, Ca-glukonat atau klorida dapat digunakan
secara cepat untuk melawan efek kalium pada membran
sel jantung. Seperti halnya, agen b-adrenergik dan insulin
meredistribusi kalium kembali kedalam sel dan
menghasilkan efek inotropik positif pada miokardium.
Koreksi ketidakseimbangan asam basa dan menciptakan
alkalosis moderate sangat efektif dalam merubah kalium
intraseluler. Na Bikarbonat (1-2 mmol/kg) dan
hiperventilasi sedang (ph 7,45-7,50) merupakan terapi
yang efektif untuk menurunkan kalium serum cepat.
Sebagai tambahan infus glukosa lebih kurang 1,5 gram/kg
dan insulin (1 unit/3 gr glukosa) sangat efektif dan
merupakan cara yang lebih cepat dalam mengoreksi
kalium intraseluler. Pengukuran yang berulang dari kalium
serum sangat penting karena hiperkalemia yang bermakna
dapat terjadi karena perpindahan kalium ke intraseluler
secara cepat.
Kandungan total kalium tubuh dapat dikurangi dengan
diuretik seperti furosemid atau resin pengganti Kation
seperti Ca oksalat yang mengikat kalium di usus.
Walaupun modalitas terapi ini sangat efektif aksinya lebih
lambat terjadi sehingga mereka paling baik
direkomendasikan. Dialisis (hemodialisis) peritoneal
dialisis atau hemofitrasi diindikasikan pada insufisiensi
renal yang berat atau pada situasi lain dengan dinamai
stabilitas fisiologis tidak dapat dicapai dengna berbagai
cara.
PENCEGAHAN
Memperhatikan terhadap tanda klinik yang memungkinkan
terjadinya hiperkalemia merupakan faktor yang sangat

penting untuk mencegah hiperkalemia dan komplikasinya.


Penggunaan kalium sebelum operasi atau kombinasi
kalium diuretik selalu harus diingat. Selama anastesi
berlangsung, harus selalu memonitor EKG, dan end tidal
CO2 yang sesuai. Dengan memperhatikan kensentrasi CO2
tertutup, asidosis yang disebabkan oleh hipoventilasi dapat
dihindari. Dicurigai pada kasus hiperkalemia, perubahan
gel T biasanya terlihat lebih awal sebelum tanda klinik
meningkat. Pelebaran QRS compleks merupakan indikasi
adanya perubahan yang berat.
Pada pasien yang kritis pengukuran kalium serum dan gas
darah areri (keadaan asam basa) sangatlah penting.
Meskipun hipokalemia mudah diobati dengan
menggunakan kalium tetapi prinsip keseimbangna kalium
harus diperhatikan sebelum dan selama anastesi biasanya
lebih aman untuk tidak mengobati hipokalemia ringan.
Masalah dalam sirkulasi dapat menyebabkan terjadinya
asidosis metabolik yang berat yang mana akan terjadi
perpindahan kalium dari ruang intraseluler ke
ekstraseluler. Pada pasien hiperkalemia penggunaan
suksinilkolin harus selalu dihindari karena dapat
menyebabkan peningkatan kalium. Peningkatan ini dapat
menjadi lebih hebat pada pasien luka bakar, gangguan
variasi neuromuskuler atau sejumlah massa otot yang
mengalami devervasi.
Author: Kai T Kiviluoma
Diterjemahkan dari : Complications in Anesthesia, John L.
Atlee, M.D. Professor, Department of Anesthesiology Medical
College of Wisconsin Milwaukee, Wisconsin W.B. Saounders
Company, A Divison of Harcouri Brace & Company,
Philadelphia London Toronto Montreal Sydney Tokyo

Anda mungkin juga menyukai