Ginjal Kronik
Hiperkalemia lazim terjadi pada pasien Chronic Kidney
Disease (CKD) penyakit ginjal kronik yang mendapat terapi
ACEI. Terapi hiperkalemia pada pasien CKD harus
mengikuti protokol tertentu yang didasarkan pada kondisi
pasien. Prof. Siribha Changsirikulchai, MD, dari Thailand
memaparkan terapi hiperkalemia pada pasien CKD prehemodialisis. Pemaparan beliau dilakukan di hadapan
peserta Konferensi Kerja Perhimpunan Dokter Spesialis
Penyakit Dalam ke-12, di Batam, 10 Juni 2011.
Hiperkalemia
terjadi
karena
penurunan
ekskresi
potasium
akibat
terganggunya
fungsi
ginjal
(glomerulopati),
diet
harian,
dan
penggunaan
ACEI atenolol, demikian Prof. Siribha. Untuk itu, pada
penderita diberikan terapi awal berupa 10% kalsium
glukonat, 50% glukosa dan insulin reguler, kation resin
pengganti secara oral, dan follow up kadar potasium.
Setelah diberikan terapi awal selama 24 jam, penderita
mengalami penurunan potasium menjadi 4,5 mEq/L.
Selanjutnya, diberlakukan terapi jangka panjang untuk
mencegah hiperkalemia dan diresepkan kation resin
pengganti.
Salah satu kation resin pengganti yang ada adalah calcium
exchange resin . Komposisi preparat ini adalah calcium
polystyrene sulfonate yang mengandung 7,0-9,0 kalsium.
Satu gram preparat ini ditukar dengan 53-71 mg (1,36-1,82
mEq/g) potasium in vitro (larutan KCL). Calcium polystyrene
sulfonate mengandung mikropartikel yang lebih rendah,
yakni kurang dari 5 mikron (kurang dari 0,1%
mikropartikel), kata Prof. Siribha. Kelebihan lainnya,
preparat ini dapat diberikan secara oral atau rektal.