1. Penatalaksanaan bedah
Pentalaksanaan bedah (laparoskopi / laparotomi).
Pemilihan tindakan tergantung pada penilaian bedah. Laparotomi merupakan
tindakan terbaik untuk pasien dengan kedaruratan bedah. dewasa ini, laparoskopi
dengan salphingostomy linier anti mesenteric (lebih disukai dengan laser) makin
digunakan secara luas untuk kehamilan ektopik yang tidak rupture dan pada
situasi bukan kedaruratan. dengan meningkatnya kemampuan diagnostic USG,
laparoskopi kurang diperlukan untuk diagnosis tetapi dianggap lebih penting
untuk terapi.
Kendalikan pendarahan (darah dan bekuan darah tidak perlu dikeluarkan
seluruhnya karena akan diserap dan membatasi anemia, atau darah sitrat yang
sudah di filtrasi dapat digunakan untuk auto transfusi.
Keluarkan hasil konsepsi (dapat terjadi inplantasi sekunder jika pengeluarannya
tidak lengkap.
Upayakan tuba atau organ-organ lain tetap normal atau hanya sedikit rusak. jika
kehamilan masih dini atau terjadi missed abortion di tuba, lakukan
salphingostomy untuk mengeluarkan hasil kehamilan dan mempertahankan tuba.
Ligasi tempat pendarahan. Penutupan dnegan penjahitan tidak diperlukan.
Indikasi pengankatan organ meliputi :
a. Pendarahan yang tidak terkendali.
b. Tuba rusak berat (memerlukan eksisikornu-bukan reseksi-untuk mencegah
kehamilan ektopik berulang dan endoshalpingosis tunggul tuba.
c. biasanya diperlukan histerektomi pada kehamilan servikal atau interstitial
yang rupture.
d. ooporektomi diperlukan pada kehamilan ovarium tetapi tidak dianjurkan pada
kasus-kasus yang memerlukan pengangkatan tuba.
2. Penatalaksanaan Medis ( pemberian obat-obatan)
Dewasa ini sedang diteliti dnegan penggunakan metrotrexat (intra amniotic atau
sistemik dengan lekoporin) untuk terapi kehamilan ektopik tertentu yang tidak rupture.
obat ini belum dianjurkan untuk pemakaian umum, tetapi mungkin berguna pada
keadaan-keadaan tertentu (misal kehamilan servikal). Suntikan inaktivasi korpus luteum
juga sedang dipelajari.
Daftar pustaka : Benson, Ralph C, dkk. 2008. Buku Saku Obsetri dan Ginekologi edisi 9.
Jakarta : EGC
3. Penatalaksanaan Konservatif
jika perdarahan tidak seberapa banyak dan kehamilan kurang dari 16 minggu, evakuasi dapat
dilakukan secara digital atau dengan cunam ovum untuk mengeluarkan hasil konsepsi yang
dikeluarkan melalui serviks. Jika perdarahan berhenti beri ergometrium 0,2 mg I.M. atau
mistoprostol 400 mcg per oral.
Jika perdarahan banyak dan terus berlangsung dan usia kehamilan kurang dari 16 minggu,
evakuasi sisa hasil konsepsi dengan :
Aspirasi Vakum Manual (AVM) merupakan metode evakuasi yang terpilih. Evakuasi
dengan kuret tajam sebaiknya hanya dilakukan jika AVM tidak tersedia
Jika evakuasi belum dapat dilakukan segera, beri ergometrin 0,2 mg I.M. (di ulangi setelah
15 menit jika perlu) atau misoprostal 400 mcg per oral (dalam di ulangi setelah 4 jam jika perlu).
-
Belscher NA, Macky. Obstetric and the Newborn and Illustrated Textbook 2nd. ed.Sydney : WB.
Saunders Company 1986. 305.
Fairwether. Nausea and Vomity in Pregnancy, Am J Obst. & gynec. 1968. vol. 102;135-171.
Greenhill. Obstetrics 12 th. ed. Philadelphia : WB. Saunders Company. 1961. 375-377.
Hasuki, I. Jangan Remehkan Gangguan Penglihatan. http//www.intisari-online.com. Diakses:
19 Februari.
Mannor SM. Hyperemesis Gravidarum. In : Iffty L, Kaminetzky HA eds. Principles and Practise
of Obstetric and Perinatology. Vol. 12. Toronto : A Wiley Medical Publication. 1981. 1155-1164.
Mochtar, R. Sinopsis Obstetri. Buku Kedekteran. 1998, Jakarta.
Saifuddin, BA. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Material dan Neonatal. Yayasan
Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. 2002, Jakarta.