Anda di halaman 1dari 26

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Faktor imun dalam tubuh memiliki peran sangat penting. Terdapat beberapa penyakit
yang disebabkan gangguan atau kelainan pada sistem imun antara lain lupus eritematosus.
Penyakit lupus eritematosus merupakan penyakit sistemik autoimun yang bersifat kronis yang
melibatkan multi organ, seperti pada kulit, sistem saraf, ginjal, gastrointestinal, mata, juga
rongga mulut. Etiologi lupus eritematosus belum bisa dipastikan tetapi terdapat beberapa teori
yang dapat menjelaskannya, dan semua teori tersebut memiliki patogenesis yang sama.1
Manifestasi klinis LES sangat bervariasi dengan perjalanan penyakit yang sulit diduga,
tidak dapat diobati, dan sering berakhir dengan kematian. Kelainan tersebut merupakan sindrom
klinis disertai kelainan imunologik, seperti disregulasi sistem imun, pembentukan kompleks
imun dan yang terpenting ditandai oleh adanya antibodi antinuklear, dan hal tersebut belum
diketahui penyebabnya yang berkaitan dengan manifestasi klinik yang sangat luas pada satu atau
beberapa organ tubuh, dan ditandai oleh inflamasi luas pada pembuluh darah dan jaringan ikat,
bersifat episodik diselangi episode remisi.2
Lupus eritematosus merupakan penyakit sistemik autoimun kronis. Etiologi lupus
eritmatosus, sama seperti penyakit autoimun lainnya sampai saat ini belum pasti, tetapi prognosis
dapat baik bila diberikan terapi yang adekuat contohnya pada beberapa kasus lupus yang ringan,
seperti pada penyakit yang bermanifestasi pada kulit.1
Angka kejadian penyakit ini cukup tinggi, baik di seluruh dunia maupun di negara
berkembang termasuk Indonesia. Penatalaksanaan penyakit ini membutuhkan kerjasama
multidisiplin dan dukungan dari berbagai pihak.3

1.2 Epidemiologi

Lupus Eritematosus sistemik merupakan penyakit yang jarang terjadi. Di seluruh dunia
diperkirakan terdapat 5 juta orang mengidap lupus eritematosus. Penyakit lupus ditemukan baik
pada wanita maupun pria, tetapi wanita lebih banyak dibanding pria yaitu 9:1, umumnya pada
usia 18-65 tahun tetapi paling sering antara usia 25-45 tahun, walaupun dapat juga dijumpai pada
anak usia 10 tahun.1
Insidensi lupus tidak diketahui, tetapi bervariasi menurut lokasi dan etnis. Tingkat
prevalensi 4-250/100, 000 telah dilaporkan, dengan penurunan prevalensi putih dibandingkan
dengan penduduk asli Amerika, Asia, Latin, dan Amerika. Walaupun awal awitan sebelum usia 8
tahun tidak biasa, lupus telah di diagnosis selama 1 tahun kehidupan. Dominasi perempuan
bervariasi dari kurang dari 4:1 sebelum pubertas ke 8:1 sesudahnya.4
Insidens LES pada anak secara keseluruhan mengalami peningkatan, sekitar 15-17%.
Penyakit LES jarang terjadi pada usia di bawah 5 tahun dan menjelang remaja. Perempuan lebih
sering terkena dibanding laki-laki, dan rasio tersebut juga meningkat seiring dengan pertambahan
usia. Prevalensi penyakit LES di kalangan penduduk berkulit hitam ternyata lebih tinggi
dibandingkan dengan penduduk berkulit putih.2
SLE ditemukan lebih banyak pada wanita keturunan ras Afrika- Amerika, Asia, Hispanik,
dan dipengaruhi faktor sosioekonomi. Sebuah penelitian epidemiologi melaporkan insidensi ratarata pada pria ras kaukasia yaitu 0,3-0,9 (per 100.000 orang per tahun); 0,7-2,5 pada pria
keturunan ras Afrika-Amerika; 2,5-3,9 pada wanita ras Kaukasia; 8,1-11,4 pada wanita keturunan
ras Afrika-Amerika. Menelusuri epidemiologi SLE merupakan hal yang sulit karena diagnosis
dapat sukar dipahami.1

BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi Lupus Erythematosus
Lupus erithematosus adalah suatu kondisi inflamasi yang berhubungan dengan sistem
imunologis yang menyebabkan kerusakan multi organ. Lupus eritematosus didefinisikan sebagai
gangguan autoimun, dimana sistem tubuh menyerang jaringannya sendiri. 1 Terdapat beberapa
spekulasi pendapat untuk istilah lupus eritematosus. Kata lupus dalam bahasa Latin berarti
serigala, erythro berasal dari bahasa yunani yang berarti merah, sehingga lupus digambarkan
sebagai daerah merah sekitar hidung dan pipi, yang dikenal dengan butterfly shaped malar
rash. Tetapi pendapat lain menyatakan istilah lupus bukan berasal dari bahasa Latin, melainkan
dari istilah topeng perancis dimana dilaporkan wanita memakainya untuk menutupi ruam di
wajahnya. Topeng ini dinamakan Loup,yang dalam bahasa perancis berarti serigala atau
wolf dalam bahasa Inggris.3

2.2 Etiologi Lupus Eritematosus Sistemik


Etiologi penyakit LES masih belum terungkap dengan pasti tetapi diduga merupakan
interaksi antara faktor genetik, faktor yang didapat dan faktor lingkungan. Apapun etiologinya,
selalu terdapat predisposisi genetic yang menunjukkan hubungannya dengan antigen spesifik
HLA (Human Leucocyte Antigen) / MHC (Major Histocompatybility Complex). Defek utama
pada lupus eritematosus sistemik adalah disfungsi limfosit B, begitu juga supresor limfosit T
yang berkurang, sehingga memudahkan terjadinya peningkatan autoantibody. 4
Resiko meningkat 25-50% pada kembar identik dan 5% pada kembar dizygotic,
menunjukkan kaitannya dengan faktor genetik. Fakta bahwa sebagian kasus bersifat sporadis
tanpa diketahui faktor predisposisi genetiknya, menunjukkan faktor lingkungan juga
berpengaruh. Infeksi dapat menginduksi respon imun spesifik berupa molecular mimicry yang
mengacau regulasi sistem imun.3

Terdapat dua teori mengenai etiologi lupus, yaitu :

1) Teori yang pertama menyebutkan bahwa pada perkembangan penyakit


mulai dari gambaran awal sampai timbul kerusakan didasari oleh produksi sirkulasi
autoantibodi menjadi suatu nukleoprotein, yaitu antinuclear antibodies (ANA). Proses
awal tidak diketahui tetapi kemungkinan terjadi mutasi gen yang berhubungan dengan sel
yang mengalami apoptosis yang melibatkan limfosit, kemudian limfosit bereaksi
menyerang selnya sendiri . Autoantibodi pada lupus dibentuk menjadi antigen nuclear
(ANA) dan (anti-DNA). Autoantibodi terlibat dalam pembentukan kompleks imun, yang
diikuti oleh aktivasi komplemen yang mempengaruhi respon inflamasi banyak jaringan,
termasuk kulit dan ginjal. 2
2) Teori lainnya menyatakan autoantibody lupus eritematosus merupakan lanjutan dari
reaksi silang antigen eksogen seperti retrovirus RNA. 2
Tabel 1. Faktor Lingkungan yang mungkin berperan dalam pathogenesis Lupus
Eritematous Sistemik (dikutip dari Ruddy: Kelley's
Textbook of Rheumatology, 6th ed 2001)
1. Ultraviolet B light
2. Hormon sex
rasio penderita wanita : pria = 9:1 ; menarche : menopause = 3:1
3. Faktor diet
Alfalfa sprouts dan sprouting foods yang mengandung L-canavanine; Pristane atau bahan
yang sama; Diet tinggi saturated fats.
4. Faktor Infeksi
DNA bakteri; Human retroviruses; Endotoksin, lipopolisakarida bakteri
5. Faktor paparan dengan obat tertentu :
Hidralazin; Prokainamid; Isoniazid; Hidantoin; Klorpromazin; Methyldopa; DPenicillamine; Minoksiklin; Antibodi anti-TNF-a ; Interferon-a.

2.3 Patogenesis Lupus Eritematosus Sistemik

Ada empat faktor yang menjadi perhatian bila membahas pathogenesis SLE, yaitu :
faktor genetik, lingkungan, kelainan sistem imun dan hormon.
1. Faktor genetik
memegang peranan pada banyak penderita lupus dengan resiko yang

meningkat

saudara kandung dan kembar monozigot. Studi lain mengenai faktor

genetik ini yaitu studi

yang berhubungan dengan HLA (Human Leucocyte Antigens) yang

mendukung

bahwa gen MHC (Major Histocompatibility Complex) mengatur

produksi

spesifik. Penderita lupus (kira-kira 6%) mewarisi defisiensi komponen


C2,C4, atau C1q dan immunoglobulin (IgA), atau
dan -DR3). Faktor imunopatogenik yang
dan interaktif. Kekurangan

pada
konsep

autoantibodi

komplemen,

seperti

kecenderungan jenis fenotip HLA (-DR2

berperan dalam LES bersifat multipel, kompleks

komplemen dapat merusak pelepasan sirkulasi kompleks imun

oleh sistem fagositosit mononuklear, sehingga membantu terjadinya deposisi jaringan. Defisiensi
C1q menyebabkan fagositis gagal membersihkan sel apoptosis, sehingga komponen nuklear akan
menimbulkan respon imun. 3,4
2. Faktor lingkungan
Dapat menjadi pemicu pada penderita lupus, seperti radiasi ultra

violet,

Sinar UV mengarah pada selfimmunity dan hilang toleransi karena


keratinosit. Selain itu sinar UV menyebabkan pelepasan
dan memegang peranan dalam fase induksi yanng

obat-obatan,

menyebabkan

virus.

apoptosis

mediator imun pada penderita lupus,

secara langsung merubah sel DNA, serta

mempengaruhi sel imunoregulator yang bila normal membantu menekan terjadinya kelainan
pada inflamasi kulit. Pengaruh obat memberikan gambaran bervariasi pada penderita lupus,
yaitu meningkatkan apoptosis

keratinosit. Faktor lingkungan lain

infeksius terutama virus rubella,

sitomegalovirus,

dapat

yaitu peranan agen

mempengaruhi

ekspresi

sel

permukaan dan apoptosis. 3,4


3. Faktor imunologis
selama ini dinyatakan bahwa hiperaktivitas sel limfosit B menjadi dasar dari pathogenesis lupus
eritematosus sistemik. Beberapa autoantibodi ini secara
dsDNA (double-stranded DNA), yang berperan
kemudian merusak jaringan. 3,4

langsung bersifat patogen termasuk

dalam membentuk kompleks imun yang

Selama perjalanan penyakit lupus tubuh membuat beberapa jenis autoantibodi terhadap
berbagai antigen diri. Di antara berbagai jenis autoantibodi yang paling sering dijumpai pada
penderita lupus adalah antibodi antinuklear (autoantibodi terhadap DNA, RNA, nukleoprotein,
kompleks protein-asam nukleat). Umumnya titer antiDNA mempunyai korelasi dengan aktivitas
penyakit lupus. 4
Beberapa antibodi antinuklear mempunyai aksi patologis direk, yaitu bersifat sitotoksik
dengan mengaktifkan komplemen, tetapi dapat juga dengan mempermudah destruksi sel sebagai
perantara bagi sel makrofag yang mempunyai reseptor Fc imunoglobulin. Contoh klinis
mekanisme terakhir ini terlihat sebagai sitopenia autoimun. Ada pula autoantibodi tertentu yang
bersifat membahayakan karena dapat berinteraksi dengan substansi antikoagulasi, diantaranya
antiprotrombin, sehingga dapat terjadi trombosis disertai perdarahan. Antibodi antinuclear telah
dikenal pula sebagai pembentuk kompleks imun yang sangat berperan sebagai penyebab
vaskulitis.4
Autoantibodi pada lupus tidak selalu berperan pada pathogenesis ataupun bernilai sebagai
petanda imunologik penyakit lupus. Antibodi antinuklear dapat ditemukan pada bukan penderita
lupus, atau juga dalam darah bayi sehat dari seorang ibu penderita lupus. Selain itu diketahui
pula bahwa penyakit lupus ternyata tak dapat ditularkan secara pasif dengan serum penderita
lupus.4
Adanya keterlibatan kompleks imun dalam patogenesis LES didasarkan pada adanya
kompleks imun pada serum dan jaringan yang terkena (glomerulus renal, tautan dermisepidermis, pleksus koroid) dan aktivasi komplemen oleh kompleks imun menyebabkan
hipokomplemenemia selama fase aktif dan adanya produk aktivasi komplemen. Beberapa
kompleks imun terbentuk di sirkulasi dan terdeposit di jaringan, beberapa terbentuk insitu (suatu
mekanisme yang sering terjadi pada antigen dengan afinitas tinggi, seperti dsDNA).
Komponen C1q dapat terikat langsung pada dsDNA dan menyebabkan aktivasi komplemen
tanpa bantuan autoantibodi. 2
4. Hormon steroid (sex hormone )
Meskipun hormon steroid (sex hormone) tidak menyebabkan LES, namun mempunyai
peran penting dalam predisposisi dan derajat keparahan penyakit. Penyakit LES terutama terjadi
pada perempuan antara menars dan menopause, diikuti anak-anak dan setelah menopause.
Namun, studi oleh Cooper menyatakan bahwa menars yang terlambat dan menopause dini juga

dapat mendapat LES, yang menandakan bahwa pajanan estrogen yang lebih lama bukan risiko
terbesar untuk mendapat LES. 2,4
Adanya defisiensi relatif hormon androgen dan peningkatan hormon estrogen merupakan
karakteristik pada LES. Anak-anak dengan LES juga mempunyai kadar hormon FSH (Folliclestimulating hormone), LH (Luteinizing hormone) dan prolaktin meningkat. Pada perempuan
dengan LES, juga terdapat peningkatan kadar 16 alfa hidroksiestron dan estriol. Frekuensi LES
meningkat saat kehamilan trimester ketiga dan postpartum. Pada hewan percobaan hormon
androgen akan menghambat perkembangan penyakit lupus pada hewan betina, sedangkan
kastrasi prapubertas akan mempertinggi angka kematian penderita jantan.2,4

2.4 Klasifikasi SLE


Kriteria klasifikasi LES mengacu pada klasifikasi yang dibuat oleh American College of
Rheumatology (ACR) pada tahun 1982 dan dimodifikasi pada tahun 1997. Kriteria diagnosis
pada anak berdasarkan kriteria tersebut mempunyai sensitivitas 96% dan spesifisitas 100%.
Meskipun sebagian besar penderita LES mempunyai ANA, namun titer yang rendah atau
moderat mempunyai spesifisitas yang rendah. Sedangkan penderita yang mempunyai antibodi
terhadap dsDNA dan Sm hampir pasti juga mempunyai ANA.2
L.E.D (Lupus Eritematosus Diskoid)
Insidens pada wanita lebih banyak

L.E.S (Lupus Eritematosus Sistemik)


Wanita jauh lebih banyak daripada pria,

daripada pria, usia biasanya lebih dari 30

umumnya terbanyak sebelum usia 40 tahu

tahun
Kira-kira 5% berasosiasi dengan atau

(antara 20-30 tahun)


Kira-kira 5% mempunyai lesi-lesi kulit L.E.D

klasifikasi Lupus Eritematosus Discoid dengan Lupus Eritermatosus Sistemik. 13

2.5 Manifestasi Klinis


Gejala klinis dan perjalanan penyakit SLE sangat bervariasi. Penyakit dapat timbul
mendadak disertai tanda-tanda terkenanya berbagai sistemn dalam tubuh. Dapat juga menahun
dengan gejala pada satu sistem yang lambat laun diikuti oleh gejala terkenanya sistem imun.1
Waktu yang dibutuhkan antara onset penyakit dan diagnosis adalah 5 tahun. Penyakit ini
mempunyai ciri khas terdapatnya eksaserbasi dan remisi. Onset penyakit dapat spontan atau
didahului oleh faktor presipitat seperti kontak dengan sinar matahari infeksi virus/bakteri, obat
misalnya golongan sulfa. 1
A. Gejala Konstitusional
Manifestasi yang timbul dapat bervariasi. Anak-anak yang paling sering adalah anorexia,
demam, kelelahan, penurunan berat badan, limfadenopati dan irritable. Gejala dapat berlangsung
intermiten atau terus-menerus. 4
B. Gejala Muskuloskeletal
Pada anak-anak gejala yang paling sering ditemukan, dapat berupa athralgia (90%) dan
sering mendahului gejala-gejala lainnya. Yang paling sering terkena adalah sendi interfalangeal
proksimal diikuti oleh lutut, pergelangan tangan, metakarpophalangeal, siku dan pergelangan
kaki. 4
Artritis dapat terjadi pada lebih dari 90% anak, umumnya simetris, terjadi pada beberapa
sendi besar maupun kecil. Biasanya sangat responsif terhadap terapi dibandingkan dengan
kelainan organ yang lain pada LES. Arthritis pada tangan dapat menyebabkan kerusakan
ligament dan kekakuan sendi yang berat. Osteonecrosis umum terjadi dan dapat timbul
belakangan setelah dalam pengobatan kortikosteroid dan vaskulopati. 4
Berbeda dengan JRA, arthritis LES umumnya sangat nyeri, dan nyeri ini tak proporsional
dengan hasil pemeriksaan fisik sendi. Pemeriksaan radiologis menunjukkan osteopeni tanpa
adanya perubahan pada tulang sendi. Anak dengan JRA polyarticular yang beberapa tahun
kemudian dapat menjadi LES. Berikut merupakan mekanisme arthritis pada SLE.4

C. Gejala Mukokutan
Kelainan kulit atau selaput lendir ditemukan pada 55% kasus SLE.
1). Lesi Kulit Akut
Ruam kulit yang paling dianggap khas adalah ruam kulit berbentuk kupu-kupu
(butterfly-rash) berupa eritema yang sedikit edematus pada hidung dan kedua pipi.
Karakteristik malar atau ruam kupu-kupu termasuk jembatan hidung dan bervariasi dari
merah pada erythematous epidermis hingga penebalan scaly patches. 4
Ruam mungkin akan fotosensitif dan berlaku untuk semua daerah terkena sinar matahari.
Lesi-lesi tersebut penyebarannya bersifat sentrifugal dan dapat bersatu sehingga
berbentuk ruam yang tidak beraturan. Dengan pengobatan yang tepat, kelainan ini dapat
sembuh tanpa bekas.5

2). Lesi Kulit Sub Akut


Lesi kulit sub akut yang khas berbentuk anular.5

3). Lesi Diskoid


Sebesar 2 sampai 2% lesi discoid terjadi pada usia di bawah 15 tahun. Sekitar 7 %
lesi discoid akan menjadi LES dalam waktu 5 tahun, sehingga perlu di monitor secara
rutin. Hasil pemeriksan laboratorium menunjukkan adanya antibodi antinuclear (ANA)
yang disertai peningkatan kadar IgG yang tinggi dan lekopeni ringan.5
Ruam diskoid adalah ruam pada kulit leher, kepala, muka telinga, dada,
punggung, dan ekstremitas yang menimbul dan berbatas tegas, dengan diameter 5-10
mm, tidak gatal maupun nyeri Berkembangnya melalui 3 tahap, yaitu erithema,
hiperkeratosis dan atropi. Biasanya tampak sebagai bercak eritematosa yang meninggi,
tertutup oleh sisik keratin disertai oleh adanya penyumbatan folikel. Kalau sudah
berlangsung lama akan terbentuk sikatrik.5
Lesi diskoid tidak biasa di masa kanak-kanak. Namun, mereka terjadi lebih sering
sebagai manifestasi dari SLE daripada sebagai diskoid lupus erythematosis (DLE) saja;
2-3% dari semua DLE terjadi di masa kanak-kanak. 5
4). Livido Retikularis
Suatu bentuk vaskulitis ringan, sering ditemukan pada SLE. Vaskulitis kulit dapat
menyebabkan ulserasi dari yang berbentuk kecil sampai yang besar. Sering juga tampak
perdarahan dan eritema periungual.4,5

5). Urtikaria
Biasanya menghilang perlahan-lahan beberapa bulan setelah
penyakit tenang secara klinis dan serologis.5
D.Kelainan pada Ginjal
Pada sekitar 2/3 dari anak dan remaja LES akan timbul gejala lupus nefritis.
Lupus nefritis akan diderita sekitar 90% anak dalam tahun pertama terdiagnosanya LES.
Berdasarkan klasifikasi WHO, jenis lupus nefritis adalah :
(1) Kelas I: minimal mesangial lupus nephritis
(2) Kelas II: mesangial proliferative lupus nephritis
(3) Kelas III: focal lupus nephritis
(4) Kelas IV: diffuse lupus nephritis
(5) Kelas V: membranous lupus nephritis
(6) Kelas VI: advanced sclerotic lupus nephritis
Kelainan ginjal ditemukan 68% kasus SLE. Manifestasi paling sering ialah
proteinuria dan atau hematuria. Ada 2 macam kelainan patologis pada ginjal yaitu nefritis
lupus difus dan nefritis lupus membranosa. Nefritis lupus difus merupakan kelainan yang
paling berat. Klinis tampak sebagai sindrom nefrotik, hipertensi, serta gangguan fungsi
ginjal sedang sampai berat. Nefritis membranosa lebih jarang ditemukan. Ditandai

dengan sindroma nefrotik, gangguan fungsi ginjal ringan serta perjalanan penyakit yang
mungkin berlangsung cepat atau lambat tapi progresif.2,3,4
E. Serositis (pleuritis dan perikarditis)
Gejala klinisnya berupa nyeri waktu inspirasi dan pemeriksaan fisik dan
radiologis menunjukkan efusi pleura atau efusi parikardial. Efusi pleura lebih sering
unilateral, mungkin ditemukan sel LE dalam cairan pleura. Biasanya efusi menghilang
dengan pemberian terapi yang adekuat.2,3,4
F. Pneuminitis Interstitial
Merupakan hasil infiltrasi limfosit. Kelainan ini sulit dikenali dan
sering tidak dapat diidentifikasi. Biasanya terdiagnosa setelah mencapaitahap lanjut.4
G.Gastrointestinal
Dapat berupa rasa tidak enak di perut, mual ataupun diare. Nyeri akut abdomen,
muntah dan diare mungkin menandakan adanya vaskulitis intestinalis. Gejala menghilang
dengan cepat bila gangguan sistemiknya mendapat pengobatan yang adekuat. 2,3,4
H.Hati dan Limpa
Hepatosplenomegali mungkin ditemukan pada anak-anak, tetapi jarang disertai
ikterus. Umumnya dalam beberapa bulan akan menghilang atau kembali normal. 2,3,4
I. Kelenjar Getah Bening dan Kelenjar Parotis
Pembesaran kelenjar getah bening ditemukan pada 50% kasus. Biasanya berupa
limfadenopati difus dan lebih sering pada anak-anak Kelenjar parotis membesar pada
60% kasus SLE. 2,3,4
J. Susunan Saraf Tepi
Neuropati perifer yang terjadi berupa gangguan sensorik dan motorik. Biasanya
bersifat sementara. 6
K.Susunan Saraf Pusat

Gejala SSP bervariasi mulai dari disfungsi serebral global dengan kelumpuhan
dan kejang sampai gejala fokal seperti nyeri kepala dan kehilangan memori. Diagnosa
lupus SSP ini membutuhkan evaluasi untuk mengeksklusi ganguan psikososial reaktif,
infeksi, dan metabolik. Trombosis vena serebralis bisanya terkait dengan antibodi
antifosfolipid. Bila diagnosa lupus serebralis sudah diduga, CT Scan perlu dilakukan.6
Gangguan susunan saraf pusat terdiri dari 2 kelainan utama, yaitu psikosis organik
dan kejang-kejang. Penyakit otak organik biasanya ditemukan bersamaan dengan gejala
aktif SLE pada sistem-sistem lainnya. Pasien menunjukkan gejala delusi/halusinasi
disamping gejala khas kelainan organik otak.6
Kejang-kejang yang timbul biasanya termasuk tipe grandma Kelainan lain yang
mungkin ditemukan ialah korea, paraplegia karena mielitis transversal, hemiplegia,
afasia, psikosis, pseudotumor cerebri, aseptic meningitis, chorea, defisit kognitif global,
melintang myelitis,

neuritis perifer dan sebagainya. Mekanisme terjadinya kelainan

susunan saraf pusat tidak selalu jelas. Faktor-faktor yang memegang peranan antara lain
vaskulitis, deposit gamma globulin di pleksus koroideus. 6
L. Hematologi
Kelainan hematologi yang sering terjadi adalah limfopenia, anemia, Coombspositif anemia hemolitik, anemia penyakit kronis wtrombositopenia, dan lekopenia. 2,3,4

M. Fenomena Raynaud
Ditandai oleh keadaan pucat, disusul oleh sianosis, eritema dan kembali hangat.
Terjadi karena disposisi kompleks imun di endothelium pembuluh darah dan aktivasi
komplemen lokal. 2,3,4

2.6 Diagnosis
Diagnosis dilakukan dari anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang
sebagai pembantu diagnosis.
Anamnesis
Anamnesis yang akurat sangat vital dalam menegakkan diagnosis yang tepat pada
kondisi-kondisi yang mengenai kulit. Keluhan utama tersering di antaranya adalah ruam,
gatal, bengkak, ulkus, perubahan warna kulit dan pengamatan tak sengaja saat pasien
datang dengan keluhan utama kondisi medis lain.14

Kapan pertama kali pasien memperhatikan adanya ruam? Di mana letaknya? Apakah
terasa gatal? Adakah pemicu misalnya pengobatan, makanan, sinar matahari dan allergen
potensial?
Dimana letak benjolan? Apakah terasa gatal? Apakah berdarah? Apakah
bentuk/ukuran/ warnanya berubah?
Adakah benjolan di tempat lain?
Bagaimana perubahan warna yang terjadi misalnya pigmentasi meningkat, ikterus,
pucat? Siapa yang memperhatikan adanya perubahan warna? Sudah berapa lama?
Bandingkan dengan foto terdahulu.
Adakah gejala penyerta yang menunjukkan adanya kondisi medis sistemik misalnya
penurunan berat badan, atralgia dan lain-lain?

Pertimbangkan akibat yang mungkin ditimbulkan oleh kondisi kulit yang serius, seperti
kehilangan cairan, infeksi sekunder, penyebaran metastatic ke kelenjar getah bening atau
organ lain.14
Riwayat Penyakit Dahulu
Pernahkan pasien mengalami gangguan kulit, ruam dan lain-lain?
Adakah riwayat kecenderungan atopi (asma, rhinitis)?
Adakah pasien memiliki masalah dengan kulit di masa kecil?
Adakah riwayat kondisi medis lain yang signifikan khususnya yang mungkin memiliki
manifestasi pada kulit, misalnya SLE, penyakit seliaka, miositis atau transplantasi
ginjal?14
Obat-obatan
Riwayat pemakaian obat yang lengkap penting bagi semua kenis pengobatan, baik obat
resep ataupon alternative yang dimakan atau topical.
Pernahkah pasien menggunakan obat untuk penyakit kulit?
Pernahkah pasien menggunakan imunosupresan?14
Apakah dalam pengobatan prokainamid, hidantoin, griseofulvin, fenilbutazone,
penicillin, streptomisin, tetrasiklin dan sulfonamida? 13
Alergi
Apakah pasien memiliki alergi obat? Jika ya, seperti apa reaksi alergi yang timbul?14
Apakah pasien mengetahui kemungkinan allergen yang lain?
Pernahkah pasien menjalani patch test atau pemeriksaan respons IgE?
Riwayat Keluarga
Adakah riwayat penyakit kulit atau atopi dalam keluarga? Adakah orang lain di keluarga
yang mengalami kelainan serupa?14

Riwayat Sosial
Bagaimana riwayat pekerjaan pasien, apakah terpapar sinar matahari, allergen
potensial atau parasit kulit? Apakah menggunakan produk pembersih baru, hewan
peliharaan baru dan lain-lain?
Apakah pasien baru-baru ini bepergian ke luar negeri?
Adakah pajanan pada penyakit infeksi lain?14

Pemeriksaan Fisik
1. keadaan umum pasien.
Apakah pasien sakit ringan atau berat. Apakah pasien tampak syok, berpigmen atau
demam? Kondisi kulit yang serius yang mengenai daerah yang luas pada kulit bisa
menyebabkan kehilangan cairan yang membahayakan jiwa dan infeksi sekunder. Pada
inspeksi juga, diperhatikan lokalisasi, warna, bentuk, ukuran, penyebaran, batas dan
effloresensi yang khusus.13,14
Pada palpasi. Pada pemeriksaan ini, diperhatikan adanya tanda-tanda radang akut atau
tidak, misalnya dolor, kolor, fungsiolesa, ada tidaknya indurasi, fluktuasi dan
pembesaran kelenjar regional maupun generalisata.13

Pengobatan
Pengobatan SLE Berdasarkan Aktivitas Penyakitnya.10
a. Pengobatan SLE Ringan
Pilar pengobatan pada SLE ringan dijalankan secara bersamaan dan
berkesinambungan serta ditekankan pada beberapa hal yang penting agar tujuan di
atas tercapai, yaitu:
Obat-obatan
- Penghilang nyeri seperti paracetamol 3 x 500 mg, bila diperlukan.
- Obat anti inflamasi non steroidal (OAINS), sesuai panduan diagnosis dan
pengelolaan nyeri dan inflamasi.
- Glukokortikoid topikal untuk mengatasi ruam (gunakan preparat dengan potensi
ringan)
- Klorokuin basa 3,5-4,0 mg/kg BB/hari (150-300 mg/hari) (1 tablet klorokuin 250 mg
mengandung 150 mg klorokuin basa) catatan periksa mata pada saat awal akan
pemberian dan dilanjutkan setiap 3 bulan, sementara hidroksiklorokuin dosis 5- 6,5
mg/kg BB/ hari (200-400 mg/hari) dan periksa mata setiap 6-12 bulan.
- Kortikortikosteroid dosis rendah seperti prednison < 10 mg / hari atau yang
setara .
- Tabir surya: Gunakan tabir surya topikal dengan sun protection faktor sekurangkurangnya 15 (SPF 15).10
b. Pengobatan SLE Sedang
Pilar penatalaksanaan SLE sedang sama seperti pada SLE ringan kecuali pada
pengobatan. Pada SLE sedang diperlukan beberapa rejimen obat-obatan tertentu
serta mengikuti protokol pengobatan yang telah ada. Misal pada serosistis yang
refrakter: 20 mg / hari prednison atau yang setara.
c. Pengobatan SLE Berat atau Mengancam Nyawa
Pilar pengobatan sama seperti pada SLE ringan kecuali pada penggunaan obatobatannya. Pada SLE berat atau yang mengancam nyawa diperlukan obat-obatan
sebagaimana tercantum di bawah ini.10
Beberapa obat lain yang dapat digunakan pada keadaan SLE mencakup 10: 14

Intra vena imunoglobulin terutama IgG, dosis 400 mg/kgBB/hari selama 5 hari,
terutama pada pasien SLE dengan trombositopenia, anemia hemilitik, nefritis,
neuropsikiatrik SLE, manifestasi mukokutaneus, atau demam yang refrakter dengan
terapi konvensional.
Plasmaferesis pada pasien SLE dengan sitopeni, krioglobulinemia dan lupus
serberitis.
Thalidomide 25-50 mg/hari pada lupus diskoid.
Danazol pada trombositopenia refrakter.
Dehydroepiandrosterone (DHEA) dikatakan memiliki steroid-sparring effect pada
SLE ringan.
Dapson dan derivat retinoid pada SLE dengan manifestasi kulit yang refrakter
dengan obat lainnya.
Rituximab suatu monoklonal antibodi kimerik dapat diberikan pada SLE yang
berat.
Belimumab suatu monoklonal antibodi yang menghambat aktivitas stimulator
limfosit sel B telah dilaporkan efektif dalam terapi SLE (saat ini belum tersedia di
Indonesia)
Terapi eksperimental diantaranya antibodi monoklonal terhadap ligan CD40
(CD40LmAb).
Dialisis, transplantasi autologus stem-cell.
Tabel 2. Jenis dan Dosis Obat yang Dipakai Pada SLE. 10
Jenis Obat
Klinis
OAINS

Kortikosteroid

Dosis
Tergantung
OAINS

Tergantung
derajat SLE

Jenis
Evaluasi Awal Pemantauan
Toksisitas
Laboratorik
Perdarahan Darah
Gejala
Darah
saluran
rutin,
gastrorutin,
cerna,
kreatinin,
intestinal
kreatinin,
hepatotoksi urin rutin,
AST/ALT
k, sakit
AST/ALT
setiap 6
kepala,
bulan.
hipertensi,
aseptic,
meningitis,
nefrotoksik.
Cushingoid, Gula darah, Tekanan
Glukosa
hipertensi,
profil lipid,
darah
dislipidemi, DXA,
ostoenekro tekanan
sis,
darah
hiperglisem
ia, katarak,
osteoporosi

s.

Komplikasi
SLE dapat menyebabkan timbulnya pelbagai komplikasi. Antara komplikasi yang
dapat timbul adalah adanya gagal ginjal, kerusakan pada otak, dan mata. Selain itu,
obat yang digunakan pada pengobatan SLE yaitu steroid dapat menyebabkan
kecedaraan organ yang dapat menimbulkan infeksi karena terjadinya supresi sistem
imun. Antara komplikasi yang dapat timbul akibat penggunaan steroid adalah
gangguan psikiatri, rentan terhadap infeksi, kelemahann tulang, pembentukan
katarak pada mata, diabetes dan memperburuk kondisi penderita yang mendertia
diabetes. Peningkatan tekanan darah, insomnia dan penipisan lapisan kulit juga
merupakan komplikasi yang dapat timbul akibat penggunaan steroid.
Komplikasi sering terjadi pada wanita menderita SLE yang hamil terutamanya jika
adanya gangguan pada ginjal. Pada waktu pasca partus, penyakit dapat timbul
kembali. Pada wanita yang SLE sudah tidak aktif untuk 6 hingga 12 bulan, potensi
untuk tidak berlakunya kegagalan kehamilan lebih 18

rendah. Selain itu, antibodi yang terbentuk pada ibu yang akan ditransfer ke janin
dapat menyebabkan timbulnya rash, anemia, dan bradikardi akibat daripada
complete heart block (neonatal lupus).1,13 SLE dapat menyebabkan berbagai
komplikasi terhadap sistem organ.
Komplikasi yang tersering adalah adanya lupus nefritis. Penderita dengan
kondisi ini bisa terjadi gagal ginjal sehingga perlu dilakukan dialisis atau
transplantasi ginjal. Tanpa nefritis atau nefrosis pun seringkali ada proteinuri. 1,2
Thrombosis vena dalam atau emboli paru
SLE dapat juga menyebabkan karditis yang menyerang miokardium,
endokardium dan pericardium; timbul perikarditis, endokarditis atau miokarditis. 1,13
Fenomena Raynaud timbul pada sekitar 40% dari pasien SLE. Beberapa kasus
dapat sangat berat sehingga terjadi gangrene pada jari. 2
Efusi pleura dan kerusakan jaringan paru, pleuritis. Pleuritis (nyeri dada) dapat
timbul akibat proses peradangan kronik dari SLE. 2
Abortus spontan, anak lahir mati dan komplikasi kehamilan yang lain. Jumlah
abortus spontan dan anak lahir mati pada penderita L.E.S memang lebih tinggi
daripada wanita sehat, tetapi abortus terapetik tidak merupakan indikasi. 1
Strok
Trombositopeni
Inflamasi pembuluh darah. Vaskulitis dapat menyerang semua ukuran arteri dan
vena.
Kolitis ulserativa serta hepatosplenomegali ditemukan. 2,14
Atritis, biasanya tanpa deformitas, bersifat episodik dan migratorik, nekrosis
kepala femur dan atrofi muskulo-skeletal dengan mialgia telah dilaporkan. 1 Sendisendi yang paling sering terserang adalah sendi-sendi proksimal tangan,
pergelangan tangan, siku, bahu, lutut dan pergelangan kaki. 2
Limfadenitis dapat bersifat regional atau generalisata. 1
Neuritis perifer, ensefalitis, konvulsi, dan psikosis dapat terjadi. 1 Perubahanperubahan pada system saraf pusat sering diakibatkan oleh bentuk penyakit yang
ganas dan seringkali bersifat fatal.1,2,14
Pengobatan Pada Keadaan Jika Sudah Timbul Komplikasi 12
Anemia Hemolitik :- Prednison 60-80 mg/hari (1-1,5 mg/kg BB/hari), dapat
ditingkatkan sampai 100-200 mg/hari bila dalam beberapa hari sampai 1 minggu
belum ada perbaikan
19

Trombositopenia autoimun :- Prednison 60-80 mg/hari (1-1,5 mg/kg BB/hari).


Bila tidak ada respon dalam 4 minggu, ditambahkan imunoglobulin intravena (IVIg)
dengan dosis 0,4 mg/kg BB/hari selama 5 hari berturut-turut.
Perikarditis Ringan :- Obat antiinflamasi non steroid atau anti malaria. Bila tidak
efektif dapat diberikan prednison 20-40 mg/hari
Perkarditis Berat :- Diberikan prednison 1 mg/kg BB/hari
Miokarditis :- Prednison 1 mg/kg BB/hari dan bila tidak efektif dapat dapat
dikombinasikan dengan siklofosfamid.
Efusi Pleura :- Prednison 15-40 mg/hari. Bila efusi masif, dilakukan pungsi
pleura/drainase.
Lupus Pneunomitis :- Prednison 1-1,5 mg/kg BB/hari selama 4-6 minggu
Lupus serebral :- Metilprednison 2 mg/kg BB/hari untuk 3-5 hari, bila berhasil
dilanjutkan dengan pemberian oral 5-7 hari lalu diturunkan perlahan. Dapat
diberikan metilprednison pulse dosis selama 3 hari berturut-turut. 12

2.10 Prognosis
Masa kanak-kanak SLE pada awalnya dipandang sebagai penyakit fatal seragam. Dengan
kemajuan dalam diagnosis dan perawatan, 5-yr survival rate lebih besar dari 90%.. Penyebab
utama kematian pada pasien dengan lupus saat ini termasuk infeksi, nefritis, penyakit SSP,
perdarahan paru-paru, dan infark miokard; yang terakhir mungkin komplikasi akibat administrasi
kortikosteroid kronis dalam pengaturan kekebalan penyakit kompleks 1
LES memiliki angka survival untuk masa 10 tahun sebesar 90%. Penyebab kematian
dapat langsung akibat penyakit lupus, yaitu karena gagal ginjal, hipertensi maligna, kerusakan
SSP, perikarditis, sitopenia autoimun.
Data dari beberapa penelitian tahun 1950-1960, menunjukkan 5-year survival rates
sebesar 17.5%-69%. Sedangkan tahun 1980-1990, 5-year survival rates sebesar 83%-93%.
Beberapa peneliti melaporkan bahwa 76%-85% pasien LES dapat hidup selama 10 tahun,
sebesar 88% dari pasien mengalami sedikitnya cacat dalam beberapa organ tubuhnya secara
jangka panjang dan menetap. 4

BAB III
KESIMPULAN
Lupus eritematosus didefinisikan sebagai gangguan autoimun, dimana sistem tubuh
menyerang jaringannya sendiri. Gejala klinis dan perjalanan penyakit SLE sangat bervariasi.
Penyakit dapat timbul mendadak disertai tanda-tanda terkenanya berbagai sistem dalam tubuh.
Jenis penatalaksanaan ditentukan oleh beratnya penyakit. Luas dan jenis gangguan organ harus
ditentukan secara hati-hati. Dasar terapi adalah kelainan organ yang sudah terjadi.

DAFTAR PUSTAKA

1. Anna MQ, Peter VR, et al. Diagnosis of Systemic Lupus Eritematosus.


Diunduh 6 November 2012 : http://www.aafp.org
2. Anonim. Lupus Eritematosus Sistemik pada Anak. Diunduh 6 November 2012
: http://www.childrenclinic.wordpress.com.
3. Harsono A, Endaryanto A. Lupus Eritematosus Sistemik pada Anak. Diunduh
6 November 2012 : http://www.pediatrik.com.
4. Marisa S. Klein-Gitelman, Michael L. Miller, Chapter 148 - Systemic Lupus
Erythematosus : Nelson Textbook of Pediatrics 17th edition. W.B Saunders,
Philadelphia. 2003. p810-813.

5. Callen JP. Lupus Eritematosus, Discoid. Diunduh 6 November 2012 :


htttp://www.emedicine.com.
6. Tonam, Yuda T, Fachrida LM. Manifestasi Neurologik pada Lupus
Eritematosus Sistemik. Bagian Neurologi FKUI/RSUPN-CM. 2007.
7. Anna MQ, Peter VR, et al. Diagnosis of Systemic Lupus Eritematosus. Last
update: 1 Desember 2003. Available at: http://www.aafp.org
8. Anonim. Lupus Eritematosus Sistemik pada Anak. Last update : 16 Mei, 2009.
Available at htttp://www.childrenclinic.wordpress.com.
9. Harsono A, Endaryanto A. Lupus Eritematosus Sistemik pada Anak. Last
update : 14 Februari, 2010. Available at http://www.pediatrik.com.
10. Marisa S. Klein-Gitelman, Michael L. Miller, Chapter 148 - Systemic Lupus
Erythematosus : Nelson Textbook of Pediatrics 17th edition. W.B Saunders,
Philadelphia. 2003. p810-813.
11. Callen JP. Lupus Eritematosus, Discoid. Last update : February, 2007.
Available at htttp://www.emedicine.com.
12. Tonam, Yuda T, Fachrida LM. Manifestasi Neurologik pada Lupus
Eritematosus Sistemik. Bagian Neurologi FKUI/RSUPN-CM. 2007.
1. Djuanda Suria. Penyakit Jaringan Konektif. In Djuanda A., Mochtar H., Siti Aisah.
Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Ed. 5. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2010.h.264-67.

Anda mungkin juga menyukai