Serial Cinta Anis Matta
Serial Cinta Anis Matta
Rahasia Keajaiban
Lelaki tua itu akhirnya merenggut takdirnya. Roket-roket Yahudi mungkin telah meluluhlantakkan
tubuh lumpuhnya. Tapi mereka keliru. Sebab nafas cintanya telah memekarkan bunga-bunga jihad
di Palestina. Sebuah generasi baru tiba-tiba muncul ke permukaan sejarah dan hanya tahu satu kata:
jihad. Dan darahnya yang tumpah setelah fajar itu, adalah siraman Allah yang akan menyuburkan
taman jihad di bumi nabi-nabi itu. Dan tulang belulangnya hanya akan menjadi sumbu yang
menyalakan api perlawanan dalam jiwa anak-anak Palestina.
Syeikh Ahmad Yasin, lelaki tua dan lumpuh itu, adalah keajaiban cinta. la hanya seorang guru
mengaji. Tapi dialah sesungguhnya bapak spiritual yang menyalakan api jihad di Palestina. Ia tahu,
perjuangan Palestina telah dinodai para oportunis yang menjual bangsanya. Tapi ia tetap harus
melawan. Dan lumpuhnya bukan halangan. Maka ia pun meniupkan nafas cintanya pada bocahbocah Palestina yang ia ajar mengaji. Dari tadarus Quran yang hening dan khusyu itulah, lahir
generasi baru di bawah bendera Hamas. Palestina memang belum merdeka. Tapi ia telah
merampungkan tugasnya: perang telah dimulai. Ketika akhirnya ia syahid juga, itu hanya jawaban
Allah atas doa-doanya.
Letaki tua itu mengingatkan aku pada syair Iqbal:
Tak berwaktu cinta itu, kemarin dan esok teriepas daripadanya
Tak bertempat ia, atas dan bawah terlepas daripadanya
Bila ia mohon pada Tuhan akan keteguhan dirinya
Seluruh dunia pun menjadi gunung, dan ia sendiri penunggang kuda
Sejarah adalah catatan keajaiban. Tapi cinta adalah rahasianya. Cinta adalah saat kegilaan jiwa.
Begitu cinta merasuki jiwamu, kamu jadi gila. Begitu kamu gila, energimu berlipat-lipat, lalu
membulat, mendidih bagai kawah yang siap meledak dan membakar semua yang ada di
sekelilingnya. Begitu energimu meledak, keajaiban tercipta. Begitulah naturalnya: keajaibankeajaiban yang kita temukan dalam sejarah tercipta dalam saat-saat jiwa itu.
Legenda keadilan Umar bin Khattab adalah keajaiban. Tafsirnya adalah cintanya pada Allah dan
rakyatnya telah menjadi roh kepemimpinannya. Legenda perang Khalid bin Walid adalah keajaiban.
Tafsirnya juga begitu: karena ia lebih mencintai jihad ketimbang tidur bersama seorang gadis cantik
di malam pengantin. Hasan Al-Banna adalah legenda dakwah yang melahirkan kebangkitan Islam
modern. Tafsirnya juga begitu: ia lebih mencintai dakwahnya di atas segalanya.
Saat cinta adalah saat gila. Saat gila adalah saat keajaiban. Bumi bergetar saat sejarah mencatat
keajaiban itu. Iqbal menyebut saat cinta itu sebagai saat jiwa jadi sadar-jaga.
Apabila jiwa yang sadar-jaga terlahir dalam raga,
Maka persinggahan lama ini, ialah dunia, gemetar hingga ke dasar-dasarnya
(Sumber: Majalah Tarwabi edisi 82 Th. 5/Shafar 1425 H/15 April 2004 M)
(Sumber: Majalah Tarwabi edisi 68 Th. 5/Jumadil Awwal 1425 H/8 juli 2004 M)
Puncak Iman
Kamu takkan pemah sanggup mendaki sampai ke puncak gunung iman, kecuali dengan satu kata:
cinta. Imanmu hanyalah kumpulan keyakinan semu dan beku, tanpa nyawa tanpa gerak, tanpa daya
hidup tanpa daya cipta. Kecuali ketika ruh cinta menyentuhnya. Seketika ia hidup, bergeliat,
bergerak tanpa henti, penuh vitalitas, penuh daya cipta, bertarung dan mengalahkan diri sendiri,
angkara murka atau syahwat.
Iman itu laut cintalah ombaknya.
Iman itu api cintalah panasnya.
Iman itu angin, cintalah badainya.
Iman itu salju, cintalah dinginnya.
Iman itu sungai, cintalah arusnya.
Seperti itulah cinta bekerja ketika kamu harus memenangkan Allah atas dirimu sendiri, atau
memenangkan iman atas syahwat. Seperti itu pula cinta bekerja dalam diri pemuda ahli ibadah itu.
Kejadiannya diriwayatkan Al Mubarrid dari Abu Kamil dan Ishak bin Ibrahim dari Raja bin Amr
Al Nakhai.
Seorang pemuda Kufa yang dikenal ahli ibadah suatu saat jatuh cinta dan tergila-gila pada seorang
gadis. Cintanya berbalas. Gadis itu sama gilanya. Bahkan ketika lamaran sang pemuda ditolak
karena sang gadis telah dijodohkan dengan saudara sepupunya, mereka tetap nekat, ternyata. Gadis
itu bahkan menggoda kekasihnya, Aku datang padamu atau kuatur cara supaya kamu blsa
menyelinap ke rumahku. Itu jelas jalan syahwat.
Tidak! Aku menolak kedua pilihan itu. Aku takut pada neraka yang nyalanya tak pernah padam!
Itu jawaban sang pemuda yang menghentak sang gadis. Pemuda itu memenangkan iman atas
syahwatnya dengan kekuatan cinta.
Jadi dia masih takut pada Allah? gumam sang gadis. Seketika ia tersadar dan dunia tiba-tiba jadi
kerdil di matanya. Ia pun bertaubat dan kemudian mewakafkan dirinya untuk ibadah. Tapi cintanya
pada sang pemuda tidak mati. Cintanya berubah jadi rindu yang mengelana dalam jiwa dan doadoanya. Tubuhnya luluh lantak didera rindu. la mati, akhirnya.
Sang pemuda terhenyak. Itu mimpi buruk. Gadisnya telah pergi membawa semua cintanya. Maka
kuburan sang gadislah tempat ia mencurahkan rindu dan doa-doanya. Sampai suatu saat ia tertidur
di atas kuburan gadisnya. Tiba-tiba sang gadis hadir dalam tidurnya. Cantik. Sangat cantik.
Apa kabar? Bagaimana keadaanmu setelah kepergianku, tanya sang gadis.
Baik-baik saja. Kamu sendiri di sana bagaimana? jawabnya sambil balik bertanya.
Aku di sini dalam surga abadi, dalam nikmat dan hidup tanpa akhir, jawab gadisnya.
Doakan aku. Jangan pernah lupa padaku. Aku selalu ingat padamu. Kapan aku bisa bertemu
denganmu? tanya sang pemuda lagi.
Aku juga tidak pernah lupa padamu. Aku selalu berdoa agar Allah menyatukan kita di surga.
Teruslah beribadah. Sebentar lagi kamu akan menyusulku, jawab sang gadis.
Hanya tujuh malam setelah mimpi itu, sang pemuda pun menemui ajalnya.
Atas nama cinta ia memenangkan Allah atas dirinya sendiri, memenangkan iman atas syahwatnya
sendiri. Atas nama cinta pula Allah mempertemukan mereka. Cinta selalu bekerja dengan cara itu.
(Sumber: Majalah Tarbawi edisi 80 Th. 5/Muharram 1425 H/18 Maret 2004 M)
Produktivitas Kolektif
Enteng benar Ummu Salamah menjawab pertanyaan Anas bin Malik. Khadam Rasulullah SAW ini
diam-diam mengamati sebuah kebiasaan Sang Rasul yang rada berbeda ketika beliau menemui
Ummu Salamah dan ketika beliau menemui Aisyah.
Rasulullah SAW selalu secara langsung dan refleks mencium Aisyah setiap kali menemuinya,
termasuk di bulan Ramadhan. Tapi, tidak begitu kebiasaan beliau saat bertemu Ummu Salamah.
Nah, kebiasaan itulah yang ditanyakan Anas bin Malik kepada Ummu Salamah, yang kemudian
dijawab begini: Rasulullah SAW tidak dapat menahan diri ketika melihat Aisyah.
Jawabannya Cuma begitu.
Penjelasannya sesederhana itu.
Datar. Yah, datar saja.
Seperti hendak menyatakan sebuah fakta tanpa pretensi. Sebuah fakta yang diterima sebagai suatu
kewajaran tanpa syarat. Tanpa penjelasan.
Sudah begitu keadaannya, kenapa tidak?
Atau apa yang salah dengan fakta itu?
Apa yang harus dicomplain dari kebiasaan itu?
Itu sama sekali tidak berhubungan dengan harga diri yang harus membuat ia marah. Atau menjadi
keberatan yang melahirkan cemburu. Mati rasakah ia? Hah? Tapi siapa berani bilang begitu?
Terlalu banyak masalah kecil yang menyedot energi kita. Termasuk banyak pertengkaran dalam
keluarga. Sebab kita tidak punya agenda-agenda besar dalam hidup. Atau punya tapi fokus kita
tidak ke situ. Jadi kaidahnya sederhana: kalau energi kita tidak digunakan untuk kerja-kerja besar,
maka perhatian kita segera tercurah kepada masalah-masalah kecil.
Karena mereka punya agenda besar dalam hidup, maka mereka tidak membiarkan energi mereka
terkuras oleh pertengkaran-pertengkaran kecil, kecuali untuk semacam pelepasan emosi yang
wajar dan berguna untuk kesehatan mental.
Kehidupan mereka berpusat pada penuntasan misi kenabian di mana mereka menjadi bagian dari
tim kehidupan Sang Nabi. Jadi masalah kecil begini lewat begitu saja. Tanpa punya bekas yang
mengganggu mereka. Fokus mereka pada misi besar itu telah memberi mereka toleransi yang
teramat luas untuk membiarkan masalah-masalah kecil berlalu dengan santai.
Fokus pada misi besar itu dimungkinkan oleh karena sejak awal akad kebersamaan mereka adalah
janji amal. Sebuah komitmen kerja. Bukan sebuah romansa kosong dan rapuh. Mereka selalu
mengukur keberhasilan mereka pada kinerja dan pertumbuhan kolektif mereka yang
berkesinambungan sebagai sebuah tim.
Persoalan-persoalan mereka tidak terletak di dalam, tapi di luar. Mereka bergerak bersama dari
dalam ke luar. Seperti sebuah sungai yang mengalir menuju muara besar: masyarakat. Mereka
adalah sekumpulan riak yang menyatu membentuk gelombang, lalu misi kenabian datang bagai
angin yang meniup gelombang itu: maka jadilah mereka badai kebajikan dalam sejarah
kemanusiaan.
Cinta memenuhi rongga dada mereka.
Dan semua kesederhanaan, bahkan kadang kepapaan, dalam hidup mereka tidak pernah sanggup
mengganggu laju aliran sungai mereka menuju muara masyarakat.
Mereka bergerak. Terus bergerak. Dan terus bergerak.
Dan romansa cinta mereka tumbuh kembang di sepanjang jalan perjuangan itu.
Seni Memperhatikan
Kalau intinya cinta adalah memberi, maka pemberian pertama seorang pecinta sejati adalah
perhatian. Kalau kamu mencintai seseorang, kamu harus memberi perhatian penuh kepada orang
itu. Perhatian yang lahir dari lubuk hati yang paling dalam, dari keinginan yang tulus untuk
memberikan apa saja yang diperlukan orang yang kamu cintai untuk menjadi lebih baik dan
berbahagia karenanya.
Perhatian adalah pemberian jiwa; semacam penampakan emosi yang kuat dari keinginan baik
kepada orang yang kita cintai. Tidak semua orang memiliki kesiapan mental untuk memperhatikan.
Tidak juga semua orang yang memiliki kesiapan mental memiliki kemampuan untuk terus
memperhatikan.
Memperhatikan adalah kondisi di mana kamu keluar dari dalam dirimu menuju orang lain yang ada
di luar dirimu. Hati dan pikiranmu sepenuhnya tertuju kepada orang yang kamu cintai. Itu tidak
sesederhana yang kita bayangkan. Mereka yang bisa keluar dari dalam dirinya adalah orang-orang
yang sudah terbebas secara psikologis. Yaitu bebas dari kebutuhan untuk diperhatikan. Mereka
independen secara secara emosional: kenyamanan psikologis tidak bersumber dari perhatian orang
lain terhadap dirinya. Dan itulah musykilnya. Sebab sebagian besar orang lebih banyak terkungkung
dalam dirinya sendiri. Mereka tidak bebas secara mental.
Mereka lebih suka diperhatikan daripada memperhatikan. Itu sebabnya mereka selalu gagal
mencintai.
Itulah kekuatan para pecinta sejati: bahwa mereka adalah pemerhati yang serius. Mereka
memperhatikan orang-orang yang mereka cintai secara intens dan menyeluruh. Mereka berusaha
secara terus menerus untuk memahami latar belakang kehidupan sang kekasih, menyelidiki selukbeluk persoalan hatinya, mencoba menemukan karakter jiwanya, mendefinisikan harapan-harapan
dan mimpi-mimpinya, dan mengetahui kebutuhan-kebutuhannya untuk sampai kepada harapanharapan itu.
Para pemerhati yang serius biasanya lebih suka mendengar daripada didengarkan. Mereka memiliki
kesabaran yang cukup untuk mendengar dalam waktu yang lama. Kesabaran itulah yang membuat
orang betah dan nyaman menumpahkan isi hatinya kepada mereka. Tapi kesabaran itupula yang
memberi mereka peluang untuk menyerap lebih banyak informasi tentang sang kekasih yang
mereka cintai.
Tapi di sini juga tersimpan sesuatu yang teramat agung dari rahasia cinta. Rahasia tentang pesona
jiwa para pecinta. Kalau kamu terbiasa memperhatikan kekasih hatimu, secara berlahan-lahan dan
tanpa ia sadari ia akan tergantung dengan perhatiannmu. Secara psikologis ia akan sangat
menikmati saat-saat diperhatikan itu. Bila suatu saat perhatian itu hilang, ia akan merasakan
kehilangan yang sangat. Perhatian itu niscaya akan menyiksa jiwanya dengan rindu saat kamu tidak
berada di sisinya. Mungkin ia tidak akan mengatakannya. Tapi ia pasti merasakannya.
Semangat Pertumbuhan
Serial Cinta
Semangat Pertumbuhan
Oleh Anis Matta
Pekerjaan kedua seorang pecinta sejati, setelah memperhatikan, adalah penumbuhan. Inilah
cintanya cinta. Inilah rahasia besar yang menjelaskan bagaimana cinta bekerja mengubah kehidupan
kita dan membuatnya menjadi lebih baik, lebih bermakna.
Cinta adalah gagasan dan komitmen jiwa tentang bagaimana membuat kehidupan orang yang kita
cintai menjadi lebih baik. Jika perhatian memberikan pemahaman mendalam tentang sang kekasih,
maka penumbuhan berarti melakukan tindakan-tindakan nyata untuk membantu sang kekasih
bertumbuh dan berkembang menjadi lebih baik.
Kita tidak boleh berhenti di ujung perhatian sembari mengatakan kepada sang kekasih: Aku
mencintaimu sebagaimana kita adanya. Atau: Aku menerima dirimu apa adanya. Memahami dan
mengerti sang kekasih tidaklah cukup. Seorang pecinta sejati harus mampu mengimajinasikan
sebuah plot akhir dari kehidupan yang akan dijalani sang kekasih. Itu tidak berarti bahwa kita
mengintervensi kehidupan pribadinya dan mengatur kehidupan secara rigrid atas nama cinta. Tidak!
Yang dilakukan pecinta sejati adalah menginspirasi sang kekasih untuk meraih kehidupan
paling bermutu yang mungkin ia raih berdasarkan keseluruhan potensi yang ia miliki.
Kalau bukan karena kerja-kerja penumbuhan, seorang pecinta sejati tidak akan sanggup bertahan
hidup di samping seorang kekasih yang ilmu, pengalaman, ketrampilan dan kepribadiannya tidak
bertumbuh dalam 10 tahun masa perkawinannya, misalnya. Kamu pasti bosan mengobrol dengan
seorang yang hidupnya stagnan, dingin dan tidak dinamis.
Para pecinta sejati menemukan gairah kehidupan dari perubahan-perubahan yang dinamis. Para
pecinta sejati menemukan gairah kehidupan dari perubahan-perubahan dinamis dalam kehidupan
kekasih mereka. Seperti gairah kehidupan yang dirasakan seorang ibu ketika menyaksikan bayinya
tumbuh dan berkembang menjadi anak remaja lalu dewasa. Atau gairah yang dirasakan seorang
guru menyaksikan muridnya tumbuh menjadi ilmuwan dan intelektual.
Penumbuhanlah yang membedakan cinta yang matang dan cinta seorang melankolik.
Penumbuhanlah adalah sisi paling rasional dan realistis dari cinta. Penumbuhan memberikan
sentuhan edukasi pada hubungan cinta. Sebab di sini cinta bukan sekedar gumpalan emosi di langit
jiwa: yang mungkin meledak bagai halilintar, atau membanjiri bumi dengan hujan air mata. Di sini
cinta adalah sebuah pekerjaan. Pekerjaan jiwa, pikiran, dan fisik sekaligus. Itu yang membuatnya
nyata. Dan efektif.
Di tangan Rasullullah SAW, Aisyah bukan seorang istri. Rasullullah SAW telah menumbuhkannya
menjadi bintang di langit sejarah. Suatu saat Ali Tantawi mengatakan: Istriku yang hanya tamatan
SD ternyata lebih intelek daripada mahasiswi-mahasiswiku yang sudah hampir sarjana. Beliau
mengatakan itu setelah melewati 10 tahun masa perkawinan. Ketika Iqbal menemukan dirinya telah
menjadi filosof dunia, ia menyadari itu kerja sang guru. Maka ia berkata tentang gurunya itu: Dan
nafas cintanya meniup kuncupku menjadi bunga.
Pesona Kematangan
Chemistry yang biasanya mempengaruhi hubungan cinta antara laki-laki dan wanita sebenarnya
hanya menegaskan satu fakta: ketika cinta yang genuine bertemu dengan motif lain dalam diri
manusia, dalam hal ini hasrat atau syahwat biologis, hubungan cinta antara laki-laki dan wanita
memasuki wilayah yang sangat rumit dan kompleks. Banyak fakta yang tidak bisa dipahami dalam
perspektif norma cinta yang lazim. Lebih banyak lagi kejutan yang lahir di ruang ketidakterdugaan.
Namun itu tidak menghalangi kita menemukan fakta yang lebih besar: bahwa dengan memandang
itu sebagai pengecualian-pengecualian, seperti dalam kasus Muawiyah Bin Abi Sufyan dengan
gadis badui yang tidak dapat mencintainya, kekuatan cinta sesungguhnya dan selalu mengejewantah
pada kematangan kepribadian kita. Misalnya cinta antara Utsman Bin Affan dan istrinya, Naila.
Para pecinta sejati tidak memancarkan pesonanya dari ketampanan atau kecantikannya, atau
kekuasaan dan kekayaannya, atau popularitas dan pengaruhnya. Pesona mereka memancar dari
kematangan mereka. Mereka mencintai maka mereka memberi. Mereka kuat. Tapi kekuatan mereka
menjadi sumber keteduhan jiwa orang-orang yang dicintainya. Mereka berisi, dan sangat
independen. Tapi mereka tetap merasa membutuhkan orang lain, dan percaya bahwa hanya melalui
mereka ia bisa bertumbuh dan bahwa pada orang-orang itulah pemberian mereka menemukan
konteksnya. Kebutuhan mereka pada orang lain bukan sebentuk ketergantungan. Tapi lahir dari
kesadaran mendalam tentang keterbatasan manusia dan keniscayaan interdepensi manusia.
Pesona inilah yang dipancarkan Khadijah pada Muhammad. Maka selisih umur tidak sanggup
menghalangi pesona Khadijah menembus jiwa Muhammad. Pesona kematangan itu pula yang
membuat beliau enggan menikah lagi bahkan setelah Khadijah wafat. Siapa lagi yang bisa
menggantikan Khadijah? tanya Rasulullah saw. Tapi bisakah kita membayangkan pertemuan dua
pesona? Pesona kematangan dan pesona kecantikan serta kecerdasan?
Pesona itulah yang dimiliki Aisyah: muda, cantik, innocent, cerdas dan matang dini. Dahsyat, pasti!
Pesonanya pesona. Dalam chemistry ini tidak ada pengecualian Muawiyah. Di sini semua pesona
menyatu padu: seperti goresan pelangi di langit kehidupan pelangi Sang Nabi. Dua perempuan
terhormat dari suku Quraisy itu mengisi kehidupan pribadi Sang Nabi pada dua babak yang
berbeda. Khadijah hadir pada periode paling sulit di Mekkah. Aisyah hadir pada periode
pertumbuhan yang rumit di Madinah. Khadijah mengawali kehidupan kenabiannya. Tapi di
pangkuan Aisyahlah, ia menghembuskan nafas terakhirnya setelah menyelesaikan misi
kenabiannya.
Dalam jiwa Sang Nabi, ada dua cinta yang berbeda pada kedua perempuan terhormat itu. Ketika
beliau ditanya orang yang paling ia cintai, ia menjawab: Aisyah! Tapi ketika beliau ditanya tentang
cintanya pada khadijah, ia menjawab: cinta itu dikaruniakan Allah padaku. Cintanya pada Aisyah
adalah bauran pesona kematangan dan kecantikan yang melahirkan syahwat. Maka Ummu Salamah
berkata, Rasulullah saw tidak bisa menahan diri kalau bertemu Aisyah. Tapi cintanya pada
Khadijah adalah jawaban jiwa atas pesona kematangan Khadijah: cinta itu dikirim Allah melalui
kematangan Khadijah.
Pelajaran Cinta
Memang tidak mudah. Sebab tidak karena kamu mencintai lalu hendak memberi, atau kamu
menebar pesona kematanganmu melalui itu, maka cintamu berbalas. Fakta ini mungkin pahit. Tapi
begitulah adanya: kadang-kadang kamu harus belajar menepuk angin, bukan tangan lain yang
melahirkan suara cinta.
Sebabnya sederhana saja. Cinta itu banyak macamnya. Ada cinta misi: cinta yang memang kita
rencanakan sejak awal. Cinta ini lahir dari misi suci, didorong oleh emosi kebajikan dan didukung
dengan kemampuan memberi. Misalnya cinta para nabi kepada umatnya, atau guru kepada
muridnya, atau pemimpin kepada rakyatnya, atau ibu kepada anaknya. Jiwamu dan jiwa orang yang
kamu cintai tidak mesti bersatu. Cinta ini sering tidak berbalas. Bahkan sering berkembang menjadi
permusuhan. Lihatlah bagaimana nabi-nabi itu dimusuhi umatnya, atau para ibu ditelantarkan anakanaknya di usia tua, atau pemimpin yang baik dibunuh rakyatnya, atau guru yang dilupakan muridmuridnya.
Inilah cinta yang paling luhur. Paling suci. Sebagian besar kebaikan yang kita saksikan dalam
kehidupan kita, bahkan dalam sejarah umat manusia, sebenarnya merupakan buah dari cinta yang
ini. Ambillah contoh 1,3 milyar umat Islam saat ini adalah hasil perjuangan berdarah-darah sang
nabi beserta sahabat-sahabatnya. Itu cinta misi.
Tapi ada jenis cinta yang lain. Cinta jiwa. Cinta ini lahir dari kesamaan atau kegenapan watak jiwa.
Jiwa yang sama atau berbeda tapi saling menggenapi biasanya akan saling mencintai. Cinta ini yang
lazim ada dalam hubungan persahabatan dan perkawinan atau keluarga. Cinta ini mengharuskan
adanya respon yang sama: cinta tidak boleh bertepuk sebelah tangan di sini.
Inilah cinta yang paling rumit. Serumit kimia jiwa manusia. Suatu saat misalnya Umar bin Khattab
hendak melamar Ummu Kaltsum binti Abu Bakar, adik Aisyah ra. Gadis itu sangat belia dan
tumbuh di antara jiwa-jiwa yang lembut nan penyayang. Aisyah ra jadi gusar. Wataknya tidak
bertemu dengan watak Umar. Tapi siapa berani menolak lamaran manusia paling sholeh di muka
bumi ketika itu? Namun dengan diplomasi yang sangat halus, melalui kepiawaian Amr bin Ash,
Aisyah ra menolak lamaran itu sembari menyarankan sang Khalifah menikahi Ummu Kaltsum binti
Ali bin Abi Thalib, adik Hasan dan Husein. Kali ini lamarannya diterima: Ali dan Umar memiliki
watak yang sama. Tidak ada alasan menolak lamaran manusia terbaik di muka bumi, kata Ali ra.
Ada cinta ketiga. Cinta maslahat. Cinta ini dipertemukan oleh kesamaan kepentingan. Mereka bisa
berbeda watak atau misi. Tapi kepentingan mereka sama maka mereka saling mencintai. Misalnya
hubungan baik yang lazim berkembang di dunia bisnis. Suara ramah dari penjawab telepon, atau
senyum manis seorang pramugari, atau layanan sempurna seorang resepsionis hotel: semua
berkembang dari kepentingan tapi efektif menciptakan kenyamanan jiwa (comfortability). Anda
adalah bagian dari pekerjaannya. Bukan jiwanya. Anda adalah kepentingannya. Bukan misinya.
Kelezatan Ruhani
Cinta misi hanya bersemi dari nurani yang hidup. Tapi dari manakah nurani kita menemukan
kehidupan? Dari cinta Allah dan cinta kebenaran. Inilah cintanya cinta. Denyut kehidupan nurani
adalah tanda-tandanya. Cinta misi adalah buahnya.
Cerita-cerita keagungan yang kita warisi dari sejarah sesungguhnya merupakan penampakan cinta
misi dari waktu ke waktu. Ia mengejawantah pada karya-karya ilmiah para ulama, pada darah dan
air mata syuhada, pada keadilan para pemimpin, pada kasih sayang para duat (dai), pada
kelembutan para guru.
Tidak ada karya besar tanpa cinta misi. Itu yang membuat cinta ini jadi teramat agung. Sekaligus
rumit. Karena seluruh isinya adalah karya. Adalah kerja. Adalah memberi. Tanpa pernah
terpengaruh oleh penerimaan dan penolakan. Penerimaan mungkin menguatkannya. Tapi penolakan
tidak mengendurkannya.
Pertanyaan kemudian muncul di sini. Dari mana mereka menemukan energi itu? Apa yang membuat
mereka sanggup berkarya dan memberi terus menerus, sementara kadang-atau bahkan sering sekalimereka tidak dipahami atau bahkan terabaikan oleh orang-orang yang justru mereka cintai? Pasti
ada rahasia hati yang mereka simpan dengan rapih. Tapi apakah rahasia hati itu?
Kelezatan ruhani. Itulah rahasianya. Yang mereka cintai sesungguhnya adalah Allah, adalah
kebenaran, adalah misi hidup mereka. Bukan orang, atau benda atau bentuk apapun.
Yang mereka rindukan adalah surga abadi, adalah bidadari-bidadari yang kelak akan mengitari
mereka, adalah pandangan mata pada cahaya wajah Allah. Bukan pujian dan penerimaan manusia.
Manusia hanya medan karya tempat cinta mengejawantah. Maka Allah memberi mereka kelezatan
demi kelezatan setiap kali cinta itu mengejawantah. Kelelahan-kelelahan melahirkan kegembiraan
ruhani, kelezatan yang melahirkan energi baru untuk terus mengejawantahkan cinta.
Seperti orgasme yang kita rasakan pada setiap keintiman fisik, dan mengajak kita untuk mengulangi
dan mengulangi, seperti itulah Allah memberi kelezatan ruhani. Setiap kali cinta pada Nya
mengejawantah pada cinta misi, setiap kali cinta vertikal itu mengejawantah pada horizon
kehidupan manusia.
Kelezatan ruhani itulah sumber energinya. Disana makna-makna penerimaan, keberartian,
keterhormatan, keberanian hati, merasuk ke serat-serat jiwa dan melapangkan serta meluaskannya
sampai ia tampak bagai karpet merah nan empuk di tengah gurun luas yang tersambung dengan
kaki langit.
Itulah kelezatan ruhani yang dirasakan Khalid bin Walid dari kecamuk perang, atau Utsman saat
berinfak, atau Umar saat mengantar gandum di tengah malam pada rakyat miskin, atau Sayyid
Quthub menjelang digantung.
Kelezatan ruhani itu adalah ledakan kegembiraan yang mendengung di cakrawala kesadaran batin
kita. Orang-orang tidak menyaksikannya. Tapi mereka merasakan penampakannya. Maka seorang
ahli ibadah mengatakan: Seandainya para raja mengetahui kelezatan yang kita rasakan dalam
ibadah ini mereka pasti akan menyiksa kita untuk merampas kelezatan itu.
Aura Kehidupan
Jika cinta menyerupai air pada beberapa tabiat dasarnya, maka sifat utama air yang melekat
padanya adalah fakta bahwa air adalah sumber kehidupan. Jika cinta adalah gagasan tentang
bagaimana menciptakan kehidupan yang lebih baik, dan tindakan utamanya adalah memberi untuk
menumbuhkan, maka kekuatan pesona utama, seorang pencinta adalah aura kehidupan yang
memancar dari dalam dirinya.
Aura kehidupan. Ya, aura kehidupan. Ia membuat orangorang di sekelilingnya merasakan denyut
nadi kehidupan, merasakan hamparan keindahan hidup, merasakan alasan tentang mengapa mereka
hidup dan harus melanjutkan hidup, merasakan alasan untuk bertumbuh demi merakit pemaknaan
tiada henti terhadap kehidupan. Ia, intinya membuat orangorang di sekeliling merasa hidup. Sebab
ia menebar benih kehidupan di ladang hati mereka.
Aura kehidupan.Ya, aura kehidupan. Sebab ia hidup. Dan hidup itu nyata pada setiap jengkal
tubuhnya, pada setiap detak jantungnya, pada setiap hembusan nafasnya, pada setiap langkah
kakinya, pada setiap uluran tangannya, pada setiap kedipan matanya, pada setiap kata dan suaranya.
Gagasannya seluruhnya adalah tentang kehidupan yang lebih baik. Niatnya seluruhnya adalah
penumbuhan yang membuat hidup lebih baik.
Aura kehidupan. Ya, aura kehidupan. Sebab ia memiliki dan menggabung tiga pesona utama para
pencinta: pesona raga, pesona jiwa, pesona ruh. Ketiga pesona tersebut terbingkai rapi pada sebuah
akal besar yang menerangi kehidupannya dan kehidupan orangorang disekitarnya.
Maka mendekatdekatlah padanya, niscaya engkau kan merasakan betapa air kehidupan serasa
mengalir pada setiap sudut jiwa dan ragamu. Maka tataplah matanya, niscaya engkau kan
merasakan gairah kehidupan yang memberimu semangat baru untuk terus hidup, terus melanjutkan
hidup. Maka dengarkanlah katakatanya, maka engakau kan merasakan betapa engkau layak dan
pantas mendapat kehidupan yang berkualitas, kehidupan yang lebih baik.
Dan jika tuhan mengijinkan engkau merasakan sentuhannya, niscaya engkau kan merasakan betapa
air kehidupan mendidih dalam tubuhnya. Dan jika Tuhan memperkenankanmu hidup berlama-lama
dengannya, niscaya engkau kan merasakan betapa perlindungan dan penumbuhannya membuatmu
terengkuh dalam rasa aman dan nyaman.
Engkau bahkan tidak pernah begitu yakin tentang pesona apa yang pertama kali menawanmu.
Apakah kulit hitam yang tidak dapat menyembunyikan cahaya matanya? Atau ketegasan sikap yang
tidak dapat merahasiakan kebajikan hatinya? Atau kelembutan bawaan yang tidak sanggup
menutupnutupi keberaniannya? Atau diam panjang yang tidak mampu menghalangi ilmu dan
wawasannya? Atau badan kurus yang dijelaskan oleh puasa dan pengendalian dirinya? Atau?
Tidak! Semua tampak menyatu dalam dirinya: ruhnya yang halus, jiwanya yang lembut, terbungkus
dalam raganya yang kokoh, terangkai dalam perilaku yang terbimbing akal besarnya. Tapi itu semua
ada dalam dirinya. Dan ketika Ia keluar, ia hanya memancarkan satu hal: aura kehidupan.
Dan itulah yang engkau rasakan dan yang mungkin sekali tidak engkau ketahui asal muasal dak
akarnya dalam dirinya. Dia bukan nabi yang tak mungkin salah. Dia hanya sebuah tekad perbaikan
berkesinambungan yang tak hentihenti. Dan itulah aura kehidupan: gairah yang tidak pernah
selesai.
Cinta Misi
Sang Khalifah termenung gundah. Sedih. Tampaknya belum ada tanda-tanda kalau kelaparan yang
melanda kota Madinah akan segera berakhir. Puluhan orang meninggal sudah. Di tingkat teknis
operasional rasanya semuanya sudah ia lakukan. Tapi masih adakah upaya lain yang mungkin ia
lakukan?
Tidak jelas betul hubungannya. Tapi sang Khalifah kemudian merasa kalau ia membutuhkan tekad
lebih besar. Cinta pada rakyat harus diekspresikan lebih nyata. Perasaan itulah yang mengantarnya
kepada keputusan kecilnya: selama kelaparan ini masih berlangsung, Ummar bin Khattab tidak
akan membiarkan seorang pun dari anggota keluarganya untuk makan daging, dan tidak boleh
menggauli satu dari ketiga istrinya.
TIdak ada korelasi teknis. Tapi sebagai pemimpin, Umar telah menyatakan tanggung jawab dan
kepedulian kepada rakyatnya. Karena ia terlibat. Sangat terlibat.
Itu sebagian penampakan dari cinta misi. Ini buah keluhuran jiwa dan keyakinan yang kuat terhadap
sebuah misi. Cinta pada sebuah misi mendorong kita mencintai semua orang dan pekerjaan yang
ada di sepanjang jalan menuju misi itu. Semua orang. Semua pekerjaan. Di sini cinta bekerja seperti
mesin kendaraan. Tidak penting betul siapa penumpangnya, dan jalan mana yang harus dilalui.
Keluhuran misi menguasai jiwa sang pecinta dan membuat perasaan pada orang yang kita cintai jadi
beda. Kita tidak sedang mencintai sebuah bentuk di sini.
Yang kita cintai adalah gerak yang lahir dari bentuk itu: gerak dari manusia sebagai sebuah
entity di alam raya. Karena itu beda warna adalah variasi yang indah. Beda karakter juga
kekayaan hidup. Semua niscaya. Karena kita memerlukannya untuk melukis misi di atas kanvas
kehidupan kita.
Hubungan yang terbentuk dari cinta ini adalah penyatuan pada orbit pikiran. Perasaan kita bergerak
mengitari orbit itu. Perasaan adalah fungsi pikiran. Ia lahir, bergerak dan meliuk seperti seorang
penari mengikuti alur lagu.
Orang yang kita cintai tidak harus memiliki perasaan yang sama. Para pecinta hanya berpikir
bagaimana mencintai. Mereka tidak terganggu jika kemudian mereka tidak dicintai. Sebab mereka
tidak mencintai orangnya. Mereka mencintai entity-nya. Sebab entity merupakan fungsi
pencapaian misi.
Cinta inilah yang ada dan harus ada, misalnya di kalangan pada duat (dai), ulama, mujahidin, guru,
pekerja sosial, pemimpin politik, seniman, wartawan dan lainnya. Karena cinta ini tertuju pada
gerak, bukan bentuk, maka semua pekerjaan yang terkait dengan pencapaian misi juga jadi niscaya.
Misalnya, Khalid bin Walid. Ia mencintai jihad. Ia bukan menikmati saat-saat membunuh
orang. Ia mencintai pekerjaannya. Karena itu,niscaya untuk mencapai misi dakwah. Maka ia
menikmati kesulitan-kesulitan di jalan itu. Lebih dari apapun juga. Berada pada suatu malam yang
dingin membeku dalam sebuah pertempuran lebih aku sukai daripada tidur bersama seorang gadis
di malam pengantin, katanya.