DI KALIMANTAN TIMUR
Oleh : Suwignyo Widyaiswara Utama
Balai Diklat Kehutanan Samarinda
Abstrak
Gaharu adalah gumpalan berbentuk padat, berwarna coklat kehitaman sampai
hitam dan berbau harum yang terdapat pada bagian kayu atau akar dari jenis
tumbuhan penghasil gaharu yang telah mengalami proses perubahan kimia dan fisika
akibat terinfeksi oleh sejenis jamur. Pengembangan budidaya gaharu dilaksanakan
melalui penanaman secara swadaya oleh masyarakat dan oleh pemerintah. Beberapa
aspek budidaya yang perlu diketahui adalah sebagai berikut : 1) Pengadaan Bibit; 2)
Teknik Penamanan; 3) Pemeliharaan. Pembentukan gahari: 1) secara alamiah dan; 2)
secara buatan. Pemanenan meliputi: 1) pemanenan total; 2) pemanenan berkala; 3)
penanganan pasca panen. Tata niaga gaharu, proses pemasaran gaharu dimulai dari
pemungut gaharu yang menjual gaharu yang ditemukannya kepada pedagang
pengumpul di desa atau di kecamatan dan sekanjutnya oleh pedagang pengumpul
dijual ke pedagang besar (eksportir).
Kata kunci : Gaharu, budidaya, pemanenan, tata niaga
Pendahuluan
Hutan Hujan Tropis Kalimantan Timur semenjak tiga puluh tahun yang lalu dikenal
sebagai salah satu penghasil utama kayu bulat (log) di Indonesia untuk bahan baku
industri perkayuan. Selain itu hutan hujan tropis Kalimantan Timur juga kaya dengan
hasil hutan bukan kayu (HHBK), dimana salah satu diantaranya adalah gaharu yang
bernilai ekonomis tinggi.
Beberapa jenis tumbuhan penghasil gaharu potensial yang tumbuh di Kalimantan
Timur antara lain; Aquilaria malacensis yang menghasilkan gaharu dengan kualitas
paling baik, kemudian diikuti jenis lainnya yaitu Aquilaria microcarpa dan A.
beccariana
Gaharu adalah gumpalan berbentuk padat, berwarna coklat kehitaman sampai hitam
dan berbau harum yang terdapat pada bagian kayu atau akar dari jenis tumbuhan
penghasil gaharu yang telah mengalami proses perubahan kimia dan fisika akibat
terinfeksi oleh sejenis jamur. Oleh sebab itu tidak semua tanaman penghasil gaharu
menghasilkan gaharu.
Dari pengamatan sebaran Aquilaria spp, yang dilaksanakan oleh Suhartono dan
Newton (2000) pada 1025 plot permanen yang dibuat oleh Departemen Kehutanan
bekerjasama dengan FAO, dimana lokasinya tersebar di seluruh wilayah Kalimantan,
telah ditemukan 98 plot berisi marga Aquilaria spp, terdiri dari dua plot berdara di
Kalimantan Barat, satu plot berada di Kalimantan Selatan, sisanya 95 plot berada di
Kalimantan Timur. Hasil inventarisasi ini menunjukkan Aquilaria spp, tumbuh
tersebar secara luas di Kalimantan Timur.
Dalam kegiatan yang sama, hasil inventarisasi Aquilaria spp yang dilakukan oleh
Suhartono dan Newton (2000) di areal Stasiun Penelitian Hutan Mentoko (5,88 Ha),
Taman Nasional Kutai telah ditemukan lebih dari 100 batang per ha untuk tingkat
semai, kemudian kurang dari 100 batang per ha untuk tingkat sapihan, sedangkan
untuk tingkat pohon umumnya kurang dari satu batang per ha, terkecuali untuk
diameter 60 70 cm terdapat satu pohon per ha.
Aquilaria spp juga banyak ditemukan di Hutan Penelitian Samboja, Lempake dan
Sebulu. Namun akibat kebakaran yang terjadi pada tahun 1997, potensi Aquilaria spp.
Tersebut mengalami penurunan yang sangat drastis dan pada saat ini tinggal beberapa
pohon saja yang masih tersisa.
Tingginya permintaan pasar dunia akan gaharu dan harga jual gaharu yang cukup
tinggi telah menarik minat masyarakat baik lokal maupun pendatang untuk melakukan
eksploitasi gaharu secara besar-besaran di Kalimantan Timur. Akibatnya populasi
Aquilaria spp di hutan alam semakin menurun dan bahkan pada suatu saat menjadi
punah.
Salah satu tumbuhan penghasil gaharu terpenting yang banyak tumbuh di Kalimantan
Timur telah dimasukkan ke dalam Appendix II sebagai tumbuhan yang terancam
punah sehingga dalam penebangan dan perdagangannya perlu dibatasi.
Indikasi dari menurunnya populasi Aquilaria spp antara lain dari pergerakan pencari
gaharu yang telah mengarah pada bagian utara Kalimantan Timur secara tajam dalam
tiga tahun terakhir. Walaupun realisasi produksi gaharu tersebut tidak
menggambarkan besarnya potensi, namun dengan semakin sulitnya mendapatkan
gaharu dari waktu ke waktu menunjukkan populasi Aquilaria spp. Terus mengalami
penurunan.
Jenis Tumbuhan Penghasil Gaharu
Di Indonesia hingga saat ini diperkirakan terdapat lebuh kurang 17 jenis tumbuhan
penghasil gaharu yang dikelompokan ke dalam delapan marga dan tiga suku.
Berdasarkan sebaran tempat tumbuh, tumbuhan penghasil gaharu umumnya tumbuh
di pulau Kalimantan (12 jenis) dan pulau Sumatra (10 jenis), kemudian dalam jumlah
terbatas tumbuh di kepulauan Nusa Tenggara (3 jenis), pulau Papua (2 Jenis), pulau
Sulawesi (2 jenis), pulau Jawa (2 jenis) dan kepulauan Maluku (1 jenis).
Menurut Suhartono dan Newton (2000), tumbuhan penghasil gaharu di Kalimantan
Timur di dominasi jenis Aquilaria malaccensis. Selain itu terdapat pula jenis A.
beccariana dan A. microcarpa.
Jenis tumbuhan penghasil gaharu yang terdapat di Kalimantan Timur diperkirakan
lebih dari tiga jenis karena menurut informasi dari para pemungut gaharu yang
ditemui di daerah Samboja, Muara Wahau, Kota Bangun, Muara Kaman, Tanah
Grogot, Sangkulirang dan Malinau, jenis tumbuhan penghasil gaharu terdiri dari,
gaharu buaya, gaharu gombel, gaharu beringin, gaharu tanduk gunung, gaharu cabut
dan gaharu pantai. Sayangnya informasi lebih jauh dari setiap jenis tumbuhan
penghasil gaharu tersebut cukup sulit didapatkan dari para pemungut gaharu tersebut.
Budidaya Gaharu
Sesuai sifat fisiologis pohon gaharu jenis A. malacensis Lamk, bahan tanaman
secara teknis dapat dipolakan dengan memanfaatkan potensi benih yang masih
tersedia dari pohon induk alami atau secara dini dibangun tersedia kebun induk
yang memiliki keunggulan optimal dalam menghasilkan bahan tanaman
berkualitas. Selain dari benih, bibit tanaman gaharu dapat memanfaatkan anakan
atau stek batang anakan yang tumbuh di bawah pohon induk dan idealnya
memiliki carier sebagai pohon yang berpotensi mudah terinfeksi oleh penyakit
pembentuk gaharu. Untuk tujuan pengadaan bibit berkualitas dilakukan sebagai
berikut :
1.
Asal dari benih
Sesuai sifat benih gaharu dengan masa dormansi yang rendah, segera setelah
diperoleh benih terseleksi dari pohon induk plus, langsung ditumbuhkan dalam
bak atau bedeng tabus yang telah disiapkan dengan media yang telah diinduksi
oleh endomikorhiza. Setelah tumbuh dengan tinggi sekitar 10 cm, anakan
dipindahkan dalam polybag bermedia tanah + kompos organik (1 : 1). Pelihara
hingga mencapai siap tanam dengan ukuran bibit minimal 30 40 cm (4 5
bulan).
2.
Anakan alam
Bibit dari anakan alam denga cara cabutan, setelah bagian akar dan bagian
daun dipotong serta akar dibersihkan serta disterilkan dengan khlorok (soklin),
langsung tanamkan dalam polybag bermedia dan lubang tanam telah diinduksi
oleh jamur endomikariza, tempatkan dan pelihara dalam green house atau
dibawah sungkup plastik untuk dipelihara hingga siap tanam (6 bulan).
3.
B. Teknik Penamanan
Sesuai sifat biologis pohon yang tergolong pioner, pohon yang tidak tanah oleh
cahaya matahari langsung (intoleran), maka pemolaan lahan budidaya ideal
ditetapkan pada lahan dan kawasan memiliki potensi pohon atau tegakan lain
sebagai peneduh.
a.
Sistem Budidaya
Sesuai sifat bio-fisiologi berbagai jenis pohon penghasil gaharu yang pada
awal pertumbuhan tidak tahan akan intensitas cahaya matahari langsung, maka
penerapan pola budidaya ideal terpola tumpangsari dengan tumbuhan lain
dalam bentuk hutan campuran, hutan bekas tebangan, hutan rakyat dalam
program Hutan Kemasyarakatan dan atau sistem Pengelolaan Hutan Bersama
Masyarakat (PHBM), serta sebagai tanaman sela kebun karet rakyat.
Teknik penanaman dengan pola tanam diversifikatif di bawah naungan
tegakan berbagai jenis pohon, buat lubang tanam ukuran minimal 20 x 20 x 20
cm atau 30 x 30 x 30 cm dan berikan kompos minimal 1 kg/lubang, kemudian
bibit tanamkan dan usahakan waktu tanam berada pada awal musim hujan.
b.
Bahan Tanaman.
Bahan tanaman dalam pembudidayaan pohon penghasil gaharu, dapat dipola
dengan menggunakan buah atau benih, potensi alam, serta pengembangan
secara vegetatif seperti stek pucuk, stek batang anakan alam dan cangkok. Saat
ini telah tersedia pola pengembangan bahan tanaman dengan stek pucuk yang
dapat menghasilkan perakaran akar tunjang dalam jumlah lebih dari satu,
secara fisiologis dengan jumlah akar yang lebih benyak dan lebih sehat, akan
diperoleh kondisi kecepatan pertumbuhan yang optimal, sehingga masa pohon
siap diinokulasi untuk memperoleh produk gaharu akan jauh lebih cepat.
c. Pola Taman
Sesuai sifat fisiologis pohon penghasil gaharu yang tidak tanah oleh intensitas
cahaya mata hari langsung, maka pola tanam ideal dikembangkan sebagai
tanaman tumpangsari, atau tanaman sela pada lahan hutan bekas tebangan
(hutan sekunder), sebagai pola perkayaan jenis pohon produksi (enrichment
planting) dan pohon penghasil gaharu dapat disiapkan di dalamnya.atau hutan
rakyar dan atau ditanam di sela-sela tanaman karet pada kisaran umur 4 5
tahun. Dengan pola tumpang sari secara teknis per hektar dapat dipola antara
400 500 batang/ha (4 x 5 m), sebagai tanaman sela pada pertanaman karet
dapat dipolakan dalam 1000 batang/ha (2 x 5m).
Selain itu pemolaan budidaya dapat dilaksanakan dalam system agroforestry
dengan pola tanam di awali dengan membina pohon peneduh dari jenis cepat
tumbuh (fastgrowing) dan pohon penghasil gaharu ditanamkan dengan jarak
antar pohon terpola 2 x 5 m (1000 batang/ha), 4 x 5 m (500 batang/ha) atau 5 x
5 m (400 batang/ha), pada umur pohon tegakan peneduh antara 2 3 tahun.
Pembudidayaan juga dimungkinkan dapat dipola pada lahan dan kawasan
hutan tanaman industri (HTI) berdaur antara 8 10 tahun, dan atau tanaman
tepi, sehingga produksi gaharu akan memberikan peran sebagai nilai tambah
pengusahaan.
C. Pemeliharaan
1.
Penyulaman
Hasil evaluasi keberhasilan tumbuh tanaman, khusus yang mati dan anakan
yang menunjukan tanda adanya gangguan pertumbuhan, segera lakukan
penyulaman dengan bibit seumur.
2.
3.
Pemupukan
Untuk memperoleh pertumbuhan bibit yang baik dan seragam lakukan
pemberian pupuk kimia perangsang tumbuh vegetatif (UREA, NPK, TSP)
sekitar 5 gram/pohon, serta lakukan pengulangan interval 6 bulan hingga
tanaman berumur 4 tahun, selanjutnya biarkan tanaman berkompetisi untuk
hidup optimal.
4.
Pembentukan Gaharu.
Secara garis besar, proses pembentukan gaharu dapat terjadi dengan dua cara.
Pertama, secar alamiah, Kedua secara buatan.
Secara Alamiah
Para ahli menduga bahwa terbentuknya gaharu berkaitan erat dengan gejala patologi
yang diawali dengan rangsangan luka pada batang, cabang atau ranting pohon yang
patah dan pengaruh fisik lainnya. Akibatnya pohon tumbuh merana atau sakit.
Ada juga yang beranggapan bahwa pertumbuhan fisiologis pohon yang terganggu
akibat serangan jamur, bakteri atau kekurangan air sehingga pohon tumbuh merana.
Selain itu, ada yang mengatakan bahwa gaharu adalah Resin (Oleo Resin) yang
terbentuk oleh tumbuhan yang terinfeksi penyakit dengan melalui proses yang
komplek.
Gaharu alami terbentuk karena terjadi infeksi oleh penyakit pada bagian pohon yang
terluka (patah), hasil isolasi terhadap pohon penghasil gaharu, diketahui jenis jamur
Fusarium sp, Phytium sp, Lasiodiplodia sp dan Thielaviopsis sp dan berlangsung
dalam waktu yang relatif lama.
Pembentukan Gaharu Secara Buatan
A Teknik Pembentukan Gaharu
Berdasarkan hasil pengamatan dan pengujian lapangan terhadap prroses
terbentuknya gaharu alami, secara biologis dimulai oleh terjadinya luka pada
batang, akibat patah percabangan, luka tersebut terinfeksi oleh penyakit dan
terakhir diketahui dari kelompok jenis jamur (fungi), hasil identifikasi dan
pemurnian terhadap isolate, sementara diketahui berasal dari jenis Fusarium sp
dan Acremantum sp sebagai penyakit pembentuk gaharu yang dominan.
Hasil uji coba dengan rekayasa perlakuan perlakukan batang melalui pengeboran,
serta infeksi penyakit melalui teknik inokulasi, diperoleh bentuk mekanisme
proses pembentukan gaharu secara buatan.
Secara ini telah dikenal teknologi sederhana untuk membentuk gaharu secara
buatan. Antara lain :
1. Melukai bagian batang pohon
Pohon jenis penghasil gaharu yang telah berumur 2 3 tahun batangnya
dilukai pada bagian kulitnya. Tindakan ini dapat dilakukan 1 2 bulan sekali.
Atau dapat juga melukai bagian cabang atau ranting pohon tersebut. Dari cara
2.
Beberapa uji coba lainnya yang dilakukan oleh Balai Penelitian dan
Pengembangan Kehutanan Kalimantan dengan inolukan padat dan cair
dengan penyuntikan di 5 lokasi antara lain : Desa Sei Merdeka, Kabupaten
Kutai Kartanegara.Desa Sebulu Tengah Kabupaten Kutai Kartanegara, Desa
Labanan Jaya, Kabupaten Berau, Desa Sekolaq Uday, Kabupaten Kutai Barat,
Desa Pelancau, Kabupaten Malinau.
Terhadap pohon A. microcarpa, A. malacensis, A. beccariana disuntik
(diinokulasi). Hasil penyuntikan setelah empat bulan dilakukan penyuntikan
pertama dengan menggunakan inokulan cair ternyata telah memberikan hasil
yang positif yaitu terdapat indikasi kuat terbentuknya gaharu. Dengan
mengambil bagian kayu yang terinfeksi dengan menggunakan pisau dan
kemudian membakarnya., ternyata hasilnya menimbulkan bau aroma gaharu.
C.
Pemanenan gaharu
1.
Panen Total
Pemanenan total produk gaharu hasil inokulasi buatan dilakukan apabila pohon
secara fisik dan fisiologis telah mati yang ditunjukan oleh menguning dan
gugurnya daun, mengeringnya kulit batang, cabang dan ranting, serta ditunjukan
oleh batang, cabang dan ranting, serta ditunjukan oleh bau harum gaharu yang
khas bila bagian terinfeksi dibakar.
Seluruh bagian pohon diambil (akar, batang, cabang, ranting), untuk kemudian
dipilah-pilah sesuai warna dan atau kualitas gaharu yang dihasilkan.
2.
Panen Berkala
Pemanenan secara berkala dilakukan melalui pemanenan bagian batang yang
terinfeksi dengan cara mengeruk lubang bor yang telah berbau harum bila dibakar,
dihasilkan bentuk prroduksi berupa serpihan dan atau bubuk. Setelah kering angin
dapat dijual dalam satuan bobot gram serta harga yang sesuai dengan kualitas.
Lubang bor yang telah dipanen sebaiknya diinokulasi ulang, untuk mendapatkan
produksi gaharu pada periode berikutnya, hingga pada akhirnya secara total pohon
akan mati dan dipanen secara total.
3.