)
UNTUK MENDUKUNG PENINGKATAN HASIL
HUTAN BUKAN KAYU (HHBK)
Rusmana
ABSTRAK
Hasil hutan bukan kayu (HHBK) banyak ragamnya, salah satunya adalah gaharu yang dihasilkan oleh
tumbuhan dari genus Aquilaria. Komoditi tersebut memiliki nilai ekonomi tinggi sehingga perlu
dibudidayakan. Ada 16 jenis dari genus tersebut yang dapat menghasilkan gaharu. Untuk mendukung
pengembangan HHBK, proses pembuatan bibit sangat penting dikuasai. Teknik produksi bibit gaharu dari
genus Aquilaria spp. mudah dilakukan dengan cara generatif, vegetatif makro (stek pucuk) dan
memanfaatkan anakan alam (wilding).
I. PENDAHULUAN
Hasil Hutan bukan kayu yang disingkat dengan sebutan HHBK berdasarkan UU 41 tentang
Kehutanan, kemudian dijelaskan dengan Permenhut (Peraturan Menteri Kehutanan) adalah hasil hutan
hayati baik hewani maupun nabati dan turunannya yang berasal dari hutan kecuali kayu (Permenhut No.
35 Tahun 2007 dalam htttp://www.dephut.go.id). Saat ini dikenal dengan HHBK unggulan yaitu, jenis hasil
hutan bukan kayu yang memiliki potensi ekonomi tinggi yang dapat dikembangkan budidaya maupun
pemanfaatannya di wilayah tertentu untuk meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat.
HHBK nabati dan turunannya (selain kayu) antara lain madu, bambu, rotan, jamur, tanaman obat,
getah-getahan, resin, minyak atsiri dan bagian yang dihasilkan tumbuhan. Sedangkan HHBK hewani dan
turunannya antara lain satwa liar dan hasil penangkarannya, satwa buru, satwa elok serta bagian atau yang
dihasilkan hewan hutan. Lebih lanjut ada juga jasa yang diperoleh dari hutan seperti jasa wisata, jasa
keindahan alam, keunikan, jasa perburuan dan jasa lainnya.
Berdasarkan uraian singkat tersebut, gaharu adalah sebuah nama tumbuhan dengan komoditi hasil
hutan bukan kayu yang muncul dari tumbuhan dari genus Aquilaria yang sejak lama menjadi perbincangan
banyak kalangan karena memiliki nilai ekonomi tinggi. Sebagai contoh gaharu dengan kelas super di pasaran
lokal Samarinda, Tarakan, dan Nunukan Provinsi Kalimantan timur mencapai harga Rp. 40.000.0000,-s/d
50.000.0000,- per kilogram, kualitas tanggung Rp. 20.000.000,-/kilogram, kualitas kacangan harga
43
Galam Volume VII Nomor 1, September 2014
Balai Penelitian Kehutanan Banjarbaru
rata-ratanya Rp. 15.000.000,-/kilogram, kualitas teri Rp. 10.000.000,- s/d 14.000.000,-/kilogram, kualitas
kemedangan Rp. 1.000.000,- s/d 4.000.000,-/kg dan kualitas suloan Rp. 75.000,-/kg (Siran dan Turjaman,
2011). Oleh sebab itu, budidaya gaharu melalui penanaman yang didahului dengan teknik pembibitannya
perlu dikembangkan.
Tumbuhan penghasil gaharu dari genus Aquilaria yang telah terdata ada sekitar 16 jenis, yaitu
(http.//www.wikipedia.org./wiki/Gaharu. diakses Juni 2013) :
1. Aquilaria subintegra, asal Thailand
2. Aquilaria crassna asal Malaysia, Thailand, dan Kamboja
3. Aquilaria malaccensis, asal Malaysia, Thailand, dan India
4. Aquilaria apiculina, asal Filippina
5. Aquilaria baillonii, asal Thailand dan Kamboja
6. Aquilaria baneonsis, asal Vietnam
7. Aquilaria beccariana, asal Indonesia
8. Aquilaria brachyantha, asal Malaysia
9. Aquilaria cumingiana, asal Indonesia dan Malaysia
10. Aquilaria filaria, asal China
11. Aquilaria grandiflora, asal China
12. Aquilaria hilata, asal Indonesia dan Malaysia
13. Aquilaria khasiana, asal India
14. Aquilaria microcarpa, asal Indonesia Malaysia
15. Aquilaria rostrata, asal Malaysia
16. Aquilaria sinensis, asal Cina
Jenis yang banyak di Kalimantan antara lain A. microcarpa, A. beccariana, A. cumingiana dan A.
malaccensis. Untuk A. malaccensis saat ini sudah sulit diperoleh karena sudah hampir punah. Menurut ahli
dendrologi Kade Sidiyasa (personal communications, 2010) menyatakan bahwa A. malaccensis di Indonesia
sangat jarang ditemukan. Bibit yang beredar dan dibudidayakan sekarang oleh masyarakat Kalimantan
kebanyakan adalah jenis A. microcarpa dan A. beccariana.
Pembibitan, penanaman dan inokulasi tumbuhan penghasil gaharu dari genus Aquilaria saat ini
cukup diminati oleh masyarakat, karena “gaharunya” menjadi harapan untuk meningkatkan ekonomi.
Untuk mendukung pengembangan budi daya gaharu, maka teknik pembibitan tumbuhan penghasil
gaharu dari genus Aquilaria sangat penting dilakukan. Banyak kejadian, karena banyak diminati,
kekurangan benih dan bibit menjadi permasalahan baru dalam budidaya gaharu ini. Oleh karena itu,
pembibitan gaharu dengan teknologi sederhana sampai mutakhir perlu diketahui oleh masyarakat.
Teknik pembuatan bibit dapat dilakukan dengan beberapa cara yaitu cara generatif
(menggunakan biji) dan vegetatif (dengan cara stek, cangkok, okulasi dan kultur jaringan) serta
menggunakan cabutan anakan alam jika benih/biji tidak tersedia. Teknik pembuatan bibit, secara garis
besar melalui beberapa tahapan kegiatan, yaitu 1) penaburan benih dan pemeliharaan taburan, 2)
pemrosesan media dan pengisian pot atau polybag, 3) penyapihan kecambah/semai, 4) pemeliharaan
semai, 5) aklimatisasi bibit , 6) seleksi dan pengepakan bibit dan 7) transportasi bibit ke lokasi tanam.
44
Teknik Produksi Bibit Gaharu (Aquilaria sp.) Untuk Mendukung Peningkatan Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK)
Rusmana
Selain itu model persemaian pun bermacam-macam yaitu persemaian konvensiaonal, persemaian
permanen dan persemaian modern. Persemaian konvensional adalah persemaian yang belum
menggunakan teknologi canggih dan keberadaan persemaian masih bersifat sementara sehingga
persemaian selalu berpindah-pindah mengikuti kedekatan lokasi penanaman dengan jumlah produksi
sedikit (< 1 juta batang). Persemaian permanen adalah persemaian yang sifatnya menetap (tidak pindah-
pindah) dan telah menggunakan teknologi maju dengan jumlah produksi lebih banyak (> 3 juta batang).
Persemaian modern adalah persemaian yang telah menggunakan teknologi sangat maju yang sifatnya
permanen (tidak pindah-pindah) dengan jumlah produksi bibit cukup banyak (> 3 juta batang).
Persemaian sangat diperlukan untuk memproduksi bibit dan mendukung kegiatan rehabilitasi lahan-
lahan kritis dan atau pembangunan hutan tanaman yang dilakukan oleh pemerintah dan swasta serta
masyarakat (Yasman, I & Yamato, M, 2007). Kondisi saat ini persemaian dengan sarana dan prasarana yang
cukup memadai telah ada di berbagai daerah. Metode persemaian yang diterapkan (persemaian permanen atau
modern) secara tidak langsung memberi petunjuk bahwa persemian tersebut dalam memproduksi bibitnya
dapat diindikasikan telah berorientasi pada segi kualitas bibit dan bukan pada segi kuantitas bibit yang
dihasilkan. Lain halnya dengan persemaian konvensioanl, produksi bibitnya biasanya masih belum berorientasi
pada segi kulaitas bibit yang dihasilkan. Namun, masih cenderung berorientasi pada kuantitas.
Banyak contoh berbagai metode persemaian yang telah dikembangkan. Seperti persemaian permanen
metode Enso-Potrays (Proyek ATA-267), persemaian metode KOFFCO (Komatsu FORDA Fog Cooling),
persemaian konvensional, kebun bibit desa (KBD) dan lain-lain. Masing-masing metode persemaian tersebut
berdasarkan pengamatan di lapangan dalam melaksanakan operasionalnya menerapkan metodenya berbeda-
beda. Karena metodenya berbeda-beda, maka sistem manajemennya pun berbeda-beda yang berlanjut pada
kualitas bibit yang dihasilkannya pun cenderung berbeda-beda pula.
Teknik produksi bibit penghasil gaharu ini akan menjelaskan teknik pembuatan/produksi bibit
cara generatif dan vegetatif makro (cara stek) dari genus Aquilaria sampai bibit siap tanam.
Tujuan teknik produksi bibit ini adalah untuk memahami dan mengerti bagi para pengguna
tentang teknik produksi bibit tumbuhan penghasil gaharu (Aquilaria sp.) sebagai komoditi kehutanan yang
masuk dalam golongan Hasil Hutan Bukan kayu (HHBK).
1. Ekstraksi benih
Ekstraksi benih adalah proses mengeluarkan biji dari buah. Ekstraksi benih gaharu dapat
dilakukan dengan cara menjemur buah di bawah sinar matahari dalam waktu 1 – 3 jam hingga buahnya
pecah sendiri. Setelah itu biji gaharu dikeringanginkan dan diseleksi. Biji yang baik (bernas dan tua)
dikumpulkan untuk segera ditabur agar tumbuh menjadi kecambah.
45
Galam Volume VII Nomor 1, September 2014
Balai Penelitian Kehutanan Banjarbaru
Gambar 1. Buah gaharu (Aquilaria microcarpa) asal Barabai, Kalsel yang sudah tua
dan siap di ekstraksi (Dok. Rusmana, 2013).
2. Penaburan benih
Benih gaharu dapat disemai langsung di polybag (ditugal) atau disemai/ditabur melalui bedeng
tabur atau bak tabur. Untuk jenis gaharu disarankan benih ditabur dalam bak tabur atau bedeng tabur
dengan tahapan sbb. :
a) Media tabur bisa menggunakan pasir sungai, pasir kuarsa atau campuran pasir dengan kompos
atau tanah subur dicampur sekam padi dengan komposisi 1 : 1.
b) Benih ditabur merata kemudian benih ditutup dengan media setebal ukuran bijinya (biji gaharu
tebalnya 3-4 mm) sehingga tebal media penutup taburan sekitar 3 – 4 mm.
c) Penaburan benih dilakukan dalam bak tabur dan disimpan dalam greenhouse. Namun bisa juga
dengan cara sederhana yaitu ditabur dalam bedeng tabur dengan menggunakan sungkup plastik
di bawah naungan atap daun (atap rumbia, alang-alang dll.) atau di bawah pohon (intensitas
cahaya relatif sekitar 30-40%).
Gambar 2. Contoh bak tabur dan bedeng tabur untuk penaburan benih gaharu (Rusmana, 2012).
46
Teknik Produksi Bibit Gaharu (Aquilaria sp.) Untuk Mendukung Peningkatan Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK)
Rusmana
• Jangan sesekali biji gaharu dijemur sampai kering, karena bijinya tergolong recalsitran (tidak bisa
disimpan lama dan tidak bisa dikeringkan bijinya).
Media tabur benih yang baik harus memenuhi syarat sebagai berikut :
1) Bisa mempertahankan kelembaban media cukup lama dan media harus baik aerasi dan
drainasenya agar kelembaban, temperatur dan sirkulasi udara dalam media cukup baik.
2) Media harus steril dari golongan hama dan penyakit agar kecambah tidak mudah terserang
penyakit.
3) Jenis media tabur yang digunakan, mudah diperoleh. Hal tersebut agar proses mendapatkan
media tidak sulit.
Berdasarkan penelitian dan pengalaman diinformasikan bahwa media tabur biji gaharu yang baik
adalah pasir sungai dan pasir dicampur kompos dengan komposisi 1 : 1, (Rayan, 2006). Media pasir mudah
diperoleh demikian juga kompos saat ini banyak diperdagangkan di kios-kios sarana produksi (saprodi)
pertanian/perkebunan/tanaman hias.
Untuk mendapatkan keberhasilan benih berkecambah baik, taburan benih harus dipelihara setiap
hari. Pemeliharaan taburan meliputi :
1) Penyiraman taburan dilakukan 3 kali sehari (sekitar pukul 8.00; 12.00 dan 16.00) jika tidak ada
hujan. Penyiraman jangan berlebihan (terlalu basah) dan jangan kekurangan (terjadi kekeringan).
2) Penyemprotan dengan fungisida untuk pengendalian jamur (fungisida bahan aktif benomil atau
sejenisnya), dilakukan 1 kali/minggu. Konsentrasi larutan 5 gram/liter air.
3) Penyemprotan dengan insektisida untuk pengendalian hama serangga. Dilakukan setiap 1
minggu/ sekali. Konsentrasi larutan 5 cc Basudin/liter air.
Media yang telah dicampur sesuai dengan komposisi tersebut di atas, kemudian diisikan pada pot
atau polybag. Setelah itu pot atau polybag disusun dalam greenhouse atau areal naungan dengan
intensiatas cahaya antara 50 – 70% di persemaian (tergantung sifat jenis bibit). Penyusunan pot/polybag di
areal naungan bisa dalam bentuk bedengan – bedengan. Ukuran bedengan di areal naungan yang umum
47
Galam Volume VII Nomor 1, September 2014
Balai Penelitian Kehutanan Banjarbaru
Gambar 3. Contoh pengisian polybag dan penyusunannnya dalam bedengan (Rusmana, 2012)
Kaitannya dengan pot atau polybag sebagai wadah pertumbuhan bibit di persemaian dapat
menggunakan pot-tryas tipe 45 (standar ATA-267), pot-trays KOFFCO (tipe tunggal 45 dan 15), dan polybag
ukuran 12/17 cm. Selain itu dapat juga menggunakan limbah plastik seperti bekas kemasan “minuman gelas”
4. Penyapihan
Kegiatan penyapihan adalah memindahkan benih yang baru berkecambah dari bedeng tabur ke
polybag yang telah terisi dengan media. Pekerjaan ini perlu ketelatenan dan kehati-hatian mengingat bibit yang
dipindahkan sangat muda dan mudah patah batangnya. Benih yang berkecambah akan membentuk satu atau
dua pasang daun baru yang masih muda dan lemah. Waktu yang tepat untuk dilakukan penyapihan adalah
ketika kecambah telah sempurna berkecambah dan akarnya telah membentuk bulu akar halus dan daunnya
cukup kuat untuk tidak rusak saat dipindahkan. Gunakan kayu atau alat tusuk yang runcing untuk membuat
lubang sapihan pada media, dan kemudian satu persatu bibit kecambah dipindahkan dan kemudian tanahnya
dipadatkan secukupnya. Lakukan penyiraman segera setelah dipindahkan ke polybag, dan jaga kelembaban
pada awal-awal penyapihan bibit. Ilustrasi penyapihan disampaikan dalam Gambar 4.
Gambar 4. Penyapihan pada wadah polybag dengan menggunakan media pertumbuhan topsoil +
sekam padi (1 : 1). Penyapihan seperti ini dapat dilakukan untuk jenis gaharu. (Rusmana, 2012).
5. Pemeliharaan bibit
Pemeliharaan bibit meliputi penyiraman, penyulaman bibit yang mati, pemupukan, pemangkasan
akar, penyiangan dan pengendalian hama penyakit. Penjelasan ringkas pemeliharaan bibit adalah sebagai
berikut:
48
Teknik Produksi Bibit Gaharu (Aquilaria sp.) Untuk Mendukung Peningkatan Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK)
Rusmana
a. Penyiraman
Penyiraman bibit dilakukan sedikitnya 2 kali sehari (pagi pukul 09.00 dan sore hari pukul 16.00).
Jika kondisi cuaca terlalu panas, penyiraman bisa lebih sering dilakukan setiap harinya.
b. Penyulaman
Setelah dilakukan penyapihan kadang kala banyak bibit yang mati. Bibit yang mati tersebut perlu
disulam dengan kecambah yang baru dan sehat. Untuk melakukan penyulaman harus dengan
jenis yang sama dan tidak terlalu jauh jeda umurnya. Penyulaman sebaiknya dilakukan setelah 2
minggu dilakukan penyapihan agar pertumbuhan bibit tidak terlalu berbeda, sehingga nantinya
bibit siap tanam bisa seragam pertumbuhannya.
c. Pemupukan
Pemupukan bibit di persemaian perlu dilakukan. Hal tersebut dilakukan agar pertumbuhan bibit
cukup baik dan cepat pertumbuhannya. Dosis pupuk yang diberikan harus disesuaikan dengan
kondisi bibit dan kondisi umurnya. Berikut tahapan dosis bibit yang diperlukan untuk beberapa
jenis tanaman kehutanan yang memberikan respon pertumbuhan bibit cukup baik (Tabel 1).
Tabel 1. Pengaturan dosis pupuk NPK (15:15:15) berdasarkan umur bibit di persemaian selama 4 bulan
49
Galam Volume VII Nomor 1, September 2014
Balai Penelitian Kehutanan Banjarbaru
21 5 300
s/d ... ...
32 ... 355 Jumlah pupuk yang diberikan sampai bibit umur 8 bulan (32 minggu).
Beberapa catatan penting pada pemupukan bibit (Rusmana, 2012; Supriadi dan valii, 1988) :
1) Jika kondisi media kering, maka sebelum dilakukan pemupukan media harus disiram dahulu
agar media basah.
2) Setelah melakukan pemupukan, bibit harus disiram air bersih (dibilas) agar larutan pupuk
yang menempel di daun tercuci.
3) Waktu pemupukan dilakukan pada pagi hari (< puluk 10.00) atau sore hari (> pukul 15.00)
4) jika akan turun hujan sebaiknya jangan dilakukan pemupukan, karena pupuk yang ada pada media
bibit akan tercuci kembali oleh air hujan. Setelah hujan reda baru dilakukan pemupukan.
5) Pemupukan bibit gaharu dilakukan sampai tanaman berumur 8 bulan (32 minggu) dengan
dosis 5 gram/m2 sejak umur 20 minggu. Frekuensi pemupukan dilakukan 2 minggu sekali.
d. Penyiangan
Penyiangan adalah pemberantasan gulma yang tumbuh dalam pot/polybag serta di dalam
bedengan atau lokasi persemaian. Penyiangan bisa dilakukan setiap 2 minggu sekali atau sebulan
sekali. Penyiangan dapat dilakukan dengan dua cara yaitu cara manual (dicabut rumputnya) atau
dengan cara kimiawi yaitu dengan menyemprotkan herbisida pada rumput-rumput yang tumbuh.
e. Pemangkasan akar
Pemangkasan akar dimaksud adalah pemangkasan akar yang tumbuh keluar dari pot/polybag
yang bertujuan agar akar bibit tidak berkembang di luar pot/polybag dan pertumbuhan bibit bisa
dimonitor bahkan bisa diatur pertumbuhannya.
50
Teknik Produksi Bibit Gaharu (Aquilaria sp.) Untuk Mendukung Peningkatan Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK)
Rusmana
Beberapa jenis tanaman hutan mulai dipangkas akar pada saat akar mulai tumbuh keluar dari pot/
polybag (sekitar umur 1-2 bulan setelah sapih). Selanjutnya akar bibit dipangkas akarnya setiap
satu bulan sekali hingga bibit siap tanam. Demikian pula pada bibit sudah siap tanam, sekitar 2
minggu akan diangkut ke lapangan, pemangkasan akar perlu dilakukan agar bibit tersebut tidak
stres seperti daun dan pucuknya layu, daun rontok saat pengangkutannya ke lapangan. Selain itu
bibit, setelah ditanam di lapangan tidak akan mudah stres. Hal tersebut karena akar yang sudah
tembus ke tanah terputus sehingga proses penyerapan air dan unsur hara yang sedang berjalan
terganggu.
Penyiraman pada bibit yang dipangkas akarnya lebih banyak volume dan frekuensinya dari biasanya.
Hal ini dimaksudkan bibit tersebut tidak mengalami stres yang panjang. Biasanya, setelah 3 – 5 hari
pemangkasan akar, bibit kembali normal. Artinya bibit sudah beradaptasi kembali seperti semula.
Gambar 5. Ilustrasi pemangkasan akar bibit yang keluar dari pot/polybag . Pemangkasan akar
sebaiknya dilakukan satu kali setiap bulan. (Sumber : Rusmana, 2012).
51
Galam Volume VII Nomor 1, September 2014
Balai Penelitian Kehutanan Banjarbaru
Hama dan penyakit dapat saja muncul di persemaian secara tiba-tiba tanpa gejala yang umum
dijumpai terlebih dahulu. Hal ini sangat mungkin mengingat di persemaian akan tumbuh tanaman
sejenis atau beberapa jenis dalam jumlah yang banyak dan merupakan sumber makanan bagi
hama, atau penyakit. Hama dan penyakit juga dapat menyerang karena introduksi jenis-jenis baru
di lokasi persemaian. Oleh karena itu pengamatan hama dan penyakit di persemaian harus
dilakukan dengan seksama dan terus menerus. Apabila serangan hama dan atau penyakit
menimpa bibit-bibit di persemaian maka harus diambil langkah-langkah segera untuk mencegah
penularan yang lebih jauh. Langkah pertama dengan segera memusnahkan hama atau penyakit
tersebut baik dengan pestisida, fungisida, dan atau lainnya. Segara konsultasikan dengan ahli
hama dan penyakit segera begitu tindakan pertama yang sifatnya darurat telah dilakukan sendiri
oleh petugas persemaian. Keterlambatan penanganan hama yang penyakit di persemaian dapat
merusak atau memusnahkan seluruh bibit yang ada di persemaian. Oleh karena itu perlu kesiapan
dan kecepatan penanganan bila gejala hama dan penyakit muncul di persemaian.
Untuk pengendalian dan pemberantasan hama atau penyakit bisa menggunakan oabat dari
bahan nabati dan obat/racun bahan kimia. Misalnya pestisida digunakan jika serangan hama dan
penyakit benar-benar telah mengkhawatirkan. Penggunaan pestisida yang tidak semestinya
dapat berdampak negatif terhadap pertumbuhan bibit lainnya yang tidak terserang hama dan
penyakit, karena pestisida dapat juga mematikan mikroorganisme yang bersimbiosa dengan bibit
di persemaian. Beberapa kelompok pestisida dan sasaran penggunaannya di persemaian seperti
pada Tabel 2.
Tabel 2. Beberapa jenis pestisida dan sasaran penggunaan terhadap penyebab hama dan penyakit
Hama yang biasa dijumpai di persemaian adalah hama-hama yang menyerang bibit, akan tetapi
hama juga dapat menyerang buah/biji yang disimpan atau sedang disemaikan. Adapun hama-
hama yang umum di persemaian tersebut dibagi dalam kelompok sebagai berikut:
1) Penggerek batang, seperti kepik dan ulat pengerek bibit mahoni
2) Pemakan daun, seperti ulat grayak atau ulat karung atau ulat daun dan bekicot.
3) Pemakan atau penggerek akar, seperti ambatar dan rayap
4) Binatang pengerat seperti tikus atau tupai.
52
Teknik Produksi Bibit Gaharu (Aquilaria sp.) Untuk Mendukung Peningkatan Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK)
Rusmana
Beberapa macam penyakit yang sering menyerang semai atau bibit di persemaian antara lain :
53
Galam Volume VII Nomor 1, September 2014
Balai Penelitian Kehutanan Banjarbaru
akan muncul seperti tunas baru di bawah pucuk tersebut. Kulit batang pucuk yang mati berwarna
coklat tua dan batas dengan bagian kulit sehat sangat jelas.
- Penyakit tumor
Terdiri dari dua yaitu tumor ketiak daun, dengan gejala berupa munculnya tunas-tunas bergerombol di
ketiak daun. Tunas-tunas ini tumbuh tidak normal dan mengakibatkan bibit menjadi kerdil. Yang
kedua, tumor pucuk dengan gejala pucuk tumbuh tidak normal membentuk semacam buah, yang
kemudian berubah warna jadi coklat dan mengering. Penyebabnya adalah virus atau bakteri, atau
infeksi oleh gigitan serangga yang mengakibatkan tanaman mengeluarkan zat anti yang menyebabkan
perubahan metabolisme pucuk sehingga tumbuh menjadi tidak normal.
6. Aklimatisasi bibit
Aklimatisasi adalah kegiatan penyesuaian bibit dengan kondisi iklim yang baru (iklim mikro di
persemaian). Kegiatan ini antara lain bibit pada umur tertentu (umur 2 bulan) dari areal naungan dipindah ke
tempat terbuka tanpa ada naungan, penjarangan bibit dalam bedengan dan lain-lain. Kegiatan aklimatisasi
bertujuan agar bibit bisa beradaptasi pada kondisi lapangan yang baru. Dalam hal ini, karena lokasi tanam
kondisinya terbuka dan panas, maka bibit di persemaian dikondisikan ditempatkan pada kondisi lebih panas
(tanpa naungan atau areal terbuka). Proses tersebut akan mengakibatkan lignifikasi batang dan pengerasan/
penebalan daun-daun bibit lebih cepat sehingga kekokohan bibit akan cepat tercapai.
8. Trasportasi bibit
Bibit yang telah dipak kemudian disusun rapi di persemaian untuk siap diangkut ke lapangan.
Pengangkutan bibit biasanya menggunakan kendaraan mobil pickup atau truk. Bibit sebelum diangkut
harus disiram secukupnya agar tidak terjadi kekeringan selama dalam pengangkutan. Pengangkutan bibit
ini merupakan tanggung jawab orang penanaman dan bukan menjadi kegiatan pokok orang persemaian.
54
Teknik Produksi Bibit Gaharu (Aquilaria sp.) Untuk Mendukung Peningkatan Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK)
Rusmana
b. Pengumpulan anakan
Peralatan uatama yang harus disiapkan antara lain tali, parang, gunting stek, kardus atau storefoam,
karung, koran atau kain dan alat tulis menulis. Pengumpulan anakan alam gaharu menjadi prioritas
adalah yang paling kecil (tinggi < 10 cm). Jika ukuran anakan kecil tidak ada, dapat mengumpulkan
anakan alam yang lebih besar (tinggi > 10 - < 50 cm). Untuk harga anakan gaharu di Kalimantan Selatan
tahun 2011 dengan kondisi anakan tinggi 10 – 15 cm adalah Rp. 150 – 200,-/anakan.
Cabutan anakan gaharu berdaun 4 - 5 dan tingginya sekitar 10 - 15 cm dalam kardus berukuran 30
x 40 x 50 cm dapat menampung antara 2.500 – 3.000 batang. Kondisi dalam kardus harus tetap
lembab ( sekitar 90%) dan dingin/suhu kamar (suhu < 35 0C) dalam pengangkutan dan diletakkan
55
Galam Volume VII Nomor 1, September 2014
Balai Penelitian Kehutanan Banjarbaru
dalam ruang kondisi dingin (jangan dipanaskan). Agar tidak panas dalam kardus, maka kardus
pengepak bibit harus dilubangi seperti gambar berikut.
Gambar 7. Hasil pengepakan bibit cabutan anakan alam gaharau dengan kardus.
Hal tersebut sama dengan teknik pengepakan cabutan anakan alam jenis meranti
(Yasman & Smith, 1986).
56
Teknik Produksi Bibit Gaharu (Aquilaria sp.) Untuk Mendukung Peningkatan Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK)
Rusmana
Ilustrasi pengisian polybag/pot dan penyusunannya dalam sungkup plastik disampaikan dalam
gambar berikut.
57
Galam Volume VII Nomor 1, September 2014
Balai Penelitian Kehutanan Banjarbaru
58
Teknik Produksi Bibit Gaharu (Aquilaria sp.) Untuk Mendukung Peningkatan Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK)
Rusmana
A. Salah satu bentuk kebun pangkasan B. Bibit pangkasan bergulir (Sakai &
bedengan jenis meranti, dapat diadopsi Subiakto, 2007). Untuk Aquilaria spp. dapat
pada jenis Aquilaria spp. pula diaplikasikan pada sistem bergulir ini.
Gambar 11. Kebun pangkasan bedengan (A) dan ilustrasi pengambilan bahan stek dari
bibit pangkasan bergulir (B).
59
Galam Volume VII Nomor 1, September 2014
Balai Penelitian Kehutanan Banjarbaru
Sistim bibit pangkasan bergulir terdapat beberapa keunggulan (Sakai & Subikato, 2007) :
1) Tidak memerlukan kebun pangkasan
2) Menjamin bahan stek, tunas juvenil
3) Produktifitas persatuan luas, tinggi
4) Setelah dipangkas, bibit dapat ditanam di lapangan
5) Mengurangi biaya operasional
60
Teknik Produksi Bibit Gaharu (Aquilaria sp.) Untuk Mendukung Peningkatan Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK)
Rusmana
Gambar 12. Ilusrasi pembuatan bibit cara stek metode KOFFCO BPK
Banjarbaru (Rusmana & Setyo Wahyuningtyas, 2006)
Gambar 13. Penampilan bibit stek gaharu (Aquilaria microcarpa) umur 1,5 bulan.
Keberhasilan pembuatan bibit stek gaharu mencapai 65-70% (Rusmana dan Santosa, 2013)
4. Pemeliharaan bibit
Tahapan pemeliharaan bibit stek adalah sebagai berikut :
a. Penyiraman
Penyiraman bibit bertujuan untuk memberikan keperluan tanaman akan air agar tidak terjadi
kekurangan air dalam proses pertumbuhannya. Penyiraman dilakukan 2 – 3 kali sehari atau sesuai
kondisi cuaca.
61
Galam Volume VII Nomor 1, September 2014
Balai Penelitian Kehutanan Banjarbaru
b. Pemupukan
Pemupukan bertujuan untuk memberikan tambahan unsur hara yang diperlukan untuk
pertumbuhan tanaman, sehingga bibit tumbuh dengan normal. Jenis pupuk yang digunakan
sebaiknya jenis pupuk lengkap seperti NPK. Dosis pupuk yang diberikan disesuaikan dengan umur
bibit, artinya bibit makin bertambah umurnya, dosis pupuknya pun makin bertambah. Besarnya
dosis pupuk khusus untuk jenis gaharu belum diketahui. Namun dengan dosis pupuk NPK sebesar
10 – 15 gram/m2 yang diberikan dalam bentuk larutan dengan frekuensi 2 kali/minggu
menunjukkan pertumbuhan bibit yang baik.
c. Pengendalian gulma
Pengendalian gulma dilakukan apabila gulma telah tumbuh dalam bedengan-bedengan di
persemaian. Untuk mempermudah pelaksanaan, pemberantasan atau pengendalian gulma dapat
dilakukan sekali setiap bulan. Pemeberantasan gulma bisa dilakukan dengan cara manual yaitu
gulma-gulma pengganggu dicabut atau dibersihkan dengan alat cangkul hingga bersih. Namun
bisa juga pemberantasan/pengendalian gulma dilakukan dengan cara kimiawi yaitu dengan cara
disemprot gulma tersebut dengan herbisida seperti roundup (sistemik), gramoxon (non sistemik)
atau sejenisnya.
Pengendalian gulma bertujuan untuk menghindari persaingan pengambilan unsur hara dalam
tanah atau pot yang tumbuh bersamaan dengan bibit. Selain itu bertujuan untuk menghindari
tempat bersarangnya hama atau penyakit yang akan merugikan atau merusak pertumbuhan bibit
dan sebagai nilai estetika suatu persemaian.
d. Pemangkasan akar
Pemangkasan akar dilakukan setiap bulan sekali. Pemangkasan akar bibit terakhir dilakukan yaitu
pada saat 2 minggu lagi bibit akan diseleksi dan dipak untuk diangkut ke lokasi penanaman
(Supriadi dan Vallii, 1988; Rusmana, 2012 Rusmana dan santosa, 2013).
Pemangkasan akar ditujukan terhadap akar-akar bibit yang keluar dari polybag/potnya.
Pemangkasan akar bertujuan untuk menghindari pertumbuhan akar-akar bibit menembus ke
dalam tanah di luar pot yang akan mengakibatkan pertumbuhan bibit tak terkendali dan akan
mengakibatkan kerusakan bibit pada saat bibit akan diangkut ke lokasi penanaman.
Pemangkasan akar dapat dilakukan bersamaan dengan pengendalian gulma dan sekaligus
menyeleksi bibit-bibit yang mati dalam polybag/pot.
62
Teknik Produksi Bibit Gaharu (Aquilaria sp.) Untuk Mendukung Peningkatan Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK)
Rusmana
Kelas
kekompakan Uraian/pengertian Keterangan
media
Bila bibit dicabut dari potnya/ polybag, media dan akar
Utuh membentuk gumpalan yang kompak, padat dan utuh Pilihan utama
100%
Bila bibit dicabut dari potnya/ polybag, terdapat bagian
Retak media yang retak dan media yang terikat/menempel pada Pilihan kedua
akar bibit > 70%.
Bila bibit dicabut dari potnya/ polybag, terdapat bagian Belum siap tanam dan
Patah media yang retak dan patah mengelilingi media terbelah perlu pemeli-haraan lagi di
dua media yang menempel pada akar 50% - 70%. per-semaian
Bila bibit dicabut dari potnya/ polybag, terdapat bagian Belum siap tanam dan
Lepas perlu pemeli-haraan lagi di
media yang menempel pada akar < 30%.
per-semaian
5) Jumlah daun minimal 8 helai atau 50% – 70% dari total tinggi bibit ditempati daun (tergantung
jenis).
Seleksi dan pengujian bibit siap tanam dilakukan dengan cara sample (contoh bibit) dari
bedengan-bedengan bibit di persemaian yang telah cukup umurnya (siap tanam). Teknik
pengambilan sample dilakukan dengan cara sistematis yang diawali dengan cara acak (sistematik
random sampling with start) ( Ditjen RLPS, 2004).
Kunci keberhasilan pembiakan tanaman secara stek adalah 1) media tumbuh steril, 2) kondisi
bahan stek juvenil, 3) kelembaban udara tinggi (> 90%) dan tenperatur udara ( < 32 0 C) dan
intesitas cahaya antara 30 – 40% (4.000 lux - < 10.000 lux) pada masa stek belum berakar.
III. PENUTUP
Tumbuhan penghasil gaharu dari jenis Aquilaria microcarpa dan Aquilari malaccensis sebagai
komoditi Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK), produksi bibitnya dapat dilakukan secara generatif (dengan biji)
dan vegetatif (stek pucuk) atau sistem cabutan anakan alam. Materi untuk bahan stek pucuk dapat
dilakukan dengan pembangunan kebun pangkasan pola bedengan atau metode kebun pangkasan bergulir
63
Galam Volume VII Nomor 1, September 2014
Balai Penelitian Kehutanan Banjarbaru
seperti pada pembangunan kebun pangkasan jenis meranti yang sudah banyak di lakukan di beberapa
instansi lingkup Litbang Kehutanan dan perusahaan swasta di bebeberapa daerah.
Jenis gaharu termasuk yang mudah dibiakkan dengan cara generatif, vegetatif dan cabutan
anakan alam. Untuk media tabur biji yang baik, dapat menggunakan media pasir sungai.Media sapih bibit
dapat menggunakan gambut + sekam padi dengan komposisi 70% : 30% dan tanah + sekam padi dengan
komposisi 1 : 1.
DAFTAR PUSTAKA
Direktorat Jenderal Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan Sosial. 2003. Kebijakan Penyelenggaraan Gerakan
Rehabilitasi Hutan dan Lahan. Departemen Kehutanan. Jakarta.
Rayan. 2006. Siran, S. A dan Jullitay N. (edt.). Perlakuan media kecambah terhadap benih tumbuhan
penghasil gaharu (Aquilaria microcarpa) di persemaian BP2KK Samarinda. Membangun Kembali
Hutan Kalimantan Melalui Hasil-Hasil Penelitian.
Rusmana. 2005. Teknik produksi bibit sistem KOFFCO. Alih Teknologi Persemaian Metode KOFFCO. Balai
Penelitian dan Pengembangan Hutan Tanaman Indonesia bagian Timur, Banjarbaru.
Rusmana. 2007. Teknik produksi bibit jenis-jenis pohon rawa gambut secara generatif dan vegetatif. Alih
Teknologi Pembangunan Hutan Rakyat Sistem Agroforestry. Balai Penelitian Kehutanan
Banjarbaru.
Rusmana. 2009. Manajemen persemaian. Materi pelatihan SILIN kerjasama Balai Besar Penelitian
Dipterokarpa Samarinda dengan Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Barito Utara.
Rusmana, Beny Rakhmanto, Budi Hermawan dan Arif Susianto. 2012. Teknik persemaian dan produksi
bibit. AlihTeknologi Rehabilitasi Hutan dan Lahan. Balai Penelitian Kehutanan Banjarbaru.
Rusmana. 2012. Hadi T.S.; Savitri, E., dan Suryanto (edt.). Teknik Pembuatan Bibit Balangeran (Shorea
balangeran)
Rusmana dan Santosa,P.B. 2013. Teknik produksi bibit tanaman penghasil gaharu (Aquilaria sp.). Materi
Alih Teknologi 2013 BPK Banjarbaru di Kandangan, Kabupaten Hulu Sungai Selatan.
Sakai, Ch. & Subiakto. A. 2007. Pembiakan vegetatif sistem KOFFCO. Alih Teknologi Persemaian KOFFCO.
Balai Penelitian dan Pengembangan Hutan Tanaman Indonesia Bagian Timur, Banjarbaru.
Sagala, APS. 1988. Persemaian Permanen di Beberapa Tempat. Balai Teknologi Reboisasi Banjarbaru.
Publikasi No. 28
Santosa, P.B & Yuwati, T.W. 2004. Seleksi dan pengepakan bibit. Materi Alih Teknologi Persemaian Sistem
KOFFCO. Balai Penelitian dan pengembangan Hutan Tanaman Indonesia Bagian Timur,
Banjarbaru (tidak diterbitkan).
Supriadi G & Vallii, I. 1988. Manual Persemaian ATA- 267. Balai Teknologi Reboisasi Banjarbaru.
Penerbitan No. 52.
Siran, A.S. & Turjaman, M. 2011 (Edt.). Pengembangan Teknologi Produksi Gaharu Berbasis
Pemberdayaan Masyarakat. Edisis Khusus. Pp. 236.
http ://www. Wikipedie.org./wiki/Gaharu. Tumbuhan Penghasil Gaharu. Diakses Juni 2013.
http://www. Dephut.go.id. Peraturan Menteri Kehutanan. UU. 41 Kehutanan. Diakses juni 2013.
64
Teknik Produksi Bibit Gaharu (Aquilaria sp.) Untuk Mendukung Peningkatan Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK)
Rusmana
Yasman, I & Hernawan (Edt.). 1986. Prijati, A, Leppe D, Mardji Dj, Anshari F, Tolkamp G.W., Hendromono,
Yasman I, Sidiyasa K, Noor M, Omon M, Ngatiman, Rayan, Effendi R, Rukmantara (Kontrib.)
Manual Persemaian Dipterocarpaceae. Departemen Kehutanan. Badan Litbang Kehutanan,
Tropenbos International, SFMP-GTZ, APHI, IFSP-DANIDA, Alterra – Green World Research. PT.
Inhutani I. Jakarta.
Yasman, I & Yamato, M, 2007. Manual Pengelolaan Persemaian. ITTO Project PD. 271. Dinas Kehutanan
Kabupaten. Ciamis.
Yasman, I & Smts, W.T.M. 1996. Pedoman sistim cabutan dipterocarpaceae. Balai Penelitian Kehutanan
Samarinda. Pp. 36.
65