Anda di halaman 1dari 15

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA
A. ASMA BRONKHIAL
1. DEFINISI
Asma adalah gangguan inflamasi kronik saluran napas yang melibatkan
banyak
sel dan elemennya.
Inflamasi kronik menyebabkan peningkatan
hiperresponsif jalan napas yang menimbulkan gejala episodik berulang berupa
mengi, sesak napas, dada terasa berat dan batuk-batuk terutama pada malam hari
atau dini hari. Episodik tersebut berhubungan dengan obstruksi jalan napas yang
luas, bervariasi dan seringkali bersifat reversibel dengan atau tanpa pengobatan
(Pedoman diagnosis dan penatalaksanaan di Indonesia, 2004). Asma adalah suatu
kelainan berupa inflamasi (peradangan) kronik saluran
napas yang
menyebabkan hipereaktivitas bronkus terhadap berbagai rangsangan yang ditandai
dengan gejala episodik berulang berupa mengi, batuk, sesak napas dan rasa berat di
dada terutama pada malam dan atau dini hari yang umumnya bersifat reversibel
baik dengan atau tanpa pengobatan (Keputusan menteri kesehatan republik
indonesia nomor 1023/menkes/sk/xi/2008).
Secara khas, sebagian besar serangan berlangsung singkat selama
beberapa menit hingga beberapa jam setelah itu, pasien tampak mengalami
kesembuhan klinik yang total. Namun demikian, ada suatu fase ketika pasien
mengalami obstruksi jalan napas dengan derajat tertentu setiap harinya. Fase ini
dapat ringan dengan atau tanpa disertai episode yang berat atau yang lebih serius
lagi, dengan obstruksi hebat yang berlangsung selama berhari-hari atau
berminggu-minggu. Keadaan semacam ini dikenal sebagai status asmatikus. Pada
beberapa keadaan yang jarang ditemui, serangan asma yang akut dapat
berakhir dengan kematian.
2. FAKTOR-FAKTOR PENCETUS
a. Infeksi virus
Infesi virus merupakan faktor pencetus yang panting untuktimbulnya serangan
asma. Hal ini disebabkan oleh kerusakansel mukosa atau seeara tidak langsung
sebagai akibat berbagairekasi karena terlepasnya mediator kimia.
b. Alergen makanan
Pada anak yang agak besar serangan asma jarang sekalidiecetuskan oleh alergen
makanan. Alergen makanan sebagaifaktor peneetus hanya penting pada masa
bayi. Sensitivitasterhadap makanan seringkali menghilang dengan bertambahnya
umur.
c. Alergen hirup
Tungau debu rumah yang terdapat dalam debu rumahmerupakan alergen hidup
yang terpenting. Penghindarannyaagak sulit oleh karena perlu usaha yang terus

menerus danmemerlukan ketekunan. Oleh karena seorang anak menghabiskan


sebagian besar waktunya di kamar tidur, maka harusdiusahakan agar kamar tidur
dapat bebas dari debu rumah.Sekarang di Indonesia sudah dipasarkan obat yang
dapat membunuh tungau debu rumah. Alergen lain yang penting juga adalahbulu
binatang. Bilamana ada seorang anak menderita asmamaka sebaiknya dianjurkan
untuk tidak memelihara anjing atau kucing di dalam rumah.
d. Bahan iritan
Oleh karena dasar utama dari penyakit asma adalah reaksihiperreaktivitas
bronkus, maka semua bahan iritan baik yangbersifat spesidik (alergen) maupun
yang bersifat tidak spesifikdapat meneetuskan serangan asma. Bahan iritan
tersebut dapatberupa asal obat nyamuk, asap rokok, obat semprot rambut,minyak
wangi, bau bahan-bahan kimia, air dingi/es, udara dingindll.Di antara semua
bahan yang bersifat iritan aspesifik tersebutyang paling berbahaya adalah asap
rokok. Terdapat bukti yangjelas bahwa asap rokok dapat menurunkan fungsi
paru. Jadipenghindaran terhadap asap rokok adalah sangat penting.
e. Olah raga
Latihan olah raga yang terlalu berat dapat menimbulkanserangan asma pada
sebagian besar penderita, sedangkan latihanjasmani sangat diperlukan oleh anak
asma untuk menambahkepereayaannya pad diri sendiri dan juga untuk
meningkatkandaya tahan tubuhnya terhadap rangsangan yang dapat mencetuskan
serangan asma. Latihan senam pernafasanmisalnya, selain bermanfaat untuk
meningkatkan kekuatan tubuh seeara umum, juga mempunyai tujuan khusus
yaknimemperkuat otot-otot pernafasan dan mengatur irama pernafasan sehingga
pada akhirnya akan terjadi peningkatan fungsiparu. Pada dasarnya anak asma
tidak dilarang untuk melakukanolah raga apapun, baik yang bersifat hobi
maupun yang bersifatkompetitif.Semua kegiatan olah raga tersebut dapat
dilakukan di luarserangan dan disesuaikan dengan kekuatan dan ketahanan
masing-masing anak. Latihan olah raga hams dilakukan secarateratur, dan sedikit
demi sedikit porsinya dapat ditingkatkan.Untuk mengurangi kemungkinan
terjadinya exercise inducedasthma maka sebaiknya melakukan pemanasan dulu
sebelummelakukan latihan fisik yang berat dan kalau perlu memakai
obatsebelumnya. Latihan olah raga yang terbaik adalah berenang,karena olah
raga ini dapat meningkatkan ketahanan safar otonomdan juga dapat memperkuat
otot-otot pernafasan
f. Faktor emosi
Gangguan emosi dapat mengakibatkan terjadinya bronkokonstriksi, hal ini
diduga terjadi melalui aktivitas jalur parasimpatis.
3. PATOFISIOLOGI
Asma ditandai dengan kontraksi spastic dari otot polos bronkhiolus yang
menyebabkan sukar bernapas. Penyebab yang umum adalah hipersensitivitas
bronkhiolus terhadap benda-benda asing di udara. Reaksi yang timbul pada asma
tipe alergi diduga terjadi dengan cara sebagai berikut : seorang yang alergi
mempunyai kecenderungan untuk membentuk sejumlah antibody Ig E abnormal

dalam jumlah besar dan antibodi ini menyebabkan reaksi alergi bila reaksi dengan
antigen spesifikasinya. (Tanjung, 2003)
Pada asma, antibody ini terutama melekat pada sel mast yang terdapat
pada interstisial paru yang berhubungan erat dengan brokhiolus dan bronkhus
kecil. Bila seseorang menghirup alergen maka antibody Ig E orang tersebut
meningkat, alergen bereaksi dengan antibodi yang telah terlekat pada sel mast dan
menyebabkan sel ini akan mengeluarkan berbagai macam zat, diantaranya
histamin, zat anafilaksis yang bereaksi lambat (yang merupakan leukotrient),
faktor kemotaktik eosinofilik dan bradikinin. Efek gabungan dari semua faktorfaktor ini akan menghasilkan edema lokal pada dinding bronkhioulus kecil
maupun sekresi mucus yang kental dalam lumen bronkhioulus dan spasme otot
polos bronkhiolus sehingga menyebabkan tahanan saluran napas menjadi sangat
meningkat. (Tanjung, 2003)
Pada asma, diameter bronkiolus lebih berkurang selama ekspirasi daripada
selama inspirasi karena peningkatan tekanan dalam paru selama eksirasi paksa
menekan bagian luar bronkiolus. Karena bronkiolus sudah tersumbat sebagian,
maka sumbatan selanjutnya adalah akibat dari tekanan eksternal yang
menimbulkan obstruksi berat terutama selama ekspirasi. Pada penderita asma
biasanya dapat melakukan inspirasi dengan baik dan adekuat, tetapi sekali-kali
melakukan ekspirasi. Hal ini menyebabkan dispnea. Kapasitas residu fungsional
dan volume residu paru menjadi sangat meningkat selama serangan asma akibat
kesukaran mengeluarkan udara ekspirasi dari paru. Hal ini bisa menyebabkan
barrel chest. (Tanjung, 2003)
4. GEJALA KLINIS
Keluhan utama penderita asma ialah sesak napas mendadak, disertai fase
inspirasi yang lebih pendek dibandingkan dengan fase ekspirasi, dan diikuti bunyi
mengi (wheezing), batuk yang disertai serangn napas yang kumat-kumatan. Pada
beberapa penderita asma, keluhan tersebut dapat ringan, sedang atau berat dan
sesak napas penderita timbul mendadak, dirasakan makin lama makin meningkat
atau tiba-tiba menjadi lebih berat. (Medicafarma,2008) Wheezing terutama
terdengar saat ekspirasi. Berat ringannya wheezing tergantung cepat atau
lambatnya aliran udara yang keluar masuk paru. Bila dijumpai obstruksi ringan
atau kelelahan otot pernapasan, wheezing akan terdengar lebih lemah atau tidak
terdengar sama sekali. Batuk hamper selalu ada, bahkan seringkali diikuti dengan
dahak putih berbuih. Selain itu, makin kental dahak, maka keluhan sesak akan
semakin berat. (Medicafarma,2008) Dalam keadaan sesak napas hebat, penderita
lebih menyukai posisi duduk membungkuk dengan kedua telapak tangan
memegang kedua lutut. Posisi ini didapati juga pada pasien dengan Chronic
Obstructive Pulmonary Disease (COPD). Tanda lain yang menyertai sesak napas
adalah pernapasan cuping hidung yang sesuai dengan irama pernapasan.
Frekuensi pernapasan terlihat meningkat (takipneu), otot Bantu pernapasan ikut
aktif, dan penderita tampak gelisah. Pada fase permulaan, sesak napas akan
diikuti dengan penurunan PaO2 dan PaCO2, tetapi pH normal atau sedikit

naik. Hipoventilasi yang terjadi kemudian akan memperberat sesak napas,


karena menyebabkan penurunan PaO2 dan pH serta meningkatkan PaCO2 darah.
Selain itu, terjadi kenaikan tekanan darah dan denyut nadi sampai 110-130/menit,
karena peningkatan konsentrasi katekolamin dalam darah akibat respons
hipoksemia. (Medicafarma,2008)
5. KLASIFIKASI ASMA
a. Berdasarkan Etiologi
i. Ekstrinsik (alergik)
Ditandai dengan reaksi alergik yang disebabkan oleh faktor-faktor
pencetus yang spesifik, seperti debu, serbuk bunga, bulu binatang, obatobatan (antibiotic dan aspirin) dan spora jamur. Asma ekstrinsik sering
dihubungkan dengan adanya suatu predisposisi genetik terhadap alergi.
Oleh karena itu jika ada faktor-faktor pencetus spesifik seperti yang
disebutkan di atas, maka akan terjadi serangan asma ekstrinsik.
(Medicafarma,2008)
Asma Ekstrinsik dibagi menjadi :
Asma ekstrinsik atopik
Sifat-sifatnya adalah sebagai berikut:
- Penyebabnya adalah rangsangan allergen eksternal spesifik dan
dapat diperlihatkan dengan reaksi kulit tipe 1
- Gejala klinik dan keluhan cenderung timbul pada awal kehdupan, 85%
kasus timbul sebelum usia 30 tahun
- Sebagian besar mengalami perubahan dengan tiba-tiba pada masa
puber, dengan serangan asma yang berbeda-beda
- Prognosis tergantung pada serangan pertama dan berat ringannya
gejala yang timbul. Jika serangan pertama pada usia muda disertai
dengan gejala yang lebih berat, maka prognosis menjadi jelek.
- Perubahan alamiah terjadi karena adanya kelainan dari kekebalan
tubuh pada IgE yang timbul terutama pada awal kehidupan dan
cenderung berkurang di kemudian hari
- Asma bentuk ini memberikan tes kulit yang positif
- Dalam darah menunjukkan kenaikan kadar IgE spesifik
- Ada riwayat keluarga yang menderita asma
- Terhadap
pengobatan
memberikan
respon
yang
cepat
(Medicafarma,2008)
Asma ekstrinsik non atopik
Memiliki sifat-sifat antara lain
- Serangan asma timbul berhubungan dengan bermacam-macam
alergen yang spesifik
Tes kulit memberi reaksi tipe segera, tipe lambat dan ganda
terhadap alergi yang tersensitasi dapat menjadi positif
- Dalam serum didapatkan IgE dan IgG yang spesifik

Timbulnya gejala cenderung pada saat akhir kehidupan atau di


kemudian hari (Medicafarma,2008)
ii. Intrinsik/idiopatik (non alergik)
Ditandai dengan adanya reaksi non alergi yang bereaksi terhadap
pencetus yang tidak spesifik atau tidak diketahui, seperti udara dingin atau bisa
juga disebabkan oleh adanya infeksi saluran pernafasan dan emosi. Serangan
asma ini menjadi lebih berat dan sering sejalan dengan berlalunya waktu
dan dapat berkembang menjadi bronkhitis kronik dan emfisema. Beberapa
pasien akan mengalami asma gabungan. (Medicafarma,2008)
Sifat dari asma intrinsik :
- Alergen pencetus sukar ditentukan
- Tidak ada alergen ekstrinsik sebagai penyebab dan tes kulit
memberi hasil negatif
- Merupakan kelompok yang heterogen, respons untuk terjadi asma
dicetuskan oleh penyebab dan melalui mekanisme yang berbedabeda
- Sering ditemukan pada penderita dewasa, dimulai pada umur di atas 30
tahun dan disebut juga late onset asma
- Serangan sesak pada asma tipe ini dapat berlangsung lama dan
seringkali menimbulkan kematian bila pengobatan tanpa disertai
kortikosteroid.
- Perubahan patologi yang terjadi sama dengan asma ekstrinsik,
namun tidak dapat dibuktikan dengan keterlibatan IgE
- Kadar IgE serum normal, tetapi eosinofil dapat meningkat jauh
lebih tinggi dibandingkan dengan asma ekstrinsik
- Selain itu tes serologi dapat menunjukkan adanya faktor rematoid,
misalnya sel LE
- Riwayat keluarga jauh lebih sedikit, sekitar 12-48%
- Polip hidung dan sensitivitas terhadap aspirin sering dijumpai
(Medicafarma,2008)
iii. Asma gabungan
Bentuk asma yang paling umum. Asma ini mempunyai karakteristik dari
bentuk alergik dan non-alergik. (Medicafarma,2008)
b. Berdasarkan Keparahan Penyakit
i.
Asma intermiten
Gejala muncul < 1 kali dalam 1 minggu, eksaserbasi ringan dalam
beberapa jam atau hari, gejala asma malam hari terjadi < 2 kali dalam 1 bulan,
fungsi paru normal dan asimtomatik di antara waktu serangan, Peak Expiratory
Folw (PEF) dan Forced Expiratory Value in 1 second (PEV1) > 80%
ii.
Asma ringan
Gejala muncul > 1 kali dalam 1 minggu tetapi < 1 kali dalam 1 hari,
eksaserbasi mengganggu aktifitas atau tidur, gejala asma malam hari
terjadi > 2 kali dalam 1 bulan, PEF dan PEV1 > 80%

iii.

iv.

Asma sedang (moderate)


Gejala muncul tiap hari, eksaserbasi mengganggu aktifitas atau tidur, gejala
asma malam hari terjadi >1 kali dalam 1 minggu, menggunakan inhalasi beta
2 agonis kerja cepat dalam keseharian, PEF dan PEV1 >60% dan < 80%
Asma parah (severe)
Gejala terus menerus terjadi, eksaserbasi sering terjadi, gejala asma
malam hari sering terjadi, aktifitas fisik terganggu oleh gejala asma, PEF
dan PEV1 < 60% (Muchid dkk, 2007)

c. Berdasarkan terkontrol atau tidaknya asma


Dibagi menjadi 3 yaitu asma terkontrol, asma terkontrol sebagian (partial), dan
asma tak terkontrol

6. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Pemeriksaan darah
Analisa gas darah pada umumnya normal akan tetapi dapat pula
terjadi hipoksemia, hiperkapnia, atau asidosis.Kadang pada darah terdapat
peningkatan dari SGOT dan LDH.Hiponatremia dan kadar leukosit kadangkadang di atas 15.000/mm3 dimana menandakan terdapatnya suatu
infeksi.Pada pemeriksaan faktor-faktor alergi terjadi peningkatan dari Ig E
pada waktu serangan dan menurun pada waktu bebas dari serangan.
(Medicafarma,2008)
b. Uji faal paru
Berguna
untuk
menilai
asma
meliputi
diagnosis
dan
penatalaksanaannya. Pengukuran faal paru digunakan untuk menilai :
Derajat obstruksi bronkus
Menilai hasil provokasi bronkus

Menilai hasil pengobatan dan mengikuti perjalanan


penyakit.
Pemeriksaan faal paru yang penting pada asma adalah PEFR, FEV1,
PVC, FEV1/FVC. Sebaiknya tiap anak dengan asma di uji faal parunya
pada tiap kunjungan. peak flow meter adalah yang paling sederhana,
sedangkan dengan spirometer memberikan data yang lebih lengkap.
Volume kapasitas paksa (FVC), aliran puncak ekspirasi (PEFR) dan rasio
FEV1/FVC berkurang > 15% dari nilai normalnya. Perpanjangan waktu
ekspirasi paksabiasanya ditemukan, walaupun PEFR dan FEV1/FVC
hanya berkurang sedikit. Inflasi yang berlebihan biasanya terlihat secara
klinis, akan digambarkan dengan meningginya isi total paru (TLC), isi
kapasitas residu fungsional dan isi residu. Di luar serangan faal paru
tersebut umumnya akan normal kecuali pada asma yang berat. Uji
provokasi bronkus dilakukan bila diagnosis masih diragukan. Tujuannya
untuk menunjukkan adanya hiperreaktivitas bronkus. Uji Provokasi
bronkus dapat dilakukan dengan :
Histamin
Metakolin
Beban lari
Udara dingin
Uap air
Alergen
Yang sering dilakukan adalah cara nomor 1, 2 dan 3. Hiperreaktivitas
positif bila PEFR, FEV1 turun > 15% dari nilai sebelum uji provokasi dan
setelah diberi bronkodilator nilai normal akan tercapai lagi. Bila PEFR dan
FEV1 sudah rendah dan setelah diberi bronkodilator naik > 15% yang
berarti hiperreaktivitas bronkus positif dan uji provokasi tidak perlu dilakukan.
c. Foto rontgen toraks
Tampak corakan paru yang meningkat. Atelektasis juga sering
ditemukan. Hiperinflasi terdapat pada serangan akut dan pada asma kronik.
Rontgen foto sinus paranasalis perlu juga bila asmanya sulit dikontrol.
d. Pemeriksaan darah eosinofil dan uji tuberkulin
Pemeriksaan eosinofil dalam darah, sekret hidung dan dahak dapat
menunjang diagnosis asma. Dalam sputum dapat ditemukan kristal CharcotLeyden dan spiral Curshman. Bila ada infeksi mungkin akan didapatkan
leukositosis polimormonuklear.
e. Uji kulit alergi dan imunologi
Komponen alergi pada asma dapat diidentifikasi melalui
pemeriksaan uji kulit atau pengukuran IgE spesifik serum. Uji kulit adalah
cara utama untuk mendignosis status alergi/atopi, umumnya dilakukan
dengan prick test. Alergen yang digunakan adalah alergen yang banyak
didapat di daerahnya. Walaupun uji kulit merupakan cara yang tepat untuk
diagnosis atopi, dapat juga mendapatkan hasil positif palsu maupun

negative palsu. Sehingga konfirmasi terhadap pajanan alergen yang


relevan dan hubungannya dengan gejala klinik harus selalu dilakukan.
Untuk menentukan hal itu, sebenarnya ada pemeriksaan yang lebih tepat,
yaitu uji provokasi bronkus dengan alergen yang bersangkutan. Reaksi uji
kulit alergi dapat ditekan dengan pemberian antihistamin
Pemeriksaan IgE spesifik dapat memperkuat diagnosis dan
menentukan penatalaksaannya. Pengukuran IgE spesifik dilakukan pada
keadaan uji kulit tidak dapat dilakukan (antara lain dermatophagoism,
dermatitis/kelainan kulit pada lengan tempat uji kulit dan lain-lain).
Pemeriksaan kadar IgE total tidak mempunyai nilai dalam diagnosis
alergi/atopi.
7. PENATALAKSANAAN
Tujuan Pengobatan Simpatomimetik adalah :
Mengatasi serangan asma dengan segera.
Mempertahankan dilatasi bronkus seoptimal mungkin.
Mencegah serangan berikutnya.
(Medlinux,2008)
a. Bronkodilator golongan simpatomimetik (beta adrenergik / agonis beta)
- Adrenalin (Epinefrin) injeksi. Obat ini tersedia di Puskesmas dalam
kemasan ampul 2 cc. Dosis dewasa : 0,2-0,5 cc dalam larutan 1 : 1.000
injeksi subcutan. Dosis bayi dan anak : 0,01 cc/kg BB, dosis maksimal
0,25 cc. Bila belum ada perbaikan, bisa diulangi sampai 3 X tiap15-30
menit.
- Efedrin. Obat ini tersedia di Puskesmas berupa tablet 25 mg. Aktif dan
efektif diberikan peroral.
- Salbutamol. Obat ini tersedia di Puskesmas berupa tablet kemasan 2 mg
dan 4 mg. Salbutamol merupakan bronkodilator yang sangat poten bekerja
cepat dengan efek samping minimal. Dosis : 3-4 X 0,05-0,1 mg/kg BB
(Medlinux,2008).
b. Bronkodilator golongan teofilin
- Teofilin. Obat ini tidak tersedia di Puskesmas. Dosis : 16-20 mg/kg BB/hari
oral atau IV.
- Aminofilin. Obat ini tersedia di Puskesmas berupa tablet 200 mg dan
injeksi 240 mg/ampul. Dosis intravena : 5-6 mg/kg BB diberikan pelanpelan. Dapat diulang 6-8 jam kemudian , bila tidak ada perbaikan. Dosis :
3-4 X 3-5 mg/kg BB (Medlinux,2008)
c. Kortikosteroid.
Obat ini tersedia di Puskesmas tetapi sebaiknya hanya dipakai dalam keadaan
pengobatan dengan bronkodilator baik pada asma akut maupun kronis tidak
memberikan hasil yang memuaskan dan keadaan asma yang
membahayakan jiwa penderita (contoh : status asmatikus). Dalam
pemakaian jangka pendek (2-5 hari) kortikosteroid dapat diberikan dalam

dosis besar baik oral maupun parenteral, tanpa perlu tapering off. Obat pilihan
hidrocortison dan dexamethason (Medlinux,2008)
d. Ekspektoran.
Adanya mukus kental dan berlebihan (hipersekresi) di dalam saluran pernafasan
menjadi salah satu pemberat serangan asma, oleh karenanya harus diencerkan
dandikeluarkan. Sebaiknya jangan memberikan ekspektoran yang
mengandung antihistamin, sedian yang ada di Puskesmas adalah Obat
Batuk Hitam (OBH), Obat Batuk Putih (OBP), Glicseril guaiakolat (GG)
(Medlinux,2008)
e. Antibiotik
Hanya diberikan jika serangan asma dicetuskan atau disertai oleh
rangsangan infeksi saluran pernafasan, yang ditandai dengan suhu yang
meninggi. (Medlinux,2008)

DAFTAR PUSTAKA
Konsep baru penatalaksanaan Asma Bronkial pada anak E.M. Dadi Suyoko Sub Bagian
Alergi - Imunologi, Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas
IndonesiaRurnah Sakit Dr Cipto Mangunkusumo, Jakarta
Medicafarma. (2008, Mei 7). Asma Bronkiale. Diakses 24 September 2012 dari
Medicafarma: http://medicafarma.blogspot.com/2008/05/asma-bronkiale.html
Medlinux. (2008, Juli 18). Penatalaksanaan Asma Bronkial. Diakses 24 September 2012
dari Medicine and Linux: http://medlinux.blogspot.com/2008/07/penatalaksanaanasma-bronkial.html
Muchid, dkk. (2007, September). Pharmaceutical care untuk penyakit asma. Diakses 24
September 2012 dari Direktorat Bina Farmasi Komunitas Dan Klinik Depkes RI:
http://125.160.76.194/bidang/yanmed/farmasi/Pharmaceutical/ASMA.pdf
Tanjung, D. (2003). Asuhan Keperawatan Asma Bronkial. Diakses 24 September 2012 dari
USU digital library: http://library.usu.ac.id/download/fk/keperawatan-dudut2.pdf

A. DAFTAR MASALAH
1. Anamnesis : sesak nafas terutama saat beraktifitas, batuk bertambah saat
malam hari (nokturnal)
2. Pemeriksaan fisik :pada kulit terdapat allergic shiners, hidung terdapat nafas
cuping hidung, pada dada terdapat retraksi suprasternal, pada paru terdapat
retraksi suprasternal dan intercosta, auskultasi didapatkan suara tambahan
yaitu ronki basah kasar di kedua lapang paru, dan wheezing
3. Pemeriksaan penunjang : leukositosis, hitung jenis terdapat kesan bergeser ke
kiri = infeksi akut
B. DIAGNOSA SEMENTARA
Asma bronkial kronik episodik jarang dengan serangan derajat sedang
Dasar diagnosis :
- Asma Bronkial menurut PNAA 2006 :
1. Pada anamnesis didapatkan sesak nafas terutama saat beraktifitas, batuk
bertambah saat malam hari (nokturnal)
2. Dari pemeriksaan fisik didapatkan gejalaallergic shiners, hidung terdapat nafas
cuping hidung, pada dada terdapat retraksi suprasternal, pada paru terdapat
retraksi suprasternal dan intercosta, auskultasi didapatkan suara tambahan yaitu
ronki basah kasar di kedua lapang paru, dan wheezing
- Asma kronik episodik jarang (asma ringan) menurut PNAA 2006 :
1. Frekuensi serangan < 1x/bulan
2. Lama serangan <1 minggu
3. Diantara serangan tanpa gejala
4. Tidur dan aktifitas tidak terganggu
5. Pemeriksaan fisik diluar serangan normal atau tidak ada kelainan
- Serangan derajat sedang menurut GINA 2006:
1. Posisi lebih suka duduk
2. Bicara penggal kalimat
3. Tidak ada sianosis
4. Retraksi sedang, ditambah retraksi suprasternal
5. Frekuensi nafas takipnea
C. DIAGNOSIS DEFFERENSIAL
1.
Bronkopnemonia
2.
Tb paru
3.
Bronkhitis
4.
Bronkiolitis
Dasar diagnosis :
1. Bronkopnemonia :
Anamnesis :sesak nafas, batuk, mengi, gelisah atau rewel, sering disertai
demam, kadang-kadang disertai gangguan intestinal seperti mual, muntah dan
nyeri abdomen, kadang-kadang disertai nyeri kapala.

Pemeriksaan fisik : takipneu, napas cuping hidung, retraksi dinding dada, dan
sianosis, pada auskultasi didapatkansuara napas menurun, ronkhi basah halus
di kedua lapang paru, tidak ada Wheezing, pada perkusi didapatkan suara
redup, vokal fremitus menurun
Pemeriksaan penunjang : foto rontgen thorak proyeksi posterior-anterior
didapatkan gambaran sugestif Bronkopneumonia
2. Tuberkulosis :
Score Tb
Parameter
0
1
2
3
Laporan
Kontak TB
Tidak jelas
keluarga(BTA /tidak BTA +
jelas)
+ (10mm,
Uji
0.5
mm
negatif
tuberkulin
dalamkeadaa
n anergi)
Klinis gizi buruk
BB/keadaan
BB/TB<90%
BB/TB<70%
gizi
BB/umur<80%
BB/umur<60%
Demam yang
tidak
2 minggu
diketahui
penyebabnya
Batuk kronis 3 minggu
Pembesaran
1 cm, jumlah > 1
kelenjar
dan tidak nyeri
getah bening
Pembengkak
ada
an tulang
Normal atau
Gambaran sugesrif
Foto thorak
tidak
ada
TB
kelainan
Scor minimal 6 sudah didiagnosa Tuberkulosis
3. Bronkhitis
:
Anamnesis : pilek, batuk ringan, demam, sesak
Pemeriksaan fisik : napas cuping hidung, nafas cepat, retraksi dinding dada,
danwheezing
Pemeriksaan penunjang : hasil pemeriksaan radiologis didapatkan peningkatan
corakan bronkial
4. Bronkiolitis
Sering pada anak usia < 2 tahun
Anamnesis : rinorea ringan (meler), batuk, demamtidak tinggi

Pemeriksaan fisik : setelah 1-2 hari ditemukan gejala napas cepat (frekuensi
napas 50-60x/menit), denyut nadi meningkat retraksi dada, serta terdengar
ronki dan wheezing di seluruh permukaan paru
Pemeriksaan penunjang : didapatkan gambaran normal, penebalan
peribronkhial, atelektasis, kolaps segmental, atau hiperinflasi
D. INITIAL PLANS
: S: IPDx
O:
1. Uji kulit atau pemeriksaan IgE spesifik untuk menentukan faktor
resiko atau pencetus asma
2. foto thorakproyeksi Anterior-Posterior untuk melihat adanya
pembesaran paru, pada asma didapatkan gambaran kosta lebih datar
dari pada interkosta
3. uji fungsi paru : dengan pengukuran sederhana, yaitu peak expiratory
flow rate (PEFR) atau arus puncak ekspirasi (APE), pulse oxymetry,
spirometri, sampai pengukuran yang komplek yaitu muscle strength
testing, volume paru absolut, serta kapasitas difusi untuk
mengevaluasi satu atau lebih aspek fungsi paru, yaitu : volume paru,
fungsi jalan napas, dan/atau pertukaran gas
- Menurut PNAA 2004, untuk mendukung diagnosa Asma anak
dipakai batasan sebagai berikut :
Variabilitas PEF atau FEV1 15 % (penilaian variabilitas
sebaiknya dilakukan dengan mengukur selama 2 minggu)
Kenaikan PEF atau FEV1 15 % setelah pemberian inhalasi
bronkodilator
Penurunan PEF atau FEV1 20 % setelah provokasi
bronkus
4. uji provokasi bronkus : mentolin, histamin latihan/olahraga, udara
kering dan dingin, atau dengan salin hipertonik untuk menilai
hiperreaktifitas bronkus. Apabila hasilnya negatif, maka dapat
menyingkirkan diagnosis asma persisten, sedangkan hasil positif
tidak selalu berarti bahwa pasien tersebut memiliki asma. Hal ini
dikarenakan hiperreaktifitas saluran napas juga terdapat pad apasien
rinitis alergi, fibrosis kistik, bronkiektaksis, dan penyakit paru
obstruktif menahun
5. pengukuran petanda inflamasi saluran napas non-invasif,
pemeriksaan dilakukan dengan cara memeriksa eosinofil sputum,
baik yang spontan maupun yang diinduksi dengan garam hipertonik
6. analisis gas darah = dilakukan bila bertambah parah atau serangan
derajat berat merupakan baku emas untuk menilai parameter
pertukaran gas dan dapat dijumpai adanya peningkatan pCO2 dan
rendahnya pO2 (hipoksemia)

IP Tx

IP Mx
IP Ex

7. tes montoux untuk menyingkirkan diagnosa banding Tuberkulosis


: Tx cairan : inf D5% 13 tpm
Tx sesak : Amminopillin 4mg/kgBB/x pemberian = 56mg/x pemberian dan O2
= 2 liter/menit untuk mengurangi sesak
1. Nebule (salbutamol = 2,5 mg/kgBB/2,5 NaCl 35 mg) 1x dan
dapat diulang 4x dalam 1 hari selang waktu 20 menit
2. Derajat sedang : steroid = prednisolon tablet 1-2 mg/kgBB/hr
diberikan tiap jam = 4x3,5 mg atau 4x1 tablet
3. Antibiotik : inj ampicillin 50-100mg/kgBB/hr = 3x250 mg
Tx batuk : ambroxol 0,5-0,7 mg/kgBB/x pemberian = 3x7mg atau 3x1/4 tablet

: Evaluasi KU dan TTV, terutama RR selama 6 jam


Ulang darah rutin Hb, Ht, leuko,Trombo
Tanda-tanda sianosis
:
Di rumahsakit :
1. Tirah baring
2. Minumobatteratur.
3. Makanmakanan yang bergizi.
4. Lapor ke perawat jikaterdapat biru-biru di bibir atau ekstermitas
pasien
Di rumah :
1. Hindari faktor pencetus = debu dan duara dingin
2. Menggunakan kasur atau alas tidur yeng menggunakan busa

Alur diagnosa Asma :


Batuk dan/ mengi
Riwayat penyakit
Pemeriksaan fisik
Uji Tuberkulin
Patut diduga asma :
1. Episodik
2. Nokturnal/morning drip
3. Musiman
4. Pasca-aktivitas fisik
5. Riwayat
atopi
pasien/keuargaberat

Tidak jelas asma :


1. Timbul pada masa neonatus
2. Gagal tumbuh
3. Infeksi kronik
4. Muntah/tersedak
5. Kelainan fokal paru
6. Kelainan
sistem
kardiovaskular

Jika ada fasilitas, periksa


dengan peak flow meter atau
spirometer untuk menilai :
1. Reversibilitas (15%)
2. Variabilitas (15%)
3. Hiperreaktifitas (20)

Pertimbangan pemeriksaan :
1. Foto Ro toraks dan sinus
2. Uji fungsi paru
3. Uji
respons
terhadap
bronkodilator
4. Uji provokasi bronkus
5. Uji keringat
6. Uji imunologi
7. Pemeriksaan motilitas silia
8. Pem refluks gastroesofagus

Tidak berhasil
Berikan bronkodilator

Diagnosis kerja asma

Tidak mendukung
diagnosis lain

Tentukan derajat dan pencetusnya


Bila asma episodik sering atau persisten :
foro rontgen

Mendukung
diagnosis lain

Diagnosis dan pengobatan


sesuai dengan diagnosis kerja

Berikan obat antiasma :


Bila tidak berhasil nilai ulang diagnosis
dan ketaatan berobat
Pertimbangkan asma
sebagai penyakit
penyerta

Bukan asma

Anda mungkin juga menyukai