Anda di halaman 1dari 10

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi Skizofrenia
Menurut sejarah ilmu psikiatri, gejala-gejala penyakit skizofrenia telah
dikenali sejak abad 19. Istilah skizofrenia pertama kali diajukan oleh Eugen
Bleuler untuk menggambarkan adanya perpecahan (schism) antara pikiran,
emosi, dan perilaku pada pasien yang terkena. Seiring perkembangan ilmu
psikiatri, istilah skizofrenia mengalami beberapa kali perubahan definisi untuk
membedakannya dari gangguan kejiwaan lain.1
Menurut Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa di
Indonesia, edisi III (PPDGJ-III), skizofrenia dimengerti sebagai suatu deskripsi
sindrom dengan variasi penyebab (banyak belum diketahui) dan perjalanan
penyakit (tak selalu bersifat kronis atau deteriorating) yang luas, serta
sejumlah akibat yang tergantung pada perimbangan pengaruh genetik, fisik,
dan sosial budaya. Pada umumnya skizofrenia ditandai oleh penyimpangan
yang fundamental dan karakteristik dari pikiran dan persepsi, serta oleh afek
yang tidak serasi atau tumpul, kesadaran yang jernih, dan kemampuan
intelektual yang biasanya tetap terpelihara, walaupun kemunduran kognitif
tertentu dapat berkembang kemudian.2

B. Etiologi Skizofrenia
Hingga sekarang, penyebab skizofrenia belum diketahui secara pasti.3
Para ahli berpendapat skizofrenia disebabkan akibat kombinasi berbagai faktor.
Faktor genetik dan lingkungan merupakan diperkirakan mempengaruhi
perjalanan penyakit skizofrenia. Penyakit ini ditemukan pada 1% populasi
umum, tetapi dapat ditemukan pada 10% orang yang memiliki hubungan
keluarga tingkat pertama (orang tua, kakak, adik kandung) dengan penderita
skizofrenia. Pada kembar identik, risiko menderita skizofrenia mencapai 40-
65% apabila saudara kembarnya memiliki penyakit tersebut.4
Para peneliti meyakini bahwa beberapa gen dikaitkan dengan
meningkatnya risiko skizofrenia, tetapi tidak ada gen yang secara langsung
menyebabkan penyakit itu sendiri. Hasil penelitian baru-baru ini menyebutkan
bahwa penderita skizofrenia cenderung memiliki mutasi genetik langka.
Perubahan genetik ini melibatkan ratusan gen berbeda dan mungkin
mengganggu perkembangan otak. Penelitian lain menyebutkan bahwa
skizofrenia mungkin terjadi akibat malfungsi gen kunci yang mensintesis
bahan-bahan kimia otak. Masalah ini dapat mengganggu bagian otak yang
yang mengatur fungsi luhur.4
Selain faktor genetik, para peneliti meyakini bahwa interaksi antara gen
dan lingkungan berperan penting dalam perkembangan skizofrenia. Banyak
faktor lingkungan yang berpengaruh seperti paparan virus maupun malnutrisi
sebelum kelahiran, masalah saat kelahiran, dan faktor-faktor psikososial lain
yang belum diketahui.4 Sebagai contoh, beberapa peneliti berpendapat bahwa
skizofrenia dapat disebabkan akibat infeksi virus yang mempengaruhi otak
pada masa kehidupan awal atau akibat cedera otak ringan akibat komplikasi
saat proses persalinan.3
Para peneliti berpendapat bahwa perkembangan skizofrenia juga
dipengaruhi oleh ketidakseimbangan rekasi kimiawi otak yang melibatkan
neuro transmitter seperti dopamine, glutamate, dan mungkin lainnya. Struktur
otak penderita skizofrenia juga Nampak berbeda dengan otak normal. Sebagai
contoh, pada penderita skizofrenia ventrikel otak nampak lebih besar,
substansia grisea cenderung lebih sedikit, dan beberapa bagian otak mungkin
menunjukkan aktivitas lebih sedikit atau lebih banyak.4
Studi post-mortem jaringan otak penderita skizofrenia menunjukkan
adanya perubahan kecil dalam distribusi atau karakteristik sel otak yang
kemungkinan besar terjadi sebelum lahir. Beberapa ahli berpedndapat bahwa
masalah yang timbul pada perkembangan otak janin dapat menyebabkan
kesalahan koneksi. Masalah ini mungkin belum muncul sampai penderita
mencapai pubertas. Saat pubertas, otak mengalami perubahan besar yang dapat
memicu munculnya gejala-gejala psikotis.4

C. Gambaran Klinis Skizofrenia4


Gejala penyakit skizofrenia secara garis besar terbagi menjadi tiga
kategori, yaitu:
1. Gejala positif
Gejala positif merupakan tingkah laku psikotik yang tidak ditemukan pada
orang normal. Penderita dengan gejala positif sering bertentangan dengan
realita. Gejala-gejala ini meliputi:
Halusinasi, yaitu rangsangan baik visual, auditorik, olfaktorik, atau
taktil yang hanya dirasakan penderita dan tidak ada orang lain yang
dapat merasakan. Halusinasi auditorik merupakan jenis yang paling
banyak ditemui pada penderita skizofrenia.
Waham / delusi, yaitu kepercayaan palsu yang bukan merupakan
bagian kultur penderita dan tidak dapat dipatahkan. Waham yang
ditemukan dapat berupa waham bizar, waham siar, waham
kebesaran, waham curiga, dan lain-lain.
Gangguan proses berpikir, yang dapat berupa blocking,
disorganized thinking, neologisme (membuat kata-kata baru yang
tidak bermakna), dan lain sebagainya
Gangguan gerak, yang dapat berupa agitasi, gerakan berulang-ulang,
atau katatonik (mempertahankan postur / posisi tubuh tertentu dan
tidak merespon orang lain).

2. Gejala negatif
Gejala negatif dikaitkan dengan gangguan terhadap emosi dan tingkah
laku normal. Gejala-gejala ini slit dikenali sebagai bagian penyakit dan
sering disalahartikan sebagai depresi atau kondisi lainnya. Beberapa
contoh gejala negatif antara lain adalah:
Afek datar
Tidak memiliki keinginan terhadap kenikmatan hidup
Tidak mempunyai kemampuan untuk memulai dan melakukan
aktivitas yang telah direncanakan
Berbicara sedikit, walaupun sudah dipaksa untuk berinteraksi
Mengabaikan higienitas diri
3. Gejala kognitif
Gejala kognitif bersifat kompleks dan sulit dikenali. Gejala-gejala ini
seringkali terdeteksi setelah dilakukan pemeriksaan khusus. Beberapa
gejala kognitif meliputi antara lain:
Buruknya fungsi eksekutif (kemampuan untuk memahami informasi
dan mengambil keputusan)
Kesulitan memfokuskan dan memperhatikan
Gangguan memori jangka pendek

D. Kriteria Diagnosis Skizofrenia


Ada beberapa kriteria yang digunakan untuk menyatakan diagnosis
skizofrenia. Di Indonesia, kriteria yang umum digunakan adalah menurut
PPDGJ-III. Menurut panduan ini, skizofrenia diberi kode F20.xx. Pedoman
diagnostik untuk skizofrenia menurut PPDGJ-III adalah sebagai berikut:2
Harus ada sedikitnya satu gejala berikut ini yang amat jelas (dan biasanya
dua gejala atau lebih bila gejala-gejala itu kurang tajam atau kurang jelas):
a) Thought echo = isi pikiran dirinya sendiri yang berulang atua
bergema dalam kepalanya (tidak keras), da nisi pikiran ulangan,
walaupun isinya sama, namun kualitasnya berbeda; atau
Thought insertion or withdrawal = isi pikiran yang asing dari luar
masuk ke dalam pikirannya atau isi pikirannya diambil keluar oleh
sesuatu dari luar dirinya; dan
Thought broadcasting = isi pikirannya tersiar keluar sehingga orang
lain atau umum mengetahuinya
b) Delusion of control = waham tentang dirinya dikendalikan oleh suatu
kekuatan tertentu dari luar; atau
Delusion of influence = waham tentang dirinya dipengaruhi oleh suatu
kekuatan tertentu dari luar; atau
Delusion of passivity = waham tentang dirinya tidak berdaya dan pasrah
terhadap suatu keuatan dari luar;
Delusion perception = pengalaman inderawi yang tak wajar, yang
bermakna sangat khas bagi dirinya, biasanya bersifat mistik atau
mukjizat
c) Halusinasi auditorik
d) Waham-waham menetap jenis lainnya

Atau paling sedikit dua gejala dibawah ini yang harus selalu ada secara
jelas:
a) Halusinasi yang menetap dari pancaindera apa saja, apabila disertai baik
oleh waham yang mengambang maupun yang setengah berbentuk tanpa
kandungan afektif yang jelas, ataupun disertai oleh ide-ide berlebihan
(over valued ideas) yang menetap, atau apabila terjadi setiap hari
selama brminggu0minggu atau berbulan-bulan terus menerus.
b) Arus pikiran yang terputus (break) atau yang mengalami sisipan
(interpolation), yang berakibat inkoherensi atau pembicaraan yang tidak
relevan, atau neologisme;
c) Perilaku katatonik
d) Gejala-gejala negatif yang jelas tidak disebabkan oleh depresi atau
medikasi neuroleptika

Adanya gejala-gejala khas tersebut diatas telah berlangsung selama kurun


waktu satu bulan atau lebih (tidak berlaku untuk setiap fase nonpsikotik
prodromal);

Harus ada suatu perubahan yang konsisten dan bermakna dalam mutut
keseluruhan (overall quality) dari beberapa aspek perilaku pribadi (personal
behavior), bermanifestasi sebagai hilangnya minat, hidup tak bertujuan,
tidak berbuat sesuatu, sikap larut dalam diri sendiri (self-absorbed attitude),
dan penarikan diri secara sosial.

Perjalanan gangguan skizofrenik dapat diklasifikasi dengan


menggunakan kode sebagai berikut:
F20.x0 Berkelanjutan
F20.x1 Episodik dengan kemunduran progresif
F20.x2 Episodik dengan kemunduran stabil
F20.x3 Episodik berulang
F20.x4 Remisi tak sempurna
F20.x5 Remisi sempurna
F20.x8 Lainnya
F20.x9 Periode pengamatan kurang dari satu tahun

Lebih rinci lagi, diagnosis skizofrenia dalam PPDGJ-III dibagi ke dalam


beberapa tipe. Pedoman diagnostik untuk skizofrenia paranoid (F20.0) adalah
sebagai berikut:2
Memenuhi kriteria umum diagnosis skizofrenia

Sebagai tambahan:
Halusinasi dan/atau waham harus menonjol;
a) Suara-suara halusinasi yang mengancam pasien atau memberi
perintah, atau halusinasi auditorik tanpa bentuk verbal berupa
bunyi peluit (whistling), mendengung (humming), atau bunyi tawa
(laughing);
b) Halusinasi pembauan atau pengecapan rasa, atau bersifat seksual,
atau lain-lain perasaan tubuh; halusinasi visual mungkin ada tetapi
jarang menonjol;
c) Waham dapat berupa hampir setiap jenis, tetapi waham
dikendalikan (delusion of control), dipengaruhi (delusion of
influence), atau passivity (delusion of passivity), dan keyakinan
dikejar-kejar yang beraneka ragam, adalah yang paling khas;

Gangguan afektif, dorongan kehendak dan pembicaraan, serta gejala


katatonik seara relatif tidak nyata / tidak menonjol

E. Pengobatan Skizofrenia
Secara umum, tujuan terapi skizofrenia adalah: 1) mengurangi atau
menghilangkan ggejala, 2) memaksimalkan kualitas hidup dan fungsi adaptif,
3) meningkatkan dan menjaga kesembuhan dari disabilitas semaksimal
mungkin. Lebih lanjut lagi, terapi skizofrenia dibagi ke dalam 3 fase, yaitu:5
1. Fase Akut
Tujuan terapi pada fase akut (ditandai dengan adanya episode psikotik
akut) adalah mencegah kekerasan, mengendalikan perilaku yang
menganggu, mengurangi keparahan psikosis dan gejala terkai, menentukan
dan mengatasi faktor-faktor yang dapat mencetuskan episode akut,
mengusahakan pengembalian fungsi normal, mengembangkan kerjasama
antara pasien dan keluarga, membuat rencana terapi jangka pendk dan
panjang, serta menghubungkan pasien dengan komunitas.
2. Fase Stabilisasi
Tujuaan terapi pada fase stabilisasi adalah mengurangi stress pasien
dan meminimalkan kemungkinan terjadinya relaps, membantu adaptasi
pasien di dalam komunitas, memfasilitasi pengurangan gejala dan
konsolidasi remisi, serta mempercepat proses penyembuhan.
3. Fase Stabil
Pada fase stabil, tujua terapi adalah memastikan remisi dan kontrol
gejala tetap terjaga, pasien dapat mempertahankan atau meningkatkan
derajat fungsi dan kualitas hidupnya, memastikan gejala dan relaps telah
terobati dengan efektif, dan memantau apakah terdapat efek samping akibat
pengobatan yang diberikan.

Secara singkat, terapi yang dapat diberikan untuk skizofrenia meliputi


obat-obatan antipsikotik dan berbagai jenis terapi psikososial.
1. Obat Antipsikotik
Obat antipsikotik dibagi menjadi 2 macam. Jenis yang pertama
dikenal sebagai antipsikotik konvensional atau tipikal. Beberapa contoh obat
antipsikotik tipikal yang sering digunakan adalah chlorpromazine,
haloperidol, perphenazine, fluphenazine. Jenis antipsikotik yang lebih baru
dikenal sebagai antipsikotik generasi kedua atau atipikal. Salah satu contoh
obat antipsikotik atipikal yang banyak digunakan adalah clozapine. Obat ini
efektif digunakan sebagai terapi gejala psikotik, halusinasi, dan pikiran
derealistik. Akan tetapi, penggunaan obat ini kadang dapat menyebabkan
efek samping agrunlositosis sehingga perlu dilakukan pemeriksaan darah
berkala untuk monitoring efek samping obat. Beberapa contoh obat
antipsikotik tipikal lain yang sering digunakan antara lain adalah
risperidone, olanzapine, quetiapine, ziprasidone, aripiprazole, paliperidone.3
Penggunaan obat antipsikotik dapat menyebabkan efek samping
seperti mengantuk, hipotensi ortostatik, pandangan berkabur, takikardi,
fotosensitivitas, ruam kulit, dan gangguan menstruasi. Antipsikotik atipikal
dapat menyebabkan penambahan berat badan dan perubahan metabolism
tubuh sehingga dapat meningkatkan risiko diabetes dan hiperkolesterolemia.
Beberapa obat antipsikotik tipikal dapat menyebabkan efek samping
ekstrapiramidal seperti rigiditas, spasme otot, tremor, dan kekakuan.
Penggunaan jangka panjang obat antipsikotik dapat menyebabkan tardive
dyskinesia. Penyakit ini dapat mengakibatkan gerakan otot yang tidak dapat
dikontrol, yang umumnya sering terjadi pada otot-otot sekitar mulut. 3
Beberapa jenis obat antipsikotik yang umum digunakan adalah
sebagai berikut:5
2. Terapi Psikososial
Terapi psikososial dapat membantu penderita skizofrenia yang telah
distabilkan dengan terapi antipsikotik. Terapi psikososial dapat membantu
pasien mengatasi kesulitan akibat penyakitnya seperti kesulitan komunikasi,
perawatan diri, bekerja, membangun dan menjaga hubungan. Pasien yang
mendapatkan terapi psikosososial secara teratur juga lebih patuh minum
obat dan lebih jarang mengalami relaps atau dirawat inap. Beberapa jenis
terapi psikososial untuk skizofrenia antara lain adalah:3
Kemampuan manajemen penyakit
Terapi terintegrasi untuk penggunaan zat-zat terlarang
Rehabilitasi
Edukasi keluarga
Cognitive behavorial therapy (CBT)
Self-help groups
DAFTAR PUSTAKA

1. Kaplan HI, Sadock BJ, Grebb JA. Sinopsis Psikiatri. Jilid 1. Binarupa Aksara
Publisher. Jakarta: 2010.

2. Maslim R. Diagnosis Gangguan Jiwa, Rujukan Ringkas PPDGJ-III. Bagian


Ilmu Kedokteran Jiwa FK-Unika Atmajaya. Jakarta: 2001.

3. National Alliance on Mental Illness. Understanding Schizophrenia and


Recovery. Diambil dari: www.nami.org

4. National Institute of Mental Health. Schizophrenia.

5. Lehman AF, et al. Practice Guideline For The Treatment of Patients With
Schizophrenia. American Psychiatric Association. 2010.

Anda mungkin juga menyukai