Karakteristik Pantai
Karakteristik Pantai
Sari: Pantai di Indonesia memiliki bentang dan ekosistim yang terbentuk oleh gejala alam yang
berbeda dalam kurun waktu lama, yang dengan demikian menghasilkan lingkungan yang sangat
berbeda. Proses geologi maupun perubahan garis pantai seiring perubahan paras muka laut
mengiringi perkembangan pantai di Indonesia. Maka, dapat dikatakan bahwa pantai merupakan
ekosistim dimana kondisi darat dan laut berinteraksi, menghasilkan lingkungan unik dan rentan
dari setiap perubahan.
Proceeding Kerugian pada Bangunan dan Kawasan Akibat Kenaikan Muka Air Laut pada KotaKota Pantai di Indonesia
Proceeding Kerugian pada Bangunan dan Kawasan Akibat Kenaikan Muka Air Laut pada KotaKota Pantai di Indonesia
Proceeding Kerugian pada Bangunan dan Kawasan Akibat Kenaikan Muka Air Laut pada KotaKota Pantai di Indonesia
landaiataubertebingdariendapanvolkanikdiperairanlautdalam.Halsamapadapulau
pulaudiLautBanda,lautdalamyangberalassisadarikeraksamudra.Perairanhangat
menunjangtumbuhluasnyaterumbukarangdipulaupulautersebut,yangsamafungsinya
denganbakau,melindungipantaidarihempasangelombang.
Sunda Land
Indian Ocean
Proceeding Kerugian pada Bangunan dan Kawasan Akibat Kenaikan Muka Air Laut pada KotaKota Pantai di Indonesia
dan menghasilkan bentang pantai sekarang melalui proses yang adakalanya di saat ini
diselingiolehtekananlingkunganakibatkegiatanmanusia.Kawasanyangmemilikicurah
hujan tinggi dalam waktu lama menghasilkan bentang pantai yang berbeda dibanding
dengankawasankering.Gelombangdanarusyangarahdankekuatannyaberubahseiring
putaranmusimmengontrolsedientasipantaidanpertumbuhanterumbukarang.
4. GEOLOGI INDONESIA
BenuaMaritimIndonesiaterletakpadadanterbentukolehpertemuandaribeberapa
kerakdanlempengbenuayangbergeraksalingmendekat,yaitulempengAustralia,Pasifik
danEurosia.Batastumbukanantarlempengmenghasilkanevolusigeologi(Gambar41),
antara lain ditandai oleh penunjaman lempeng IndoAustralia di jalur Sumatra hingga
JawaBali (Moore et al., 1980) dengan kecepatan bervariasi (77,5 cm th 1(McCaffrey,
1991). Tunjaman menyudut terhadap poros dan dangkal di sisi Sumatra menghasilkan
gugusanpulaubusurluar(Nias,Menatawai,Enggano)dansesarSemangko,sementara
tunjamantegaklurusdanlebihterjalberlangsungdiselatanJawaBali.Penunjamankerak
diikutiolehpenebalanmagmayangmenghasilkankegiatanvolkanismadangerakvertikal
(pengangkatan&penurunan).
Present Tectonic setting of SEA and its adjacent area (Hall R.,
1995)
WS
Han
toro
Mo
200400 m
der
n
> 1000 m 100-200 m
reef
800-1000 m 50-100 m
600-800 m 25-50 m
Earthquacke
Epicenter
400-600 m < 25 m
Gambar41.GeologiregionalAsiaTenggaradantektonikdiIndonesia
Konvergensi lempeng dan kerak di busur Sunda timur (FloresSumbaTimor)
berbeda,ditandai dengankerapatan kegempaan lebihdangkal(McCaffreyetal., 1985)
sebagai salah satu ciri konvergensi yang bersifat sebagai gerak tumbukan, yang
menghasilkankeratankeratanstrukturtektoniksangatkompleks.Keraktertunjamandari
batuanberkerapatanlebihkecildibawahbatuanberkerapatanlebihbesarmenghasilkan
Proceeding Kerugian pada Bangunan dan Kawasan Akibat Kenaikan Muka Air Laut pada KotaKota Pantai di Indonesia
Asia
Sunda Platform
X
INDIAN OCEAN
PACIFIC OCEAN
X
X
Sahul Platform
Gambar51.PolamigrasimanusiapurbadanfaunadiperairanIndonesia
10
Proceeding Kerugian pada Bangunan dan Kawasan Akibat Kenaikan Muka Air Laut pada KotaKota Pantai di Indonesia
Gambar52.Pemekaranbenua,ditandaiolehpegununganbawahlautditengah
samudra
Gejalaestatikrelatifberulangpadaperiodalebihsingkatdibandingkurunwaktugeologi
yangmengubahvolumecekunganlautan(pemekaransamudra).Semuahaltersebutadalah
gejalayangmengendalikanprosesberubahnyaposisigarispantai.
Seiring dengan variasi paras muka laut eustasik, pada masa puncak perioda selang
zaman es (interglasial) dan zaman es (glasial), terjadi perubahan tutupan muka bumi yang
berada pada jangkauan amplitudo variasi tersebut. Posisi paras muka laut pada puncak
interglasial - sementara ini dapat diterima oleh para ahli - berada pada posisi 5 m di atas
posisi muka laut saat ini. Berdasar jejak yang ditinggalkan oleh lingkungan pantai yang
ditemukan berada pada kedalaman hingga -145 m, dapat diduga, paling tidak turunnya
paras muka laut sedikit kurang rendah dari posisi tersebut. Koreksi dapat dilakukan dengan
persamaan:
D=h(1+ w/ m)
dimanaD
=kedalamanatauposisiterkoreksiparasmukalaut
h
=tinggikolomair
w =densitasair
m =densitasalascekungan/batuandasar
Koreksidetildenganvariasiperubahanparasmukalautberdasarregresilinierdata
isotopdariforambentosUvigerinasenticosa:(Hantoro,1992)
Y=18O=0,01036X+3,742,dimanax=h,
Y+3,742
D=(1+ w/ m
11
Proceeding Kerugian pada Bangunan dan Kawasan Akibat Kenaikan Muka Air Laut pada KotaKota Pantai di Indonesia
0,01036
Dari padanya dapat diartikan bahwa jejak paras muka laut yang ditemukan pada
kedalaman tertentu saat genang laut seperti saat ini, pada dasarnya ketika susut laut
berlangsung, ia akan berada pada posisi lebih tinggi akibat oleh adanya mekanisme
pelentinganlithosfer(isostaticrebound)olehterbebasnyapembebananair.
Turunnyaparasmukalautberakibatpadakeringnyatepipaparankontinen(Sahuldan
Banda). Luas daerah yang mengalami perubahan tersebut mencakup kurang lebih
4.074.836km2(Gambar5a)(Hantoro&Handayani,1993,Wangetal.,1996).
Daratanbarutersebutdiperkirakansegeraditutupiolehtumbuhanhutantropisdataran
rendahdanrawa.Sejumlahperubahangejalaalamiahsegeramenyusulkemudianakibat
perubahantergenangdankeringnyapaparanini,antaralainmenyangkut(Hantoroetal.,
1993):
Evolusiwilayahpesisirmembentukkarakterpantai
Perubahan neraca geohidrologi yangmencakup wilayah luas paparan Sunda dan
Sahul
Neracaproduksiprimertotaldikawasankepulauanmaritim(lautandandaratan)
Energitotalmatahariyangterpantulatauterserapmenjadicadangandidaratatau
lautan
Mekanismeputaranbahangantaralautan,atmosferdandaratan
Mekanisme putaran arus udara dan kelembabannya akibat perubahan mekanisme
putaranbahang.
Mekanisme dan produksi proses pelapukan batuan, pengangkutan sedimen dan
penegndapansedimen
Mekanismeputaranarussamudra(permukaanmaupunlautdalam)
Produksikarbonatdipaparantepikontinen
Migrasiflora,faunadanmanusiapurbadikepulauanmaritim
Danlainlainmekanismeprosesalamiahberikutneracanya.
Suatuhalperludipikirkanseberapabesarperubahanbeban(kolom)airhinggasetinggi
100150miniterhadaprheologicekungandanlebihjauhlagi; pengaruhnyakemudian
padamekanismedinamikakulitbumiantaralainprosespelentinganatauyangtercermin
kemudianpadapolastrukturyangberkembangdikawasanpesisir.
6. EVOLUSI KOTA PANTAI DI INDONESIA
Puncak zaman es ditandai oleh susut laut yang mencapai 145 m dibawah muka
laut sekarang, zaman ini berakhir pada 14.000 tahun lalu (BP), diikuti dengan mulai
naiknya paras muka laut (Gambar 6-1)(Hantoro W.S, 1992). Walaupun belum ditemukan
situs pemukiman purba, sejumlah titik diperkirakan sempat menjadi tempat tinggal
sementara manusia purba Indonesia sebelum mulai menyeberang selat sempit menuju
lokasi berikutnya (Gambar 6-2)(Hantoro W.S., 2001). Tempat inilah yang dapat dianggap
sebagai awal pemukiman pantai di Indonesia. Seiring naiknya paras muka laut, yang
mencapai puncaknya pada zaman Holosen 6.000 tahun (BP) pada 3 m lebih tinggi dari
muka laut sekarang, lokasi-lokasi tersebut juga bergeser ke tempat yang lebih tinggi masuk
ke dalam hilir sungai. Berkembangnya budaya manusia, pola berpindah, berburu dan
meramu (hasil) hutan lambat laun berubah menjadi penetap, beternak dan berladang serta
Makalah dan Presentasi
12
Proceeding Kerugian pada Bangunan dan Kawasan Akibat Kenaikan Muka Air Laut pada KotaKota Pantai di Indonesia
menyimpan dan bertukar hasil dengan kelompok lain. Kemampuan berlayar dan
menguasai navigasi samudra sudah lebih baik, memungkinkan beberapa suku bangsa
Indonesia mampu menyeberangi Samudra Hindia ke Afrika dengan memanfaatkan
pengetahuan cuaca dan astronomi (Gambar 3-2b).
13
Proceeding Kerugian pada Bangunan dan Kawasan Akibat Kenaikan Muka Air Laut pada KotaKota Pantai di Indonesia
pesisir. Kota dengan dataran pantai luas lebih dianggap aman dengan kelengkapan benteng
sebagai pertahanan dari pada kota pantai berbukit (Jakarta, Makassar, Bengkulu, Cilacap,
dll). Di pulau-pulau kecil, sistim pertahanan benteng di bukit juga diterapkan untuk
menghadapi serangan dari laut (Ambon, Banda, Saparua, dll) sambil mempertahankan
monopoli dan menguasai perdagangan rempah (cengkeh, pala, dll.). Semakin kokohnya
kekuasan penjajah, dicirikan oleh perluasan kegiatan pembangunan kota keluar dari
lingkungan benteng seiring pembukan pertanian/perkebunan (tebu di dataran rendah dan
teh, kopi, kina, dll di dataran tinggi). Sejumlah kota besar pantai di Indonesia berkembang
dengan ciri kota Eropa dengan sedikit penyesuaian pada arsitektur dan tata ruang menurut
kondisi lingkungannya. Di sejumlah kota pantai berdataran sempit, perluasan mulai
merambah bukit, dicirikan oleh pendirian tempat ibadah (gereja) dan tempat tinggal,
sementara bandar dan kegiatan niaga masih berpusat di sekitar muara (Sibolga, Semarang,
Menado, Kupang, Ambon, dll). Bentuk kepulauan wilayah Indonesia dengan satu-satunya
transportasi laut yang dianggap aman dan efisien menyebabkan kota pantai lebih
berkembang di masa tersebut dan pendudukan kolonial Belanda dalam waktu sangat lama
memberi warna kuat ciri kota pantai. Masa pendudukan Jepang tidak memberikan
perubahan pada kota-kota pantai keciali meninggalkan bunker atau benteng kecil di
beberapa tempat di perbukitan sebagai upaya pertahanan.
Satu dua dekade setelah kemerdekaan, saat konsolidasi kedaulatan republik, tidak
banyak meninggalkan perubahan kota pantai yang masih kental dicirikan atmosfer kota
kolonial. Tiga dekade akhir abad 20 mulai terjadi perubahan pesat ruang wilayah kota
pantai. Terkesan terjadinya lepas kendali dalam pengelolaan kota pantai sehingga batas
daya dukung lingkungan kota pesisir sudah sangat jauh terlampaui, dengan rupa dan akibat
yang saat ini bisa kita lihat dan rasakan.
7. GENESA DAN TIPOLOGI PANTAI
Kepulauan Indonesia terbentuk oleh proses (endogen) rumit geologi dari gejala
konvergensi lempeng (litosfer) menghasilkan bentang alam (fisiografi) yang sangat
kompleks. Demikian halnya dengan pantai pulau-pulaunya, terbentuk seiring evolusi
geologi dengan ciri masing-masing berdasar proses dan mandala geologinya, yang
kemudian terlihat pada keragaman jenis batuan, struktur dan kelurusan, lereng pantai dan
perairan bentuk muara sungai dan lain-lain bagian bentang pantai. Kondisi iklim/cuava
(atmosfer) dan laut (biosfer) mengiringi evolusi tersebut memberi pengaruh (eksogen) pada
proses pembentukan bentang alam. Kegiatan manusia (biosfer) mulai ikut berpengaruh
pada proses evolusi mengubah bentang alam melalui upaya (anthropogenic) mengubah
lingkungan untuk kepentingannya sejak zaman Anthroposen.
Berdasar kenyataan demikian, klasifikasi wilayah pesisir dan pantai di Indonesia
akan lebih sempurna bila didasarkan atas beberapa hal yang menyangkut proses
pembentukan (genesa) dan perubahannya yang melibatkan unsur-unsur di atas.
Berdasar klasifikasi ini, dapat lebih mudah mengenali sifat dan potensi hingga
kerawanan yang dimilikinya, yang bermanfaat sebagai dasar dalam upaya
pengelolaannya berdasar keseimbangan dan kelestarian, di masa yang akan
datang.
Suatu pengkelasan pantai berdasar genesa, morfologi serta kondisi perairannya
diusulkan sebagai berikut, mengikuti kriteria-kriteria:
7. 1.
Kendali Tektonik:
14
Proceeding Kerugian pada Bangunan dan Kawasan Akibat Kenaikan Muka Air Laut pada KotaKota Pantai di Indonesia
Proses tektonik akibat konvergensi gerak lempeng dan kerak adalah sebagai kendali
utama proses yang menghasilkan geologi dan bentang alam pesisir dan pantai saat ini.
a. Penunjaman (Subduction):
Gerak relatif kerak Samudra Hindia dan benua Australia ke utara menghasilkan
penunjaman di bawah Sumatra, Jawa dan sebagian Sunda Kecil (NTB). Penunjamann
dicirikan oleh palung dalam samudra, lereng depan curam, jalur busur luar dan jalur
volkanik. Pesisir dan pantai jalur ini umumnya dibentuk oleh perbukitan terjal dengan
tebing lereng depan curam tanpa tutupan tumbuhan. Pantai umumnya menerima
langsung hempasan gelombang dan erosi, sementara teluk terbentuk dikontrol oleh
struktur geologi yang rumit dan batas antar litologi. Pasir pantai terbentuk di dataran
sempit hasil akumulasi sedimen sungai. Terumbu karang tumbuh di perairan yang
terlindung di pantai pulau utama dan pulau-pulau kecil.
Ciri morfologi pantai dan pesisir lainnya adalah:
- Tebing curam perbukitan pantai
- Erosi dan abrasi kuat pada tebing curam
- Pantai datar berpasir relatif lurus dengan asupan sedimen dari sungai kadang
membentuk bukit pasir (sand dune) dengan selingan rawa.
- Pola aliran sungai hampir tegak lurus pantai dengan gradient tebing curam lambah
sungai
- Kegempaan kuat dan sering kejadiannya, adakalanya diikuti tsunami
- Penenggelaman bergantian dengan pengangkatan pantai atau terumbu karang
mengiringi proses penunjaman
Curah hujan tinggi dan gejala geologi di kawasan ini memberikan bentang
alam dengan tebing dan lereng curam. Contoh kota pantai di jalur ini adalah: Sibolga,
Padang, Bnegkulu, Cilacap, dll.
b. Tumbukan (collision):
Gerak lempeng yang saling bertumbukan menghasilkan batuan yang tercampur
aduk (chaotic) yang terkerat kuat oleh struktur geologi patahan dan rekahan. Proses
tumbukan dapat diamati hasilnya di kawasan antara Flores hingga Wetar sebagai sisa
jalur volkanik dengan ciri pantai kaki volkanik dengan tutupan batu gamping
terangkat, Sumba sebagai busur luarnya dengan morfologi pantai teras terumbu
terangkat, dan jalur Sabu-Rote dan Timor sebagai jalur tumbukan dengan ciri pantai
curam serta singkapan batu gamping terangkat dengan terobosan lumpur endapan tua.
Contoh kota di jalur ini adalah: Kupang, Waingapu, Baa, dll
c. Gerakan Lateral :
Jenis konvergensi yang menghasilkan batas pertemuan dari lempeng yang
saling geser ini di Indonesia tidak begitu mudah dilihat gejalanya di daratan, kecuali di
kepala burung Irian Jaya yang menghasilkan sesar geser Sorong dengan pegunungan
terjal menghadap langsung ke laut membentuk pantai curam berbukit. Patahan dan
rekahan menandai jalur ini menyebabkan batuan pantai bertebing curam bertambah
rentan longsor dan terabrasi. Pantai di jalur ini umumnya sangat labil dan rawan
bencana, mengingat kegempaan juga relatif tinggi (gempa dan tsunami di. P Biak).
Contoh kota di mandala ini: Biak, Manokwari, Sorong.
d. Kraton Stabil :
Makalah dan Presentasi
15
Proceeding Kerugian pada Bangunan dan Kawasan Akibat Kenaikan Muka Air Laut pada KotaKota Pantai di Indonesia
16
Proceeding Kerugian pada Bangunan dan Kawasan Akibat Kenaikan Muka Air Laut pada KotaKota Pantai di Indonesia
gelombang samudra, namun tsunami adakalanya terjadi menyusul gempa kuat yang
sering terjadi di jalur ini. Contoh kota di pesisir ini antara lain: Sibolga, Padang,
Bengkulu, Cilacap, dst.
b. Pantai pesisir yang menghadap cekungan belakang (tepian paparan)
Cekungan belakang dari jalur konvergensi tektonik ditandai oleh paparan landai
luas dengan alur sungai (dendritic) panjang dan dataran tangkapan hujan luas,
mengalir berkelok-kelok melalui rawa dan dataran limpahan banjir, ke pantai berawa
dan ber tutupan tebal bakau membentuk muara delta luas dengan pulau pulau delta di
depannya. Jenis pesisir ini dijumpai di perairan timur Sumatra utara Jawa dan selatan
Irian. Contoh kota yang mewakili dan berada di mintakat ini adalah: Lhokseumawe,
Palembang, Jakarta, Semarang, dll.
c. Pesisir menghadap tepian kontinen.
Indonesia memiliki dua tepian kontinen, Sunda dan Sahul yang ke arah mana
beberapa pulau menghadapnya dengan ciri pantai landai dan sangat stabil dari gejala
geologi. Dua paparan tersebut menyisakan bentang alam dataran saat sempat kering
ketika susut laut hingga 145 m dari muka laut sekarang. Bentang alam saat susut laut
memiliki kemiripan dengan bentang pesisir sekarang, ditandai oleh daerah limpahan
banjir, rataan terumbu karang dan bakau serta endapan pasir pantai. Beberapa sisa
bentang alam tinggian masih terlihat berupa pulau pulau di perairan ini (SenayangLingga-Bangka-Natuna-Karimata dll). Landai dan dangkalnya perairan seringkali
menyebabkan kekeruhan akibat agitasi laut saat musim barat sulit hilang. Rataan tipis
bakau menutup pesisir perairan. Sisa pematang pantai purba membentuk rataan tipis
oleh endapan pasir kuarsa. Terumbu karang kurang pertumbuhannya di perairan ini
yang umumnya ditandai oleh air keruh siltasi sedimen agitasi gelombang. Kota-kota
yang mewakili antara lain: Tanjung Pinang, Pangkal Pinang, dll.
d. Jalur pulau busur luar:
Jalur pulau non volkanik busur luar terbentuk hampir menerus di barat dari
pulau Sumatra menghadap ke lepas Samudra Hindia. Di bagian timur busur Sunda,
busur luar terbentuk kembali sebagai pulau Sumba dan Sabu. Pulau-pulau tersebut
terbentuk dari terangkatnya sedimen laut oleh proses penunjaman dan tumbukan
lepeng, dicirikan oleh lapisan batuan yang terlipat membentuk perbukitan dan
terpotong patahan. Adakalanya batu gamping terumbu karang ikut terangkat keluar
membentuk perbukitan di pantai bertebing curam. Teluk terbentuk oleh struktur
geologi, umumnya padanya bermuara sungai membentuk endapan pasir
disekelilingnya atau tutupan bakau. Dangkalan akibat terangkatnya batuan, ditumbuhi
terumbu karang yang di atasnya seringkali kemudian tumbuh bakau. Sedimen lepas
atau keras terkomkakan dari endapan karbonat di pantai terbentuk dari hasil rombakan
terumbu karang. Pulau-pulau di barat Sumatra mengalami gerak pengangkatan
mengiringi kegempaan yang adakalanya diikuti tsunami, namun ditengarai pula
adanya penurunan. Di Sumba dan Sabu, pengangkatan lebih dominan dan menerus
menghasilkan undak teras. Kota-kota yang mewakili, antara lain: Muara Siberut,
Waingapu, Seba, Baa, dll.
e. Pulau gunung api:
Pantai pulau ini dicirikan oleh endapan bahan volkanik yang dimuntahkan
hingga ke perairan membentuk pesisir pantai landai di bagian mana sering ditumbuhi
bakau dan terumbu karang di perairannya. Endapan lahar atau lava sering mencapai
Makalah dan Presentasi
17
Proceeding Kerugian pada Bangunan dan Kawasan Akibat Kenaikan Muka Air Laut pada KotaKota Pantai di Indonesia
rataan bakau dan terumbu, namun dapat segera tumbuh pulih kembali setelah 5-6
tahun kemudian. Pulau-pulau ini membentuk jajaran dari Bali hingga Flores. Pantai
curam terbentuk oleh terobosan batuan volkanik atau batuan tufa lelehan dan lahar
konglomeratan yang tersemenkan. Lembah sungai dalam di hulu berakhir pada muara
yang berpantai landai pada pesisir datar, namun sering berupa muara sempit. Contoh
kota yang mewakili mintakat ini antara lain: Denpasar, Mataram, Bima, Banda,
Maumere, dll.
f. Pulau kecil di laut dalam:
Guyot dan kerucut gunung api aktif banyak ditemukan di perairan Laut Banda,
membubung naik dari kedalaman membentuk pulau yang terisolasi. Pulau-pulau ini
dicirikan oleh lereng perairan curam, namun lereng atas dekat permukaannya sering
dikelilingi oleh terumbu karang yang menempel pada batuan volkanik. Terumbu
karang adakalanya terangkat membentuk undak sempit batu gamping karang dengan
takik ombak, sebagai bukti adanya pengangkatan. Pantai sempit landai adakalanya
ditumbuhi bakau. Contoh kota yang mewakili pemukiman di pulau ini antara lain
adalah Banda.
g. Pulau-pulau kecil di paparan tepian kontinen.
Pulau terbentuk oleh tinggian batuan yang resistan dari kerjaan cuaca di
kawasan geologi yang stabil bagian dari paparan kontinen. Perubahan paras muka laut
lebih mengontrol evolusi morfologi perairan ini membentuk alur perairan dangkal
yang ditutupi endapan pantai dan sungai purba. Dangkalnya perairan menyebabkan
kekeruhan tidak mudah hilang, menyebabkan kualitas terumbu karang kurang baik
namun endapan pantai di perairan tenang mengalasi rataan tebal bakau. Pantai purba
sempit terbentuk di pesisir yang menghadap ke periaran bebas yang bergelombang
kuat yang membantu pembentukan endapan pasir kuarsa putih. Contoh kota yang
menempati gugusan pulau ini adalah: Pangkal Pinang, Tanjung Pinang, dll.
h. Pulau Delta:
Pulau-pulau delta terbentuk di bagian perairan landai di muara sungai yang
mengalir jauh dari pedalaman mengangkut sedimen yang diendapkan dan membentuk
pulau-pulau ini. Hampir seluruh pulau umumnya ditutupi bakau atau hutan tropis
dataran basah pada kisaran supra tidal atau intertidal. Kota-kota di pesisir timur
Sumatra dari Riau hingga Jambi menempati kawasan ini (Rumbai, dst).
7. 3.
Morfologi:
Kerjaan langsung dari proses geologi (endogen), laut dan cuaca (eksogen)
menghasilkan bentang (morfologi) lanjut pantai dan pesisir. Kenampakannya di lapangan
dapat dibedakan dalam beberapa kelompok, antara lain:
a. Pantai curam singkapan batuan :
Jenis pantai ini umumnya ditemukan di pesisir yang menghadap laut lepas dan
merupakan bagian jalur tunjaman/tumbukan, berupa pantai curam singkapan batuan
volkanik, terobosan, malihan atau sedimen. Jenis pantai ditemukan pantai barat
Sumatra, Pulau Simeuleule hingga Enggano, Pantai Selatan Jawa, Nusa Dua-Bali,
18
Proceeding Kerugian pada Bangunan dan Kawasan Akibat Kenaikan Muka Air Laut pada KotaKota Pantai di Indonesia
Pantai selatan Lombok - Flores, Sumba, Sabu, Rote, Timor, Solor - Wetar, Pantai timur
Tanimbar, Pantai utara Ceram Irian Jaya.
b.
19
Proceeding Kerugian pada Bangunan dan Kawasan Akibat Kenaikan Muka Air Laut pada KotaKota Pantai di Indonesia
Erosi maksimum terjadi bila enersi dari agen erosi mencapai titik paling lemah
materi tererosi. Pada sedimen lepas di pantai, arus sejajar pantai oleh adanya
gelombang atau arus pasang surut sudah mampu menjadi penyebab erosi. Erosi yang
terjadi pada dasar perairan akan mengubah lereng yang berdampak pada perubahan
posisi jatuhnya enersi gelombang pada pantai. Berikutnya, agitasi gelombang dapat
merusak titik terlemah dari apapun yang ditemukan dengan enersi maksimal.
Pencapaian titik terlemah dapat terjadi bila saat badai dengan gelombang kuat terjadi
bersamaan dengan posisi paras muka laut jatuh pada sisi paling lemah, yaitu
permukaan rataan pasir pantai. Erosi diperparah bila sedimen sungai yang menjadi
penyeimbang tidak cukup mengganti sedimen yang tererosi.
Jenis pantai dengan ancaman seperti ini terdapat di pesisir barat Sumatra,
selatan Jawa dan beberapa tempat yang menghadap perairan dengan agitasi gelombang
kuat.
Pada tebing pantai batuan keras, abrasi terjadi pula namun memerlukan waktu
lama untuk menghasilkan dampak yang terlihat. Takik pada batuan di ketinggian
tertentu diakibatkan kerjaan abrasi ini, bila takik terlalu dalam dan beban tidak dapat
tertahan lagi, bagian atas tebing runtuh. Pada beberapa kejadian, takik juga dipercepat
dalamnya oleh kegiatan pelubangan biota.
g. Pantai akresi:
Proses akresi terjadi di pesisir yang menerima asupan sedimen lebih dari jumlah
yang kemudian dierosi oleh laut. Dengan demikian, akresi merupakan kebalikan dari
proses erosi. Keseimbangan yang menyebabkan dua proses tersebut berlangsung
bergantian adalah kondisi: berubahnya paras muka laut, perubahan enersi agen erosi,
perubahan jumlah sedimen yang tersedia, dan lereng dari dasar perairan. Akresi pantai
oleh sedimen halus sering diikuti tumbuhnya bakau yang berfungsi kemudian sebagai
penguat endapan baru dari erosi atau longsor. Kecepatan akresi di beberapa pantai
dikendalikan oleh intensifnya sedimentasi hasil erosi di hulu.
7.4.
20
Proceeding Kerugian pada Bangunan dan Kawasan Akibat Kenaikan Muka Air Laut pada KotaKota Pantai di Indonesia
Dinamika perubahan relatif paras muka laut, suplai air tawar dan kemampuan
adaptasi biota laut menghasilkan gejala simbiosa antara bakau dan terumbu karang
(dan ikan) yang tumbuh di satu ekosistim.
d. Rumput laut :
Rataan luas pasir karbonat di terumbu karang pada perairan intertidal
memberi peluang tumbuhnya rumput laut (segrass dan seaweed) memperkaya
keragaman habitat wilayah perairan. Perairan relatif jernih dengan substrat pasir halus
karbonat disukai oleh biota ini.
e. Estuari dan paparan intertidalnya:
Pasang naik dan pasang surut tinggi membentuk estuari, namun meninggalkan
juga endapan lumpur luas yang tebal namun muncul saat surut. Rataan ini merupakan
habitat subur bagi jenis kerang-kerangan (bivalve)
f. Pantai kering batu gamping:
Di kawasan dengan curah hujan tahunan tipis, lembah dalam sungai mengiris
perbukitan undak pantai dengan aliran air hanya saat hujan tiba. Akresi pantai hanya
terjadi oleh terangkatnya rataan terumbu membentuk undak pantai baru. Sedimen hasil
rombakan terumbu karang terakumulasi di bagian cerukan pantai atau pantai landai
membentuk paparan datar. Terbatasnya suplai air tawar dan sedimen sungai
menyebabkan perairan terjaga bersih, namun membatasi bakau di periaran yang
memperoleh air tawar dari sungai yang lebih teratur aliran air tawarnya. Pantai kering
dapat terbentuk pulau dari batuan volkanik di kawasan bercurah hujan rendah. Jatuhan
batu di tebing sering menandai jenis pantai ini.
g. Lahan basah (wetland):
Dapat berupa delta atau pesisir berawa bagian pulau yang menghadap mintakat
stabil geologi. Kawasan pesisir ini dicirikan oleh dataran berawa tumbuhan tropis di
limpahan banjir sungai yang alirannya berkelok hingga dataran supratidal-intertidal di
mintakat bakau.
7.5.
21
Proceeding Kerugian pada Bangunan dan Kawasan Akibat Kenaikan Muka Air Laut pada KotaKota Pantai di Indonesia
b. Pemukiman baru
Pembangunan pemukiman baru dilakukan di pesisir dengan memperkuat pantai,
membuat perlindungan dari erosi dan limpasan gelombang. Pembuatan turap
pelindung mengubah sama sekali bentang pantai. Bakau dihilangkan untuk
memperoleh pandangan ke laut lepas.
c. Pelabuhan
Tempat berlabuh memerlukan perairan tenang terbebas setiap saat dari kesulitan
sandar dan memrlukan perairan dalam. Perluasan pelabuhan untuk ukuran kapal lebih
besar mengubah bentang alam, yang semula hanya terbuat dari dermaga kayu
sederhana menjadi demikian masif terbuat dari bangunan beton dengan turap.
Pembangunan pelabuhan mengubah bentang pantai.
d. Kota Besar Pesisir
Pembangunan pemukiman berskala besar dari perluasan kota cenderung
berdampak pada terubahnya bentang alam wilayah pesisir menjadi blok-blok
perumahan yang penataannya lebih didasarkan pada efisiensi ruang semaksimal
mungkin. Kondisi demikian tidak lagi mengindahkan keperluan keseimbangan estetika
mupun daya dukung lingkungan. Adakalanya pengelolaan limbah pemukiman juga
terabaikan dengan dampak semakin buruknya kualitas pantai dan perairan.
e. Pantai Reklamasi:
Reklamasi pantai demi memperoleh lahan lebih luas merupakan kegiatan
palingburuk yang mengubah bentang alam asli pantai dan wilayah pesisir.
Penataan
ruang bentang alam yang diperoleh harus dilakukan dengan perhitungan dan
perencanaan yang matang sehingga ruang baru dapat menyatu dengan bentang alam
asli disekelilingnya.
f. Tambak (ponds):
Tambak dibangun diperairan intertidal dengan membuka tutupan lahan asli
berupa bakau dan lahan rawa. Kegiatan ini mengubah bentang alam dalam skala luas
di pesisir datar dengan kisaran pasut tidak terlalu kuat. Seringkali tambak dibuat
langsung di perairan pinggir laut, namun seringkali menyisakan rataan tipis bakau
sebagai pelindung dan penangkap sedimen. Pertambakan luas dikembangkan di
perairan tepian kontinen.
g. Hunian wisata:
Beberapa tempat terpilih sebagai kegiatan hunian wisata, dalam format besar
dan modern maupun kecil bernuansa ekowisata. Bentang alam umumnya terubah pada
hunian wisata masif dan modern berupa hotel atau bungalow, sementara nuansa asli
seringkali justru dipertahankan pada hunian ekowisata.
8. KESIMPULAN DAN SARAN
Menutup ulasan mengenai karakeristik pantai dan pengaruhnya pada perkembangan
kota, dapat disampaikan beberapa catatan, saran dan kesimpulan, antara lain:
Makalah dan Presentasi
22
Proceeding Kerugian pada Bangunan dan Kawasan Akibat Kenaikan Muka Air Laut pada KotaKota Pantai di Indonesia
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
Bentang alam wilayah pesisir dan pantai dibentuk oleh gejala endogen
geologi. Tiga gejala utama tektonik yang mengontrol awal bentang alam adalah
tunjaman dan tumbukan lempeng, gerak geser antar lempeng, gunung api dengan
komponen gerak tegaknya. Cekungan belakang busur ditandai oleh penurunan yang
membentuk sedimen tebal. Jenis batuan menentukan kestabilan pantai dan
kemampuan bertahan dari kerjaan laut dan cuaca.
Di perairan stabil tanpa gejala geologi (endogen), di bagian yang mengalami
pengaruh kuat perubahan paras muka laut, di pesisir dan di pantai, selanjutnya
pembentukan bentang alam lebih dipengaruhi oleh gejala cuaca (erosi) dan laut
(erosi, sedimentasi).
Pantai yang menghadap perairan terbuka dengan agitasi kuat memiliki kota
pantai yang berkembang di rataan pasir pantai, berawal dari pemukiman dan
pelabuhan sebagai bandar niaga di muara sungai. Pemilihan muara di bentang
manapun sebagai awal pemukiman sangat umum dijumpai di Indonesia, di dataran
alluvial, di kaki gunung pulau volkanik, di pesisir perairan paparan tepian kontinen
atau di pantai dataran limpah banjir.
Kota pantai tumbuh dan berkembang sesuai status dan fungsinya dari saat ke
saat melalui beberapa perioda masa penjajahan dan kemudian masa setelah
kemerdekaan. Perkembangan dan perluasan kota yang berstatus kota pusat
pemerintahan terlihat lebih pesat.
Perluasan kota untuk pemukiman mulai terasa sejak 30 tahun terakhir.
Demikian halnya dengan pembangunan sarana pelabuhan dan transportasi lain.
Sejumlah besar kota pantai berkembang pesat oleh peningkatan usaha ekonomi
perniagaan, pertanian/perkebunan dan industri, sementara marikultur dan industri
hilirnya hanya berkembang di beberapa kota pantai saja atau hanya sebagai
suplemen kecil usaha ekonomi. Perlu peningkatan usaha ekonomi kelautan di
segala lini (industri rekayasa, budidaya dan tangkap, pengolahan, wisata, dll)
Pertumbuhan kota-kota pantai di akhir abad 20 an cenderung mangabaikan daya
dukung lingkungan di sekelilingnya serta ancaman bencana yang berpotensi
merusak. Keterbatasan ruang yang layak dikembangkan menyebabkan perluasan
merambah lingkungan yang seharusnya dipertahankan sebagai penyangga, antara
lain yang berada di hulu, hilir, pantai dan perairan dengan pulau-pulau di depannya.
Cuaca, kondisi laut dan tektonik merupakan gejala-gejala yang mengontrol
bentang alam dari awal pembentukan hingga bentuk saat ini. Mengingat demikian
kuat pengaruhnya hingga saat ini seiring perkembangan kota, maka gejala tersbut
harus diperhitungkan sebagai potensi alam dalam upaya mempertahankan
kelestarian lingkungan kota pantai.
Jenis ancaman bencana pada kota-kota pantai beragam tergantung pada gejala
alam apa saja yang mengontrolnya. Namun secara regional, ancaman kenaikan
muka air laut estatik - walaupun akan dirasakan hampir semua kota pantai dengan
besaran dampak berbeda tergantung bentang alam dan gelogi di atas mana kota
dibangun. Kota pantai berbukit hampir tidak terpengaruh oleh gejala ini sementara
kota di pesisir delta atau pulau kecil, akan merasakan akibat gejala ini dengan
ancaman sangat serius pada kerusakan langsung pada pantai oleh erosi dan
penenggelaman.
23
Proceeding Kerugian pada Bangunan dan Kawasan Akibat Kenaikan Muka Air Laut pada KotaKota Pantai di Indonesia
Soeprapto Msc, data pustaka lain oleh rekan-rekan yang tidak tersebutkan di sini. Untuk itu
diucapkan terima kasih atas bantuannya.
DAFTAR PUSTAKA
Hantoro W.S.,1992 : Etude des terrasses rcifales quaternaires souleves entre le
dtroitdelaSondeetl'ledeTimor,IndonsieMouvementsVerticauxdelaCrote
terrestre et variations du niveau de la mer. Ph.D Thesis Univ. d'Aix Marseille II.
France.VolI761petVol.II225p.Published.
HantoroW.S.,HandayaniL.,(1993)Thepostglacial carbonate production ofthelost
epicontinental platform in the PacificIndian Ocean Gateways. In:
Proceedings of the CLIP Unesco IUGS Meeting, Mombasa, Kenya, December 13
20,1993.(g)
Hantoro W.S., Faure H., Djuwansah R., FaureDenard L.,Pirazzoli P.A., 1993. The
Sunda and Sahul Continental platform: Lost land of the last glacial continent in
S.E.Asia.Extended AbstractIn:IGCP253274workshop,Dakar,Senegal,May35,
1993.
Hantoro W.S. 2001. Low stand sea level and landform changes: climatic changes
consequence to epicontinental shelf and fauna migration through Indonesian
Archipelago. In Preceeding of: The environmental and Cultural History and
Dynamics of the Australian-Southeast Asian Region seminar, Melbourne, December
10-12, 1996.
Moore G.F., Curray J.R., Moore D.G., Karig D.E., 1980. Variations in geologic
structurealongtheSundaforearc,northernIndianOcean.In:D.E.Hayes(Editor),
The Tectonics and Geologic Evolution of the Southeast, Asian Seas and Basins.
Geophys.Monographs,23,Am.Geophys.Union,Washington,D.C.,pp.145160.
Mc Caffrey R., Molnar P., Roecker S.W., Joyodiwiryo Y.S., 1985. Microearthquacke
seismicity and fault plane solution related to arccontinent collision in the eastern
SundaArc.JournalofGeophysicalResearch,90:45114528.
McCaffrey R., 1991. Slip vectors and stretching of Sumatran fore arc. Geology 19,
881884.
McCaffreyR.,AbersG.A.,1991.Orogenyinarccontinentcollision:TheBandaarcand
WesternNewGuinea.Geology,v.19,p.563566,June1991.
Wang P.X., Bradshaw M., Ganzei S., Tsukawaki S., Hantoro W.S. Hassan K., Poobrasert,
1996. Paleogeographical Map of The Last Glacial Maximum 1:20 000 000, Westpac
Intergovernmental
Oceanographic
Commission,
IOC/Westpac
SubCommission publication. 1996.
Daftar Gambar:
24
Proceeding Kerugian pada Bangunan dan Kawasan Akibat Kenaikan Muka Air Laut pada KotaKota Pantai di Indonesia
25