CETUXIMAB
Efikasi cituximab ditambah kemoterapi lainnya telah diteliti. Penelitian fase I pada
KPKBSK didapatkan PR 2 dari 19 pasien (10,5%) dengan dosis multipel cetuximab
dan cisplatin. Uji klinis randomisasi terkontrol kemoterapi naive pasien KPKBSK
stage lanjut dengan ekspresi EGFR berlebihan didapatkan RR yang tinggi pada
regimen cetuximab, vinorelbine dan cisplatin dibandingkan hanya dengan
vinorelbine dan cisplatin saja (31,7% vs 20,0%).34 Penelitian lain kombinasi
cetuximab dilaporkan bahwa didapatkan RR yang hampir sama. Kombinasi
cetuximab dengan docetaxel kemoterapi pada KPKBSK refrakter/resisten
didapatkan 28% (13/47) PR dan 17% (8/47) penyakitnya stabil.35 Cetuximab yang
ditambahkan regimen paclitaxel + carboplatin atau regimen gemcitabine +
carboplatine pada KPKBSK nave didapatkan masing masing RR 26% (31 pasien)
dan 28,6% (35 pasien).36
BEVACIZUMAB
Hasil awal uji klinis fase I/II bevacizumab dan erlotinib pada KPKBSK stage IIB/IV
atau rekuren didapatkan PR 8 dari 40 pasien (20%) dan penyakit stabil 26 dari 40
pasien (65%), median survival time 12,6 bulan dan progression free survival 6,2
bulan. Eastern Cooperative Oncology Group (ECOG) E4599 trial membandingkan
regimen paclitaxel + carboplatin dengan bevacizumab (PCB) dan tanpa
bevacizumab (PC) pada KPKBSK stage lanjut. Hal ini merupakan uji klinis fase III
pertama yang menunjukkan keuntungan survival terapi lini pertama kombinasi
target biologi dengan kemoterapi, dilaporkan RR 27% pada PCB dibandingkan 10%
pada PC, progression free survival (PFS) (6,4 vs 4,5 bulan) dan median survival rates
(12,5 vs 10,3 bulan) dengan bevacizumab.39 Bevacizumab memberikan
toleransi yang baik bila dikombinasi dengan regimen paclitaxel + carboplatin yang
akan mengubah toksisiti regimen kemoterapi. Bevacizumab mempunyai efek
samping hipertensi, proteinuria dan hemoragik. Kasus hemoragik sangat kecil tetapi
dilaporkan terjadi hemoragik pulmoner yang merupakan sebab hambatan
Rituximab
Antibodi monoklonal yang paling umum dipakai dalam pengobatan limfoma non Hodgkin adalah
rituximab. Rituximab efektif dalam pengobatan beberapa tipe limfoma non Hodgkin yang paling
umum. Rituximab umumnya diberikan dalam kombinasi dengan kemoterapi, meskipun pada
beberapa keadaan diberikan tunggal.
Pada banyak pasien, rituximab meningkatkan efektivitas dari pengobatan lain (umumnya
kemoterapi). Pada limfoma non Hodgkin indolen, rituximab dapat meningkatkan lamanya
masa remisi karena pengobatan. Pada limfoma non Hodgkin agresif, tambahan rituximab pada
kemoterapi standar (CHOP) telah terbukti meningkatkan kemungkinan pasien untuk sembuh dan
meningkatkan harapan hidup dibanding kemoterapi saja.
Juga penting bahwa efek samping terkait infus rituximab umumnya hanya terjadi saat obat diberikan
dan berkurang pada dosis berikutnya, serta pemberian bersamaan dengan kemoterapi tidak
menyebabkan peningkatan efek samping karena kemoterapi yang bermakna. Efek samping yang
berlanjut lebih lama dari beberapa menit atau jam sangat jarang dan umumnya tidak ada makna
klinisnya
Cara kerja
Tidak seperti kemoterapi dan radioterapi, yang bekerja secara kurang spesifik, tujuan pengobatan
antibodi monoklonal adalah untuk menghancurkan sel-sel limfoma non Hodgkin secara khusus dan
tidak mengganggu jenis-jenis sel lainnya.
Semua sel memiliki penanda protein pada permukaannya, yang dikenal sebagai antigen. Antibodi
monoklonal dirancang di laboratorium untuk secara spesifik mengenali penanda protein tertentu di
permukaan sel kanker. Antibodi monoklonal kemudian berikatan dengan protein ini. Hal ini memicu
sel untuk menghancurkan diri sendiri atau memberi tanda pada siinduk kekebalan tubuh untuk
menyerang dan membunuh sel kanker.
Sebagai contoh, rituximab, antibodi monoklonal yang dipakai dalam pengobatan limfoma non
Hodgkin, mengenali penanda protein CD20. CD20 ditemukan di permukaan Sel B abnormal yang
ditemukan pada jenis-jenis limfoma non Hodgkin yang paling umum.
Saat rituximab berikatan dengan CD20 di permukaan suatu sel-B, sel mungkin dihancurkan
langsung, tetapi pertahanan alami tubuh juga disiagakan. Rituximab secara efektif menyerang sel
limfoma agar dapat dihancurkan siinduk kekebalan tubuh dan membunuh sel-sel kanker.
CD20 juga ditemukan di permukaan sel-B normal, salah satu jenis sel darah putih yang beredar di
tubuh. Ini berarti mungkin sel-B normal ini juga dihancurkan saat rituximab digunakan. Akan tetapi,
sel induk dalam sumsum tulang yang berkembang menjadi sel-B tidak memiliki CD20 pada
permukaannya.
Oleh karena itu sel induk tidak dihancurkan oleh rituximab dan dapat terus menyediakan sel-B sehat
untuk tubuh. Meskipun jumlah sel-B normal yang matang berkurang untuk sementara karena
pengobatan, mereka akan kembali ke kadar semula setelah pengobatan
Efek samping
Seperti semua obat, antibodi monoklonal dapat menyebabkan efek samping. Contohnya untuk
rituximab, efek samping umumnya ringan dan bersifat sementara, hanya berlangsung selama
pengobatan atau beberapa jam setelahnya. Efek samping terjadi paling sering selama masa
pengobatan mingguan pertama, dan biasanya berkurang dengan dosis selanjutnya. Hal ini
disebabkan lebih banyak sel limfoma selama pengobatan pertama yang harus diserang oleh
antibodi monoklonal dan dihancurkan oleh si induk kekebalan tubuh.
Efek samping yang paling umum adalah demam, menggigil dan gejala mirip flu lainnya, seperti nyeri
otot, nyeri kepala dan rasa letih. Umumnya cepat berakhir setelah masa pengobatan berakhir.
Kadang-kadang, pasien merasakanflushing mendadak dan merasa panas di wajah. Hal ini biasanya
berlangsung amat singkat.
Beberapa pasien mengalami mual (mual) atau muntah. Obat anti muntah (anti-muntah) umumnya
sangat efektif dalam mencegah maupun meringankan gejala-gejala ini sehingga lebih dapat
ditoleransi.
Kadang-kadang, pasien merasakan nyeri pada bagian tubuh yang merupakan lokasi limfoma. Nyeri
biasanya ringan dan dapat diatasi dengan obat anti-nyeri biasa.
Rituximab dapat menyebabkan reaksi alergi. Gejalanya dapat berupa:
Anti CD 20 termasuk golongan monoclonal antibody yang dipergunakan pada Limfoma Non
Hodgin sel B(1).
Rituximab mengikat dua molekul CD20, mka akan memicu sinyal masuk ke dalam sel yang
akan mendinduksi opotosis. Bila rituximab berikatan silang dengan antibody, maka sinyal
apoptotic diintensifkan. Ikatan silang ini juga bisa terjadi bila antibodi terikat dengan sel imun
lainnya melalui reseptor Fc-gamma (FC-R)
Efek samping
Antibodi monoklonal diberikan intravena. Dibandingkan dengan efek samping
kemoterapi, efek samping naked MAbs atau MAbs murni biasanya lebih ringan dan
sering dikaitkan dengan reaksi alergi. Efek ini terlihat biasanya di awal terapi,
misalnya demam, menggigil, lemah, nyeri kepala, mual, muntah, diare, tekanan
darah turun, dan rashes. Beberapa MAbs juga bisa berimbas pada sumsum tulang
seperti halnya pada pemberian obat kemoterapi. Hal ini sebagai akibat rendahnya
kadar sel darah. Efek samping ini bisa memicu peningkatan risiko pendarahan dan
infeksi pada pasien.
2. Antibodi Monoklonal Kombinasi
Conjugated monoclonal antibodies adalah antibodi yang dikombinasikan dengan
berbagai jenis obat, toksin, dan materi-materi radioaktif. Obat ini hanya berperan
sebagai kendaraan yang akan mengantarkan substansi-substansi obat, racun, dan
materi radioaktif, menuju langsung ke sasaran yakni sel-sel kanker. Antibodi
monoklonal jenis ini akan berkeliling ke seluruh bagian tubuh sampai ia berhasil
menemukan sel kanker yang cocok dengan antigen yang ia bawa. Agen ini
kemudian akan menghantarkan racun di tempat paling krusial, namun hebatnya, ia
bisa meminimalkan dosis pada sel normal untuk menghindari kerusakan di seluruh
bagian tubuh. Sayangnya, antibodi gabungan ini secara umum masih menimbulkan
efek samping lebih banyak dibandingkan antibodi monoklonal yang murni. Efek
yang ditimbulkan tergantung pada tipe substansi yang ikut serta atau menempel
padanya.
Conjugated MAbs kadang dikenal juga sebagai "tagged," "labeled," atau "loaded"
antibodies. Perbedaannya sebagai berikut:
BAB III
KESIMPULAN
Antibodi monoklonal adalah zat yang diproduksi oleh sel gabungan tipe tunggal
yang memiliki kekhususan tambahan. Ini adalah komponen penting dari sistem
kekebalan tubuh. Mereka dapat mengenali dan mengikat ke antigen yang spesifik
Antibody monoklonal adalah antibody yang melawan protein di daerah dan atau sel
kanker. Antibodi monoklonal dibuat di laboratorium khusus untuk melawan antigen
tertentu. Karena tiap jenis kanker mengeluarkan antigen yang berbeda, maka
berbeda pula antibody yang digunakan.
Antibodi monoklonal juga dapat mempengaruhi cell growth factors, karenanya
dapat digunakan untuk menghambat pertumbuhan sel-sel tumor. Jika dipadu
dengan radioisotop, obat kemoterapi, atau imunotoksin, setelah menemukan
antigen yang dicari antibodi monoklonal langsung membunuh sel pembuatnya
(kanker).
Contoh Antibodi :
1. Remicade (Infliximab) : hanya disetujui untuk pengobatan penyakit Crohn,
ditemukan untuk mengurangi rasa sakit yang terkait dengan penyakit.
Remicade mengalami penurunan signifikan lebih besar pada rasa sakit
sebagaimana dinilai oleh empat pertanyaan nyeri berbeda setelah 10
minggu, dibandingkan dengan pasien yang menerima dosis tunggal.
2. Gentuzumab ogamacin : adalah anti-CD33 zat darah penyerang kuman
complexed bagi zat pembunuh kuman anti tumor calicheamicin, karena CD33
Karena itu perlu diketahui status mutasi gen setiap individu yang diberi terapi
target.
Infliksimab (nama dagang Remicade) adalah antibody monoclonal terhadap TNF.
Ini digunakan untuk mengobati penyakit autoimun. Pada tahun 1998 obat ini
mendapat persetujuan oleh FDA (US Food and Drug Administration) untuk
pengobatan psoriasis, penyakit Crohn, spondylitis ankilosa, psoriatic arthritis,
rheumatoid arthritis dan ulcerative colitis.
Efek samping yang paling umum terjadi adalah infeksi saluran pernafasan atas,
infeksi saluran kemih, batuk, ruam, sakit punggung, mual, muntah, sakit perut, sakit
kepala, bahkan demam.
Jika terjadi infeksi serius selama pengobatan maka infliksimab harus dihentikan.
Sebelum menggunakan obat ini harus memiliki pengujian TBC kulit, karena laporan
dari rekativasi TB pada pasien yang memakai infiksimab.