Hery Murwono
Kalau ditelisik di negara-negara maju seperti Eropa, isu legalisasi ganja juga menjadi
perkara serius sampai ke tingkat parlemen untuk merespons kebijakan Belanda tentang
legalisasi ganja tersebut. Berdasarkan pandangan Hukumonline tentang peredaraan ganja
di Belanda, sejauh ini tidak ada aturan yang menyatakan ganja legal. Bahkan, revisi tahun
1976 terhadap UU Opium Belanda menempatkan ganja ke dalam status ilegal dan ada
ancaman hukuman bagi produsen, penjual, serta penggunanya. Alasan pemrintah Belanda
lebih pada langkah pragmatis untuk mengontrol ganja dan hashish yang tertuang dalam
buku Introduction to Dutch Law terbitan Kluwer International (1999). Meski begitu,
bukan berarti pemerintah Belanda benar-benar membebaskan penggunaan ganja,
pengedaran yang sistematis, serta ekspor-impor, pelakunya akan tetap dapat dipenjara.
Persoalan ganja adalah persoalan yang berkaitan dengan soal kemanusiaan di mana masa
depan generasi muda suatu masyarakat akan melanjutkan peradaban leluhurnya.
Persoalan ganja juga berkaitan erat dengan perputaran roda ekonomi dalam kuantitas
yang besar, bahkan ditaksir sama dengan nominal uang yang dihasilkan dari industri
tekstil dunia. Negara-negara di belahan Timur memang lebih keras merespons hal
tersebut, seperti tetangga kita Malaysia dan Singapura menerapkan hukum penggal
kepala untuk para pengedar ganja.
2003
2004
2005
2006
Total
Narkotika
1.907 2.040
9.929 3 .874
8 .171 9 .422
29.343
Psikotropika
6 .733 5 .658
22.148
1 .348 2 .275
5.033
56.524
Bahan Adiktif
62
79
Jumlah Total
3.617 3.751
Kenaikan (%)
3,7
6 21
90,3
6 48
17,8
93,3
6,8
205
Tabel data tersebut menunjukkan persoalan narkotika memperlihatkan tren yang terus
meningkat setiap tahunnya. Peningkatan ini tentu saja tidak berkorelasi positif terhadap
kinerja aparat penegak hukum dalam kasus ini Polri. Namun banyak faktor yang
menyebabkan tingkat pengguna drugs bertambah secara signifikan. Alasannya antara lain
liberalisasi ekonomi yang terjadi di Indonesia, dunia pendidikan yang masih minim
memperkenalkan ancaman drugs terhadap generasi muda bangsa, dan masyarakat
(lingkungan keluarga dan tempat tinggal) yang masih awam.
Alasan utama yang
harus dipertimbangkan
dari rencana
"legalisasi ganja"
adalah dampak sosial
yang akan timbul
terhadap masyarakat,
Jika kita tarik perbandingan dengan negara-negara maju
seperti Belanda, pemerintah Belanda membuat
pengawasan yang sangat ketat terhadap peredaran drugs.
muda.
Remaja di bawah umur 18 tahun belum, bahkan tidak bisa
menikmati rokok dan alkohol. Secara terbuka pula di negara-negara Eropa penjual rokok
dan alkohol dapat diakses bebas, tidak hanya itu tetapi juga majalah, VCD, dan DVD
untuk dewasa pun dijual secara terbuka dengan alasan yang ketat bahwa hanya kalangan
yang berumur 18 tahun ke atas yang dapat membeli. Kalau terjadi pelanggaran terhadap
aturan yang berlaku, penjual akan dikenai sanksi hukum yang berat.
khususnya generasi
Sementara dalam relasi sosial dan kultural dalam masyarakat kita tidaklah seperti yang
terjadi di negara-negara maju yang masyarakatnya sudah rasional dan tertib hukum.
Kesadaran sosial masyarakat kita masih rendah. Pelajar yang berseragam sekolah dengan
mudah membeli rokok dan mengisapnya di depan umum. Bebas pula membeli terbitan
untuk kalangan dewasa. Di sinilah poin yang akan saya garis bawahi. Apabila ganja
diturunkan golongannya dan jenis soft-drugs lainnya dapat dijual bebas, lalu bagaimana
dengan pengunaan hard-drugs lainnya? Berkaca pada pengalaman untuk jenis rokok saja,
sekalipun produsen sudah mencantumkan peringatan "Berbahaya bagi Kesehatan" tetap
saja tidak mendapat gubrisan.
Perbedaan sistem sosial dan kultural antara negara-negara maju dan berkembanglah yang
menjadi alasan utama. Sekali lagi bukan persoalan penegak atau aparat hukum yang
berwenang dalam menjalankan tugasnya, melainkan kesadaran sosial dan kontrol sesama
masyarakat yang masih rendah menjadi pertimbangan.
- AKBP Hery Murwono SSTMK, Kasat Binluh Ditnarkoba Polda Daerah Istimewa
Yogyakarta
Wiranta Yudha
Berkaitan dengan hal tersebut, wacana tentang legalisasi ganja yang dilontarkan BNN
menarik untuk diperhatikan. Sejauh ini opini tentang ganja selalu ditabukan dalam sistem
hukum kita. Banyak kalangan menutup mata terhadap banyaknya manfaat ganja untuk
berbagai bidang. Daun ganja bisa dibuat sayur, batangnya bisa dijadikan serat tali, dan
faedah lainnya adalah beberapa hal untuk menyebut ganja sesungguhnya memiliki sisi
positif. Dalam undang-undang selama ini ganja masuk ke dalam psikotropika golongan
satu dengan ancaman hukuman bisa berupa pidana mati. Padahal kalau dikaji lebih
saksama lagi niscaya akan lebih banyak manfaatnya daripada mudaratnya.
Padahal kalau dikaji
lebih saksama lagi
niscaya akan lebih
banyak manfaatnya
daripada mudaratnya.
British Columbia, dengan mencontoh program satu tahun di Belanda. Di Kanada, ada 78
paramedis yang diizinkan membeli ganja resmi dari pemerintah, yang tumbuh Flin Flon,
Manitoba. Satu ons dijual sekitar US$ 113 dan kemudian ganja dikirim melalui kurir ke
pasien atau para dokter mereka. Departemen kesehatan Kanada juga sedang mengubah
peraturan untuk mengizinkan apotek mempuyai stok ganja untuk dijual bebas tanpa resep
dokter, serupa dengan peraturan atas sejenis obat yang disebut morning after pil. Dalam
keadaan darurat, obat-obatan tersebut dapat diperoleh secara langsung dari apoteker tanpa
resep dokter (www.isekolah.org).
Mengapa mereka bisa melakukan hal tersebut? Karena ternyata ganja mempunyai banyak
manfaat. Manfaatnya sangat bervariasi, seperti mengurangi rasa sakit dan mual efek
penyakit AIDS dan penyakit lainnya. Di Kanada, proyek percobaan legalisasi ganja dikaji
di British Columbia secara ilmiah oleh perguruan tinggi farmasi di provinsi tersebut.
Kemudian mereka mengeluarkan rekomendasi yang menguncangkan, yaitu mendukung
distribusi ganja medis di apotek.
Jika sebagian pihak sementara ini menentang ide dan usulan BNN, itu tentu bisa
dimengerti. Bayangan tentang barang yang bisa memabukkan dan "merusak" generasi
muda ini memang tidak bisa dinafikan begitu saja. Namun menurut hemat penulis, tidak
adanya payung hukum bagi usaha penelitian ganja, selama ini, mengakibatkan minimnya
akses informasi masyarakat terhadap tanaman yang tumbuh subur di dataran Aceh itu.
Sehingga tidak heran jika kemudian yang muncul adalah sikap antipati dan apriori dari
sebagian masyarakat.
Di luar negeri penggunaan ganja ternyata dibedakan, yaitu penggunaan untuk industri dan
untuk penggunaan terlarang. Ganja untuk pengunaan terlarang dikenal sebagai cannabis,
sedangkan untuk penggunaan industri dikenal dengan istilah hemp. Sementara di
Indonesia tidak mengenal perbedaan ini. Hal ini seperti tercantum dalam Undang-Undang
Nomor 22 Tahun 1997. Di situ disebutkan bahwa ganja termasuk sebagai narkotika.
Salah satu sebab mengapa ganja menjadi tumbuhan terlarang adalah karena zat THC. Zat
ini bisa mengakibatkan pengguna menjadi "mabuk" sesaat jika salah digunakan.
Sebenarnya zat THC dalam tumbuhan ganja dapat dikontrol kualitas dan kadarnya jika
ganja dikelola dan dipantau dengan proses yang benar.
Legalisasi ganja bila dikaitkan terhadap tingginya jumlah peredaraan narkotika dan obat
terlarang di Indonesia dengan jenis yang semakin beragam merupakan salah satu cara
untuk menekan angka penggunaan narkotika pada kalangan anak-anak dan remaja.
Sejauh ini lebih dari 78% pecandu dan pengguna obat bius di Indonesia mulai kecanduan
pada usia remaja antara 15 tahun dan 18 tahun.
Bila masyarakat tidak
mau anak-anaknya
mengisap ganja, justru
ganja harus
dilegalkan. Persoalan
Jika orang tua memiliki peran dalam kasus ini, pilihannya adalah: apakah ingin anakanaknya sembunyi-sembunyi mengisap ganja yang dibeli secara gelap di jalanan, atau
ingin berbicara dengan anak-anak dengan tenang dan menerangkan secara terbuka
mengenai ganja dan mengapa mereka sebaiknya menunggu hingga telah cukup umur
untuk mengisap ganja!
Berkaca pada kenyataan bahwa usia remaja memiliki rasa ingin tahu yang besar, maka
dengan memberikan pendidikan secara terbuka mengenai ganja, masyarakat akan dapat
mengurangi penggunaan hard-drugs. Sikap hipokrit masyarakat selama ini justru
melahirkan dampak yang tidak terkontrol dan menjadikannya sebagai fenomena gunung
es. Kecil di permukaan, namun betapa besarnya jika kita tahu yang ada di bawahnya.
Legalisasi ganja sesungguhnya upaya untuk menekan angka penyalahgunaan narkoba dan
sejenisnya, sekaligus mendidik sikap dewasa kita semua melihat suatu persoalan.
- Wiranta Yudha, aktivis sosial dan pemerhati masalah drugs. Pernah melakukan
penelitian mengenai penggunaan narkoba dan HIV/AIDS.