Anda di halaman 1dari 5

REFERENSI FILM

SANG PENARI

Sutradara Ifa Isfansyah Produser Shanty Harmayn Penulis Salman


Aristo, Ifa Isfansyah, Shanty Harmayn (screenplay), Ahmad Tohari (novel,
Ronggeng Dukuh Paruk) Pemeran Oka Antara, Prisia Nasution, Slamet
Rahardjo, Dewi Irawan, Landung Simatupang, Happy Salma, Teuku Rifnu
Wikana, Tio Pakusadewo, Lukman Sardi, Hendro Djarot, Yayu Unru,
Arswendi Nasution, Zainal Abidin Domba, Ni Made Aurel, Aji Santosa
Musik Aksan Sjuman, Titi Sjuman Cinematography Yadi Sugandi
Editing Cesa David Luckmansyah Studio KG Productions/Salto Films
Durasi 109 minutes Negara Indonesia Bahasa Indonesia Penghargaan
Festival Film Indonesia 2011 Sutradara Terbaik : Ifa Isfansyah

Pemeran Wanita Terbaik : Prisia Nasution Pemeran Pendukung


Wanita Terbaik : Dewi Irawan

Sinopsis
Sebuah cerita cinta yang terjadi di sebuah desa miskin Indonesia pada
pertengahan 1960-an. Rasus (Nyoman Oka Antara), seorang tentara muda
menyusuri kampung halamannya, mencari cintanya yang hilang, Srintil (Prisia
Nasution).
Cerita berawal ketika keduanya masih sangat muda dan saling jatuh cinta di
kampung mereka yang kecil dan miskin, Dukuh Paruk. Tapi kemampuan menari
Srintil yang magis menghalangi cinta mereka, karena hal itu membuat para
tetua dukuh percaya bahwa Srintil adalah titisan ronggeng. Dan saat Srintil
menyiapkan diri untuk tugasnya, ia menyadari bahwa menjadi seorang
ronggeng tidak hanya berarti menjadi pilihan dukuhnya di pentas-pentas tari.
Srintil akan menjadi milik semua warga Dukuh Paruk. Hal ini menempatkan
Rasus pada sebuah dilema. Ia merasa cintanya telah dirampas. Dalam
keputusasaan, Rasus meninggalkan dukuhnya untuk menjadi anggota tentara.
Lalu jaman bergerak, di mana Rasus harus memilih: loyalitas kepada negara,
atau cintanya kepada Srintil. Dan ketika Rasus berada dalam dilema, ia sudah
kehilangan jejak kekasihnya. Pencariannya tidak mudah dan baru membuahkan
hasil setelah 10 tahun kemudian, nasib mempertemukan Rasus dengan Srintil.

Argumen
Sang Penari memfokuskan kisahnya pada kehidupan masyarakat Dukuh Paruk
di tahun 1960-an, di masa ketika setiap masyarakat masih memegang teguh
aturan dan adat istiadat leluhurnya serta jauh dari modernisasi termasuk
pemahaman agama kehidupan yang secara perlahan mulai menyentuh wilayah
di luar desa tersebut. Salah satu prinsip adat yang masih kokoh dipegang oleh
masyarakat Dukuh Paruk adalah budaya ronggeng, sebuah tarian adat yang
ditarikan oleh seorang gadis perawan yang terpilih oleh sang leluhur. Layaknya
budaya geisha di Jepang, gadis perawan yang terpilih untuk menjadi seorang
ronggeng nantinya akan menjual keperawanan mereka pada pria yang mampu
memberikan harga yang tinggi. Keperawanan tersebut bukan dijual hanya
untuk urusan kepuasan seksual belaka. Bercinta dengan gadis yang terpilih
sebagai ronggeng merupakan sebuah berkah bagi masyarakat Dukuh Paruk

yang beranggapan bahwa hal tersebut dapat memberikan sebuah kesejahteraan


bagi mereka.
Layaknya kisah-kisah cinta klasik yang mampu menyentuh setiap penontonnya,
Salman, Ifa dan Shanty mampu membangun karakterisasi yang kuat bagi
karakter Srintil dan Rasus. Keduanya tampil dengan rasa cinta yang kuat antara
satu dengan yang lain. Namun, rasa cinta tersebut kemudian tertutupi dengan
ego mereka atas kecintaan mereka terhadap sisi kehidupan lain mereka.
Pertentangan inilah yang membuat kisah cinta antara Srintil dan Rasus tidak
pernah mampu menyatu dengan baik dan Ifa Isfansyah berhasil membangunnya
dengan sangat cermat sehingga mampu membentuk sisi emosional yang kuat
dari penonton.
Selain mendapat sokongan jalan cerita yang cerdas dan kuat, tata produksi
Sang Penari merupakan tata produksi kelas atas yang sangat jarang untuk
ditemui di film-film Indonesia belakangan ini. Pemerhatian terhadap detil yang
mendukung kekuatan cerita di film ini tampil begitu kuat. Mulai dari tata
busana, tata rias hingga dekorasi tata visual yang menjadi latar belakang cerita
dihadirkan dengan begitu jeli dan seksama. Tata sinematografi yang diberikan
Yadi Sugandi dalam Sang Penari juga benar-benar menghipnotis! Tidak hanya
indah, namun mampu berbicara secara emosional. Lihat adegan akhir film ini
dimana Yadi menyediakan sebuah gambar dengan lanskap luas atas kepergian
karakter Srintil dan Sakum. Sebuah pilihan gambar yang membuat ending film
ini terasa begitu pedih dan menyesakkan terlepas dari senyum yang dihadirkan
dua karakter yang berada dalam tatanan gambar tersebut. Duo Aksan Sjuman
dan Titi Sjuman juga berhasil kembali memberikan dukungan musik yang
mampu menghidupkan nuansa setiap adegan dalam film Sang Penari.
Penampilan

apik Prisia

Nasution

dan

Oka

Antara juga

didukung oleh

penampilan kuat para jajaran pemeran pendukungSang Penari. Para jajaran


pemeran pendukung yang diisi dengan nama-nama aktor dan aktris senior
seperti Slamet Rahardjo, Dewi Irawan, Tio Pakusadewo hingga Lukman Sardi
dan Hendro Djarot mampu mendapatkan pengarahan yang sangat baik dari Ifa
Isfansyah yang kemudian berhasil mengeluarkan kemampuan akting terbaik
setiap pemeran film ini. Jika terdapat sedikit titik lemah, hal tersebut terdapat
pada karakter Bakar yang diperankan oleh Lukman Sardi. Bukan karena
Lukman Sardi gagal dalam menghidupkan karakter yang ia perankan. Namun
imej seorang Lukman Sardi terkesan terlalu bersih untuk dapat memerankan

karakter Bakar yang memiliki agenda tersembunyi dalam setiap kegiatannya.


Hasilnya,

walau

ditampilkan

dengan

sangat

baik,

sedikit

sulit

untuk

mempercayai Lukman Sardi dalam peran yang sedikit berbeda dari peran-peran
yang pernah ia tampilkan sebelumnya.
Sang Penari bukannya hadir tanpa cela beberapa bagian cerita kurang
mampu tergali lebih dalam dan beberapa karakter pendukung juga kurang
mampu untuk ditampilkan secara lebih luas. Walaupun begitu, apa yang dicapai
Ifa Isfansyah lewat Sang Penari adalah sebuah pencapaian yang sangat
fenomenal. Naskah yang diadaptasi Ifa bersama Salman Aristo dan Shanty
Harmayn mampu menangkap seluruh esensi emosional yang terkandung dalam
trilogi novel Ronggeng Dukuh Paruk karya Ahmad Tohari. Ifa juga kemudian
didukung oleh tim produksi yang solid. Gambar-gambar yang indah karya Yadi
Sugandi menyatu dengan sempurna dengan tata musik arahan Aksan Sjuman
dan Titi Sjuman serta diperkuat lagi oleh editing yang dilakukan oleh Cesa
David Luckmansyah. Di bagian depan kamera, Prisia Nasution dan Oka Antara
berhasil memberikan penampilan terbaik yang dapat penonton peroleh dari
aktor dan aktris Indonesia sepanjang tahun ini. Untuk mengatakan Sang Penari
adalah sebuah karya terbaik tahun ini akan terdengar seperti sebuah
perendahan kualitas yang dicapai film ini. Sang Penari adalah salah satu film
terbaik yang pernah muncul dalam sejarah panjang industri film Indonesia dan
hanya datang sekali dalam beberapa tahun. Sebuah pengalaman yang sulit
untuk dilupakan!

Anda mungkin juga menyukai