SANG PENARI
Sinopsis
Sebuah cerita cinta yang terjadi di sebuah desa miskin Indonesia pada
pertengahan 1960-an. Rasus (Nyoman Oka Antara), seorang tentara muda
menyusuri kampung halamannya, mencari cintanya yang hilang, Srintil (Prisia
Nasution).
Cerita berawal ketika keduanya masih sangat muda dan saling jatuh cinta di
kampung mereka yang kecil dan miskin, Dukuh Paruk. Tapi kemampuan menari
Srintil yang magis menghalangi cinta mereka, karena hal itu membuat para
tetua dukuh percaya bahwa Srintil adalah titisan ronggeng. Dan saat Srintil
menyiapkan diri untuk tugasnya, ia menyadari bahwa menjadi seorang
ronggeng tidak hanya berarti menjadi pilihan dukuhnya di pentas-pentas tari.
Srintil akan menjadi milik semua warga Dukuh Paruk. Hal ini menempatkan
Rasus pada sebuah dilema. Ia merasa cintanya telah dirampas. Dalam
keputusasaan, Rasus meninggalkan dukuhnya untuk menjadi anggota tentara.
Lalu jaman bergerak, di mana Rasus harus memilih: loyalitas kepada negara,
atau cintanya kepada Srintil. Dan ketika Rasus berada dalam dilema, ia sudah
kehilangan jejak kekasihnya. Pencariannya tidak mudah dan baru membuahkan
hasil setelah 10 tahun kemudian, nasib mempertemukan Rasus dengan Srintil.
Argumen
Sang Penari memfokuskan kisahnya pada kehidupan masyarakat Dukuh Paruk
di tahun 1960-an, di masa ketika setiap masyarakat masih memegang teguh
aturan dan adat istiadat leluhurnya serta jauh dari modernisasi termasuk
pemahaman agama kehidupan yang secara perlahan mulai menyentuh wilayah
di luar desa tersebut. Salah satu prinsip adat yang masih kokoh dipegang oleh
masyarakat Dukuh Paruk adalah budaya ronggeng, sebuah tarian adat yang
ditarikan oleh seorang gadis perawan yang terpilih oleh sang leluhur. Layaknya
budaya geisha di Jepang, gadis perawan yang terpilih untuk menjadi seorang
ronggeng nantinya akan menjual keperawanan mereka pada pria yang mampu
memberikan harga yang tinggi. Keperawanan tersebut bukan dijual hanya
untuk urusan kepuasan seksual belaka. Bercinta dengan gadis yang terpilih
sebagai ronggeng merupakan sebuah berkah bagi masyarakat Dukuh Paruk
apik Prisia
Nasution
dan
Oka
Antara juga
didukung oleh
walau
ditampilkan
dengan
sangat
baik,
sedikit
sulit
untuk
mempercayai Lukman Sardi dalam peran yang sedikit berbeda dari peran-peran
yang pernah ia tampilkan sebelumnya.
Sang Penari bukannya hadir tanpa cela beberapa bagian cerita kurang
mampu tergali lebih dalam dan beberapa karakter pendukung juga kurang
mampu untuk ditampilkan secara lebih luas. Walaupun begitu, apa yang dicapai
Ifa Isfansyah lewat Sang Penari adalah sebuah pencapaian yang sangat
fenomenal. Naskah yang diadaptasi Ifa bersama Salman Aristo dan Shanty
Harmayn mampu menangkap seluruh esensi emosional yang terkandung dalam
trilogi novel Ronggeng Dukuh Paruk karya Ahmad Tohari. Ifa juga kemudian
didukung oleh tim produksi yang solid. Gambar-gambar yang indah karya Yadi
Sugandi menyatu dengan sempurna dengan tata musik arahan Aksan Sjuman
dan Titi Sjuman serta diperkuat lagi oleh editing yang dilakukan oleh Cesa
David Luckmansyah. Di bagian depan kamera, Prisia Nasution dan Oka Antara
berhasil memberikan penampilan terbaik yang dapat penonton peroleh dari
aktor dan aktris Indonesia sepanjang tahun ini. Untuk mengatakan Sang Penari
adalah sebuah karya terbaik tahun ini akan terdengar seperti sebuah
perendahan kualitas yang dicapai film ini. Sang Penari adalah salah satu film
terbaik yang pernah muncul dalam sejarah panjang industri film Indonesia dan
hanya datang sekali dalam beberapa tahun. Sebuah pengalaman yang sulit
untuk dilupakan!