Anda di halaman 1dari 3

Resensi Film

Judul Film : Posesif


Penulis : Gina S. Noer
Produser : Meske Taurisia
Muhammad Zaidy
Sutradara : Edwin
Tahun Prduksi : 26 Oktober 2017
Durasi : 102 menit
Nama Pemain :

Putri Marino sebagai Lala

Adipati Dolken sebagai Yudish

Gritte Agatha sebagai Ega

Chicco Kurniawan sebagai Rino

Cut Mini Theo sebagai Ibu Yudish

Yayu A.W. Unru sebagai Ayah Lala

Maulidina Putri sebagai Jihan

Posesif, memberikan nafas baru bagi film romance di Indonesia. Film ini disutradarai oleh
Edwin (lahir di Surabaya, Jawa Timur, 24 April 1978). Salah satu karya Edwin yang
berjudul Kara, Anak Sebatang Pohon menjadi film pendek Indonesia pertama yang berhasil
menembus ajang Festival Film Cannes 2005 dalam sesi Director's Forthnight. Film Posesif
juga yang diproduseri oleh Muhammad Zaidy dan Meiske Taurisia ini mampu membangkitkan
emosi penonton dan masuk ke dalam film untuk merasakan apa yang dirasakan oleh
sepasang kekasih. Film ini juga ditulis langsung oleh Gina S. Noer (lahir di Balikpapan, 24
Agustus 1985) seorang creativepreneur asal Indonesia. Dia adalah co-founder dan editor in
chief di PlotPoint Publishing & Workshop dan juga dikenal sebagai
penulis skenario film dan televisi.

Film ini bercerita tentang kisah dari dua pelajar SMA yang bernama Lala (Putri Marino)
dan Yudhis (Adipati Dolken). Lala juga merupakan seorang atlet loncat indah dan
kehidupannya sama seperti gerakan loncat indah di mana hidupnya bisa juga dibilang jungkir
balik. Penyebab dari gambaran hidupnya yang jungkir balik ini bukan karena gerakannya di
dalam kolam renang, ataupun tentang keluarganya, namun karena cinta pertamanya
terhadapa Yudhis.
Saat Yudhis masuk sebagai pelajar baru di sekolah Lala, ia telah menjebak hati Lala.
Segala hal berubah karena ini merupakan cinta pertama bagi Lala. Fokusnya pada loncat
indah sudah tergoyahkan. Padahal Lala selalu dilatih oleh ayahnya untuk menjadi atlet loncat
indah yang hebat layaknya almarhumah ibunya Lala. Sejak kehadiran Yudhis dihati Lala pula
persahabatan Lala menjadi sedikit renggang. Waktu yang Lala miliki telah habis dimakan oleh
Yudhis. Pada tahun terakhir di SMA, Lala harus ditarik keluar dari kegiatan rutinitas lamanya,
di mana hidupnya tidak terus melihat birunya air kolam renang ataupun dinding kusam sekolah.
Karena Lala percaya bahwa Yudhis selalu ada dan akan sigap untuk menghadirkan pelangi
asalkan Lala berjanji untuk bersama selamanya.

Akan tetapi, pelan-pelan Lala dan Yudhis harus menerima dan menghadapi kisah dari
mereka yang mulai masuk dalam kegelapan juga, awalnya cinta Yudhis yang tampak
sederhana dan melindungi namun berjalan menjadi rumit dan berbahaya. Yudhis menunjukan
sifat posesifnya yang mengancam Lala dan hubungan asmara mereka. Sifat kepemilikan
Yudhis terhadap Lala sudah mencapai batas tidak wajar. Janji yang telah mereka ucapkan
untuk setia hingga selamanya menjadi jebakan.

Alur dalam film ini sedikit terburu-buru, jalannya kisah Posesif diceritakan dengan
lumayan detail sehingga penonton dapat paham betul dengan keseluruhan cerita. Konflik
yang dituangkan dalam film ini tidak klise, penulis Gina S. Noer menuliskan cerita yang benar-
benar menggambarkan keluh kesah percintaan dalam remaja yang selama ini belum pernah
diangkat ke dalam film. Isu ini sangat penting dan bermanfaat untuk para penontonnya.

Bicara tentang akting, walaupun ini adalah kali pertama Putri Marino masuk ke dunia film,
namun ia mampu memerankan perannya dengan baik dan membuat film ini lebih emosional.
Penonton dapat mengerti betul mengenai unsur psikologis dan tekanan yang dirasakan oleh
Lala. Begitu pula dalam akting Adipati Dolken, penonton akan dibuat campur aduk saat
melihat karakter Yudhis. Penonton bisa senyam-senyum sendiri melihat tingkah Yudhis ketika
bersama dengan Lala, takut ketika melihat sisi agresifnya, kadang menjadi kesal karena
sifatnya, dan penonton juga bisa merasakan kesedihan yang dirasakan olehnya.

Walaupun film ini merupakan film yang disetting pada masa SMA, namun Posesif tetap
dapat dinikmati oleh semua umur karena kasus dalam film ini yang sangat luas, tidak
mencakup isu percintaan anak remaja saja. Setiap karakter mempunyai pesan masing-
masing yang ingin disampaikan kepada para penonton, sehingga penonton dapat melihat dari
berbagai perspektif baik itu dari Lala, Yudhis, ibu Yudhis, dan ayah Lala. Karakter ibu Yudhis
(Cut Mini) dan ayah Lala (Yayu Unru) merupakan karakter kunci dalam film ini. Akting Cut Mini
walaupun hanya sebentar namun sangat mencekam dan berpengaruh dalam keseluruhan
film, begitupun dengan Yayu Unru yang penuh dengan emosi seorang bapak kepada anaknya
yang nyata.
Film ini menyajikan genre romance yang tidak melulu memunculkan kisah dramanya saja,
kali ini juga menambahkan unsur suspense. Unsur suspense yang dihadirkan oleh Edwin
sangat terasa dengan adegan-adegan mencekam yang disuguhkan sehingga membuat
penonton takut, namun terus merasa penasaran dengan kelanjutan cerita dari kedua
pasangan kekasih ini.

Hal lain yang mendukung keseluruhan film ini adalah soundtrack.


Pemilihan soundtrack dalam ini berhasil membangun elemen yang bekerja sama
menghasilkan efek yang emosional ketika adegan-adegan tertentu dilakukan. Banda Neira,
Sheila on 7, Matter Halo, dan sederet penyanyi lainnya berhasil mendukung keseluruhan film
ini.

Posesif ini bukan hanya terkandung dalam hubungan antara pasangan kekasih, namun
juga dalam keluarga, teman, dan lingkungan. Penonton dipastikan akan pulang dengan
membawa pesan yang bermakna, dan banyak hal dapat dipetik dari film ini.

Anda mungkin juga menyukai