Anda di halaman 1dari 16

Film Terbaik Yang Mengisahkan Perjuangan Ibu

1.Mother Love Me Once Again


Mama Hou (mother love me once again) adalah film mandarin yang diproduksi tahun 1988..
Film jadul yang menceritakan perpisahan mama dengan anaknya karena dipisahkan oleh mertua..
Jadi ini hubungan cinta yg gak direstui oleh orang tua si cowok tp karena yg cewek melahirkan
anak laki-laki (yg nantinya untuk pewaris dan penerus kluarga) akhirnya anak tsb diambil dan
dipisahkan dari mamanya.. Dengan perjuangan yang sangat susah, anak tsb (skitar umur 5-6thn)
berjuang sendiri untuk kembali ke mamanya.

2. The Forgotten
Telly Paretta (Julianne Moore) adalah seorang ibu yang sedang berduka cita dan berjuang
mengatasi rasa sedih karena kehilangan putranya yang berusia 8 tahun, Sam, karena kecelakaan
pesawat 14 bulan lalu.
Namun kewarasannya seperti diragukan ketika suaminya, Jim (Anthony Edwards) dan
psikiaternya, Vr. Munce (Gary Sinise) menganggap bahwa ia menciptakan kenangan tersendiri
tentang anak yang sebenarnya tak pernah ia miliki.
Telly hampir yakin bahwa dirinya memang gila, hingga ia bertemu dengan Ash Correll (Dominic
West), salah satu pria yang kehilangan anak juga karena kecelakaan pesawat yang sama. Mereka
berjuang bersama untuk membuktikan keberadaan anak mereka sekaligus kewarasan mereka.

3.Mother aka Madeo


Hye-ja (Kim Hye-Ja) adalah vendor ginseng dan seorang ahli akupunktur berlisensi di sebuah
kota kecil di selatan Korea Selatan.
Dia menyayangi anaknya, Do-Joon (Won Bin), seorang pria berumur 27, menganggur, dan
memiliki kelemahan mental, yang tampaknya Hye-ja abaikan.
Seorang gadis SMA ditemukan tewas di atap sebuah bangunan yang ditinggalkan, dan Do-Joon
ditangkap seorang detektif lokal berdasarkan bukti.
Mereka memaksa dia untuk menandatangani sebuah pengakuan dan cepat memenjarakannya.
Hye-ja, bingung dan yakin ia tidak bersalah, kemudian mencari pembunuh yang sebenarnya,
mengungkap banyak rahasia dari warga kota.

4.Ummi Aminah
Ummi Aminah (Nani Wijaya), ustadzah yang memiliki ribuan jamaah setia. Kemana pun ia
ceramah, masjid selalu penuh. Padahal, ia tak pernah meminta bayaran. Ummi Aminah adalah
ustadzah idola
Ummi dikaruniai dua anak Umar (Gatot Brajamusti) beristrikan Risma (Yessy Gusman). Aisyah
(Cahya Kamila), anak kedua Ummi, seorang ibu rumah tangga yang bersuamikan Hasan (Budi
Chaerul)
Dari suami keduanya Abah (Rasyid Karim) Ummi memiliki lima anak: Zarika (Paramitha
Rusadi), Zainal (Ali Zainal), Zubaidah (Genta Windi), Zidan (Ruben Onsu) dan Ziah (Zee Zee
Shahab)
Zarika, seorang wanita karir sukses yang was-was dengan usianya. Ia belum punya jodoh. Zarika
memiliki hubungan khusus dengan bawahannya Ivan (Temmy Rahadi) yang sudah beristeri,
Dewi (Elma Theana). Di jejaring sosial, Zarika menjadi bulan-bulanan, dituduh sebagai
perempuan perebut suami orang. Ummi meminta Zarika mengakhiri hubungan mereka
Istri Zainal, Rini (Revalina S Temat) tengah mengandung anak kedua. Mereka masih
menumpang di rumah Ummi. Kerja Zainal hanya menyopiri Ummi ke berbagai tempat
ceramahnya. Untuk menambah penghasilan, Zainal mencoba jualan sepatu di tempat-tempat
Ummi ceramah. Malang baginya, Zainal dimanfaatkan teman bisnisnya sebagai kurir narkoba.
Penangkapan Zainal disaksikan jamaah Ummi. Berita pun menyebar, Ummi hanya bisa pasrah
ketika semua tempat-tempat pengajian membatalkan undangan ceramah
Bukan hanya persoalan Risma, Zarika dan Zainal, masalah Zidan juga membuat Ummi harus
lebih tawakal. Abah masih sulit menerima keadaan Zidan yang sifatnya seperti perempuan.
Sementara Zubaidah merasa tak pernah diperhatikan Ummi. Pendidikannya rendah, Zubaidah
merasa tidak dipercaya Ummi sebagai asisten ustadzah kondang. Persoalan keluarga Ummi
makin menggunung ketika Abah tertipu bisnis jual-beli tanah kontrakan.
Semua rangkaian peristiwa memukul hati Ummi. Bagaimana Ummi mengatasi masalah
keluarganya? Apakah Ummi memutuskan berhenti sebagai penceramah atau tidak?

25. Inem Pelayan Sexy (1977)


Sutradara: Nya Abbas Akup
Pemain: Doris Callebaute, Titiek Puspa, Jalal, Yetti Surachman
Produksi: PT Candi Dewi Film
Peran babu atau pembantu rumah tangga tak bisa dilepaskan dari kehidupan Jakarta. Tanpa babu,
rumah orang kaya Jakarta bisa kacau balau, berantakan, masuk kerja jadi terlambat, sampai
Nyonya besar jadi tak sempat ke salon (apalagi arisan). Tapi, apa jadinya kalau babu yang
dipekerjakan ternyata cantik dan seksi? Tuan rumah jadi genit. Sementara Nyonya besar mesti
ronda mengawasi. Itulah realitas yang diangkat Nya Abbas Akup lewat Inem Pelayan Sexy.
Kemolekan sang babu, Inem (Doris) rupanya tak cuma menarik perhatian sang tuan rumah,
Cokro (Aedy Moward) melainkan juga atasan Cokro, Tuan Bronto (Jalal). Bronto yang kaya
raya kemudian takluk oleh Inem. Inem lantas jadi wanita kaya raya. Dari sini, Abbas
menyisipkan pesan moral: saat kaya Inem tak lupa diri (ia tak mengganti namanya jadi lebih
trendi), tapi justru membela kaum miskin. Ini yang membuat Inem Pelayan Sexy tak jatuh jadi
komedi biasa. Meski berlabel seksi, film ini juga tak terjebak mengumbar sensualitas
porno. Inem Pelayan Sexy justru jadi tonggak tersendiri dalam perjalananfilm komedi negeri ini.
24. Eliana, Eliana (2002)Sutradara: Riri Riza
Pemain: Rachel Maryam, Jajang C Noer, Henidar Amroe
Produksi: Miles Productions
Eliana, Eliana bukanlah film gelap. Kendati menawarkan kemuraman di awal, di akhir film Riri
memberi penutup yang manis. Ini mungkin sedikit cacat Eliana, Eliana. Namun demikian, Riri
tetap menawarkan sesuatu yang istimewa di film ini. Sebagai sutradara muda, ini karyanya yang
menjanjikan. Lewat Eliana, Eliana ia mencoba menelurkan karyanya yang personal. Sisi gelap
Jakarta ia rekam dalam rangkaian dialog antara Eliana (Rachel Maryam), Bunda (Jajang C
Noer), atau supir taksi, serta gambar kotor dan jorok pinggiran Jakarta. Memang terlalu harafiah.
Namun, dari film ini, Riri mulai membuktikan diri bukan cuma sutradara yang bisa membuat
film laris (Petualangan Sherina), tapi juga sineas yang menjadikan film untuk menyampaikan
gagasan. Hal yang kemudian ia buktikan dengan lebih baik lewat Gie (2005).

23. Gita Cinta dari SMA (1979)Sutradara: Arizal


Pemain: Rano Karno, Yessy Gusman, Shirley Malinton, Junaedy Salat, Rizal Nurdin.
Produksi: PT Tiga Sinar Mutiara Film
Kisah cinta ala Romeo dan Juliet rupanya tak lekang dimakan zaman. Bahkan laku dijual dan
ikutan jadi legenda. Gita Cinta dari SMA contohnya. Saat diedarkan dahulu, film ini laris
ditonton orang -- disebut Perfin sebagai film terlaris ketiga di Jakarta dengan 160.050 penonton.
Selayaknya kisah gubahan Shakespeare, Gita Cinta dari SMA berkisah seputar hubungan asmara
yang tak direstui antara Galih (Rano Karno) dan Ratna (Yessy Gusman). Sayangnya, Galih
datang dari keluarga miskin, sedang Ratna anak orang kaya. Di mata penonton, Galih dan Ratna
sosok ideal. Sempurna tanpa cacat cela. Keduanya bintang kelas, dan berperangai amat baik.
Hingga, saat hubungan mereka tak direstui, mudah buat penonton untuk bersimpati. Saat beredar
dulu, banyak remaja zaman itu bermimpi ingin jadi Galih atau Ratna. Soundtrack-nya yang
digubah Goruh Soekarnoputra juga ikut populer. Film ini layak dicatat lantaran menciptakan
tren film remaja era berikutnya. Selepas film ini, Rano Karno dan Yessy Gusman makin banyak
menghiasi film remaja sejenis.

22. Cintaku di Rumah Susun (1987)


Sutradara: Nya Abbas Akup
Pemain: Deddy Mizwar, Rima Melati, Doyok, Eva Arnaz
Produksi: PT Parkit Film
Cermin realitas sosial selalu lekat di film Nya Abbas Akup. Cermin itu pula bisa terlihat
di Cintaku di Rumah Susun. Di siang bolong di rumah susun ada yang baru pulang belanja
dengan bawaan seabrek, ada yang pacaran, ada suami-istri sedang mesra-mesraan, ada yang
mendengarkan siaran bola. Di situ ada pula bujangan tua, Somad (Deddy Mizwar) yang masih
dilarang pacaran. Somad lantas belajar buat punya pacar. Somad lantas kenal Zuleha (Eva
Arnaz) yang seksi. Kelucuan di rumah susun lantas mengalir lancar. Macam-macam karakter
disodorkan buat menunjukkan kompleksitas kehidupan di rumah susun. Eva Arnaz memang
tampil seksi. Ini cuma bonus. Sajian utama tetap akting jempolan pemain lain dan cerita
memikat.

21. Pengantin Remaja (1971)Sutradara: Wim Umboh


Pemain: Sophan Sophiaan, Widyawati, WD Mochtar, Sofia WD, Fifi Young
Produksi: PT Aries Film
Kalau Hollywood punya film drama romantis yang berakhir tragis berjudul Love Story (1970),
perfilman kita punya Pengantin Remaja. Banyak yang menyebut film karya Wim Umboh atas
skenario Sjuman Djaya ini jiplakan film Hollywood itu. Wim berkelit. Katanya, Pengantin
Remaja lebih mirip kisah cinta Romeo dan Juliet versi Indonesia (nama tokohnya saja Romi
(Sophan Sophiaan) dan Juli (Widyawati). Lalu, kisah cinta mereka juga tak direstui orang tua).
Ada juga yang bilang gagasan film ini lahir dari Sjuman Djaya. Entahlah. Yang pasti dalam
resensi di Tempo pada tahun itu, Salim Said memuji film ini. Salim menulis, "Orang Indonesia
juga bisa bikin film yang baik seandainya mereka sungguh-sungguh." Pada kalimat sebelumnya
ia menulis, "Agak berlebihan barangkali menyebutPengantin Remaja sebagai salah satu film
terbaik yang pernah dibikin di Indonesia sejak enam puluhan, kendati pun sulit untuk tidak
berkata demikian." Nyatanya, Pengantin Remaja memang film terbaik di eranya. Film itu meraih
Golden Harvest Award untuk Film Terbaik di ajang Festifal Film Asia pada 1971.

20. Si Mamad (1973)


Sutradara: Sjuman Djaya
Pemain: Mang Udel, Rina Hassim, Aedy Moward, Ernie Djohan
Produksi: PT Matari Film
Sjuman Djaya menunjukkan sikap sosialnya lewat Si Mamad. Ia mengusung sebuah kisah
komikal yang nyaris jadi tragedi. Sebuah tragikomik, begitu kira-kira sebutannya. Kisahnya
seputar Mamad (Mang Udel) yang mengalami kesulitan hidup, lantas melakukan korupsi kecil-
kecilan di kantonya. Sebagai orang kecil yang tak pernah berbuat tak jujur sebelumnya, Mamad
amat merasa bersalah. Sebuah sikap yang kontras dengan sikap para petinggi yang sudah korupsi
besar-besaran malah berlaku seolah tanpa dosa. Sebuah kritik sosial yang tetap aktual hingga
kini. Yang membuat film ini punya nilai lebih, bila dilirik dari tahun kelahirannya, di awal Orde
Baru. Buat ukuran tahun itu, kritik sosial macam begini terhitung jarang. Sjuman membalutnya
jadi suguhan komedi. Sebuah langkah yang tak cuma aman, melainkan juga cerdas.

19. Cinta Pertama (1973)


Sutradara: Teguh Karya
Pemain: Slamet Rahardjo, Christine Hakim, Kusno Soedjarwadi
Produksi: PT Jelajah Film
Christine Hakim lahir sebagai bintang film lewat Cinta Pertama. Buat ukuran bintang film saat
itu, sosok Christine jauh dari ideal. Tubuhnya terbilang kurus. Sementara, di era itu wanita yang
dicari buat jadi bintang film mestilah cantik dan berbadan bahenol. Kendati tak masuk ukuran,
Christine mampu membuktikan diri kalau dirinya bisa berakting gemilang (ia diganjar Piala Citra
di FFI 1974 untuk perannya). Filmnya sukses besar, ditonton banyak orang sekaligus
menggondol Piala Citra (selain buat Christine) untuk film, sinematografi, musik, dan untuk
Teguh Karya sebagai sutradara terbaik. Cinta Pertama unggul lantaran tak melulu berisi cerita
cinta mendayu-dayu, tapi juga dipadu ketegangan yang melibatkan tembak-menembak di ujung
film. Lewat Cinta Pertama, Teguh Karya membuktikan diri tak cuma bisa membuat film yang
dipuji kritikus, tapi juga disukai penonton.

18. Pacar Ketinggalan Kereta (1988)Sutradara: Teguh Karya


Pemain: Tuti Indra Malaon, Alex Komang, Nurul Arifin, Ongky Alexander
Produksi: NV Perfini
Pacar Ketinggalan Kereta boleh jadi sebuah kompromi dari Teguh Karya atas selera masyarakat.
Setelah bertahun-tahun membuat film serius macam November 1828 (1979)
sampai Ibunda (1986), Teguh bersikap lumer. Kisah yang ia ceritakan lebih mudah dipahami.
Selain itu, Teguh juga berkompromi menggunakan aktor-aktor yang tengah populer -- meski
tetap mengandalkan bintang andalannya semisal Tuti Indra Malaon atau Alex Komang.
Pilihannya jatuh pada Ongky Alexander, tenar lewat Catatan Si Boy, dan Nurul Arifin.
Hebatnya, walau mencoba kompromi, Teguh tak mengabaikan kualitas filmnya. Jurus
andalannya: teliti menata artistik film sampai mengontrol gerak pemain tetap kelihatan.
Walhasil, Pacar Ketinggalan Kereta mendominasi ajang FFI 1989 (memboyong 8 Piala Citra).

17. Daun di Atas Bantal (1997)Sutradara: Garin Nugroho


Pemain: Christine Hakim, Kahncil, Sugeng, Heru, Sarah Azhari
Produksi: PT Chritine Hakim Film
Garin Nugroho disebut-sebut sebagai salah satu sineas pembaharu negeri ini. Ia lahir menjelang
film nasional mati suri dan diisi film-film seks semata. Garin hadir membuat film yang lain. Ia
mengoptimalkan bahasa gambar untuk bertutur. Akan tetapi, hasilnya film Garin sering tak
dimengerti penonton kebanyakan. Sementara itu, di lain pihak, film-filmnya justru menuai puja-
puji dan mengoleksi beragam penghargaan dari festival film di banyak negara. Nah, baru
lewat Daun di Atas Bantal Garin bertutur dalam bahasa yang lebih dimengerti penonton. Filmnya
lenier. Tak mengumbar metafor atau gambar puitik yang bikin bingung. Sebaliknya, Garin justru
menampilkan sisi kehidupan anak jalanan dengan menarik. Realitas anak jalanan (yang
dibintangi anak jalanan sungguhan, bukan aktor) hadir memikat buat penonton bioskop yang
sebagian besar kelas menengah kota.
16. Petualangan Sherina (1999)
Sutradara: Riri Riza
Pemain: Sherina Munaf, Derby Romero, Uci Nurul, Mathias Muchus
Produksi: Miles Productions
Sebuah tontonan yang mengingatkan kita pada Home Alone (1990). Kala anak kecil
mempecundangi orang dewasa. Petualangan Sherina jadi film besar lantaran dianggap sebagai
penanda kebangkitan perfilman nasional. Sebelum Petualangan Sherina, bioskop tanah air
melulu diisi film esek-esek. Baru setelah film ini datang, orangtua mengantre mengajak anaknya
ke bioskop. Petualangan Sherina bertahan di bioskop selama berminggu-minggu. Film karya Riri
Riza ini mampu mengundang 1,6 juta penonton ke bioskop. Jika Petualangan Sherina bukan film
menarik, penontonnya mungkin tak sebanyak itu. Pada kenyataannya, sebagai karya
sinema Petualangan Sherina bukanlah film buruk. Riri mampu bercerita dengan lancar diselingi
lagu-lagu Sherina -- ini film musikal.

15. Si Doel Anak Modern (1976)


Sutradara: Sjuman Djaya
Pemain: Benyamin S, Achmad Albar, Christine Hakim, Tutie Kirana
Produksi: PT Matari Artis Film
Jakarta yang berkembang jadi kota metropolitan -- meninggalkan tradisi Betawi sebagai akarnya
-- dilirik sutradara Sjuman Djaya dengan amat jenial lewat Si Doel Anak Modern. Sjuman tak
membuat film sedih berisi kejamnya ibu kota. Melainkan bereksplorasi dengan geger budaya
yang dialami orang Betawi asli di tengah belantara metropolitan Jakarta. Ini sekuel film Sjuman
yang lain, Si Doel Anak Betawi (1973). Kalau pada film pertama Sjuman menyutradarai
berdasar novel aslinya, pada film lanjutannya Sjuman berdialektika atas pikirannya sendiri. Ia
mengusung tema besar, apa yang terjadi saat orang yang masih memegang tadisi lama
bersentuhan dengan kehidupan modern? Kegagapan apa yang terjadi? Yang membuat Si Doel
Anak Modern jadi karya besar lantaran pilihan Sjuman untuk menyampaikan pesannya dengan
cara komedi. Film ini jadi tak berisi uraian berat filsafat, tapi kelucuan demi kelucuan yang
dilakoni Benyamin S, pemeran Si Doel. Syahdan, saat menjadi modern, Si Doel yang anak
Betawi itu makan dengan sendok garpu, lebih suka pakai motor Jepang, sampai memilih
potongan rambut kribo.

14. Doea Tanda Mata (1984)


Sutradara: Teguh Karya
Pemain: Alex Komang, Jenny Rachman, Sylvia Widiantono
Produksi: PT Citra Jaya Film
Nasionalisme jadi tema besar yang diusung Doea Tanda Mata. Dalam film ini Teguh Karya
mengajak merenungkan kembali makna kemurnian perjuangan. Ada seorang lelaki bernama
Goenadi (Alex Komang) yang terombang-ambing antara dua wanita dan pemihakan kepada
bangsa sendiri atau musuh -- dalam suasana pergerakan pemuda Indonesia 1930-an. Kritikus
film Marselli Sumarno menyebut Doea Tanda Mata punya cerita yang mengalir runut tapi
disertai gejolak. Teguh menuturkan kisahnya mirip pembagian babak yang menyerupai naik-
turunnya layar di panggung teater. Semua itu didukung gambar-gambar dinamik sorotan George
Kamarullah. Dengan tata artistik sempurna khas Teguh, Doea Tanda Mata dikenang sebagai film
yang oleh JB Kristanto "luput dari cacat umum film Indonesia, yakni inkonsistensi dan ke-
tidaktaatasas-an."

13. Kampus Biru (1976)


Sutradara: Ami Prijono
Pemain: Roy Marten, Rae Sita, Yatie Octavia, Farouk Afero
Produksi: PT Safari Sinar Sakti Film
Sebelum Kampus Biru, Roy Marten main dua film yang kurang sukses di pasaran --
Bobby (1974) danRahasia Gadis (1975). Nah, baru di Kampus Biru Roy menemukan
momentum jadi bintang idola. "Inilah titik balik dalam perjalanan karier saya," ujarnya suatu kali
pada Bintang. Roy benar. Kampus Biru sukses besar (terlaris ketiga pada 1976, ditonton
168.456). Selain Roy, Rae Sita juga dipuji habis. Salim Said amat memuji akting Rae. Di
matanya, Rae Sita adalah Dra. Yusnita sebenarnya. Yustina diceritakan sebagai dosen perawan
tua di "kampus biru", sebutan buat Universitas Gajah Mada, yang terlibat cinta dengan
mahasiswanya, Anton (Roy). Ini sebuah tema berani. Ami Prijono, sang sutradara,
mengangkatnya dari novel populer Ashadi Siregar. Menurut antropolog Karl G. Heider, Kampus
Birudisebut sebagai film Indonesia pertama dengan adegan ciuman di bibir secara penuh. Selain
itu pula, Kampus Biru juga dicatat sebagai film pertama yang merekam utuh kehidupan kampus.
Hingga ia jadi tontonan wajib mahasiswa atau mantan mahasiswa masa itu.

12. Si Doel Anak Betawi (1973)


Sutradara: Sjuman Djaya
Pemain: Rano Karno, Tino Karno, Dewi Rosaria Indah, Tutie Kirana
Produksi: PT Matari Film
Saat karya sastra diangkat ke layar lebar-di antaranya Salah Asuhan (1972)-Sjuman Djaya
memilih mengadaptasi novel Aman Datoek Madjoindo berjudul Si Doel Anak Betawi. Ini cerita
seputar suka-duka kehidupan Doel, seorang anak Betawi asli. Doel diperani Rano Karno saat
masih kecil. Suka duka kehidupan Doel yang mencari figur ayah (setelah ditinggal mati
ayahnya), melawan kerasnya hidup (ia harus membantu ibunya berjualan kue buat menyambung
hidup), sampai menghadapi tekanan anak-anak nakal terekam baik. Dalam buku Katalog Film
Indonesia, JB Kristanto menilai Si Doel Anak Betawisebagai film anak-anak "yang boleh
dikatakan berhasil. Suasana riang novel bisa teralihkan ke film." Di akhir film, Sjuman
menekankan kalau Doel bersekolah-sebagai pesan untuk memutus lingkaran anak Betawi yang
tak berpendidikan formal. Ini juga sebagai peletak buat film lanjutannya, Si Doel Anak
Modern (1976). Saat Si Doel (diperani Benyamin S), karena mengenyam pendidikan, telah jadi
pria modern.

11. Tiga Dara (1956)Sutradara: Usmar Ismail


Pemain: Mieke Wijaya, Chitra Dewi, Indriati Iskak)
Produksi: Perfini
Tiga Dara ditasbihkan jadi film karya Usmar Ismail yang paling dikenal orang banyak --
mungkin karena ini film pop, bukan film berat berisi perjuangan revolusi atau kritik sosial. Tiga
Dara mengisahkan kehidupan 3 perempuan kakak-beradik berikut suka-duka mereka (hubungan
saudara yang kerap ribut-ribut kecil sampai problem dengan lelaki). Saat diedarkan dahulu Tiga
Dara tergolong film laris di era 1950-an. Akting tiga bintang utamanya (Mieke Wijaya, Chitra
Dewi, dan Indriati Iskak) sulit dilupakan. Ketiganya cantik-cantik dan muda. Mereka juga
bermain bagus, diselingi nyanyian merdu (ini film musikal). Yang membuatnya abadi, flm ini
masih enak ditonton hingga kini. Pantas rasanya bila Tiga Dara jadi penanda kultural untuk film
remaja dari sebuah era (1950-an).

10. Ibunda (1986)Sutradara: Teguh Karya


Pemain: Tuti Indra Malaon, Alex Komang, Ayu Azhari, Niniek L Karim
Produksi: PT Satria Perkasa Esthetika Film, PT Sufin
Ibunda boleh dibilang puncak pencapaian Teguh Karya atas persoalan sehari-hari. Usai berpeluh
mengangkat tema besar seperti nasionalisme dalam November 1828 atau Doea Tanda Mata,
Teguh seolah kembali ke bumi, mengangkat tema yang bisa saja dialami orang kebanyakan.
Ibunda punya cerita sederhana. Seputar kisah seorang ibu (Tuti Indra Malaon) yang menemukan
anak-anaknya disesaki masalah pelik masing-masing. Selain ceritanya sederhana, Ibunda tampil
dengan dialog wajar, pas, dan, dalam bahasa Salim Said, "tanpa tanda seru yang meminta
perhatian." Tapi di sinilah justru letak keunggulan Ibunda. Salim melengkapi pujiannya atas
Ibunda dengan, "cerita yang baik, skenario yang bagus, dan penyutradaraan yang teliti telah
menemukan bentuknya lewat pemain yang tampil sempurna."

9. Taksi (1990)Sutradara: Arifin C. Noer


Pemain: Rano Karno, Meriam Bellina, Nani Widjaja,
Produksi: PT Raviman Film
JB Kristanto, penulis buku Katalog Film Nasional, menyebut Taksi sebagai akhir petualangan
dan kegenitan sutradaranya, Arifin C. Noer. Kalau di film-film sebelumnya Arifin bergenit-genit
ria mengusung tema besar dengan penggarapan kolosal (Serangan Fajar, Pengkhinatan G-30-
SPKI, danJakarta 1966), lewat Taksi Arifin tampil sederhana. Tapi justru saat sederhana itu film
yang ia hasilkan amat baik. Kristanto menulis, "puisi dan wajah Indonesia yang selalu ingin
diraihnya malah muncul." Taksi tampil sarat makna tanpa mesti menggurui dan membodohi
penonton. Proses pencarian jati diri Giyon (Rano Karno), sang supir taksi yang sarjana filsafat
dan penumpangnya, Dessy (Merriam Bellina), atas makna hidup berlangsung seadanya -- dan
justru memikat.

8. Gie (2005)
Sutradara: Riri Riza
Pemain: Nicholas Saputra, Sita Nursanti, Wulan Guritno, Thomas Nawilis
Produksi: Miles Productions
Soe Hok Gie, aktivis mahasiswa 1960-an, telah jadi sosok bak pahlawan. Pandangan dan kisah
hidupnya memikat Mira Lesmana dan Riri Riza, pemilik Miles Productions. Keduanya lantas
menggagas buat mengangkat kisah hidup Gie ke layar lebar. Hasilnya jadilah Gie. Akor ganteng
Nicholas Saputra didapuk memerankan Soe Hok Gie. Tentu tampang Nico yang ganteng tak
mirip Gie asli, akan tetapi ia bisa berakting (buktinya Nico diganjar FFI 2005 buat aktor terbaik).
Selain itu, film ini punya gagasan lebih besar dari sekadar mengisahkan kisah hidup sosok Gie.
Yakni bagaimana seorang yang ikut berjuang menumbangkan rezim korup, malah menemukan
rezim korup baru. Teman-temannya semasa aktivis juga ikutan korup. Gie jadi sosok kesepian.
Sebuah gagasan yang mengingatkan kita pada mahakarya Usmar Ismail, Lewat Djam
Malam (1954).

7. November 1828 (1978)


Sutradara: Teguh Karya
Pemain: Maruli Sitompul, Yenni Rachman, Slamet Rahardjo, Sunarti, El Manik
Produksi: PT Intersindo, PT Gemini Satria Film, PT Garuda Film
Untuk ukuran tahun itu, penghujung 1970-an, November 1828 ditasbihkan sebagai film
termahal. Film itu tak kurang menelan dana 240 juta rupiah buat memproduksinya. Dana yang
dihabiskan utamanya digunakan untuk membuat seting semirip zaman yang ingin diceritakan
dalam film -- awal abad ke-19. Film ini melibatkan beberapa tokoh sejarah buat jadi penasihat,
tukang jahit, dan entah siapa lagi buat menghidupkan realitas yang terjadi dua abad lalu.
Uniknya, segala tetek bengek artistik itu tak dipakai buat banyak adegan kolosal. November
1828 bukanlah jenis film itu. Ia sebuah drama di tengah medan perang. Filmnya bertutur seputar
pengepungan di rumah keluarga Kromoludiro (Maruli Sitompul), pengikut setia Sentot
Prawirodirdjo, otak perang Pangeran Diponegoro. Dalam rumah itu berbagai drama yang
menguras kemampuan akting setiap pemainnya berlangsung. Ada drama seputar dilema memilih
menyerah pada penjajah -- lantaran keselamatan keluarga terancam -- atau berpegang teguh pada
prinsip perjuangan mengusir penjajah.

6. Arisan! (2003)
Sutradara: Nia DiNata
Pemain: Tora Sudiro, Cut Mini, Aida Nurmala, Surya Saputra
Produksi: Kalyana Shira Film
Untuk ukuran tahun 2000-an sekarang, Arisan! paling tepat ditunjuk sebagai film yang
menelanjangi kehidupan di zamannya. Tanpa tedeng aling-aling, Arisan! menampilkan
problematika hidup kaum borjuis Jakarta. Ada perselingkuhan, dilema cinta sesama jenis, hingga
upaya mempertahankan nilai-nilai keluarga. Semuanya campur-aduk dalam balutan komedi
segar. Kepiawaian sang sutradara, Nia DiNata, menggarap realitas ini mengingatkan kita pada
kemampuan senada yang dimiliki sutradara besar lain macam Sjuman Djaya atau Asrul Sani. Nia
tak cuma menghibur, ia juga mengajak penonton untuk jujur pada diri sendiri. Pesannya jelas,
kehidupan kaum jetset Jakarta dipenuhi topeng alias kemunafikan. Arisan! juga jadi darah segar
saat perfilman kita yang bangkit lagi dipenuhi film remaja dan horor. Di luar itu, Arisan! yang
jadi film terbaik FFI 2004 ini juga melahirkan bintang baru. Tora Sudiro (pemeran Sakti yang
gay) namanya.

5. Badai Pasti Berlalu (1977)


Sutradara: Teguh Karya
Pemain: Christine Hakim, Roy Marten, Slamet Rahardjo, Mieke Wijaya
Produksi: PT Suptan Film
Badai Pasti Berlalu jadi film Teguh Karya yang paling laris ditonton. Tak kurang, saat beredar
dulu, film ini masuk urutan kedua film terlaris 1978 (ditonton 212.551 orang). Padahal buat
Teguh sendiri, ia terpaksa membuat film itu. "... ingin nafas, dan balas budi dari film-film
terdahulu yang kurang laku. Selain saya ingin memvisualkan sebuah novel ke dalam bahasa
visual," ujarnya seperti dimuat Pikiran Rakyat pada 1978. Badai Pasti Berlalu memang diangkat
dari novel pop. Hasilnya, ya film pop. Sebelum diangkat jadi film, kisahnya memang sudah
populer duluan saat dimuat bersambung oleh Kompas dan kemudian dinovelkan. Hingga saat
difilmkan, orang tentu ingin menontonnya. Apalagi yang membuatnya Teguh Karya, sutradara
yang piawai membuat film-film bermutu. Selain itu, yang membuat Badai Pasti Berlalu dikenang
juga lantaran tata musik berikut lagu temanya yang digubah Eros Djarot. Lagu temanya abadi
hingga kini.

4. Kejarlah Daku Kau Kutangkap (1985)


Sutradara: Chaerul Umam
Pemain: Deddy Mizwar, Lydia Kandou, Ully Artha, Ikranegara
Produksi: PT Prasidi Teta Film
Film baik tak lekang dimakan zaman. Bertahun-tahun selewat peredarannya, film itu masih asyik
buat ditonton. Nah, Kejarlah Daku Kau Kutangkap tipe film seperti itu. Penonton tak sekadar
diajak tergelak. Semua ini berawal dari skenario cerdas yang dibuat Asrul Sani, pengarahan kuat
dari Chaerul Umam, sang sutradara, yang digenapi akting prima dari Deddy Mizwar, Lydia
Kandou, Ully Artha, dan Ikranegara. Hasilnya, film ini layak ditasbihkan sebagai situasi komedi
terbaik yang pernah dihasilkan sineas kita. Asrul berhasil membuat kelakar jenius tentang
hubungan pria dan wanita. Kejarlah daku, tapi kau yang akan kutangkap. Itu idiom cinta yang
ditambahkan Asrul pada kamus cinta. Dalam film ada hubungan Ramadhan (Deddy) dan Mona
(Lydia) yang berkisar antara cinta dan benci, cinta dan gengsi, hingga cinta akhirnya
mengalahkan segalanya.

3. Ada Apa dengan Cinta? (2001)Sutradara: Rudi Soedjarwo


Pemain: Nicholas Saputra, Dian Sastrowardyo, Titi Kamal, Ladya Cheryl
Produksi: Miles Productions
Ada Apa dengan Cinta? (AAdC?) jadi salah satu film penting negeri ini. Melahirkan tren yang
sudah lama hilang dari jagad sinema kita: film bertema remaja. Selepas AAdC? lahir film-film
bertema sejenis. Tren itu juga merambah ke teve. Sejak AAdC?, datang berduyun-duyun sinetron
bertema remaja. Rasanya, sejak Gita Cinta dari SMA (1979) dulu baru ada lagi film Indonesia
yang begitu digandrungi remaja. AAdC? tak kurang ditonton sekitar 2,7 juta orang di bioskop.
Kalau dulu Gita Cinta dari SMAmelahirkan sosok Galih dan Ratna, AAdC? punya Rangga
(Nicholas Saputra) dan Cinta (Dian Sastrowardoyo). AAdC? lebih unggul di atas Gita Cinta
lantaran kisahnya yang kompleks -- tak cumakisah kasih Rangga dan Cinta. Ada dilema antara
persahabatan dan cinta, hingga niatan buat mencintai karya sastra (siapa yang bisa lupa kalau
berkat film ini, buku langka berjudul Aku dicari, lalu dicetak ulang, dan laris manis). Selain itu,
di lihat sebagai karya sinema, AAdC? juga lebih manis. Rudi Soedjarwo, sang sutradara, begitu
lancar bertutur (Rudi dapat Piala Citra di FFI 2004).

2. Naga Bonar (1986)


Sutradara: MT Risyaf
Pemain: Deddy Mizwar, Nurul Arifin, Roldiah Matulessy, Afrizal Anoda
Produksi: PT Parsidi Teta Film
Lewat Naga Bonar, Asrul Sani lagi-lagi membuktikan bakat besarnya sebagai salah satu penulis
cerita terbaik yang pernah dipunyai negeri ini. Asrul piawai menghadirkan dialog yang memicu
tawa, yang begitu dipikir lebih dalam ternyata mengandung makna luhur. Naga Bonar hadir buat
berkelakar. Namun, ia tak berkelakar sembarangan. Yang jadi bahan kelakar justru pejuang
negeri saat perang kemerdekaan berlangsung. Naga Bonar menyindir pemujaan pada para
pahlawan. Film ini berpesan, tak semua pejuang di masa lampau itu punya niat suci membela
negeri. Ada yang cuma bisa bicara saja. Nah, Jenderal Naga Bonar (diperankan dengan gemilang
oleh Deddy Mizwar) pun aslinya pencopet. Tapi dari sosok inilah kemurnian perjuangan lahir.
Sebagai karya sinema, Naga Bonar tampil lengkap, berisi sekaligus menghibur; tergarap dengan
baik, tanpa cacat cela. Pantas rasanya bila film ini memborong 7 Piala Citra di FFI 1987.

1. Tjoet Nja' Dhien (1986)Sutradara: Eros Djarot


Pemain: Christine Hakim, Pitrajaya Burnama, Slamet Rahardjo, Rita Zaharah
Produksi: PT Kanta Indah Film, PT Ekapraya Film
Sebuah masterpiece! Tak ada yang menyangkal Tjoet Nja' Dhien (1986) dibilang begitu. Film
debut penyutradaraan Eros Djarot itu butuh waktu dua tahun buat menyelesaikannya. Pemeran
utamanya, Christine Hakim jadi legenda hidup gara-gara film ini. Berkat Tjoet Nja' Dhien, setiap
aktris muda pasti menyebutnya sebagai panutan atau bintang idola. Tak ada yang menyangkal
pula, sebagai Tjoet Nja' Dhien, Christine berakting sempurna. Tak cuma Christine saja yang
serba bagus di film ini. Filmnya sendiri, sebagai sebuah kesatuan karya sinema, nyaris tanpa
cacat (diganjar 8 Piala Citra di FFI 1988).Tjoet Nja Dhien tak berisi uraian biografis kehidupan
pahlawan dari Tanah Rencong itu. Melainkan juga berisi drama, pengkhianatan, dan kebesaran
jiwa. Tak aneh rasanya kalau Tjoet Nja' Dhien merupakan puncak pencapaian dunia perfilman
kita yang belum terlewati hingga kini. [sumber;www.tabloidbintang.com]

8 Film Anak Indonesia Terbaik

1. PETUALANGAN SHERINA
Sutradara: Riri Riza
Ayah Sherina (Sherina Munaf), yaitu Darmawan (Mathias Muchus), insinyur pertanian,
mendapatkan kerja pertanian sesuai dengan impiannya, Sherina ikut pindah ke Bandung Utara.
Di sekolahnya yang baru, ia mendapat musuh, Sadam (Derby Romero), yang ternyata anak dari
majikan Darmawan, Ardiwilaga (Didi Petet).

2. Laskar Pelangi
Sutradara : Riri Riza
SEBUAH adaptasi sinema dari novel fenomenal Laskar Pelangi karya Andrea Hirata, yang
mengambil setting di akhir tahun 70-an. Hari pertama pembukaan kelas baru di sekolah SD
Muhammadyah menjadi sangat menegangkan bagi dua guru luar biasa, Muslimah (Cut Mini)
dan Pak Harfan (Ikranagara), serta 9 orang murid yang menunggu di sekolah yang terletak di
desa Gantong, Belitong. Sebab kalau tidak mencapai 10 murid yang mendaftar, sekolah akan
ditutup.
Hari itu, Harun, seorang murid istimewa menyelamatkan mereka. Ke 10 murid yang kemudian
diberi nama Laskar Pelangi oleh Bu Muslimah, menjalin kisah yang tak terlupakan.

3. Untuk Rena
Sutradara : Riri Riza
Rena (Maudy Ayunda), 11 th, sejak kecil tinggal di Rumah Matahari, sebuah panti asuhan yang
damai dan penuh tawa. Di panti itu Rena memiliki `adik-adik yang sangat ia lindungi, dan ia
sering membuat ulah setiap datang kunjungan calon orang tua yang ingin mengadopsi mereka.
Menjelang bulan suci Ramadhan, datang seorang tamu misterius bernama Yudha (Surya Saputra)
ke Rumah Matahari. Hal ini membuat Rena sangat khawatir karena ia menduga Oom Yudha
datang untuk mengambil salah satu adik-adiknya.
4. 5 Elang
Sutradara : Riri Riza
Baron sangat kesal ketika harus mengikuti orang tuanya pindah dari Jakarta ke Balikpapan. Ia
pun memilih untuk menutup diri dari lingkungan barunya dan sibuk sendiri bermain mobil RC.
Namun, karena satu dan lain hal, Baron harus mewakili sekolahnya ikut perkemahan Pramuka
dan satu regu dengan Rusdi, pramuka supel yang kelewat optimistis dan kerap kali membuat
Baron jengkel. Bersama dengan anggota lain, Anton si ahli api, dan Aldi, si kerdil yang
tempramental, mereka memulai petualangan barunya di Perkemahan.

5. Denias (Senandung di Atas Awan)


Sutradara: John de Rantau
Film ini menceritakan tentang perjuangan seorang anak suku pedalaman Papua yang bernama
Denias untuk mendapatkan pendidikan yang layak. Seluruh setting lokasi dilakukan di pulau
Cendrawasih ini. Cerita dalam film ini merupakan adaptasi dari kisah nyata seorang anak Papua
yang bernama Janias.

6. Tanah Air Beta


Sutradara: Ari Sihasale
Tahun 1998. Timor-Timur berpisah dari Indonesia, membuat perpisahan harus terjadi. Banyak
keluarga yang mendapatkan konflik internal antara tetap berada di Indonesia, yakni di Kupang,
atau memutuskan berpindah ke Timor Timur. Sebuah keluarga yang ayahnya sudah wafat adalah
salah satu keluarga yang menerima konflik tersebut. Merry (Griffit Patricia) memutuskan untuk
memilih tetap berada di Indonesia dan bersekolah di sekolah kecil yang berguru ibunya, Tatiana
(Alexandra Gottardo).

7. Rindu Purnama
Sutradara : Mathias Muchus
Anak-anak jalanan Rindu (Salma Paramitha), Andi (Tara Maulana), Ipang (Irfansyah), Slamet
(Muzaki Nur Islami) dikejar-kejar Satpol PP. Mereka lari menyelamatkan diri. Rindu memilih
menyeberang jalan di antara padatnya mobil yang lewat. Rindu tertabrak mobil yang ditumpangi
Surya (Tengku Firmansyah). Surya pergi dengan taksi, sopirnya membantu melarikan Rindu ke
rumah sakit terdekat. Hilangnya Rindu, membuat cemas pengasuhnya di rumah singgah anak
jalanan, Sarah (Ririn Ekawati).

8. Tendangan Dari Langit


Sutradara: Hanung Bramantyo
Wahyu (16 tahun) memiliki kemampuan luar biasa dalam bermain sepakbola. Ia tinggal di Desa
Langitan di lereng gunung Bromo bersama ayahnya seorang penjual minuman hangat di kawasan
wisata gunung api itu, dan ibunya. Demi membahagiakan orang tuanya, Wahyu memanfaatkan
keahliannya dalam bermain bola dengan menjadi pemain sewaan dan bermain bola dari satu tim
desa ke tim desa lain dengan bantuan Hasan, pamannya. Sayangnya Pak Darto, ayah Wahyu
sangat tidak menyukai apa yang dilakukan anaknya. Suatu hari saat Wahyu bermain bola dengan
rekan-rekannya, keahlian istimewanya tak sengaja dilihat oleh Coach Timo yang tengah hiking
bersama Matias di lereng Bromo. Pelatih Timo kemudian menawari Wahyu untuk datang ke
Malang dan menjalani tes bersama Persema Malang

10 Film Yang Mampu Mengubah Pandangan Dunia

10. Super Size Me


Super size me adalah sebuah film dokumenter karya morgan spurlock. film ini
mendokumentasikan bagaimana spurlock menjadi tambah besar akibat makan mc donalds
dengan porsi jumbo dalam 30 hari. film ini membuat mcd menghentikan produksi 'super size'
dalam makanannya, dan mengubah pandangan kita semua tentang junkfood

9. Rosetta

Bercerita tentang seorang gadis remaja bernama Rosetta, yang setelah meninggalkan rumah
untuk melarikan diri dari ibu pecandu alkohol, mencoba untuk menemukan pekerjaan dia bisa
bertahan hidup sendiri. Film ini penggambaran karakter perjuangan itu begitu realistis dan
bergerak itu mampu mengilhami hukum baru di Belgia yang melarang para majikan dari pekerja
remaja membayar apa-apa kurang dari upah minimum. film ini di rilis tahun 99, berhasil
memperoleh penghargaan Palm dOr at di Cannes film festival

8. 2001: A Space Odyssey

Mungkin sulit untuk membayangkan sekarang, tapi ketika dirilis pada tahun 1968, 2001 adalah
salah satu Film yang paling inovatif, imajinatif, dan benar-benar membingungkan yang pernah
dibuat. Film, yang pada bagian ruang mengikuti misi untuk Saturnus, yang dipuji karena
perhatian terhadap detail dan realisme ilmiah, dan sejumlah teknologi itu diperkirakan, seperti
TV layar datar dan perangkat lunak pengenalan suara, sejak itu terjadi. Pengaruhnya terhadap
film kemudian beragam, namun yang terpenting, itu merebut imajinasi publik tentang
kemungkinanperjalanan ruang angkasa, dan mengilhami banyak ilmuwan NASA yang akan
menempatkan manusia di bulan setahun kemudian. Dengan pemikiran ini, itu sedikit
mengejutkan bahwa ketika mereka mendarat di bulan dengan Apollo 11 astronot
menggambarkan pemandangan sebagai "persis seperti 2001
7. Harlan County, USA

Film dokumenter ini diikuti 180 pekerja tambang batu bara di Kentucky yang mogok kerja.
dengan sejumlah tindak kekerasan, dan hanya setelah salah satu dari penambang ditembak mati
bahwa beberapa kompromi akhirnya tercapai. Kopple kamera berada di sana untuk
mendokumentasikan semua itu, dan ada sedikit keraguan bahwa beberapa insiden kekerasan itu
dihindari hanya karena dia dan kru film yang hadir sebagai saksi. Film ini memenangkan
Academy Award untuk Best Documentary pada tahun 1976, dan kesuksesannya membantu para
penambang di Harlan County serta bagian lain dari negara memperoleh kesadaran publik yang
mereka butuhkan untuk menjamin kondisi kerja yang lebih aman

6. Jfk

film tentang pembunuhan John F. Kennedy seketika menjadi salah satu film paling
kontroversial yang pernah dibuat ketika itu perdana pada tahun 1991. Bahkan sebelum dirilis,
kritikus dan sejarawan menyerang dengan teori tentang pemerintah kemungkinan konspirasi di
balik pembunuhan Presiden John F. Kennedy, dengan mengatakan bahwa Stone banyak bermain
cepat dan lepas dengan fakta dan bahwa film Kennedy warisan ditolak. Stone menerima
ancaman mati yang tak terhitung, Semua perhatian media ini hanya menyumbang pada
kesuksesan film, dan membantu untuk memulai kembali perdebatan mengenai apa yang
sebenarnya terjadi di Dallas pada tahun 1963

5. An Inconvenient Truth

Tidak ada yang menyangkal film buatan mantan Vice President Al Gore ini, film tentang bahaya
yang mungkin pemanasan global menjadi fenomena budaya. Selain menjadi film dokumenter
terlaris tertinggi keempat dalam sejarah AS, An Inconvenient Truth adalah dikreditkan dengan
meningkatkan kesadaran akan masalah di seluruh dunia dan membantu untuk membuat
perubahan iklim menjadi topik utama perdebatan dalam kampanye politik berikutnya. Pada
tahun-tahun sejak rilis, film ini telah menjadi tampilan yang diperlukan bagi pejabat pemerintah
di sejumlah negara Eropa berbeda-beda, dan bahkan telah digunakan-untuk banyak kontroversi-
sebagai bagian dari kurikulum sains di beberapa sekolah tinggi Amerika

4. The Battle of Algiers

film ini merupakan bagan perjuangan dari Perang Kemerdekaan Aljazair pada 1950-an. karena
bersifat 'flaming' film ini dilarang di Perancis selama lima tahun setelah rilis, dan dikutuk oleh
sejumlah pejabat pemerintah. Tahun 60-an adalah masa dekolonisasi besar-besaran di seluruh
dunia, dan banyak yang mengklaim bahwa The Battle of Algiers muncul sebagai semacam
manual untuk bagaimana melakukan perang gerilya perkotaan dan, dan telah dikatakan bahwa
kelompok-kelompok seperti Black Panthers dan Tentara Republik Irlandiamelaksanakan
beberapa taktik yang digunakan dalam film. Pengaruh film begitu jauh mencapai yang telah
sejak digunakan sebagai alat pengajaran untuk kontra-tim, dan itu bahkan diputar di Pentagon
pada tahun 2003 sebagai contoh masalah yang dihadapi oleh militer AS di Irak.

3. Triumph Of The Will

Film propaganda yang prototipikal, Triumph Of The Will adalah contoh utama dari cara-cara
seni yang dapat digunakan untuk tujuan kejahatan. Seolah-olah sebuah film dokumenter tentang
Kongres 1934 Partai Nazi di Nuremberg, Triumph Of The Will adalah aktualitas yang dibangun
dengan hati-hati potongan propaganda yang dirancang untuk juara ideologi Adolf Hitler

2. The Birth Of A Nation

pertama kali dirilis pada tahun 1915. Film menyapu narasi mengikuti peristiwa-peristiwa sekitar
Perang Saudara Amerika, pembunuhan Abraham Lincoln, dan pembentukan Ku Klux Klan. Film
ini sukses besar, tapi segera datang sorotan untuk ketidak akuratan sejarahdan terang-
terangan rasisme. Itu dikutuk oleh sejumlah organisasi, termasuk NAACP, dan beberapa kota
besar dilarang rilis. Di tempat itu dirilis, termasuk Boston dan Philadelphia, kerusuhan sering
pecah, dan setidaknya satu orang kulit putih dibunuh remaja hitam setelah melihat itu

1. The Thin Blue Line

dirilis pada tahun 1988, film ini bercerita tentang Randall Dale Adams, seorang pria yang salah
dijatuhi hukuman mati karena pembunuhan seorang perwira polisi Dallas. Menggunakan
penelitian dan sejumlah bergaya reenactments, Morris menggunakan film untuk menggambarkan
bahwa kesaksian saksi mata dari kejahatan yang tidak bisa diandalkan, dan bahwa
sejumlahsaksi-saksi lain dalam persidangan telah melakukan sumpah palsu. Sebagai hasil dari
publisitas yang mengelilingi dirilisnya The Thin Blue Line, Adams akhirnya diberi kesempatan
di pengadilan ulang, dibebaskan dari tuduhan pembunuhan, dan memberikan kembali
kebebasannya. Film ini kini dianggap sebagai klasik dari film-film dokumenter, dan gaya TKP
reenactments ini sangat berpengaruh pada film berikutnya dan acara televisi

Anda mungkin juga menyukai