Anda di halaman 1dari 25

LAPORAN PRAKTIKUM BIOKIMIA KEDOKTERAN

BLOK BASIC SCIENCE OF DIGESTIVE AND NEPHROURINARY


SYSTEM
PEMERIKSAAN GLUKOSA DARAH

ASISTEN :
Ismail Satrio Wibowo (G1A012058)
Oleh :
Kelompok 8
Nur Annisa Laras Fikria

(G1A014008)

Dikwan Ardiansyah

(G1A014020)

Mia Octavia Medisa Panjaitan

(G1A014032)

Halima Aissa Putri Adheweni

(G1A014044)

Sesar Rahmat Hidayat

(G1A014056)

Dani Muhammad Ridwan

(G1A014068)

Rasyiqah Fitriyah

(G1A014080)

Rizky Bayu Lesmana

(G1A014092)

Yayan Ruhdiyanto

(G1A014104)

Azhar Naufaldi Saputra

(G1A014116)

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI


UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
JURUSAN KEDOKTERAN
PURWOKERTO
2015

LEMBAR PENGESAHAN

PEMERIKSAAN GLUKOSA DARAH

Oleh :
Kelompok 8

Disusun untuk memenuhi persyaratan mengikuti ujian praktikum Biokimia


Kedokteran blok Sistem Digestif dan Nefrourinari pada Fakultas Kedokteran dan
Jurusan Kedokteran Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto

Diterima dan disahkan


Purwokerto, Maret 2015

Asisten

Ismail Satrio Wibowo


(G1A012058)

I. PENDAHULUAN

A Judul
Pemeriksaan Glukosa Darah
B Hari dan Tanggal
Senin, 3 Maret 2015
C Tujuan
1

Mahasiswa akan dapat mengatur kadar glukosa darah dengan metode


GOD-PAP

Mahasiswa akan dapat mengetahui metaabolisme karbohidrat terutama


glukosa

Mahasiswa akan dapat menganalisis hasil pemeriksaan kadar glukosa


darah

Mahasiswa akan dapat menerapkan hasil pemeriksaan kadar glukosa darah


untuk keperluan menegakkan diagnosis

Mahasiswa akan dapat menerapkan hasil pemeriksaan


darah untuk penelitian kimia darah

kadar glukosa

II. TINJAUAN PUSTAKA


A. Definisi Gula Darah
Gula darah merupakan istilah yang mengacu kepada tingkat glukosa
yang ada di dalam darah. Glukosa dibentuk dari senyawa-senyawa
glukogenik yang mengalami glukogenesis. Glukoneogenesis memenuhi
kebutuhan akan glukosa pada saat karbohidrat tidak tersedia dalam jumlah
yang cukup dalam makanan. Pasokan glukosa yang terus menerus
diperlukan sebagai sumber energy, khususnya bagi sistem saraf dan
eritrosit. Glukosa juga diperlukan di dalam jaringan adipose sebagai
sumber gliseralida-gliserol dan glukosa juga mempunyai peran dalam
mempertahankan kadar intermediet pada siklus asam sitrat di seluruh
jaringan tubuh. Glukosa juga merupakan satu-satunya bahan bakar yang
memasok energi bagi otot rangka pada keadaan anaerob (Murray, 2009).
Dalam tubuh manusia, kadar glukosa darah normal adalah 70-90
mg/dl (1dl= 100 mL). Namun, kadar glukosa darah tersebut tergantung
dengan waktusetelah makan dalam satu jam pertama setelah makan, kadar
gula darah meningkatsekitar 130 mg/dl darah, lalu menurun setelah 2-3
jam berikutnya setelah glukosatersebut digunakan dalam berbagai
jaringan. Sejumlah glukosa diubah menjadiglikogen dan disimpan dalam
hati dan otot. Bila glukosa diperlukan untuk energiatau glikogen, kelebihan
glukosa akan diubah menjadi lemak. Glikogen merupakan sumber energi
cadangan yang akan dikonversi kembali menjadiglukosa pada saat
dibutuhkan lebih banyak energi. Meskipun lemak simpanandapat juga
menjadi sumber energi cadangan, lemak tidak pernah secara langsung
dikonversi menjadi glukosa. Fruktosa dan galaktosa lain yang dihasilkan
dari pemecahan karbohidrat, langsung diangkut ke hati yang mengkonversi
nyamenjadi glukosa (Suarsana 2010).

B. Fungsi Glukosa Darah


Glukosa adalah karbohidrat terpenting yang kebanyakan dalam
makanan diserap ke dalam aliran darah sebagai glukosa, dan gula lain
diubah menjadi glukosa di hati. Glukosa adalah bahan bakar metabolik

utama pada mamalia (kecuali pemamah biak) dan bahan bakar universal
bagi janin. Glukosa adalah prekursor untuk sintesis semua karbohidrat lain
di tubuh, termasuk glikogen untuk penyimpanan; ribosa dan deoksiribosa
dalam asam nukleat; galaktosa dalam laktosa susu, dalam glikolipid, dan
sebagai kombinasi dengan protein dalam glikoprotein dan proteoglikan.
(Murray, 2009)
Glukosa berperan sebagai sumber energi utama untuk otak. Otak
mengoksidasi glukosa menjadi CO2 dan H2O dan memproduksi energi
(Swanson, 2010) . Telah dibuktikan bahwa glukosa meningkatkan
kemampuan kognisi yang ditandai dengan lebih banyaknya beban berat
yang dapat dilakukan otak yang penting untuk performa usaha mental.
Glukosa juga berperan dalam improvisasi memori pada materi emosional
(Saarela, 2011). Glukosa juga berperan dalam proses konsolidasi memori.
Berdasarkan

sebuah

penelitian,

GEN

treatment

berperan

dalam

improvisasi spatial learning , tetapi dengan pengingkatan glukosa selama


proses konsolidasi memori (Kohara, 2015).
Jika kadar glukosa darah tinggi, dalam keadaan yang tidak normal
glukosa darah dapat diangkut oleh osteoblas dan dapat menurunkan
kemampuan remodeling tulang. Hal ini disebabkan oleh tingginya kadar
glukosa menginduksi ekspresi yang berlebihan dari RANKL dan OPG,
yang menyebabkan induksi osteoklas. Kolagen akan meningkat sebanyak
12 kali dan menyebabkan berlebihnya produksi matriks organik tulang
(Cunha, 2014).
C. Sumber Diet
Sumber glukosa darah didapatkan dari makanan-makanan yang kaya
akan karbohidrat. Produk biji-bijian adalah sumber utama karbohidrat
dalam diet. Biji-bijian alami mengandung konsentrasi tinggi pati, yang
akan diurai oleh sistem pencernaan menjadi gula. Setiap makanan yang
berasal dari biji-bijian atau gandum tepung sebagai besar mengandung
karbohidrat, seperti roti dan dipanggang lainnya, pasta, sereal, kerupuk,
dan tortilla (John M.D 2010).
Selain nasi nasi tim, bubur, dan roti, jagung, talas, dan ubi juga
merupakan sumber karbohidrat yang dapat menjadi sumber glukosa darah.

Buah-buahan seperti pisang, pepaya, mangga, sawo, apel, rambutan, duku,


durian, jeruk, dan nanas juga memiliki kalori yang tinggi (Rahmawati,
2011).
Kentang (Solanum tuberosum) yang merupakan makanan yang
dikonsumsi sangat luas di seluruh dunia. Kentang memiliki nutrisi yang
bervariasi termasuk tingginya karbohidrat di dalamnya (Kondo, 2012).
D. Absorbsi
Pemeliharaan kadar glukosa darah yang stabil merupakan salah satu
mekanisme homeostatik yang diatur paling ketat yang melibatkan hati,
jaringan ekstrahepatik, dan beberapa hormon. Sel hati berdifat permeabel
bebas untuk glukosa (melalui pengangkut GLUT-2 ), sedangkan jaringan
ekstrahepatik (selain sel pulau langerhans pankreas ) relatif
impermeabel, dang pengangkut glukosa jaringan ini diatur oleh insulin.
Oloeh karena itu, penyerapan glukosa dari aliran darah adalah tahap
penentu kecepatan dalam pemakaian glukosa di jaringan ekstrahepatik
(Harper, 2009).
Lokasi Jaringan
Pengangkut dua-arah fasilitatif
GLUT 1
Otak, ginjal, colon, plasenta,
eritrosit
GLUT 2
Hati, sel pankreas, usus
halus, ginjal
GLUT 3
Otak, ginjal, plasenta
GLUT 4
Otot jantung dan rangka,
jaringan adiposa
GLUT 5
Usus halus
Pengangkut satu-arah dependen-natrium
SGLT 1
Usus halus dan ginjal

Fungsi
Penyerapan glukosa
Penyerapan atau pembebasan
glukosa secara cepat
Penyerapan glukosa
Penyerapan glukosa yang
dirangsang oleh insulin
Penyerapan glukosa
Penyerapan aktif glukosa
dengan melawan gradien
konsentrasi

Tabel protein pengangkut glukosa di membran sel (Harper, 2009)


E. Distribusi
Dalam tubuh manusia, kadar glukosa darah normal adalah 70-90
mg/dl (1 dl= 100 mL). Namun, kadar glukosa darah tersebut tergantung
dengan waktu setelah makan dalam satu jam pertama setelah makan, kadar
gula darah meningkat sekitar 130 mg/dl darah, lalu menurun setelah 2-3
jam berikutnya setelah glukosa tersebut digunakan dalam berbagai

jaringan. Sejumlah glukosa diubah menjadi glikogen dan disimpan dalam


hati dan otot. Bila glukosa diperlukan untuk energi atau glikogen,
kelebihan glukosa akan diubah menjadi lemak. Glikogen merupakan
sumber energi cadangan yang akan dikonversi kembali menjadi glukosa
pada saat dibutuhkan lebih banyak energi. Meskipun lemak simpanan
dapat juga menjadi sumber energi cadangan, lemak tidak pernah secara
langsung dikonversi menjadi glukosa. Fruktosa dan galaktosa lain yang
dihasilkan dari pemecahan karbohidrat, langsung diangkut ke hati yang
mengkonversinya menjadi glukosa (Suarsana 2010).
Bila kadar gula dalam darah melebihi atau kurang dari batas normal
maka sistem metabolisme dalam tubuh akan terganggu. Darah manusia
normal mengandung glukosa dalam jumlah atau konsentrasi tetap, yaitu
antara 70-100 mg tiap 100 ml darah. Glukosa darah ini dapat bertambah
setelah kita makan makanan sumber karbohidrat, namun kira-kira 2 jam
setelah itu, jumlah glukosa darah akan kembali pada keadaan semula.
Salah satu contoh penyakit yang disebabkan oleh kelainan kadar glukosa
yaitu diabetes mellitus. Diabetes mellitus atau yang lebih dikenal dengan
kencing manis merupakan penyakit yang timbul karena suatu gangguan
dari pankreas, yaitu organ tubuh yang biasa menghasilkan insulin dan
sangat berperan dalam metabolisme glukosa bagi sel tubuh. Seseorang
yang terkena diabetes mellitus selalu ditandai oleh naiknya kadar gula
darah (hiperglikemia) dan tingginya kadar gula dalam urine (Achjadi
2003). Pada orang yang menderita diabetes mellitus atau kencing manis,
jumlah glukosa darah lebih besar dari 130 mg per 100 ml darah (Poedjiadi,
2006).
F. Metabolisme
Metabolisme adalah interaksi spesifik antar molekul di dalam
lingkungan sel. Enzim mengarahkan aliran materi melalui jalur-jalur
metabolisme dengan cara mempercepat tahap reaksi secara selektif. Enzim
tersebut terkait dengan pengaturan sumber daya materi dan energi dari sel
( Campbell, 2011).
Jalur metabolik digolongkan menjadi 3 kategori antara lain ( Murray,
2006 ) :
1. Jalur anabolik

Jalur yang berperan untuk mensintesis senyawa yang lebih besar.


Jalur ini bersifat endotermik, misalnya sintesis protein dari asam
amino.
2. Jalur katabolik
Jalur ini berperan dalam menguraikan molekul besar. Jalur
katabolik bersifat eksotermik dan menghasilkan ATP, misalnya
melalui rantai respiratorik.
3. Jalur amfibolik
Jalur ini merupakan jalur penghubung antara katabolik dan
anabolic misalnya siklus asam sitrat.
Glikolisis adalah proses pengubahan satu molekul glukosa menjadi 2
molekul asam piruvat. Proses ini dapat berlangsung di sel yang paling
sederhana dan tidak memerlukan oksigen. Proses ini memiliki 5 fungsi
utama, antara lain :
1. Asam piruvat yang dihasilkan dapat dioksidasi di dalam siklus asam
sitrat
2. Banyak senyawa selain glukosa dapat memasuki lintas glikolisis pada
tahap antara ( intermediet)
3. Dalam beberapa sel lintas tersebut diubah untuk sintesis glukosa
4. Lintas tersebut mengandung zat antara yang terlibat dalam reaksi
lainnya
5. Untuk tiap-tiap molekul glukosa yang dikonsumsi, secara netto
dihasilkan dua molekul ATP melalui fosforilasi tingkat substrat
(Kuchel, 2006).
Rumus kimia proses glikolisis :
C6H12O6 + 2 ADP + 2 NAD + 2 Pi 2 C3H4O3 + 2 ATP + 2 NADH+ 2
+
H + 2 H2O
Proses glikolisis melibatkan 10 reaksi enzimatik sitoplasmik seperti di
bawah ini (Kuchel, 2006) :
Langkah 1. Heksokinase mengkatalisis fosforilasi -D-glukosa menjadi D-glukosa-6-fosfat secara ireversibel. Diperlukan
ATP
2+
dan Mg .
Langkah 2. Glukosa-6-fosfat-isomerase mengkatalisis isomerisasi dari D-glukosa-6-fosfat menjadi -D-fruktosa-6-fosfat. Reaksi
bersifat reversible secara bebas.
Langkah 3. Fosfofruktokinase memfosforilasi -D-fruktosa-6-fosfat
menjadi -fruktosa-1,6-bifosfat secara ireversibel. Diperlukan
ATP dan Mg2+.

Langkah 4.

Fruktosa-1,6-bifosfat-aldolase memecah -D-fruktosa-1,6bifosfat


menjadi
D-gliseraldehida-3-fosfat
dan
dihidroksiaseton fosfat.
Langkah 5. Triosafosfat isomerase mengubah dihidroksiaseton fosfat
menjadi
D-gliseraldehida-3-fosfat.
Langkah 6. Gliseraldehida-3-fosfat dehidrogenase mengkatalisis oksidasi
D-gliseraldehida-3-fosfat, disertai dengan fosforilasi zat antara
asam karboksilat
untuk
menghasilkan
D-1,3+
+
bifosfogliserat. NAD direduksi menjadi NADH dan H .
Langkah 7. Fosfogliserat kinase mengubah D-1,3-bifosfogliserat menjadi
D-3-fosfogliserat. Langkah ini menghasilkan ATP.
Langkah 8. Fosfogliserolmutase mengubah D-3-fosfogliserat menjadi D-2fosfogliserat.
Langkah 9. Enolase menghilangkan molekul air dari D-2-fosfogliserat
menjadi
fosfoenolpiruvat (PEP)
Langkah 10. Piruvat kinase mengubah fosfoenolpiruvat (PEP) menjadi
asam piruvat dengan menghasilkan ATP.
Glikolisis mengatur sekresi insulin dan fungsi metabolisme sel. Laju
glikolisis diatur oleh glukosa transporter-4 (GLUT 4), glukokinase (GK),
dan 6-phosphofructo-1-kinase (6PFK1). 6-phosphofructo-1-kinase
(6PFK1) diaktifkan oleh fruktosa-2,6-biphosphate. Enzim bernama 6fosfofrukto-2-kinase bertanggung jawab dalam produksi dan pemecahan
fruktosa-2,6-bifosfat. Enzim di atas diatur oleh nutrisi dan hormon saat
pembentukannya dari transkripsi hingga pasca translasi. Di sel hepatosit,
glikolisis mengatur produksi glukosa di hepar (Guo, 2012).
Pada kondisi anaerob, NADH tidak dapat direoksidasi melalui rantai
respiratorik menjadi oksigen. NADH akan mereduksi piruvat dengan
dikatalisis oleh laktat dehidrogenase menjadi laktat ( Murray, 2006)
Kemampuan piruvat untuk menghasilkan ATP dipengaruhi oleh
kapasitas sel untuk melakukan siklus asam sitrat dan transfer elektron serta
pasokan oksigen. Jika suatu sel tidak memiliki kemampuan untuk
mengoksidasi piruvat maka sel tersebut hanya akan mempunyai proses
glikolitik untuk mengasilkan ATP. Semua sel memiliki ADP dan fosfat
inorganik yang cukup namun jumlah NAD+ terbatas. Untuk melanjutkan
proses glikolisis, diperlukan oksigen untuk mengoksidasi NADH menjadi
NAD+. Tanpa adanya oksigen, piruvat akan direduksi menjadi asam laktat (
Kuchel, 2006).

Glukosa + 2ADP + 2Pi 2 asam laktat +

2ATP

Gambar. Jalur Glikolisis


Dekarboksilasi Oksidatif
Proses ini menghubungkan glikolisis dengan siklus asam sitrat. Gugus
karboksil pada piruvat akan dilepas dalam bentuk CO2. Dua karbon yang
tersisa akan membentuk asetat ( CH 3COO-). Elektron akan ditransfer ke
NAD+ menjadi NADH. Koenzim A yang mengandung sulfur dan
komposisi lain dari turunan vitamin B akan menempel pada gugus asetat
sehingga menghasilkan asetil ko-A ( Campbell, 2011)

Siklus Asam Sitrat


Siklus asam sitrat merupakan suatu urutan reaksi dimana atom karbon
pada asetil Ko-A pada akhirnya akan teroksidasi menjadi CO2. Siklus ini
bersifat amfibolik karena berperan dalam proses sintesis dan oksidatif.

Akibat oksidasi yang dikatalisis oleh enzim dehidrogenase, siklus ini


menghasilkan 3 molekul NADH dan satu molekul FADH 2. Ekuivalen
pereduksi ini akan dipindah ke rantai respiratorik dimana NADH akan
diubah menjadi 3 ATP dan FADH2 diubah menjadi 2 ATP ( Murray, 2006)

Gambar. Siklus asam sitrat

Heksosa Monofosfat Shunt ( HMP-Shunt)


Fase pertama, proses ini diawali dengan oksidasi glukosa-6-fosfat
pada C-1 yang dikatalisis oleh glukosa-6-fosfat-dehidrogenase untuk
menghasilkan suatu ester siklik atau lakton dan NADPH tereduksi. Ester
akan terhidrolisis menjadi 6-fosfoglukonat dan menghasilkan gula C 5 dan
D-ribulosa-5-fosfat, dan mereduksi molekul lain pada NADP+. Proses
tersebut dikatalisis oleh enzim 6-fosfoglukonat dehidrogenase. D-ribulosa5-fosfat akan mengalami isomerisasi oleh ribosa-5-fosfat isomerase
menjadi D-ribosa-5-fosfat. Hasil akhir dari proses HMP shunt adalah satu
molekul 5-ribosa-fosfat, dua molekul NADPH, dan 1 molekul CO 2. Pada
fase kedua, gula C5 melalui rangkaian reaksi reversibel akan diubah
menjadi zat antara glikolitik fruktosa-6-fosfat dan gliseraldehida-3-fosfat
( Kuchel, 2006)
Glukoneogenesis

Glukoneogenesis adalah proses pengubahan zat dari non karbohidrat


menjadi glukosa atau glikogen. Substrat utamanya adalah asam amino
glukogenik, laktat, gliserol, dan propionat. Proses ini terutama terjadi di
hati dan ginjal. Glukoneogenesis dapat membersihkan laktat yang
dihasilkan oleh otot dan eritrosit serta gliserol di jaringan adiposa.
Glukoneogenesis terjadi saat asupan karbohidrat dari makanan berkurang
atau cadangan glikogen kurang memadai ( Murray, 2006).

Gambar. Glukoneogenesis
Glikogenesis dan Glikogenolisis
Kedua proses ini diatur berdasarkan ada tidaknya glukosa. Ketika
glukosa darah tinggi, maka akan terjadi proses glikogenesis. Sebaliknya,
ketika kadar glukosa darah rendah atau kurang energi maka proses

degradasi glikogen akan dilakukan. Regulasinya merupakan sebuah


kaskade fosforilase. Hormon glukagon dan hormone epinefrin akan
mengaktifkan reseptor, setelah itu reseptor yang aktif akan mengaktifkan
adenil siklase. Adenil siklase akan mengubah ATP menjadi cAMP. cAMP
akan mengaktifkan fosforilase kinase. Fosforilase kinase akan
mengaktifkan enzim glikogen fosforilase yang akan mendegradasi
glikogen menjadi glukosa-1-fosfat. Keberadaan insulin akan memberikan
efek inhibisi pada cAMP ( Gilbert, 2000)

Gambar. Glikogenolisis dan Glikolisis


G. Eksreksi
Pada orang sehat, hampir semua glukosa plasma disaring dan diserap
kembali oleh ginjal hingga tingkat glukosa plasma mendekati 10mmol/L
(180mg/dL). Ketika kadar glukosa plasma melebihi ambang ginjal untuk
glukosa maka kapasitas reabsorbsi jenuh dan jumlah glukosa dalam urin
meningkat secara proporsional dengan konsentrasi glukosa plasma.
Penghambatan SGLT 2 (transporter glukosa) diperkirakan dapat
menghambat ambang glukosa ginjal sehingga banyak ginjal yang
diekskresikan ke urin (Sue Sha, 2011).
Renal threshold (RTG) adalah konsentrasi plasma darah yang
menyebabkan glukosa dapat diekskresikan ke urin, sekitar 180-200mg/dL.
Konsentrasi dibawah (RTG) menyebabkan glukosa direabsorbsi 100%
sehingga tidak ada glukosa yang ditemukan di urin. Transport maksimum
(TMG) merunjuk kepada keadaan dimana semua konsentrasi glukosa
plasma yang dibawa ke ginjal mengalami saturasi penuh, sekitar 350
mg/dL. TMG yang meningkat akan meningkatkan ekskresi glukosa di urin
(Indu Khurana, 2012).
Pada pemderita diabetes tipe 2, glukosa yang dieksresikan ke urin
dapat mencapai 70g/day. Induksi ekskresi glukosa yang proporsional

dengan jumlah glukosa yang disaring oleh glomerulus dapat dilakukan


oleh dapaglifozin ( Jeam M. Whaley dkk, 2012).
H. Aplikasi Klinis
1. Diabetes Mellitus
a. Definisi
Diabetes melitus (DM) adalah suatu sindroma klinik yang
ditandai oleh poliuri, polidipsi dan polifagi, disertai peningkatann
kadar glukosa darah atau hiperglikemia ( glukosa puasa 126
mg/dL atau postprandial 200 mg/dL atau glukosa sewaktu 200
mg/dL). (Syarif, 2007)
Diabetes melitus adalah penyakit dengan kelainan endokrin,
6% dari populasi manusia di dunia terdiagnosis menderita DM.
Diabetes biasanya disertai dengan komplikasi penyakit mikro dan
makro-vaskuler, yang mana dapat menyababkan kekurangan
produktivitas maupun kematian dini (Katulanda, 2014).
b. Etiologi
Melihat etiologinya, DM dapat dibedakan menjadi DM tipe 1
dan tipe 2. DM tipe 1, terjadi akibat adanya gangguan produksi
insulin akibat penyakit autoimun atau idiopatik. Tipe ini sering
disebut insulin dependent diabetes mellitus atau IDDM karena
pasien mutlak membutuhkan insulin. DM tipe 2, terjadi akibat
resistensi insulin atau gangguan sekresi insulin. Tipe ini sering
disebut noninsulin dependent diabetes mellitus atau NIDDM
(Syarif, 2007).
Diabetes tipe 1 adalah penyakit yang jarang terjadi, dimana
gejala timbul pada usia <30 tahun, dan terjadi defisiensi insulin
absolut setelah sel pankreas dihancurkan oleh proses auto imun
pada orang yang memiliki predisposisi secara genetis berbagai
macam antibodi dapat ditemukan sampai 10 tahun sebelum
timbulnya gejala klinis dan menghilang beberapa tahun kemudian.
Kondisi autoimun lain yang berhubungan dapat ditemukan pada
keluarga pasien (Davey, 2007).
Diabetes tipe 2 adalah penyakit yang sering ditemukan pada
usia menengah dan manula, diakibatkan terutama oleh resistensi
terhadap kerja insulin di jaringan perifer. Walaupun pada tahap

lanjut defisiensi insulin dapat terjadi, namun tidak ditemukan


defisiensi absolut insulin. Penyakit ini juga dipengaruhi oleh faktor
genetik (Davey, 2007).
c. Tanda dan Gejala
Hiperglikemia timbul akibat berkurangnya insulin sehingga
glukosa darah tidak dapat masuk ke sel-sel otot, jaringan adiposa
atau hepar dan metabolismenya juga terganggu. Dalam keadaan
normal kira-kira 50% glukosa yang dimakan mengalami
metabolisme sempurna menjadi CO dan air, 5% diubah menjadi
glikogen dan kira-kira 30-40% diubah menjadi lemak. Pada DM
semua proses tersebut terganggu, glukosa tidak dapat masuk ke
sel hingga energi terutama diperoleh dari metabolisme protein dan
lemak (Syarif, 2007).
d. Patofisiologi
Penderita DM memerlukan pengaturan pola hidup yang
teratur, seperti aktivitas fisik, diet dan latihan fisik penting untuk
dapat mencegah faktor resiko komplikasi penyakit kardiovaskuler
pada penderita DM khususnya tipe II (Chen, 2014)
Insulin diberikan melalui subkutan dan digunakan pada
pasien DM tipe 1 dan sebagian pasien diabetes tipe 2. Ada
beberapa jenis, yaitu insulin rekombinan manusia adalah yang
paling sering digunakan, walaupun beberapa pasien lebih memilih
menggunakan insulin sapi atau babi.

Obat hipoglikemik oral

terkadang diberikan bersama terapi insulin untuk penderita


diabetes tipe 2 untuk memperbaiki sensivitas terhadap insulin.
Obat-obatan seperti troglitazon, rosglitazon, pioglitazon bekerja
dengann meningkatkan sensivitas terhadap insulin, mengaktivasi
peroxisome proiferator-activated receptor (PPAR-), sehingga
menstimulasi transkripsi molekul transporter glukosa glut-1.
(Davey, 2007).
2. Gagal Ginjal
a. Definisi

Gagal ginjal adalah akibat gagalnya ginjal membuang metabolit


yang

terkumpul

dari

darah.

Akibatnya,

terjadi

ganggian

keseimbangan elektrolit, asam-basa, dan air (Tambayong, 2005).


b. Etiologi
Melihat etiologinya, gagal ginjal dibagi menjadi dua kategori
yang luas kronik dan akut. Gagal ginjal kronik merupakan
perkembangan gagal ginjal progresif dan lambat (biasanya
berlangsung beberapa tahun), sebaliknya gagal ginjal akut terjadi
dalam beberapa hari atau beberapa minggu (Price, 2013).
Gagal ginjal kronik terjadi apabila ginjal sudah tidak mampu
lagi mempertahankan lingkungan dalam yang cocok untuk
kelangsungan hidup. Kerusakan pada kedua ginjal ini bersidar
irreversibel.

Eksaserbasi

nefritis,

obstruksi

saluran

kemih,

kerusakan vaskular akibat diabetes melitus, dan hipertensi


berlangsung terus-mesnerus dapat mengakibatkan pembentukan
jaringan parut pada pembuluh darah dan hilangnya fungsi ginjal
secara progresif (Baradero, 2005).
Gagal ginjal akut (acute renal failure, ARF) merupakan suatu
sindrom klinis yang ditandai dengan fungsi ginjal yang menuun
secara cepat (biasanya dalam beberapa hari) yang menyebabkan
azotemia yang berkembang cepat. Laju filtrasi glomerulus yang
menurun dengan cepat menyebabkan kadar kreatinin serum
meningkat sebanya 0,5mg/ dl/ hari dan dalam beberapa hari. ARF
biasanya disertai oleh oliguria (keluaran urine <400ml/ hari).
Kriteria oliguria ini tidak mutlak tapi berkaitan dengan fakta bahwa
rata-rata diet orang Amerika mengandung sekitar 600 mOsm zat
terlarut. Jika kemampuan pemekatan urine maksimum sekitar 1200
mOsm/L air, maka kehilangan air obligat dalam urine adalah 500
ml (Price, 2013).
c. Tanda dan Gejala
Pasien-pasien dengan gagal ginjal biasanya memeperlihatkan
gejala sebagai berikut,

1) Manifestasi kardiovaskular: hipertensi, edema pulmonal,


perikarditis.
2) Gejala dermatologis: gatal-gatal hebat (pruitus).
3) Gejala-gejala gastrointestinal: anoreksia, mual,

muntah,

cegukan, penurunan saliva, haus, rasa kecap logam dalam


mulut, kehilangan kemampuan penghidu dan pengecap, dan
parotitis.
4) Perubahan neuromuskular: perubahan tingkat kesadaran, kacau
mental, dan kejang (Davey, 2007).
d. Patofisiologi
Penyebab gagal ginjal akut umumnya dipertimbangkan dalam tiga
kategori diagnostik: azotemia prarenal, azotemia pascarenal, dan ARF
intrinsik. Klasifikasi ini menekankan bahwa hanya pada kategori
ketiga (renal) terjadi kerusakan parenkim yang cukup berat untuk
menyebabkan kegagalan fungsi ginjal (Sylvia, 2013).
Gagal ginjal akut (GGA) adalah penurunan mendadak kecepatan
filtrasi glomerulus (KFG) dengan ketidakmampuan mengeluarkan
bahan terlarut dan air, yang mengakibatkan penimbunan bahan terlarut
dan air.4,5,6 Kejadian GGA neonatus saat ini cenderung meningkat
dan fungsi ginjal pada 35%-71% kasus GGA tidak dapat kembali
sempurna. Bahkan angka kematian neonatus akibat GGA masih tinggi,
yaitu antara 36%-78%.5-8 Pengenalan keadaan kegagalan fungsi ginjal
pada bayi asfiksia merupakan hal yang penting untuk melakukan
pemberian cairan dan elektrolit agar didapatkan keseimbangan
biokimia sehingga fungsi vitalnya dapat terjaga.8Tujuan penelitian
untuk membuktikan bahwa asfiksia neonatorum merupakan faktor
risiko terjadinya gagal ginjal akut pada neonatus (Kosim, 2012).

III. METODE PEMERIKSAAN


A Metode
Pemeriksaan glukosa darah dengan metode GOD-PAP
B Alat dan Bahan
1 Alat
a Spuit 3cc
b Torniquet
c Vacuum tube red cap (Non EDTA)
d Sentrifugator
e Tabung reaksi 3 ml
f Rak tabung reaksi
g Mikropipet (10l-100l)
h Makropipet (100l-1000l)
i Yellow tip
j Blue tip
k Spektrofotometer
2 Bahan
a Sampel (Plasma)
b Reagen GOD
C Cara Kerja
1 Persiapan sampel:
a Diambil darah probandus sebanyak 3cc dengan menggunakan spuit.
b Darah dimasukkan ke dalam vacuum tube red cap dan disentrifugasi
dengan kecepatan 4000 rpm selama 10 menit, kemudian diambil
2

plasma untuk sampel.


Sampel (plasma) sebanyak 10l kemudian dicampur dengan reagen

GOD sebanyak 1000l.


Campuran diinkubasi selama 15 menit dalam suhu ruangan (20-25 C),
kemudian diukur dengan spektrofotometer pada panjang gelombang
546 nm dan nilai faktor 100.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN


A. Hasil
1. Probandus
a. Nama

: Elvira Pratiwi

b. Usia

: 19 tahun

c. Jenis kelamin

: Perempuan

2. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa pada serum darah yang telah


ditambahkan reagen dan dihomogenkan, terjadi perubahan warna menjadi
kemerahan.
B. Pembahasan
Pada serum darah yang telah disentrifugasi, dicampur dengan reagen GOD
sebanyak 1000l, didapatkan hasil terjadinya perubahan warna menjadi
kemerahan. Hal ini disebabkan oleh bereaksinya glukosa pada serum darah
dengan reagen GOD. Reaksinya adalah sebagai berikut,
GOD
D-Glucose + O2 + H2 D-glucoronate + H2O2
Peroxidase
H2O2 + Aminoantipyrine Hydribenzoat
H2O2 + Quinoneimine (merah)
Adanya warna merah karena dihasilkannya Quinoneimine, menunjukkan
adanya glukosa yang terdapat dalam serum darah. Campuran Glukosa dengan
reagen GOD dapat diinkubasi selama 15 menit dan diukur kadar glukosanya
dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 546 nm dengan nilai faktor
100.
Gula darah merupakan istilah yang mengacu kepada tingkat glukosa yang
ada di dalam darah. Glukosa dibentuk dari senyawa-senyawa glukogenik yang
mengalami glukogenesis. Glukoneogenesis memenuhi kebutuhan akan glukosa
pada saat karbohidrat tidak tersedia dalam jumlah yang cukup dalam makanan.
Pasokan glukosa yang terus menerus diperlukan sebagai sumber energy,
khususnya bagi sistem saraf dan eritrosit. Glukosa juga diperlukan di dalam
jaringan adipose sebagai sumber gliseralida-gliserol dan glukosa juga
mempunyai peran dalam mempertahankan kadar intermediet pada siklus asam
sitrat di seluruh jaringan tubuh. Glukosa juga merupakan satu-satunya bahan

bakar yang memasok energi bagi otot rangka pada keadaan anaerob (Murray,
2009).
C. Aplikasi Klinis
1. Diabetes Mellitus
Diabetes melitus (DM) adalah suatu sindroma klinik yang ditandai
oleh poliuri, polidipsi dan polifagi, disertai peningkatann kadar glukosa
darah atau hiperglikemia ( glukosa puasa 126 mg/dL atau postprandial
200 mg/dL atau glukosa sewaktu 200 mg/dL) (Syarif, 2007).
Diabetes melitus adalah penyakit dengan kelainan endokrin, 6% dari
populasi manusia di dunia terdiagnosis menderita DM. Diabetes biasanya
disertai dengan komplikasi penyakit mikro dan makro-vaskuler, yang
mana dapat menyababkan kekurangan produktivitas maupun kematian dini
(Katulanda, 2014).
Melihat etiologinya, DM dapat dibedakan menjadi DM tipe 1 dan tipe
2. DM tipe 1, terjadi akibat adanya gangguan produksi insulin akibat
penyakit autoimun atau idiopatik. Tipe ini sering disebut insulin dependent
diabetes mellitus atau IDDM karena pasien mutlak membutuhkan insulin.
DM tipe 2, terjadi akibat resistensi insulin atau gangguan sekresi insulin.
Tipe ini sering disebut noninsulin dependent diabetes mellitus atau
NIDDM (Syarif, 2007)
Diabetes tipe 1 adalah penyakit yang jarang terjadi, dimana gejala
timbul pada usia <30 tahun, dan terjadi defisiensi insulin absolut setelah
sel pankreas dihancurkan oleh proses auto imun pada orang yang
memiliki predisposisi secara genetis berbagai macam antibodi dapat
ditemukan sampai 10 tahun sebelum timbulnya gejala klinis dan
menghilang beberapa tahun kemudian. Kondisi autoimun lain yang
berhubungan dapat ditemukan pada keluarga pasien (Davey, 2007).
Hiperglikemia timbul akibat berkurangnya insulin sehingga glukosa
darah tidak dapat masuk ke sel-sel otot, jaringan adiposa atau hepar dan
metabolismenya juga terganggu. Dalam keadaan normal kira-kira 50%
glukosa yang dimakan mengalami metabolisme sempurna menjadi CO
dan air, 5% diubah menjadi glikogen dan kira-kira 30-40% diubah menjadi
lemak. Pada DM semua proses tersebut terganggu, glukosa tidak dapat
masuk ke sel hingga energi terutama diperoleh dari metabolisme protein

dan lemak Glikosuria juga dapat timbul pada pasien DM. Glukosa bersifat
diuretik osmotik, sehingga diuresis sangat meningkat disertai hilangnya
berbagai elektrolit. Hal inilah yang menyebabkan terjjadinya dehidrasi dan
hilangnya elektrolit pada pasiem DM yang tidak diobati. Karena adanya
dehidrasi, maka badan berusaha mengatasinya dengan banyak minum
(polidipsia). Badan kehilangan 4 kalori untuk setiap gram glukosa yang
diekskresi (Syarif, 2007).
Penderita DM memerlukan pengaturan pola hidup yang teratur, seperti
aktivitas fisik, diet dan latihan fisik penting untuk dapat mencegah faktor
resiko komplikasi penyakit kardiovaskuler pada penderita DM khususnya
tipe II (Chen, 2014)
Insulin diberikan melalui subkutan dan digunakan pada pasien DM
tipe 1 dan sebagian pasien diabetes tipe 2. Ada beberapa jenis, yaitu insulin
rekombinan manusia adalah yang paling sering digunakan, walaupun
beberapa pasien lebih memilih menggunakan insulin sapi atau babi. Obat
hipoglikemik oral terkadang diberikan bersama terapi insulin untuk
penderita diabetes tipe 2 untuk memperbaiki sensivitas terhadap insulin.
Obat-obatan seperti troglitazon, rosglitazon, pioglitazon bekerja dengann
meningkatkan sensivitas terhadap insulin, mengaktivasi peroxisome
proiferator-activated receptor (PPAR-), sehingga menstimulasi transkripsi
molekul transporter glukosa glut-1 (Davey, 2007)

V. KESIMPULAN
A. Glukosa merupakan

DAFTAR PUSTAKA
Achjadi, K. 2003. Penyakit Gangguan Metabolisme. Bogor : IPB Press.
Adya, R. 2011.Diet Sehat : Kumpulan Metode Diet Piliham Mudah dan Praktis.
Volume 12, pages 4-6.
Baradero, M., Dayrit, M., Siswadi, Y. 2005. Klien Gangguan Ginjal. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran ECG.
Chen, L., Pei J. H., Kuang J., Chen H. M., Chen Z., Li Z. W., Yang H. Z. 2014.
Effect of lifestyle intervention in patients with type 2 diabetes: A metaanalysis. Metabolism Clinical and Experimental. Volume 64, No. 4, pages
338-347.
Cunha, J. S., 2014. Effects of high glucose and high insulin concentrations on
osteoblast function in vitro. Diabetes Week. Volume 13, No. 1, pages 1420.
Davey, P. 2007. At a Glance Medicine. Jakarta : Erlangga.
Guo, X., Li H., Xu H., Woo S., Dong H., Lu F. 2012. Glycolysis in the control of
blood glucose homeostasis. Acta Pharmaceutica Sinica B. Volume 2, No.
4, pages 358-367.
Gilbert, H. F. 2000. Basic Concepts in Biochemistry. New York: Mc Graw.
Katulanda, P., Ranasinghe, P., Jayawardena, R. 2014. Prevalence of retinopathy
among adults with self-reported diabetes mellitus: the Sri Lanka diabetes
and Cardiovascular Study. BMC Ophtalmology. Volume 14, pages 1-8.
Kohara, Y., Kawaguchi, S., Kuwahara, R., Uchida, Y., Oku Y., Yamashita, K.
2015. Genistein improves spatial learning and memory in male rats with
elevated glucose level during memory consolidation. Life Science. Volume
140 (9) pages 15-22.
Kondo, Y., Higashi, C., Iwama, M., Ishihara, K., Handa, S. Bioavailability of

vitamin C from mashed potatoes and potato chips after oral administration
in healthy Japanese men. The British Journal of Nutrition. Volume 107,
No. 6, pages 885-92.
Kosim, M. S., Muryawan, H., Radityo, A. N. 2012. Asfiksia Neonatorum Sebagai
Faktor Risiko Gagal Ginjal Akut. Sari Pediatri. Volume 13, No. 5, pages
305-311.
Kuchel, Philips and Raltson Gregory B. 2006. Biokimia Schaum. Jakarta :
Penerbit Erlangga.
Khurana, Indu. 2012. Medical Physiology for Ungraduate Students. USA
:Elsevier.
Murray, Robert K. 2009. Biokimia Harper edisi 27. Jakarta : Penerbit Buku
Kedokteran EGC.
Poedjiadi, Anna. 2006. Dasar-dasar Biokimia. Jakarta: UI Press.
Price,

Sylvia

A.2013.Patofisiologi

Konsep

Klinis

Proses-Proses

Penyakit.Jakarta : EGC
Rahmawati, A. S. 2011. Pola Makan Dan Aktifitas Fisik Dengan Kadar Glukosa
Darah Penderita Diabetes Mellitus Tipe 2 Rawat Jalan Di RSUP Dr.
Wahidin Sudirohusodo Makassar. Media Gizi Masyarakat Indonesia.
Volume 1, No. 1, halaman 52-58.
Reece, Jane B., Urry Lisa A, Cain Michael L, Wasserman Steven A, Minorsky
Peter V, Jackson Robert B. 2011. Campbell Biology. California : Pearson.
Saarela, Maria. 2011. Functional Foods: Concept to Product. New Dhelhi:
Woodhead Publishing Limited.
Sha, Sue. 2011. Canagliflozin, a novel inhibitor of sodium glucose co-transporter
2, dose dependently reduces calculated renal threshold for glucose
excretion and increases urinary glucose excretion in healthy subjects.
Diabetes, Obesity and Metabolism 13: 669672.

Swanson, T. A., Kim, S. I., Glucksman, M. J. 2010. Board Review Series


Biochemistry. Hongkong:Wolters Kluwer.
Suarsana, IN. 2010. Sintesis Glikogen Hati dan Otot pada Tikus Diabetes yang
Diberi Ekstrak Tempe. Jurnal Veteriner. Volume 11 (3):190-195.
Syarif, Amir, et all. 2007. Farmakologi dan Terapi FKUI. Jakarta : Gaya Baru
Whaley, J. M. 2012. Targeting the kidney and glucose excretion with
dapagliflozin: preclinical and clinical evidence for SGLT2 inhibition as a
new option for treatment of type 2 diabetes mellitus. Diabetes Metab
Syndr Obes. Volume 20, No. 12 5: 135148.

Anda mungkin juga menyukai