Anda di halaman 1dari 30

7

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Perilaku
2.1.1 Pengertian Perilaku
Perilaku dari aspek biologis adalah suatu kegiatan atau aktivitas organisme
atau makhluk hidup yang bersangkutan. Jadi perilaku manusia pada hakikatnya
adalah suatu aktivitas dan pada manusia itu sendiri. Oleh sebab itu, perilaku
manusia mempunyai bentangan yang sangat luas, mencakup berjalan, berbicara,
bereaksi, berpakaian, dan lain sebagainya. Bahkan kegiatan internal seperti
berfikir, persepsi, dan emosi merupakan perilaku manusia. Dapat dikatakan bahwa
perilaku merupakan sesuatu yang dikerjakan oleh organisme tersebut, baik yang
dapat diamati secara langsung atau secara tidak langsung (Notoatmodjo, 2010).
2.1.2 Proses Pembentukan Perilaku
Seorang ahli psikologi Skiner (1983), merumuskan bahwa perilaku
merupakan respon atau reaksi seseorang terhadap stimulus. Terori tersebut disebut
dengan

S-O-R

(stimulus-organisme-respons).

Dari

pernyataan

tersebut,

mengartikan bahwa perilaku terbentuk di dalam diri seseorang dari dua faktor
utama:
a. Faktor eksternal yaitu stimulus, merupakan faktor yang paling besar
peranannya dalam membentuk perilaku manusia. Faktor tersebut ialah faktor
sosial dan budaya dimana seorang tersebut berada. Faktor sosial sebagai faktor
eksternal yang mempengaruhi perilaku antara lain, struktur sosial, pranatapranata sosial, dan permasalahan sosial yang lain. Sedangkan Faktor budaya

sebagai faktor eksternal yang mempengaruhi perilaku seseorang antara lain


nilai-nilai, adat istiadat, keperayaan, kebiasaan masyarakat, tradisi, dan
sebagainya.
b. Faktor internal yaitu respon, merupakan faktor yang menentukan seseorang
merespons stimulus dari luar terdiri dari perhatian, pengamatan, persepsi,
motivasi, fantasi, sugesti, dan lain sebagainya (Notoadmodjo, 2010).
2.1.3 Pengelompokan Perilaku
Menurut Skiner (1983), Perilaku manusia dapat dikelompokkan menjadi:
a. Perilaku tertutup (convert behavior)
Perilku tertutup terjadi bila respons terhadap stimulus tersebut masih
belum dapat diamati orang lain (dari luar) secara jelas. Respon seseorang masih
terbatas dalam bentuk perhatian, perasaan, persepsi, pengetahuan, dan sikap
terhadap stimulus yang bersangkutan. Bentuk convert behavior yang dapat
diukur adalah pengetahuan dan sikap.
b. Perilaku terbuka (observable behavior)
Perilaku terbuka ini terjadi bila respon terhadap stimulus tersebut sudah
berupa tindakan atau praktik ini dapat diamati orang lain dari luar atau
observable behavior (Notoadmodjo, 2010).
STIMULUS

ORGANISME

RESPONS TERTUTUP:
Pengetahuan
Sikap

RESPONS TERBUKA:
Praktik/Tindakan
Gambar 2.1 Teori Perilaku S-O-R
Sumber : (Notoadmodjo, 2010)
2.1.4 Ranah (domain) Perilaku

Perilaku adalah merupakan keseluruhan pemahaman dan aktivitas seseorang


yang merupakan hasil bersama antara faktor eksternal dan faktor internal. Perilaku
seseorang adalah sangat komplek, dan mempunyai bentangan yang sangat luas
(Notoadmodjo, 2010). Dalam perkembangan selanjutnya, berdasarkan pembagian
doamain, dikembangkan menjadi 3 tingkat ranah perilaku, yaitu:
1. Pengetahuan
Pengetahuan adalah hasil pengindraan manusia, atau hasil tahu seseorang
terhadap objek melalui indra yang dimilikinya (mata, telinga, hidung, dan
sebagainya). Sebagian besar pengetahuan seseorang diperoleh melalui indra
pendengeran (telinga), dan indra pengelihatan (mata). Secara garis besarnya
dibagi menjadi 6 tingkat pengetahuan, yakni:
a. Tahu (know), tahu diartikan hanya sebagai recall (memanggil) memori
yang telah ada sebelumnya setelah mengamati sesuatu.
b. Memahami (comprehension), memahami suatu objek bukan sekedar tahu
terhadap objek tersebut. Tidak sekedar dapat menyebutkan, tetapi orang
tersebut harus dapat menginterprestasikan secara benar tentang objek yang
diketahui tersebut.
c. Aplikasi (application), aplikasi diartikan apabila orang yang telah
memahami

objek

yang

dimaksud

dapat

menggunakan

atau

mengaplikasikan prinsip yang diketahui tersebut pada situasi yang lain.


d. Analisis (analysis), analisis adalah kemampuan seseorang untuk
menjabarkan dan atau memisahkan, kemudian mencari hubungan antara
komponen-komponen yang terdapat dalam suatu masalah atau objek yang
diketahui.
e. Sintesis (synthesis), sintesis menunjukan suatu kemampuan seseorang
untuk merangkum atau meletakan dalam suatu hubungan yang logis dari

10

komponen-komponen pengetahuan yang dimiliki. Dengan kata lain


sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari
formulasi-formulasi yang telah ada.
f. Evaluasi (evaluation), evaluasi berkaitan dengan kemampuan seseorang
untuk melakukan justifiksi atau penilalian terhadap suatu objek tertentu.
Penilaian ini dengan sendirinya didasarkan pada suatu kriteria yang
ditentukan sendiri atau norma-norma yang berlaku dimasyarakat.
2. Sikap (attitude)
Sikap adalah juga respon tertutup seseorang terhadap stimulus atau objek
tertentu yang sudah melibatkan faktor pendapat dan emosi yang bersangkutan.
Salah seorang ahli psikologi sosial menyatakan bahwa sikap adalah merupakan
kesiapan atau kesedian utnuk bertindakan, dan bukan merupakan pelaksanaan
motif tertentu. Dalam kata lain fungsi sikap belum merupakan tindakan (reaksi
terbuka) atau aktivitas, akan tetapi merupakan predisposisi perilaku (tindakan),
atau reaksi tertutup.
Seperti halnya pengetahuan, sikap juga mempunyai tingkat-tingkat
berdasarkan intensitasnya, sebagai berikut:
a. Menerima (receiving), menerima diartikan bahwa orang atau subjek mau
menerima stimulus yang diberikan (objek).
b. Menanggapi (responding), menanggapi diartikan memberikan jawaban

atau tanggapan terhadap pernyataan atau objek yang dihadapi.


c. Menghargai (valuing), menghargai diartikan subjek atau seseorang

memberikan nilai yang positif terhadap objek atau stimulus, dalam arti
membahasnya dengan orang lain, bahkan mengajak atau mempengaruhi
atau menganjurkan orang lain merespons.
d. Bertanggung jawab (responsible), sikap yang paling tinggi tingkatnya
adalah bertanggung jawab terhadap apa yang telah diyakininya. Seorang

11

yang telah mengambil sikap tertentu berdasarkan keyakinannnya, dia harus


berani mengambil resiko bila ada orang lain yang mencemoohkan atau
adanya resiko lain.
3. Tindakan atau Praktik (Practice)
Seperti yang telah dijelaskan

sebelumnya

bahwa

sikap

adalah

kecenderungan untuk bertindak (praktik). Sikap belum tentu terwujud dalam


tindakan, sebab untuk terwujudnya tindakan perlu faktor lain antara lain
adanya fasilitas atau sarana dan prasarana. Praktik atau tindakan ini dibedakan
menjadi bebebrapa tingkatan menurut kulitasnya, yakni:
a. Praktik terpimpin (guided response), praktik dimana subjek atau seseorang
telah melakukan sesuatu tetapi masih tergantung pada tuntunan atau
menggunkan panduan.
b. Praktik secara mekanisme (mechanism), praktik dimana subjek atau
seseorang telah melakukan atau mempraktikkan sesuatu hal secara
otomatis.
c. Adopsi (adoption), adopsi adalah suatu tindakan atau praktik yang sudah
berkembang. Artinya, apa yang dilakukan tidak sekadar rutinitas atau
mekanisme saja, tetapi sudah dilakukan modifikasi, atau tindakan atau
perilaku yang berkualitas (Notoadmodjo, 2010).
2.1.5 Pengukuran Perilaku
Metode atau cara pengukuran sangat berperan dalam menentukan hasil
penelitian dalam bidang apa pun, termasuk penelitian perilaku. Metode-metode
yang sering digunakan untuk mengukur perilaku kesehatan, biasanya tergantung
dari beberapa hal yaitu domain atau ranah perilaku yang diukur dan juga
tergantung pada jenis dan metode penelitian yang digunakan (Notoadmodjo,
2010).

12

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, bahwa domain atau ranah utama
perilaku manusia terdiri dari pengetahuan (knowledge), sikap (attitude), dan
tindakan atau praktek (practice). Berikut metode pengukuran berdasarkan ranah
perilaku kesehatan dan jenis penelitian yang digunakan, antara lain :
2.1.5.1 Pengukuran Pengetahuan
Pengetahuan adalah hal apa yang diketahui oleh orang atau responden
terkait dengan sehat dan sakit atau kesehatan. Pengetahuan tentang kesehatan
dapat diukur berdasarkan jenis penelitiannya, yakni:
a. Penelitian Kuantitatif
Penelitian kuantitatif pada umumnya akan mencari jawaban atas fenomena,
yang menyangkut berapa banyak, berapa sering, berapa lama, dan
sebagainya. Dalam penelitian kuantitatif biasanya menggunakan metode
wawancara dan angket.
b. Penelitian Kualitatif
Pada umumnya penelitian kualitatif bertujuan untuk menjawab bagaimana
suatu fenomena itu terjadi, atau mengapa terjadi. Metode-metode
pengukuran pengetahuan dalam metode penelitian kualitatif antara lain
wawancara mendalam dan diskusi kelompok terfokus. Pada wawancara,
peneliti mengajukan suatu pertanyaan sebagai pembuka, yang akhirnya
memancing jawaban yang sebanyak-banyaknya dari responden. Sedangakn
pada diskusi kelompok terfokus, peneliti mengajukan pertanyaanpertanyaan yang akan memperoleh jawaban yang berbeda-beda dari
beberapa responden yang dikumpulkan dalam bentuk kelompok.
2.1.5.2 Pengukuran Sikap
Sikap adalah bagaimana pendapat atau penilaian orang atau responden
terhadap hal yang terkait dengan kesehatan, sehat-sakit dan faktor yang terkait

13

dengan faktor resiko kesehatan. Pengukuran sikap juga dapat dilakukan


berdasarkan jenis atau metode penelitian yang digunakan, yaitu :
a. Kuantitatif
Pengukuran sikap dalam penelitian kuantitatif, juga dapat menggunakan dua
cara seperti pengukuran pengetahuan, yakni metode wawancara dan
penggunaan angket. Metode wawancara pada pengukuran sikap ini
pertanyaan-pertanyaannya menggali pendapat atau penilaian responden
terhadap objek, begitu juga dengan dengan menggunakan metode angket,
juga menggali pendapat atau penilaian responden terhadap objek kesehatan,
melalui pertanyaan-pertanyaan dan jawaban-jawaban tertulis.
b. Kualitatif
Pengukuran sikap dalam metode penelitian kualitatif, terdiri dari wawancara
mendalam dan diskusi kelompok terfokus. Pada wawancara mendalam dan
diskusi kelompok, pertanyaan-pertanyaannya sama seperti pada dalam
penelitian kuantitatif untuk sikap, tetapi pertanyaan bersifat menggali
pendapat atau penilaian responden terhadap objek.
Mengukur sikap agar berbeda dengan mengukur pengetahuan. Sebab
mengukur sikap berarti menggali pendapat atau penilaian orang terhadap objek
yang berupa fenomena, gejala, kejadian dan sebagainya yang kadang-kadang
bersifat abstrak. Terdapat beberapa konsep tentang sikap yang dapat dijadikan
acuan untuk pengukuran sikap, antara lain :
a. Sikap merupakan tingkatan afeksi yang positif atau negatif yang
dihubungkan dengan objek.
b. Sikap dilihat dari individu yang menghubungkan efek yang positif dengan
objek (individu menyenangi objek) atau negative (tidak menyenangi objek).
c. Sikap merupakan penilaian dan atau pendapat individu terhadap objek.
Cara mengukur sikap dapat dilakukan melalui wawancara dan atau
observasi, dengan mengajukan pernyataan-pernyataan yang telah disusun

14

berdasarkan kriteria-kriteria diatas. Kemudian pernyataan tersebut disusun atau


dirumuskan dalam bentuk instrument. Dengan instrument tersebut pendapat
atau penilaian responden terhdap objek dapat diperoleh melalui wawancara
atau angket.
2.1.5.3 Pengukuran Tindakan
Tindakan adalah hal apa yang dilakukan oleh responden terhadap terkait
dengan kesehatan, cara peningkatan kesehatan, cara memperoleh pengobatan
yang tepat, dan lain sebagainya. Mengukur perilaku terbuka, praktek atau
tindakan, relative lebih mudah bila dibandingkan dengan mengukur perilaku
tertutup. Secara garis besar mengukur perilaku terbuka atau praktek dapat
dilakukan melalui dua metode, yakni:
a. Langsung
Mengukur perilaku terbuka secara lngsung, berarti peneliti langsung
mengamati atu mengobservasi perilaku subjek yang diteliti. untuk
memudahkan pengamatan, maka hal-hal yang akan diamati tersebut
dituangkan atau dibuat lembar titik atau (check list).
b. Tidak langsung
Pengukuran perilaku secara tidak langsung ini, berarti peneliti tidak secara
langsung mengamati perilaku orang yang diteliti (responden). Oleh sebab
itu metode pengukuran secara tidak langsung ini dapat dilakukan dengan
berbagai cara, yaitu metode mengingat kembali (recall), melalui orang
ketiga atau orang lain yang dekat dengan subjek atau responden, melalui
indikator (hasil perilaku) responden. Metode recall ini dilakukan dengan
cara responden atau subjek penelitian diminta untuk mengingat kembali
terhadap perilaku atau tindakan beberapa waktu yang lalu. Sedangkan
melalui orang ketiga atau orang lain yang dekat dengan responden, yaitu

15

pengukuran terhadap seseorang atau responden dilakukan oleh orang yang


terdekat dengan responden. Selain itu, melalui indikator hasil perilaku
responden, yaitu dilakukan indikator hasil perilak orang yang diamati
(Notoadmojo, 2010).
2.1.6 Pengolahan Data Hasil Pengukuran Perilaku
Setelah diperoleh hasil pengukuran pada perilaku dengan menggunakan
berbagai metode-metode dalam mengukur perilaku kesehatan, seperti wawancara,
angket, diskusi kelompok terfokus, observasi dan lain sebagainya. Kemudian
semua data hasil pengukuran dianalisi atau dilakukan pengolahan data (Patilima,
2011).
Pada penelitian, saat menganalisi hasil pengukuran wawancara atau diskusi
kelompok membutuhkan banyak data dan waktu, hal tersebut merupakan
hambatan yang besar pada setiap penelitian, baik penelitian kualitatif maupun
kuantitatif. Untuk meringankan hal tersebut, terdapat beberapa software yang
dapat membantu, seperti SPSS untuk analisi data kuantitatif, dan EZ-Text yang
merupakan salah satu untuk analisis data kualitatif (Patilima, 2011).
CDC EZ-Text Versi 3.06 (EZ-Text) adalah software program kualitatif yang
dikembangkan untuk membantu peneliti dalam membuat mengatur, dan
menganalisis database kualitatif semi-struktur. Tujuan utama dari CDC EZ-Text
ialah membantu mempertemukan kebutuhan peneliti kesehatan masyarakat. CDC
EZ-Text membantu dalam memecahkan persoalan dari jalan pintas penulisan hasil
wawancara dengan izin penelitian merancang satu seri template entri data
kuantitatif yang disesuikan dengan panduan pertanyaan dalam bentuk kuisioner
(Patilima, 2011).

16

Pada Program CDC EZ-Text, peneliti dapat memasukan data, dan membuat
kode secara online dengan mempergunakan kode-kode untuk bagian jawaban
khusus, melakukan penelusuran database untuk mengidentifikasi bagian-bagian
teks untuk menemukan situasi khusus, dan mengekspor data dalam susunan yang
luas dari bentuk-bentuk yang ada untuk dianalisis lebih lanjut dengan software
program analisi kualitatif atau statistik yang lain (Patilima, 2011).
2.2 Konsep ASI (Air Susu Ibu)
2.2.1 Pengertian ASI (Air Susu Ibu)
ASI (Air Susu Ibu) adalah air susu yang dihasilkan oleh kelenjar payudara ibu
dan diproduksi dalam alveoli yang merupakan bagian awal saluran kecil air susu
yang terdiri dari jaringan lemak dan jaringan pengikat, yang kemudian
dikeluarkan melalui proses laktasi (Prasetyono, 2009).
ASI (Air Susu Ibu) adalah suatu emulsi lemak dalam larutan protein, laktosa
dan garam-garam organik yang disekresi oleh kedua kelenjar mamae dari ibu,
yang berguna sebagai makanan bayi. Di dalam ASI terkandung zat-zat gizi yang
diperlukan bayi untuk pertumbuhan dan mengandung zat-zat kekebalan yang
sangat penting untuk mencegah timbulnya penyakit, serta mudah dicerna oleh
pencernaan bayi (Cadwell, 2011).

2.2.2 Manfaat ASI


2.2.2.1 Manfaat bagi Bayi

17

Dalam ASI

terdapat beberapa protein, yakni immunoglobulin A (Ig A),

laktoferin, dan sel-sel darah putih, yang protein tersebut dapat membantu
meningkatkan daya tahan tubuh bayi, sehingga akan melindungi bayi terhadap
serangan penyakit, seperti penyakit diare, infeksi, batuk, pilek dan penyakit alergi
lainnya. (Prasetyono, 2009).
Pemberian ASI dapat meningkatkan kecerdasan karena dalam ASI
terkandung nutrien- nutrien yang diperlukan untuk pertumbuhan otak bayi yang
tidak ada atau sedikit sekali terdapat pada susu sapi antara lain, taurin yaitu suatu
bentuk zat putih telur yang hanya terdapat pada ASI, kemudian laktosa yang
merupakan hidrat arang utama dari ASI, dan asam lemak ikatan panjang (DHA,
AA, Omega 3, Omega 6) yang merupakan asam lemak utama dari ASI yang
dibutuhkan dalam pembentuksn sel-sel jaringan otak (Roesli, 2000).
Dalam ASI juga terkandung kolostrum yang bertindak sebagai laktasif yang
berfungsi membersihkan dan melapisi mekonium usus bayi yang baru lahir, serta
mempersiapkan saluran pencernaan bayi untuk menerima makanan selanjutnya,
sehingga bayi tidak sering menderita susah buang air besar (sembelit) atau bahkan
diare (Djitowiyono dan Kristiyanasari, 2010).
Menyusui bukanlah sekedar memberikan makan, tetapi juga mendidik anak.
Sambil menyususi, ibu perlu mengelus bayi dan mendekapnya dengan hangat.
Dengan adanya kontak mata dan badan, pemberian ASI semakin mendekatkan
hubungan antara ibu dan anak. Tindakan ini dapat membuat bayi merasa aman,
nyaman, dan terlindungi, sehingga kelak ia akan memiliki tingkat emosi dan

18

spiritual yang tinggi. Hal itu menjadi dasar bagi pembentukan sumber daya
manusia yang lebih baik, yang menyayangi orang lain (Prasetyono, 2009).
2.2.2.2 Manfaat bagi Ibu
Pemberian ASI membantu ibu untuk memulihkan diri dari proses
persalinannya. Pemberian ASI selama beberapa hari membuat rahim berkontraksi
dengan cepat dan memperlambat perdarahan, hal ini disebabkan karena proses
penghisapan yang dilakukan oleh bayi pada puting susu ibu, merangsang
pengeluaran hormon oksitosin alami yang akan membantu kontraksi rahim
(Roesli, 2000)
Pada ibu yang menyusui akan memiliki kemungkinan kecil untuk menjadi
hamil kembali, sebab hormon prolaktin yang tinggi akan menekan hormon FSH
(Follicle Stimulating Hormone) dan proses ovulasi. Bila ibu menyusui, secara
bersamaan ibu akan menggunakan suatu jenis kontrasepsi untuk menunda
kehamilan yang disebut dengan LAM (Lactation Amenorrhea Method)
(Sulistyawati, 2009).
Hal yang paling bermanfaat, yang sangat didambakan ibu ialah lemak yang
berada di sekitar panggul dan paha yang ditimbun pada masa kehamilan akan
berpindah ke dalam ASI, sehingga wanita yang menyusui bayinya akan lebih
cepat menurunkan berat badan dari berat badan yang bertambah selama hamil.
Selain itu, resiko terkena kanker rahim dan kanker payudara pada ibu yang
menyusui bayi lebih rendah ketimbang ibu yang tidak menyusui bayi (Prasetyono,
2009).
2.2.2.3 Manfaat bagi Keluarga

19

Pemberian ASI dapat menguntungkan keluarga dalam segi perekonomian,


sebab ASI tidak perlu dibeli, sehingga dana yang seharusnya digunakan untuk
membeli susu formula setiap bulan dapat digunakan untuk keperluan lain. Selain
itu, penghematan juga disebabkan karena bayi yang mendapat ASI lebih jarang
sakit sehingga mengurangi biaya untuk perawatan kesehatan (Sri Purwati, 2006)
Sedangkan dari aspek psikologi, kebahagiaan keluarga menjadi bertambah,
karena kelahiran lebih jarang, sehingga suasana kejiwaan ibu baik dan dapat
mendapatkan hubungan kasih bayi dalam keluarga (Sri Purwanti, 2006).
Menyusui sebenarnya sangat praktis dan mudah, karena dapat diberikan di
mana saja dan kapan saja. Ibu atau pun keluarga tidak perlu repot memasak air,
menyiapkan dan membersihkan dot serta botol susu, serta tidak perlu meminta
pertolongan orang lain dalam membuat susu (Sri Purwanti, 2006).
2.2.2.4 Manfaat bagi Negara
ASI merupakan sumber daya yang terus menerus di produksi secara alamiah,
sehingga menghemat devisa negara untuk mengimpor susu formula dan peralatan
dan perlengkapan menyusui, serta biaya untuk menyiapkan susu (Prasetyono,
2009).
Pemberian ASI memperbaiki kelangsungan hidup anak dengan menurunkan
angka kematian pada negara. Jika bayi sehat, berarti membuat negara lebih sehat,
hal ini sebagai penghemat pada sektor kesehatan, karena jumlah bayi yang sakit
hanya sedikit (Prasetyono, 2009).

20

Dengan menyusui ibu juga dapat menciptakan generasi penerus bangsa yang
tangguh dan berkualitas untuk membangun Negara, karena anak yang mendapat
ASI dapat tumbuh kembang secara optimal (Sri Purwanti, 2006)
2.2.3 Komposisi ASI
Susu menjadi salah satu sumber nutrisi bagi manusia, komponen ASI sangat
rumit dan berisi lebih dari 100.000 biologi komponen unik, yang memainkan
peran utama dalam perlawanan penyakit pada bayi. Meskipun tidak semua
keuntungan dari semua komponen yang telah sepenuhnya diteliti atau belum
ditemukan, berikut beberapa elemen penting dari ASI antara lain :
2.2.3.1 Kolostrum
Kolostrum adalah cairan susu kental berwarna kekuning-kuningan yang
dihasilkan pada sel alveoli payudara pada hari pertama sampai hari ke empat
setelah melahirkan. Kandungan tertinggi dalam kolostrum adalah antibodi yang
siap melindungi bayi saat kondisi bayi masih sangat lemah. (Proverawati dan
Rahmawati, 2010)
2.2.3.2 Karbohidrat
Karbohidrat dalam ASI berbentuk laktosa (gula susu), fungsinya sebagai
sumber energi, meningkatkan absorsi kalsium. Karbohidrat dalam ASI merupakan
nutrisi penting yang berperan dalam pertumbuhan sel saraf otak, serta pemberian
energi untuk kerja sel-sel saraf (Prasetyono, 2009).
2.2.3.3 Protein
Protein dalam ASI terdiri dari kasein (protein yang sulit dicerna) dan whey
(protein yang mudah dicerna). Protein dalam ASI lebih rendah bila dibandingkan

21

dengan PASI. Meskipun begitu, whey dalam protein ASI lebih banyak daripada
kasein. Whey tersebut hampir seluruhnya terserap oleh sistem pencernaan bayi.
Hal ini dikarenakan whey ASI lebih lunak dan mudah dicerna daripada whey
PASI. Itulah yang menyebabkan bayi yang diberi PASI sering menderita susah
buang air (sembelit), bahkan diare dan defekasi dengan feses berbentuk biji cabe
yang menunujukan adanya makanan yang sukar diserap oleh bayi yang diberi
PASI (Prasetyono, 2009).
2.2.3.4 Lemak
Sekitar setengah dari energi yang terkandung dalam ASI berasal dari lemak
yang lebih mudah dicerna dan diserap oleh bayi dibanding PASI. Hal ini
dikarenakan ASI lebih banyak mengandung enzim pemecah lemak (lipase). Selain
itu jenis lemak dalam ASI mengandung banyak omega-3, omega-6, dan DHA
yang dibutuhkan dalam pembentukan sel-sel jaringan otak. Jumlah asam linoleat
dalam ASI sangat tinggi dan perbandingannya dengan PASI adalah 6:1. Asam
linoleat inilah yang berfungsi memacu perkembangan sel saraf otak bayi
(Prasetyono, 2009).
2.2.3.5 Mineral
ASI mengandung mineral yang lengkap. Misalnya zat besi dan kalsium dalam
ASI merupakan mineral yang sangat stabil, mudah diserap tubuh, dan berjumlah
sangat sedikit, sekitar 0,5-1,0 mg/liter. Sekitar 75% dari zat besi yang terdapat
dalam ASI dapat diserap oleh usus. Lain halnya dengan zat besi yang dapat
terserap dalam PASI, yang hanya berjumlah sekitas 5-10%. Selain itu ASI juga

22

mengandung natrium, kalium, fosfor dan klor yang lebih sedikit, yang tetap
mencukupi kebutuhan bayi (Prasetyono, 2009).
2.2.3.6 Vitamin
Dalam ASI terdapat vitamin A, tiamin, dan vitamin C, namun hal tersebut
bervariasi terkandung dalam ASI, sesuai makan yang dikonsumsi oleh ibu.
Apabila makan yang dikonsumsi oleh ibu memadai, berarti semua vitamin yang
diperlukan oleh bayi selama 6 bulan pertama kehidupannya dapat diperoleh dari
ASI (Prasetyono, 2009).
2.2.3.7 Taurin
Berupa asam amino dan berfungsi sebagai neurotransmitter, berperan penting
dalam maturasi otak bayi. DHA dan AA merupakan bagian dari kelompok
molekul yang dikenal sebagai omega fatty acids. DHA (docosahexaenoic acid)
adalah sebuah blok bangunan utama di otak sebagai pusat kecerdasan dan di jala
mata. Akumulasi DHA di otak lebih dari dua tahun pertama kehidupan. AA
(Arachidonic acid) yang ditemukan diseluruh tubuh dan bekerja bersama-sama
dengan DHA utnuk mendukung visual dan perkembangan mental bayi
(Proverawati dan Rahmawati, 2010).
2.2.3.8 Laktobacillus
Lactobacillus ini berfungsi menghambat pertumbuhan mikroorganisame
seperti bakteri E.coli yang sering menyebabkan diare pada bayi (Proverawati dan
Rahmawati, 2010).

23

2.2.3.9 Laktoferin
Sebuah besi-batas yang mengikat protein ketersedian besi untuk bakteri
dalam intestines, serta memungkinkan bakteri sehat tertentu untuk berkembang.
Memiliki efek langsung pada antibiotik berpotensi berbahaya seperti bakteri
Staphylococcus dan E.coli. Hal ini ditemukan dalam konsentrasi tinggi dalam
kolostrum, tetapi berlangsung sepanjang seluruh tahun pertama bermanfaat
menghambat bakteri staphylococcus dan jamur candida (Proverawati dan
Rahmawati, 2010).
2.2.3.10 Lisozim
Lisozim dapat memecah dinding bakteri sekaligus mengurangi insidens karies
dentis dan maloklusi (kebiasaan lidah yang mendorong ke depan akibat menyusui
dengan botol dan dot). Enzim pencernaan yang kuat yang ditemukan dalam air
susu ibu pada tingkat 50 kali lebih tinggi daripada dalam rumus. Lisozim
menghancurkan bakteri berbahaya dan akhirnya mempengaruhi keseimbangan
rumit bakteri yang menghuni usus (Proverawati dan Rahmawati, 2010).
Tabel 2.1 Komponen dam Komposisi ASI
Faktor nutrisi
Laktosa (g)
Lemak total (g)
Protein (g)
Energi (kkal)
Total kalori (g)
Kalsium (mg)
Fosfor (mg)
Besi (mg)
Vitamin A (g RE)
- Karoten (g)
Tiamin (g)
Riboflavin (g)
Niasin (g)
Asam Panthothenat (g)

Umur (bulan)
12-18
12-18
12-18
12-18
12-18
12-26
12-26
12-26
11,5-23,5
11,5-23,5
13-18, >18
13-18, >18
9-12
9-12

Komposisi
per dl
7,93
3,53
0,995
67,47
59,57
18,1
15,8
0,12
21,2
18,8
16
15,2
102
103

Komposisi
per 100mg
7,69
3,42
0,965
65,44
57,8
17,6
15,3
0,12
20,6
18,2
15,2
14,7
98,9
99,9

24

Asam Panthothenat (g)


Biotin (g)
Vitamin B10 (mg)
Vitamin C (mg)
Asam Folat (g)

9-12
9-12
9-12
12-18, >18
1, 5-3

103
160
7,7
3,1
0,83

99,9
155,1
7,5
3
0,8

Sumber : (Proverawati dan Rahmawati, 2010)


2.2.4 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pemberian ASI
Menurut Soetjiningsih (1997), pemberian ASI dipengaruhi oleh beberapa
faktor, yaitu :
2.2.4.1 Pengaruh sosial budaya
Perilaku menyusui pada masyarakat salah satunya dipengaruhi oleh aspek
sosial budaya. Kepercayaan yang diyakini oleh suatu budaya berpengaruh pada
pemahaman dan pola pikir, sehingga memunculkan mitos-mitos terkait menyusui
yang diturunkan hingga sekarang. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya pada
bagian latarbelakang, terdapat beberapa contoh mitos-mitos dalam suatu
kebudayaan yang berdampak pada perilaku menyusui (Roesli, 2000).
Pada zaman modern seperti sekarang, beberapa mitos kebudayaan tersebut
berubah dan bergeser karena pola pikir masyarakat modern, salah satu contoh
mitos yang salah ialah menyusui akan mengubah bentuk payudara menjadi jelek,
selain itu ada anggapan juga bahwa pemberian ASI membuat badan gemuk.
Roesli (2000), mengatakan bahwa sebenarnya yang mengubah bentuk payudara
bukan menyusui, melainkan karena proses kehamilan. Menyusui justru akan
membuat semua otot-otot yang melebar semasa hamil akibat perubahan hormon,
akan kembali kencang saat menyusui karena gerakan menghisap yang dilakukan
bayi. Pendapat bahwa ibu menyusui akan sukar menurunkan berat badan adalah
tidak benar. Pada waktu hamil, badan telah mempersiapkan timbunan lemak untuk
membuat ASI. Didapatkan bukti bahwa menyusui akan membantu ibu-ibu

25

menurunkan berat badan lebih cepat daripada ibu yang tidak menyusui secara
eksklusif. Timbunan lemak yang terjadi sewaktu hamil akan dipergunakan untuk
proses menyusui, sedangkan wanita yang tidak menyusui akan lebih sukar untuk
menghilangkan timbunan lemak ini (Roesli, 2000).
Menyusui dianggap merupakan sesuatu hal yang sudah ketinggalan zaman
oleh ibu. Budaya modern dan perilaku masyarakat yang meniru negara barat
mendesak para ibu untuk menyapih anaknya dan memilih air susu buatan sebagai
jalan keluarnya. Persepsi masyarakat akan gaya hidup mewah membawa dampak
menurunnya kesediaan menyusui. Bahkan adanya pandangan bagi kalangan
terentu bahwa susu botol sangat cocok buat bayi dan terbaik. Hal ini dipengaruhi
oleh gaya hidup yang selalu mau meniru orang lain (Prasetyono, 2009)
Proses menyusui juga dipengaruhi oleh kegiatan sosial ibu terutama pada ibuibu yang bekerja atau dengan kesibukan sosial lainnya. Kenaikan tingkat
partisipasi wanita dalam angkatan kerja dan adanya emansipasi dalam segala
bidang kerja dan di kebutuhan masyarakat menyebabkan turunnya kesediaan
menyusui dan lamanya menyusui, sehingga timbul suatu kebiasaan baru dengan
memilih untuk menggunakan susu formula, sebab para ibu beranggapan bahwa
susu formula lebih menguntungkan dan membantu ibu dalam memberikan nutrisi
bagi bayi. hal tersebut diyakini oleh para ibu yang kurang memiliki pemahaman
yang baik tentang ASI. Rendahnya tingkat pemahaman tentang pentingnya ASI
dikarenakan kurangnya informasi dan pengetahuan yang dimiliki oleh para ibu
mengenai segala kelebihan nutrisi dan manfaat yang terkandung dalam ASI
(Prasetyono, 2009).

26

Tidak hanya mitos yang menghambat dalam pemberian ASI saja yang beredar
dimasyarakat, namun terdapat pula suatu mitos yang dapat meningkatkan
produksi ASI, salah satu contohnya, terdapat makanan yang dianggap baik untuk
ibu yang menyusui dengan mengkonsumsi sayuran seperti daun katuk, daun
bayam, kacang panjang dan daun pepaya, yang daun-daunan ini dianggap dapat
menambah produksi ASI (Swasono, 1998).
2.2.4.2 Faktor psikologis ibu
Dalam proses pemberian ASI dapat dipengaruhi oleh faktor psikologis, salah
satunya yaitu motivasi bagi ibu menyusui. Hal-hal yang mendorong sebagian ibu
untuk memberikan ASI adalah naluri seorang ibu sebagai wanita yang baru
melahirkan, selain itu ibu memiliki rasa tanggung jawab dan kewajiban, serta
dorongan kasih saying terhadap anaknya. Namun selain motivasi dari diri sendiri
untuk menyusui bayinya, ibu juga memerlukan motivasi dari keluarga terutama
dukungan motivasi dari suami untuk menyusui.
Terdapat pula anggapan para ibu yang dapat mempengaruhi psikologi ibu
bahwa menyusui akan merusak penampilan, sehingga ibu merasa takut kehilangan
daya tarik sebagai seorang wanita. Padahal setiap ibu yang mempunyai bayi selalu
mengubah payudara, walaupun menyusui atau tidak menyusui.
Selain itu tingkat stress yang dialami ibu mempengaruhi pola menyusi. Ada
sebagian kecil ibu mengalami tekanan batin di saat menyusui bayi sehingga dapat
mendesak si ibu untuk mengurangi frekuensi dan lama menyusui bayinya, bahkan
mengurangi menyusui.
2.2.4.3 Faktor fisik ibu

27

Alasan yang cukup sering bagi ibu untuk menyusui adalah karena ibu sakit,
baik sebentar maupun lama. Tetapi. sebenarnya jarang sekali ada penyakit yang
mengharuskan berhenti menyusui, justru jauh lebih berbahaya jika memberi bayi
makanan buatan daripada membiarkan bayi menyusu dari ibunya yang sakit.
Sebaiknya ibu harus selalu menjaga kesehatan, dengan sedikit berolahraga
kecil dan mengkonsumsi makanan yang bernutrsisi seperti sayur-sayuran dan
buah-buahan, sehingga ibu dapat tetap menyusui.
2.2.4.4 Faktor petugas kesehatan
Faktor kurangnya petugas kesehatan, mempengaruhi perilaku pemberian ASI.
Petugas kesehatan yang jumlahnya tidak terlalu banyak tidak dapat mencukupi
dalam pemberian informasi, sehingga masyarakat kurang mendapat penerangan
atau dorongan tentang manfaat pemberian ASI.
Namun penyuluhan para petugas kesehatan kepada masyarakat mengenai
manfaat dan keunggulan ASI, dapat menyadarkan para ibu akan pentingnya ASI
sehingga timbul dorongan untuk memberikan ASI pada bayinya.
2.2.4.5 Faktor penerangan dari petugas kesehatan
Penerangan yang salah justru datangnya dari petugas kesehatan sendiri yang
menganjurkan penggantian ASI dengan susu kaleng. Penyediaan susu bubuk di
Puskesmas dan penggantian susu formula di Rumah Sakit, yang dimaksudkan
untuk meningkatkan gizi bayi, seringkali menyebabkan salah arah dan
meningkatkan pemberian susu botol (Soetjiningsih, 1997).
2.2.5 Cara Menyusui yang Benar

28

Menurut Rosita (2008), semua ibu dapat menyusui bayinya. Namun,


sebenarnya terdapat

cara-cara yang dapat memaksimalkan produksi ASI dan

membuat proses menyusui bayi menjadi sempurna. Cara-cara yang dianjurkan


secara medis adalah sebagai berikut:
1.

Cuci tangan sebelum dan sesudah menyusui.

2.

Menyusui bayi tidak perlu dijadwal. Bila bayi membutuhkan atau menangis
ibu harus segara memberikan ASI.

3.

Posisi Ibu dalam menyusui sebaiknya duduk atau berbaring dengan santai.

4.

Baringkan bayi diatas bantal dengan baik sehingga posisi bayi saling
berhadapan dengan ibu. Perut ibu berhadapan dan bersentuhan dengan perut
bayi.

5.

Mula-mula pijat payudara dan keluarkan sedikit ASI untuk membasahi puting
susu, tujuannya agar menjaga kelembapan puting. Kemudian oleskan puting
susu ibu ke bibir bayi untuk merangsang reflek isap bayi (rooting reflex).

6.

Topang payudara dengan tangan kiri atau kanan dan empat jari menahan
sampai bayi membuka mulutnya.

7.

Setelah bayi siap menyusui masukkan puting susu sampai daerah areola
mamae masuk ke mulut bayi. Pastikan bayi menghisap dengan benar dan
biarkan bayi bersandar ke arah ibu.

8.

Pertahankan posisi bayi yang tepat dan nyaman sehingga memungkinkan bayi
dapat menghisap dengan benar. ASI keluar dengan lancar dan puting susu ibu
tidak lecet.

29

9.

Ibu harus memegang payudara dengan posisi ibu jari di atas dan keempat jari
lainya di bagian bawah payudara.

10. Sebagian Besar Areola payudara harus berada di dalam mulut bayi. Saat
pertama kali menyusui, bantu si kecil untuk menemukan putting ibu.
11. Bayi menyusui pada dua payudara secara bergantian, sesudah payudara yang
pertama terasa kosong. Hal ini untuk mencegah membengkaknya payudara
dan mencegah sakitnya putting.
12. Bila akan melepaskan mulut bayi dari putting susu, masukan jari kelingking
antara mulut bayi dan payudara.
13. Setelah bayi selesai menyusu, oleskan kembali ASI pada putting susu dan
areola sekitarnya dan biarkan kering sendiri untuk menjaga kelembapan.
14. Setelah menyusui, bila bayi tidak tidur, sendawakan bayi dengan meletakkan
bayi telungkup kemudian punggungnya ditepuk-tepuk secara perlahan atau
bayi ditidurkan telungkup di pangkuan dan tepuk-tepuk punggung bayi.
2.3 Konsep Kebudayaan
2.3.1 Pengertian Kebudayaan
Menurut Koentjaraningrat (1998) kebudayaan berarti keseluruhan gagasan
dan karya manusia yang harus dibiasakan dengan belajar beserta keselurahan dari
hasil budi pekertinya (Noorkasiani, dkk. 2009). Sama halnya dengan seorang
antropolog, yaitu E.B Tlyor (1871) yang mendefinisikan mengenai kebudayaan,
yakni kebudayaan adalah kompleks yang mencakup pengetahuan, kepercayaan,
kesenian, moral, hukum, adat istiadat dan lain kemampuan-kemampuan serta
kebiasaan-kebiasaan yang didapatkan oleh manusia sebagai anggota masyarakat.

30

Sedangkan Selo Soemardjan dan Soelaeman Soemardi merumuskan kebudayaan


sebagai semua hasil karya, rasa dan cipta masyarakat. Karya masyarakat
menghasilkan teknologi dan kebudayaan kebendaan atau kebudayaan jasmaniah
yang diperlukan oleh manusia untuk menguasai alam sekitarnya, agar kekuatan
serta hasilnya dapat diabdikan untuk keperluan masyarakat (Soekanto, 2003).
2.3.2 Unsur kebudayaan
Unsur kebudayaan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia berarti bagaimana
suatu kebudayaan yang dapat digunakan sebagai satuan analisis tertentu. Adanya
unsur tersebut menjadikan kebudayaan lebih mengandung makna totalitas
daripada sekedar penjumlahan unsur-unsur yang terdapat di dalamnya. Oleh
karena itu, dikenal adanya unsur-unsur universal yang melahirkan kebudayaan
yang universal, seperti yang dikemukan oleh C. Kluckhohn dalam karyanya
Universal Categories of Culture. Menurut Kluckhohn, terdapat tujuh unsur dalam
kebudayaan, antara lain yakni
a.

Religi dan upacara keagamaan, merupakan produk manusia sebagai homo


religious.Manusia yng memiliki kecerdaasan pikiran dan perasaan luhur,
tanggap bahwa diatas kekuatan dirinya terdapat kekuatan lain yang
mahabesar, untuk membujuk kekuatan besar tersebut agar mau menuruti
kemauan manusia, dilakukan usaha yang diwujudkan sebagai upacara
keagamaan. Dalam unsur regili dan upacara keagamaan, tidak begitu banyak
yang terkait dalam perilaku pemberian ASI, hanya saja lebih sering diadakan
upacara saat kehamilan dan kelahiran bayi, seperti upacara tujuh bulanan dan
upacara turun tanah bagi bayi usia

31

b.

Kesenian, merupakan hasil dari manusia sebagai homo aesteticus. Selain


mencukupi kebutuhn fisiknya, manusia perlu dan selalu mencari pemuas
untuk memenuhi kebutuhan psikisnya. Dalam proses pemberian ASI
dipengaruhi oleh faktor psikologis dari ibu, bila ibu mengalami stress dapat
mempengaruhi pola menyusui dan dapat mempengaruhi produksi ASI.
Pemberian dukungan atau hiburan dapat sedikit mengurangi tingkat stress ibu
dalam proses pemberian ASI, selain itu sambil menyusui, ibu pun dapat
melantunkan lagu dan nada serta mengelus bayi, sehingga semakin

c.

mendekatkan hubungan antara ibu dan anak.


Bahasa, merupakan produk dari manusia sebagai homo longuens. Dalam
perilaku pemberian ASI yang dilakukan oleh para ibu dari dahulu hingga
sekarang diturunkan melalui bahasa. Bahasa tersebut disampikan dalam
bentuk lisan, dari para ibu ke ibu selanjutnya, sehingga dapat diturunkan

d.

perilaku menyusui yang benar menurut kebudayaan yang dianut oleh ibu.
Pengetahuan, merupakan produk dari manusia sebagai homo sapiens.
Pengetahuan dapat diperoleh dari pemikirn sendiri, selain dari pemikiran
orang lain, kemudian menyampaikannya kepada orang lain melalui bahasa
menyebabkan pengetahuan ini menyebar luas. Sama halnya pada unsur
bahasa, pengetahuan ibu dalam perilaku pemberian ASI yang sejak dulu telah
di percaya, disampaikan pada keturunannya melalui bahasa dalam bentuk

e.

lisan.
Teknologi dan peralatan, merupakan produksi dari manusia sebagai homo
faber. Bersumber dari pemikirannya yang cerdas serta dibantu dengan
tangannya yang dapat memegang sesuatu yang erat, manusia dapat
menciptakan sekaligus mempergunakan suatu alat.

32

f.

Mata pencarian hidup, merupakan produk dari manusia sebagai homo


economicus. Unsur mata pencaharian menjadikan tingkat kehidupan manusia
secara umum terus meningkat. Pada masa modern seperti sekarang banyak
para ibu yang bekerja, biasanya para ibu yang bekerja lebih memilih untuk
memberikan susu formula daripada menyusui atau memberikan ASI, hal
tersebut memang sudah menjadi suatu kebudayaan ibu modern dalam

g.

perilaku pemberian ASI.


Organisasi kemasyarakatan, merupakan produk dari manusia sebagai homo
socius. Manusia sadar bahwa tubuhnya lemah, untuk itu manusia membentuk
kekuatan dengan cara menyusun organisasi kemasyarakatan sebagai tempat
bekerja sama untuk mencapai tujuan bersama. Sebagai contoh posyandu dan
puskesmas sebagai suatu organisasi masyarakat yang berperan dalam perian
ASI para ibu menyusui, dengan mendukung para ibu untuk keberhasilan
dalam perilaku ibu dalam pemberian ASI. (Noorkasiani, dkk. 2009).

2.3.3 Wujud Kebudayaan


Terdapat tiga wujud kebudayaan, yaitu wujud kebudayaan sebagai suatu
kompleks dari ide, gagasan, nilai, norma, dan peraturan. Ide dan gagasan manusia
banyak yang hidup bersama dalam suatu masyarakat dan memberi jiwa kepada
masyarakat itu. Dalam bahasa Indonesia, terdapat pula istilah lain yang sangat
tepat untuk menyebut wujud ideal dari kebudayaan ini, yakni adat istiadat.
Sebagai contoh dalam perilaku pemberian ASI, terdapat beberapa adat istiadat
atau kebiasaan ibu yang banyak diturunkan hingga sekarang. Kebiasaan yang
bersumber dari pengetahuan yang dimiliki oleh para ibu tersebut diturunkan
sebagai contoh bila ASI tidak keluar, dengan mengkonsumsi sayuran seperti daun

33

katuk dan daun bayam. Hal tersebut dilakukan oleh para ibu yang memiliki
gagasan agar dapat tetap bias meberikan ASI bagi bayinya.
Wujud kedua kebudayaan sebagai suatu kompleks aktivitas serta tindakan
berpola dari manusia dalam masyarakat. Wujud kedua dari kebudayaan disebut
juga sebagai sitem sosial yang berkaitan dengan tindakan berpola dari manusia itu
sendiri. Sistem sosial ini terdiri dari aktivitas-aktivitas manusia yang berinteraksi
dan berhubungan serta selalu menurut pada pola-pola tertentu yang berdasarkan
adat istiadat. Sama halnya pada perilaku ibu dalam menyusui yang sudah
dijalankan dari dahulu hingga sekarang yang kemudian diturunkan sesuai dengan
pola-pola serta sesuai berdasarkan adat istiadat yang berlaku dalam suatu
kebudayaan.
Dan yang ketiga, wujud kebudayaan sebagai benda-benda hasil karya
manusia, sebagai contoh mengkonsumsi daun bayam dan daun katuk yang dapat
meningkatkan produksi ASI, merupakan salah satu contoh suatu hasil karya
pemikiran para ibu berdasarkan kebudayaan yang dipercaya (Noorkasiani, dkk.
2009).
2.3.4 Sifat Kebudayaan
Selain memiliki unsur dan wujud, kebudayaan juga memiliki sifat. Sifat-sifat
kebudayaan sangat banyak. Secara umum, terdapat tujuh sifat kebudayaan, yaitu
kebudayaan beraneka ragam, kebudayaan dapat diteruskan secara sosial dengan
belajar, kebudayaan dijabarkan dalam komponen biologi, psikologi, dan sosiologi,
kebudayaan mempunyai struktur, kebudayaan mempunyai nilai, kebudayaan

34

memiliki sifat statis dan dinamis, kebudayaan dapat dibagi dalam bermacammacam bidang atau aspek (Noorkasiani, dkk. 2009).
2.3.5 Perilaku Budaya Terkait dengan Pemberian ASI
Perilaku pemberian ASI sesungguhnya tidak terlepas dari faktor-faktor sosial
budaya dan lingkungan di dalam masyarakat dimana mereka berada. Faktor-faktor
kepercayaan dan pengetahuan budaya seperti konsepsi-konsepsi mengenai
berbagai pantangan, hubungan sebab- akibat antara menyusui dan kondisi bayi,
kebiasaan dan ketidaktahuan dalam hal menyusui, seringkali membawa dampak
baik positif maupun negatif terhadap proses pemberian ASI (Mubarak, 2009).
Pada beberapa masyarakat tradisional di Indonesia kita bisa melihat konsepsi
budaya yang terwujud dalam perilaku berkaitan dengan pola pemberian makan
pada bayi yang berbeda, dengan konsepsi kesehatan modern. Sebagai contoh,
pemberian ASI menurut konsep kesehatan moderen ataupun medis dianjurkan
selama 2 (dua) tahun dan pemberian makanan tambahan berupa makanan padat
sebaiknya dimulai sesudah bayi berumur 4 tahun (Mubarak, 2009).
Sosial budaya merupakan faktor yang melatarbelakangi perilaku pemberian
ASI, serta dapat pula menjadi penghambat para ibu dalam memberikan ASI
kepada bayinya. Faktor kebudayaan tersebut berkaitan dengan kebiasaan
masyarakat dalam memberikan makanan pada bayi yang baru lahir. Salah satunya
kebiasaan memberikan madu, madu yang ditambah sedikit air putih, atau air putih
yang ditambah dengan gula merah sebelum menyusui masih dilakukan oleh
sebagian masyarakat dalam memberikan makanan pada bayi, sementara pada

35

masyarakat lain, pada usia sebulan bayi sudah diberi bubur tepung, bubur nasi
nasi, pisang dan lain-lain (Swasono, 1998).
Terdapat pula suatu anggapan bahwa pemberian makanan secara langsung
dapat mempengaruhi kondisi kesehatan bayi. Dalam setiap masyarakat ada aturanaturan yang menentukan kuantitas, kualitas dan jenis-jenis makanan yang
seharusnya dan tidak seharusnya dikonsumsi. Sebagai contoh dalam hal
pembuangan kolostrum yaitu ASI yang pertama kali keluar. Di beberapa
masyarakat tradisional, kolostrum ini dianggap sebagai susu yang sudah rusak dan
tidak baik diberikan pada bayi karena warnanya yang kekuning-kuningan. Selain
itu, ada yang menganggap bahwa kolostrum dapat menyebabkan diare, muntah
dan masuk angin pada bayi. Sementara, kolostrum sangat berperan dalam
menambah daya kekebalan tubuh bayi (Mubarak, 2009).
Walaupun pada masyarakat tradisional pemberian ASI bukan merupakan
permasalahan yang besar, karena pada umumnya ibu tetap memberikan ASI bagi
bayinya, namun dalam hal ini yang menjadi permasalahan adalah pola pemberian
ASI yang tidak sesuai dengan konsep medis sehingga menimbulkan dampak
negatif pada kesehatan dan pertumbuhan bayi. Disamping pola pemberian yang
salah, kualitas ASI juga kurang. Hal ini disebabkan banyaknya pantangan
terhadap makanan yang dikonsumsi si ibu baik pada saat hamil maupun sesudah
melahirkan (Mubarak, 2009).
Berkaitan dengan kepercayaan terhadap makanan bagi ibu yang sedang
menyususi, dikemukakan oleh Meutia (1998) bahwa yang dimaksud dengan
makanan pantang adalah bahan makanan yang pantang untuk dimakan oleh para

36

ibu karena alasan-alasan yang bersifat budaya. Adanya makanan pantang dalam
suatu adat, diajarkan secara turun menurun dan cenderung ditaati walaupun
individu yang menjalankannya mungkin tidak terlalu paham atau yakin akan
rasional dari alasan melarang makanan yang bersangkutan, dan sekedar karena
patuh kepada orang tua dan sudah menjadi tradisi setempat (Swasono, 1998).
Dalam pola menyusui banyak masyarakat yang melarang ibu menyusui untuk
tidak makan makanan yang pedas dan amis, karena akan mencret dan muntah
karena mual bila diberikan makanan yang amis. Sebagaimana makanan pedas dan
amis, minum panas atau dingin dipercaya mengakibatkan ASI menjadi panas atau
dingin. Sebenarnya menghindari makanan pedas dan amis dapat mengurangi
nafsu makan ibu, selain itu minuman yang hangat justru lebih baik bagi ibu
menyusui, karena air hangat dapat memicu kelenjar bekerja secara aktif (Rosita,
2008).
Dalam kepercayaan sebagian suku di Indonesia, menyusui di kala petang
tepatnya di kala Maghrib dilarang oleh sebagian orang tua. Sebab, konon yang
meminum ASInya bukan saja bayi, melainkan mahkluk halus. Pandangan ini jelas
bertentangan dengan anjuran para tenaga kesehatan, yang sebaiknya menyusui
kapan pun bayi membutuhkannya (Rosita, 2008).
Masih terdapat pula suatu nasihat yang dipercaya dikalangan masyarakat ,
dan tidak sedikit yang mengikutinya, salah satunya setelah keluar rumah ASI
harus dibuang terlebih dahulu, padahal hal ini tidak benar. ASI selalu bersih dan
memperbarui dirinya sendiri, sekalipun ibu melakukan aktivitas di luar rumah,
atau berpergian cukup lama (Rosita, 2008).

Anda mungkin juga menyukai