BAB 5
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Pada bab ini akan diuraikan hasil penelitian dan pembahasan tentang
Perilaku Pemberian ASI pada Bayi Terkait dengan Kebudayaan, yang telah
dilaksanakan di Posyandu Seruni RW 2 Kelurahan Lidah Kulon yang merupakan
wilayah kerja Puskesmas Lidah Kulon Surabaya pada tanggal 3 sampai 4 Juni
2013. Pada bab 4 sebelumnya jumlah populsi ada 12 tetapi karena bertambahnya
waktu usia anak pun bertambah dan pada Juni 2013 jumlah populasi yang sesui
kriteria berjumlah 11 orang. Populasi penelitian sebanyak 11 orang ibu dengan
kriteria ibu yang memiliki bayi usia 0-6 bulan yang sedang menyusui di Posyandu
Seruni Kelurahan Lidah Kulon Wilayah Kerja Puskesmas Lidah Kulon Surabaya.
Penyajian data terdiri dari gambaran umum tempat penelitian, data umum, dan
data khusus.
5.1 Hasil Penelitian
5.1.1 Gambaran Umum Tempat Penelitian
Penelitian dilaksanakan di Posyandu Seruni yang berada di Wilayah Kerja
Puskesmas Lidah Kulon Surabaya dan terletak di Kelurahan Lidah Kulon RT 6
RW 02 Surabaya. Posyandu Seruni terletak sekitar 1 km dari Puskesmas Lidah
Kulon Surabaya. Tenaga atau kader Posyandu sebanyak 5 orang dan terdapat 2
tenaga kesehatan dari Puskesmas. Jumlah balita yang tercatat bulan Januari 2013Juni 2013 adalah sebanyak 244 balita. Sedangkan untuk jumlah bayi yang berusia
0-12 bulan yang tercatat pada bulan Juni 2013 sebanyak 11 bayi.
49
50
Menengah Pertama dan Sekolah Dasar. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat
pada tabel 5.2 dibawah ini.
Tabel 5.2 Pendidikan ibu yang berkunjung ke Posyandu Seruni, Kelurahan Lidah
Kulon, wilayah kerja Puskesmas Lidah Kulon pada bulan Juni 2013
No
Pendidikan Ibu
Frekuensi
Persentase (%)
1
SD
2
18.18
2
SMP
2
18.18
3
SMA atau SMK
7
63.64
Jumlah
11
100
3. Pekerjaan
Dari hasil penelitian didapatkan data hampir seluruhnya (81.82%) ibu
bekerja sebagai ibu rumah tangga dan sebagian kecil (18.18%) ibu bekerja
sebagai pegawai swasta. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 5.3
dibawah ini.
Tabel 5.3 Pekerjaan ibu yang berkunjung ke Posyandu Seruni, Kelurahan Lidah
Kulon, wilayah kerja Puskesmas Lidah Kulon pada bulan Juni 2013
No
Pekerjaan
Frekuensi
Persentase (%)
1
Pegawai Negeri
0
0
2
Pegawai Swasta
2
18.18
3
Ibu rumah tangga
9
81.82
Jumlah
11
100
5.1.3 Data Khusus
1. Pengetahuan ibu tentang pemberian ASI pada bayi terkait dengan
kebudayaan
Pada penelitian ini didapatkan sejumlah 3 orang ibu menyatakan bahwa
ASI merupakan air susu yang diproduksi atau dihasilkan oleh ibu, dan
sejumlah 5 orang ibu mengatakan bahwa ASI merupakan makanan untuk
bayi, seperti pada salah satu pernyataan ibu berikut:
51
ASI yaair susu yang diproduksi dari payudara ibu bayicuma ibu yang
melahirkan dan menyusui saja yang dapat memproduksi ASI(R1)
ASI itu makananmakanan utama untuk bayisejak bayi baru lahir sampai
bayinya berumur 2 bulandan tidak ada makanan lain selain susu(R3).
Sedangkan 3 orang ibu lainnya memberikan informasi bahwa ASI merupakan
nutrisi yang penting dan diperlukan untuk bayi.
Untuk pengetahuan ibu tentang kandungan ASI, pada penelitian ini
didapatkan sejumlah 5 orang ibu mengatakan bahwa ASI mengandung nutrisi
yang paling penting untuk bayi, seperti pada pernyataan ibu berikut:
ASI itu makanan yang bernutrisi baik untuk tubuhpokoknya ASI itu baik
untuk anak(R9).
Dan sejumlah 5 orang ibu menyatakan ASI mengandung zat imun untuk
kekebalan tubuh serta vitamin yang diperlukan oleh bayi, seperti pada salah
satu pendapat ibu berikut:
ASI mengandung zat imunimun untuk kekebalan tubuhmengandung
seluruh vitamin yang dibutuhkan oleh tubuh bayiya pokoknya mengandung
hal baik dan bernutrisi untuk bayi(R6).
Sedangkan sejumlah 1 orang ibu sisanya mengatakan bahwa ASI
mengandung DHA untuk kecerdasan otak, vitamin dan juga kekebalan tubuh,
seperti pada jawaban ibu berikut yang menyatakan:
ASI mengandung DHA, vitaminmineralkolostrumDHA itu untuk
otakvitamin untuk kekebalan tubuh bayikalau mineral dan kolostrum
baik untuk bayi(R3).
Sedangkan, untuk pengetahuan ibu tentang manfaat ASI, didapatkan
sejumlah 8 orang ibu menyatakan bahwa ASI bermanfaat untuk kesehatan
bayi, dan untuk kekebalan tubuh, karena mengandung zat imun atau kekebalan
52
tubuh sehingga bayi sehat dan tidak mudah sakit, serta untuk pertumbuhan dan
perkembangan bayi, seperti pada pernyataan ibu berikut yang mengatakan:
ASI manfaatnya untuk kekebalan tubuhagar bayi tidak mudah terkena
penyakit(R7)
Manfaat ASI bagi bayi agar bayinya sehat, tidak mudah sakitkarena ASI
mengandung nutrisi yang baikya untuk pertumbuhan, perkembangan
kalau manfaat untuk ibu saya tidak tahu(R2).
Sejumlah 2 orang ibu berpendapat lain yakni ASI bermanfaat untuk kesehatan
bayi dan untu kekebalan tubuh bayi, agar bayi tidak mudah sakit, serta bagi
ibu, bermanfaat untuk mencegah terjadinya kanker, salah satunya seperti pada
jawaban ibu berikut:
yang saya tahu ASI dapat menambah kekebalan tubuhgunanya agar
bayi tidak cepat sakitkalau untuk ibuuntuk mencegah terjadinya
penyakitbiasanya kalau ASI tidak disusukan pada bayi, payudara ini terasa
ngerensemiterasa penuhnah, kalau tidak dikeluarkan itu yang
menyebabkan penyakitseperti kanker payudara(R1).
Sedangkan sejumlah 1 orang ibu sisanya menjawab ASI bermanfaat untuk
kesehatan bayi, perkembangan otak, dan juga mencegah terjadinya kanker
pada ibu, seperti penyataan berikut:
ASI bermafaat untuk kesehatanterus pertumbuhan dan perkembangan bayi
dan juga otakkatanya kalau tidak disusukan pada bayi akan terkena
penyakit kanker(R6).
Pada penelitian ini juga didapatkan bahwa sejumlah 3 orang ibu
mengetahui air susu yang pertama kali keluar berwarna kekuningan dan
kental, disebut dengan kolostrum, namun sejumlah 8 orang sisanya tidak
mengetahui namanya apa, hanya menjawab susu yang pertama kali keluar
berwarna kuning dan kental, salah satunya pada jawaban ibu berikut:
53
ASI yang dulu pertama ya pertama kali keluar, bentuknya agak kental dan
warnanya kuningkadang-kadang berwarna putih kekuning kuningan
gitu...tapi tidak tahu namanya apa, saya tidak tahu(R4).
Sedangkan untuk pemberian kolostrum, sejumlah 6 orang ibu
memberikan kolostrum pada bayi karena mengandung zat imun atau sistem
kekebalan tubuh dan dianggap baik sekali untuk bayi, namun sejumlah 5
orang ibu tidak memberikan kolostrum pada bayi, karena dianggap kotor dan
tidak sama dengan susu pada umumnya, seperti pada pernyataan ibu berikut
ini yang mengatakan:
saya minumkanya karena kata bidan itu harus diminumkan karena
untuk kekebalan tubuh bayi(R7)
tidak diminumkanitu kan susunya kotor(R5) .
Selain itu, pada penelitian ini diketahui pula bahwa sejumlah 5 orang ibu
memberikan ASI pada bayi jika bayi membutuhkan dan menangis atau
sesering mungkin, dan sejumlah 1 orang ibu berpendapat bahwa cara
menyusui yang baik ialah dengan mengeluarkan sedikit ASI dan kemudian di
oleskan disekitar putting, areola dan bibir bayi, seperti pada pernyataan ibu
berikut:
saya menyusui, seperti biasakayak ibu-ibu lainooh, air susu
dikeluarkan sedikit dulu, terus diputar-putar dioles di puttingbaru
menyusui(R1).
Sejumlah 5 orang ibu lainnya mengatakan bahwa cara menyusui yang baik
adalah sebelum menyusui, ibu mencuci tangan dan membersihkan payudara
terlebih dahulu dengan cara dilap dengan kain atau tissue serta saat menyusui
posisi bayi menghadap payudara ibu, salah satunya pada jawaban ibu berikut
yang mengatakan:
54
sebelum menyusui itu harus cuci tangan dulukarena kalau pegang bayi
harus bersihbayinya digendong dan ditidurkan, posisinya menghadap
ibu(R3).
2. Sikap ibu dalam pemberian ASI pada bayi yang terkait dengan kebudayaan
Pada penelitian ini didapatkan bahwa hampir setengahnya (27.27%) ibu
memiliki sikap positif dalam pemberian ASI dan sebagian besar (72.73%) ibu
memiliki sikap negatif dalam pemberian ASI yang terkait dengan
kebudayaan. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada table tabel 5.4 di bawah
ini.
Tabel 5.4
No
1
2
3. Tindakan ibu dalam pemberian ASI pada bayi terkait dengan kebudayaan
Pada penelitian ini didapatkan sejumlah 4 orang ibu dalam tindakan
pemberian ASI, sebelum menyusui ibu membersihkan payudara terlebih
dahulu dengan menggunakan tissue atau lap, dan sejumlah 2 orang ibu justru
mencuci tangannya serta membersihkan payudara dengan lap atau tissue.
Sedangkan sejumlah 5 orang sisanya tidak mencuci tangan dan payudara
tidak dibersihkan terlebih dahulu sebelum menyusui.
Terdapat pula sejumlah 3 orang ibu dalam tindakan pemberian ASI
mengeluarkan ASI terlebih dahulu, dan kemudian dioleskan disekitar putting,
areola dan bibir bayi. Sedangkan sejumlah 8 orang lainnya tidak
55
mengeluarkan ASI terlebih dahulu, dan tidak pula mengoleskan ASI disekitar
putting, areola dan bibir bayi.
Selain itu, pada penelitian ini didapatkan sejumlah 6 orang ibu
mengoleskan bibir bayi dengan madu atau ASI yang dianggap ibu berguna
untuk membantu agar bayi mau menyusui atau meneteki, sedangkan sejumlah
5 orang lainnya tidak mengoleskan apapun pada bibir bayi.
Setelah menyusui, sejumlah 3 orang ibu membersihkan mulut bayi,
sejumlah 3 orang membersihkan payudara ibu saja, dan sejumlah 1 orang
membersihkan keduanya yaitu mulut bayi dan payudara ibu. Sedangkan
sejumlah 4 orang sisanya tidak membersihkan mulut bayi maupun payudara
ibu. Serta sejumlah 3 orang ibu tidak pernah lupa untuk menyendawakan bayi
setelah menyusui, namun sejumlah 8 orang lainnya justru tidak pernah
menyendawakan bayi sesudah menyusui.
Untuk tindakan ibu dalam waktu pemberian ASI, pada penelitian ini
diketahui sejumlah 7 orang ibu memberikan ASI saat bayi menangis atau saat
membutuhkan saja, sedangkan sejumlah 4 orang lainnya memberikan ASI
setiap saat atau sesering mungkin, seperti pada perkataan ibu berikut:
ya setiap waktu, setiap saatkalau anaknya memerlukansaat haus,
biasanya nangis gitu, baru saya beri(R10)
biasanya 5 kali sehariya pagi, siang, soremalam mau tidur(R5).
Dengan waktu pemberian, sejumlah 9 orang ibu memberikan ASI dengan
waktu kapan saja, namun sejumlah 2 orang sisanya memberikan ASI kapan
saja kecuali pada saat sore (mahgrib), seperti pada salah satu pernyataan ibu
berikut:
56
57
ibu sisanya tidak memiliki pantangan selama menyusui, seperti ungkapan ibu
tentang pantangan selama menyusui berikut:
ya katanya ibu tidak boleh makan pedas, nanti bayinya mencretterus
makan panas dan amis, nanti bayinya gumohtidak boleh minum dingin,
nanti bayinya sakit demam dan pilek(R1)
Sedangkan, untuk tindakan ibu dalam memberikan makanan tambahan
selama pemberian ASI, dari hasil penelitian didapatkan sejumlah 9 orang ibu
memberikan pisang, madu, bubur susu, atau susu formula selama pemberian
ASI sedangkan sejumlah 2 orang ibu lainnya hanya memberikan ASI saja
selama pemberian ASI, seperti pada jawaban ibu berikut:
kalau anak ku masih lapar... ya saya beri pisang hijau yang di serut itu
terus sekarang saya ganti bubur susu sama roti(R6)
5.2
Pembahasan
5.2.1 Pengetahuan ibu tentang pemberian ASI pada bayi terkait dengan
kebudayaan
Dari hasil penelitian mengenai pengetahuan ibu tentang pemberian ASI yang
terkait dengan konteks budaya didapatkan bahwa ibu memiliki pengetahuan
tentang ASI yang merupakan makanan untuk bayi, yang utama, pokok, dan
dikhususkan untuk bayi sejak bayi baru lahir sampai usia 2 tahun, dan ASI
merupakan air susu yang diproduksi atau dihasilkan oleh ibu dari payudara ibu
yang menurut ibu harus diberikan kepada bayi karena ASI sangat baik untuk bayi.
Selain itu ibu juga berpendapat bahwa ASI mengandung nutrisi yang paling
penting untuk bayi, ASI juga mengandung zat imun untuk kekebalan tubuh,
vitamin yang diperlukan oleh bayi serta DHA untuk kecerdasan otak, yang
58
seluruhnya bermanfaat untuk kesehatan bayi, dan untuk kekebalan tubuh, karena
mengandung zat imun atau kekebalan tubuh sehingga bayi sehat dan tidak mudah
sakit, serta untuk pertumbuhan dan perkembangan otak bayi, selain itu ternyata
beberapa ibu juga mengetahui bahwa manfaat memberikan ASI bagi ibu ialah
dapat mengurangi resiko terjadinya penyakit kanker.
Hal tersebut sesuai dengan pendapat Deswani (2010), yang juga berpendapat
bahwa Air Susu Ibu (ASI) merupakan makanan alamiah terbaik yang diberikan
oleh seorang ibu kepada bayi yang baru dilahirkan. Makanan alamiah tersebut
merupakan air susu yang dihasilkan oleh kelenjar payudara ibu dan diproduksi
dalam alveoli yang merupakan bagian awal saluran kecil air susu yang terdiri dari
jaringan lemak dan jaringan pengikat, yang kemudian dikeluarkan melalui proses
laktasi (Prasetyono, 2009).
Menurut Prasetyono (2009), ASI mengandung semua nutrisi penting yang
diperlukan bayi untuk proses tumbuh kembang, seperti protein, lemak, gula, dan
kalsium dengan kadar yang tepat. Prasetyono (2009), juga menyatakan bahwa di
dalam ASI terdapat vitamin A, tiamin, dan vitamin C. Namun, vitamin yang
diperoleh bayi bervariasi tergantung dari makanan yang dikonsumsi oleh ibu.
Apabila makan yang dikonsumsi oleh ibu memadai, berarti semua vitamin yang
diperlukan oleh bayi selama 6 bulan pertama kehidupannya dapat diperoleh dari
ASI (Prasetyono, 2009).
Dalam ASI terdapat pula protein, yakni immunoglobulin A (Ig A) yang
merupakan zat-zat kekebalan yang biasa disebut juga antibodi, antibodi tersebut
bermanfaat membangun sistem kekebalan tubuh dalam masa pertumbuhannya dan
59
juga dapat membantu meningkatkan daya tahan tubuh bayi, sehingga bayi dapat
terlindungi dari serangan penyakit, seperti penyakit diare, infeksi, batuk, pilek dan
penyakit alergi lainnya. (Prasetyono, 2009).
Pemberian ASI juga dapat meningkatkan kecerdasan karena dalam ASI
terkandung
nutrien-nutrien
yang
bermanfaat
untuk
pertumbuhan
dan
60
sejumlah 8 orang sisanya berpendapat bahwa susu yang pertama kali keluar
berwarna kekuningan dan bentuknya kental, namun tidak tahu namanya apa.
Pengetahuan ibu tentang kolostrum ini dapat mempengaruhi ibu dalam
perilaku pemberian kolostrum pada bayi, seperti sejumlah 6 orang ibu yang
memberikan kolostrum pada bayi karena ibu percaya bahwa kolostrum tersebut
sangat baik dan harus diberikan pada bayi karena mengandung zat imun untuk
menjaga tubuh bayi dari serangan penyakit serta sebagai sistem kekebalam tubuh.
Hal tersebut ibu ketahui dari bidan yang menolong persalinan, yang juga
menganjur ibu untuk memberikan kolostrum, karena kolostrum sangat baik untuk
bayi dan dapat mencegah dari berbagai serangan penyakit.
Sedangkan sejumlah 5 orang ibu yang belum memahami benar tentang
kolostrum dan juga manfaatnya, tidak memberikan kolostrum pada bayi,
alasannya karena orang tua dari ibu beranggapan bahwa kolostrum atau susu yang
pertama kali keluar tersebut kotor, serta ibu beranggapan bahwa itu bukan susu
dan tidak sama dengan ASI pada umumnya.
Selain di pengaruhi oleh pendidikan ibu dan pengetahuan ibu yang relative
kurang terhadap pengetahuan tentang pemberian ASI, hal tersebut juga
dipengaruhi oleh faktor sosial budaya yang memang merupakan salah satu faktor
yang melatarbelakangi dalam perilaku pemberian ASI, seperti anjuran dan
larangan dari orang tua yang secara turun temurun dianut oleh ibu yang kemudian
dapat menurunkan kualitas pemberian ASI (Purnawati, 2003).
Kolostrum sebenarnya adalah cairan susu kental berwarna kekuningkuningan yang dihasilkan pada sel alveoli payudara pada hari pertama sampai hari
61
62
itu, menyusui bayi tidak perlu dijadwal, bila bayi membutuhkan atau menangis
ibu harus segara memberikan ASI, dengan posisi bayi saling berhadapan dengan
ibu. Dan untuk menjaga kelembapan putting, ibu sebaiknya mengeluarkan sedikit
ASI untuk membasahi puting susu, kemudian oleskan puting susu ibu ke bibir
bayi untuk merangsang reflek isap bayi (rooting reflex).
5.2.2 Sikap ibu dalam pemberian ASI pada bayi yang terkait dengan kebudayaan
Dari hasil tabel 5.4 didapatkan hampir setengahnya (27.27%) ibu memiliki
sikap positif dalam pemberian ASI, sikap positif tersebut seperti memberikan ASI
setiap saat sesuai dengan kebutuhan bayi, tanpa perlu menunggu sampai bayi
menangis, sebelum menyusui ibu sebaiknya mencuci tangan dan membersihkan
payudara terlebih dahulu dengan kapas dan air hangat, selain itu ASI dikeluarkan
sedikit kemudian dioleskan pada sekitar puting untuk menjaga kelembapan, dan
setelah menyusui tidak lupa ibu untuk menyendawakan bayi.
Sikap positif yang dimiliki ibu dapat dipengaruhi salah satunya dari kebiasaan
ibu yang secara naluriah merawat bayinya dengan memberikan ASI saat bayi
menangis, dari pengalaman ibu tersebut ibu berpendapat bahwa menangis
merupakan tanda bahwa bayi merasakan lapar atau haus dan membutuhkan ASI,
sehingga ibu memberikan terlebih dahulu sebelum atau tanpa menunggu bayi
menangis agar bayi merasa tetap kenyang dan tidak haus. Selain itu anjuran oleh
para bidan yang menolong persalinan serta petugas kesehatan dan juga kader
posyandu untuk menyusui sesuai dengan yang dianjurkan secara medis dengan
memberikan pendidikan kesehatan tentang cara menyusui yang baik dan benar
sehingga dapat memotivasi ibu untuk menyusui dan memberikan ASI dengan
63
lebih baik. Ajaran dari orang tua dan juga dari pengalaman ibu-ibu lain disekitar
lingkungan ibu yang diberikan melalui saran juga sangat mempengaruhi sikap ibu
dalam pemberian ASI, karena beberapa ibu kurang yakin kepada tenaga kesehatan
dan lebih percaya pada keluarga dan orang-orang disekitarnya yang mempunyai
pengalaman dalam hal menyusui dan memberikan ASI.
Sebagian besar (72.73%) ibu memiliki sikap negatif dalam pemberian ASI
yang terkait dengan kebudayaan, sikap negatif tersebut seperti membuang terlebih
dahulu ASI yang pertama kali keluar yang berwarna kekuningan sebelum
diberikan pada bayi, selain itu menyusui tidak perlu sering-sering dilakukan agar
payudara tidak menjadi cepat kendur, jika ASI tidak keluar atau tidak cukup dapat
digantikan dengan susu formula dan bila ibu bekerja, ibu tidak perlu menyusui
karena dapat digantikan dengan susu formula.
Hal tersebut di pengaruhi oleh banyak faktor, pertama dapat di pengaruhi oleh
psikologi ibu yang beranggapan bahwa menyusui akan merusak penampilan dan
akan membuat payudara menjadi kendur dan jelek, ibu merasa takut kehilangan
daya tarik sebagai seorang wanita sehingga ibu berpikir untuk tidak menyusui
agar payudara tetap kencang dan tidak merusak penampilan. Kedua, kesalahan
justru pada petugas kesehatan yang menganjurkan penggantian ASI dengan susu
formula bila ASI yang diproduksi ibu tidak cukup atau tidak keluar, ini dibuktikan
dengan penyedian susu formula yang diberikan oleh pihak Puskesmas dan
Pemerintah serta penggantian susu formula di rumah sakit yang dimaksudkan
untuk meningkatkan gizi bayi dan balita. Selain itu yang berpengaruh besar
terhadap sikap ibu yang cenderung lebih negatif karena faktor budaya yang turun
64
temurun diturunkan oleh para orang tua yang lebih di percaya oleh para ibu,
seperti membuang kolostrum yang dianggap susu kotor dan tidak sama dengan
susu pada umumnya, sehingga dapat mempengaruhi kulitas dalam pemberian ASI.
Faktor sosial dan ekonomi juga ikut berpengaruh terhadap sikap ibu dalam
pemberian ASI, ibu-ibu yang bekerja banyak yang tidak dapat memberikan ASI
kapan pun bayi membutuhkan untuk itu ibu memilih menggunakan susu formula,
sebab susu formula selain untuk membantu ibu menggantikan ASI, juga
mengandung nutrisi yang baik pula untuk bayi sama seperti ASI.
Sikap sebenarnya merupakan pendapat atau penilaian seseorang terhadap hal
yang terkait dengan kesehatan, dalam hal ini kesehatan berarti pemberian ASI
kepada bayi. Sikap dan perilaku manusia yang terbentuk di dalam diri seseorang
dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu faktor internal dan faktor eksternal
(Notoatmodjo, 2010).
Faktor internal merupakan faktor dari dalam diri seseorang yang menentukan
sikap seseorang, seperti pengamatan, perhatian, persepsi, dan motivasi. Selain itu
sikap ibu yang cenderung negatif atau positif dalam pemberian ASI, seluruhnya
ditentukan oleh pengetahuan, pikiran, keyakinan, dan emosi dari diri ibu sendiri.
Pengetahuan tersebut didapatkan dari pendidikan, yang merupakan proses menuju
pada perubahan perilaku dan akan memberikan kesempatan pada individu untuk
menemunkan ide atau persepsi (Notoatmodjo, 2010).
Sedangkan eksternal merupakan faktor dari luar diri seseorang yang meliputi
faktor lingkungan, baik lingkungan fisik maupun nonfisik dalam bentuk sosial,
budaya, ekonomi, politik. Dan yang paling besar dalam membentuk perilaku
65
manusia adalah faktor sosial dan budaya dimana seseorang berada (Notoatmodjo,
2010).
5.2.3 Tindakan ibu dalam pemberian ASI pada bayi terkait dengan kebudayaan
Dari hasil penelitian mengenai tindakan ibu dalam pemberian ASI yang
terkait dengan kebudayaan didapatkan ibu mencuci tangan dengan menggunakan
sabun dan membersihkan payudara dengan menggunakan lap atau tissue sebelum
menyusui karena ibu beranggapan bahwa sebelum menyusui badan ibu termasuk
payudara ibu juga harus dalam keadaan bersih saat menyusui, namun terdapat
pula ibu justru tidak memiliki kebiasaan mencuci tangan sebelum atau pun
sesudah menyusui.
Padahal Rosita (2008) menganjurkan untuk selalu mencuci tangan tidak
hanya sebelum menyusui saja, tetapi juga setelah selesai menyusui. Selain itu,
untuk tindakan pembersihan payudara sebaiknya tidak perlu dilakukan, karena
membersihkan payudara terutama putting justru akan menghilangkan minyakminyak alami yang melindungi putting dari resiko lecet karena putting kering.
Untuk membersihkan dapat menggunakan tissue basah atau kapas yang dibasahi
dengan air hangat, dan sebaiknya disertai juga dengan mengoleskan sedikit ASI
pada daerah putting dan areola.
Untuk tindakan selanjutnya ibu mengeluarkan ASI terlebih dahulu karena
ASI yang pertama dianggap kotor oleh ibu sehingga harus dikeluarkan terlebih
dahulu dan ASI yang selanjutnya keluar dapat diminumkan karena ASI
selanjutnya sudah bersih. Selain itu ASI yang dikeluarkan tersebut sebelum
66
menyusui selanjutnya dioleskan disekitar putting, areola dan bibir bayi, gunanya
untuk membersihkan mulut bayi.
Hal tersebut dikarenakan ibu masih percaya terhadap mitos tentang ASI yang
kotor atau basi dan harus dibuang, atau sebelum menyusui bibir bayi diolesi ASI
agar mulut bayi bersih. Sama halnya pada penelitian Media (2005) yang pada
sebagian masyarakat memiliki kebiasaan mengoleskan air susu pada mulut bayi,
agar mulut bayi bersih, dan kebiasaan tersebut dilakukan secara turun temurun.
Untuk pembuangan ASI yang kotor atau basi tersebut sebenarnya merupakan
suatu yang kurang tepat. ASI tidak pernah kotor atau basi selama ada pada
payudara ibu. ASI selalu bersih dan memperbaruhi dirinya sendiri dan kapan pun
ibu memberikan ASI akan selalu dalam kondisi steril dan segar. Jika ASI tidak
terminum maka akan diserap kembali oleh tubuh dan akan terbentuk ASI batu
yang siap untuk diberikan pada bayi (Rosita, 2008).
Sedangkan untuk pengolesan ASI pada bibir bayi agar mulut bayi bersih
sebelum menyusui, sebernanya tidak perlu dilakukan karena cara yang benar
dalam memberikan ASI adalah sebelum dan sesudah menyusui cukup dengan
mengoleskan sedikit ASI pada sekitar putiing dan areola yang berguna untuk
menjaga kelembapan puting dan biarkan kering dengan sendirinya, tanpa harus
dilap atau dibersihkan kembali (Rosita, 2008).
Selain itu, tindakan ibu sebelum menyusui yang terkait dengan kebudayaan,
dari hasil penelitian didapatkan ibu mengolesi bibir bayi dengan madu yang
berguna agar bayi mau menetek pada ibu sehingga memudahkan ibu untuk
menyusui.
67
Mengolesi madu pada bibir bayi dapat dilatarbelakangi oleh berbagai faktor
sosial budaya, yang akhirnya dapat menganggu dalam pemberian ASI dan juga
menghambat ibu dalam memberikan ASI eksklusif (Media, 2005). Kebiasaan
memberikan atau mengoleskan madu sebelum menyusui dirasa ibu penting untuk
membantu ibu dalam memudahkan pemberian ASI yang berguna agar bayi mau
menyusui atau menetek. Padahal hal tersebut dapat pula dilakukan dengan cara
mengeluarkan sedikit ASI dengan cara di pijat, basahi putting susu dengan ASI,
kemudian oleskan putting ibu ke bibir bayi untuk merangsang reflek hisap bayi
(rooting reflex). Dengan hal tersebut dengan sendiri bayi akan terbiasa dan akan
mau menyusui pada ibu (Rosita, 2008).
Sedangkan untuk tindakan ibu dalam waktu pemberian ASI, dari hasil
penelitian didapatkan ibu memberikan ASI saat bayi menangis atau saat
membutuhkan saja karena bila bayi menangis ibu beranggapan bahwa bayi lapar
atau haus sehingga harus segera menyusui, namun bila bayi tidak menangis,
menandakan bahwa bayi sudah kenyang atau tidak lapar sehingga ibu tidak
memberikan ASI sesering mungkin karena takut bayi akan muntah kekenyangan.
Dengan waktu pemberian ASI waktu kapan saja kecuali pada saat sore hari
(maghrib), beberapa ibu tidak mengetahui alasan mengapa tidak boleh menyusui
pada saat petang, karena hal tersebut merupakan larangan dari orang tua yang
sudah turun temurun dipercaya oleh orang tua.
Dalam pemberian ASI sebagian ibu masih percaya menyusui tidak boleh
dilakukan pada sore atau petang tepatnya saat Maghrib, alasannya karena dilarang
oleh sebagian orang tua. Sebab, konon yang meminum ASI bukan saja bayi,
68
melainkan mahkluk halus. Pandangan ini jelas bertentangan dengan anjuran para
tenaga kesehatan, yang justru menganjurkan menyusui bayi tidak perlu
dijadwalkan waktunya, sebaiknya menyusui kapan pun bayi membutuhkannya
atau saat menangis ibu harus segera memberikan ASI (Rosita, 2008).
Dari hasil penelitian didapatkan pula ibu memiliki kebiasaan mengkonsumsi
sayur dan buah untuk meningkatkan produksi ASI karena sayur dan buah
mengandung vitamin dan nutrisi yang baik untuk kesehatan ibu, jika ibu sehat
maka ASI yang diproduksi oleh ibu pun lancar. Selain itu, ibu jugs mengkonsumsi
daun katuk dan minum jamu, karena ibu yakin bahwa daun katuk sudah turun
temurun dipercaya oleh orang tua sebagai peningkat produksi ASI selain itu
dengan mengkonsumsi jamu seperti jamu sepet dan rapet untuk ibu melahirkan
dan ibu menyusui yang dipercaya oleh para ibu untuk meningkatkan produksi ASI
dan memulihkan kondisi ibu seusai melahirkan dan juga mengurangi bau tidak
sedap pada ASI yang diproduksi ibu sesuai yang tertera pada bungkus jamu.
Hal yang tidak jauh berbeda terungkap dalam hasil penelitian Media (2005) di
daerah Karawang, Jawa Barat yang mengatakan bahwa terdapat makanan yang
dianjurkan untuk ibu menyusui, makanan yang dianjurkan adalah makanan yang
dianggap baik dan harus dikonsumsi, seperti sayur mayur, daun katuk, bayam,
daun singkong dan kangkung. Semua jenis makanan yang dianjurkan tersebut
dianggap dapat memperbanyak ASI, sehingga bayi yang disusui menjadi sehat.
Seusai melahirkan ibu diharuskan minum jamu-jamuan untuk meningkatkan
ASI dan untuk kesegaran ibu. Hal ini justru berbahaya pada ASI yang dimiliki
ibu, karena seringnya mengkonsumsi jamu akan berpengaruh terhadap kandungan
69
nutrisi pada ASI, yang kemudian diberikan pada bayi. Untuk meningkatkan
kesegaran ibu seusai melahirkan tidak perlu meminum jamu-jamuan, cukup
dengan mengkonsumsi sayur dan makanan bergizi lainnya, dengan begitu ibu
akan merasa sehat dan bugar, dan dengan sendirinya produksi ASI akan lancar dan
bergizi tinggi (Rosita, 2008).
Dalam menyusui terdapat pula pantangan-pantangan selama menyusui, dari
hasil penelitian didapatkan sejumlah 8 orang ibu percaya terhadap pantangan
selama menyusui seperti tidak boleh makan makanan yang pedas dan amis, makan
dan minum panas dan dingin. Makanan yang pedas dapat membuat bayi menjadi
mencret atau diare, dan bila makan makanan yang amis, ASI pada ibu juga akan
berubah menjadi berbau amis, dan bayi akan muntah (gumoh). Bila ibu minum
atau makan panas dan dingin, akan menyebabkan bayi menjadi sakit panas dan
demam.
Telah dijelaskan pada bab 2 sebelumnya, terdapat banyak pantangan terhadap
makanan yang dikonsumsi ibu yang berkaitan dengan kepercayaan yang
kemudian justru mengurangi kualitas ASI. Adanya makanan pantang dalam suatu
adat, diajarkan secara turun menurun dan cenderung ditaati walaupun individu
yang menjalankannya mungkin tidak terlalu paham atau yakin akan rasional dari
alasan melarang makanan yang bersangkutan, dan sekedar karena patuh kepada
orang tua dan sudah menjadi tradisi setempat (Swasono, 1998).
Dalam pola menyusui banyak masyarakat yang melarang ibu menyusui untuk
tidak makan makanan yang pedas dan amis, karena akan mencret bila ibu makan
makanan yang pedas dan muntah karena mual bila diberikan makanan yang amis.
70
Padahal, apa yang dikonsumsi oleh ibu tidak begitu saja menjadi ASI yang
rasanya sama dengan yang dikonsumsi ibu. Tubuh mengolahnya sedemikian rupa
sehingga siap untuk diminum sesuai kondisi bayi. Sebenarnya menghindari
makanan pedas dan amis dapat mengurangi nafsu makan ibu, dan bila sama sekali
tidak pernah makan daging atau telur dapat membuat ibu kekurangan protein
hewani, yang berarti juga asupan gizi untuk bayi berkurang (Rosita, 2008).
Sebagaimana makanan pedas dan amis, minum panas atau dingin dipercaya
mengakibatkan ASI menjadi panas atau dingin. Minuman yang dikonsumsi ibu
sebenarnya melalui serangkaian proses sebelum menjadi ASI, dan dikeluarkan
dengan suhu yang tepat dengan kondisi bayi. Minuman yang hangat justru lebih
baik bagi ibu menyusui, karena air hangat dapat memicu kelenjar bekerja secara
aktif (Rosita, 2008).
Selain itu, tindakan ibu dalam memberikan makanan tambahan selama
pemberian ASI dari hasil penelitian didapatkan ibu memberikan pisang, madu,
bubur susu, atau susu formula selama pemberian ASI agar bayi tidak terus
menangis karena kelaparan akibat produksi ASI ibu yang kurang atau tidak
mencukupi kebutuhan bayi.
Sama halnya dari penelitian Media (2005) di daerah Karawang, Jawa Barat,
yang mengungkapkan kebiasaan masyarakat memberikan makanan tambahan
kepada bayi sebelum usia 6 bulan dengan memberikan madu untuk merangsang
lidah bayi dan sebelum bayi mencapai 4 bulan diberikan makanan seperti pisang,
nasi yang dihaluskan, bubur, dan roti atau biscuit.
71