Anda di halaman 1dari 10

exostosis

2.1.1. Definisi Exostosis


Exostosis merupakan pertumbuhan benigna jaringan tulang yang menonjol
keluar dari permukaan tulang. Secara khas, keadaan ini ditandai dengan
tertutupnya tonjolan tersebut oleh kartilago.1 Exostosis rahang dalah sebuah
benjolan tulang yang tumbuh keluar dari sisi sebuah tulang rahang. Mirip dengan
torus palatinus dan torus mandibularis. Berasal dari bahasa Yunani yang berarti
ex- keluar dan osteon bermakna tulang. Exostosis dapat ditemukan pada rahang
atas, rahang bawah atau kedua rahang. Pertumbuhan tulang ini biasanya paralel,
berbentuk oval padat tulang, beberapa berbentuk bulat besar.
Exostosis bisa menyebabkan sakit mulai dari ringan sampai berat, tergantung
letak dan bentuknya.2
2.1.2. Etiologi, Pathogenesis dan Gambaran Klinik
Etiologi
Exostosis juga dapat diartikan sebagai suatu pembengkakan nodular yang terdiri
dari tulang lamelar normal, sekalipun lesi luas mungkin memiliki tulang
cancellous pada bagian tengahnya. Penyebab exostosis ini belum diketahui
tetapi pada beberapa orang diturunkan secara autosomal dominan.1 Selain itu,
exostosis juga dapat disebabkan oleh peradangan kronik, tekanan yang tetap
pada tulang atau pembentukan tumor. Kelainan jaringan keras ini dapat
mempengaruhi pembuatan protesa.1
Exostosis disebut juga tori yakni suatu nodular jinak yang tumbuh berlebihan
dari tulang kortikal. Walaupun gambaran fisiknya dapat merupakan suatu alarm
tanda keganasan, tetapi secara umum tidak dibutuhkan suatu perhatian khusus.
Protuberensia tulang yang terdapat di midline palatum dimana maxilla menyatu.
Tori bisa terdapat di mandibula, khas disisi lingual dari gigi molar. Tori dilapisi
jaringan epitelium yang tipis, yang mudah mengalami trauma dan ulcus.
Penyembuhan pada ulcus yang terjadi cenderung sangat lambat karena tori
miskin vaskularisasi. Torus palatinus tumbuh sangat lambat dan terjadi pada
semua umur, tetapi sebagian besar terjadi sebelum usia 30 tahun. Torus
palatinus dua kali lebih sering terjadi pada wanita.1
Pathology
Potongan melintang pada exostosis terlihat tulang yang padat dengan gambaran
lamellar atau berlapis-lapis. Selalu dengan ciri tebal, matur dan tulang lamellar
dengan osteocytes yang menyebar dan ruang sumsum tulang yang kecil diisi
lemak tulang atau stroma fibrovascular longgar. Beberapa lesi dengan tepi
tulang kortikal yang tipis melapisi tulang cancellous yang inaktif dengan lemak
dan jaringan hematopoietic. Minimal aktivitas osteoblastic selalu terlihat, tetapi
sering lesi menunjukan aktivitas periosteal yang banyak. Area yang luas pada
tulang mungkin menunjukkan pembesaran lakuna yang lepas atau pyknotic
osteocytes mengindikasikan terjadinya gangguan iskemi pada tulang. Perubahan
iskemi seperti fibrosis sumsum dan dilatasi vena mungkin ditemukan pada
susmsum tulang, dengan contoh yang jarang menunjukkan aktual infraksi dari
lemak sumsum. Gardner syndrome sulit dibedakan dengan exotosis tulang biasa,

merupakan suatu osteoma-producing syndrome, pada orang dengan exotosis


tulang perlu dievaluasi apakah ada sindroma ini. Apakah penderita memiliki
pertumbuhan tulang multiple atau lesi tidak pada lokasi klasik torus atau bucal
exostosis. Intestinal polyposis dan cutaneous cysts atau fibromas gambaran lain
dari autosomal dominant syndrome. Polip pada intertinal ini memiliki
kecendrungan yang kuat berubah menjadi kanker.1
Gambaran klinik
Exostosis tulang tampak sebagai tumor (pembengkakan) yang kaku dengan
permukaan mukosa yang normal. Ketika muncul di daerah midline pada palatum
durum maka disebut torus palatinus dan ketika muncul dilateral di redio lingual
premolar dari mandibula disebut torus mandibularis. Yang sangat
mengherankan, torus palatinus dan torus mandibularis jarang ditemukan muncul
bersama-sama pada satu individu. Prevalence dari torus palatinus dan torus
mandibularis adalah 20-25% dan 6-12% dari populasi umum. Pada wanita
insidennya lebih tinggi. Biasanya pasien baru menyadari ada exostosis ini bila
ada trauma.1 Adapun exostosis ini diklasifikasikan menjadi tiga jenis: torus
palatinus, torus mandibularis, dan localized/multiple exostoses.2
2.2. Torus Palatinus
2.2.1. Definisi Torus Palatinus
Torus palatinus adalah penonjolan tulang yang umum terjadi di tengah palatum
(langit-langit) keras.1,3,4
Patogenesis dari penonjolan ini masih diperdebatkan, berkisar dari faktor
genetik hingga lingkungan (seperti tekanan kunyah). Beberapa peneliti
menyebutkan bahwa torus palatinus diturunkan secara autosomal dominan,
namun ada yang meyakini bahwa perkembangan torus ini adalah karena
beberapa faktor, seperti faktor genetik dan lingkungan.1
2.2.2 Lokasi Torus Palatinus
Berdasarkan defenisi dari torus palatines dapat disimpulkan bahwa torus
palatines ini terlokalisasi di tengah-tengah palatum keras.
Tonjolan tulang yang keras di tengah-tengah palatum ini biasanya berukuran
diameter kurang dari 2 cm, namun terkadang perlahan-lahan dapat
bertambah besar dan memenuhi seluruh langit-langit. Kebanyakan torus
tidak menyebabkan gejala. Hampir seluruh penelitian mengungkapkan bahwa
torus palatinus lebih sering terjadi pada wanita daripada pria, dengan rasio
2:1, dan puncaknya pada usia dewasa muda.1
2.2.3 Pemeriksaan Klinis Torus Palatinus
Tonjolan tulang yang keras dan padat di tengah-tengah palatum ini biasanya
berukuran diameter kurang dari 2cm. Kebanyakan berukuran kecil. Berbentuk
cembung. Permukaan datar dan bentuknya bertangkai. Dilapisi lapisan mukosa
tipis berwarna merah jambu seperti gisi yg sensitive. Kadang perlahan-lahan
dapat bertambah besar dan memenuhi seluruh palatum. Kebanyakan torus tidak
menyebabkan gejala dan tanpa rasa sakit. Hampir seluruh penelitian
mengungkapkan bahwa torus palatinus lebih sering terjadi pada wanita daripada
pria, dengan rasio 2:1, dan puncaknya pada usia dewasa muda. Beberapa kasus
lapisan mukosa torus yang besar dapat berubah menjadi trauma.6

Gambar 2: Lapisan Mukosa Torus yang Besar


2.2.4 Pemeriksaan Radiologis Torus Palatinus
Cara terbaik dengan menggunakan foto oklusal. Terlihat bayangan tebal dan
padat. Gambaran yang radiopak. Terliahat sangat putih dan dapat terjadi
superimposed pada film apabila torus sangat besar.7
2.2.5 Prosedur Pembedahan Torus Palatinus
a. Teknik Insisi
Torus palatinus mempunyai ukuran dan bentuk yang sangat bervariasi, bisa
berupa tonjolan kecil tunggal/berupa tonjolan multilobuler yang luas.
Pembedahan untuk menghilangkan torus ini pada dasarnya sama tanpa
memperhatikan bentuknya. Pertama, dibuat insisi sagital tunggal pada
pertengahan palatal dimulai 1 cm di depan garis vibrasi dan dilanjutkan ke
depan tepat dibelakang papilla insisiva, dilanjutkan ke anterior sebagai 2 insisi
yang serong, sehingga keduanya membentuk huruf V. Apabila diperlukan jalan
masuk tambahan, insisi pembebasan yang serupa dibuat pada bagian posterior,
perlu diperhatikan jangan sampai memotong arteri palatina mayor. Kemudian
flap mukoperiosteal tersebut disingkapkan ke arah bukal (lateral). Untuk
memungkinkan retraksi dan jalan masuk yang aman, flap ini dijahit sementara
pada puncak linggir residual.5
Untuk menghilangkan lesi secara bedah, insisi dibuat sepanjang midline
palatum, yang terdiri dari insisi oblik anterior dan posterior. Insisi dibentuk untuk
menghindari kerusakan pada cabang arteri palatina.tetapi juga untuk
mendapatkan visualisasi yang adekuat dan akses ke daerah pembedahan tanpa
tekanan dan kerusakan manipulasi selama prosedur. Setelah refleksi, flap
diretraksikan dengan bantuan jahitan dan elevator periosteal yang luas. Setelah
pembukaan lesi selesai, belah dengan bur fisur, dan segemen dilepaskan sendiri
menggunakan pahat monobevel. Lebih spesifiknya, pahat diposisikan pada dasar
exostosis dengan bevel pada kontak dengan tulang palatum,dan setelah itu,
setiap segmen dari lesi dilepaskan dengan sedikit pukulan menggunakan mallet.
Setelah merapikan permukaan tulang, kelebihan jaringan lunak dihilangkan, dan
setelah irigasi yang banyak dengan larutan garam, flap direposisi dan dijahit
dengan jahitan terputus.3
Apabila torus palatina ukurannya kecil, insisi untuk membuat flap dibuat
sepanjang midline lagi, tetapi hanya dengan melakukan insisi oblik anterior.
Prosedurnya kemudian dilakukan persis sama dengan yang telah dijelaskan
tadi.3
b. Syarat dan Bentuk Flap
Pada dasarnya, bentuk flap pada pengambilan torus palatinus ada dua jenis,
yaitu:3
1. Flap pada garis tengah palatum berbentuk huruf Y pada kedua ujung.
2. Flap semilunar berbentuk huruf U, dimana mukoperiosteum yang menutupi
torus dapat dibuka seluruhnya.
c. Pemotongan dan Penghalusan Torus

Bila tidak ada keluhan maka torus palatinus tidak memerlukan perawatan.
Pembedahan pada torus palitinus diperlukan apabila torus ini mengganggu
dalam pembuatan protesa gigi tiruan. Prosedur pengambilannya adalah sebagai
berikut9 :
1. Lakukan anastesi yaitu anastesi untuk nervus palatinus anterior dan nervus
insisivum.
2. Lakukan insisi pada pertengahan palatal (langit2) dimulai 1 cm di depan garis
vibrasi dan dilanjutkan ke depan tepat dibelakang papaila insisiva.
3. Insisi serong bagian anterior membentuk huruf V.
4. Insisi V pada posterior untuk memperlebar jalan masuk (hati2 mengenai a.
Palatina mayor).
5. Flap mukoperiosteal dibuka ke arah bukal (lateral).
6. Untuk memungkinkan retraksi dan jalan masuk yang aman, flap ini dijahit
sementara pada puncak linggir residual.
7. Torus di bur dengan menggunakan bur fissure sampai kedalaman tertentu
disertai dengan irigasi larutan salin steril, kemudian dibuat segmen2.
8. Segmen segmen dikeluarkan dengan osteotom.
9. Penghalusan dengan bur bulat atau bur akrilik.
10. Irigasi / inspeksi.
11. Jaringan lunak yang berlebihan dibuang.
12. Dilakukan penutupan flap dengan jahitan matras horizontal terputus.9
d. Cara Penjahitan Luka Bedah
Penutupan dimulai dari posterior dengan jahitan horizontal terputus,
penempatan jahitan dimunhkinkan jika jahitan tidak disimpul namun hanya
ditahan dengan hemostat sampai semua jahitan terpasang. Penimbunan bekuan
darah yang terjadi di bawah flap dapat ditangani dengan tampon atau dengan
menggunakan sponge pada palatum yang berfungsi untuk mengikat jaringan ke
palatum.
e. Kontrol Post Operasi
1. Pemasangan obturator
Sebaiknya dibuat obturator pasca pembedahan untuk mencegah penimbunan
darah dan sisa makanan di daerah pembedahan. Dapat pula dengan
menggunakan surgical template untuk menyokong flap mukosal.
2. Pemberian obat-obatan
Setelah pembedahan perlu diberikan analgesik untuk mengurangi rasa sakit dan
antibiotik untuk mengurangi inflamasi.
3. Menjaga kebersihan rongga mulut
Pasien disarankan untuk menjaga kebersihan rongga mulut terutama di daerah
pembedahan. Dapat dilakukan dengan menggunakan obat kumur atau irigasi
saline steril. Pasien dianjurkan melakukan diet lunak. Jahitan dapat dibuka dalm
waktu 5-7 hari dan palatum akan sembuh dalam waktu 3-6 minggu.
4. Pasien disuruh kembali setelah 2 hari kontrol.
2.3. Torus Mandibularis
2.3.1. Definisi

Torus mandibularis adalah pembesaran tulang yang keras, dimana etiologinya


tidak diketahui.10 Torus mandibularis merupakan pertumbuhan tulang ektopik
yang kelihatan sepanjang aspek lingual pada mandibula superior sampai
mylohyoid ridge.11
Castro Reino mengartikan torus mandibularis sebagai pembengkakan dengan
karakteristik jinak, akibat kerja yang berlebihan dari osteoblas dan tulang
didepositkan di sepanjang garis fusi/penyatuan palatine atau hemimandibular
bodies. Penemuan adanya exostosis ini biasanya didapat secara tidak disengaja
selama pemeriksaan klinis rutin, biasanya tidak menimbulkan gejala, kecuali
pada beberapa kasus pertumbuhan signifikan pada pasien edentulous. Pada
beberapa kasus mungkin akan menghalangi konstruksi dari protesa.
Torus mandibularis ini tergolong tumor yang berkembang lambat seperti
pertumbuhan tulang yang berada di permukaan lingual dalam tulang rahang
bawah (mandibula).12
2.3.2. Lokasi
Lokasi dari terjadinya torus mandibula yaitu terletak diatas perlekatan otot
milohioid dan biasanya bilateral.6 Torus yang biasanya bilateral ,hampir sering
terjadi di regio premolar.11 Hal ini terlokalisasi pada aspek lingual dari
mandibula, baik di satu sisi atau lebih, tapi umumya di kedua sisi.3
2.3.3. Pemeriksaan Klinis
Pada sebagian besar kasus, torus mandibularis biasanya ditemukan secara tidak
sengaja pada saat pemeriksaan di dental office. Hal ini karena biasanya kejadian
torus mandibularis tidak menimbulkan gejala, sehingga pasien tidak sadar
bahwa mereka memiliki torus mandibularis. Terkadang beberapa pasien mungkin
memiliki gangguan fonetik, keterbatasan mekanisme pengunyahan, ulserasi
mukosa, deposit makanan, dan ketidakstabilan protesa. Torus mandibularis
didiagnosa berdasarkan pemeriksaan klinis: Torus mandibularis biasanya simetris
dan bilateral namun dapat juga unilateral. Lokasi pada permukaan lingual
mandibula, di atas garis mylohyoid dan pada area premolar. Pemeriksaan
histopatologi mengungkapkan struktur tulang yang sama dengan yang dimiliki
tulang kompakta normal dan juga memiliki struktur spongious dengan sumsum
tulang.
2.3.4. Pemeriksaan Radiologis
Pada gambaran radiografi torus mandibularis tampak sebagai gambaran
radiopak pada regio premolar pada rahang bawah atau kaninus rahang
bawah.14 X-ray akan memberikan gambaran yang lebih radiopaque
dibandingkan tulang-tulang disekitarnya Gambaran torus dalam radografi
tampak lebih radiopak karena pada bagian tersebut kepadatan tulang lebih
padat daripada tulang disekitarnya. Torus ini perlu diperhatikan karena apabila
torus berada dalam periapikal premolar, maka harus dapat dibedakan dengan
kelainan yang lain, supaya tidak melakukan kesalahan pada perawatannya.
2.3.5. Prosedur Pembedahan
A. Teknik Insisi
Insisi dilakukan sepanjang puncak linggir alveolar tanpa insisi vertical.3 Insisi ini

dibuat dengan ketebalan penuh (menyertakan mukosa dan periosteum) di atas


lingir residual atau pada kreviks gingival bagian lingual, apabila giginya masih
ada.6 Flap mukoperiosteal tersebut kemudian disingkapkan dari permukaan
superior dan permukaan lingual dari linger dan torus dengan hati-hati untuk
menghindari sobekan flap.6

B. Syarat Dan Bentuk Flap


Flap mukoperiosteal dibuat kearah lingual3, dengan menarik secara luas mukosa
yang menutupi torus dengan pinset, sehingga tulang yang mengalami eksostosis
dapat terlihat untuk kemudian dilakukan pembedahan. Perlu diingat bahwa
pembuatan flap dilakukan tanpa insisi tambahan.6

C. Pemotongan dan Penghalusan Torus


Setelah dilakukan insisi, maka dengan mengunakan bur fisur atau bur bulat
dilakukan pengeboran sedalam 3-4 mm sepanjang garis pertemuan antara torus
dan permukaan kortikal mandibula dari arah posterior ke anterior.6 Permukaan
ini sejajar atau sedikit miring terhadap permukaan medial mandibula.
Pemotongan torus ini bisa dilakukan dengan menggunakan osteotom.6 Karena
biasanya terdapat celah alami antara torus dengan lamina mandibularis lingual,
maka untuk melepaskan torus hanya diperlukan kekuatan sedikit saja.6
Sesudah dilakukan penghalusan terakhir dengan menggunakan bur dan kikir
tulang, bagian tersebut diirigasi dengan salin steril dan diinspeksi.6
D. Cara Penjahitan Luka Bedah
Penutupan torus dilakukan dengan jahitan kontinyu dari posterior ke anterior.
Teknik yang digunakan adalah teknik jahitan terputus-putus/mattress.6 Dengan
metode ini, dibuat setik tunggal/individu dan masing-masing diikat tersendiri
dengan simpul square atau simpul bedah. Suatu modifikasi dari jahitan terputus
adalah horizontal atau vertikal. Teknik matress menghasilkan eversi dari tepi
luka, yang pada hal tertentu diharapkan karena permukaan penyembuhan bisa
mempunyai kontak yang luas. Jahitan matress horizontal dapat dibuat dengan
menggandengkan dua jahitan terputus yang berdampingan, yang terletak pada
dataran yang sama dengan simpul tunggal. Pada variasi vertikal, setik yang
kecil dan dangkal diikuti dengan setik yang lebih lebar dan dalam yang
ditempatkan pada dataran yang sama.
Gambar 22: Flap distabilisasi dengan menggunakan jahitan mattres horizontal
yang ditempatkan di gigi-gigi sekitarnya.6
E. Kontrol Post Operasi
Tahap-tahap kontrol post operasi pada kasus torus mandibularis pada prinsipnya
hampir sama dengan tahap-tahap pada torus palatinus, yakni mencakup hal-hal
berikut ini.
1. Pemasangan obturator
Sebaiknya dibuat obturator pasca pembedahan untuk mencegah penimbunan
darah dan sisa makanan di daerah pembedahan. Dapat pula dengan
menggunakan surgical template untuk menyokong flap mukosal.

2. Pemberian obat-obatan
Setelah pembedahan perlu diberikan analgesik untuk mengurangi rasa sakit dan
antibiotik untuk mengurangi inflamasi.
3. Menjaga kebersihan rongga mulut
Pasien disarankan untuk menjaga kebersihan rongga mulut terutama di daerah
pembedahan. Dapat dilakukan dengan menggunakan obat kumur atau irigasi
saline steril. Pasien dianjurkan melakukan diet lunak. Jahitan dapat dibuka dalm
waktu 7-10 hari dan palatum akan sembuh dalam waktu 3-6 minggu.
2.4. Multiple/Localized Exostosis
2.4.1. Multiple Exoxtosis
Multiple exostosis adalah penonjolan tulang berupa bonggol yang jarang terjadi
dan asimtomatik, biasanya terlokalisir di bagian bukal maxilla dan mandibula.
Penyebabnya tidak diketahui, meskipun beberapa orang mengira hal ini dapat
terjadi dikarenakan bruxism. Tidak ada terapi khusus yang disarankan kecuali
untuk kasus dimana dikarenakan ukuran yang besar yang menyebabkan
masalah estetik yang parah dan masalah fungsional terjadi.
A. Gambaran Klinis
Exostosis tulang tampak sebagai tumor (pembengkakan) yang kaku dengan
permukaan mukosa yang normal.
Exostosis biasanya terjadi lokal pada permukaan bukal rahang atas dan
mandibula.3 Multiple exostosis biasanya terjadi pada permukaan bukal maksila
dan mandibula.
Exostosis bukal terjadi pada sisi bukal menghadap pipi dari rahang tepat diatas
gigi atau sisi yang menghadap pipi mandibula. Terjadi lebih sering pada rahang
bawah dari pada rahang atas. Menyebabkan rasa sakit, dan dapat menyebabkan
penyakit periodontal jika membersar. Dapat dihilangkan dengan pembedahan.
Exostosis bukal tidak berpotensi menjadi ganas.2
Exostosis sering ditemukan pada pasien yang menderita bruxism dan merupakan
cara tubuh mendukung stress yang meningkat. Tumbuh dari tulang normal yang
jinak. Banyak pasien tidak memperhatikan pertumbuhannya karena tergolong
lambat.2
Penyebab tidak diketahui, meskipun beberapa orang mengemukakan bahwa
multiple exostosis mungkin disebabkan bruxism serta iritasi kronis dari jaringan
periodontal.3
Exostoses kurang umum daripada torus palatinus, dapat mencapai ukuran yang
besar, dan mungkin tunggal atau multiple. Berbentuk nodular, pedunculated,
atau flat prominences pada permukaan tulang. Mereka ditutupi dengan mukosa
normal dan tulang keras saat palpapsi.17
B. Gambaran Radiografi
Lokasi.
Proses alveolar rahang atas yang paling sering dan biasanya gambar pada lintas
akar gigi yang berdekatan.

Batas.
Batas pinggiran sebuah exostosis biasanya jelas, berkontur, dengan batas
melengkung (gambar 25). Namun, beberapa mungkin kurang jelas batas yang
menggabungkan radiografis disekeliling tulang yang normal.
Struktur internal.
Aspek internal suatu exostosis biasanya homogen dan radiopaque. Meskipun
exostosis yang besar memiliki pola tulang internal cancellous, tapi yang sering
terjadi berpola kortikal.
C. Prosedur Pembedahan
Setelah pemberian anestesi local, insisi dengan bentuk trapezium.3
Mucoperisteum selama refleksi, jari telunjuk dari tangan yang tidak dominan
diposisikan di atas flap dibuat, dalam rangka melindungi integritas jika elevator
periosteal terpeleset dan mengakibatkan perforasi.
Exostosis dikeluarkan dengan rongeur atau bur khusus dengan larutan garam,
untuk menghindari overheating tulang.
Lalu luka diperhalus dengan bone file dan diperiksa untuk memastikan alveolar
ridge telah halus atau belum.
Setelah prosedur ini, irigasi dengan larutan garam dan kelebihan tulang di
haluskan, terutama pada daerah papila interdental gingival tersebut. Ini
bertujuan agar proses penyembuhan terjadi lebih cepat dan immobilisasi flap
dengan jahitan uncontinous.
2.4.2 Localized Mandibular buccal Exostosis
Kasus ini jarang terjadi dan tergantung pada ukurannya, menimbulkan masalah
estetik dan fungsional dalam edentulous. Keberadaannya terutama di pasien
edentulous menghalangi penempatan gigi tiruan lengkap, dalam hal ini
pembuangan dianggap perlu.3
a. Prosedur pembedahan
Teknik bedah diterapkan tergantung pada ukuran dan daerah lokalisasi lesi.
Jika daerah premolar terlibat dalam exostosis seperti pada gambar.
Prosedur yang digunakan adalah sebagai berikut. Setelah anestesi lokal, buat
sebuah flap trapesium, dengan perhatian khusus hindari pengambil yang
melukai mental neurovaskular bundle. Sayatan vertikal harus dibuat berjarak
dari foramen mentale.
Setelah dapat, lesi dibelah pada dasarnya, dalam arah sejajar dengan alveolar
ridge.

Tulang tersebut kemudian diperhalus dengan bone bur dan luka dirawat dan

dijahit
b. Kontrol Post Operasi Localized/Multiple Exostosis
Pada umumnya kontrol operasi untuk localized/multiple exostosis ini sama saja
dengan dua kelainan sebelumnya, yaitu:
1. Pemasangan obturator
Sebaiknya dibuat obturator pasca pembedahan untuk mencegah penimbunan
darah dan sisa makanan di daerah pembedahan. Dapat pula dengan
menggunakan surgical template untuk menyokong flap mucosal.
2. Pemberian obat-obatan
Setelah pembedahan perlu diberikan analgesik untuk mengurangi rasa sakit dan
antibiotik untuk mengurangi inflamasi.
3. Menjaga kebersihan rongga mulut
Pasien disarankan untuk menjaga kebersihan rongga mulut terutama di daerah
pembedahan. Dapat dilakukan dengan menggunakan obat kumur atau irigasi
saline steril. Pasien dianjurkan melakukan diet lunak. Jahitan dapat dibuka dalm
waktu 7-10 hari dan palatum akan sembuh dalam waktu 3-6 minggu.
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan yang telah dipaparkan pada makalah ini, dapat
disimpulkan hal-hal sebagai berikut:
1. Di dalam rongga mulut terdapat berbagai macam kelainan atau lesi jaringan
keras yang harus diwaspadai.
2. Setiap kelainan atau lesi jaringan keras yang ada di dalam rongga mulut
memiliki penatalaksanaan yang berbeda-beda.
3. Peranan dari bedah prostodontik dalam menangani kelainan atau lesi jaringan
keras yang ada di dalam rongga mulut sangat nyata dan cukup efektif.
3.2. Saran
Setiap dokter gigi hendaknya dapat melakukan perawatan gigi dan mulut
dengan lebih hati-hati dan profesional terutama menyangkut prosedur bedah
yang tentunya tidak semudah melakukan prosedur perawatan gigi dan mulut
biasa. Selain itu, diharapkan juga pada pasien agar dapat bersikap kooperatif
dalam menjalani perawatan bedah prostodontik ini agar dapat mencapai
kesembuhan yang optimal dan kebersihan rongga mulut juga dapat selalu
terjaga dengan baik.

DAFTAR PUSTAKA
1. ____. 2009. Bahan Kuliah, (Online),
(http://adulgopar.files.wordpress.com/2009/12/torus-palatinus.pdf, diakses 03
April 2011).

2. Anonym. Exostosis, (Online), (www.atlantadentist.com, diakses 3 April 2011).


3. Fragiskos, Fragiskos D. 2007. Oral Surgery. Jerman: Springer, hal.256.
4. Harty, F.J. Ogston, R. 2000. Kamus Kedokteran Gigi, judul asli Concise
Illustrated Dental Dictionary, (alih bahasa: drg. Narlan Sumawinata). Jakarta:
EGC, hal. 314.
5. ____, (Online), (http://www.ghorayeb.com/TorusPalatinus.html, diakses 03 April
2011).
6. Pedersen, Gordon W. 1996. Buku Ajar Praktis Bedah Mulut. Jakarta: EGC,
hal.122-126.
7. Acher WH. 1975. Oral and Maxillofacial Surgary, vol 1, ed.5, Philadelphia:
Sounder Company, hal. 98-8.
8. Wetesson,T,A dan Larheim. 2006. Maxillofacial Imaging Calamer. Berlin,
hal.285.
9. ____, (Online), (http://www.scribd.com/doc/36250531/TORUS-PALATINUS,
diakses 03 April 2011).
10. Warren Birnbaum, Stephen M.Dunne. 2010. Diagnosa Kelainan dalam Mulut
Petunjuk bagi Klinisi. Jakarta : EGC, hal.300.
11. Joseph A. Regezi, James J. Sciubba, Richard C.K. Jordan. 2008. Oral Pathology
Clinical Pathologic Correlations Fifth Edition. Missouri : Saunders, An Imprint of
Elsevier, hal.913.
12. ___, (Online), (http://www.breadentistry.com/files/pdf/OPG_tor_man.pdf,
diakses tanggal 29 maret 2011)
13. ____, (Online),
(http://www.netwellness.org/healthtopics/mouthdiseases/bumpsinmouth.cfm,
diakses 02 April 2011).
14. Margono, Gunawan. 1998. Radiografi Intraoral: Teknik, Prosesing, Interpretasi
Radiogram. Jakarta: EGC, hal.60.
15. ___,(Online),(http://imaging.consult.com/image/chapter/Head%20and
%20Neck?title=Jaw,%20Cysts,%20Tumors,%20and%20Nontumorous%20Lesions
%20of%20the&image=fig46&locator=&pii=S1933-0332(08)83614-2, diakses 29
Maret 2011).
16. _______. Exostosis, (Online), (www.maxillofacialcenter.com, diakses 3 April
2011).
17. White, Stuart C., M. J. Pharoa. 2009. Oral Radiology : Principles and
Interpretation.
Mosby.
a

Anda mungkin juga menyukai