Setiap individu memiliki berbagai masalah dalam hidup baik yang terlihat secara
langsung maupun tidak. Bimbingan dan konseling memberikan sebuah upaya untuk mereka agar
dapat memecahkan masalah yang dihadapi, melalui cara pengembangan potensi ataupun cara
lainnya.
Siswa di sekolah menengah berada pada masa puber atau masa mencari jati diri. Di masa
itulah siswa rentan mengalami masalah. Egoisme yang tinggi, merasa sudah dewasa sehingga
bisa mengatasi masalahnya sendiri. Namun, sebenarnya mereka masih memerlukan bimbingan
dari orangtua, guru dan masyarakat.
Dalam bimbingan dan konseling memiliki beberapa ragam pendekatan dan teknik antara
konselor dengan klien. Pendekatan dan teknik inilah yang dapat terlihat lebih membantu
bimbingan konseling tersebut dalam upaya memecahkan masalah-masalah kliennya.
Kriteria Masalah
Pada dasarnya, masalah ditandai oleh adanya kesenjangan antara harapan dan kenyataan.
Namun, tidak semua masalah perlu ditangani melalui pendekatan konseling. Suatu masalah
perlu ditangani melalui konseling, bila memenuhi kriteria tertentu. Pada dasarnya, masalah
tersebut berasal dari suatu masalah yang cukup serius.
Selanjutnya, secara sadar konseli butuh bantuan dari orang lain untuk menghadapi,
mengatasi, dan memecahkan masalahnya yang berada di luar kemampuannya. Jadi, masalah
tersebut perlu digarap dengan cara-cara khusus, cara-cara yang memadai
Meski masalah tersebut cukup serius dan sifatnya spesifik, menimbulkan ketegangan,
kecemasan, ketakutan, frustasi ataupun konflik namun masalah tersebut masih dalam
jangkauan profesi bimbingan dan konseling, masih dalam kategori normal, belum termasuk
abnormal. Bila masalah konseli mencapai kadar yang sangat berat, neuosus, diluar
jangkauan konselor, maka perlu di referal kepada psikologis klinis.
Berikut ini adalah kriteria masalah dalam konseling secara prinsip, antara lain:
a. Masalah sebagai kesenjangan antara harapan dan kenyataan yang tergolong
serius, sifatnya khas dan cukup mengguncangkan kehidupan secara sosial
maupum pribadi dari konseli. Masalah yang dihadapi oleh konseli itu
mempengaruhi kehidupan pribadi maupun sosial dari konselinya.
b. Masalah yang cukup serius itu, selalu mengganggu pikiran dan perasaan, serta
masalah tersebut diluar jangkauan subjek untuk mangatasi atau menyelesaikan
sendiri.
c. Jika suatu masalah yang dihadapi oleh konseli tidak segera terpecahkan atau
terselesaikan, maka masalah tersebut dapat memunculkan suatu masalah yang
baru dan akan mengganggu kehidupan dari konseli. Oleh sebab itu, suatu masalah
yang dihadapi oleh konseli harus secepatnya dapat terselesaikan dengan baik.
d. Pada gilirannya, konseli butuh bantuan pertolongan untuk memecahkan
masalahnya secara memadai, sehingga dapat mengembangkan pribadi yang
balance, produktif dan sehat.
e. Dengan kata lain, masalah tersebut perlu ditangani secara profesional oleh figur
yang kompeten dan berwenang. Dalam menangani suatu permasalahan yang
dihadapi oleh konseli memang sudah seharusnya ditangani oleh orang yang
profesional dan sudah ahli dalam bidang bimbingan dan konseling.
f. Akhirnya, masalah yang dimaksud berada dalam ruang lingkup kewenangan
konselor yaitu masalah-masalah melanda pada orang-orang normal.
Jenis-jenis Masalah
Sikap dan perilaku anak yang berada dalam masa puber tersebut sering mengganggu
tugas-tugas perkembangan anak pada fase berikutnya yaitu pada masa remaja, dan sebagai
akibatnya anak akan mengalami gangguan dalam menjalani kehidupan pada masa remaja.
Beberapa masalah yang dialami oleh remaja:
2.3.1 Masalah Emosi
Secara tradisional masa remaja dianggap sebagai periode badai dan tekanan suatu
masa dimana ketegangan emosi meninggi sebagai akibat dari perubahan fisik dan
kelenjar. Emosi remaja seringkali sangat kuat, tidak terkendali, dan kadang tampak
irasional.
Sekolah sebagai lembaga formal yang diberi tugas dan tanggung jawab untuk
membantu subjek didik menuju ke arah kedewasaan yang optimal harus mempunyai
langkah-langkah konkrit untuk mencegah dan mengatasi masalah emosional ini.
2.3.2 Masalah Penyesuaian Diri
Salah satu tugas yang paling sulit pada masa remaja adalah yang berhubungan dengan
penyesuaian sosial. Untuk mencapai tujuan dari pola sosialisasi dewasa, remaja harus
membuat banyak penyesuaian baru. Pada fase ini remaja lebih banyak diluar rumah
bersama teman-temannya sebagai kelompok, maka pengaruh teman sebaya dalam segala
pola perilaku, sikap, minat, dan gaya hidupnya lebih besar daripada pengaruh dari
keluarga.
Dalam
keadaan
demikian,
remaja
cenderung
mengikutinya
tanpa
mencari
informasi
dari
sumber-sumber
yang
kadang
tidak
dapat
kesehatan tidak layak untuk dilakukan, seperti ciuman, bercumbu, masturbasi, dan
bersenggama. Bahkan hubungan seks di luar nikah dianggap benar apabila orang-orang
yang terlibat saling mencintai dan saling merasa terikat.
D. Pendekatan Direktif
Pendekatan ini bertolak dari asumsi bahwa manusia merupakan makhluk rasional
dan memiliki potensi-potensi yang bisa dikembangkan ke arah positif atau negatif.
Manusia dipandang tidak akan bisa berkembang secara otonom, melainkan butuh
pertolongan orang lain agar dapat mencapai batas kemampuannya secara penuh.
Riwayat hidup konseli perlu diungkap agar konseling dapat dilaksanakan. Dengan
cara mendiagnosis dan prognosis.Pendekatan direktif ini biasanya cocok dipakai
terhadap klien-klien Normal yang butuh pertolongan agar merasa siap menghadapi
aneka tuntutan penyesuaian sebelum berkembang konflik-konflik di dalam dirinya.
Dalam pendekatan ini si konselor harus berperan aktif.
E.Pendekatan Non-Direktif
Pendekatan ini semula dikembangkan oleh Carl Rogers. Dewasa ini, pendekatan
ini disebut sebagaikonseling yang berpusat pada klien.Asumsi dasar yang melandasi
pendekatan ini adalah bahwa manusia pada dasarnya rasional, baik, dapat dipercaya,
bergerak ke arah aktualisasi diri, sehat, realisasi diri, bebas, dan otonomi.
Permasalahan yang dihadapi dalam pendekatan ini yaitu konseli merasa cemas
sebab terjadi ketidakseimbangan antara konsep dirinya dan pengalamannya. Dalam
pendekatan ini, teknik konselingnya dipusatkan pada si konseli, bukan pada
masalahnya. Cara konselor menanganinya yaitu dengan menunjukkan sikap-sikap
kongruensi, empati, dan ketulusan tanpa syarat pada kliennya.
Seorang konselor Non-direktif bertindak sejenis katalisator. Ia berbicara sangat
sedikit, sebaliknya menggunakan sebagian besar waktunya untuk mendengarkan dan
menunggu. Selain itu peran konselor adalah sebagai fasilitator dan reflektor.
Tugasnya adalah menolong konseli memahami dirinya, menjernihkan serta
merefleksikan kembali perasaan-perasaan dan sikap-sikap yang dinyatakan konseli.
Adapun tujuan pendekatan Non-direktif ada beberapa macam.Yaitu:
a. Membebaskan klien dari berbagai konflik psikologis yang dihadapinya.
b. Menumbuhkan kepercayaan pada diri klien, bahwa ia memiliki kemampuan untuk
mengambil keputusan terbaik bagi dirinya tanpa merugikan orang lain.
c. Menumbuhkan keyakinan pada klien bahwa dirinya terus tumbuh dan
berkembang (process of becoming).
Dalam pendekatan ini ada beberapa kebaikan dan kelemahan. Adapun kebaikan kebaikan pendekatan Non-Direktifakan membantu jika:
a. Klien mengalami kesukaran emosional dan tidak dapat menganalisis secara
raional dan logis.
b. Konselor memiliki kemampuan yang cukup tinggi untuk menangkap penghayatan
emosi dalam mengungkapkan masalah dari klien dan memantulkan kembali
kepada klien dalam bahasa dan tindakan yang sesuai.
Adapun kelemahan dalam pendekatan Non-Direktif yaitu meliputi :
a. Pendekatanini menyita banyak waktu bila wawancara konseling tidak terarah.
b. Kemampuan dan keberanian klien untuk mengungkapkan secara verbal seluruh
permasalahannya sangat terbatas.
c. Kesukaran-kesukaran klien dalam menerima dan memahami diri sendiri.
.
F. Pendekatan Rasional-Emotif
Teori Konseling Rasional Emotif dalam istilah lain dikenal dengan "rasionalemotif therapy" yang dikembangkan oleh Dr. Albert Ellis, seorang ahli Clinikal
Psychology (Psikologi klinis).
Tujuan dari RET Albert Ellis pada intinya ialah untuk mengatasi pikiran yang
tidak logis tentang diri sendiri dan lingkungannya. Konselor berusaha agar klien
makin menyadari pikiran dan ucapannya sendiri, serta mengadakan pendekatan yang
tegas, melatih klien untuk bisa berpikir dan berbuat yang lebih realistis dan rasional.
Pendekatan ini sangat ideal apabila diterapkan di sekolah.Guru melalui mata
pelajaran yang diajarkan kepada siswanya secara langsung bisa mengaitkan pola
bimbingan yang terpadu untuk mempengaruhi para siswanya untuk segera
meninggalkan tindakan, pikiran, dan perasaan yang tidak rasional
Ciri-ciri konseling Rasional-Emotif dapat diuraikan sebagai berikut :
a. Dalam menelusuri masalah klien yang dibantunya, konselor berperan lebih
b. Tercipta dan terpeliharanya hubungan baik ini dipergunakan oleh konselor untuk
membantu klien mengubah cara berfikirnya yang tidak rasional menjadi rasional.
c. Dalam proses hubungan konseling, konselor tidak terlalu banyak menelusuri
kehidupan masa lampau klien.
G.Pendekatan Analisis Transaksional
Prinsip-prinsip yang dikembangkan melalui analisis transaksional diperkenalkan
pertama kali pada tahun 1956 oleh Eric Berne, dan kemudian disusul dengan
Implementasi
Manfaat pendekatan bimbingan dan konseling yaitu untuk membantu konselor
mengantisipasi berbagai masalah yang mungkin terjadi dan berupaya untuk
mencegahnya, supaya tidak dialami oleh peserta didik. Agar peserta didik memiliki
pemahaman terhadap dirinya (potensinya) dan lingkungannya sehingga memberikan
kemudahan kepada peserta didik dalam mencapai pertumbuhan dan perkembangan yang
optimal, serasi, selaras dan seimbang seluruh aspek dalam diri peserta didik. Juga
Menolong peserta didik memahami dirinya, menjernihkan serta merefleksikan kembali
perasaan-perasaan dan sikap-sikap yang dinyatakan peserta didik.
Daftar Pustaka
Kusmawati, N. dan Sukardi, D. K. (2008 ). Proses Bimbingan Dan
Konseling Di Sekolah. Jakarta : Ahdi
Mahasatya