Anda di halaman 1dari 9

Latar Belakang

Setiap individu memiliki berbagai masalah dalam hidup baik yang terlihat secara
langsung maupun tidak. Bimbingan dan konseling memberikan sebuah upaya untuk mereka agar
dapat memecahkan masalah yang dihadapi, melalui cara pengembangan potensi ataupun cara
lainnya.
Siswa di sekolah menengah berada pada masa puber atau masa mencari jati diri. Di masa
itulah siswa rentan mengalami masalah. Egoisme yang tinggi, merasa sudah dewasa sehingga
bisa mengatasi masalahnya sendiri. Namun, sebenarnya mereka masih memerlukan bimbingan
dari orangtua, guru dan masyarakat.
Dalam bimbingan dan konseling memiliki beberapa ragam pendekatan dan teknik antara
konselor dengan klien. Pendekatan dan teknik inilah yang dapat terlihat lebih membantu
bimbingan konseling tersebut dalam upaya memecahkan masalah-masalah kliennya.

Pengertian dan Ciri-ciri Masalah


Dalam perkembangan dan proses kehidupannya, manusia sangat mungkin menemui
berbagai permasalahan, baik oleh individu secara perorangan maupun kelompok..
Ketidakmampuan individu untuk mewujudkan perkembangan yang optimal pada
keempat dimensi (individualitas, sosialitas, moralitas, dan religiusitas) tersebut dikarenakan
oleh berbagai permasalahan yang dialami selama proses perkembangannya.
Masalah merupakan sesuatu atau persoalan yang harus diselesaikan atau dipecahkan.
Masalah yang dibiarkan berkembang dan tidak segera dipecahkan dapat mengganggu
kehidupan dirinya sendiri maupun orang lain. Adapun ciri-ciri masalah dapat dikemukakan
sebagai berikut:
a. Masalah muncul karena ada kesenjangan antara harapan (das Sollen) dan kenyataan (das
sein).
b. Semakin besar kesenjangan, maka masalah semakin berat.
c. Tiap kesenjangan yang terjadi dapat menimbulkan persepsi yang berbeda.
d. Masalah muncul sebagai perilaku yang tidak dikehendaki oleh individu itu sendiri
maupun oleh lingkungan.
e. Masalah muncul akibat dari proses belajar yang keliru.
f. Masalah memerlukan berbagai pertanyaan dasar ( Basic Question) yang perlu dijawab
g. Masalah dapat bersifat individual maupun kelompok.

Kriteria Masalah

Pada dasarnya, masalah ditandai oleh adanya kesenjangan antara harapan dan kenyataan.
Namun, tidak semua masalah perlu ditangani melalui pendekatan konseling. Suatu masalah
perlu ditangani melalui konseling, bila memenuhi kriteria tertentu. Pada dasarnya, masalah
tersebut berasal dari suatu masalah yang cukup serius.
Selanjutnya, secara sadar konseli butuh bantuan dari orang lain untuk menghadapi,
mengatasi, dan memecahkan masalahnya yang berada di luar kemampuannya. Jadi, masalah
tersebut perlu digarap dengan cara-cara khusus, cara-cara yang memadai
Meski masalah tersebut cukup serius dan sifatnya spesifik, menimbulkan ketegangan,
kecemasan, ketakutan, frustasi ataupun konflik namun masalah tersebut masih dalam
jangkauan profesi bimbingan dan konseling, masih dalam kategori normal, belum termasuk
abnormal. Bila masalah konseli mencapai kadar yang sangat berat, neuosus, diluar
jangkauan konselor, maka perlu di referal kepada psikologis klinis.
Berikut ini adalah kriteria masalah dalam konseling secara prinsip, antara lain:
a. Masalah sebagai kesenjangan antara harapan dan kenyataan yang tergolong
serius, sifatnya khas dan cukup mengguncangkan kehidupan secara sosial
maupum pribadi dari konseli. Masalah yang dihadapi oleh konseli itu
mempengaruhi kehidupan pribadi maupun sosial dari konselinya.
b. Masalah yang cukup serius itu, selalu mengganggu pikiran dan perasaan, serta
masalah tersebut diluar jangkauan subjek untuk mangatasi atau menyelesaikan
sendiri.
c. Jika suatu masalah yang dihadapi oleh konseli tidak segera terpecahkan atau
terselesaikan, maka masalah tersebut dapat memunculkan suatu masalah yang
baru dan akan mengganggu kehidupan dari konseli. Oleh sebab itu, suatu masalah
yang dihadapi oleh konseli harus secepatnya dapat terselesaikan dengan baik.
d. Pada gilirannya, konseli butuh bantuan pertolongan untuk memecahkan
masalahnya secara memadai, sehingga dapat mengembangkan pribadi yang
balance, produktif dan sehat.
e. Dengan kata lain, masalah tersebut perlu ditangani secara profesional oleh figur
yang kompeten dan berwenang. Dalam menangani suatu permasalahan yang
dihadapi oleh konseli memang sudah seharusnya ditangani oleh orang yang
profesional dan sudah ahli dalam bidang bimbingan dan konseling.
f. Akhirnya, masalah yang dimaksud berada dalam ruang lingkup kewenangan
konselor yaitu masalah-masalah melanda pada orang-orang normal.

Jenis-jenis Masalah

Sikap dan perilaku anak yang berada dalam masa puber tersebut sering mengganggu
tugas-tugas perkembangan anak pada fase berikutnya yaitu pada masa remaja, dan sebagai
akibatnya anak akan mengalami gangguan dalam menjalani kehidupan pada masa remaja.
Beberapa masalah yang dialami oleh remaja:
2.3.1 Masalah Emosi
Secara tradisional masa remaja dianggap sebagai periode badai dan tekanan suatu
masa dimana ketegangan emosi meninggi sebagai akibat dari perubahan fisik dan
kelenjar. Emosi remaja seringkali sangat kuat, tidak terkendali, dan kadang tampak
irasional.
Sekolah sebagai lembaga formal yang diberi tugas dan tanggung jawab untuk
membantu subjek didik menuju ke arah kedewasaan yang optimal harus mempunyai
langkah-langkah konkrit untuk mencegah dan mengatasi masalah emosional ini.
2.3.2 Masalah Penyesuaian Diri
Salah satu tugas yang paling sulit pada masa remaja adalah yang berhubungan dengan
penyesuaian sosial. Untuk mencapai tujuan dari pola sosialisasi dewasa, remaja harus
membuat banyak penyesuaian baru. Pada fase ini remaja lebih banyak diluar rumah
bersama teman-temannya sebagai kelompok, maka pengaruh teman sebaya dalam segala
pola perilaku, sikap, minat, dan gaya hidupnya lebih besar daripada pengaruh dari
keluarga.

Dalam

keadaan

demikian,

remaja

cenderung

mengikutinya

tanpa

memperdulikan berbagai akibat yang akan menimpa dirinya.


2.3.3 Masalah Perilaku Seksual
Tugas perkembangan yang harus dilakukan oleh remaja sehubungan dengan
kematangan seksualitasnya adalah pembentukan hubungan yang lebih matang dengan
lawan jenis dan belajar memerankan peran seks yang diakuinya. Pada masa ini remaja
sudah mulai tertarik pada lawan jenis, yang diikuti oleh keinginan yang kuat unuk
memperoleh dukungan dan perhatian dari lawan jenis, sebagai akibatnya, remaja
mempunyai minat yang tinggi pada seks. Seharusnya mereka mencari atau memperoleh
informasi mengenai seluk beluk seks dari orang tua, tetapi kenyataannya mereka lebih
banyak

mencari

informasi

dari

sumber-sumber

yang

kadang

tidak

dapat

dipertanggunggjawabkan yang kadang lebih menjurus ke pornografi. Sebagai akibatnya,


dapat menimbulkan perilaku seks remaja yang apabila ditinjau dari segi moral dan

kesehatan tidak layak untuk dilakukan, seperti ciuman, bercumbu, masturbasi, dan
bersenggama. Bahkan hubungan seks di luar nikah dianggap benar apabila orang-orang
yang terlibat saling mencintai dan saling merasa terikat.

PendekatanDalam Bimbingan Dan Konseling


Kata Pendekatan terdiri dari kata dasar dekat dan mendapat imbuhan Pe-an yang
berarti hal, usaha atau perbuatan mendekati. Jadi Pendekatan Bimbingan dan Konseling
adalah suatu usaha yang dilakukan oleh seorang konselor untuk mendekati kliennya
sehingga klien mau menceritakan masalahnya.
Dalam melaksanakan kegiatan bimbingan konseling ada beberapa pendekatan
yang biasa digunakan.Antaralain yaitu :
A.Pendekatan Psikologis
Sebagai mahluk yang diciptakan oleh tuhan ,anak bimbing harus dipandang
menurut teori homoiestetis(mekanisme keseimbangan antara berbagai unsur
potensi),yakni sebagai manusia ia harus bertumbuh dan berkembang dalam fisik dan
mental dalam pola keseimbangan dan keserasian.Antara kehidupan jasmaniah dan
rohaniah saling mempengaruhi satu sama lain secara seimbang dan selaras sehingga
menjadikan dirinya manusia dewasa yang sehat dan sejahtera lahir dan batin. Oleh
karena itu, pembimbing hendaknya melihat segi sebagai titik tolak memberikan
bantuan kepada anak bimbing
B.Pendekatan Sosiologis
Anak bimbing bukan saja sebagai mahluk individual yang harus dibimbing agar
menjadi manusia yang sadar akan kemampuan individualnya.Melainkan juga sebagai
mahluk sosial yang mampu mengembangkan dirinya sebagai anggota masyarakat
yang bertanggung jawab dan yang sehat jasmani dan rohani. Sebagai mahluk yang
bermasyarakat atau (homososius).
C.Pendekatan Kependidikan (Paedagogis)
Sistem pendekatan kependidikan (Paedagogis) yang memandang manusia sebagai
mahluk yang harus di didik (homo endocandum). Karena potensi kejiwaan yang
memiliki kemungkinan berkembang kearah kematangan perlu pendidikan yang tepat.

D. Pendekatan Direktif
Pendekatan ini bertolak dari asumsi bahwa manusia merupakan makhluk rasional
dan memiliki potensi-potensi yang bisa dikembangkan ke arah positif atau negatif.
Manusia dipandang tidak akan bisa berkembang secara otonom, melainkan butuh
pertolongan orang lain agar dapat mencapai batas kemampuannya secara penuh.
Riwayat hidup konseli perlu diungkap agar konseling dapat dilaksanakan. Dengan
cara mendiagnosis dan prognosis.Pendekatan direktif ini biasanya cocok dipakai
terhadap klien-klien Normal yang butuh pertolongan agar merasa siap menghadapi
aneka tuntutan penyesuaian sebelum berkembang konflik-konflik di dalam dirinya.
Dalam pendekatan ini si konselor harus berperan aktif.
E.Pendekatan Non-Direktif
Pendekatan ini semula dikembangkan oleh Carl Rogers. Dewasa ini, pendekatan
ini disebut sebagaikonseling yang berpusat pada klien.Asumsi dasar yang melandasi
pendekatan ini adalah bahwa manusia pada dasarnya rasional, baik, dapat dipercaya,
bergerak ke arah aktualisasi diri, sehat, realisasi diri, bebas, dan otonomi.
Permasalahan yang dihadapi dalam pendekatan ini yaitu konseli merasa cemas
sebab terjadi ketidakseimbangan antara konsep dirinya dan pengalamannya. Dalam
pendekatan ini, teknik konselingnya dipusatkan pada si konseli, bukan pada
masalahnya. Cara konselor menanganinya yaitu dengan menunjukkan sikap-sikap
kongruensi, empati, dan ketulusan tanpa syarat pada kliennya.
Seorang konselor Non-direktif bertindak sejenis katalisator. Ia berbicara sangat
sedikit, sebaliknya menggunakan sebagian besar waktunya untuk mendengarkan dan
menunggu. Selain itu peran konselor adalah sebagai fasilitator dan reflektor.
Tugasnya adalah menolong konseli memahami dirinya, menjernihkan serta
merefleksikan kembali perasaan-perasaan dan sikap-sikap yang dinyatakan konseli.
Adapun tujuan pendekatan Non-direktif ada beberapa macam.Yaitu:
a. Membebaskan klien dari berbagai konflik psikologis yang dihadapinya.
b. Menumbuhkan kepercayaan pada diri klien, bahwa ia memiliki kemampuan untuk
mengambil keputusan terbaik bagi dirinya tanpa merugikan orang lain.
c. Menumbuhkan keyakinan pada klien bahwa dirinya terus tumbuh dan
berkembang (process of becoming).

Dalam pendekatan ini ada beberapa kebaikan dan kelemahan. Adapun kebaikan kebaikan pendekatan Non-Direktifakan membantu jika:
a. Klien mengalami kesukaran emosional dan tidak dapat menganalisis secara
raional dan logis.
b. Konselor memiliki kemampuan yang cukup tinggi untuk menangkap penghayatan
emosi dalam mengungkapkan masalah dari klien dan memantulkan kembali
kepada klien dalam bahasa dan tindakan yang sesuai.
Adapun kelemahan dalam pendekatan Non-Direktif yaitu meliputi :
a. Pendekatanini menyita banyak waktu bila wawancara konseling tidak terarah.
b. Kemampuan dan keberanian klien untuk mengungkapkan secara verbal seluruh
permasalahannya sangat terbatas.
c. Kesukaran-kesukaran klien dalam menerima dan memahami diri sendiri.

.
F. Pendekatan Rasional-Emotif
Teori Konseling Rasional Emotif dalam istilah lain dikenal dengan "rasionalemotif therapy" yang dikembangkan oleh Dr. Albert Ellis, seorang ahli Clinikal
Psychology (Psikologi klinis).
Tujuan dari RET Albert Ellis pada intinya ialah untuk mengatasi pikiran yang
tidak logis tentang diri sendiri dan lingkungannya. Konselor berusaha agar klien
makin menyadari pikiran dan ucapannya sendiri, serta mengadakan pendekatan yang
tegas, melatih klien untuk bisa berpikir dan berbuat yang lebih realistis dan rasional.
Pendekatan ini sangat ideal apabila diterapkan di sekolah.Guru melalui mata
pelajaran yang diajarkan kepada siswanya secara langsung bisa mengaitkan pola
bimbingan yang terpadu untuk mempengaruhi para siswanya untuk segera
meninggalkan tindakan, pikiran, dan perasaan yang tidak rasional
Ciri-ciri konseling Rasional-Emotif dapat diuraikan sebagai berikut :
a. Dalam menelusuri masalah klien yang dibantunya, konselor berperan lebih
b. Tercipta dan terpeliharanya hubungan baik ini dipergunakan oleh konselor untuk
membantu klien mengubah cara berfikirnya yang tidak rasional menjadi rasional.
c. Dalam proses hubungan konseling, konselor tidak terlalu banyak menelusuri
kehidupan masa lampau klien.
G.Pendekatan Analisis Transaksional
Prinsip-prinsip yang dikembangkan melalui analisis transaksional diperkenalkan
pertama kali pada tahun 1956 oleh Eric Berne, dan kemudian disusul dengan

pembahasan yang mendalam di depan Regional Meeting of The American Group


Psychotherapy Association di Los Angeles, bulan November 1957, yang berjudul:
"Transactional Analysis: A New and EffectiveMethod Group Therapy".
Prinsip-prinsip yang dikembangkan oleh Eric Berne dalam analisis transaksional
adalah upaya untuk merangsang rasa tanggung jawab pribadi atas tingkah lakunya
sendiri, pemikiran yang logis, rasional, tujuan-tujuan realistis, berkomunikasi terbuka,
wajar dan pemah dalam berhubungan dengan orang lain.
Secara historis analisis transaksional dari Eric Berne berasal dari psikoanalisis
yang dipergunakan dalam konseling atau terapi kelompok, tetapi kini telah
dipergunakan pula secara meluas dalam konseling atau terapi individual.
H. Pendekatan Klinikal
Konseling Klinikal berkembang diawali dari konsep konseling jabatan
(vocational counseling), yang menitikberatkan pada kesesuaian pendidikan dengan
jabatan(vocational). Konseling klinikal menekankan kepada tiga aspek penting,
yaitu :
a. Pemahaman yang jelas tentang potensi-potensi yang dimiliki individu termasuk di
dalamnya ialah tentang bakat, minat, kecakapan, kekuatan-kekuatan maupun
kelemahan-kelemahannya.
b. Pengetahuan tentang syarat, kondisi, kesempatan dan tentang prospek dari
berbagai jenis pekerjaan atau karir.
c. Penyesuaian yang tepat antara kedua aspek tersebut.
Istilah klinikal maupun konseling klinikal merupakan kerangka acuan kerja, yang
mendasarkan pada konsep bahwa konselor bukanlah semata-mata penata dan
pelaksana tes, tetapi dia juga bekerja menghadapi individu sebagai pribadi seutuhnya.
Adapun tujuan Konseling Klinikalyaitu :
a. Membantu siswa yang menghadapi masalah yang tidak dapat memecahkan
masalahnya sendiri. Dengan cara, konselor harus memahami dengan seksama
seluk beluk dan liku-liku masalah yang dihadapi oleh siswa.
b. Membantu siswa mempelajari, memahami, dan menghayati dirinya sendiri serta
lingkungannya, serta melancarkan terjadinya proses pengembangan diri,
pemahaman diri, perwujudan cita-cita dan penemuan identitas diri.
Berdasarkan tujuan tersebut, maka ada langkah langkah dalam pendekatan Klinikal.
Diantaranya :

a. Langkah Diagnosis I yaitu konselor berusaha mengumpulkan dari berbagai


sumber dan berbagai pihak yang diduga ada relevansinya dengan masalah yang
dihadapi siswa.
b. Langkah Sintesis ialah suatu langkah untuk membuat suatu rangkuman data,
sehingga tampak jelas hal-hal unik yang berhubungan dengan masalah siswa.
c. Langkah Diagnosis II yaitu kegiatan untuk menyusun gambaran kondisi siswa.
Dengan tersusunnya gambaran kondisi sehingga tampak dengan jelas masalah apa
yang sedang dialami siswa dan faktor-faktor yang menyebabkan timbulnya
masalah tersebut.
d. Langkah Prognosis adalah suatu usaha untuk memilih alternatif tindakan yang
dapat membantu siswa dalam mengatasi sendiri masalahnya.
e. Langkah Treatment atau penyembuhan adalah pelaksanaan pemberian bantuan
kepada siswa.
f. Langkah Follow Up (lanjutan) ialah membantu siswa melaksanakan rerncana
tindakan langkah awal sampai terakhir sedangkan klien itu sendiri kelihatan aktif
pada waktu terjadi hubungan wawancara konseling saja.

Implementasi
Manfaat pendekatan bimbingan dan konseling yaitu untuk membantu konselor
mengantisipasi berbagai masalah yang mungkin terjadi dan berupaya untuk
mencegahnya, supaya tidak dialami oleh peserta didik. Agar peserta didik memiliki
pemahaman terhadap dirinya (potensinya) dan lingkungannya sehingga memberikan
kemudahan kepada peserta didik dalam mencapai pertumbuhan dan perkembangan yang
optimal, serasi, selaras dan seimbang seluruh aspek dalam diri peserta didik. Juga
Menolong peserta didik memahami dirinya, menjernihkan serta merefleksikan kembali
perasaan-perasaan dan sikap-sikap yang dinyatakan peserta didik.

Daftar Pustaka
Kusmawati, N. dan Sukardi, D. K. (2008 ). Proses Bimbingan Dan
Konseling Di Sekolah. Jakarta : Ahdi
Mahasatya

Anda mungkin juga menyukai