Jurnal Lektur Keagamaan Vol. 0602
Jurnal Lektur Keagamaan Vol. 0602
Daftar Isi
Kajian Naskah Klasik
179 206
207 228
251 274
301 320
Telaah Buku
321 334
Indeks Vol. 6
335 340
PEMBINA
M Atho Mudzhar
PEMIMPIN UMUM
Maidir Harun
REDAKTUR AHLI
(MITRA BESTARI)
PEMIMPIN REDAKSI
SEKRETARIS REDAKSI
DEWAN REDAKSI
TATA USAHA
ALAMAT REDAKSI
Asep Saefullah
Masmedia Pinem
E. Badri Yunardi, Harisun Arsyad, Ahmad
Rahman, Muchlis, Andi Bahruddin Malik,
Dasrizal, Mazmur Syaroni, Ali Akbar,
Muchlis M. Hanafi, Ridwan Bustamam,
Munawiroh
Ibnu Hasyir, Nurman Kholis, Muhammad
Salim, Ida Swidaningsih, Umi Kulsum
Puslitbang Lektur Keagamaan, Badan
Litbang dan Diklat Departemen Agama RI
Gedung Bayt al-Quran & Museum Istiqlal,
Taman Mini Indonesia Indah, Jakarta 13560
Telp./Faks. (021) 87794220
E-mail: jurnal.lektur@depag.web.id
*
Kulit depan: Cover dan halaman 1 Naskah Hikayat Isma Yatim dan
Hikayat Sultan Mogul Mengajarkan Anaknya (Cod. Or. 1693) dari edisi facsimile
(Leiden: ILDEP - Legatum Warnerianum in the Library of Leiden University, 1993)
*
ii
Pengantar Redaksi
Jurnal Lektur Keagamaan, volume 6, No. 2 tahun 2008 menghadirkan tujuh buah tulisan. Lima tulisan berkaitan dengan kajian
naskah klasik keagamaan, satu tulisan tentang tokoh, dan satu
tulisan berupa tinjauan buku.
Tulisan pertama membahas Karya Melayu Bercorak Tasawuf
dan Klasifikasinya. Karya-karya bercorak tasawuf menjadi bagian
utama dari khazanah naskah Nusantara, dan masih merupakan
wilayah yang luas bagi penelitian para sarjana. Ia tidak hanya
menyediakan wilayah kajian bagi disiplin seperti filologi, bahasa,
dan sastra, tetapi juga ilmu-ilmu agama, sejarah intelektual, dan
falsafah yang merangkum metafisika, etika, estetika, dan hermeneutika. Namun sayangnya, khazanah yang begitu kaya itu baru
menarik minat sekelompok kecil sarjana sastra dan filologi belaka.
Sarjana-sarjana ilmu agama lebih tertarik meneliti teks yang menguraikan doktrin sufi secara ilmiah. Untuk itu, salah satu tujuan
tulisan ini adalah sebagai upaya awal memberi gambaran yang
memadai tentang karya-karya Melayu bercorak tasawuf atau sastra
sufi, terutama yang dihasilkan pada abad ke-16-17 M, periode yang
tidak terbantahkan sangat penting baik dalam sejarah kesusastraan
Melayu maupun sejarah Islam di Nusantara.
Pada tulisan kedua diulas mengenai sufisme Tuang Rappang
dengan menelaah naskah Daqiq al-Asrr. Nama lengkap Tuan
Rappang adalah Abd al-Bar a-arr Tuang Rappang. Beliau
adalah salah satu aktor penting di balik kesuksesan penyebaran dan
perkembangan tarekat Khalwatiah Yusuf di Sulawesi Selatan. Di
samping aktif memimpin tarekat Khalwatiah, ia juga menaruh
perhatian terhadap kegiatan menulis. Ini dibuktikan dengan tiga
risalah yang berhasil ia tulis sepanjang karirnya sebagai pemimpin
spiritual tarekat Khalwatiah Ysuf. Daqiq al-Asrr (DA) merupakan salah satu karyanya yang membahas tasawuf, baik dalam
dimensinya sebagai jalan maupun tujuan spiritual. Dalam konteks
ini, Tuang Rappang mengajarkan metode tawajjuh dan murqabah
iii
vi
Para Penulis
Abdul Hadi W.M. lahir 24 Juni 1946 di Sumenep, Madura. Gelar M.A. dan
Ph.D. ia peroleh dari Pusat Pengajian Ilmu Kemanusiaan, Universitas Sains
Malaysia, dengan disertasi Estetika Sastra Sufistik: Kajian Hermeneutik terhadap
Karya-karya Syaykh Hamzah Fansuri, 1997. Di samping mempelajari
kesusastraan Indonesia dan filsafat Eropa, ia mempelajari kebudayaan dan
Kesastraan Timur. Beberapa penghargaan ia raih, di antaranya, Hadiah Buku
Puisi Terbaik Dewan Keseniaan Jakarta (1978), Anugerah Seni dari Pemerintah
Indonesia (1979), dan SEA Write Award di Bangkok (1985). Banyak pertemuan
penyair dan sastra yang dihadiri di Indonesia dan di berbagai kota di dunia, dan
puisi-puisinya telah diterjemahkan ke banyak bahasa asing. Ia telah menulis tidak
kurang dari tujuh buku tentang sastra sufi, sembilan buku kumpulan puisi, dan
sejumlah karya terjemahan sastra sufi dan sastra dunia, terutama karya Iqbal,
Rumi, Hafiz, Goethe, penyair sufi Persia, dan penyair modern Jepang. Kini
adalah dosen tetap dan Guru Besar pada Universitas Paramadina, Jakarta.
M. Adib Misbachul Islam adalah alumni S1 Jurusan Sastra dan Bahasa Arab
UIN Syarif Hidayatulah Jakarta, dan alumni S2 pada Program Studi Filologi
Fakultas Ilmu Budaya Universitas Indonesia (UI) dan Dosen Fakultas Adab dan
Humaniora UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Tahun 2006 (April-Maret)
mengikuti International Course on the Handling and Cataloguing of Islamic
Manuscripts di Kuala Lumpur Malaysia, kerja sama Al-Furqan Islamic Heritage
Foundation, London, dengan International Islamic University Malaysia (IIUM).
vii
viii
ix
Pengantar
Tujuan karangan ini sederhana. Pertama, sebagai upaya awal
memberi gambaran yang memadai tentang karya-karya Melayu
bercorak tasawuf atau sastra sufi, terutama yang dihasilkan pada
abad ke-16-17 M, periode yang tidak terbantahkan sangat penting
baik dalam sejarah kesusastraan Melayu maupun sejarah Islam di
Nusantara. Pada periode ini agama Islam telah tersebar luas hampir
ke seluruh bagian penting Nusantara, didahului dengan derasnya
proses islamisasi di kepulauan Melayu yang menyebabkan terintegrasinya kebudayaan Melayu ke dalam Islam. Dalam proses itu,
179
sarkan atas pengamatan inderawi serta proses rasional dan imaginasi. Sarana ruhani yang digunakan si seniman ialah intuisi intelektual atau prasyati buddhi, kecerdasan melihat sesuatu dengan
mata kalbu. Untuk mencapai kecerdasan seperti itu diperlukan kontemplasi dan meditasi.
Menurut Comaraswamy, pokok pemaparan seni murni berkaitan dengan permasalahan Tuhan dan kemungkinan jiwa manusia
berhubungan langsung dengan-Nya melalui kontemplasi atau
musyahadah. Permasalahan yang dibahas itu masuk ke dalam
wilayah pengalaman trasendental. Karya-karya seperti itu tidak
jarang menggambarkan tatanan realitas yang mengatasi persepsi
indera dan akal. Sastra sufi termasuk ke dalam kategori ini. Dalam
wujudnya sebagai penuturan estetik, sastra sufi bertolak dari teori
bahwa sastra merupakan representasi simbolik dari pengalaman dan
gagasan kerohanian pengarang.
Metode
Metode yang sesuai untuk memahami karya sufi dan klasifikasinya ialah hermeneutika. Dari aneka bentuk hermeneutika yang
akan digunakan dalam karangan ini ialah gabungan antara metode
verstehen Gadamer dan metode tawil sufi. Keduanya saling
melengkapi dan relevan dalam meneliti karya-karya bercorak mistikal dan simbolik. Dalam metode hermeneutika karya sastra dipandang sebagai wacana simbolik karena unsur fiksionalitas dan perumpamaan (metaphor) yang ada di dalamnya sangat menonjol.
Dalam metode ini teks dikaji sebagai bentuk pelambangan atas
sesuatu yang lain (Corbin 1981:1319). Sesuatu yang lain itu memiliki cakrawala yang luas melampaui cakrawala harfiahnya.
Menurut Gadamer ada empat cakrawala yang terbentang dalam
teks simbolik. Yang pertama, bildung atau pandangan keruhanian
yang membentuk jalan pikiran seseorang, termasuk di dalamnya
pandangan hidup (way of life), system nilai Weltanschauung. Yang
kedua, sensus communis, yaitu pertimbangan praktis, yang dalam
sastra bisa terwujud dalam pemilihan tema atau permasalahan dengan mempertimbangkan perasaan komunitas di mana pengarang
hidup. Yang ketiga, judgment atau pertimbangan, berhubungan dengan
181
Islam tertua Melayu dan Jawa yang telah dijumpai. Misalnya teks
Hikayat Kejadian Nur Muhammad berisi uraian kosmologi sufi
tentang penciptaan dunia. Teks sufi lain yang terbilang awal ialah
terjemahan Bahr al-Lahut, karangan Abdullah `Arif, seorang sufi
Arab abad ke-13 M (Mahayudin Haji Yahaya 1995). Sejarah
Melayu (1607) juga memberitakan bahwa Sultan Malaka pada
pertengahan abad ke-15 M telah meminta seorang ulama dari Pasai,
Abdullah Patakan untuk menerjemahkan sebuah kitab tasawuf Arab
Durr al-Manzun karangan Maulana Ishaq (Ibrahim Alfian 1999).
Teks sezaman ialah terjemahan Qasidah al-Burdah karangan alBusyairi (w. 1213 M), Ba`d al-Amali karangan Sirajuddin `Usman
al-Asyi (w. 1173 M), Hikayat Burung Pingai saduran alegori sufi
Persia Mantiq al-Thayr (Percakapan Burung) karya Fariduddin al`Aththar; Hikayat Yusuf, saduran dari Yusuf-i Zulaikha karangan
Abdul Rahman al-Jami. Dijumpai pula teks Bunga Rampai Puisi
Tasawuf terjemahan sajak-sajak sufi Arab dan Persia seperti Abu
Tammam, Jalaluddin al-Rumi, Umar al-Khayyami, dan Muslihuddin Sa`di.
Pada akhir abad ke-16 M perkembangan sastra sufi mulai menapak masa puncaknya dalam tradisi intelektual Melayu. Pada masa
inilah muncul tokoh terkemuka Hamzah Fansuri, disusul kemunculan banyak penyair sufi yang merupakan murid-muidnya. Sebagian besar karya-karya yang mereka hasilkan tidak membubuhkan
nama pengarang alias anonim, terkecuali karangan-karangan Abdul
Jamal dan Hasan Fansuri. Misalnya Syair Perahu (tiga versi), Syair
Dagang, Ikat-ikatan Bahr al-Nisa`, Syair Alif, dan lain-lain (Abdul
Hadi W. M. 2001:171-9). Melalui karya-karyanya tersebut para sufi
Melayu membentuk madzab tersendiri dalam penulisan puisi
keruhanian dan menggunakan media syair, sajak empat baris yang
mereka ciptakan sendiri dengan menggabungkan puitika pantun
Melayu dan rubai Persia (Ibid 2001:206-7).
Periode ini disebut oleh Braginsky (1994:1-2) sebagai periode
kesadaran diri. Sebagai dampak dari proses islamisasi terhadap
kebudayaan dan tradisi intelektual Melayu, kepengarangan invidual
(individual authorship) kian ditekankan dalam penulisan kitab keagamaan dan sastra, oleh karena Islam mengajarkan tanggungjawab
184
Syair Sidang Asyik, Syair Ikan Tongkol, Syair Thayr al`Uryan dan lain-lain. Murid dan pengikut ajaran tasawufnya
yang menulis syair, walaupun tidak sebanyak Hamzah Fansuri,
ialah Syamsudin Pasai, Abdul Jamal, Hasan Fansuri dan
beberapa penyair anonim.
Di antara syair-syair anonim yang terkenal dan ditulis di Aceh
pada abad ke-17 M ialah Syair Dagang, Syair Perahu (ada
tiga versi berbeda gaya bahasa dan penulis), Ikat-ikatan Bahr
al-Nisa, Syair Unggas Bersoal Jawab, Syair Takrif alHuruf, Syair Perihal Kiamat, Syair Alif Ba Ta, Syair
Perkataan Alif, Syair Makrifat, dan masih banyak lagi. Dari
daftar untaian syair yang disebutkan itu terdapat juga gubahannya dalam bahasa Bugis, Aceh, Sunda, Jawa dan Madura.
Beberapa ahli tasawuf lain yang pernah menulis syair tasawuf,
walaupun tidak produktif ialah Abdul Rauf al-Sinkili (Syair
Makrifat, pada akhir abad ke-17 M), Syekh Daud al-Sumatrani
(Syair Sunur dan Syair Mekah Madinah), Syekh Daud alFatani (Syair Makrifat) dan lain-lain. Gurindam Dua Belas
karya Raja Ali Haji, walaupun cenderung berbicara etika, namun
pada dasarnya dilandasi ajaran tasawuf Imam al-Ghazali.
2. Syair Pujian Kepada Nabi Muhammad saw. Walaupun tema
tentang Nur Muhammad dan pujian kepada beliau terdapat
dalam syair-syair makrifat, juga terdapat jenis khusus sastra
yang dimaksudkan sebagai puji-pujian kepada Rasululllah.
Dalam sastra Arab disebut al-mada`ih al-nabawiyah dan dalam
sastra Persia disebut na`tiya, dari perkataan na`at yang berarti
pujian. Syair jenis ini terutama diilhami oleh Qasida al-Burdah,
Syaraf al-Anam dan Qasida al-Barzanji. Di antaranya yang
terkenal dalam masyarakat Melayu tradisional ialah Syair
Rampai Maulid, Syair Maulid Jawi, Nazam Dua Puluh Lima
Rasul, yang didahului dengan puji-pujian kepada nabi-nabi
sebelum Nabi Muhammad s. a.w.
Syair-syair jenis ini biasanya dinyanyikan bersama dalam
perayaan Maulid Nabi. Menurut sejarawan Muslim abad ke-15
M dari Malabar, Zainuddin al-Malibari dalam kitabnya Tuhfat
al-Mujahidin, dakwah Islam di India dan Nusantara mendapat
187
kategori ini. Di dalamnya dipaparkan sejarah Melayu RiauJohor pada abad ke-18-19 M dengan menggunakan sudut
pandang tasawuf, khususnya sudut pandang Imam al-Ghazali
dari kitab Ihya` `Ulum al-Din.
Dari ragam-ragam penulisan ini akan dijelaskan dua di antaranya yang khususnya sangat penting dalam kajian sastra, terutama
jika yang dimaksudkan ialah karya-karya yang bersifat puitik,
naratif dan imaginatif. Sebagai karya sastra, kedua jenis ini
memiliki struktur lahir dan struktur batin yang kompleks dan rumit,
serta paling mencerminkan wawasan sufi tentang estetika.
Syair Makrifat
Dalam beberapa teks Melayu syair seperti ini disebut Syair Ilmu
Suluk dan Tauhid. Dalam Ms Jak. Mal. 83 disebut Sya`ir Jawi
Faal fi Bayan `Ilm al-Suluk wa al-Tauhid. Hasan Fansuri, murid
Hamzah Fansuri menamakan ruba` al-muhaqqiqin, sajak empat
baris yang menyatakan jalan makrifat ahli suluk (Abdul Hadi W.
M. 2001:207). Sufi Arab terkemuka, Ali Safi Husayn menamakannya Syi`r al-Kasyf wa al-Ilham, puisi yang ditulis berdasarkan
ilham dan kasyf atau iluminasi (Schimmel 1982:36).
Menurut Ali Safi Husayn, syair makrifat pada umumnya membicarakan masalah cinta ilahi (`isyq) melalui tamsil-tamsil antromorfis seperti kekasih (mahbub) dan pencinta (`asyiq), anggur dan
kemabukan mistikal, rasa yang dalam (auq), ketelanjangan hati
(`uryan), kefanaan dalam Wujud Kekal (fana`), kefakiran (faqr),
dan tentu saja tentang makrifat yang antara lain ditamsilkan sebagai
air hayat (ma` al-hayat). Adapun isinya biasanya diilhami atau
merupakan penggambaran konsep Nur Muhammad secara simbolik
Misalnya seperti digambarkan Hamzah Fansuri dalam syairnya:
Thayr al-`uryan unggas sultani
Bangsanya nur al-rahmani
Tasybihnya Allah Subhani!
Gila dan mabuk akan rabbani
Unggas itu terlalu pingai
190
syair-syairnya dia menggambarkan pengalaman kesufiannya dengan berpegang pada estetika sufi dan mengemasnya dengan
tamsil-tamsil yang makna keruhaniannya berhubungan dengan
konsep-konsep sufi tentang metafisika, kosmologi dan psikologi.
Atau dengan konsep-konsep sufi tentang tahap-tahap perjalanan
keruhanian (maqamat) dan keadaan-keadaan ruhani (ahwal).
Jika dikaitkan metafisika sufi, tampak bahwa yang ditekankan
dalam syair-syair itu ialah pandangan tentang adanya dua realitas
atau hakikat, yaitu realitas Tuhan dan selain Tuhan.Yang pertama
adalah wujud mutlak, transenden, keberadaan-Nya tidak tergantung
pada yang lain, maha tunggal, kekal, maha hidup, tanpa awal tanpa
akhir. Sifat transenden (tanzih)-Nya tidak menghalangi imanensi(tasybih)-Nya. Wujud yang lain bersifat nisbi dan sementara, dan
keberadaannya tergantung pada Yang Mutlak.
Dihubungkan tatanan alam wujud atau ontologi sufi, yang
diungkapkan ialah tatanan alam yang ditempati oleh masing-masing
keberadaan mengikuti hirarki dari yang tertinggi ke tingkatan alam
yang lebih rendah, yaitu Alam Lahut, Alam Jabarut, Alam Malakut,
dan Alam Nasut. Jiwa manusia yang melaksakan kebajikan ruhani
dilukiskan naik setahap demi setahap dari Alam Nasut, melalui
Alam Malakut dan Alam Jabarut, menuju Alam Lahut. Alam
Jabarut dapat disamakan dengan alam hakikat, yang dengan
mencapainya seseorang akan memperoleh makrifat, pemandangan
yang luas dan mendalam tentang lautan keesaan Tuhan.
Sering perjalanan dari alam rendah ke alam realitas tertinggi itu
diumpamakan sebagai perjalanan mendaki puncak gunung, penerbangan ke tempat yang tinggi, juga penyelaman ke lubuk terdalam
lautan, atau pelayaran jauh menuju Bandar Tauhid. Untuk itu
digunakan tamsil-tamsil kosmologis seperti gunung, ombak, lautan,
perahu, burung, dan lain sebagainya.
Dalam hubungannya dengan psikologi sufi, yang diungkap ialah
keadaan-keadaan ruhani (ahwal) yang dialami seorang ahli suluk
dalam perjalanan keruhaniannya. Yang terpenting di antaranya
ialah pengalaman ekstatis (wajd), luluhnya diri jasmani (fana),
rindu (syauq), rasa yang dalam (auq), cinta (`isyq), dan lain-lain.
Dalam syair Hamzah Fansuri dan beberapa muridnya, untuk
192
195
197
puncak gunung disertai penyucian diri di telaga, yang melambangkan pencapaian makrifat.
Dalam Hikayat Isma Yatim dan Ken Tambuhan, tidak sedikit
dijumpai bait-bait syair yang mengemukakan perlunya seseorang
mempelajari ilmu makrifat dan hakikat diri. Selain itu hikayathikayat ini diresapi oleh estetika sufi dan puitika yang disarankan
para sufi. Misalnya motif penceritaanm tokoh-tokohnya. Kelahiran
seorang tokoh dalam hikayat Melayu selalu disertai gambaran tentang peristiwa alam serba dahsyat sebagai tanda campur tangan
kekuatan supernatural dalam kehidupan manusia. Pemaparan keindahan mengikuti pola estetika sufi juga terlihat dalam Hikayat
Indraputra seperti dalam petikan berikut:
Syahdan di atas bunga itu ada seekor paksi terlalu indah-indah rupanya itu,
dan di bawah pohon kayu itu adalah seekor burung terlalu elok rupanya dan
terlalu indah bunyinya dan lagi ada seekor paksi itu berserdam di atas
hamparan terlalu ajaib sekali rupanya. Maka ia pun hinggap kepada bejana
dan terperciklah narwastu itu kepada tubuh Indraputra terlalu harum baunya.
Maka Indraputra pun heran melihat yang indah-indah itu. Suahdan muka
Indraputra memandang, kemudian tidurlah ia dengan berahinya mendengar
bunyi-bunyian itu (Braginsky 1993:29-30)
201
Daftar Pustaka
Abdul Hadi W. M. 2002. Tasawuf Yang Tertindas: Kajian Hermeneutik
Terhadap Karya-karya Hamzah Fansuri. Jakarta: Paramadina.
Ali Utsman al-Hujwiri. 1982. The Kashf al-Mahjub: The Oldest Persian Treatise
on Sufism.. Translated by R. A. Nicholson. New Delhi: Taj Company.
al-Attas, Syed M. Naquib. 1970. The Mysticism of Hamzah Fansuri. Kuala
Lumpur: Universiti Malaya Press.
Brginsky, V. I. 1993. Tasawuf dan Sastra Melayu: Kajian dan Tek-teks. Jakarta:
RUL (Rijkuniversiteit Leiden).
-------. 1994. Nada-nada Islam Dalam Sastera Melayu. Kuala Lumpur: Dewan
Bahasa dan Pustaka.
Doorenbos, J. 1933. De Geschriften van Hamzah Pantsoeri. Leiden: NV VH
Betteljes & Terstra.
Drewes G. W. J. 1969. The Admonitions of Seh Bari.. The Hague: BKI
Martinus Nijhoff.
Livingston Ray. 1962. The Traditional Theory of Literature.Minneapolis:
University of Minesotta Press.
Md. Salleh Yaapar. 2002. Ziarah ke Timur. Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan
Pustaka.
Mir Valiuddin. 1977. The Quranic Sufism. Delhi-Varanasi-Patna: Motilal
Banarsidass.
-------. 1980. Contemplative Disciplines in Sufism. LondonThe Haguie: EastWest Publications.
Mohd. Shaghir Abdullah. 1991. Khazanah Karya Pusaka Asia Tenggara. Kuala
Lumpur: Khazanah Fathaniyah.
Nasr, Seyyed Hossein. 1980. Living Sufism. London-Boston-Sidney: George
Allen & Unwin Ltd.
-------. 1981. Knowledge and the Sacred. New York: The Crossroad Publishing
Company.
Nicholson, R. A. 1979. The Mystics of Islam. Lahore: Islamic Book Services.
Schimmel, Annemarie 1980. The Triumphal Sun: A Study of the Works of
Jalaluddin Rumi. London and The Hague: East-West Publications.
202
-------. 1981. Mystical Dimensions of Islam. Chapel Hill: The University of North
Caroline Press.
Sumaryono, E. 1992. Hermeneutika. Yogyakarta: Kanisius.
Teeuw, A. 1994. Hamzah Fansuri Sang Pemula Puisi Indonesia. Dalam Antara
Kelisanan dan Keberaksaraan. Jakarta: Pustaka Jaya.
Zalila Sharif & Jamilah Haji Ahmad. 1993. Kesusastraan Melayu Tradisional.
Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka.
203
Lampiran:
Gambar 01
Naskan Hikayat Isma Yatim dan Hikayat Sultan Mogul Mengajarkan Anaknya
(Cod. Or. 1693) yang diterbitkan dalam edisi facsimile (Leiden: Indonesian Linguistics
Development Project [ILDEP] in co-operation with Legatum Warnerianum in the Library
of Leiden University, 1993)
204
Gambar 02
Halaman 1 dari Naskah Hikayat Isma Yatim dan Hikayat Sultan Mogul Mengajarkan
Anaknya (Cod. Or. 1693) dalam edisi facsimile (Leiden: ILDEP - Legatum Warnerianum
in the Library of Leiden University, 1993)
205
Gambar 03
Halaman 117 dari Naskan Hikayat Isma Yatim dan Hikayat Sultan Mogul Mengajarkan
Anaknya (Cod. Or. 1693) dalam edisi facsimile; Bagian atas merupakan kolofon yang
menerangkan teks ini selesai ditulis pada hari Sabtu, 26 Zulkaidah 1234; Bagian bawah
merupakan halaman awal dari teks Hikayat Sultan Magul Mengajarkan Anaknya (Leiden:
ILDEP - Legatum Warnerianum in the Library of Leiden University, 1993)
206
Pendahuluan
Perkembangan tasawuf di wilayah Sulawesi Selatan memang tidak
dapat dilepaskan dari sosok Syaikh Ysuf al-Makassari; hal ini karena
ketokohan dan otoritas Syaikh Ysuf, baik secara intelektual maupun spiritual, memang membawa pengaruh yang sangat mendalam
bagi masyarakat di sana. Bahkan, salah satu tarekat sufi yang diajarkan dan dikembangkan oleh Syaikh Ysuf, yakni Khalwatiyah,
merupakan salah satu aspek yang cukup dominan dari Islam di Sulawesi Selatan (van Bruinessen, 1995: 285).
207
Memang, pengaruh Syaikh Ysuf di masyarakat Sulawesi Selatan adalah suatu hal yang tidak terbantahkan, namun perkembangan tarekatnya, yakni Khalwatiyah Ysuf, mungkin tidak mudah mencapai keberhasilan jika tidak ada mata rantai yang menghubungkan
antara Syaikh Ysuf dengan masyarakat Sulawesi Selatan. Hal ini
karena Syaikh Ysuf sendiri tidak pernah terjun langsung ke wilayah tersebut untuk menyebarkan tarekatnya, namun mengirim khalifahnya, yakni Abd al-Bar Tuang Rappang (w.1733) (Rahman,
1997, 44; Hamid, 2005: 136, 210). Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa sosok Abd al-Bar Tuang Rappang merupakan salah
satu faktor penting di balik keberhasilan perkembangan Tarekat
Khalwatiyah Yusuf di Sulawesi Selatan.
Meski menjadi salah satu faktor penting atas suksesnya penyebaran dan pengembangan tarekat Khalwatiyah di Sulawesi Selatan,
akan tetapi sosok Abd al-Bar Tuang Rappang dan pandangan sufistiknya nyaris tidak banyak mendapat perhatian, baik dari kalangan peminat studi sejarah sosial intelektual maupun kalangan peminat studi tasawuf Nusantara. Padahal, seperti halnya Syaikh Yusuf,
dan juga para tokoh tasawuf Nusantara sebelumnya, Abd al-Bar
Tuang Rappang juga mampu menghasilkan karya-karya intelektualnya dalam bentuk naskah-naskah tasawuf.1
Sejauh ini, belum ada penelitian yang secara khusus mengkaji
ajaran tasawuf Abd al-Bar Tuang Rappang. Meskipun telah ada
beberapa penelitian tentang tasawuf dan perkembangan tarekat Khalwatiyah di Nusantara, namun sosok Tuang Rappang hanya disinggung
sebatas dalam kedudukannya sebagai murid dan penerus Syaikh Yusuf
al-Makassari dalam mengembangkan tarekat Khalwatiyah di Sulewesi
Selatan, sementara pandangan tasawuf Tuang Rappang sendiri tidak
mendapat perhatian.2
1
Berdasarkan catatan Rahman (1997; 44), ada 3 naskah yang berhasil ditulis
oleh Tuang Rappang, yaitu Daqiq al-Asrr, ar-Rislah al-Mubrakah, dan
Bahjah at-Tanwr f Bayni Fawid al-Lugat al-lat Taharu min auq al-rif
billh.
2
Hal Ini dapat dilihat dari penelitian Abdullah (t.t.), van Bruinessen (1995),
Lubis (1996), Rahman (1997), Hamid (2005), dan Azra (2007). Semua penelitian
tersebut hanya mengulas secara ringkas sosok Tuang Rappang dalam kedudukannya sebagai murid dan khalifah Syaikh Yusuf al-Makassari.
208
Menurut Hamid (2005: 210), ia berasal dari keluarga kaya dari Rappang,
sementara menurut Rahman (1997: 45), ia berasal dari Arab.
209
210
Keseluruhan teks yang terdapat dalam bundel naskah 108 adalah sebagai
berikut: Fat ar-Ramn, Mala as-Sarir wa a-awhir, Malib as-Slikn,
Fat Kaifiyyt a-ikr, al-Barakah as-Sailniyyah, Fawih al-Ysufiyyah, Kaifiyyat an-Nafy wa al-Ibt, Tal al-Inyah wa al-Hidyah, Rislah Gyat alIkhtir wa Nihyah al-Intir, Daqiq al-Asrr, Bahjat at-Tanwr, Sirr al-As-
211
212
taan Raja Bone, Sultan Idris, dapat dipastikan bahwa teks DA ditulis pada masa Sultan Idris memegang kekuasaan di Bone, yakni
antara 1696-1714 (Hamid, 2005: 213).
Kandungan Isi Daqiq al-Asrr
Sebagi seorang guru tarekat sufi yang berpengaruh di wilayah
Sulawesi Selatan, Tuang Rappang tentunya memiliki pandanganpandangan sufistik tertentu yang ia ajarkan kepada para pengikutnya. Oleh karena itu, untuk mengungkapkan pemikiran-pemikiran
sufistik Tuang Rappang dalam teks DA, diperlukan pula pemahaman terhadap hakikat tasawuf itu sendiri dalam berbagai dimensinya.
Sebagai bentuk laku kehidupan spiritual yang multidimensi, tidak
ada satu pun rumusan yang definitif tentang tasawuf yang dapat
digunakan untuk memahami fenomena kehidupan spiritual yang dialami oleh kalangan sufi; hal karena pengalaman rohani maupun
orientasi kehidupan spiritual para sufi itu berbeda-beda dan sifatnya
personal serta subyektif. Perbedaan pengalaman maupun orientasi
tersebut dengan sendirinya membawa implikasi pada perbedaan definisi yang diberikan oleh para sufi itu sendiri tentang tasawuf.
Meskipun demikian, dari beberapa definisi tasawuf yang ada, dan
yang dirumuskan oleh kalangan sufi sendiri, menurut Mahmud (2003:
43-47), definisi yang dirumuskan oleh Abu Bakr al-Kutani cukup
merepresentasikan tasawuf sebagai jalan (arq) dan tujuan dari kehidupan sufistik yang dijalani oleh sufi, yaitu bahwa tasawuf adalah
af dan musyhadah (kebeningan dan penyaksian). Dengan demikian, berangkat dari definisi seperti ini, tasawuf merupakan jalan
dan tujuan sekaligus; jalan yang harus ditempuh adalah kebeningan
rohani, sementara tujuannya adalah penyaksian kepada Allah secara
rohani pula.
Berkaitan dengan tasawuf, baik sebagai jalan menuju Tuhan
(arq) maupun tujuannya (gyah), dalam mukaddimah teks DA
Tuang Rappang menjelaskan muatan isi risalahnya sebagai berikut:
hihi rislatun lafah wa nubatun arfah f gyat al-al-ikhtir wa nihyat al-ikhtir f bayn at-tawajjuh wa al-murqabah wa al-musyhadah wa
al-muarah, wa al-muyanah wa sammaituh bidaqiq al-asrr f taqqi
213
qawid as-sirriyyah wa bayni awli ahlillh al-rifn fi a-alti wa gairih min ab al-kasyfi wa a-auq (DA, h. 142)
(Ini risalah halus dan secuil keindahan yang sangat ringkas, berisi penjelasan
mengenai tawajjuh, murqabah, musyhadah, muarah, dan muyanah. Risalah
ini saya namakan dengan Daqaiq al-Asrar (kelembuatan rahasia) untuk menyatakan ketentuan-ketentuan yang rahasia dan untuk menjelaskan kondisi spiritual
(l) orang-orang yang makrifat di waktu salat dan di luar salat )
Hal yang menarik dari kutipan mukadimah teks di atas, kelima konsep tersebut, yakni tawajjuh, murqabah, musyhadah, muarah, dan
muyanah, dikaitkan dengan l, atau kondisi spiritual tertentu
yang dialami oleh kaum rifn dalam salat dan di luar salat. Jika
dicermati, kelima konsep tersebut merupakan sesuatu yang khas
dalam wacana tasawuf, sedangkan salat merupakan kewajiban syariat yang sangat mendasar. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa sejak awal Tuang Rappang ingin menegaskan hubungan antara
tasawuf sebagai dimensi esoterik Islam dan syariat yang merupakan dimensi eksoterik Islam sebagai dua hal yang tidak dapat dipisahkan. Oleh karena itu, dalam ulasan selanjutnya mengenai makna kelima konsep-konsep yang khas dalam dunia tasawuf seperti
itu, Tuang Rappang senantiasa mengacu kepada teks-teks yang secara syari sangat otoritatif; dalam hal ini adalah Al-Quran dan hadis.
Secara umum, penjelasan Tuang Rappang terhadap berbagai konsep tasawuf memang sangat ringkas, namun, jika dicermati, berbagai konsep tasawuf yang disampaikan oleh Tuang Rappang itu
sudah menggambarkan dua dimensi dari tasawuf, yakni tasawuf sebagai jalan dan sebagai tujuan. Dimensi jalan sufi terletak pada
konsep tawajjuh dan murqabah, sedangkan dimensi tujuan terletak
pada konsep musyhadah, muarah, dan muyanah.
Tawajjuh dan Murqabah
Berkaitan dengan jalan yang harus ditempuh oleh pelaku kehidupan sufistik, Tuang Rappang menegaskan bahwa manusia harus
meyakini bahwa ke mana pun ia menghadapkan wajahnya, maka di
situlah Allah ada. Dan karena itu, baik posisi orang itu jauh atau
pun dekat dengan Allah, sebenarnya ia terus berhadapan dengan
Allah. Berkenaan dengan tawajjuh ini Tuang Rappang mengatakan:
214
qla azza wa jalla faainam tuwall faamma wajhullh wa tataqidu min qaulihi tal innahu maujdun hunka wa sawun almutawajjihu qarbatun ilahi au badatan anhu (DA, h. 143) (Allah
azza wa jalla berfirman: ke mana pun engkau menghadap, maka di
sana ada wajah Allah. Dari firman Allah tersebut yakinlah bahwa
Dia ada di mana pun, baik orang yang bertawajjuh itu dekat maupun jauh dengan-Nya).
Sebagai salah satu metode praktis menuju Allah, bagaimana
gambaran arah atau kiblat tawajjuh menurut Tuang Rappang? Dalam
konteks ini Tuang Rappang menjelaskan bahwa sepertinya halnya
salat, tawajjuh juga mempunyai kiblat. Sebagaimana dimaklumi,
secara syari salat disyaratkan untuk menghadap kiblat berupa arah
yang sifatnya fisikal. Tanpa menghadap kiblat, jelas status hukum
salat menjadi tidak sah. Terkait dengan kiblat tawajuh, Tuang Rappang
menjelaskan:
wa amm qiblat at-tawajjuh fahuwa as-sirr wa hiya al-muabbar anh bilqalbi a-anbar al-muqbili lil-qalbi al-aqq al-musyri ilahi f ad qalb
al-mumin arsyullah wa f ad al-quds minallhi tal qla inna lil-insni
qalban wa f al-qalbi sirran wa fi as-sirri an falih as-sirri qalllhu
tal f al-ad al-quds l yasaun ar wa l sam wa lkin yasaun f
qalbi abd al-mumin at-taq an-naq wa gairu lika min al-ad al-quds
wa hiya qiblatu kh al-akha (DA, h. 154)
(adapun kiblat tawajjuh itu adalah sirr; ia diungkapkan dengan hati sanubari
yang berhadapan dengan hati yang hakiki sebagamana disyaratkan dalam
Hadis: hati orang beriman adalah arsy Allah, dan dalam Hadiz Qudsi dari
Allah taala, Allah berfirman: sesungguhnya menusia memiliki hati; dalam hati
itu terdapat sirr; dan di dalam sirr itu ada Aku. Berkenaan dengan sirr ini
Allah berfirman dalam Hadis Qudsi: bumi dan langit-Ku tidak dapat memuat
diri-Ku; namun hati orang beriman yang bertaqwa dan suci-lah yang dapat
memuat diri-Ku, serta Hadis Qudsi yang lain. Sirr merupakan kiblatnya orang
yang sangat khusus).
terletak dalam hati manusia seperti halnya ruh yang terletak di badan. Sirr merupakan tempat penyaksian (maallu al-musyhadah);
r merupakan tempat cinta (maallu al-maabbah); dan qalb (hati)
merupakan tempat pengetahuan (maallu al-marifah).
Bertolak dari fungsi spiritual sirr di atas, dapat dikatakakan bahwa
tawajjuh dalam konsepsi Tuang Rappang tidak semata-mata merupakan merode praktis dalam proses perjalanan sufistik menuju Tuhan,
namun terkait juga dengan ujung perjalanan sufistik itu sendiri; dan
hal ini tidak lain adalah musyhadah atau penyaksian terhadap
Allah. Selain itu, melihat fungsi spiritual yang dimiliki oleh sirr tersebut, dan dalam kaitannya dengan kedudukan sirr itu sebagai kiblat tawajjuh tempat di mana seorang menghadapkan arah perjalanan
sufistiknya, dapat dipahami jika Tuang Rappang menempatkan sirr
sebagai kiblatnya kalangan yang menempati strata spiritual yang
tinggi, yang dalam istilahnya Tuang Rappang disebut sebagai kelompok kh al-kha.
Dalam pada itu, kiblat tawajjuh yang berupa sirr di atas dengan
sendirinya juga memperlihatkan siginifikansinya tersendiri terkait
dengan esensi perjalanan sufistik menuju Allah. Hal ini terlihat dari
argumen Tuang Rappang ketika menjelaskan alasan kenapa kiblat
tawajjuh itu adalah sirr, bukan yang lain. Dari Hadis Qudsi yang
dikutip oleh Tuang Rappang, yakni wa f ad al-quds minallhi
tal qla inna lil-insni qalban wa f al-qalbi sirran wa fi as-sirri
an, tampak terlihat bahwa alasan Tuang Rappang menempatkan
sirr sebagai kiblat tawajjuh adalah karena di dalam sirr itu Allah
berada.
Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa jika sirr itu adalah
tempat Allah, dan sirr itu terdapat dalam hati, sementara hati itu
sendiri terdapat dalam diri manusia, maka perjalanan spiritual menuju Allah yang mesti ditempuh oleh pelakunya bukanlah perjalanan ke luar, dalam arti perjalanan dari satu tempat menuju ke tempat yang lain layaknya perjalanan fisik, akan tetapi ia merupakan
perjalanan ke dalam. Dalam konteks ini, ia merupakan proses
perjalanan menuju ke kedalaman diri manusia sendiri, ke dalam
hatinya, dan ke dalam sirr-nya; karena di sanalah manusia menemukan Tuhannya.
216
Jab adalah kondisi dimana seorang seseorang ditarik secara spiritual untuk
didekatkan ke Allah tanpa melalui proses usaha yang keras dalam melintasi tahapan-tahapan spiritual (al-Gamisykhawani, t.t. 99).
218
dan tajjal Allah, maka yang tampak nyata adalah Allah, bukan alam;
dan dalam kondisi seperti ini alam justru tersembunyi dalam Allah.
Penting untuk perhatikan, tersembunyinya alam dalam Allah, atau
penampakan Allah secara nyata, bukan atas dasar penglihatan inderawi, melainkan atas dasar penyaksian mata batin (ain al-barah).
Oleh karena itu, Tuang Rappang menjelaskan: fai syahidta lahu
maujdan fil-asyyi min ain al-barah rat al-asyyu binan fillhi
f ain al-barah kam taqaddama (DA, h. 156) (Jika engkau berdasarkan penglihatan mata hati menyaksikan-Nya ada di sesuatu,
maka, sebagaimana yang sudah dijelaskan, berdasarkan penglihatan
mata hati pula sesuatu itu tersembunyi di dalam Allah).
Meskipun Tuang Rappang menegaskan bahwa dalam keadaan
musyhadah Allah tampak ada di sesuatu, akan tetapi itu tidak berarti ada penyatuan dan pemisahan antara wujud Tuhan dan wujud
alam. Hal ini karena pada hakikatnya penyatuan dan perpisahan
hanya terjadi pada dua wujud; padahal yang wujud hanya satu, yakni wujud Allah, sementara wujud alam pada hakikatnya tidak ada,
meskipun tampak banyak dan berbilang. Berkenaan dengan hal ini,
Tuang Rappang menyatakan:
l yattailu bainallhi wa bain al-abdi wa l yanfailu liann al-ittil wa
al-infil l budda lahum min wujdaini wa al-wujd widun l taadduda
wa l takaura wa wujdu al-lam l tuaddu wujdan wa in takaara wa
taaddada (DA, h. 1556-157)
(Antara Allah dan hamba tidak bersatu dan tidak berpisah. Sebab, persatuan
dan perpisahan tidak bisa tidak harus dari dua wujud. Wujud itu satu, tidak
menjadi banyak dan tidak pula menjadi berbilang. Wujud alam tidak
diangggap sebagai wujud, meskipun banyak dan berbilang).
Untuk pandangan ontologis Syaikh Yusuf al-Makassari, lihat M. Adib Misbachul Islam (2005: 50-67).
221
yang mengarah pada klaim penyatuan antara Tuhan dan alam seperti
itu dengan sendirinya tidak dapat dikatagorikan sebagai paham ull.7
Hal ini karena paham ull tetap mengakui adanya dua wujud yang
sama-sama otonom, yakni wujud Tuhan dan wujud alam.
Di samping itu, pandangan ontologis Tuang Rappang mengenai
hubungan Tuhan dan alam yang didasarkan atas pengalaman musyhadah di atas juga perkuat dengan pemaparan Tuang Rappang berikutnya
mengenai pengalaman spiritual yang terkait dengan musyhadah,
yaitu muarah dan muyanah. Dalam pandangan Tuang Rappang,
muarah adalah aar al-qalbi f aratillah azza wa jall f syuhdihi wa wujdnihi biraf i as-sutri wa laisa bainahu wa bainallhi
ijb (DA, h. 144) (kehadiran hati di haribaaan Allah azza wa jall
dalam penyaksian dan instuisinya dengan tersingkapnya tirai penghalang; dan di antara hati dan Allah tidak ada tabir lagi), sedangkan
muyanah adalah fanaul abdi tihi wa ifatihi wa filihi wa jami awlihi lisyiddati uhrihi tal wa galabat at-tajalliyah
lahu. (DA, h. 144) (sirnanya hamba; zat, sifat, perbuatan, dan semua keadaannya karena kuatnya penampakan dan tajjal Allah taala
kepadanya.
Jika muarah adalah kehadiran hati dalam kondisi syuhd
tanpa ada tabir penghalang lagi antara hati dan Allah, sementara mu
yanah adalah kondisi fan di mana diri, sifat dan seluruh keadaan seorang sufi sirna akibat tajjal Allah yang memenuhi hati
seorang sufi, sehingga yang ada hanyalah Allah, maka tidaklah
aneh jika dalam kondisi demikian muncul penyaksian bahwa yang
ada dan yang tampak hanyalah Allah, sementara selain Allah, yakni
alam, tersembunyi atau bahkan tidak ada.
Bertolak dari pengertian muarah dan muyanah di atas,
tampak bahwa kedua pengalaman spiritual tersebut merupakan sisi
lain dari pengalaman musyhadah yang dialami oleh penempuh jalan sufi yang mendapat pencerahan rohani. Dengan demikian, pandangan Tuang Rappang mengenai hubungan Tuhan dan alam yang
sekilas tampak identik itu dengan sendirinya harus ditempatkan dalam
7
ull berarti bersatunya sesuatu dengan sesuatu yang lain sehingga jika
menunjuk kepada salah satu dari keduanya berarti juga menunjuk kepada yang
lain (al-Jurjn, 1969: 98).
222
kerangka pengalaman spiritual sufistik yang jauh dari muatan filsafah panteistik.
Penutup
Daqiq al-Asrr (DA) merupakan salah satu karya sufistik
yang ditulis oleh Abd al-Bar Tuang Rappang, khalifah utama
Syaikh Ysuf al-Makassari yang memainkan peran penting dalam
penyebaran dan perkembangan tarekat Khalwatiyah di Sulawesi Selatan, namun pandangan tasawufnya sendiri tidak banyak mendapat
perhatian. Setidak-tidaknya, keberadaan naskah tersebut merupakan
salah satu bukti yang dapat menunjukkan kapasitas intelektual dan
spiritual yang dimiliki Tuang rappang, sekaligus kedalaman pandangan sufistiknya. Meskipun secara fisik tampak sederhana, teks
DA tersebut cukup menggambarkan ajaran tasawuf, baik dalam
dimensinya sebagai jalan maupun sebagai tujuan dari kehidupan
spiritual yang dijalani oleh para pelaku kehidupan tasawuf.
Dalam konteks tasawuf sebagai jalan spiritual, dalam teks DA
Tuang Rappang memberikan formula praktis yang mesti diterapkan
oleh para penempuh jalan sufi dalam proses perjalanan sufistiknya;
dalam hal ini adalah tawajjuh dan murqabah. Dalam pandangan
Tuang Rappang, kedua formula tersebut merupakan implementasi
dari doktrin Islam yang bersumber dari Al-Quran dan sunah. Selain itu, menurut Tuang Rappang, penerapan kedua metode tersebut
dapat mengantarkan sufi pada kondisi spiritual tertentu yang merupakan puncak perjalanan sufistik, yakni penyaksian kepada Allah
secara rohani (musyhadah), sehingga yang tampak dan yang ada
hanyalah Allah, sementara alam tidak ada.
Penting untuk perhatikan, dalam teks DA konsepsi tentang wujud tersebut didahului oleh pengalaman spiritual (tajribah riyyah); dengan
demikian dapat disimpulkan bahwa dalam sufisme Tuang Rappang, dasar dari pandangan yang menyatakan hanya ada satu wujud adalah
pengalaman spiritual, bukan pengalaman inderawi dan bukan pula
penalaran akal.*
223
Daftar Pustaka
224
Lampiran:
Gambar 01
Bagian awal dari teks Daqiq al-Asrr, h. 142-143
225
Gambar 02
Halaman 154-155 dari teks Daqiq al-Asrr
226
Gambar 03
Halaman 156-157 dari teks Daqiq al-Asrr
227
Gambar 04
Bagian terakhir dari teks Daqiq al-Asrr, h. 166-167
228
Pendahuluan
Studi Islam terkini di Indonesia mengalami perkembangan yang
cukup dinamis di tengah kebebasan akademik yang semakin nyata.
Dinamika studi Islam pada tingkat wacana sudah cukup menggembirakan mulai dari yang ekstrem kanan yang sering diklaim sebagai kelompok radikal-fundamentalis, hingga yang ekstrem kiri
1
Tulisan ini semula adalah makalah yang dipresentasikan pada Diklat Penelitian Naskah Keagamaan, Pusdiklat Tenaga Teknis Keagamaan, Badan Litbang
dan Diklat, Departemen Agama RI, Jakarta, yang diselenggarakan pada tanggal 1
Nopember s.d. 6 Desember 2007.
229
230
231
232
7
Selengkapnya lihat, T.E. Behrend (ed.), Katalog Induk Naskah-naskah Nusantara Jilid 4, Perpustakaan Nasional Republik Indonesia, (Jakarta: Yayasan
Obor Indonesia, 1998), h. 95.
233
Bagian yang secara ekplisit menunjukkan bahwa substansi cerita yang terdapat dalam naskah ini adalah dalam mimpi misalnya
dapat dicermati dalam kutipan berikut:
Maka hamba pun mengantuk, lalu tidur. Maka hamba pun di dalam tidur
hamba itu, maka Rasulullah saw. duduk selama tengah masjid dengan.9
Ini artinya bahwa bukan sembarang orang bisa mengalami pengalaman spiritual istimewa seperti Abdurrahman. Tak sekadar mimpi,
tapi mimpi yang di dalamnya sarat dengan nilai-nilai petuah dalam
berinteraksi imaginer dengan empat sahabat Nabi hingga dengan
Nabi yang sebenarnya masing-masing sudah dalam ruang yang berbeda. Hanya orang-orang kh (khusus) yang mampu berdialog
dengan Nabi dan sahabat-sahabatnya. Salah satunya adalah apa
yang dialami oleh Abdurrahman.
Apa yang dialami oleh Abdurrahman bukanlah sebuah kebetulan
yang tanpa ikhtiar sama sekali. Tapi ketulusan jejak pengabdiannya
sudah tidak diragukan lagi sebagai sebagai pemangku masjid Nabi,
sebuah tempat suci wahana penegak syiar Islam kala itu. Bahkan
proses pengabdian ini sudah turun-termurun dilakukan juga oleh
generasi leluhur Abdurrahman. Abdurrahman tak pernah merasa
bosan melakukan semua itu, bahkan setiap malamnya dipenuhi
dengan proses perenungan diri (musabah) dan olah spiritual
mulai dengan memperbanyak membaca membaca tasbih, pujian
kepada Nabi dan malaikat, membaca salawat, dan salat malam
hingga akhirnya Subuh datang menjelang. Seusai salat Subuh,
Abdurrahman tak henti-hentinya melantunkan doa-doa kepada Allah
dan permohonannya kepada Nabi yang tiada henti agar beliau
234
11
236
13
237
238
18
239
pada segala yang durhaka kepada Allah swt. 19 Tidak disebutkan secara jelas yang dimaksud setan di sini, tetapi dengan mencermati teks tersebut, setan tampak bukan sekadar wujud eksistensial sebagai bagian dari makhluk Allah, tetapi ia juga merupakan simbol dari kejahatan, kemungkaran dan segala hal yang
berlawanan pada risalah. Dengan perspektif kedua, berarti setan
datangnya bisa dari berbagai sumber, bisa dari jin maupun manuisa (alla yuwaswisu f udrinns, min al-jinnati wa al-ns).
Maka dengan pengertian ini sebab kedua dekadensi moral adalah tak lepas dari lingkungan baik dalam ruang fisik maupun
ruang sosial. Maka setiap manusia harus ekstra hati-hati dalam
memilih lingkungan (habitus) karena hal ini akan mengkonstruk
perilaku individu sebagai beradab atau justru tak beradab.
Ketiga, banyak manusia yang sudah tidak ingat bahwa nantinya semua yang di dunia ini akan sirna dan manusia akan mati
dan akan ada pertanggungjawaban. Maka mestinya, fenomena
kematian harus dijadikan sebagai nasehat bagai setiat manusia.
3. Kausalitas dan Visualisasi Fisik
Di dalam teks ini juga menyebutkan penegasan bahwa segala apa yang dilakukan oleh manusia akan membawa akibat yang
sangat beragaman baik akibat langsung yang diterima di dunia ini
maupun akibat yang akan diterimanya nanti di hari pembalasan setelah hari kiamat datang. Secara sederhana dapat peneliti gambarkan sebagai berikut:
No.
19
1.
2.
Ibid.
240
Jenis Perilaku
(sebab)
Akibat di Dunia
Akan dibinasakan oleh
Allah dengan senjata tajam
(dengan cara yang
mengerikan; maka muncul
virus HIV/AIDS, bencana
alam, dan lainnya
Banyak huru-hara dan
diserahkan kepada
pimpinan yang zalim; Tak
menemukan pemimpin
Visualisasi di
Hari
Kebangkitan
Bermuka singa
Tidak dijelaskan
4.
Bermain-main ayam
dan merpati hitam
(sabung ayam,
perjudian)
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
Mengabaikan Firman
Allah dan risalah Nabi
Kerjanya hanya makan,
tidur dan mau
zikir/mengingat Allah
Membunuh orang dan
menikan dari belakang
Tak menghargai tamu
dan mangabaikannya
Suka mengumpat,
mencela dan
Tidak dijelaskan
Tidak dijelaskan
Tidak dijelaskan
Tidak dijelaskan
Tidak dijelaskan
Tidak dijelaskan
Tidak dijelaskan
Tidak dijelaskan
Tidak dijelaskan
Tidak dijelaskan
Tidak dijelaskan
Tidak dijelaskan
Tidak dijelaskan
Bermuka hitam
bagai arang
Mulutnya penuh
darah dan nanah
Tidak dijelaskan
241
15.
16.
17.
menggosipkan
kejelekan orang lain
Tak mau mengambil
wudlu untuk salat
Tak mau jalan ke
masjid
Orang yang rajin
melaksanakan ibadah
salat dibarengi berbuat
baik kepada sesama,
dan meninggalkan
perbuatan jahat
Tangannya hilang
terpotong
Kakinya hilang
terpotong
Mukanya
bercahaya bagai
bulan purnama
Penegasan ini sebenarnya bentuk dari penyadaran bagi manusia bahwa gerak-gerik manusia akan selelu termonitor oleh
bagian pengawas yang maha teliti, yaitu malaikat Kirman Ktibn sehingga segalanya tak akan sedikitpun yang terlewat dari
pengawasannya. Maka, manusia hendaklah waspada dan selalu
mengontrol segala perbuatan selama di dunia. Pesan terpenting
dari adanya segala catatan baik dan buruk bagi amal manusia
20
242
adalah suatu pertanggungjawaban di hadapan Allah sebagai sebuah keniscayaan yang tidak bisa di tawar-tawar alias mutlak.
5. Gambaran Hari Kiamat dan Kebangkitan Umat
Salah satu bentuk penguatan atas peringatan yang sungguhsungguh atas umat manusia, teks Waiat Nabi ini juga menggambarkan betapa dahsyatnya hari kiamat di mana manusia begitu bingung menghadapinya. Hari kiamat dan hari kebangkitan
umat digambarkan sebagai momen berakhirnya alam semesta
dengan tahapan sebagai berikut: pertama, ketika saatnya tiba,
atas perintah Allah swt. Israfil meniup sangkakala sebanyak tiga
kali. Tiupan sangkala ini luar biasa dahsyatnya, apalagi dideskripsikan dalam teks tersebut karena saking kerasnya, perjalanan suara kedengaran hingga tiga ribu tahun lamanya. Tiupan
pertama dinamakan nafatu al-firr, yaitu mematikan semua
makhluk isi bumi dan langit seisinya. Kedua, segera setelah itu
terbitlah matahari dan api dari bumi yang di dalamnya terdapat
juga telaga dengan air yang melimpah. Namun air tersebut akhirnya kering terserap oleh panasnya matahari yang dahsyat.
Ketiga, Israfil meniup sangkakala kedua yang namanya nafatu
al-bai, yaitu sebagai tanda dibangunkannya umat manusia dari
alam kubur. Maka manusia pun bangkit dengan serempak bagai
biji-bijian yang sedang tumbuh. Keempat, Israfil meniup sangkakala ketiga, terbukalah sebuah bundaran besar, lalu manusia
keluar darinya dan berkumpul di suatu padang mahsyar yang
terbentang luas. Kelima, pada momentum inilah manusia sudah
mulai menampakkan dirinya sesuai amal ibadahnya dengan visualisasi yang sangat beragam. Keenam, pada momentum inilah semua manusia akan diadili dengan pengadilan yang Mahaadil.
6. Tobat: Reformasi Diri
Reformasi diri dalam konteks ini merupakan wujud dari aktualisasi diri untuk bertobat, yaitu sebuah kemauan untuk melakukan pembentukan karakter/moral yang baru yang lebih bermartabat, dengan meninggalkan pola-pola lama yang sudah dianggap bertolak belakang dengan tuntunan Islam atau dalam bahasa agama sering disebut dengan taubatan naua.
243
Richard Harker, Cheelen Mahar, Chris Wilkes (ed), Pengantar Paling Komprehensif Kepada Pemikiran Pierre Bourdieu, (Yogyakarta: Jalasutra, 2004), h. 8-7.
22
Bourdieu mengembangkan apa yang disebut dengan tindakan bermakna.
Menurutnya tindakan manusia terkait dengan perilaku orang lain dalam suatu
struktur tertentu. Maka untuk memahami tindakan manusia juga harus memperhatikan dimensi simbolis yang darinya bisa membantu dalam memahami mekanisme dominasi-dominasi antara yang dikuasiai dan yang menguasai. Lihat, Haryatmoko, Menyingkap Kepalsuan Budaya Penguasa, dalam Basis No.11-12 ke52, November-Desember 2003, h. 8-9.
245
vidu atau kelompok sosial harus dianalisis sebagai hasil interaksi habitus dan modal sosial, budaya dan simbolik dalam sebuah ranah sosial. 23 Maka dengan persepektif tersebut cukup beralasan akan mampu menggugah bagi pembaca yang menggunakan
hati dan pikiran jernih bagi terjadinya reformasi diri menuju tatanan sosial yang lebih beradab.
Penutup
Naskah Waiat Nabi secara tegas menggugah kepada umat manusia bahwa dalam menjalani hidupnya ternyata banyak manusia
yang lalai akan jati dirinya sebagai hamba dan khalifah Allah yang
seharusnya membawa misi penyempurnaan akhlak (liutammima
makrima al-akhlq) dan penebar rahmat bagi segenap alam semesta (ramatan li al-lamn). Namun yang terjadi adalah sendi-sendi
moral malah diruntuhkan hingga pada titik yang paling rendah mulai dari isu minuman keras, perselingkuhan, perzinaan, perjudian,
hingga kelalaian manusia tak peduli pada dunia pendidikan. Wasiat
ini juga menegaskan pentingnya segera mereformasi diri (tobat),
karena segala yang dilakukan umat manusia akan memiliki dampak
bagi dirinya sendiri kelak.
Kajian terhadap naskah Waiat Nabi dengan filologis ini telah
memberikan alternatif cara pandang dunia eskatologi dengan berbasis pada naskah (manuskrip). Ketika dunia Islam selama ini lebih
mengedepankan pada teks-teks suci yang bersifat normatif doktriner, maka naskah Waiat Nabi telah memperkaya khazanah ilmu
keislaman terutama dalam memaknai dan memahami misteri dunia setelah mati dan sekaligus memberikan gambaran betapa budaya bangsa ini begitu memprihatinkan sehingga perlu tawaran
strategi kebudayaan baru untuk mengatasinya.*
23
246
Daftar Pustaka
Azra, Azyumardi, Konteks Berteologi di Indonesia, Pengalaman Islam (Bandung, Mizan, 1999).
Behrend, T.E., Katalog Induk Naskah-naskah Nusantara Jilid 4, Perpustakaan
Nasional Republik Indonesia, (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 1998).
Hanafi, Hasan, Oksidentalisme, (Paramadina: Jakarta: LKiS. 1999).
Harker, Richard, Cheelen Mahar, Chris Wilkes (ed), Pengantar Paling Komprehensif Kepada Pemikiran Pierre Bourdieu, (Yogyakarta: Jalasutra, 2004).
Haryatmoko, Menyingkap Kepalsuan Budaya Penguasa, dalam Basis No.11-12
ke-52, November-Desember 2003.
Ikram, Akhadiati, Prof., Dr., Filologi Nusantara, (Jakarta: Pusataka Jaya, 1997).
Nasr, Seyyed Hossein, The Philosophia Perennis and The Study of Religion,
dalam Frank Whalling (ed), The worlds Religious Tradition, Current
Perspective in Religious Studies, Essay in Honour of Wilfred Cantwell Smith
(Edinburg: T&T Clark LTD, 1984).
Nata, Abuddin, Peta Keragaman Pemikiran Islam di Indonesia, (Jakarta;
RajaGrafindo, 2001).
Pierre Bourdieu, Outline of a Theory of Practice, (Cambridge: Cambridge
University Press, 1972).
Pujiastuti, Titik, Naskah dan Studi Naskah, (Bogor: Akademia, 2006).
Sedyowati, Edi, dkk (ed.), Sastra Jawa; Suatu Tianjuan Umum, (Jakarta: Balai
Pustaka, 2001).
247
Lampiran:
Gambar 01
Bagian Awal naskah Wasiat Nabi (BR. 26 Koleksi PNRI)
248
Gambar 02
Bagian kedua naskah Wasiat Nabi (BR. 26 Koleksi PNRI)
249
250
Pendahuluan
Naskah klasik keagamaan Nusantara merupakan khazanah intelektual dan warisan budaya bangsa yang sangat berharga. Oleh karena
itu, upaya pelestarian, konservasi serta penggalian akan kandungan
materi dan nilai-nilai yang dimilikinya merupakan sesuatu yang
1
Tulisan ini merupakan revisi dari Makalah penulis yang disajikan dalam
Diklat Penelitian Naskah Keagamaan yang diselenggarakan oleh Pusdiklat
Tenaga Teknis Keagamaan, Badan Litbang dan Diklat, Departemen Agama RI,
Jakarta, tanggal 1 Nopember 6 Desember 2007.
251
252
253
Menurut Syed Muhammad Naquib al-Attas, pernyataan-pernyataan prinsip teologi dan pengajaran sufi di masa awal pertumbuhan
dan perkembangan Islam di Nusantara menjadi faktor yang amat
dominan karena kesadaran yang begitu mendalam dari umat Islam
umumnya. Bahkan sampai berpengaruh terhadap proses perkembangan kesastraan sehingga menghasilkan karya-karya sastra yang
mempunyai nilai-nilai keagamaan didaktis, belletristic, dan sejarah.
Bahasa Melayu menjadi bahasa yang paling banyak digunakan
sehingga mempunyai fungsi sebagai Lingua Franca yang disebarkan melalui perdagangan dan kegiatan keagamaan Islam. Karena
itulah, di beberapa daerah di Nusantara banyak terdapat hikayat
yang ditulis dalam bahasa Melayu berhuruf Jawi.7
Dalam karya sastra berupa hikayat itu sastrawan beriman biasanya menampilkan watak seorang pemimpin Islam yang berjuang
membela rakyat miskin, melawan penindasan, menegakkan demokrasi, mewujudkan kemakmuran yang merata dan membangun
lembaga pendidikan untuk mencerdaskan bangsa, dan sebaginya.
Contoh naskah-naskah yang termasuk sastra kitab antara lain;
Hikayat Lukmn al-Hakim, Hikayat Seribu Masalah, Taj as-Salatin,
Hikayat Bayan Budiman, Hikayat Nabi Bercukur, Hikayat Ali
Hanafiyah, Hikayat Dzulkarnaein, dan masih banyak lagi yang
lainnya. Muncul dan berkembangnya seni sastra Islami, menurut
Abdul Hadi WM, karena didorong oleh semangat puitik dan estetik
Al-Qur'an. Sastrawan dan para ulama umumnya berperan dalam
menyebarkan Islamyang antara lain dengan cara menulis dan
menyebarluaskan kisah-kisah Nabi, para sahabat, para wali, dan
pahlawan Islam terkemuka. Dalam hal ini sastrawan mengambil
posisi terdepan dalam metransformasikan simbol-simbol Al-Qur'an
dan sejarah Islam menjadi simbol budaya masyarakat muslim
sejagat.8
Khusus untuk naskah Hikayat Lukmn al-Hakm, berdasarkan
isinya, naskah ini memiliki banyak hal yang menarik sehingga
penulis merasa perlu untuk mengangkatnya menjadi obyek kajian
penelitian. Hal-hal menarik tersebut antara lain, karena naskah ini
sarat dengan kandungan hikmah, wasiat dan nasihat yang patut
7
8
254
255
256
Ibid., h. 15
S.O. Robson, Prinsip-Prinsip Filologi Indonesia, (Jakarta: RUL, 1994), h.
12-14.
257
258
diberikan oleh Lukmn al-Hakm kepada anak-anaknya, sebagaimana juga yang terkandung dalam teks naskah Hikayat (Wasiat)
Lukmn al-Hakm. Pada bagian akhir naskah ini juga dicantumkan
pertanyaan-pertanyaan yang berkaitan dengan 'akal yang dinukil
dari Kitab Sultan al-'Arifin. Demikian deskripsi naskah Pengajaran
Lukman al-Hakim sebagaimana yang ditulis Van Ronkel, 1921,
halaman 31-32, no 74.17
Karena berbagai keterbatasan, dan terlebih karena fokus
kajiannya adalan telaah atas isinya, penulis tidak dapat melakukan
perbandingan naskah, dan memperlakukan naskah HLH nomor W
125 koleksi PNRI ini sebagai naskah tunggal.
Deskripsi Naskah
Naskah Hikayat Lukmn al-Hakim yang dikaji dalam tulisan ini
adalah naskah yang tersimpan di Perpustakaan Nasional Republik
Indonesia dengan nomor naskah W. 125. Infomasi mengenai
naskah ini terdapat dalam Katalog Induk Naskah-Naskah Nusantara Jilid 4: Perpustakaan Nasional RI.
Naskah ini berukuran 34 x 21 cm dengan teks berukuran 27,5 x
15 cm. Teksnya ditulis dengan tinta berwarna hitam dalam aksara
Jawi. Tebal naskah 10 halaman, dan satu halaman judul, dengan
jumlah baris tiap halaman 21 baris. Teks disusun dalam bentuk
prosa dalam bahasa Melayu. Angka yang digunakan untuk menulis
nomor halaman (diterakan pada sudut kanan atas) dengan angka
Arab tulisan pensil.
Ciri lain dari naskah ini adalah setiap ganti paragraf atau pokok
bahasan selalu diawali kata fasal, bermula, al-hikmah, bahwa
sekarang, al-hikmah empat perkara, sebagai tanda awal pembahasan atau menunjukkan pentingnya isi paragraf tersebut. Sebagai
tanda pembedanya ditulis dengan tinta merah (rubrikasi). Selain itu
untuk menunjukkan kesinambungan teks, di akhir halaman (di
margin bawah) terkadang ditulis kata alihan (catch word) untuk
halaman berikutnya (khusus di halaman 3 dan 7).
17
Teuku Iskandar, Catalog of Malay, Minangkabau and South Sumatan
Manuscripts in the Netherlands Volume-1, (Leiden: Universiteit Leiden Faculteit
der Godgeleerdheid, Documentatie bureau Islam Christendom, 1999), h. 645.
259
Edward Heaword, MA, Watermarks, Maily of the 17th and 18th Centuries,
Hilversum, 1950, h. 134 dan 400.
18
260
262
b. Kurangi tidur, dan sebaliknya biasakan terjaga dalam kebaktian/ketaatan, karena dengan terbiasa terjaga akan menambah ingat dan makrifat serta kebaktian (ketaatan/kesalehan).
c. Jika terpaksa harus tidur setelah terjaga, maka tidurlah dalam ketaatan (tidur tapi tetap terjaga), dan itu nilainya lebih
besar dari pada orang yang salat tapi bukan karena ketaatan/
kebaktian dalam keterjagaan.
d. Cara memperoleh ilmu dan hikmatsebagaimana dipraktikkan oleh Lukman al-Hakimitu dengan tiga cara, yaitu:
1) Dari kebenaran kelakuan, kebenaran perkataan, dan kebenaran perbuatan; 2) Diam dengan kira-kira (maksudnya
dengan perenungan); 3) Menjauhkan diri dari orang jahat.
e. Lukman al-Hakim belajar adab atau akhlak dari orang yang
tidak beradab atau tidak berakhlak. Caranya antara lain,
Lukman duduk dalam sebuah perkumpulan orang banyak, lalu
ada seseorang yang berbicara dengan tidak sopan. Kejadian
ini lalu dibicarakan orang, dicela, dibenci, dan dicerca. Itu
menunjukkan bahwa semua orang tidak setuju dengan prilaku tidak beradab atau tidak sopan tersebut. Dari situlah
Lukman memahami pentingnya akhlak.
Adapun ilmu-ilmu hikmat yang dijelaskan dalam naskah ini
antara lain:
1. Empat perkara yang berkehendak kepada empat perkara yang
lain, adalah:
a. Bersahabat dengan berkasih-kasihan;
b. Bersahabat dengan amal;
c. Pengetahuan mengobati segala penyakit dengan dicoba;
d. Kebesaran dunia dan akherat dengan adab dan sopan kepada
sesama manusia dan terhadap Allah swt.
2. Empat perkara yang menghilangkan empat perkara yang ada,
yaitu:
a. Tidak bersyukur menghilangkan nikmat;
b. Malas mengerjakan salat lima waktu menghilangkan kekuasaan dunia-akherat;
c. Aniaya menghilangkan kerajaan dan kekuasaan sultan;
d. Dengki dan sombong akan menghilangkan kasih dalam hati
manusia.
263
a.
b.
c.
d.
27. Empat perkara yang menambah kuat tubuh manusia, yaitu: makan daging, memakai pakaian yang halus, memakai wewangian,
mandi tiga kali sehari.
28. Empat perkara yang memperlemah tubuh manusia, yaitu: Banyak
jima', percintaan atau banyak kesal dalam hati, membiasakan
minum dahulu sebelum makan nasi, roti atau makanan lainnya,
banyak memakan makanan yang masam.
29. Empat hal yang mengurangi kuatnya syahwat, yaitu: berkendaraan kuda yang nakal, jima' dengan berdiri atau terlentang,
jima' tatkala syahwatnya belum mencapai puncak, jima' tatkala
makan daging kambing.
30. Empat perkara yang menambah kekuatan syahwat, yaitu: makan
daging ayam atau kambing atau telur ayam, minum susu kambing, membiasakan menggosok minyak pada tubuh di malam
hari, membiasakan mandi pagi hari.
31. Empat perkara yang mengurangi cahaya mata, yaitu: memandikan mayit, sangat memandangi farj/kemaluan perempuan,
memandang ke arah maghrib dan ada kilat, tertlalu sangat memandang ke masyriq tatkala membuang hajat di sungai atau
ketika jima' atau ketika mandi tidak memakai basahan.
32. Empat perkara yang menambahi cahaya mata, yaitu: Duduk
menghadap kiblat, hendaknya terjaga tiap malam (bangun malam),
memandang air yang mengalir, dan memandang tumbuh-tumbuhan kayu yang hijau.
33. Empat perkara yang dirindukan neraka, yaitu: raja yang mengambil hak rakyatnya dan menghukum rakyatnya dengan sombong,
raja yang melupakan kepentingan negeri dan rakyatnya, orang
yang berbuat fitnah sana-sini, orang yang lupa diri dan lupa
mati sehingga lupa bertobat.
Komentar atas Isi Naskah
Jika dipehatikan pokok-pokok isi naskah HLH seperti diuraikan
di atas, tampaknya tidak semua isi naskah tersebut berasal dari
nasihat Lukmn al-Hakm. Demikian pula jika dibandingkan dengan kisah tentang Lukmn al-Hakm di dalam Al-Quran, beberapa
isi naskah tersebut tidak ditemukan. Penulis memperkirakan bahwa
isi naskah tersebut telah disisipkan oleh penyalinnya dengan unsur267
268
Bila kita kaji lebih dalam lagi, sesungguhnya naskah HLH ini
ditulis berdasarkan hadis-hadis yang kurang kuat, meski ada juga
yang ditulis berdasarkan hadis sebagaimana di bawah ini.
Dalam suatu riwayat dinyatakan bahwa Lukmn al-Hakm tidak
dianugerahi hikmah karena harta kekayaanya atau keturunannya,
tidak juga karena kekuatan fisiknya ataupun kegagahannya. Tetapi
beliau adalah seorang yang kukuh, konsisten melaksanakan perintah Allah, sangat wara' demi karena Allah, penuh ketenangan,
sangat dalam pemikirannya lagi jauh pandangannya. Beliau adalah
seorang yang sangat pandai mengambil pelajaran. Tidak tidur di
siang hari, tidak pernah terlihat oleh siapa pun membuang air kecil
atau besar maupun mandi, karena ketekunannya memelihara diri,
kedalaman pandangannya serta pemeliharaan atas dirinya. Beliau
tidak pernah menertawakan sesuatu karena khawatir berdosa, tidak
juga marah atau bergurau melampaui batas. Beliau tidak bergembira secara berlebihan atas perolehan nikmat duniawi, tidak pula
bersedih hati karena kehilangannya. Beliau kawin dan dianugerahi
banyak anak namun kebanyakan meninggal di waktu kecil, namun
beliau tidak larut dalam kesedihan karena kepergian mereka.
Lukmn tidak menemukan dua orang yang berselisih, kecuali ia
melakukan islah (perdamaian) di antara keduanya. Beliau tidak
meninggalkan mereka kecuali setelah hubungan keduanya kembali
mesra. Lukman tidak pernah mendengar satu ucapan indah dari
orang lain, kecuali menanyakan makna dan penafsirannya serta
sumber ucapan itu. Beliau sangat gandrung bergaul dengan ulama
dan cerdik pandai. Beliau sering berkunjung kepada hakim dan
penguasa, karena mereka seringkali terpedaya oleh setan dan
karena mereka begitu tenang menghadapi siksa Allah.
Lukman selalu menarik pelajaran dari pengalaman yang ada dan
terus menerus belajar bagaimana mengendalikan diri dan nafsunya
dengan pelajaran dan pengalaman itu. Beliau sangat hati-hati menghadapi setan, bahkan selalu mengasah hatinya dengan berpikir dan
menjernihkan diri dengan pelajaran dan pengalaman yang dialaminya. Beliau tidak pernah berada dalam suatu tempat yang tidak
merupakan urusannya atau ada kepentingannya di sana. Karena
itulah beliau dianugerahi hikmah oleh Allah swt. dan diberi-Nya
perlindungan.
269
271
Daftar Pustaka
Naskah :
Hikayat Lukman al-Hakim, W 125 koleksi PNRI
Buku :
Bafaddal, Fadhal, dkk. (ed). 2006. Naskah Klasik Keagamaan Nusantara II
Cerminan Budaya Bangsa. Jakarta: Puslitbang Lektur Keagamaan Badan
Litbang & Diklat Depag. RI.
Baried, Siti Baroroh, et al. 1994. Pengantar Teori Filologi. Yogyakarta: Badan
Penelitian dan Publikasi Fakultas (BPPF) Seksi Filologi, Fakultas Sastra
UGM.
Behren, T.E., (Peny.). 1998. Katalog Induk Naskah-Naskah Nusantara Jilid 4
Perpustakaan Nasional Republik Indonesia. Jakarta: Yayasan Obor
Indonesia dan Ecole Francaise D'Exstreme Orient.
Braginsky. 1993. The System of Classical Malay Literature. Leiden: KITLV
Press.
Ekadjati, Edi S. (Peny.). 2000. Direktori Edisi Naskah Nusantara. Jakarta:
Yayasan Obor Indonesia.
Iskandar, Teuku. 1999. Catalog of Malay, Minangkabau and South Sumatan
Manuscripts in the Netherlands Volume-1. Leiden: Universiteit Leiden
Faculteit der Godgeleerdheid, Documentatie bureau Islam Christendom.
Liaw Yock Fang. 1993. Sejarah Kesusastraan Melayu Klasik 2. Jakarta: Erlangg.
Lubis, Nabilah. 2007. Naskah, Teks dan Metode Penelitian Filologi. Jakarta:
Puslitbang Lektur Keagamaan Badan Litbang dan Diklat Depag, RI.
Shihab, M. Quraish. 2007. Menjemput Maut: Bekal perjalanan Menuju Allah
swt. Jakarta: Lentera Hati, cet. ke-5.
Sudjiman, Panuti. 1995. Filologi Melayu. Jakarta: Pustaka Jaya.
Tim Penerjemah Depag. 2004. Al-Qur'an dan Terjemahannya. Jakarta: Ditjen.
Bimas Islam dan Penyelenggara Haji Dep. Agama
Robson, S.O. 1994. Prinsip-Prinsip Filologi Indonesia. Jakarta: RUL.
Teeuw, Andries. 1982. Khasanah Sastra Indonesia Beberapa Masalah Penelitian
dan Penyebarannya. Jakarta: Balai Pustaka.
Tjandrasasmita, Uka. 2006. Kajian Naskah-Naskah Klasik dan Penerapannya
bagi Kajian Sejarah Islam di Indonesia. Jakarta: Puslitbang Lektur
Keagamaan Badan Litbang dan Diklat Depag RI.
272
Lampiran:
Gambar 01:
Halaman Judul dan Halaman pertama Naskah Hikayat Lukman al-Hakim
(W. 125 [R#228], Rol 375.04) koleksi Perpustakaan Nasional Republik Indonesia
273
Gambar 02 :
Halaman 9 dan 10 Naskah Hikayat Lukman al-Hakim
274
Pendahuluan
Nusa Tenggara Barat (NTB) merupakan satu di antara wilayah
Nusantara yang telah menghasilkan berbagai karya sastra dalam beragam bahasa dengan beragam bahan alas tulis. Dari penelusuran
naskah yang dilakukan oleh Museum Negeri NTB telah diinvetarisasi naskah sebanyak 632 milik perorangan yang mayoritas ditulis
di atas daun lontar. Dari total naskah tersebut diketahui terdapat
330 berbahasa Jawa Kuna/Madya, 104 berbahasa Sasak, 101 berbahasa Bali dan yang lainnya berbahasa Arab (49) dan Melayu (10).
Sementara itu, pada saat ini Museum Negeri NTB menyimpan lebih
dari 1.250 naskah (Loir & Fathurahman, 1999: 179).
275
Tradisi pepaosan tersebut merupakan salah satu bukti bagaimana keberadaan naskah Sasak tersebut telah mewarnai dan mempengaruhi kehidupan masyarakat Nusa Tenggara Barat. Luasnya khazanah naskah Sasak dan penggunaannya ini sayangnya kurang dibarengi dengan penelitian yang mendukung, sehingga tidak banyak orang
yang mengetahui eksistensinya atau bahkan masyarakat tidak bisa
mengaksesnya karena naskah tersebut masih ditulis dengan menggunakan aksara dan bahasa Sasak. Berdasarkan pemikiran di atas,
maka penelitian tentang naskah Sasak bernuansa Islam penting untuk
dilakukan.
Di antara naskah Sasak bernuansa Islam yang menarik untuk dikaji adalah naskah Nabi Haparas, naskah ini merupakan kepustakaan Islam Sasak yang juga digunakan dalam tradisi Papaosan
yakni pada upacara pertama kali mencukur Rambut Bayi (Kumar &
McGlynn.1996). Teks dalam lontar ini mengandung nilai-nilai ajaran Islam yang ditampilkan dengan cara yang unik yaitu dituangkan
dalam bait-bait syair/tembang. Berdasarkan pemikiran di atas, maka
masalah pokok yang dikaji dalam penelitian ini adalah Bagaimana
deskripsi atau kondisi fisik naskah Nabi Haparas, dan Pesan atau
materi ajaran Islam apa saja yang terkandung dalam teks Nabi Haparas.
Telaah Pustaka
Penelitian tentang naskah Sasak bernuansa keagamaan Islam
belum banyak dilakukan. Di antara yang sedikit itu antara lain; penelitian naskah Dewi Rengganis yang dilakukan oleh Slamet Riyadi
Ali, penelitian ini berupa transliterasi, terjemahan dan ringkasan isi.
H. Lalu Wacana, dkk melakukan penelitian naskah Hikayat Indrajaya koleksi museum Negeri Nusa Tenggara Barat yakni berupa
terjemahan (Ekadjati, 2000).
Sementara itu, Tim peneliti dari IAIN Mataram melakukan kajian terhadap naskah Manusia Jati koleksi Museum Negeri NTB.
Dalam penelitian ini mereka mendeskripsikan kondisi fisik naskah
dan melakukan analisis isi terhadap teks. Dari hasil temuan penelitian tersebut dapat diketahui bahwa naskah Manusia Jati berbahasa campuran antara bahasa Jawa Madya dan Kawi ditulis di atas
lontar dengan menggunakan aksara Jejawan. Naskah ini masih dalam
kondisi baik dan isi pokok dari teks mengungkap tentang manusia.
278
279
Naskah-naskah yang berisi kisah Nabi Muhammad tersebut telah di kaji oleh beberapa peneliti antara lain adalah: Ayuba Pantu
(2007) meneliti Hikayat Nabi Miraj koleksi PNRI. Dalam penelitiannya Ayuba Pantu melakukan deskripsi kondisi fisik naskah, perbandingan naskah-naskah yang telah diinventarisasi, transliterasi
dan memberikan analisis dari segi bahasa (Pantu, 2007). Dick Van
Der Meij (2004) juga telah membahas naskah-naskah Nabi Miraj,
ia membandingkan beberapa versi naskah Nabi Miraj. Dick Van
Der Meij menyebutkan bahwa beragamnya versi naskah ini merupakan salah satu bukti betapa kayanya dunia literatur Melayu Indonesia. Naskah-naskah ini juga merupakan salah satu identitas bagi
dunia sastra Melayu Indonesia.
Fitri Harianingsing meneliti dua naskah Hikayat Nabi Wasiat
koleksi PNRI dengan kode ML 830 dan ML 831. Dalam penelitiannya Harianingsih melakukan transliterasi, kritik aparat dan analisis
isi. Diah Ratna W juga meneliti naskah yang sama dengan cara
yang sama pula yakni meneliti naskah Hikayat Nabi Wasiat. Ulfah
mengkaji naskah Hikayat Nabi Mengajar Ali yang disertai dengan
perbandingan bentuk dan isi dengan naskah Dewaruci. Rinawati
meneliti tiga naskah Hikayat Nabi Mengajar Anaknya Fatimah koleksi museum Nasional Jakarta dengan kode MI 52, MI 338C dan
W 94, sedangkan Asnurul Hidayati menelaah tiga naskah koleksi
PNRI dengan kode ML 52B, ML 388C dan ML 684; keduanya melakukan transliterasi dan analisis isi (Ekadjati, 2000). Sedangkan
penelitian ini memfokuskan pada naskah dengan judul Nabi Haparas koleksi museum negeri Nusa Tenggara Barat. Naskah ini dideskripsikan kondisi fisiknya, diinventarisasi, dan setelah itu dipaparkan ringkasan isi cerita dan dijelaskan kandungan isinya.
Metodologi Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan pendekatan filologi. Fokus kajiannya adalah naskah Nabi Haparas dengan
kode inventaris 07.506 dan nomer registrasi 1566 koleksi Museum
Negeri NTB. Di sini filologi dipahami sebagai satu disiplin ilmu
yang meneliti naskah atau pernaskahan tulisan tangan (manuscripts),
baik meneliti kondisi fisiknya maupun kandungan isinya (Tjadrasasmita, 2006a). Dalam hal ini naskah diteliti kondisi fisiknya dan
ditelusuri riwayat naskah dengan melihat kolofon serta catatan-cata280
kah ini dijepit dengan kayu dan di ikat dengan benang, model ini
disebut dengan takepan (dijepit). Ada beberapa naskah yang tidak memiliki jepitan, lempir-lempir dari lontar tersebut hanya diikat dengan
tali serta dimasukkan dalam kotak yang terbuat dari anyaman daun
pandan yang biasa digunakan untuk membuat tikar.
Selain itu, di museum tersebut juga disimpan naskah-naskah
yang memiliki isi cerita yang hampir sama yakni naskah yang berjudul Nabi Bercukur. Namun dalam tulisan ini yang dideskripsikan
hanya satu naskah yakni naskah dengan kode inventaris 07.506 dan
nomor registrasi 1566. Naskah ini dipilih dengan pertimbangan bahwa
naskah ini merupakan naskah dengan jumlah halaman lengkap dan
tidak ada lempir yang rusak serta teks masih jelas terbaca.
Naskah Nabi Haparas dengan kode 07.506 merupakan koleksi
museum negeri Nusa Tenggara Barat yang dibuat di Lombok. Naskah ini berasal dari masyarakat yang diambil alih oleh museum
dengan memberikan imbalan ganti rugi pada tanggal 22 Maret
1980. Secara umum kondisi naskah masih dalam keadaan baik dan
tulisan dalam teks ini masih bisa dibaca. Naskah ini merupakan salinan dari naskah lain yang awalnya memakai huruf Arab dan bahasa Kawi, akan tetapi tidak disebutkan secara spesifik judul naskah yang disalin tersebut. Teks dalam naskah ini berbahasa Jawa
Madya yang ditulis dengan aksara Jejawan di atas bahan lontar, dijepit dengan kayu bajur dan diikat dengan tali benang, pada ujung
tali terdapat uang Sen yang dilobangi tengahnya sebagai penahan
takepan. Panjang lontar dalam naskah adalah 12,8 cm dan lebar 2,3
cm serta tebal teks 6,6 cm.
Naskah ini memiliki Jumlah lempir sebanyak 63 lempir atau
sama dengan 126 halaman, tiap halamam memiliki 4 baris. Penanggalan naskah tidak disebutkan, begitu juga penulis atau penyalinnya
tidak diketahui. Tiap halaman dalam lontar terdapat nomor halaman
yang mengikuti kaidah aksara Jejawan, misalnya huruf ba merujuk
pada angka satu, huruf nga berarti angka dua, huruf ta artinya tiga
dan seterusnya. Cerita dalam teks Nabi Haparas disajikan dalam
bentuk tembang; tembang tersebut terdiri dari bait-bait yang dikelompokkan menjadi bab-bab (pupuh). Pupuh tersebut meliputi asmarandana, serinata, asmarandana, dandang gula, masmirah, dandang gula, masmirah, aja neda/dandang gula, mas dedare nina/masku-
283
mambang, dedare bebalu laek, dan terakhir berupa anak kidung yang
berisi doa-doa.
Teks Nabi Haparas
Takepan Nabi Haparas dengan kode 506 berisi dua teks yaitu
teks yang berisi cerita tentang Nabi bercukur dan Nabi menjelang
wafat, namun dalam penelitian ini hanya dipilih satu cerita yaitu
Nabi bercukur. Ada beberapa pertimbangan yang melatari kenapa
hanya diambil satu cerita yaitu; dua cerita ini adalah dua kisah yang
berbeda, dan satu sama lainnya tidak ada kaitannya secara langsung. Selain itu, ada indikasi bahwa sebenarnya cerita yang kedua
adalah kisah yang berbeda dan terpisah, hal ini bisa dilihat pada
permulaan kisah kedua yang diawali dengan kata-kata pujian kepada Allah sebagai pertanda bahwa ini adalah kisah baru. Sebagai
perbandingan, dalam naskah lainnya seperti naskah Singir Parase
Nabi dan Hikayat Nabi Bercukur serta naskah Nabi Haparas dengan
kode inventaris 07.288 hanya memuat kisah Nabi Muhammad yang
dicukur oleh Malaikat Jibril. Sementara itu, kisah Nabi Wafat termuat dalam naskah yang lain. Sebagai contoh naskah Nabi Wafat
yang ada dalam koleksi Perpustakaan Nasional RI (Herman, et all,
1992/1993, Behrend, 1998).
Ringkasan Isi Cerita
Cerita Nabi Haparas ini secara garis besar bisa dibagi ke dalam
tiga bagian yaitu; pertama kisah Nabi bercukur meliputi siapa yang
mencukur, kapan waktunya dan apa yang menjadi ikat kepala Nabi
setelah rambut Nabi dipotong. Kedua, memuat tentang manfaat atau
faedah yang akan didapat bagi siapa saja yang menyimpan, menyalin, membawa, dan membaca kisah Nabi Haparas, juga bala atau
malapetaka bagi yang tidak mau memyimpan, membaca atau mendengarkan cerita ini. Ketiga, berupa anak kidung yaitu doa doa.
Bagian pertama dari cerita ini berisi tentang Nabi yang dicukur
oleh malaikat Jibril atas perintah Allah swt. Nabi dicukur di hadapan Nurcahaya pada hari Senin bulan Ramadhan setelah melaksanakan sembahyang dua rakaat. Semua peralatan cukurnya diambil
dari surga, begitu pula destar (sorban/ikat kepala) yang digunakan
oleh Nabi setelah rambutnya dicukur diambil dari surga; Destar itu
berasal dari selembar daun kastube. Banyaknya rambut Nabi yang di284
Labuan Lombok, Labuan Haji Lombok Timur, Labuan Carik Lombok Barat dan lain-lainnya. Orang-orang Arab lebih banyak terkonsentrasi di perkampungan Arab di Ampenan Lombok Barat (Arzaki, et
all, 2001: 5).
Tentang asal-usul suku Sasak masih diperdebatkan oleh para
ahli sejarah, ada yang menyebutkan bahwa suku Sasak adalah bagian dari keturunan Jawa yang menyeberang ke Bali dan kemudian
ke Lombok. Migrasi orang Jawa ini terjadi sejak zaman Kerajaan
Daha, Keling (Kalingga), sampai pada masa Singosari dan Mataram
Hindu pada abad 5-6 Masehi. Kemudian, setelah runtuhnya Majapahit dan dimulainya masa Islamisasi antara tahun 1518-1521 terjadi peningkatan jumlah orang-orang Jawa yang menyeberang ke
Lombok. Hal ini ditandai dengan banyaknya nama-nama tempat
atau desa di Lombok yang menggunakan nama-nama berbau Jawa
seperti; Gresik, Surabaya, Kediri, Menggala, Pajang Mataram, Kutaraja, Kuripan dan lainya. Pengaruh Jawa juga terdapat dalam
penggunaan nama-nama orang, misalnya, Raden Wiracempaka, Suwarna, Setiawati dan lain sebagainya (Arzaki, et.all, 2001).
Dalam tradisi tulis masyarakat Sasak dijumpai pula pengaruh
Jawa; aksara yang digunakan dalam naskah-naskah klasik Sasak
menggunakan aksara Jejawan atau yang disebut juga dengan huruf
Sasaka. Aksara ini adalah huruf Jawa yang telah mengalami perkembangan. Di samping itu, bahasa yang digunakan dalam lontar
Sasak yang disebut Takepan di antaranya adalah bahasa Kawi (Jawa
Kuna) ataupun bahasa Jawa Madya (Arzaki, et.all, 2001). Salah satu
bukti berkenaan dengan masalah ini adalah naskah Nabi Haparas
yang menjadi fokus dalam penelitian ini; naskah ini ditulis dengan
aksara Jejawan dan bahasa Jawa Madya.
Pada periode awal, sekitar abad 5-6 Masehi, kedatangan orangorang Jawa dari kerajaan Daha, Singosari, dan Kalingga ke Lombok membawa serta paham keagamaan mereka yakni agama Syiwa
Buddha. Kemudian pada abad ke-7 M, kerajaan Hindu-Majapahit
dan Hindu dari Jawa Timur masuk ke Lombok dengan membawa
agama Hindu-Buddha. Selanjutnya setelah terjadi keruntuhan kerajaan Majapahit, sekitar abad ke-13 M, Raja Jawa Islam melalui arah
timur laut masuk ke Lombok dan memperkenalkan Islam ke masyarakat Sasak. Sekitar abad ke-16 orang-orang Makassar (Bugis)
dari kerajaan Goa berhasil menguasai kerajaan Selaparang, pada
286
saat yang sama kerajaan Gelgel dari Bali berusaha menguasai Lombok dan kerajaan Selaparang. Kemudian pada abad ke-17, kerajaan
Karangasem berhasil mengalahkan kerajaan Makassar dan menduduki daerah Lombok. Dengan semakin terdesaknya orang-orang Sasak maka para pemimpin Sasak berinisiatif meminta bantuan militer
Belanda untuk mengusir kerajaan Bali. Pada tahun 1894 Belanda
berhasil mengusir Bali dari Lombok, dan kemudian berubah menjadi penjajah baru bagi orang-orang Sasak. Penjajahan Belanda ini
membuat orang-orang Sasak semakin tertindas, juga mempertajam
pertentangan ideologis Islam antara pengikut Islam waktu lima
dengan Islam wetu telu (Arzaki, et.all, 2001).
Keberadaan Islam atau komunitas Muslim di Lombok secara
garis besar dibedakan menjadi tiga kelompok meliputi Islam waktu
lima, Islam wetu telu, dan paham boda. Waktu lima adalah sebutan
untuk kelompok yang telah mendalami, menghayati dan mengamalkan ajaran-ajaran Islam. Bagi mereka yang belum mendalam pengetahuan keislamannya dan masih terikat dengan adat istiadat tradisional suku Sasak di dalam kehidupan sehari-hari disebut Islam
wetu telu, sedangkan masyarakat yang berada di luar kedua kelompok tersebut dinamakan sebagai orang-orang Boda yang berarti
bodoh, orang-orang Boda ini adalah mereka yang belum atau sama
sekali tidak mengetahui tentang ajaran Islam dan masih menganut
paham animisme peninggalan leluhur mereka. Meskipun terdapat
perbedaan mendasar di antara ketiga kelompok tersebut, mereka
tetap menyebut diri mereka sebagai penganut Islam (Muslim, et.all,
1996). Masyarakat Islam waktu lima terkonsentrasi di dataran tengah
Lombok, sementara Islam wetu telu lebih banyak menempati desadesa pinggiran sebelah Utara dan Selatan Lombok, sedangkan
orang-orang boda menetap di daerah-daerah pedalaman atau pelosok yang sangat sulit dijangkau oleh orang luar (Muslim, et.all,
1996: 2-4).
Adanya tiga jenis paham Islam yang dipraktikkan di Lombok
ini tidak terlepas dari sejarah keberadaan agama agama di pulau tersebut. Agama Islam masuk ke Lombok jauh sesudah masyarakat di
wilayah tersebut memeluk agama Hindu yang bercampur dengan
animisme, ataupun sebaliknya animisme yang terpengaruh ajaran
Hindu. Salah satu contoh dari kepercayaan itu adalah; mereka meyakini bahwa roh orang yang sudah mati naik ke gunung Rinjani
287
dan sewaktu waktu bisa pulang menemui anak cucu dan keluarganya di rumah (Muslim, et.all, 1996:51). Situasi masyarakat dengan
sistem kepercayaannya ini masih berlangsung ketika Islam mulai
masuk ke Lombok sekitar abad ke-16. Pada mulanya Islam ditolak
karena dianggap bertentangan dengan keyakinan yang telah ada,
namun seiring berjalannya waktu Islam sedikit demi sedikit mulai
berkembang.
Merujuk pada catatan catatan yang termuat dalam babad ataupun sejarah yang ditulis di atas daun lontar diketahui bahwa Sunan
Giri, salah satu dari wali sembilan (walisongo), disebut sebagai tokoh yang memperkenalkan Islam ke pulau Lombok. Dikisahkan
bahwa pada mulanya perkenalan Islam di wilayah tersebut tidak
berhasil, akan tetapi setelah kedatangan kembali wali tersebut untuk
membenarkan pelaksanaan ajaran Islam, maka agama ini mengalami perkembangan secara signifikan (Bartholomew, 2001). Setelah
runtuhnya kerajaan Majapahit dan kemudian digantikan dengan
kerajaan-kerajaan Muslim kecil pada abad ke-17; kerajaan-kerajaan
muslim ini kemudian menjalin hubungan dagang sampai ke pesisir
Lombok dan Maluku yang juga menfasilitasi penyebaran Islam dalam skala yang lebih luas. Mula-mula, Islam yang dipraktikkan di
Sasak adalah percampuran antara kepercayaan-kepercayaan Austronesia dengan Islam; konversi ke dalam Islam tersebut tidak membutuhkan penerimaan secara menyeluruh karena agama baru ini dianggap sesuai dengan kepercayaan yang telah ada. Tipe Islam ini
merujuk pada praktik Islam yang dilakukan oleh kelompok wetu
telu (Bartholomew, 2001: Ecklund, 1977).
Terjadinya percampuran paham dalam praktik keagamaan ini
juga tidak terlepas dari cara penyebaran ajaran Islam yang dilakukan oleh para penyiar Islam, mereka ini mengajarkan Islam dengan
menyesuaikan dengan kebudayaan dan adat-istiadat setempat. Dengan
cara ini Islam mulai berkembang dengan pesat; pelajaran pertama
yang disampaikan adalah pembacaan syahadat sebagai dasar keimanan. Dakwah ini bertujuan untuk menyadarkan umat manusia
agar tidak sombong dalam kehidupan sehari hari. Mengenal kebesaran Tuhan adalah titik awal ketauhidan, pada fase ini mereka diajarkan tentang kasih Tuhan kepada umat manusia, serta diperkenalkan dengan keagungan pribadi Nabi Muhammad yang tanpa cacat dan
cela (Muslim, et.all, 1996:52).
288
memiliki skriptorium Melayu yang telah menghasilkan salinan-salinan naskah. Di Yogyakarta, pada masa pemeritahan Hamengku
Buwana V (1822-1855) juga memiliki skriptorium yang menghasilkan salinan-salinan naskah. Selain itu, penyalinan naskah juga dilakukan oleh masyarakat dengan berbagai maksud dan tujuan; di antaranya adalah untuk kepentingan pribadi, ataupun untuk komersial
yakni untuk persewaan. Zaman dahulu tempat-tempat persewaan
naskah juga melakukan penyalinan naskah (Keraf, 1994). Ada beberapa alasan yang biasanya dikemukakan berkenaan kenapa suatu
naskah disalin yakni: 1) karena pentingnya naskah tersebut, 2) naskah
itu digemari masyarakat, 3) karena faktor magis yang ada dalam naskah yakni untuk mendapatkan kekuatan magis dari teks yang disalinnya (Sudjiman, 1991).
Sedangkan tujuan dari penyalinan yang dilakukan terhadap
naskah Nabi Haparas ini adalah karena penyalin ingin mengetahui
isi dan maksud dari teks, maka di sini penyalin mengganti hurufnya
yang pada awalnya adalah huruf Arab. Hal ini tercantum dalam
tembang ke-7 dan ke-8 yaitu:
Dini kaule hanurun, ceritane Nabi Haparas. Dining wanghangapus ringgite,
cerite handike nabi, pakse langkunging sang kakot, moge dohing tulak sari,
pinatut basa Jawi, kayat pamulane dangu, mangke kedah ngong wikan, dadi
penglipuring brangti, singamaca moga doh bale hing dunia
(Saya menurunkan, cerita Nabi Bercukur. Karena aku mengganti hurufnya,
cerita baginda Nabi, maksud para ahlinya, semoga dijauhkan dari balak,
menggunakan bahasa Jawa, pada awalnya hurufnya Arab, karena saya ingin
mengetahui, barang siapa yang membaca, mudah-mudahan dijauhkan dari
balak dunia).
292
(Karena Muhammad adalah Rasul, itu firmannya Allah, yang ada di dalam
surat (Al-Quran), yang dipastikan oleh tuan sendiri, baginda di suruh bercukur).
c. Peralatan untuk mencukur dari surga yang langsung dianugerahkan oleh Allah.
Kinendere yang sukseme, pengangge saking suargi, saking nugrahaning mare hing tuan.
(Perintah dari Yang Kuasa, semua peralatannya dari surga, dianugerahkan
oleh Tuhan kepadamu).
293
g. Manfaat luar biasa besar yang akan di dapat bagi siapa saja yang
menulis/menyalin, menyimpan, membaca, mendengar, membawa,
dan percaya akan cerita Nabi Haparas, antara lain adalah:
- Terhindar dari siksa api neraka dan bebas dari penyakit.
Supaye sire sedaye, sunluput aken hing berajung, saking hing api nerake,pome sing sapi nimpeni, hing cerite hiki, kekasih ing sun hacukur, saking enggeni satungagal, sun luput aken penyakit,
(Supaya kamu semua, kelak aku ampuni, dari siksa api neraka, jadi siapa
saja yang menyimpan, ceritanya ini, kekasih (nabi) bercukur, dari tempat yang satu, aku bebaskan dari penyakit)
- Terhindar dari pertanyaan kubur dan semua siksa sampai hari kiamat.
Mung Karun Nakirun hike, lan sakowehing sikse kubur, miwahing dine
kiyamat, o,
(soal/pertanyaan Malaikat Munkar dan Nakir, semua siksa akan lebur,
sampai hari kiyamat).
294
295
(Dan kalau kita bawa berperang, musuh tidak ada yang berani, bedil
pedang panah tidak mempan, semua tidak berguna, yang berperang diberikan kekuatan, karena pertolongan dari Tuhan, bila membawa cerita
ini).
h. Bagi yang tidak percaya terhadap cerita ini akan di benci Tuhan
dan akan menemui jalan sesat serta dikategorikan sebagai munafik.
Lanore percaya malih, miwah tan harse miyarse, hiku pasti wong munapik,
hasengit ingsun kalintang,
(Bila tidak percaya, dan tidak mau mendengarkan, itulah orang munafik
namanya, Saya sangat benci, )
Sing sape mahido rike, yadiyan sriking manak, lamun hamakidoe, seyektine
wong puniku, pasti manggih marge pape
(Barang siapa yang tidak percaya, atau ragu-ragu dalam hati, dan yang meremehkan cerita ini, orang itu nantinya, pasti menemui jalan sesat)
untuk mengetahui silsilah leluhur mereka, (b) menjadi sarana pendidikan bagi masyarkat, (c) merupakan hasil seni dan sastra, (d)
untuk keperluan praktis bagi masyarakat. Sementara itu, Mujib,
dkk. (2004) menyebutkan bahwa naskah merupakan sumber informasi keagamaan dan budaya.
Merujuk pada pendapat Mujib, dkk (2004) dan Manyambeang
(1987), naskah Nabi Haparas adalah naskah yang dapat dikategorikan sebagai sumber informasi keagamaan dan sekaligus merupakan
hasil seni sastra. Hal ini didasarkan pada teks Nabi Haparas yang
berisi tentang kisah Nabi Muhammad dan memuat ajaran-ajaran Islam; sementara dari segi bentuknya, naskah ini berupa cerita yang
ditulis dalam bentuk tembang/syair.
Dalam teks Nabi Haparas terdapat pesan-pesan keagamaan khususnya tentang Islam antara lain adalah:
a. Ajakan untuk mengesakan Allah serta meyakini Allah dan Rasulnya.
Asyhaduanla puniki, ilaha illallah hike, arti kuketahui reko, dengan hati putih suciye, hiye putus sinak iman, bahwe punike sungguh, tiada tuhan hingkang muliye.
(Aku bersaksi bahwa, ilaha illaallah itu, artinya aku bersaksi, dan diyakinkan
dengan hati suci, keyakinan yang sesungguhnya, tiada Tuhan selain Allah,
yang paling mulia).
Kang sinembak kang pinuji, setuhu ne ye allah, wajibul ujud te teko, jadikan
sakowehing alam, kekak adanye sadiye, wa asyhadu ane puniku, muhammad
rasulullah.
(Yang disembah dan dipuji, hanya Allah yang sebenarnya, hukumnya wajib
diyakini (percaya), dia pencipta alam semesta, menguasai semua isinya, dan
aku bersaksi bahwa Muhammad utusan Allah).
Artinya kuketahui, dengan hati putih suciye, punike te setuhune, Nabi
Muhammad utusan, hing yang kang murbing jagat, kang dadi julme tu
wuwuh, hambawe iman Islam.
(Aku mengetahui (meyakini), dengan hati yang suci, dan sebenar-benarnya,
Nabi Muhammad utusan-Nya, Allah yang mencipta alam ini, baik manusia
jin dan alam semesta serta isinya, memberikan iman dan Islam)
Secara garis besar teks ini memuat tiga bagian yaitu: pertama,
kisah Nabi yang dicukur oleh Malaikat Jibril atas perintah Allah
swt. pada hari Senin bulan Ramadan setelah melaksanakan salat
dua rakaat. Kedua, memuat tentang manfaat yang akan di dapat
bagi siapa saja yang menyimpan, menyalin, membawa, dan membaca kisah Nabi Haparas, juga malapetaka bagi yang tidak mau
memyimpan, membaca atau mendengarkan cerita ini. Ketiga, berisi
anak kidung yaitu doa-doa. Naskah ini merupakan naskah Sasak
yang bernuansa keagamaan Islam. Nuansa ini terlihat dengan jelas
dalam teks yakni dalam penggunaan istilah dan kalimat yang merujuk pada Islam.*
Daftar Pustaka
Abdullah, A, dkk. 2007. Islamic Studies dalam Paradigma Integrasi Interkoneksi; Sebuah
Ontologi. Yogyakarta: SUKA Press.
Ahmad, M.R. 2006. Biografi Rasulullah; Sebuah Studi Analitis Berdasarkan SumberSumber yang Otentik. Jakarta: Qisthi Press.
Al-Afifi, T.A. 2007. Sifat dan Pribadi Muhammad; Kajian tentang Figur, Nasab,
Kebiasaan, Pergaulan, Akhlak, dan Ibadah Rasulullah Saw. Jakarta: Senayan.
Archer, J.C. 2007. Dimensi Mistis dalam Diri Muhammad. Yogyakarta: Diglossia.
Arifin, B & Al-Muhdhor, Y.A & Rayes, U.M. 1993. Tarjamah Sunan An Nasaiy.
Semarang: CV Asy Syifa.
Arzaki, (Et. all). 2001. Nilai-nilai Agama dan Kearifan Budaya Lokal; Suku Bangsa Sasak
dalam Pluralisme Kehidupan Bermasyarakat. NTB: Redam.
Bakti, N. 2000. Pengaruh Budaya Hindu (Bali) TERHADAP Pelaksanaan Syariat Islam
dalam Adat Istiadat Masyarakat Bayan Kabupaten Dati II Lombok Barat (Sebuah
Tinjauan Historis). Skripsi tidak diterbitkan untuk Sekolah Tinggi Agama Islam
Negeri Mataram Jurusan Syariah.
Barthes, R. 2007. Petualangan Semiologi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Bartholomew, J.R 2001. Alif Lam Mim; Kearifan Masyarakat Sasak. Yogyakarta: Tiara
Wacana.
Behrend, T.E. 1998. Katalog Induk Naskah-Naskah Nusantara Jilid 4 Perpustakaan
Nasional Republik Indonesia. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
Budiwanti, E. 2000. Islam Sasak: Wetu Telu Versus Waktu Lima. Yogyakarta: LkiS.
Bungin, B.M. 2007. Peneltian Kualitatif; Komunikasi, Eonomi, Kebijakan Publik dan
Ilmu Sosial Lainnya. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
Ecklund, J.L. 1977. Marriage, Seaworm, and Song: Ritualized Responses to Cultural
Change in Sasak Life. Tesis tidak dipublikasikan untuk Fakultas Paska Sarjana
Universitas Cornell
299
300
Ibrhm al-Krn:
Pengantar
Sejarah awal islamisasi di Nusantara telah mencatat sejumlah
prestasi gemilang dalam bidang keilmuan dan peradaban Islam,
terutama dengan lahirnya karya-karya tulis keislaman karangan
para ulama Nusantara, khususnya pada abad ke-17 dan 18. Hal itu
sangat dimungkinkan berkat terjalinnya hubungan politik dan
keagamaan yang sangat baik antara masyarakat Muslim di wilayah
1
Tulisan ini adalah bagian dari hasil riset mandiri antara bulan Juni 2006April 2008 di Orientalisches Seminar, Universitt zu Kln, Jerman, atas beasiswa
dari The Alexander von Humboldt-Stiftung. Penulis mengucapkan terima kasih
kepada Prof. Dr. Edwin Wieringa, yang telah mengundang penulis untuk
melakukan riset tersebut.
301
302
303
Al-Murd, 1988, I, h. 3.
Al-Krn, al-Amam, MS 504, Perpustakaan Dar al-Kutub, Kairo, f. 43.
8
Al-Zarkali I, 35.
9
Al-Murd, 1988, I, h. 3.
7
304
Al-Krn, al-Amam, ff. 10-12 dan 16; lihat juga Nafi 2002: 322.
305
Menghimpun [dua pemikiran yang berbeda] itu lebih diutamakan daripada
memilih salah satunya, selama hal itu bisa dilakukan.
dan fahamilah sikap saudaramu dalam sisi terbaiknya, hingga ia
menunjukkan kepadamu pandangan yang lebih baik bagimu; dan janganlah
kamu menganggap buruk atau jelek ucapan yang berasal dari seorang muslim,
sejauh kamu bisa menemukan sebuah penafsiran yang baik atasnya
306
307
kalangan ulama Sufi-Asyar dapat lebih menerima pandanganpandangan teologis Ibn Taimyah
Sikap toleran dan sekaligus pembelaan al-Krn terhadap
pemikiran Ibn Taimyah ini, sekali lagi, tidak terlepas dari latar
belakang pendidikannya yang sangat kompleks. Meski dalam
biografi intelektualnya tidak pernah menyebut secara khusus kitab
karangan Ibn Taimyah yang pernah ia pelajari, tapi jelas bahwa alKrn sangat mengenal baik pemikiran-pemikiran Ibn Taimyah,
yang menganut mazhab anbal ini, ketika di Damaskus ia berguru
kepada Abd al-Bq al-anbal (Nafi 2002: 324). Bukan hanya
terhadap pemikiran Ibn Taimyah, lebih dari itu al-Krn juga terlihat sangat familiar dan mengetahui secara mendalam pandanganpandangan salah seorang murid terkemuka Ibn Taimyah, yakni Ibn
Qayyim al-Jaujya (691-751/1292-1350).14 Dengan pengetahuannya
yang mencakup berbagai mazhab dan aliran yang seringkali bersebrangan tersebut, al-Krn bisa menempatkan dirinya dengan baik,
serta bersikap moderat dan tidak ekstrim dengan pandangan-pandangannya.
Afiliasi al-Krn dalam sejumlah tarekat juga turut membentuk
wataknya sebagai seorang Sufi yang di satu sisi menjadi pembela
gagasan wadah al-wujd Ibn Arab, tapi di sisi lain juga sangat
menekankan pentingnya ketaatan terhadap prinsip-prinsip syariat
dengan sering mengutip pandangan-pandangan ulama Sunn semisal al-Junaid al-Bagdd (w. 298 H/911 M) atau Ab mid Muammad ibn Muammad al-s al-Gazl (450-505/1058-1111)
dalam karya-karyanya.
Di antara tarekat yang cukup mempengaruhi kecenderungan
intelektual al-Krn di bidang tasawuf ini adalah tarekat Naqsyabandyah, di mana al-Krn menjadi salah seorang khalifahnya di
samping tarekat Syaryah. Dalam hal ini, al-Krn pasti mengetahui dengan baik bagaimana Amad al-Surhind (1564-1624),
seorang ulama pembaharu di India yang juga khalifah tarekat
Naqsyabandyah, pernah dengan sengitnya menyerang doktrin
wadah al-wujd Ibn Arab yang ia anggap panteistik, dan menawarkan faham wadah al-syuhd sebagai gantinya, yang ia yakini
14
308
309
17
310
Demikianlah, transformasi pemikiran al-Krn yang tidak radikal, melainkan santun dan rekonsiliatif, serta pendekatan yang
argumentatif terhadap berbagai isu utama dalam pemikiran teologis
dan sufistis, ditambah kecenderungan al-Krn untuk menampilkan gagasannya dengan tetap mendasarkan pada norma-norma
keilmuan tradisional, pada gilirannya telah sangat membekas pada
kecenderungan keilmuan sejumlah muridnya, yang salah satunya
adalah Abdurrauf ibn Ali al-Jawi di Aceh. Dalam berbagai
karyanya, seperti Tanbh al-Msy, Kifyat al-Mutjn, Daqiq
al-urf, Abdurrauf telah dengan sungguh-sungguh melanjutkan
tradisi intelektual al-Krn sebagai pembela ajaran wadah alwujd dengan tetap mempertahankan teologi Asyaryah dan
konsisten dalam prinsip-prinsip syariat (lihat Fathurahman 2008).
Karya-Karya Ibrhm Al-Krn
Dalam berbagai sumber biografi Arab, al-Krn disebut sebagai seorang lim, yang menguasai, baik ilmu-ilmu lahir (seperti
fikih, hadis) maupun ilmu-ilmu batin (seperti tasawuf), dan memiliki sejumlah besar karangan, baik yang panjang maupun pendek,
tentang berbagai bidang keilmuan Islam, khususnya tasawuf dan
hadis. Sebagai bukti prokudtifitasnya, kini kita dapat menjumpai
berbagai karangan al-Krn dalam bentuk manuskrip tulisan tangan, yang oleh al-Bagdd diperkirakan berjumlah sekitar 80 atau
100 karya, meskipun ia sendiri hanya menyebut lima saja di
antaranya.18
Adapun Brockelmann (GAL II: 505-506, dan S II: 520-521)
mendaftarkan sekitar 42 buah karya al-Krn dan menyebut sejumlah perpustakaan yang menyimpan naskah-naskah tersebut. Sejauh
ini, karya al-Krn yang pernah dicetak atau dipublikasi hanya 3
buah, yakni al-Amam li q al-Himam, al-Ilma al-Mu biTaqq al-Kasb al-Was bain al-Ifr wa-al-Tafr, 19 al-Lumah alanyah f Taqq al-Ilq f al-Umnyah.20
Sumber paling mutakhir yang melengkapi informasi tentang
karya-karya al-Krn adalah Mujam al-Trkh al-Tur al-Islm
18
311
f Maktabt al-lam, karangan Qarabulu & Amad Tran Qarabulut (2006) yang mencantumkan 57 judul karya al-Krn, berikut
tahun dan tempat penulisannya jika ada, jumlah halamannya, nomor
kode naskah di beberapa perpustakaan yang menyimpan salinannya, dan yang tidak kalah pentingnya adalah kategori keilmuan
masing-masing karya tersebut.
Demikianlah, berdasarkan sumber-sumber yang telah diketahui
ini, dapat dipastikan bahwa al-Krn telah menulis setidaknya sejumlah 95 buah karya, yang kebanyakannya di bidang tasawuf dan
tawhid, meski bidang-bidang keilmuan Islam lainnya, seperti hadis,
tafsir, teologi/kalam, tatabahasa, dan fikih, juga cukup menonjol. Di
bawah ini adalah judul-judul dari 98 buah karya al-Krn yang
telah teridentifikasi tersebut:
1. Ajlah aw al-Intibh f Taqq Irb L Ilha ill Allh,
Tauhid/Tasawuf
2. al-Ajlah f-m Kataba Muammad ibn Muammad al-Qal
Suluh
3. al-Amam li- q al-Himam, Biografi
4. al-Asfr an Al Istikhrah Aml al-Lail wa-al-Nahr, Fikih
5. Anonim (jawaban atas pertanyaan-pertanyaan yang datang dari
Nusantara)
6. Arbana adan f Fal al-alt al al-Nab all Allhu
alaihi wa-Sallam, Hadis
7. Bulgah al-Masr il Taud al-Al al-Kabr, Tauhid/Tasawuf
8. iy al-Mib f Syar Bahjah al-Arw
9. Fatw Ibrhm al-Krn
10. F al-Gurfah bi-aramaut
11. syiyah Syar al-Andalusyah li-al-Quair
12. usn al-Aubah f ukm arb al-Taubat
13. Hsyiyah al-Kurd al-Krn al Nazhah al-Nar bi-Syar
Nukhbah al-Fikr li-ibn ajar al-Asqaln, Teologi/Kalam
14. Iml al-Fikr wa-al-Riwyt f Syar ad Innam al-Amlu
bi-al-Nyt, Hadis
15. al-Dall al anna Ilm Allh Tal bi-al-Asyy Adallu
al al-Tafl, Teologi/Kalam
16. al-Ilm amm f Qaulihi Tal wa al al-Lana Yuqnahu an-al-Naskhi wa-al-Akm, Tafsir
312
316
Daftar Pustaka
Al-Aiyasy, Abd Allah, 1977, al-Rilah al-Aiysyyah, Rabat: Dr al-Magrib.
Ahlwardt, W., 1887-1899, Die Handschriften-Verzeichnisse der kniglichen
Bibliothek zu Berlin. Verzeichniss der arabischen Handschriften, 10 jilid,
Berlin: A. Ashner.
Ahmad, Aziz, 1969, An Intellectual History of Islam in India, Edinburgh:
Edinburgh University Press.
Al-Alban, Muammad Nir al-Dn, 1996, Nab al-Majnq li Nasaf Qiah alGarnq, Beirut: al-Maktabah al-Islm, cetakan ketiga.
Arberry, A.J., 1936, Catalogue of the Arabic Manuscripts in the Library of the
India office, volume II, Sufism and Ethics, London: Humphrey Milford,
Oxford University Press, published by order of the Secretary of State for
India in Council.
Azra, Azyumardi, 1994, Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan
Nusantara Abad XVII dan XVIII, Bandung: Penerbit Mizan, cetakan II
-----------, 2004, The Origins of Islamic Reformism in Southeast Asia: Networks
of Malay-Indonesian and Middle Eastern Ulama in the Seventeenth and
Eighteenth Century, Australia & Honolulu: Allen & Unwin and University
of Hawaii Press.
al-Bagdd, Isml Bsy, 1955, Hadyah al-rifn: Asm al-Muallifn wa
r al-Muannifn, 2 jilid, Bagdd: Mansyrt Maktabah al-Muann.
-----------, tt., al-Maknn f al-ail al Kasyf al-Z{unn, Dr Iy al-Tur
al-Arab.
Brockelmann, C., 1937-1949, Geschichte der Arabischen Literatur von Carl
Brockelmann, 2 jilid, dan 3 jilid tambahan, Leiden: E.J. Brill.
Daiber, Hans, 1988, Catalogue of the Arabic Manuscripts in the Daiber
Collection, Institute of Oriental Culture, University of Tokyo. Tokyo: The
Documentation Center for Asian Studies, Institute of Oriental Culture,
University of Tokyo (mengandung pemerian atas 367 naskah Arab).
-----------, 1996, Catalogue of the Arabic Manuscripts in the Daiber Collection II,
Institute of Oriental Culture, University of Tokyo. Tokyo: The
Documentation Center for Asian Studies, Institute of Oriental Culture,
University of Tokyo (mengandung pemerian atas 120 naskah Arab).
al-Dhahab, Ab Abd Allh Muammad ibn Amad ibn Umn, 1999, Mzn
al-Itidl f Naqd al-Rijl, 4 jilid, Beirut: Dr al-Fikr.
al-Dhahab, Syams al-Dn Muammad ibn Amad ibn Umn, 1413/1993, Siyar
Alm al-Nubal, 23 jilid, Beirut: Muassasah al-Rislah.
317
Fathurahman, Oman, 2007, Further Reseach on Itf al-ak by Ibrhm alKrn: A Philological and Codicological Perspective, makalah yang
dipresentasikan dalam Deutsches Orientalistentag (DOT), Freiburg, Jerman
26 September 2007.
Friedmann, Yohanan, 1971, Syaikh Amad Sirhind: An Outline of His Thought
and a Study of His Image in the Eyes of Posterity, Montreal: McGill-Queens
University Press.
Guillaume, Alfred, 1957, Al-Lumah al-Sanya f Taqq al-Ilq f-l-Umnya,
BSOAS, University of London, Vol. 20, No. 1/3, Studies in Honor of Sir
Ralph Turner, h. 291-303.
al-amaw, Mutaf ibn Fat Allh, Fawid al-Irtil wa-Natij al-Safar f
Akhbr Ahl al-Qarn al-d Asyar, MS Dar al-Kutub, Cairo.
Heer, Nicholas L, 1979, The Precious Pearl, al-Jms Al-Durrah Al-Fakhirah
together with his Glosses and the Commentary of Abd al-Gafr al-Lr,
Translated with an Introduction, Notes, and Glossary, Albany: State
University of New York Press.
Johns, A. H., 1978, Friends in Grace: Ibrahim al-Kurani and Abd al-Rauf alSingkeli dalam S. Udin (peny.), Spectrum: Essays Presented to Sutan
Takdir Alisjahbana, Jakarta: Dian Rakyat.
Knysy, Alexander, 1995, Ibrahim al-Kurani (d. 1101/1690), an Apologist for
Wadah al-Wujd dalam JRAS, Series 3, 5, I, h. 39-47.
Laoust, H, 2003, Ibn Taymiyya dalam The Encyclopaedia of Islam, WebCD
Edition, Brill Academic Publishers.
al-Murd, Ab al-Fal Muammad Khall ibn Al, 1988, Silk al-Durar f Ayn
al-Qarn al-n Asyar, Cairo: Dr al-Kitb al-Islm, 4 jilid.
Nafi, Basheer M., 2002, Tasawwuf and Reform in Pre-Modern Islamic Culture:
In Search of Ibrhm al-Krn, Die Welt des Islams, Vol. XLII, Nr. 3, h.
307-355.
Qarabulu, Al Ri & Amad Tran Qarabulut, 2006, Mujam al-Trkh alTur al-Islm fi Maktabah al-lam, Istanbul: Dr al-Aqabah, Qaiarya, 6
jilid.
Roper, Geoffrey, 1989, [tanpa judul], review atas buku Catalogue of the Arabic
Manuscripts in the Daiber Collection, Institute of Oriental Culture,
University of Tokyo karangan Hans Daiber, Bulletin (British Society for
Middle Eastern Studies), Vol. 16, No. 1.
al-Suy, Jall al-Dn Abd al-Ramn ibn Ab Bakr, 1935/1354, al-Itqn f
Ulm al-Qurn, Cairo: alab, 2 jilid.
Al-Zarkali (Al-Zerekly), Khair al-Dn, 1389/1969, Al-Alm: Qms Tarjm,
edisi ketiga, 12 jilid, Beirut: tp.
318
Lampiran:
Gambar 01
Bagian awal dari naskah Itf al-ak bi-Syar al-Tufah al-Mursalah il al-Nabi
Gambar 01
Bagian awal dari naskah Jal al-Nar f Baq al-Tanzh maa al-Tajalli f al-uwar
319
Gambar 03
Bagian awal naskah Maslak al-Tarf bi Taqq al-Taklf
320
Pengantar
Di tengah arus besar kecenderungan untuk melukiskan Islamisme
sebagai sesuatu yang monolitik berdimensi trans-nasional, buku
Jejak Kafilah, karya Greg Fealy dan Anthony Bubalo (Mizan,
2007), merobohkan pencitraan naif seperti itu dengan menunjukkan
keragaman dan dimensi lokal dari gerakan-gerakan Islam transnasional.
1
321
dan anti-modernitas. Pengaruh paham ini memperoleh momentumnya setelah berhasil menunggangi Kepala Suku Nejd, Abd alAziz ibn Saud, yang menguasai haramain dan mendirikan
kerajaan Saudi Arabia sejak tahun 1924.
Seturut dengan Wahabiyyah, Salafi kontemporer terobsesi menyerukan kembali ke Islam murni dengan meniru contoh yang
diberikan Salaf al-li. Salafi mengecam segala penyimpangan
dari prinsip tauhid, termasuk penolakan terhadap taqld dan mahab
yang dianggap menyusutkan Al-Quran dan Hadis. Pandangannya
yang hitam-putih memunculkan doktrin al-wala wa al-bara, yang
membagi dunia ke dalam ranah absolute good dan absolute evil.
Dalam obsesinya menjaga keutuhan dunia beriman, Salafi menghindari gerakan politik partisan (izbiyyah). Saat yang sama Salafi
percaya pada doktrin akmiyyah yang menekankan kedaulatan
Tuhan, oleh karenanya anti-demokrasi dan menganjurkan ketaatan
pada pemimpin pemerintahan (Hasan, 2007: 130-148).
Buku Noorhaidi Hasan menjelaskan transformasi gerakan Salafi
kontemporer di Indonesia, dari gerakan sunyi-apolitis menjadi gerakan politis-jihadis di bawah bendera Laskar Jihad, yang namanya berkibar dalam konflik etno-religius di Maluku. Menggunakan
perspektif teori-teori gerakan sosial (social movements), perhatian
utama diberikan kepada kemampuan gerakan memobilisasi sumberdaya yang memungkinkan perluasan anggota dan jaringan serta
konsolidasi dan transformasi gerakan. Tak lupa disertakan pendekatan motivasi individu yang mendorong orang per orang berpartisipasi dalam gerakan sosial.
Para teoritisi gerakan sosial, memiliki kerangka dasar yang
sama untuk melihat fenomena gerakan sosial. Bahwa gerakan sosial
melewati proses perkembangan, mulai dari tahap persiapan, pembentukan, dan konsolidasi. Tak ada gerakan-gerakan sosial yang
muncul sampai ada peluang politik serta konteks komunikasi yang
memungkinkan pengartikulasian problem-problem yang ada. Gerakan sosial memerlukan intlektual pergerakan untuk mengartikulasikan tema dan memformulasikan kontradiksi dalam masyarakat
ke dalam suatu ruang konseptual baru. Gerakan sosial berkembang
setelah adanya individu-individu yang siap ambil bagian di dalamnya (Eyerman & Jamison, 1991). Kerangka kesepahaman ini
tak disebutkan secara eksplisit dalam buku Noorhaidi, tapi penting
324
325
328
Sementara itu buku Greg Fealy dan Anthony Bubalo menggambarkan bagaimana fenomena fundamentalisme merembes ke dalam
arus utama Islam Indonesia yang utamanya antara lain Muhammadiyah dan NU. Dalam back cover dijelaskan bahwa, Di sepanjang sejarah Islam di Nusantara, fenomena fundamentalisme dan
ekstremisme terasa mengejutkan banyak pihak. Orang bertanyatanya: mengapa di tengah arus utama Islam yang moderat di Indonesia (utamanya, NU dan Muhammadiyah), muncul sekelompok
Muslim sebagai teroris? Penjelasannya tentu melibatkan berbagai
faktor dengan banyak dimensi yang kompleks. Tanpa bermaksud
melakukan penyederhanaan dan mengabaikan kompleksitas persoalan, buku ini secara khusus hendak menyoroti pengaruh Islamisme
Timur Tengahdari Ikhwanul Muslimin hingga Al-Qaedadi
Indonesia. Tak ketinggalan, terkait dengan pengaruh tersebut, buku
ini juga mengupas fenomena keberhasilan Partai Keadilan Sejahtera
di pentas politik Indonesia dan Jamaah Islamiyah yang sering
dikaitkan dengan serangkaian aksi teror.
Buku ini melakukan penelusuran secara lebih luas tentang peran
yang dimainkan kelompok Islamis di kancah politik internasional
kontemporer. Penilaian ini juga diberikan oleh M. Endy Fadlullah.2
Fokus kajiannya dibingkai dengan beberapa persepsi dan mispersepsi, terutama menyangkut kecenderungan yang melihat Islamisme saat ini sebagai gerakan ideologi monolitik yang menyebar dari
Timur Tengah sebagai pusat ke negara-negara Muslim di seluruh
dunia.
Penjelasan dalam buku ini mengarah pada perubahan besar
yang terjadi, baik di dunia Islam maupun persepsi Barat atas dunia
Islam. Perubahan nyata telah menjelma sebagai dampak serangan
teroris 11 September 2001, di mana Al-Qaeda semakin dipandang
sebagai sebuah ideologi ketimbang organisasi. Telaah atas sejauh
mana ideologi atau pandangan dunia itu telah menyebar, serta
menjelaskan bagaimana kecenderungan dari ancaman teroris di
masa depan. Perubahan besar dalam dunia Islam yang sering tidak
disadari oleh masyarakat internasional adalah, sebagian besar
masyarakat Muslim dunia saat ini tidak lagi terkonsentrasi di Timur
Tengah (h. 84).
2
http://ioix.multiply.com/journal/item/11/Jejak_Kafilah
329
330
331
maan identitas dalam perbedaan (identity in difference) dan keberagaman dalam kebersamaan identitas (difference in identity).
Dengan demikian, pembentukan dan perkembangan gerakan
Islam tidak bisa lepas dari kehadiran dan pengaruh dari kelompok
lain yang penting (significant others). Persepsi Muslim yang
berbeda-beda atas kelompok lain akan melahirkan strategi-strategi
kuasa dan formulasi-formulasi identitas yang berbeda-beda dalam
tubuh komunitas Muslim. Jadi, bagaimanapun kuatnya gairah kaum
fundamentalis yang suka bernostalgia untuk mencapai kemurnian
dan kepastian, tak akan bisa terlepas dari proses imitasi dan
ketidakpastian. Wallhu alam bi al-awb!
Daftar Pustaka
Eyerman & Jamison. 1991. Social Movement, A Cognitive Approach.
Pennsylvania State University Press, co-published with Polity Press.
Fadlullah, M. Endy, http://ioix.multiply.com/journal/item/11/Jejak_Kafilah
Fealy, Greg dan Anthony Bubalo. 2007. Jejak Kafilah. Bandung: Mizan.
Geertz, Clifford. 1968. Islam Observed. Chicago: University of Chicago Press.
-------. 1966. Religion as a Cultural System. dalam Anthropological Approaches
to the Study of Religion , ed. M. Banton (New York: Praeger, 1966): 1-46
Hasan, Noorhaidi. 2007. Laskar Jihad: Islam, militancy, and the quest for identity
in post-New Order Indonesia. Ithaca, NY: Southeast Asia Program
Publications, Southeast Asia Program, Cornell University
Latif, Yudi, Mengurai Eksistensi Laskar Pencari Identitas, Tinjauan Buku,
Kompas, Senin, 26 Maret 2007.
332
Lampiran:
Gambar 01
Cover Buku Jejak Kafilah, Pengaruh Radikalisme Timur Tengah di Indonesia,
karya Greg Fealy dan Anthony Bubalo (Bandung: Mizan, 2007)
333
Gambar 02
Back Cover dari Buku
Jejak Kafilah, Pengaruh Radikalisme Timur Tengah di Indonesia
334
Indeks
Indeks Vol. 6
1. Indeks Judul
Hikayat Lukmn Al-Hakm (Tinjauan Isi dan Relevansinya dengan Masa Kini),
Muhammad Shoheh, 251-274
Ibrhm al-Krn: Sebuah Telaah Biografis, Oman Fathurahman, 301-320
Karya Melayu Bercorak Tasawuf dan Klasifikasinya, Abdul Hadi W.M., 179-206
Konservasi Naskah Klasik dan Khazanah Budaya Keagamaan, Muchlis, 169-178
Materi Siaran Keagamaan di Televisi: Studi atas Materi Ceramah Keagamaan di
Stasiun Televisi Kalimantan Barat, E. Badri Yunardi, 125-148
Menguak Sufisme Tuang Rappang: Telaah atas Naskah Daqiq al-Asrr, M.
Adib Misbachul Islam, 207-228
Naskah Nabi Haparas, Naskah Sasak Bernuansa Islam di Nusa Tenggara Barat,
Zakiyah, 275-300
Pembumian Gerakan Islam Transnasional (Tinjauan Buku Jejak Kafilah), Yudi
Latif, 321-334
Pemikiran Islam Kiai Ahmad Rifai: Kajian atas Naskah Tabrah (KBG 486),
Islah Gusmian, 67-90
Penelitian Arkeologi sebagai Bukti Sahih Sejarah: Kajian atas Buku Barus Seribu
Tahun yang Lalu Karya Claude Guillot, dkk., Masmedia Pinem, 149-168
Penggunaan Tulisan Jawi di Indonesia Setelah Kedatangan Islam, Uka
Tjandrasasmita, 1-32
Peta Lektur Keagamaan pada Kelompok Keagamaan di IPB: Benang Merah
Gerakan Islam Asasi, Asep Saefullah, 91-124
Runtuhnya Budaya Bangsa (Peta Dekadensi Moral dalam Naskah Wasiat Nabi
Kode BR. 26 Koleksi PNRI), Nur Said, 229-250
Sumbangan Sastrawan Ulama Aceh dalam Penulisan Naskah Melayu, Abdul
Hadi W.M., 33-36
335
2. Indeks Penulis
A
Abdul Hadi W.M., 33, 179
Asep Saefullah, 91
E
E. Badri Yunardi, 125
I
Islah Gusmian, 67
M
M. Adib Misbachul Islam, 207
Masmedia Pinem, 149
Muchlis, 169
Muhammad Shoheh, 251
N
Nur Said, 229
O
Oman Fathurahman, 301
U
Uka Tjandrasasmita, 1
Y
Yudi Latif, 321
Z
Zakiyah, 275
336
Indeks
3. Indeks Subjek
A
Abd al-Bq Taq al-Dn alanbal, 304
Abd al-Bar Tuang Rappang, 208,
209, 210, 211, 223
ayan sbitah, 58
aadiyah, 50
Amad li Syam al-Millah wa
ad-Dn, 212
Ab al-Irfn, 303
Ab al-Mawhib, 304
Ab al-Waqt, 303
Ab Isq, 303
Ab Muammad, 303
Abbas al-'Asyi, 63
Abdul Karim al-Jili, 50, 51
Abdul Qadim Zallum, 99, 103, 110,
115, 117, 118, 121
Abdul Qadir Jailani, 188
Abdul Rauf al-Fansuri, 5
Abdul Samad al-Palimbani, 5
Abdurrahman Al-Baghdadi, 104,
118
Abu Ubaidah, 74
adil riwayat, 82
Agiografi, 186, 188
Ahlus Sunah, 114, 327
Ahmad Rifai, 67, 69, 71, 72, 73,
74, 75, 76, 77, 78, 79, 80, 81, 82,
83, 84, 85, 86, 87, 88, 89
awl, 185, 192
an al-barah, 221
Akhbar al-Akhrah, 53, 54
Akhlq al-Musinn, 44
alam jabarut, 182
alam lahut, 182
alam malakut, 182
alam nasut, 182
al-Asyr, 305
Alauddin Riayat Syah, 6, 21
Alf Lalah wa Lalah, 45
Al-Gazali, 12, 79, 118, 122
337
Bintang Timur
surat kabar, 21
BKIM, 98, 99, 101, 102, 105, 106,
107, 108, 109, 111, 117, 118,
121, 122, 123, 124
Bo Sangaji Kai, 17
boda, 287
Bukhari al-Jauhari, 7, 11, 40, 41,
44, 45, 46, 47, 49, 61, 189
Burhn al-Dn, 303
Bustn al-Saltn, 13, 49, 53, 54,
55, 189, 256
C
catch word (kata alihan), 260
Cik Pante Kulu,, 63
Cilinaya Cupak, 277
content analysis, 95, 126
D
a-arr, 209, 211, 224
Daqiq al-urf, 189, 311
Daqiq al-Asrr, 207, 209, 211,
213, 223, 224, 225, 226, 227,
228
Dar al-Farid, 53
Dekadensi Moral, 229, 235, 239
Destar, 284, 293
Dinasti Song Utara, 158
discourse analysis, 95
DKM Al-Hurriyah, 98, 100, 101,
105, 106
Do Karim, 63
urrat al-Far`id, 39
E
epigrafi, 2, 7, 150, 153, 155, 165,
166
F
Fahm, 46, 314
Fakhrudin `Iraqi, 183
fana`, 190
336
Indeks
337
338
Mirat al Mu`minn, 48
Mirat al-Muaqqiqn, 48
Mirat at-ullb, 57
Mirat a-Tamam, 18
Modjo
Kiai, 77
muyanah, 212, 213, 214, 222
muarah, 212, 213, 214, 222
musabah, 234
muaddi, 310
Muhamamd Isa Qaimuddin, 18
Muhammad Arsyad al-Banjari, 5,
19
Muhammad Daud al-Fatani, 5
Muhammad Fadlullah alBurhanpuri, 49, 197
Muhammad Zainuddin al-Sambawi,
5
Muktazilah, 114
Muntahi, 11, 42, 189, 200
Muqaddimah, 47, 212
Al-Muslimun, 105
murqabah, 212, 213, 214, 217,
218, 219, 220, 223
Musnad al-Firdaus, 268
Mustofa, 103, 104, 118, 121
musyhadah, 212, 213, 214, 216,
218, 219, 220, 221, 222, 223
musyahadah, 181, 185
N
Al-Nabhani, 103, 117, 118, 119,
120
Nsiah al-Mulk, 45
nr Muammad, 50, 58
Nabi Bercukur, 282, 283, 291
Nabi Haparas, 275, 278, 279, 280,
281, 282, 283, 284, 285, 286,
290, 291, 292, 294, 296, 297,
298, 299
nafs, 194
Nawawi al-Bantani, 170
ngoko
Jawa, 69
Nizam al-Mulk, 39, 44
Indeks
Nur al-Mubin, 62
Nuruddin al-Raniri, 7, 11, 12, 39,
52, 53, 54, 56, 58, 189
P
palaeografi, 2, 8
pantun, 19, 36, 42, 184
Penyejuk Kalbu, 128, 129, 133,
143, 145
Pepaosan, 277
Propatria, 72, 260
Puslitbang Lektur Keagamaan, 91,
125, 149, 169, 170, 172, 174,
178, 252, 253, 272, 300, 321
Pustaka Amani, 105
Q
qdi, 60
Qa-Qadar, 114
Qadiriyah, 41, 42
Qasidah al-Burdah, 184
qiydah fikriyyah, 114
qiyadah hizb, 120
Quds, 103, 193, 194
al-Qusysy, 303, 304, 305, 309
R
rh ifi, 50
Raja Ali Haji, 15, 177, 187, 189
Ratib, 14, 186, 188
RCTI,, 126
Reformasi Diri, 243
Rengganis, 276, 277, 278
Ri`ayat Syah al-Mukammil, 39
Riyu lin, 122
riyah, 59
rubai, 184
rubrikasi, 72, 259
S
Sabil Al-Muhtadin, 19
sajarah al-hayat, 198
saknah, 236
339
Syukur, 59
U
T
340
ulhiyah, 59
ulil albb, 46
ulil amri, 77, 82, 88
Umdat al-Muhtajn, 57, 58
Undang-Undang Sultan Adam, 19
`uryan, 190
V
verstehen, 181
W
wadah, 50, 308, 309, 310, 311
wadah al-wujd, 43, 51, 195, 316
waidiyah, 50
Al-Waie, 104, 105, 108, 110, 116,
123
Waktu lima, 287
Waiat Nabi, 229, 231, 232, 233,
234, 235, 236, 237, 238, 239,
242, 243, 244, 245, 246
Watermarks, 260
Weltanschauung, 35, 180, 181
wetu telu, 287, 288, 289
Wujud Mutlak, 51, 182
wujudiyah, 11, 42, 43, 49, 62, 194,
195
Y
Ysuf al-Makassari (Yusuf
Khalwati al-Makassari), 5, 207,
221, 223
Yayasan Al-Barkah, 133
Z
auq, 190, 192
ikr asanah, 59
ikr darajat, 59
ill al-Hill, 53
Zubdat al-Asrr, 68, 212
Zuhrat Al-Murid, 14
Zuhud, 59
Indeks
335