dengan senyawa yang "normal" dalam proses tersebut (Crafts and Robbins 1973).
Herbisida menjadi kompetitor karena memiliki struktur yang mirip dan menjadi
kosubstrat yang dikenali oleh enzim yang menjadi sasarannya. Cara kerja lain
adalah dengan mengganggu keseimbangan produksi bahan-bahan kimia yang
diperlukan tumbuhan (Crafts and Robbins 1973).
Pestisida masuk ke dalam tubuh manusia dengan cara sedikit demi sedikit
dan mengakibatkan keracunan kronis. Bisa pula berakibat racun akut bila jumlah
pestisida yang masuk ke tubuh manusia dalam jumlah yang cukup (Wudianto R
2011). Pemaparan kadar rendah dalam jangka panjang atau pemaparan dalam
waktu yang singkat dengan akibat kronis. Keracunan kronis dapat ditemukan
dalam bentuk kelainan syaraf dan perilaku (bersifat neuro toksik) atau
mutagenitas. Selain itu ada beberapa dampak kronis keracunan pestisida, antara
lain gangguan otak dan syaraf, hepatitis, serta menurunkan sistem kekebalan.
Dampak tersebut dapat terjadi karena terpapar secara langsung dan terus-menerus
dengan pestisida (Wudianto R 2011). Hal demikian apabila tidak ditangani dan
tidak dikakukan pengobatan dapat mengakibatkan kematian.
Sampai saat ini telah banyak penelitian untuk memperoleh bioinsektisida
yang ampuh dan ramah lingkungan, salah satunya bioinsektisida mikrobial yang
diperoleh dari Bacillus thuringiensis (B.t) yang bersifat aman karena memiliki
derajat spesifisitas yang tinggi dan relatif kecil terjadinya resistensi (kekebalan)
pada serangga hama. Bacillus thuringiensis aizawai merupakan salah satu jenis
bakteri yang banyak dimanfaatkan dalam produksi bioinsektisida microbial (Behle
et al. 1999). Banyak strain dari bakteri ini yang menghasilkan protein yang
beracun bagi serangga. Spora yang dibentuk oleh Bacillus thuringiensis berbentuk
oval, berwarna hijau kebiruan dan berukuran 1.0 1.3 mikrometer dan Bacillus
thuringiensis membentuk kristal protein (-endotoksin) bersamaan dengan
terbentuknya spora. Bakteri ini mempunyai endospora subterminal berbentuk oval
dan selama sporulasi menghasilkan satu kristal protein dalam setiap selnya (Gill
et al. 1992).
Sampai saat ini telah diidentifikasi kristal protein yang beracun terhadap
larva dari berbagai ordo serangga yang menjadi hama pada tanaman pangan dan
hortikultura. Kebanyakan dari kristal protein tersebut lebih ramah lingkungan
karena mempunyai target yang spesifik sehingga tidak mematikan serangga bukan
sasaran dan mudah terurai sehingga tidak menumpuk dan mencemari lingkungan
(Gill et al. 1992). Kristal protein dan spora yang dihasilkan oleh Bacillus
thuringiensis masuk ke dalam perut serangga sehingga menyebabkan kerusakan
organ pada perut serangga. Serangga tidak mampu memproses kristal protein yang
masuk ke dalam tubuhnya. Sebaliknya, kristal protein dan spora menggrogoti
perut serangga sehingga terbentuk lubang yang menyebabkan serangga tidak
dapat bertahan (Gill
et al. 1992). Setiap bioinsektisida menggunakan
mikroorganisme yang berbeda sebagai penghasil bahan aktif yang diperlukan
untuk membasmi serangga. Maka, dengan mikroorganisme yang berbeda, sasaran
serangga yang dijadikan target pembasmian juga berbeda. Artinya, jenis
bioinsektisida tertentu spesifik terhadap serangga tertentu (Bahle et al 1999).
Simpulan
Hama merupakan bagian yang sangat penting dan harus dihilangkan.
Berbagai cara dilakukan untuk membasmi hama, seperti penggunaan insektisida,
fungisida, dan herbisida. Fungisida digunakan untuk membasmi hama dengan
jenis cendawan yang bersifafat patogen pada tumbuhan. Sedangan herbisida
digunakan untuk membasmi tanaman asing atau tanaman liar (gulma) yang
mengganggu pertumbuhan tanaman utama. Cara membasmi hama yang lain
adalah dengan menggunakan insektisida. Namun, saat ini banyak dikembangkan
insektisida alami (bioinsektisida). Bioinsektisida berfungsi untuk membasmi hama
serangga. Efek samping dari penggunaan pembasmi hama ini adalah apabila
terpapar secara langsung dan terus-menerus akan menyebabkan keracunan kronis
seperti gangguan otak dan syaraf, hepatitis, dan menurunnya sistem imun.
Bioinsektisida dibuat dengan memanfaatkan bahan aktif yang dihasilkan
oleh mikroorganisme tertentu. Bahan aktif tersbut spesifik untuk serangga tertentu
sehingga ramah lingkungan karena tidak mengganggu organisme lain.
Bioinsektisida yang dibuat dari mikroba Bacillus thuringiensis menghasilkan
bahan aktif berupa spora dan kristal protein yang dapat mengganggu dan merusak
pencernaan serangga. Kerusakan yang terjadi adalah terbentuknya lubang pada
perut serangga sehingga menyebabkan kematian.
DAFTAR PUSTAKA
Asmaliyah.2001. Prospek Pemanfaatan Insektisida Mikroba Bacillus
thuringiensis Sebagai Alternatif Dalam Pengendalian Hama. Palembang:
Buletin Teknologi Reboisasi.
Behle, et al. 1999. Makalah Formulations Forum 99. Formulating Bionsecticides
To Improve Residual Activity. University Peoria. Illinois.
Crafts A.S. and Robbins W.W. 1973. Weed Control. New Delhi: Tata Mc. GrawHill Publishing Company Ltd.
Djojosumarto P. 2000. Teknik Aplikasi Herbisida Pertanian. Yogyakarta: Kanisius.
Gill, S. S., E. A. Cowles, dan P. V, Pietrantonio. 1992. The Mode of Action of
Bacillus thuringiensis. Endotoxin. Annu, Rev. Entomol. 37 : 615 636.
Sunarno Timbul. 2007. Fungisida dan bakterisida organik. Jakarta: Gramedia
Pustaka Utama.
Wudianto R. 2011. Petunjuk Penggunaan Pestisida. Bogor: Penebar Swadaya.