Wawasan Nusantara Secara Etimologis Dan Terminologi
Wawasan Nusantara Secara Etimologis Dan Terminologi
yang damai di perairan pedalaman in bagi kapal-kapal asing dijamin selama dan sekedar
tidak bertentangan dengan/mengganggu kedaulatan dan keselamatan negara Indonesia.
Penentuan batas lautan teritorial (yang lebarnya 12 mil) diukur dari garis yang
menghubungkan titik-titik ujung yang terluar pada pulau-pulau negara Indonesia.
o Jadi, pulau-pulau dan laut di wilayah Indonesia merupakan satu wilayah yang utuh,
kesatuan yang bulat dan utuh
Indonesia kemudian mengeluarkan UU No 4/Prp Tahun 1960 tentang Perairan Indonesia
yang berisi konsep kewilayahan Indonesia menurut Deklarasi Djuanda itu
o Maka Indonesia mempunyai konsep tentang Negara Kepulauan (Negara Maritim)
o Dampaknya: jika dulu menurut Territoriale Zee En Maritime Kringen Ordonantie tahun
1939 luas Indonesia adalah kurang lebih 2 juta km2 maka menurut Deklarasi Djuanda dan
UU No 4/prp Tahun 1960 luasnya menjadi 5 juta km2 (dimana 65% wilayahnya terdiri dari
laut/perairan)
Pada 1982, Konferensi PBB tentang Hukum Laut Internasional III mengakui pokok-pokok
asas Negara Kepulauan (seperti yang digagas menurut Deklarasi Djuanda)
o Asas Negara Kepulauan itu diakui dan dicantumkan dalam UNCLOS 1982 (United Nation
Convention on the Law af the Sea)
o Dampak dari UNCLOS 1982 adalah pengakuan tentang bertambah luasnya ZEE (Zona
Ekonomi Eksklusif) dan Landas Kontinen Indonesia
Indonesia kemudian meratifikasi UNCLOS 1982 melalui UU No 17 Tahun 1985 (tanggal
31 Desember 1985)
Sejak 16 November 1993 UNCLOS 1982 telah diratifikasi oleh 60 negara dan menjadi
hukum positif sejak 16 November 1994.
Perjuangan selanjutnya adalah perjuangan untuk wilayah antariksa nasional, termasuk GSO
(Geo Stationery Orbit)
Jadi wilayah Indonesia adalah (Prof. Dr. Priyatna dalam S. Sumarsono, 2005, hal 74)
o Wilayah territorial 12 mil dari Garis Pangkal Laut
o Wilayah ZEE (Zona Ekonomi Eksklusif) 200 mil dari Pangkal Laut
o Wilayah ke dalam perut bumi sedalam 40.000 km
o Wilayah udara nasional Indonesia setinggi 110 km
o Batas antariksa Indonesia
Tinggi = 33.761 km
Tebal GSO (Geo Stationery Orbit) = 350 km
sehat dan dinamis. Hal tersebut tampak dalam wujud pemerintahan yang kuat aspiratif dan
terpercaya yang dibangun sebagai penjelmaan kedaulatan rakyat.
b. Perwujudan Kepulauan Nusantara sebagai Satu Kesatuan Ekonomi
Implementasi wawasan nusantara dalam kehidupan ekonomi akan menciptakan tatanan
ekonomi yang benar-benar menjamin pemenuhan dan peningkatan kesejahteraan dan
kemakmuran rakyat secara adil dan merata. Di samping itu, implementasi wawasan nusantara
mencerminkan tanggung jawab pengelolaa sumber daya alam yang memperhatikan
kebutuhan masyarakat antar daerah secara timbal balik serta kelestarian sumber daya alam itu
sendiri.
Kekayaan di wilayah nusantara, baik potensial maupun efektif, adalah modal dan milik
bersama bangsa untuk memenuhi kebutuhan di seluruh wilayah Indonesia secara merata.
Tingkat perkembangan ekonomi harus seimbang dan serasi di seluruh daerah tanpa
mengabaikan ciri khas yang memiliki daerah masing-masing.
Kehidupan perekonomian di seluruh wilayah nusantara diselenggarakan sebagai usaha
bersama dengan asas kekeluargaan dalam sistem ekonomi kerakyatan untuk sebesar-besar
kemakmuran rakyat.
Perwujudan Kepulauan Nusantara sebagai Satu Kesatuan Sosial Budaya
Implementasi wawasan nusantara dalam kehidupan sosial budaya akan menciptakan sikap
batiniah dan lahiriah yang mengakui segala bentuk perbedaan sebagai kenyataan hidup
sekaligus karunia Tuhan. Implementasi ini juga akan menciptakan kehidupan masyarakat dan
bangsa yang rukun dan bersatu tanpa membedakan suku, asal usul daerah, agama, atau
kepercayaan,serta golongan berdasarkan status sosialnya. Budaya Indonesia pada hakikatnya
adalah satu kesatuan dengan corak ragam budaya yang menggambarkan kekayaan budaya
bangsa. Budaya Indonesia tidak menolak nilai-nilai budaya asing asalkan tidak bertentangan
dengan nilai budaya bangsa sendiri dan hasilnya dapat dinikmati.
d. Perwujudan Kepulauan Nusantara Sebagai Satu Kesatuan Pertahanan dan Keamanan
Implementasi wawasan nusantara dalam kehidupan pertahanan dan keamanan akan
menumbuhkan kesadaran cinta tanah air dan bangsa, yang lebih lanjut akan membentuk sikap
bela negara pada tiap warga negara Indonesia. Kesadaran dan sikap cinta tanah air dan bangsa
serta bela negara ini menjadi modal utama yang akan mengerakkan partisipasi setiap warga
negara indonesia dalam menghadapi setiap bentuk ancaman antara lain :
1. Bahwa ancaman terhadap satu pulau atau satu daerah pada hakikatnya adalah ancaman
terhadap seluruh bangsa dan negara.
2. Tiap-tiap warga negara mempunyai hak dan kewajiban yang sama untuk ikut serta dalam
pertahanan dan keamanan negara dalam rangka pembelaan negara dan bangsa.
3. Penerapan Wawasan Nusantara
1. Salah satu manfaat paling nyata dari penerapan wawasan nusantara. Khususnya dibidang
wilayah. Adalah diterimanya konsepsi nusantara di forum internasional. Sehingga terjaminlah
integritas wilayah teritorial Indonesia. Laut nusantara yang semula dianggap laut bebas
menjadi bagian integral dari wilayah Indonesia.
2. Pertambahan luas wilayah sebagai ruang lingkup tersebut menghasilkan sumber daya alam
yang mencakup besar untuk kesejahteraan bangsa Indonesia.
3. Pertambahan luas wilayah tersebut dapat diterima oleh dunia internasional terutama negara
tetangga yang dinyatakan dengan persetujuan yang dicapai.
4. Penerapan wawasan nusantara dalam pembangunan negara di berbagai bidang tampak
pada berbagai proyek pembangunan sarana dan prasarana ekonomi, komunikasi dan
transportasi.
5. Penerapan di bidang sosial dan budaya terlihat pada kebijakan untuk menjadikan bangsa
Indonesia yang Bhinneka Tunggal Ika tetap merasa sebangsa, setanah air, senasib
sepenanggungan dengan asas pancasila.
6. Penerapan wawasan nusantara di bidang pertahanan keamanan terlihat pada kesiapsiagaan
dan kewaspadaan seluruh rakyat melalui sistem pertahanan dan keamanan rakyat semesta
untuk menghadapi berbagai ancaman bangsa dan negara.
4. Hubungan Wawasan Nusantara dan Ketahanan Nasional
Dalam penyelenggaraan kehidupan nasional agar tetap mengarah pada pencapaian tujuan
nasional diperlukan suatu landasan dan pedoman yang kokoh berupa konsepsi wawasan
nasional untuk mewujudkan aspirasi bangsa serta kepentingan dan tujuan nasional. Wawasan
nasional bangsa Indonesia adalah wawasan nusantara yang merupakan pedoman bagi proses
pembangunan nasional menuju tujuan nasional. sedangkan ketahanan nasional merupakan
kondisi yang harus diwujudkan agar proses pencapaian tujuan nasional tersebut dapat
berjalan dengan sukses. Secara ringkas dapat dikatakan bahwa wawasan nusantara dan
ketahanan nasional merupakan dua konsepsi dasar yang saling mendukung sebagai pedoman
bagi penyelenggaraan kehidupan berbangsa dan bernegara agar tetap jaya dan berkembang
seterusnya.
Sementara itu, menurut UNCLOS 1982, pengertian/batasan wilayah pesisir tidak
diatur, tetapi UNCLOS 1982, membagi laut ke dalam zona-zona yaitu: 4
a. Wilayah laut yang berada di bawah yurisdiksi suatu Negara adalah :
1. Perairan Pedalaman (Internal Waters)
Negara Indonesia memiliki wilayah laut sangat luas 5,8 juta km2 yang
merupakan tiga per empat dari keseluruhan wilayah Indonesia. Di dalam wilayah
laut tersebut terdapat sekitar 17.500 lebih dan dikelilingi garis pantai sepanjang
81.000 km, yang merupakan garis pantai terpanjang kedua di dunia setelah
Kanada. Fakta fisik inilah yang membuat Indonesia dikenal sebagai negara
kepulauan dan maritim terbesar di dunia.
Selain peran geopolitik, wilayah laut kita juga memiliki peran geokonomi
yang sangat penting dan strategis bagi kejayaan dan kemakmuran bangsa
Indonesia. Sebagai negara kepulauan dan maritim terbesar di dunia, Indonesia
diberkahi Tuhan YME dengan kekayaan laut yang sangat besar dan beranekaragam, baik berupa sumberdaya alam terbarukan (seperti perikanan, terumbu
karang, hutan mangrove, rumputlaut, dan produk-produk bioteknologi);
sumberdaya alam yang takterbarukan (seperti minyak dan gas bumi, emas,
perak, timah, bijih besi, bauksit, dan mineral lainnya); energi kelautan
sepertipasang-surut, gelombang, angin, dan OTEC (Ocean Thermal Energy
Conversion); maupun jasa-jasa lingkungan kelautan seperti pariwisata bahari dan
transportasi laut.
Oleh karena itu, pada makalah ini dibahas mengenai pentingnya pengembangan
potensi kelautan yang optimal bagi peningkatan kesejahteraan bangsa
Indonesia. Pengembangan kelautan tersebut diawali dengan adanya isu-isu
permasalahan yang ada dan ditindaklanjuti dengan upaya pengelolaan kelautan
dengan menggunakan prinsip-prinsip pengelolaan yang berkelanjutan, terpadu,
desentralisasi pengelolaan, pemberdayaan masyarakat dan kerjasama
internasional.
A. Potensi Sumberdaya Kelautan
Potensi dan peluang pengembangan kelautan meliputi :
(1) perikanan tangkap,
(2) perikanan budidaya,
(3) industri pengolahan hasil perikanan,
Perhubungan Laut
Transportasi laut berperan penting dalam dunia perdagangan internasional
maupun domestik. Transportasi laut juga membuka akses dan
menghubungkan wilayah pulau, baik daerah sudah yang maju maupun
yang masih terisolasi. Sebagai negara kepulauan (archipelagic state),
Indonesia memang amat membutuhkan transportasi laut, namun,
Indonesia ternyata belum memiliki armada kapal yang memadai dari segi
jumlah maupun kapasitasnya. Data tahun 2001 menunjukkan, kapasitas
share armada nasional terhadap angkutan luar negeri yang mencapai 345
juta ton hanya mencapai 5,6 persen. Adapun share armada nasional
terhadap angkutan dalam negeri yang mencapai 170 juta ton hanya
mencapai 56,4 persen. Kondisi semacam ini tentu sangat
mengkhawatirkan terutama dalam menghadapi era perdagangan bebas.
Selain diperlukan suatu kebijakan yang kondusif untuk industri pelayaran,
maka Peningkatan kualitas SDM yang menangani transportasi sangatlah
diperlukan.
Karena negara Indonesia adalah negara kepulauan maka keperluan sarana
transportasi laut dan transportasi udara diperlukan. Mengingat jumlah
pulau kita yang 17 ribu buah lebih maka sangatlah diperlukan industri
maritim dan dirgantara yang bisa membantu memproduksi sarana yang
membantu kelancaran transportassi antar pulau tersebut. Potensi
pengembangan industri maritim Indonesia sangat besar, mengingat
secara geografis Indonesia merupakan negara kepulauan yang terdiri dari
ribuan pulau. Untuk menjangkau dan meningkatkan assesbilitas pulau
dapat dihubungkan melalui peran dari sarana transportasi udara (pesawat
kecil) dan sarana transportasi laut (kapal, perahu, dan sebagainya).
Pariwisata Bahari
Indonesia memiliki potensi pariwisata bahari yang memiliki daya tarik bagi
wisatawan. Selain itu juga potensi tersebut didukung oleh kekayaan alam
yang indah dan keanekaragaman flora dan fauna. Misalnya, kawasan
terumbu karang di seluruh Indonesia yang luasnya mencapai 7.500 km2
dan umumnya terdapat di wilayah taman laut. Selain itu juga didukung
oleh 263 jenis ikan hias di sekitar terumbu karang, biota langka dan
dilindungi (ikan banggai cardinal fish, penyu, dugong, dll), serta migratory
species.
Potensi kekayaan maritim yang dapat dikembangkan menjadi komoditi
pariwisata di laut Indonesia antara lain: wisata bisnis (business tourism),
wisata pantai (seaside tourism), wisata budaya (culture tourism), wisata
pesiar (cruise tourism), wisata alam (eco tourism) dan wisata olah raga
(sport tourism).
B. Isu dan Masalah Pengelolaan
1. Isu Kerusakan Ekosistem
Kerusakan ekosistem yang sangat berpengaruh pada tingkat produktivitas
sumber daya kelautan meliputi: ekosistem terumbu karang, ekosistem
mangrove, padang lamun dan estuaria, serta ekosistem budidaya laut.
Kondisi terumbu karang saat ini mencapai kerusakan rata-rata 40%
dengan rincian : rusak berat 40,14%, rusak sedang 29,22%, dan baik 6,4124,23%. Di Indonesia Barat kondisi memuaskan tinggal 3,93%, di
Indonesia Tengah tinggal 7,09%, sedangkan di Indonesia Timur kondisi
memuaskan tinggal 9,80%.
Permasalahan kerusakan ekosistem juga terjadi akibat terjadi
pemanfaatan sumberdaya ikan yang berlebih (overfishing) di beberapa
wilayah perairan Indonesia. Masalah tersebut berdampak pada
ketidakberlanjutan pemanfaatan sumberdaya perikanan. Kerusakan
bagus dalam hal ini adalah Jepang. Dengan panjang pantai kurang lebih
34.590 km dan 6.200 pulau besar kecil, Jepang menerapkan pendekatan
otonomi melalui mekanisme coastal fishery right-nya yang terkenal itu.
Dalam konteks ini, pemerintah pusat hanya memberikan basic
guidelines dan kemudian kebijakan lapangan diserahkan kepada provinsi
atau kota melalui FCA (Fishebry Cooperative Association). Dengan
demikian, terdapat mozaik pengelolaan yang bersifat site-spesific menurut
kondisi lokasi di wilayah pengelolaan masing-masing.
4. Pengelolaan Berbasis Masyarakat
Pendekatan pembangunan termasuk dalam konteks sumberdaya kelautan,
seringkali meniadakan keberadaan organisasi lokal (local organization).
Meningkatnya perhatian terhadap berbagai variabel local menyebabkan
pendekatan pembangunan dan pengelolaan beralih dari sentralisasi ke
desentralisasi yang salah satu turunannya adalah konsep otonomi
pengelolaan sumberdaya kelautan.
Dalam konteks ini pula, kemudian konsep CBM (community based
management) dan CM (Co-Management) muncul sebagai policy badies
bagi semangat kebijakan dari bawah (bottom up policy) yang berkaitan
dengan pengelolaan sumberdaya alam. Hal ini diarahkan sesuai dengan
tujuan pengelolaan sumberdaya kelautan yang dilakukan untuk mencapai
kesejahteraan bersama sehingga orientasinya adalah pada kebutuhan dan
kepentingan masyarakat sehingga tidak hanya menjadi objek, melainkan
subjek pengelolaan.
5. Isu Global
Memasuki abad ke-21, Indonesia dihadapkan pada tantangan internasional
sehubungan dengan mulai diterapkannya pasar bebas, mulai dari AFTA
(pasar bebas ASEAN) hingga APEC (pasar bebas Asia Pasifik). Seiring
dengan itu, terjadi berbagai perkembangan lingkungan strategis
internasional, antara lain (1) proses globalisasi, (2) regionalisasi blok
perdagangan, (3) isu politik perdagangan yang menciptakan non-tariff
barier, dan (4) isu tarifikasi dan tariff escalation bagi produk agroindustri,
dan (5) perkembangan kelembagaan perdagangan internasional.
Terdapat dua aspek globalisasi yang terkait dengan sektor kelautan dan
perikanan, yakni aspek ekologi dan ekonomi. Secara ekologi, terdapat
berbagai kaidah internasional dalam pengelolaan sumberdaya perikanan
(fisheries management), seperti adanya Code of Conduct for Responsible
Fisheries yang dikeluarkan FAO (1995). Aturan ini menuntut adanya
praktek pemanfaatan sumberdaya perikanan secara berkelanjutan,
dimana setiap negara dituntut untuk memenuhi kaidah-kaidah tersebut,
selanjutnya dijabarkan di tingkat regional melalui organisasi/komisi-komisi
regional (Regional Fisheries Management Organizations-RFMOs) seperti
IOTC (Indian Ocean Tuna Comission) yang mengatur penangkapan tuna di
perairan India, CCSBT, dll. Selain itu, Committee on Fisheries FAO telah
menyepakati tentang International Plan of Action on Illegal, Unreported
and Unregulated (IUU) Fishing yang mengatur mengenai (1) praktek ilegal
seperti pencurian ikan, (2) praktek perikanan yang tidak dilaporkan atau
laporannya salah, atau laporannya di bawah standar, dan (3) praktek
perikanan yang tidak diatur sehingga mengancam kelestarian stok ikan
global.
Sementara itu dalam aspek ekonomi, liberalisasi perdagangan merupakan
ciri utama globalisasi. Konsekuensinya adalah ketatnya persaingan
produk-produk perikanan pada masa datang. Oleh karenanya produkproduk perikanan akan sangat ditentukan oleh berbagai kriteria, seperti
(1) produk tersedia secara teratur dan berkesinambungan, (2) produk
harus memiliki kualitas yang baik dan seragam, dan (3) produk dapat
disediakan secara masal. Selain itu, produk-produk perikanan harus dapat
pula mengantisipasi dan mensiasati segenap isu perdagangan
internasional, termasuk: isu kualitas (ISO 9000), isu lingkungan (ISO
14000), isu property right, isu responsible fisheries, precauteonary
approach, isu hak asasi manusia (HAM), dan isu ketenagakerjaan.
Ancaman Bencana laut
Bencana dapat disebabkan oleh kejadian alam (natural disaster) maupun oleh
ulah manusia (man-made disaster). Faktor-faktor yang dapat menyebabkan
bencana antara lain:
Bahaya alam (natural hazards) dan bahaya karena ulah manusia (man-made
hazards) yang menurut United Nations International Strategy for Disaster
Reduction (UN-ISDR) dapat dikelompokkan menjadi bahaya geologi (geological
hazards), bahaya hidrometeorologi (hydrometeorological hazards), bahaya
biologi (biological hazards), bahaya teknologi (technological hazards) dan
penurunan kualitas lingkungan (environmental degradation)
Kerentanan (vulnerability) yang tinggi dari masyarakat, infrastruktur serta
elemen-elemen di dalam kota/ kawasan yang berisiko bencana
Kapasitas yang rendah dari berbagai komponen di dalam masyarakat
Secara geografi s Indonesia merupakan negara kepulauan yang terletak pada
pertemuan empat lempeng tektonik yaitu lempeng Benua Asia, Benua Australia,
lempeng Samudera Hindia dan Samudera Pasifik. Pada bagian selatan dan timur
Indonesia terdapat sabuk vulkanik (volcanic arc) yang memanjang dari Pulau
Sumatera ? Jawa - Nusa Tenggara ? Sulawesi, yang sisinya berupa pegunungan
vulkanik tua dan dataran rendah yang sebagian didominasi oleh rawa-rawa.
Kondisi tersebut sangat berpotensi sekaligus rawan bencana seperti letusan
gunung berapi, gempa bumi, tsunami, banjir dan tanah longsor. Data
menunjukkan bahwa Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki
tingkat kegempaan yang tinggi di dunia, lebih dari 10 kali lipat tingkat
kegempaan di Amerika Serikat (Arnold, 1986).
Gempa bumi yang disebabkan karena interaksi lempeng tektonik dapat
menimbulkan gelombang pasang apabila terjadi di samudera. Dengan wilayah
yang sangat dipengaruhi oleh pergerakan lempeng tektonik ini, Indonesia sering
mengalami tsunami. Tsunami yang terjadi di Indonesia sebagian besar
disebabkan oleh gempa-gempa tektonik di sepanjang daerah subduksi dan
daerah seismik aktif lainnya (Puspito, 1994). Selama kurun waktu 1600?2000
terdapat 105 kejadian tsunami yang 90 persen di antaranya disebabkan oleh
gempa tektonik, 9 persen oleh letusan gunung berapi dan 1 persen oleh tanah
longsor (Latief dkk., 2000). Wilayah pantai di Indonesia merupakan wilayah yang
rawan terjadi bencana tsunami terutama pantai barat Sumatera, pantai selatan
Pulau Jawa, pantai utara dan selatan pulau-pulau Nusa Tenggara, pulau-pulau di
Maluku, pantai utara Irian Jaya dan hampir seluruh pantai di Sulawesi. Laut
Maluku adalah daerah yang paling rawan tsunami. Dalam kurun waktu tahun
1600?2000, di daerah ini telah terjadi 32 tsunami yang 28 di antaranya
diakibatkan oleh gempa bumi dan 4 oleh meletusnya gunung berapi di bawah
laut.
Wilayah Indonesia terletak di daerah iklim tropis dengan dua musim yaitu panas
dan hujan dengan ciri-ciri adanya perubahan cuaca, suhu dan arah angin yang
cukup ekstrim. Kondisi iklim seperti ini digabungkan dengan kondisi topografi
permukaan dan batuan yang relatif beragam, baik secara fisik maupun kimiawi,
menghasilkan kondisi tanah yang subur. Sebaliknya, kondisi itu dapat
menimbulkan beberapa akibat buruk bagi manusia seperti terjadinya bencana
hidrometeorologi seperti banjir, tanah longsor, kebakaran hutan dan kekeringan.
Seiring dengan berkembangnya waktu dan meningkatnya aktivitas manusia,
kerusakan lingkungan hidup cenderung semakin parah dan memicu
meningkatnya jumlah kejadian dan intensitas bencana hidrometeorologi (banjir,
tanah longsor dan kekeringan) yang terjadi secara silih berganti di banyak
daerah di Indonesia. Pada tahun 2006 saja terjadi bencana tanah longsor dan
banjir bandang di Jember, Banjarnegara, Manado, Trenggalek dan beberapa
daerah lainnya. Meskipun pembangunan di Indonesia telah dirancang dan
didesain sedemikian rupa dengan dampak lingkungan yang minimal, proses
pembangunan tetap menimbulkan dampak kerusakan lingkungan dan ekosistem.
Pembangunan yang selama ini bertumpu pada eksploitasi sumber daya alam
(terutama dalam skala besar) menyebabkan hilangnya daya dukung sumber
daya ini terhadap kehidupan mayarakat. Dari tahun ke tahun sumber daya hutan
di Indonesia semakin berkurang, sementara itu pengusahaan sumber daya
mineral juga mengakibatkan kerusakan ekosistem yang secara fisik sering
menyebabkan peningkatan risiko bencana.
Pada sisi lain laju pembangunan mengakibatkan peningkatan akses masyarakat
terhadap ilmu dan teknologi. Namun, karena kurang tepatnya kebijakan
penerapan teknologi, sering terjadi kegagalan teknologi yang berakibat fatal
seperti kecelakaan transportasi, industri dan terjadinya wabah penyakit akibat
mobilisasi manusia yang semakin tinggi. Potensi bencana lain yang tidak kalah
seriusnya adalah faktor keragaman demografi di Indonesia. Jumlah penduduk
Indonesia pada tahun 2004 mencapai 220 juta jiwa yang terdiri dari beragam
etnis, kelompok, agama dan adat-istiadat. Keragaman tersebut merupakan
kekayaan bangsa Indonesia yang tidak dimiliki bangsa lain. Namun karena