bahwa menurut para ilmuwan Amerika, anak dari ayah yang alkoholik,
apalagi yang juga memiliki kepribadian anti-sosial ternyata lebih besar
risikonya menjadi anak yang kemampuan intelektual dan akademiknya
kurang dibanding anak-anak lain. Kekurangan ini akan tampak sejak usia
sekolah dasar.
Hal ini didasarkan pada observasi terhadap 198 anak lelaki usia sekolah
dasar yang memiliki ayah dengan kebiasaan minum. Dikelompokkan juga
antara anak dengan ayah anti-sosial, tidak anti-sosial, dan yang tanpa
masalah alkohol. Anak lelaki dengan ayah alkoholik ternyata memang
memiliki IQ yang lebih rendah, walaupun masih dalam batas normal.
Demikian juga dalam kemampuan mereka mengeja dan tes aritmatika. Hasil
ini dipublikasikan dalam edisi Juli dari Alcoholism: Clinical and Experimental
Research.
Untuk itu Poon menambahkan bahwa masih diperlukan studi lebih lanjut,
mengingat anak-anak lelaki tersebut segera akan beranjak remaja dan perlu
dibuktikan apakah hasil penelitian sekarang benar-benar bermanifestasi.
Tampaknya lebih bijaksana meninggalkan kebiasaan minum alkohol demi
kepentingan anak. (yz)
Seorang peneliti bernama Rose Cooper Thomas yang melakukan penelitian terhadap
hubungan antara ibu dan anak, menemukan bahwa ibu yang mengalami gangguan jiwa
Schizophrenia (dengan kecenderungan perilaku yang acuh tak acuh), maka cenderung
menghasilkan anak yang perilakunya suka memberontak, jahat, menyimpang atau bahkan
anti sosial. Namun sebaliknya ada pula yang anaknya jadi suka menarik diri, pasif,
tergantung dan terlalu penurut. Peneliti lain juga menemukan, gangguan jiwa sang ibu
berakibat pada terganggunya perkembangan identitas sang anak.
Penemuan yang sama juga mengungkapkan bahwa gangguan Obsesif Kompulsif yang
dialami orang tua sangat berkaitan erat dengan sikap pengabaian mereka terhadap anaknya.
Sebab, gangguan Obsesif Kompulsif ini menjadikan individu nya lebih banyak memikirkan
dan melakukan ritual-ritualnya dari pada tanggung jawab mengasuh anaknya.
Memang, pada kasus-kasus ini sering ditemukan adanya sejarah gangguan perilaku
antisosial pada sang ibu, yang disebabkan dirinya sendiri mengalami pola asuh yang salah
dari orang tuanya dahulu. Pada kasus lain ditemukan bukti bahwa ternyata sang ibu
mengalami gangguan somatis seperti contohnya (menurut istilah medis) gangguan
neurotik, hypochondria, atau gangguan yang bersifat semu lainnya). Ditemukan pula,
bahwa ibu-ibu yang tega melakukan hal ini terhadap anaknya ternyata mengalami gangguan
kepribadian yang cukup parah.
Depresi
Penelitian lain dilakukan oleh Chaffin, Kelleher dan Hollenberg (1996) terhadap anak-anak
yang orang tuanya mengalami depresi atau pun psikopatologi. Menurut mereka, orang tua
yang depresif ditemukan sering melakukan penyiksaan secara fisik terhadap anak-anak
mereka. Anak-anak mereka juga dilaporkan mengalami masalah seperti depresi, masalah
interpersonal, perilaku yang aneh-aneh dan mengalami masalah di sekolah atau dalam
belajar.
Keluarga yang alkoholis cenderung lebih tidak stabil dan tidak dapat diramalkan perilakunya.
Segala aturan main dapat saja berubah setiap waktu, dan seringkali mudah mengingkari janji-
janji yang pernah dibuat. Demikian pula dengan pola asuh orang tua terhadap anak. Pola
asuh yang diterapkan seringkali berubah-ubah secara tidak konsisten; dan tidak ada ruang
bagi anggota keluarganya untuk mengekspresikan perasaannya secara apa adanya karena
banyaknya batasan dan larangan untuk membahas “keburukan” keluarga.
Oleh karena itu para anggota yang lain dituntut untuk mampu menjaga rahasia supaya tidak
ada keterlibatan pihak-pihak luar dan supaya tidak ada yang mengetahui problem keluarga
mereka. Situasi ini tentu saja membuat perasaan tertekan, frustrasi, marah, tidak nyaman dan
kegelisahan di hati anak-anaknya. Sering anak berpikir bahwa mereka telah melakukan
sesuatu kekeliruan yang menyebabkan orang tua punya kebiasaan buruk. Akibatnya, rasa
tidak percaya, kesulitan mengekspresikan emosi secara tepat, serta kesulitan menjalin
hubungan sosial yang erat dan sejati, menjadi masalah yang terbawa hingga dewasa.
Menurut penelitian beberapa ahli, anak-anak dari keluarga ini lebih beresiko
mengembangkan kebiasaan alkoholismenya di masa dewasa dari pada anak-anak yang
bukan berasal dari keluarga alkoholis.
Menurut penelitian Chaffin, Kelleher dan Hollenberg (1996), pecandu obat terlarang
dilaporkan menjadi faktor yang paling umum dianggap menjadi penyebab penyiksaan dan
pengabaian terhadap anak-anak serta melakukan pengasuhan dengan cara yang tidak benar
atau keliru.
Masalah Perkawinan
Salah satu kebahagiaan terbesar dalam hidup adalah merasakan hubungan yang hangat dan
penuh dengan kasih sayang yang diperoleh dari orang-orang yang dicintai. Namun tidak
selamanya setiap orang dapat merasakan hal ini, terutama jika mereka berada dalam
keluarga yang mengalami masalah pelik yang tidak hanya mempengaruhi keharmonisan
keluarga, namun pengaruhnya sampai pada kehidupan emosional para anggotanya.
Akibatnya, setiap anggota keluarga merasakan bertambahnya beban mental atau tekanan
emosional yang terus menerus bertambah dari hari ke hari. Beban mental ini akan semakin
berat kalau suasana dalam keluarga serasa mencekam, seperti di kuburan, tidak ada satu
orang pun yang berani mengemukakan emosi dan pikirannya, dan tidak ada keleluasaan
untuk bertindak. Tidak ada suasana keterbukaan ini hanya akan meningkatkan ketegangan
dari setiap anggota keluarga.
Para ahli yang menganut faham teori sistem berpandangan, bahwa yang sebenarnya, jika
orang melihat seorang anak yang kelihatannya bermasalah, entah itu masalah penyesuaian
diri, masalah belajar atau masalah lainnya, sebenarnya yang harus dicari tahu sumber
penyebabnya bukanlah pada diri si anak, tapi lebih pada orang tua dan interaksi yang terjadi
di dalam keluarga itu. Karena, anak bermasalah sebenarnya merupakan pertanda adanya
ketidakberesan dalam hubungan keluarga itu sendiri. Jadi, masalah yang ditampilkan oleh
anak merepresentasikan disfungsi yang terjadi di dalam kehidupan keluarganya
KESIMPULAN
Saat ini para konsumen (masyarakat) sangat mudah untuk
mendapatkan informasi dari media (cetak – non cetak), karena media
mengemas setiap informasi (berita, hiburan, iklan, dsb) dengan
menampilkan hal-hal yang dapat membuat para konsumennya untuk
mengikuti perilaku atau pun gaya yang mereka tampilkan, baik itu hal
positive maupun negative. Sehingga acara tersebut lebih mengarah
terhadap para konsumen untuk lebih konsumtif , dan mengikuti perilaku
mereka yang lebih menjurus kearah perilaku anti sosial , seperti
kekerasan, perkosaan, pornografi, sikap yang mengejek terhadap orang
lain, dll.
Pergeseran nilai-nilai agama serta moral sudah menjadi momok
bagi masyarakat kita, dan media merupakan salah satu penyebab utama
dalam hal ini. Para pengusaha di media seperti menutup mata atas
perilaku anti sosial yang terjadi di masyarakat kita, karena mereka
( para pengusaha ) hanya mengutamakan keuntungan yang sebesar-
besarnya (uang). Seharusnya pemerintah harus lebih memperhatikan atas
gejala-gejala perilaku anti sosial yang timbul dimasyarakat, dengan
membuat undang-undang yang lebih tegas dan tidak hanya
menguntungkan para pengusaha media saja. karena generasi muda
adalah masa depan bangsa untuk itu pemerintah harus mengambil
langka-langkah yang lebih konkrit untuk menghadapi hal ini. Selain itu,
pemerintah dapat bekerja sama dengan lembaga-lembaga independent
untuk mengawasi dan mengontrol media, agar tidak keluar dari jalur
dalam menayangkan setiap program-program mereka.
Apabila semua pihak memiliki kesadaran untuk lebih
memperhatikan masa depan bangsa ini, sehingga akan tercipta
keseimbangan dalam masyarakat kita (media , pemerintah dan
masyarakat), Perilaku anti sosial di masyarakat dapat kita tekan /
minimize.