Anda di halaman 1dari 8

Pengaruh kebiasaan orang tua terhadap anak tidaklah kecil, seperti terbukti

bahwa menurut para ilmuwan Amerika, anak dari ayah yang alkoholik,
apalagi yang juga memiliki kepribadian anti-sosial ternyata lebih besar
risikonya menjadi anak yang kemampuan intelektual dan akademiknya
kurang dibanding anak-anak lain. Kekurangan ini akan tampak sejak usia
sekolah dasar.

Kandidat doktor dari Michigan State Univeristy, Edwin Poon, mengatakan


bahwa kurangnya kemampuan ini akan berdampak jangka panjang terhadap
kehidupan sosial anak tersebut, dan dapat membawa masalah lebih lanjut
seperti masalah perilaku, alkoholisme, bahkan obat-obatan terlarang.

Hal ini didasarkan pada observasi terhadap 198 anak lelaki usia sekolah
dasar yang memiliki ayah dengan kebiasaan minum. Dikelompokkan juga
antara anak dengan ayah anti-sosial, tidak anti-sosial, dan yang tanpa
masalah alkohol. Anak lelaki dengan ayah alkoholik ternyata memang
memiliki IQ yang lebih rendah, walaupun masih dalam batas normal.
Demikian juga dalam kemampuan mereka mengeja dan tes aritmatika. Hasil
ini dipublikasikan dalam edisi Juli dari Alcoholism: Clinical and Experimental
Research.

Secara singkat, studi ini menunjukkan bahwa perbedaan intelektualitas,


fungsi kognitif, dan prestasi akademik antara anak dari ayah alkoholik dan
yang non- alkoholik tampak jelas pada tahun-tahun pertama sekolah dasar.
Anak dengan ayah alkoholik dan kepribadian anti-sosial secara spesifik
menunjukkan hasil yang lebih buruk daripada anak-anak yang lain, seolah-
olah mereka siap diluncurkan untuk menjalani masalah-masalah yang tidak
berbeda dari orang tuanya.

Untuk itu Poon menambahkan bahwa masih diperlukan studi lebih lanjut,
mengingat anak-anak lelaki tersebut segera akan beranjak remaja dan perlu
dibuktikan apakah hasil penelitian sekarang benar-benar bermanifestasi.
Tampaknya lebih bijaksana meninggalkan kebiasaan minum alkohol demi
kepentingan anak. (yz)

Gangguan Jiwa atau Gangguan Kepribadian

Seorang peneliti bernama Rose Cooper Thomas yang melakukan penelitian terhadap
hubungan antara ibu dan anak, menemukan bahwa ibu yang mengalami gangguan jiwa
Schizophrenia (dengan kecenderungan perilaku yang acuh tak acuh), maka cenderung
menghasilkan anak yang perilakunya suka memberontak, jahat, menyimpang atau bahkan
anti sosial. Namun sebaliknya ada pula yang anaknya jadi suka menarik diri, pasif,
tergantung dan terlalu penurut. Peneliti lain juga menemukan, gangguan jiwa sang ibu
berakibat pada terganggunya perkembangan identitas sang anak.

Penemuan yang sama juga mengungkapkan bahwa gangguan Obsesif Kompulsif yang
dialami orang tua sangat berkaitan erat dengan sikap pengabaian mereka terhadap anaknya.
Sebab, gangguan Obsesif Kompulsif ini menjadikan individu nya lebih banyak memikirkan
dan melakukan ritual-ritualnya dari pada tanggung jawab mengasuh anaknya.

Munchausen's Syndrome by Proxy


Munchausen Syndrome by Proxy (MSbP) adalah gangguan mental yang biasanya dialami
oleh wanita, dalam hal ini seorang ibu terhadap anaknya (biasanya pada bayi atau anak-
anak di bawah usia 6 tahun) dan biasanya berakibat sang anak harus mendapatkan
perawatan serius di rumah sakit. Dalam penyakit yang digambarkan pertama kali oleh
Meadow pada tahun 1977 ini dideteksi adanya unsur kebohongan yang bersifat patologis
dalam kehidupan sehari-hari sang ibu sejak dahulu hingga sekarang.
Pada kasus yang parah, sang anak secara terus menerus dihadapkan pada situasi yang
mengancam keselamatan jiwanya; dan sang ibu yang melakukannya dari luar justru kelihatan
lemah lembut dan tulus. Gangguan jiwa yang berbahaya ini bisa berakibat pada kematian
anaknya karena pada banyak kasus ditemukan bahwa sang ibu sampai hati menyekap (atau
mencekik) dan meracuni anaknya sebagai bukti pada dokter bahwa anaknya benar-benar
sakit.

Memang, pada kasus-kasus ini sering ditemukan adanya sejarah gangguan perilaku
antisosial pada sang ibu, yang disebabkan dirinya sendiri mengalami pola asuh yang salah
dari orang tuanya dahulu. Pada kasus lain ditemukan bukti bahwa ternyata sang ibu
mengalami gangguan somatis seperti contohnya (menurut istilah medis) gangguan
neurotik, hypochondria, atau gangguan yang bersifat semu lainnya). Ditemukan pula,
bahwa ibu-ibu yang tega melakukan hal ini terhadap anaknya ternyata mengalami gangguan
kepribadian yang cukup parah.

Depresi

Penelitian lain dilakukan oleh Chaffin, Kelleher dan Hollenberg (1996) terhadap anak-anak
yang orang tuanya mengalami depresi atau pun psikopatologi. Menurut mereka, orang tua
yang depresif ditemukan sering melakukan penyiksaan secara fisik terhadap anak-anak
mereka. Anak-anak mereka juga dilaporkan mengalami masalah seperti depresi, masalah
interpersonal, perilaku yang aneh-aneh dan mengalami masalah di sekolah atau dalam
belajar.

Pecandu Obat Terlarang / Alkoholik

Keluarga yang alkoholis cenderung lebih tidak stabil dan tidak dapat diramalkan perilakunya.
Segala aturan main dapat saja berubah setiap waktu, dan seringkali mudah mengingkari janji-
janji yang pernah dibuat. Demikian pula dengan pola asuh orang tua terhadap anak. Pola
asuh yang diterapkan seringkali berubah-ubah secara tidak konsisten; dan tidak ada ruang
bagi anggota keluarganya untuk mengekspresikan perasaannya secara apa adanya karena
banyaknya batasan dan larangan untuk membahas “keburukan” keluarga.

Oleh karena itu para anggota yang lain dituntut untuk mampu menjaga rahasia supaya tidak
ada keterlibatan pihak-pihak luar dan supaya tidak ada yang mengetahui problem keluarga
mereka. Situasi ini tentu saja membuat perasaan tertekan, frustrasi, marah, tidak nyaman dan
kegelisahan di hati anak-anaknya. Sering anak berpikir bahwa mereka telah melakukan
sesuatu kekeliruan yang menyebabkan orang tua punya kebiasaan buruk. Akibatnya, rasa
tidak percaya, kesulitan mengekspresikan emosi secara tepat, serta kesulitan menjalin
hubungan sosial yang erat dan sejati, menjadi masalah yang terbawa hingga dewasa.
Menurut penelitian beberapa ahli, anak-anak dari keluarga ini lebih beresiko
mengembangkan kebiasaan alkoholismenya di masa dewasa dari pada anak-anak yang
bukan berasal dari keluarga alkoholis.

Menurut penelitian Chaffin, Kelleher dan Hollenberg (1996), pecandu obat terlarang
dilaporkan menjadi faktor yang paling umum dianggap menjadi penyebab penyiksaan dan
pengabaian terhadap anak-anak serta melakukan pengasuhan dengan cara yang tidak benar
atau keliru.

Masalah Perkawinan

Salah satu kebahagiaan terbesar dalam hidup adalah merasakan hubungan yang hangat dan
penuh dengan kasih sayang yang diperoleh dari orang-orang yang dicintai. Namun tidak
selamanya setiap orang dapat merasakan hal ini, terutama jika mereka berada dalam
keluarga yang mengalami masalah pelik yang tidak hanya mempengaruhi keharmonisan
keluarga, namun pengaruhnya sampai pada kehidupan emosional para anggotanya.

Akibatnya, setiap anggota keluarga merasakan bertambahnya beban mental atau tekanan
emosional yang terus menerus bertambah dari hari ke hari. Beban mental ini akan semakin
berat kalau suasana dalam keluarga serasa mencekam, seperti di kuburan, tidak ada satu
orang pun yang berani mengemukakan emosi dan pikirannya, dan tidak ada keleluasaan
untuk bertindak. Tidak ada suasana keterbukaan ini hanya akan meningkatkan ketegangan
dari setiap anggota keluarga.

Pada umumnya, anak-anaklah yang menjadi korban pelampiasan ketegangan, kecemasan,


kekesalan, kemarahan dan segala emosi negatif yang tidak bisa dikeluarkan. Sebabnya,
anak-anak lebih berada posisi yang lemah, tergantung pada orang tua dan tidak berdaya
sehingga mudah sekali menjadi sasaran agresivitas orang tua tanpa memberikan
perlawanan. Akibatnya, pada beberapa kasus terjadi tindakan kekerasan fisik orang tua
terhadap anak hanya karena orang tua tidak dapat mengendalikan dorongan emosinya.

Para ahli yang menganut faham teori sistem berpandangan, bahwa yang sebenarnya, jika
orang melihat seorang anak yang kelihatannya bermasalah, entah itu masalah penyesuaian
diri, masalah belajar atau masalah lainnya, sebenarnya yang harus dicari tahu sumber
penyebabnya bukanlah pada diri si anak, tapi lebih pada orang tua dan interaksi yang terjadi
di dalam keluarga itu. Karena, anak bermasalah sebenarnya merupakan pertanda adanya
ketidakberesan dalam hubungan keluarga itu sendiri. Jadi, masalah yang ditampilkan oleh
anak merepresentasikan disfungsi yang terjadi di dalam kehidupan keluarganya

Isu Dasar: Media dan Sikap Anti Sosial


Ada beberapa isu dasar yang muncul yang menyebabkan terjadinya
perilaku anti sosial atas pengaruh media (cetak & non-cetak) terhadap
para konsumen (pemirsa/pembaca). Media yang seharusnya menjadi
sarana informasi bagi masyarakat untuk menambah pengetahuan baik
diluar mau pun didalam, justru sebaliknya. Media terkadang mengabaikan
peraturan yang berlaku dalam menyiarkan program-programnya, hal ini
disebabkan karena media hanya mencari keuntungan (uang) semata,
sehingga media tidak memperdulikan lagi apakah program-program
tersebut akan berdampak buruk atau baik bagi para konsumennya.
Beberapa isu-isu dasar yang menjadi pembahasan dalam bab ini yaitu :
Pengaruh media terhadap perilaku anti sosial, Media dan tanggung
jawab moral, Perilaku anti sosial dan kewajiban media, Media sebagai
accessories terhadap perilaku anti sosial dan konflik antara perilaku
personal dan professional.
ISU MORAL
Perilaku anti sosial sudah menjadi hal yang sangat mendasar di
masyarakat dan hal ini harus diperbaiki secepatnya baik dari pemerintah ,
media , dan lembaga-lembaga independent lainnya. Tetapi dalam hal ini
media lah yang memiliki peranan yang sangat besar atas timbulnya
perilaku anti sosial di masyarakat karena para pengusaha yang
bergerak di bidang media tidak sadar atas informasi dan program-
program yang ditayangkannya berdampak negative bagi para konsumen.
Seharusnya sebagai konsumen harus bisa memilih tayangan yang
bermanfaat bagi mereka dan yang tidak merusak norma-norma yang
berlaku. Para konsumen media harusnya lebih aktif lagi dalam mengkritik
media, yang menayangkan program-program yang berdampak buruk,
seperti : membuat para konsumen menjadi konsumtif, program kekerasan
atau kriminalitas, dsb. Sehingga dengan mengkritik media diharapkan
pemerintah dapat lebih mempertegas lagi peraturan atau undang-undang
yang berlaku dalam penyairan (media), sehingga apabila ada media yang
melekukan pelanggaran dapat di kenai sangsi atau hukuman.
Latar Belakang
Dewasa ini pengaruh media (cetak dan non-cetak) sangat
menentukan perilaku para pembaca serta penontonnya. Hal ini, menjadi
persoalan yang sangat mendasar sekali untuk perkembangan generasi
selanjutnya, karena media merupakan sarana yang sangat mudah sekali
untuk mempengaruhi tingkah laku dan sikap kita pada umumnya.
Banyaknya pengaruh serta perilaku luar (barat / western) yang
disiarkan maupun di publikasikan oleh media tanpa saringan atau filter,
dan hal ini membuat terkikisnya nilai-nilai atau norma-norma yang berlaku
di dalam wilayah tertentu.
Pembahasan
1. Pengaruh media terhadap sikap antisosial.
Pada bulan September 1974, NBC menyiarkan “Born Innocent”
yang melukiskan kehidupan seorang gadis asrama panti asuhan. Drama
tersebut meliputi kisah tentang seorang gadis muda yang diperkosa oleh
4 orang wanita penghuni asrama tersebut dengan menggunakan alat
penyedot saluran air. selanjutnya, beberapa hari kemudian seorang gadis
berusia 9 tahun di California di serang oleh 4 anak muda dan diperkosa.
Pemerkosa mengakui terangsang setelah melihat drama “born innocent”.
Pada bulan agustus 1981, majalah hustler menerbitkan article
tentang “autoerotic asphyxia” yaitu keanehan dan tehnik yang berbahaya
untuk kenikmatan sex, lalu ada seorang pemuda berumur 14 tahun
membaca article tersebut tetapi dia hanya mengabaikan dan tidak peduli
terhadap article tersebut.
Kasus-kasus tersebut diatas sering digunakan untuk menuduh
media menggunakan kekuatanya untuk mempengaruhi tingkah laku anti-
social para pembaca dan penonton. Hal ini dapat memicu penonton untuk
mengkritik dan menimbulkan kemarahan terhadap media. Banyak media
kita yang berisi/ menyiarkan mengenai norma social, tanpa cerita
mengenai kejahatan, kekerasan, minuman keras, dsb.
2. Media dan tanggung jawab moral
Karena media sangat tinggi jangkauannya dan sangat berpengaruh,
untuk itu memakan waktu antara masyarakat dan posisi moral. Secara
luas ada 3 kategori mengenai media dan tingkah laku anti social antara
lain :
1. Sikap anti sosial para praktisi yang berhubungan dalam kewajiban
para professional.
2. Tugas media hanya sebagai pelengkap terhadap tingkah laku anti
sosial

3. Konflik yang terjadi antara tanggung jawab professional dan tingkah


laku anti sosial dalam kehidupan pribadi para praktisi media.

3. Sikap anti-sosial dan kewajiban media


Praktisi media adalah sebagai penjaga dan jembatan antara media
dan publik, untuk alasan tersebut mereka menghindari perintah untuk
menyiarkan perilaku anti sosial di media. Bagaimana pun juga keadaan
ini merupakan suatu kelemahan bagi para praktisi media terhadap moral
dan hukum. Meskipun masih ada sedikit keraguan yang diharapkan ,
terkadang para audience mengirimkan pesan yang salah mengenai sikap
anti sosial tersebut. Pertama-tama , kekerasan hukum menjadi bagian
dalam tugas seorang reporter. Apabila seorang wartawan mencerminkan
publik, seharusnya mereka lebih memperhatikan keinginan publiknya.
Selain itu, apabila para pelaku kekerasan beranggapan bahwa hal itu
adalah biasa, hal itu akan merusak tatanan hukum yang ada.
4. Media sebagai pelengkap terhadap sikap anti sosial
Karena pengaruh media dapat menembus publik umum, karena itu
media sering kali disalahkan sebagai kaki tangan untuk mempengaruhi
public atas perilaku anti sosial. Menghadapi kritik tersebut media
berusaha untuk lebih memperhatikan hal-hal yang dapat merusak
perilaku seseorang yaitu dengan membuat beberapa acuan dan aturan
yang membuat media menjadi lebih berkembang dan lebih baik.
Issue yang layak yang tergabung dalam tugas media yang juga
mempengaruhi perilaku anti sosial, termasuk dalam 3 fungsi mass
media yaitu :
1. berita / news
2. hiburan / entertainment
3. iklan / advertising
Berita kriminal, kekerasan dan tragedy kemanusian merupakan
bagian yang sangat penting untuk seorang peliput berita atau wartawan.
Beberapa public tertarik untuk mempelajari mengenai perilaku anti
sosial dari melihat berita di TV maupun membaca dari Koran atau
majalah. Contoh : ada beberapa bukti yang di beritakan antara lain;
meningkatnya kasus bunuh diri.
Seorang wartawan dalam menuliskan berita harus berdasarkan pendapat
umum, sehingga mendapatkan keseimbangan antara berita yang
dibutuhkan oleh public terhadap tanggung jawab sosial. Kelayakan issue
dalam jurnalistik untuk menangani tingkah laku anti sosial, terdapat
dalam 3 kategories yaitu :
1. masalah kecerobohan atau kelalaian berita, dahulu dalam menyiarkan
berita kriminal maupun demonstrasi, media TV kurang berpotensi untuk
menyiarkannya, tetapi sekarang media sudah lebih berkembang dan
dapat menyiarkan berita tersebut dengan baik.
2. wartawan media sering dijadikan sebagai pelengkap terhadap perilaku
anti sosial untuk pekerjaan tertentu dimana pekerjaan wartawan
merupakan suatu kewajiban dalam menyampaikan berita yang berkualitas
kepada publik. Karena komitmen utama seorang wartawan adalah
kejujuran dan objective dalam menyampaikan berita, dan terkadang
wartawan percaya bahwa kebebasan dan memiliki sikap yang tidak
terpengaruh merupakan tindakan yang sangat bijaksana.
3. Melibatkan wartawan media sebagai pelengkap untuk perilaku anti
sosial adalah sesuatu hal yang sangat terlalu terhadap wibawa hukum.
Beberapa gabungan terjadi ketika para wartawan sepakat atas kebebasan
dan sikap tidak terpengaruh menjadi satu kesatuan dalam hukum yang
berlaku.
Hiburan atau entertainment apakah tayangan kekerasan di Televisi
dan film yang dapat menambah perilaku yang agresif terhadap anak-
anak ?. Apakah program kriminal merupakan suatu kontribusi untuk
pertumbuhan kriminal rate di masyarakat ? Apakah budaya obat-obatan /
narkotika diminati dalam drama prime time ? Dapatkan film di TV tentang
kasus bunuh diri dapat mempengaruhi pertumbuhan remaja yang memilih
kehidupannya sendiri?
Hal tersebut diatas hanyalah sebagian dari pertanyaan yang layak
didalam dunia hiburan. Melalui kepercayaan mereka pada semua bentuk
konflik yang diperankan melalui karakter yang kejam / dingin, dialog yang
bagus, special effect, dan situasi yang dramatis, media hiburan
menyampaikan pelajaran yang penting dengan mempertimbangkan hal-
hal yang bermanfaat dan perilaku anti sosial.
Media khususnya televisi pernah di kritik oleh publik karena
perhatian media yang terus menerus terhadap kekerasan. Selain itu ada
diantaranya film-film yang menceritakan tentang kekerasan seperti
contoh ; Shakespeare’s, Julius Caesar, Hamlet, and Macbeth. Untuk itu,
program acara untuk anak-anak seharusnya dibedakan dengan program
yang ditayangkan untuk orang dewasa.
Iklan atau advertising, hubungan antara iklan dan masalah
perilaku anti sosial mungkin bukanlah hal yang nyata seperti halnya
dalam sebuah berita dan fungsi hiburan bagi sebuah media massa. Salah
satu alasan dari pembuatan iklan bagi sebuah media massa adalah iklan
dapat membujuk publik dan mempromosikan suatu hal seperti membuat
iklan “Stop Violent” atau stop kekerasan. Selain itu semakin luasnya
jangkauan media membuat timbulnya suatu pemikiran, apakah iklan yang
dibuat cocok untuk publikasikan atau hanya untuk disiarkan oleh media
tanpa publikasi yang luas.
5. Konflik antara perilaku personal dan professional
Didalam membedakan antara perilaku moral pribadi para praktisi media
dan yang bukan media, seperti memisahkan publik dengan kehidupan
pribadinya. Televisi merupakan alat utama yang digunakan untuk
menyiarkan berita apabila ada terjadi konflik atau kekerasan di dalam
masyarakat umum. Maka stasiun televisi hendaknya lebih sadar akan hal
tersebut, karena jangan sampai hal tersebut digunakan hanya untuk suatu
kepentingan yang dapat merugikan kredibilitas media massa khususnya
televisi.

KESIMPULAN
Saat ini para konsumen (masyarakat) sangat mudah untuk
mendapatkan informasi dari media (cetak – non cetak), karena media
mengemas setiap informasi (berita, hiburan, iklan, dsb) dengan
menampilkan hal-hal yang dapat membuat para konsumennya untuk
mengikuti perilaku atau pun gaya yang mereka tampilkan, baik itu hal
positive maupun negative. Sehingga acara tersebut lebih mengarah
terhadap para konsumen untuk lebih konsumtif , dan mengikuti perilaku
mereka yang lebih menjurus kearah perilaku anti sosial , seperti
kekerasan, perkosaan, pornografi, sikap yang mengejek terhadap orang
lain, dll.
Pergeseran nilai-nilai agama serta moral sudah menjadi momok
bagi masyarakat kita, dan media merupakan salah satu penyebab utama
dalam hal ini. Para pengusaha di media seperti menutup mata atas
perilaku anti sosial yang terjadi di masyarakat kita, karena mereka
( para pengusaha ) hanya mengutamakan keuntungan yang sebesar-
besarnya (uang). Seharusnya pemerintah harus lebih memperhatikan atas
gejala-gejala perilaku anti sosial yang timbul dimasyarakat, dengan
membuat undang-undang yang lebih tegas dan tidak hanya
menguntungkan para pengusaha media saja. karena generasi muda
adalah masa depan bangsa untuk itu pemerintah harus mengambil
langka-langkah yang lebih konkrit untuk menghadapi hal ini. Selain itu,
pemerintah dapat bekerja sama dengan lembaga-lembaga independent
untuk mengawasi dan mengontrol media, agar tidak keluar dari jalur
dalam menayangkan setiap program-program mereka.
Apabila semua pihak memiliki kesadaran untuk lebih
memperhatikan masa depan bangsa ini, sehingga akan tercipta
keseimbangan dalam masyarakat kita (media , pemerintah dan
masyarakat), Perilaku anti sosial di masyarakat dapat kita tekan /
minimize.

Anda mungkin juga menyukai