Kekerasan fisik dan seksual terjadi pada anak perempuan dan anak laki-laki dari
segala usia, dari semua kelompok etnis dan pada semua tingkat sosial ekonomi. pelanggaran
bervariasi sehubungan dengan tingkat keparahan dan durasi, tetapi segala bentuk pelecehan
yang berllanjutan merupakan suatu bentuk kegawatdaruratan untuk anak. ketakutan, rasa
bersalah, kecemasan, depresi dan ambivalensi mengenai pengungkapan umumnya anak
terjadi pada anak yang mengalami pelecehan.
Anak di bawah umur yang menjadi korban pelecehan seksual dapat menunjukkan
perilaku seksual dewasa sebelum waktunya dengan teman sebaya dan memberikan
pengetahuan seks yang rinci yang mencerminkan keterpaparan di luar tingkat perkembangan
mereka. Anak yang mengalami pelecehan sering menunjukan sikas sadis dan agresif. anak-
anak yang dilecehkan dengan cara apa pun kemungkinan telah diancam dengan konsekuensi
yang berat dan menakutkan oleh perpretrator jika mereka mengungkapkan situasinya kepada
siapa pun.
Dalam kasus-kasus dugaan tindakan kekerasan, anak dan anggota keluarga lainnya
harus di wawancara secara individual agar memberikan mereka kesempatan untuk berbicara
secara pribadi.
Indikator fisik kekerasan seksual pada anak meliputi infeksi menuular seksual
(contoh: gonore); nyeri; peradangan; gatal pada alat kelamin dan saluran kemih; dan
ketidaknyamanan saat duduk maupun berjalan. Dalam banyak kasus dugaan pelecehan
seksual, bagaimanapun, bukti fisik tidak hadir. Dengan demikian, wawancara yang cermat
sangat penting. Dokter harus berbicara langsung tentang masalah tanpa membimbing anak ke
arah mana pun, karena anak yang sudah ketakutan dapat dengan mudah dipengaruhi untuk
mendukung apa yang menurut mereka ingin didengar oleh pemeriksa. Lebih lanjut, anak-
anak yang telah dilecehkan sering menarik kembali semua atau sebagian dari apa yang telah
diungkapkan selama wawancara.
Gangguan disosiatif
Gangguan disosiatif termasuk gangguan kepribadian ganda yang diyakini paling
mungkin terjadi pada anak-anak yang telah mengalami kekerasan fisik, seksual atau
emosional yang parah dan berulang. Anak-anak dengan gejala disosiatif dapat dirujuk untuk
evaluasi karena anggota keluarga atau guru mengamati bahwa anak tersebut kadang-kadang
terlihat tertidur atau teralihkan atau bertindak seperti orang yang berbeda.
Ketika anak yang mengalami gangguan disosiatif melakukan tindakan kekerasan, menyakiti
diri sendiri atau membahayakan orang lain, perawatan rawat inap sangat diperlukan. Berbagai
metode psikoterapi telah digunakan dalam perawatan kompleks anak-anak dengan gangguan
disosiatif, termasuk teknik bermain dan dalam beberapa kasus hipnosis.